dari realitas konflik dalam masyarakat industrial. Teori sosiologi konflik kontemporer adalah refleksi dari ketidakpuasan terhadap fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton dengan paham konsensus dan intregalistiknya Konflik kontemporer Terdapat lima macam aliran (mazhab) teori konflik kontemporer: 1) mazhab positivis 2) mazhab humanis 3) mazhab kritis 4) mazhab elektik 5) mazhab multidispliner Mazhab Positivis Mazhab ini melahirkan sosiologi konflik struktural Sebagai aliran makro, mazhab ini memiliki ciri utama: 1) Generalisasi teori yang bisa berlaku secara universal 2) Melihat konflik sebagai bagian dari dinamika gerakan struktural Dialektika kekuasaan Keberadaan teori konflik setelah fungsionalisme Dahrendorf: konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat konflik. Relasi-relasi dalam struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan. Esensi kekuasaan adalah kekuasaan kontrol dan sanksi. Dahrendorf memandang konflik kepentingan menjadi fakta yang tak terhindarkan dari mereka yang memiliki kekuasaan dan yang tidak memiliki kekuasaan.
Kekuasaan dalam masyarakat modern dan
industrial diterjemahkan sebagai wewenang (authority) Perihal Wewenang: Menurut Dahrendorf: Relasi wewenang yaitu selalu relasi-relasi antara super dan subordinasi Relasi-relasi wewenang, kelompok-kelompok superordinasi selalu mengontrol perilaku kelompokkelompok subordinasi. Harapan tertanam relatif permanen. Kekuasaan superordinasi melibatkan spesifikasi subjek-subjek perorangan untuk mengontrol Wewenang menjadi hubungan terlegitimasi. Ini merupakan fungsi sistem legal untuk mendukung pemberlakuan wewenang yang memiliki legitimasi. Kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan kelom- pok terkoordinasi menjadi legitimate dan sebagai hubungan authority. Kekuasaan dan wewenang adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing dan berkelahi. Fungsi Positif Konflik Lewis Coser adalah salah satu pelopor sosiologi konflik struktural. Coser telah memberi kontribusi sosiologi konflik: 1) Konflik sosial sebagai suatu hasil dari faktorfaktor lain daripada perlawanan kelompok kepentingan 2) Konsekuensi konflik dalam stabilitas dan perubahan sosial Coser melihat konflik sebagai mekanisme perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran postif atau fungsi positif, dalam masyarakat. Coser mempunyai pendapat unsur dasar konflik: hostile feeling. Hostile behavior: perilaku permusuhan inilah yang menyebabkan masyarakat mengalami situasi konflik Dua tipe konflik menurut Coser: 1) Konflik realistis: sumber yang konkret atau bersifat materiil, misalnya perebutan sumber ekonomi 2) Konflik nonrealistis didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis misalnya konflik antaragama, antaretnis, antarkepercayaan lain MAZHAB HUMANISME Teori sosiologi humanis sebagai respons terhadap analisis makro fungsionalisme struktural Aliran ini dimanfaatkan untuk menganalisis konflik masyarakat Terutama konflik mikro atau konflik antar individu dan individu terhadap kelompok MAZHAB HUMANISME Hal ini tidak lepas dari analisis interaksionisme simbolis yang menekankan individu, simbol (bahasa dan makna), dan dunia sosial. Selain pendekatan interaksionisme simbolis, teori konstruksi sosial atau fenomenologi juga merupakan pendekatan sosiologi konflik humanis Ilmuwan sosial mempunyai kewajiban moral melakukan kritik terhadap hubungan dominatif penguasa pada masyarakat dalam struktur sosial. Kepentingan teori sosial kritis adalah emansipasi yang membebaskan masyarakat dari kekejaman struktur sosial menindas yang dikuasai oleh kelompok kekuasaan. Kelompok ini diwakili oleh tradisi pemikiran Frankurt yang ditokohi Herbert Marcuse, Adorno, dan Juergen Habermas Habermas melihat mazhab ini berdasarkan pada kondisi dari dominasi struktural Kemudian melihat komunikasi yang diciptakan dimuati oleh kepentingan menguasai, dan disebutnya sebagai komunikasi instrumental Media massa mempunyai posisi dan peran strategis dalam menyampaikan isu-isu nasional, dan merupakan alat bagi elite kekuasaan untuk meraih dukungan melalui proses komunikasi informasi satu arah bukan dialog. Proses itu merupakan bagian dari indoktrinisasi, dan persuasi elite-elite kekuasaan