Anda di halaman 1dari 18

TUGAS V

INTEGRASI NASIONAL DAN KONFLIK DALAM


MASYARAKAT INDONESIA

(SISTEM SOSIAL BUDAYA INDONESIA)

NAMA : JEFRIANUS YOS FONI


NIM : 2003050099
INTEGRASI NASIONAL DAN KONFLIK DALAM MASYARAKAT
INDONESIA

 Persoalan integrasi kelihatannya banyak ditemui pada masyarakat yang


sedang berkembang terutama bagi masyarakat yang bersifat majemuk
seperti indonesia.

 Dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai suatu sistem sosial selalu


dihadapkan pada tuntutan untuk mengorganisasi anggota-anggotanya,
sehingga tindakan mereka dapat diintegrasikan dengan baik antara satu
sama lain.

 Konflik adalah segala bentukinteraksi yang bersifat oposisi atau suatu


interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan, atau
berseberangan)
I. Integrasi Nasional
Struktur masyarakat Indonesia adalah majemuk sebagaimana yang
dikemukakan ole Van den Berghe, yaitu sebagai berikut.
 Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang
memiliki kebudayaan yang berbeda.
 Memiliki struktur sosial yang berbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga
yang bersifat nonkonplementer.
 Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota masyarakat
tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
 Secara relatif sering kali terjadi konflik.
 Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan
saling ketergantungan didalam bidang ekonomi.
 Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok
lainnya.
II. Kekerasan dalam konflik

Konflik yang mengunakan kekerasan


adalah suatu realitas yang tidak membutuhkan
pembenaran moral, karena kekerasan memiliki
kualitas pembaruan, membebaskan manusia
untuk mengikuti ketentuan tidak rasional dan
sifat bawaanya sendiri.
2.1 Indikator konflik
Menurut Nasikunantara lain sebagai berikut:
1. Demonstrasi
2. Kerusuhan
3. Serangan bersenjata (armed attack)
4. Indikator yang terutama sekali berhubungan
dan merupakan akibat daripada armed attack.
5. Governmental sanction yaitu menetralisir:
1. Penyensoran
2. Pembatasan Partai Politik
3. Pengawasan
2.2 Bentuk dan macam konflik

Menurut H. Kusnadi dan Bambang Wahyudi, macam konflik


1. Konflik menurut hubungannya dengan tujuan organisasi.
 Konflik fungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung tercapainya tujuan organisasi dan karenanya sering
kali bersifat konstruktif. Konflik fungsional sangat dibutuhkan
organisasi.
 Konflik disfungsional. Konflik disfungsional adalah konflik yang
menghambat tercapainya tujuan organisasi dan karenanya
seringkali bersifat destrutif (merusak)
2. Konflik menurut hubungannya dengan posisi pelaku yang
berkonflik.
 Konflik vertikal.
 Konflik horizontal
 Konflik diagonal
3. Konflik menurut hubungannya dengan sifat pelaku yang berkonflik.
 Konflik terbuka
 Konflik tertutup

4. Konflik menurut hubungannya dengan waktu


 Konflik sesaat
 Konflik berkelanjutan
 Konflik Antar Agama

5. Konflik menurut hubungannya dengan pengendalian.


 Konflik terkendali
 Konflik tidak terkendali
6. Konflik menurut hubungannya dengan sistematika konflik.
 Konflik nonsistematis
 Konflik sistematis

7. Konflik menurut hubungannya dengan konsentrasi aktifitas manusia


didalam masyarakat.
Konflik ekonomi
Konflik Politik
Konflik Sosial
Konflik Budaya
Konflik Pertahanan
2.3 konflik sosial vertikal dan horizontal

Konflik sosial secara teoritis dapat terjadi dalam berbagai tipe


dan bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan konflik sosial horizontal.
1. Konflik sosial vertikal
konflik sosial vertikal, khususnya konflik yang terjadi antara
masyarakat dan negara.
2. Konflik sosial horizontal
konflik sosial horizontal terjadi karena adanya konflik antaretnis,
suku, golongan (agama)atau kelompok masyarakat (antar kampung,
antar pemuda, dan lain-lain).
2.4 Teori konflik
1. Pandangan Karl Marx dalam analisi konflik
 Marx memberikan gambaran tentang model konflik kelas
revolusioner dalam perubahan sosial. Marx mengajukan
asumsi yang sangat simple yaitu bahwa organisasi ekonomi,
khususnya kepemilikan tanah akan menentuukan organisasi
yang ada dalam masyarakat.
2. George Simmel, kekerasan di dalam konflik itu dapat terjadi
karena hal berikut.
 Keterlibatan emossional daripada anggota, dimana
keterlibatan tersebut dipengaruhi oleh soliidaritas dan
harmonitas yang terciptanya sebelumnya.
 Konflik dipersepsi sebagai suatu media untuk
memperjuangkan kepentingan pribadi dari masing-masing
anggota.
Pandangan Marx Weber tentang Konflik

 Semakin besar tingkat kemunduran, legitimasi dari kewenangan


politik, maka semakin cenderung terjadi konflik antara superordinat
san subordinat.
 semakin pemimpin kharismatik dpat muncul untuk memobilisasikan
kemarahan subordinat di dalam system, maka semakin besar akan
terjadi konflik antara superordinat dan subordinat.
 semakin efektif pemimpin kharismatik di dalam memobilisasi
subordinat dalam mensukseskan konflik, maka semakin besar tekanan
untuk meneruskan kewenangannya dalam menciptakan system aturan
dan kewenangan administrative.
 semakin system aturandan kewenangan administrasi dapat
menigkatkan kondisi tingginya kolerasi keanggotaan, tingginya
diskontinuitas hierarki sosial, dan rendahnya mobilitas keatas, maka
semakin besar ankan terjadi kemunduran legitimasi dari kewenangan
politik dan semakin cenderung akan terjadi konflik antara
superordinat dan subordinat.
Dahrendorf

 “aspek terakhir teori konflik Dahrendrof adalah mata rantai


antara konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya
memimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi
konflik golongan yang terlibat melakukan tidakan-tindakan
untuk mengadakan peruubahan dan struktur sosial. Kalu konflik
itu terjadi secara hebat, maka perubahan yang timbul akan
bersifat radikal. Begitu pula kalau konflik itu di sertai oleh
penggunaan kekerasan, maka perubahan struktur akan efektif.”
Pandangan Lewis A. Coser tentang Konflik

 Konflik di sebabkan oleh adanya kelompok lapisan bawah


yang semakin mempertanyakan legitimasi dari keberadaan
distribusi sumber-sumber langka.
 Lama tidaknya suatu suatu konflik dipengaruhi oleh tiga
hal.
 Luas-Sempitnya tujuan konflik
 Pengetahuan sang pemimpin tentang symbol-simbol
kemenangan atau kekalahan dalam konflik.
 Peranan pemimpin dalam memahami biaya konflik dan
persuasi pengikutnya.
III. Analisis
3.1.Integrasi Nasional
Integrasi bangsa Indonesia adalah masalah
esensial bagi bangsa ini dan merupakan masalah
dinamis dan kompleks yang memerlukan suatu
kajian secara berkala untuk melihat mutu
integrasi tersebut.masalahnya bukan kita masih
terintegrasi atau tidak,tetapi bagaimana mutu
integrasinya.
3.2. konflik dalam Masyarakat Indonesia

Konflik yang terjadi di berbagai wilayah tanah air


tidak semata-mata karena faktor kepentingan para
elite yang berbenturan,baik pada tingkat lokal
maupun nasional. Akan, tetapi konflik juga terjadi
karena berbagai tuntutan untuk diperlakukan secara
adil,hilangnya otonomi kolektif dan pengalaman
represi oleh kelompok dominan memperkuat rasa
diperlakukan tidak adil,adanya diskriminasi aktif
dalam politik,ekonomi dan budaya,serta kehadiran
kelompok yang menggalang pemberontakan.
a. Konflik sosial bersumber dari adanya distribusi
kekuasaan yang tidak merata.
b. Konflik juga berasal dari tidak tunduknya individu-
individu sebagai pihak yang dikuasai terhadap sanksi
yang diberikan oleh pihak yang sedang berada pada
posisi menguasai.
3.3. kemajemukan masyarakat dalam menghadapi
terjadinya disintegrasi bangsa

Ketika republik Indonesia memproklamirkan


kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945,negara
langsung dihadapkan kepada adanya perbedaan-
perbedaan diantara golongan penduduk suku dan
agama. Dengan ada perbedaan-perbedaan yang tidak
usah ditutup-tutupi,di atas kenyataan itulah pendiri-
pendiri bangsa ini menampilkan moto bhinneka
tunggal ika. Melalui faham bhinneka tunggal
ika,tangan bangsa yang kokoh kuat telah
menggenggam panji yang berbunyi satu tanah air,satu
bangsa, dan satu bahasa.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai