1) Konflik. Merupakan suatu proses sosial antara dua individu atau kelompok sosial
dimana masing-masing pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain demi mencapai
tujuannya dengan cara memberikan perlawanan yang disertai dengan ancaman dan
kekerasan. Istilah “konflik” berasal dari bahasa Inggris, yaitu “conflict” yang artinya
pertentangan atau perselisihan. Konflik adalah proses disosiatif dalam interaksi sosial
yang terjadi ketika semua pihak dalam masyarakat ingin mencapai tujuannya dalam
waktu bersamaan. Kehidupan dan perkembangan manusia tidak pernah terlepas dari
konflik yang merupakan esensi dari karakteristik manusia yang beragam. Selama masih
ada perbedaan antar manusia, baik dari jenis kelamin, status sosial dan ekonomi,
perbedaan bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan
hidupnya, maka konflik tidak dapat dihindari.
Toynbee (1889-1975), mengatakan bahwa awal perbedaan dan konflik kelas itu
sendiri tumbuh dari benih-benih penciptaan metalurgi. Berkaitan dengan persoalan-
persoalan perubahan teknologi baru yang mempengaruhi timbulnya konflik. Di Indonesia
menimbulkan kekhawatiran dan memprihatinkan pada tahun-tahun antara 1997 dan 2002,
setidaknya 10.000 orang terbunuh dalam kekerasan etnis di seluruh nusantara akibat
konflik. Menurut Lombard (2014) bahwasanya di Indonesia sendiri sudah banyak
persilangan suku, namun sering sekali konflik yang mengatasnamakan suku, bahkan di
Indonesia sendiri tidak adanya lembaga yang mengatur suatu suku tertentu. Mengutip
dari Joesoef (2014) bahwasanya apabila konflik dihentikan secara militer, seperti pada
mei 1961 konflik sudah terhenti, namun luka itu masih membekas, dan itu ditularkan
kepada anak cucu, sehingga akan terus memiliki dendam dengan pemerintahan.
2
2) Teori Konflik.
a) Teori konflik menurut Karl Marx terjadi karena adanya pemisahan kelas
di dalam masyarakat, kelas sosial tersebut antara kaum borjuis dan kaum proletar,
dimana kaum borjuis yang mempunyai modal atas kepemilikkan sarana-sarana
produksi sehingga dapat menimbulkan pemisahan kelas dalam masyarakat. Karl
Marx menunjukkan bahwa dalam masyarakat pada abad ke-19 di Eropa terdiri
dari kelas pemilik modal (kaum borjuis) dan kelas pekerja miskin (kaum proletar).
Kedua kelas tersebut tentunya berada dalam struktur sosial hierarki yang jelas
sekali perbedaannya. Dengan jahatnya kaum borjuis kepada kaum proletar maka
kaum borjuis memanfaatkan tenaga dari kaum proletar. Kaum borjuis melakukan
eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi, keadaan seperti ini
akan terus berjalan selama beriringnya waktu, karena kaum proletar yang pasrah,
menerima keadaan yang sudah ada, kaum proletar menganggap bahwa dirinya itu
sudah takdirnya menjadi buruh atau kaum pekerja. Dari ketegangan hubungan
antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial
besar yang disebut revolusi, hal ini bisa terjadi karena adanya kesadaran dari
kaum proletar yang dieksploitasi kepada kaum borjuis, dari kesadaran tersebut
menjadikan persaingan yang merebutkan kekuasaan, sehingga lahir tatanan kelas
masyarakat pemenang yang kemudian mampu membentuk tatanan ekonomi dan
peradaban yang maju dalam masyarakat.
sebelumnya. Sedangkan masyarakat yang dalam posisi marginal atau kaum yang
terpinggirkan berusaha mengadakan perubahan. Konflik dapat merupakan proses
penyatuan dan pemeliharaan stuktur sosial. Jadi tidak selamanya konflik itu
bersifat negatif ada juga segi positifnya. Konflik dapat saling menjaga garis batas
antara dua atau lebih kelompok, konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat
kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak terpecah ke dalam
dunia sosial sekelilingnya. Misalnya perang yang terjadi di Timur Tengah antara
Saudi Arabia dan Israel yang telah memperkuat identitas kelompok masing-
masing negara.
c) Teori konflik menurut Lewis A. Coser dibagi menjadi dua, yang pertama
konflik realistis dan konflik non realistis. Konflik realistis berasal dari
kekecewaan terhadap adanya tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam
hubungan yang ditujukan kepada obyek yang dianggap mengecewakan.
Contohnya seperti para karyawan perusahaan yang melakukan mogok kerja
supaya gaji mereka dapat dinaikkan oleh atasannya. Sedangkan konflik non
realistis berasal dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan yang paling tidak
dari salah satu pihak. Contohnya pada masyarakat yang buta huruf yang dalam
membalaskan dendamnya dengan pergi ke dukun santet supaya dendam-
dendamnya terbayarkan, sedangkan pada masyarakat maju yang melakukan
pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan untuk melawan
kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Resolusi konflik sebagai kajian keilmuan, merupakan hal yang bisa dikatakan
baru. Pada awalnya disetiap konflik terjadi dalam suatu masyarakat selalu cenderung
berujung pada kekerasan antar pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu,
resolusi konflik merupakan kajian keilmuan yang baru. Menurut Morton Deutsch resolusi
konflik merupakan sekumpulan teori dan penyelidikan yang bersifat eksperimental dalam
memahami sifat-sifat konflik, meneliti strategi terjadinya konflik, kemudian membuat
resolusi terhadap konflik. Prof. Dr. Alo Liliweri berpendapat bahwa resolusi konflik
bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang
relatif dapat bertahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
sikap bermusuhan tidak lagi dan struktur konflik telah berubah menuju arah perubahan
dan penyelesain konflik dengan baik.
1) Resolusi Konflik David Myers (2007). Dikemukakan oleh David Myers dalam
bukunya exploring social psychology, yakni :
a) Regulation : perlu ada sebuah tatanan cara bermain yang adil bagi
kelompok atau pihak manapun. Selain itu ketegasan terhadap pelanggaran oleh
pihak manapun akan mengurangi terjadinya konflik. Oleh karena itu perangkat
hukum yang digunakan harus independen dan tidak berorientasi pada pihak yang
sekarang berkuasa. Pada saat sebuah pelanggaran dibiarkan atau tidak ada
penyelesaian yang tegas (probability of resolution discontent), maka konflik akan
semakin besar.
Teori psikologi reward punishment dari Teori Skinner (dalam Alwisol, 2016)
mengenai Operant Conditioning Technques.
d) Model intervensi pihak ketiga. Dalam model ini ada beberapa bentuk,
yakni coercion, arbitrasi, dan mediasi. Coercion adalah model penyelesaian
konflik dengan cara paksaan, di mana masingmasing pihak dipaksa untuk
mengakhiri konflik. Arbitrasi adalah penyelesaian konflik dengan cara mengambil
pihak ketiga untuk memutuskan masalah yang terjadi, dan keputusan pihak ketiga
harus dipatuhi oleh masing-masing pihak. Sementara itu, mediasi berarti pihak
ketiga hanya berfungsi untuk menjembatani penyelesaian konflik yang terjadi
dalam masyarakat.
negosiasi adalah suatu proses struktur dimana para pihak yang bersengketa
berbicara sesama mereka mengenai persoalan yang dipeselisihkan dalam rangka
mencapai persetujuan atau kesepakatan bersama.
sengketa bagi para pihak yang bersengketa. Lembaga ini dimaksudkan agar setiap
sengketa yang terjadi di masyarakat dapat diselesaikan secara tetap dan memiliki
kekuatan hukum sehingga kepentingan masing-masing pihak terlindungi.
Melihat konflik dengan kaca mata Marxisme yang mengatakan bahwa konflik
akibat terjadinya pembagian kelas di kalangan masyarakat. Tesis Marx yang mengatakan
bahwa yang dapat menumbangkan ini apabila terjadinya sistem Komunisme, sehingga
satu-satunya jalan untuk menghindarkan konflik antar kelas dengan cara merevolusi
sistem yang ada sekarang ini, dimana Kapitalisme sebagai sistem yang membelenggu
masyarakat. Menurut Daud Joesof (2014), dengan cara melibatkatkan partisapasi rakyat
indonesia dalam segala lini, memanusiakan manusia, sehingga masyarakat akan merasa
“di uwongke”. Konflik tidak dapat dihindari, maka harus diselesaikan secara bijak
menggunakan pendekatan resolusi konflik. Konflik yang dilatarbelakangi perjuangan
mempertahankan harga diri, atas nama etnis, agama, suku atau adat istiadat, Negara harus
mengantisipasi, dengan kebijakan yang taat pada asas keadilan hukum tanpa diskriminasi.
Kebijakan atau penegakan hukum yang diskriminatif terhadap komunitas masyarakat
tertentu secara tidak langsung akan merendahkan diri mereka sehingga muncul
perlawanan. Perjuangan mempertahankan harga diri tidak mengenal kuat atau lemah
secara fisik atau secara jumlah. Bagi komunitas jumlah sedikit yang harga dirinya telah
dijatuhkan oleh kelompok laim, perlawanan adalah bukti eksistensi, bahwa mereka masih
memiliki harga diri. Namun akibat dari konflik tetap saja kerusakan bagi banyak orang.