Anda di halaman 1dari 4

JAWABAN :

1. Interpretasi piramida penduduk di suatu wilayah yang menggelembung di


bagian bawah menunjukan bahwa suatu wilayah tersebut dapat dikatakan
berstruktur usia muda, dimana kelompok penduduk yang menempati wilayah
tersebut yang berumur di bawah 15 tahun jumlahnya lebih dari 40 %, sedang
besarnya kelompok penduduk usia 65 tahun kurang dari 10 %. Dalam ilmu
demografi kondisiinterpretasi piramida tersebut disebut dengan Piramida
ekspansif, yaitu piramida yang sebagian besar penduduknya berada pada
kelompok usia muda. Tipe ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan
penduduk sangat cepat sebagai akibat dari masih
tingginya angka kelahiran dan sudah mulai menurunnya tingkat kematian
karena jaminan kesehatan sudah mulai membaik.
Daerah yang memiliki piramida penduduk ekspansif adalah merupakan
daerah yang memiliki sumber daya manusia yang cukup, terutama karena
jumlah penduduk usia produktif yang tinggi. Komposisi penduduk yang
ekspansif lazim ditemui pada wilayah-wilayah sedang berkembang. Peluang
memperoleh efek positif dari komposisi penduduk yang ekspansif ini
membutuhkan kualitas penduduk yang terdidik dan terlatih. Karena tanpa
didukung dengan pendidikan yang berkualitas, maka tenaga kerja yang
tersedia tidak akan memberikan produktivitas yang tinggi. Konsekuensi logis
dengan adanya piramida penduduk ekspansif di suatu wilayah di masa depan
adalah salah satunya terjadinya ledakan jumlah penduduk yang
menyebabkan komposisi jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada
jumlah penduduk usia tua. Hal tersebut sebagaimana terjadi di Indonesia
sebagai negara berkembang yang mengalami piramida penduduk ekspansif
yang menjadikan permasalahan yang serius yang semstinya mendapatkan
langkah antisipatif dari sekarang.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu melaksanakan program
jangka panjang sebagai langkah antisipasi bonus demografi dengan cara
antara lain melakukan pembangunan permukiman secara vertikal untuk
memenuhi kebutuhan permukiman penduduk, memperbaiki kualitas
pendidikan, melaksanakan program pelatihan industri kreatif untuk
menciptakan penduduk yang mandiri dan mempermudah pendirian usaha
kecil dan menengah untuk meningkatkan perekonomian penduduk.

2. Perbedaan antara teori mobilitas penduduk yang dikemukakan oleh


Everet S. Lee dan Robert Norris adalah sebagai berikut :

Everet S. Lee (1974) menyebutkan volume migrasi di suatu wilayah


berkembang sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah wilayah tersebut.
Selanjutnya Lee menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
untuk bermigrasi dapat dipengaruhi oleh empat faktor sebagai berikut : a.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat asal migran (origin); b.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat tujuan migran (destination);
c. Faktor-faktor penghalang atau pengganggu (intervening factors); dan d.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan individu migran.

Teori Everet S. Lee dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Di daerah


asal dan daerah tujuan terdapat faktor positif (+) maupun faktor negatif (-),
sewlain itu adapula faktor netral (o). Faktor positif merupakan faktor yang
memberikan nilai menguntungkan jika bertempat tinggal di daerah tersebut.
Faktor negatif adalah faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah yang
bersangkutan sehingga mendorong seseorang berleinginan untuk pindah dari
tempat tersebut karena kebutuhan tertentu yang tidak terpenuhi. Faktor-
faktor di tempat asal migran misalnya dapat berbentuk faktor yang
mendorong untuk keluar atau menahan untuk tetap dan tidak berpindah. Di
daerah tempat tujuan migran faktor tersebut dapat berbentuk penarik
sehingga orang mau datang kesana atau menolak yang menyebabkan orang
tidak tertarik untuk datang. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat
tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.

Sebagai contoh ketidaktersedian lahan serta penghasilan yang rendah di


daerah tempat asal migran merupakan faktor pendorong untuk berpindah,
namun karena adanya ikatan kekeluargaan yang erat serta lingkungan sosial
yang dinamis merupakan faktor yang menahan agar seseorang tidak
berpindah. Adanya upah yang tinggi, ketersediaan fasilitas pendidikan, iklim
yang baik serta banyaknya kesempatan kerja yang menarik di daerah tempat
tujuan migran merupakan factor penarik untuk datang kesana namun
ketidakpastian, resiko yang mungkin dihadapi, pemilikan lahan yang tidak
pasti dan sebagainya merupakan faktor penghambat untuk pindah ke tempat
tujuan migran tersebut. Transportasi dan komunikasi yang tidak lancar, jarak
yang jauh, ongkos pindah yang tinggi, birokrasi yang tidak baik, pajak yang
tinggi, serta informasi yang tidak jelas merupakan contoh faktor yang
menghambat. Di pihak lain adanya informasi tentang kemudahan, seperti
kemudahan angkutan dan sebagainya merupakan intervening faktor yang
mendorong migrasi. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor
individu, karena dialah yang menilai positif dan negatifnya suatu daerah, dia
pula yang memutuskan apakah akan pindah dari daerah asal atau tidak, dan
jika pindah maka individulah yang akan memutuskan daerah mana yang
akan dituju.

Robert Norris (1972, dalam Mantra 2003) mengkritisi tentang teori yang
disampaikan oleh Everet S. Lee, Norris mengungkapkan bahwa diagram Lee
perlu ditambah dengan tiga komponen yaitu migrasi kembali, kesempatan
antara dan migrasi paksaan (force migration). Jika Lee menekankan bahwa
faktor individu adalah factor terpenting diantara empat faktor tersebut.
Norris berpendapat lain bahwa faktor daerah asal merupakan faktor
terpenting. Di daerah asal seseorang lahir dan sebelum sekolah orang
tersebut hidup di daerah itu, maka dia mengetahui benar tentang kondisi
daerah asal, penuh dengan nostalgia ketika hidup dan berdomisili di daerah
asal dan bermain dengan teman – teman sebayanya. Itulah sebabnya,
seseorang sangat terikat dengan daerah asal, walaupun sesudah berumah
tangga harus pindah dan berdomisili di daerah lain, namun mereka tetap
menganggap bahwa daerah asal (daerah tempat mereka dilahirkan)
merupakan rumah pertama, dan daerah tempat mereka berdomisili sekarang
merupakan rumah kedua. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa penduduk migran adalah penduduk yang bersifat bi local population,
sehingga dimanapun mereka tinggal pasti mengadakan hubungan dengan
daerah asal.

Anda mungkin juga menyukai