Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan jumlah penduduk yang banyak. Dapat dilihat dari hasil sensus
penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang
kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting
terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi
seperti fertilitas, mortalitas, migrasi, mobilitas sosial, dan perkawinan akan membantu para
penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya.
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun
penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang pensiunan pegawai rendahan
salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan
gemilang. Contoh lain, seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil.
Ia melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya. Namun, ia gagal dan
akhirnya jatuh miskin. Proses perpindahan posisi atau status sosial yang dialami oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial masyarakat inilah yang disebut gerak
sosial atau mobilitas sosial (social mobility).
Jika berbicara mengenai mobilitas sosial antargenerasi, maka mobilitas antargenerasi
ditandai oleh perkembangan atau peningkatan taraf hidup dalam suatu garis keturunan
yang tidak hanya menunjuk pada kedudukan (status) sosial dari satu generasi ke generasi
berikutnya (Setiadi dan Kolip, 2011:515). “Mobilitas sosial vertikal naik, vertikal turun, dan
horizontal telah terjadi dalam keluarga petani suburban. Saluran mobilitas sosial dalam
keluarga petani yang telah terjadi adalah saluran mobilitas pendidikan”. Mobilitas sosial
antargenerasi merupakan perpindahan atau perubahan status pada dua generasi atau lebih.
Mobilitas sosial antargenerasi dalam sebuah keluarga pada penelitian-penelitian sebelumnya
memperlihatkan bahwa generasi anak memiliki kehidupan status yang lebih baik dari pada
orang tuanya. Perubahan pada status antara orang tua dengan anak terjadi melalui saluran-
saluran mobilitas, salah satunya adalah melalui saluran pendidikan dan profesi.
Perkawinan merupakan sebuah ikatan antara laki- laki dan perempuan sebagai suami
dan istri dalam membentuk rumah tangga yang harmonis dan kekal berdasarkan Ketuhanan

1
Yang Maha Esa. (UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1). Tujuan dari perkawinan salah satunya
adalah untuk mendapatkan keturunan, melalui proses kelahiran. Peningkatan jumlah
kelahiran (fertilitas) disebabkan meningkatnya jumlah perkawinan akibat tuntutan dari setiap
pasangan untuk memiliki anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Demografi?
2. Apa Tujuan dan Manfaat Demografi?
3. Apa Pengertian Dinamika Penduduk?
4. Apa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk?
5. Apa Pengertian Perkawinan?
6. Apa Pengertian Mobilisasi Sosial?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian tentang Demografi
2. Mengetahui tentang Tujuan dan Manfaat Demografi
3. Mengetahui pengertian tentang Dinamika Penduduk
4. Mengetahui tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan
Penduduk
5. Mengetahui pengertian tentang Perkawinan
6. Mengetahui pengertian tentang Mobilisasi Sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demografi
Demografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk
dan grafein yang berarti menulis. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-
karangan mengenai rakyat atau penduduk. Istilah ini dipakai untuk pertama kalinya
oleh Achille Guillard dalam tulisannya yang berjudul Elements de Statisque Humaine on
Demographic Compares pada tahun 1885.
Beberapa ahli pun punya pendapat masing-masing tentang pengertian dari demografi
itu sendiri. Berikut ini pendapat para ahli tersebut.
1. Menurut Johan Susczmilch (1762), demografi adalah ilmu yang mempelajari hukum
Ilahi dalam perubahan-perubahan pada umat manusia yang tampak dari kelahiran,
kematian dan pertumbuhannya.
2. Menurut Achille Guillard, demografi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
dari keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur.
3. Menurut George W. Barclay, demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran
menarik dari penduduk yang digambarkan secara statistika. Demografi mempelajarai
tingkah laku keseluruhan dan bukan tingkah laku perorangan.
4. Menurut Phillip M. Hauser dan Dudley Duncan, demografi adalah ilmu yang
mempelajari tentang jumlah, persebaran teritorial dan komposisi penduduk serta
perubahan-perubahan dan sebab-sebab perubahan tersebut.
5. Menurut D.V. Glass, demografi adalah ilmu yang secara umum terbatas untuk
mempelajari penduduk yang dipengaruhi oleh proses demografis, yaitu: fertilitas,
mortalitas dan migrasi.
6. Menurut Donald J. Boague (1973), demografi adalah ilmu yang mempelajari secara
statistika dan matematika tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk serta
perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen demografi,
yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas
sosial.
Dapat disimpulkan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan
keadaaan perubahan-perubahan penduduk atau dengan kata lain segala hal ihwal yang
berhubungan dengan komponen-komponen perubahan tersebut seperti : kelahiran, kematian,

3
migrasi, sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut jenis
kelamin tertentu.
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
Pertama orang yang tinggal di daerah tersebut. Dan kedua orang yang secara hukum berhak
tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal
di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. Dalam
sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang
tertentu.
Dalam arti luas, penduduk atau populasi berarti sejumlah makhluk sejenis yang
mendiami atau menduduki tempat tertentu misalnya pohon bakau yang terdapat pada hutan
bakau, atau kera yang menempati hutan tertentu.Bahkan populasi dapat pula dikenakan pada
benda-benda sejenis yang terdapat pada suatu tempat, misalnya kursi dalam suatu gedung
sekolah. Dalam kaitannya dengan manusia, maka pengertian penduduk adalah manusia yang
mendiami dunia atau bagian-bagiannya (Ruslan H.Prawiro, 1981: 3).
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat
dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan
“perwaktu unit” untuk pengukuran.Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua
spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk
sebutan nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan
penduduk dunia.

B. Tujuan dan Manfaat Demografi


Ilmu demografi digunakan oleh para ahli umumnya terdiri dari empat tujuan pokok,
yaitu:
1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu.
2. Menjelaskan pertumbuhan penduduk masa lampau, penurunannya dan persebarannya
dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.
3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan
bermacam-macam aspek organisasi sosial.
4. Mencoba meramalkan pertumbuhan pendukuduk di masa yang akan datang dan
kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.

4
Pada akhirnya, keempat tujuan pokok tersebut akan bermanfaat untuk:
1. Perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan pendidikan, perpajakan,
kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan, pertanian dan lain-lain yang dilakukan
pemerintah menjadi lebih tepat sasaran jika mempertimbangkan komposisi penduduk
yang ada sekarang dan yang akan datang.
2. Evaluasi kinerja pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melihat
perubahan komposisi penduduk yang ada sekarang dan yang lalu beserta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
3. Melihat peningkatan standar kehidupan melalui tingkat harapan hidup rata-rata
penduduk, sebab tidak ada ukuran yang lebih baik kecuali lamanya hidup sesorang di
negara yang bersangkutan
4. Melihat seberapa cepat perkembangan perekonomian yang dilihat dari ketersediaan
lapangan pekerjaan, persentase penduduk yang ada di sektor pertanian, industri dan
jasa.

C. Dinamika Penduduk
Dinamika kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu
dari waktu ke waktu.pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar maupun ke luar.
Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah
dari waktu ke waktu.Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada
pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal.Pertumbuhan
penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam
lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk


1. Angka Kelahiran (Fertilitas)

Fertilitas dalam pengertian demografi adalah kemampuan seorang wanita secara riil
untuk melahirkan yang diwujudkan dalam jumlah bayi yang senyatanya dilahirkan.Tinggi
rendahnya kelahiran erat hubungannya dan tergantung Pada struktur umur, banyaknya
kelahiran, banyaknya perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi, tingkat pendidikan,
status pekerjaan, serta pembangunan.

5
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk (actual
reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau
sekelompok perempuan.
Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang
dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya
bayi itu dikandung.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya
bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas,
berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan
jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
a. Masalah Pengukuran Fertilitas
Angka kelahiran dihitung menurut prosedur yang sama seperti angka kematian
dengan cara membagi jumlah peristiwa dengan jumlah penduduk yang menghadapi resiko,
tetapi angka kelahiran tidak dihitung secara khusus dan perhitungannya pun banyak
menimbulkan problem yang cukup rumit.
1. Angka kelahiran dikaitkan dengan kelahiran yang meliputi suatu periode tertentu.
Periode tersebut ada dua alternatif. Pilihan pertama ialah pengukuran selama suatu
periode yang agak singkat, yaitu satu tahun kalender. Alternatif kedua ialah
mengukur fertilitas meliputi periode kehidupan reproduktif yang sudah berakhir.
2. Suatu kelahiran selalu melibatkan pria dan wanita. Dengan demikian akan lebih
bermanfaat untuk mengukur fertilitas menurut karakteristik ibu, karakteristik ayah,
atau karakteristik pasangan tersebut.
3. Secara kasar dapat dikatakan bahwa satu kelahiran yang terjadi pada umur 80 tahun
telah menghasilkan kelahiran yang banyak (a multiple birth).
4. Penyebut angka kelahiran, terutama yang menyangkut jumlah penduduk yang
menghadapi resiko, kenyataannya sangat sulit dihitung. Kelompok penduduk yang
muda dan sangat tua memang sudah tidak diperhitungkan.
5. Dalam banyak hal perbedaan anatara kelahiran hidup dan kelahiran mati(still-birth)
biasanya sulit diklasifikasikan secara konsisten.
6. Akibat prefen dan pandangan pribadi (yang sebaliknya juga tergantung dari bidang
pendidikan maupun beberapa faktor lainnya) akan membawa pengaruh yang cukup
kuat terhadap jumlah anak yang dikehendaki.

6
b. Studi Perbedaan Fertilitas Di Indonesia
Ada beberapa faktor penentu dalam studi perbedaan fertilitas di Indonesia, antara lain
(Hadmadji, 1981 : 80-82) :
1. Tempat tinggal wanita pada saat pencacahan.
Pengamatan terhadap perbedaan fertilitas menurut tempat tinggal (kota-pedesaan) ,
menunjukkan bahwa fertilitas di daerah kota sedikit lebih tinggi daripada di pedesaan.
Gavisn Jones et. Al., memberikan ulasan mengenai tingginya tingkat fertilitas di kota
mungkin disebabkan oleh tingginya tingkat ‘memory lapse ’ wanita pedesan
dibandingkan wanita yang tinggal di daerah kota .
Harijati Hatmadji et. Al., sebaliknya mempunyai pendapat bahwa fertilitas di jawa-
pedesaan memang sedikit lebih tinggi daripada di jawa-kota.
Mengingat perbedaannya hanya sedikit ini mungkin disebabkan oleh konsep
urban/rural yang dipakai. Konsep tersebut lebih menekankan pada fasilitas fisik di
suatu daerah daripada cara hidup penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
2. Tingkat pendidikan
Pengaruh pendidikan terhadap fertilitas tidak tepat seperti yang diperkirakan, yaitu
semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh wanita, makin rendah
fertilitasnya.
Bondan Supraptilah et. Al., Dengan menggunakan data Survey Fertilitas Mortalitas
Indonesia melaporkan bahwa hubungan antara tingkat pendidikan dan fertilitas
berbeda dari satu daerah ke daerah lain . Misalnya : Di pedesaan di Jawa Barat dan
Sulawesi serta daerah kota di Jawa tengah hubungan tersebut berbentuk U terbalik.
Sebaliknya hubungan berbentuk U terdapat di daerah kota di Sulawesi dan perdesaan
di Jawa Tengah .
3. Umur Perkawinan Pertama
Sejalan dengan pemikiran bahwa makin muda seseorang melakukan perkawinan
makin panjang masa reproduksinya maka dapat diharapkan makin muda seseorang
melangsungkan perkawinannya makin banyak pula anak yang dilahirkan, jadi
hubungan antara umur perkawinan dan fertilitas negative. Hipotesa ini mendapat
dukungan peneliti-peneliti dalam penemuan atas studi-studinya.
4. Pengalaman Bekerja
Ukuran yang dipakai untuk factor pengalaman bekerja berbeda-beda misal : jenis
pekerjaan, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, kegiatan yang biasanya dilakukan
(usual activity).

7
Menurut Iskandar dengan studinya berdasarkan sensus penduduk 1971 serta Harijati
Hatmadji et. Al., dengan memakai data SUPAS II melaporkan bahwa wanita yang
mengurus rumah tangga saja cenderung memiliki anak lebih banyak sedangkan
wanita yang bekerja mempunyai anak lebih sedikit. Penggolongan yang mereka
lakukan atas kegiatan yang biasanya dilakukan adalah wanita yang bekerja, mencari
pekerjaan, dan mengurus rumah tangga. Selanjutnya Harijati Hatmadji menambahkan
bahwa perbedaan jumlah anak yang dilahirkan antara wanita yang bekerja dan yang
mengurus rumah tangga lebih besar di kota daripada di pedesaan.
c. Pengaruh Fertilitas
Menurut Ida Bagus Mantra (1985), terdapat sejumlah factor yang dapat
mempengaruhi fertilitas yang dibedakan atas factor-faktor demografi dan factor-faktor
non demografi.
1) Factor-faktor demografi antara lain:
Struktur atau komposisi umur, status perkawinan, umur kawin pertama,
kepribadian atau fekunditas, dan proporsi penduduk yang kawin.
2) Factor-faktor non demografi antaranya:
Keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita,
urbanisasi dan industrialisasi.Factor-faktor tersebut dapat berpengaruh secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap fertilitas.
2. Angka Kematian (Mortalitas)
a) Pengertian Mortalitas (kematian)
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan
keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik
turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan.
Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat
kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.Pengaruh Mortalitas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian dibagi menjadi dua yaitu:
a. Faktor langsung (faktor dari dalam)
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Penyakit
4. Kecelakaan, kekerasan, bunuh diri

8
b. Faktor tidak langsung (faktor dari luar)
1. Tekanan, baik psikis maupun fisik,
2. Kedudukan dalam perkawinan
3. Kedudukan sosial-ekonomi,
4. Tingkat pendidikan,
5. Pekerjaan,
6. Beban anak yang dilahirkan,
7. Tempat tinggal dan lingkungan,
8. Tingkat pencemaran lingkungan,
9. Fasilitas kesehatan dan kemampuan mencegah penyakit,
10. Politik dan bencana alam.

b) Faktor Penyebab Mortalitas


Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Tiap
tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkan karna pneumania, 23% karena
penyakit diare, dan 16% karena penyakit tidak memperoleh vaksinasi. Penyebab angka
kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre.
Pencegahan sederhana dan dapat di peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi oral,
kontrasepsi, dapat mencegah 25-90% kematian karena penyebab spesifik. Secara keseluruhan
65% kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
Penyebab-penyebab kematian Ibu dan Bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Pendidikan
Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para
ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang pendidikan, data
Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak
memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya
memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara
SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan tinggi. Penyerapan informasi yang
beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar
pendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan
para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya. Dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu akan mampu merncanakan kehamilan dengan baik
sehingga bisa terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun),
terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu

9
banyak (lebih dari 4 kali). Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun pendidikan akan
sangat penting agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat mengambil
keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan
Terlambat mendapat pelayanan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan
semakin tinggi pula kesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca
kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa kehamilan maka ibu
tersebut pasti akan melaporkan dan memeriksakan dirinya kepada tenaga medis yang ahli
dibidangnya. Dan sebaliknya, jika pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi
di Indonesia, maka kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh
sebab itu banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran akan
kesehatan yang rendah.
b. Lingkungan
Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek
yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam hubungannya
dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas), lingkungan yang
dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung,
seperti sulit terjangkau oleh sarana transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan
tenaga kesehatan untuk menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan
masyarakat di lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana
kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan
dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus
bertambah besar.
c. Ekonomi
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil,
melahirkan dan nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu,
mereka cenderung tidak memeriksakan kesehatan dirinya pra kehamilan hingga pasca
kehamilan. Akibatnya, banyak ibu yang meninggal saat melahirkan karena penyakit yang
baru diketahui ketika akan melahirkan.

d. Minimnya Tenaga Medis


Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan
target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan

10
dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional
meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007.
Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura,
Malaysia dan Thailand. Dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan berupa
kevalidtan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi sehingga dapat mengurangi
angka AKI.
e. Adat Istiadat
Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang berpengaruh terhadap
tingginya angka kematian ibu adalah kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan keluarga
miskin untuk melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan bantuan petugas
medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang mengharuskan ibu nifas
ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan kurang higienis.

c) Penyakit Penyebab Morbiditas Dan Mortalitas Di Indonesia


a. ISPA dan Pneumonia
Di Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar 10-20% per tahun.
Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti dari
setiap 1000 balita setiap tahun ada 6 orang diantaranya yang meninggal akibat pneumonia.
Jika dihitung, jumlah balita yang meninggal akibat pneumonia di indonesia dapat mencapai
150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1 orang balita
tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar 60-80%
kematian pneumonia terjadi pada bayi. Secara umum, ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu
keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan gizi dan cara
pemberian makan, serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA dan
Pneumonia yaitu dengan cara pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan
dengan imunisasi DPT, 6% kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari
polusi udara dan pemberian imunisasi lengkap.
b. Diare
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang,
termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama
setelah infeksi saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar
7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45% (solaiman, EJ,

11
2001). Sementara itu, pada survei morbiditas yang dilakukan oleh depkes tahun 2001,
menemukan angka kejadian diare di indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk.
Sedangkan menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan
angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000 balita. Insiden penyakit diare
yang berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya anak-anak
usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat
muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat
kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan
serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama
membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang menderita
diare. Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk
menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan
angka kematian dan kesakitan karena diare.
c. Berat Badan Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas 2
kategori yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation
(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara
berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria
dan menderita penyakit menular seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat kehamilan.
d. Afiksia (Kesulitan Bernafas saat Lahir)
Afiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
sepontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Pernafasan spotan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan dan pertukaran gas tau pengangkutan O2
selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
e. Masalah Nutrisi dan Infeksi
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan neonatus dimana di Indonesia
merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus adalah penyakit pada bayi baru lahir
dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi yang terkena infeksi menunjukan dengan
kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada bayi-bayi baru lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu penyebab

12
tertinggi terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2%
janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau
dalam bulan pertama kehidupan.
f. DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan
Arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Gejala klinis DHF (dengue
hemoragic fever) dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7
hari dengan gejala umumnya tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama seperti
derajat I, tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan, seperti petekie, ekimosa, epitaksis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga, dan lain-lain; derajat III ditandai adanya
kegagalan dalam peredaran darah, seperti adanya nadi lemah dan cepat serta tekanan darah
menurun; dan derajat IV ditandai adanya nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, akral
dingin, berkeringat, dan adanya sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti pembesaran
hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti kejang, gelisah, sopor, dan
koma.
g. Bronkitis Bronkitis
Adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan. Bronkus
merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakea, yang menghubungkan saluran
pernafasan atas, hidung, tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali
dengan batuk pilek, akan tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka batuknya
akan bertambah parah dan bertambah sifatnya.
h. Kejang Demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat
proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15
menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang
demam, wajah anak akan menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan
brgetar dengan hebat. Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia satu tahun samai
awal kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini otak anak sangat rentan
terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekitar sepuluh persen anak mengalami
sekurang-kurangnya 1 kali kejang. Pada usia lima tahun, sebagian besar anak telah dapat
mengatasi kerentanannya terhadap kejang demam. Hiperbilirubinemia Merupakan suatu
kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu
pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.

13
i. Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskular, sehingga konjungtiva kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan
tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut:
adanya ikterus tejadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg%
atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000
gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan
dan lain-lain.
j. Tetanus Neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi
melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob,
dimana kuman tersebut berkembang pada keadaan tanpa oksigen. Tetanus pada bayi dapat
disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril. Masa inkubasi
penyakit ini antara 5-14 hari.
d) Sumber Data Mortalitas dan Morbiditas
a) Mortalitas
Cara mengetahui sumber data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber :
1. Sistem registrasi vital Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data
kematian yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera setelah
peristiwa kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum ada sistem registrasi vital yang
bersifat nasional, yang ada hanya sistem registrasi vital yang bersifat bersifat lokal, dan
inipun tidak sepenuhnya meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu sendiri.
Dengan demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian yang baik dari
sistem registrasi vital.
2. Sensus atau survei penduduk sensus atau survei penduduk merupakan kegiatan sesaat
yang bertujuan untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data kematian.
Berbeda dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau survei kejadian kematian dicacat
setelah sekian lama peristiwa kejadian itu terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus atau
survei dapat digolongkan menjadi dua bagian :
a. Bentuk langsung (Direct Mortality Data) Data kematian bentuk langsung diperoleh
dengan menanyakan kepada responden tentang ada tidaknya kematian selama kurun

14
waktu tertentu.Apabila ada tidaknya kematian tersebut dibatasi selama satu tahun
terakhir menjelang waktu sensus atau survei dilakukan, data kematian yang diperoleh
dikenal sebagai ‘Current mortality Data’.
b. Bentuk tidak langsung (Indirect Mortalilty Data) Data kematian bentuk tidak langsung
diperoleh melalui pertanyaan tentang ‘Survivorship’ golongan penduduk tertentu
misalnya anak, ibu, ayah dan sebagainya.Dalam kenyataan data ini mempunyai
kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk langsung. Oleh sebab itu data
kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah data kematian bentuk tidak
langsung dan biasanya yaitu data ‘Survivorship’ anak. Selain sumber data di atas, data
kematian untuk penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat
diperoleh dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi lalu lintas dan sebagainya.
e) Angka Kematian Di Indonesia
Angka kematian masyarakat dari waktu ke waktu dapat memberi gambaran
perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Ini dapat juga digunakan sebagai indikator
penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan survei dan penelitian. Perkembangan
tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia 425 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan menurun menjadi 373 per
100.000 KH pada SKRT tahun 1995. Sedangkan pada SKRT yang dilakukan pada tahun
2001, angka kematian maternal kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 396 per
100.000 KH dan dari SDKI 2002 / 2003 angka kematian maternal menjadi sebesar 307 per
100.000 KH. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian maternal di Indonesia cenderung
stagnan. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk
menangani masalah ini.
Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni
pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun,
ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan
yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya
ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender,
nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan

15
melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa
alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat.
Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat terutama suami.
Berdasarkan data dari departemen kesehatan bahwa tiga faktor utama penyebab kematian
ibu melahirkan yakni: pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan
kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara
paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya
berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang perempuan bertahan
hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun akan menderita akibat
kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.(WHO).
3. Imigrasi
a. Pengertian Migrasi (Perpindahan)
Migrasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi angka pertumbuhan
penduduk.Migrasi adalah perpindahan penduduk. Orang dikatakan telah melakukan migrasi
apabila orang tersebut telah melewati batas administrasi wilayah lain.
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang
lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan
penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang
merupakan perpindahan penduduk yang berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja.
Adapun pengertian lain Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke
tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk
menetap
b. Jenis-jenis Migrasi
Migrasi dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal tersebut,
migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1) Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara
lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
a. Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan
tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran.

16
b. Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang
yang melakukan emigrasi disebut emigran.
c. Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya.
2) Migrasi Nasional, yaitu perpindahan penduduk dari daerah ke daerah lain pada
Negara tersebut. dibagi menjadi empat , yaitu :
a) Urbanisasi => Dari Desa ke Kota
b) Transmigrasi => Dari Pulau ke Pulau
c) Ruralisasi => Dari Kota ke Desa
d) Evakuasi => Dari tempat yang tidak aman ke tempat yang aman
c. Pengaruh Migrasi
Pada dasarnya faktor-faktor orang yang melakukan migrasi dibagi menjadi dua, yaitu
faktor pendorong dan faktor penarik.
Contoh faktor pendorong:
a) Berkurangnya lapangan pekerjaaan di tempat asal
b) Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dll
c) Adanya wabah penyakit berbahaya
d) Makin berkurangnya sumber-sumber alam ditempat asal
e) Adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama atau suku di daerah asal
f) Alasan perkawinan atau pekerjaan yang mengharuskan pindah dari daerah asal
Contoh faktor penarik:
a) Adanya rasa kecocokan di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki
lapangan pekerjaan yang cocok
b) Kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik
c) Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
d) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang dianggap menyenangkan misalnya
iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas umum lainnya
e) Banyak terdapat tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi
penduduk-penduduk pedesaan atau kota kecil.
E. Perkawinan
a. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan juga merupakan cara untuk
melangsungkan kehidupan umat manusia di muka bumi, karena tanpa adanya regenerasi,

17
populasi manusia di bumi ini akan punah. Dan perkawinan memiliki dimensi psikologis yang
sangat dalam, karena dengan perkawinan ini kedua insan, suami dan isteri, yang semula
merupakan orang lain kemudian menjadi satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga,
saling membutuhkan,dan tentu saja saling mencintai dan saling menyayangi, sehingga
terwujud keluarga yang harmonis (sakinah). Dalam hukum perkawinan Islam dikenal
sebuah asas yang disebut selektivitas. Artinya bahwa, seseorang ketika hendak
melangsungkan pernikahan terlebih dahulu harus menyeleksi dengan siapa ia boleh
menikah dan dengan siapa ia terlarang untuk menikah. Hal ini untuk menjaga agar
pernikahan yang dilangsungkan tidak melanggar aturan-aturan yang ada. Terutama bila
perempuan yang hendak dinikah ternyata terlarang untuk dinikahi, yang dalam Islamdikenal
dengan istilah mahram (orang yang haram dinikahi).
Mobilitas sosial vertikal dapat terjadi karena perkawinan. Melalui perkawinan,
kedudukan seseorang dapat terangkat atau bahkan menurun. Seseorang yang menikah dengan
orang yang berasal dari lapisan atas, ia dapat ikut naik kedudukannya. Akan tetapi, tidak
demikian apabila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam
masyarakat.
b. Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan
cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya
ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk
nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah
ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.

18
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian),
jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman
Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan
rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian
jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum
yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at
Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan
subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !.
Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah,
seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat

19
:”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang
shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
c. Jenis-Jenis Perkawinan
Ada beberapa jeis-jenis perkawinan yang dapat kita cermti secara universal, diantaranya:
a. Perkawinan poligam
Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai istri lebih dari satu, dan ada
banyak alasan yang mendasari bentuk perkawinan ini diantaranya: anak, jenis kelamin
anak, ekonomi, status sosial,dll.
b. Perkawinan eugenic
Suatu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk memperbaiki atau memuliakan ras.
c. Perkawinan periodik atau term marriage
Yaitu merencanakan adanya suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun, dan
kontrak tahap kedua ditempuh selama 10 tahun, dan perpanjangan kontrak dapat
dilakukan untuk perpanjangan tahap ketiga yang memberikan hak pada kedua
pasangan “untuk saling memilki” secara permanen.
d. Perkawinan percobaan atau trial marriage
Dua orang akan melibatan diri dalam suatu relasi atau hubungan yang sangat intim dan
mencobanya terlebih dahulu selama satu perode tertentu, jika dalam periode itu kedua
belah pihak bisa saling menyesuaikan atau merasa cocok barulah dilakukan ikatan
pernikahan yang permanen.
e. Perkawinan persekutuan

20
Yaitu pola perkawinan yang menganjurkan dilaksanakannya perkawinan tanpa
anak, dengan melegalisasi keluarga berencana atau KB atas dasar kesepakatan kedua
belah pihak.
d. Bentuk-bentuk Perkawinan/ Pernikahan
Perkawinan atau pernikahan merupakan legalisasi penyatuan antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami isteri oleh institusi agama, pemerintah atau kemasyarakatan.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk perkawinan beserta pengertian / arti definisi :
a. Bentuk Perkawinan Menurut Jumlah Istri / Suami
1. Monogami
Monogami adalah suatu bentuk perkawinan / pernikahan di mana si suami tidak
menikah dengan perempuan lain dan si isteri tidak menikah dengan lelaki lain. Jadi
singkatnya monogami merupakan nikah antara seorang laki dengan seorang wanita
tanpa ada ikatan penikahan lain.
2. Poligami
Poligami adalah bentuk perkawinan di mana seorang pria menikahi beberapa wanita
atau seorang perempuan menikah dengan beberapa laki-laki.
Berikut ini poligami akan kita golongkan menjadi dua jenis :
a) Poligini : Satu orang laki-laki memiliki banyak isteri.
Disebut poligini sororat jika istrinya kakak beradik kandung dan disebut non-sororat
jika para istri bukan kakak adik.
b) Poliandri : Satu orang perempuan memiliki banyak suami.
Disebut poliandri fraternal jika si suami beradik kakak dan disebut non-fraternal bila
suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.

e. Beberapa persiapan yang dilakukan dalam rangka berkeluarga antara lain:


1. Persiapan fisik, biologis
2. Persiapan mental
3. Persiapan sosial ekonomi
4. Persiapan Pendidikan dan ketrampilan
5. Persiapan keyakinan dan atau agama

21
f. Prinsip Perkawinan

Pada prinsip perkawinan atau nikah adalah suatu akad untuk menghalalkan hubungan
serta membatasi hak dan kewajiban, tolongmenolong antara laki-laki dan perempuan yang
antara keduanya bukan muhrim. Apabila ditinjau dari segi hukum tampak jelas bahwa
pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi
sahnya status sebagai suami istri dan di halalkannya hubungan seksual dengan tujuan
mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang dan kebajikan serta saling menyantuni antara
keduanya. Perkawinan menurut Hukum Islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah dan ada yang tidak sah.
Akad perkawinan dikatakan sah, apabila akad tersebut dilaksanakan dengan syarat-syarat dan
rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan Agama. Sebaliknya, akad perkawinan
dikatakan tidak sah bila tidak dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang
lengkap sesuai dengan ketentuan Agama. Sementara dalam pandangan ulama suatu
perkawinan telah dianggap sah apabila telah terpenuhi baik dalam syarat maupun rukun
perkawinan. Hakikat, Asas, Tujuan Perkawinan.
Menurut UU No.1/1974 hakikat perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Dari rumusan diatas jelaslah bahwa ikatan lahir
dan batin harus ada dalam setiap perkawinan. Terjalinnya ikatan lahir dan batin merupakan
fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal. Dengan demikian,
bahwa hakikat perkawinan itu bukan sekedar ikatan formal belaka, tetapi juga ikatan batin.
Hendaknya pasangan yang sudah resmi sebagai suami istri juga merasakan adanya ikatan
batin, ini harus ada sebab tanpa itu perkawinan tak akan punya arti, bahkan akan menjadi
rapuh.
Asas perkawinan adalah monogami, bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya
dioperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, dan seorang perempuan
hanya boleh mempunyai satu orang laki-laki sebagai suaminya. hal ini tercantum dalam Pasal
3 UU No.1/1974.
Dengan adanya asas monogami serta tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal, maka suatu tindakan yang akan mengakibatkan putusnya suatu perkawinan (dalam hal
ini yang dimaksud adalah perceraian) harus benar-benar dipikirkan serta dipertimbangkan
masak-masak. Sebab jika itu terjadi maka akan membawa akibat yang luas, tidak hanya
menyagkut diri suami atau istri tetapi nasib anak-anak juga harus diperhatikan. dengan

22
demikian diharapkan pula agar tidak begitu mudah melangsungkan perkawinan serta begitu
mudah bercerai (kawin-cerai berulang-ulang).

g. Sumber Hukum Perkawinan

Undang-undang perkawinan dibentuk karena kebutuhan masyarakat yang sejak zaman


kerajaan Islam (sebelum Indonesia dijajah Belanda) sejak zaman kerajaan Islam telah
memiliki pengadilan agama dengan berbagai nama yaitu Pengadilan Penghulu, Mahkamah
Syari’ah dan Pengadilan Surambi. Setelah merdeka, pemerintah Republik Indonesia telah
membentuk sejumlah peraturan tentang Pengadilan Agama. Di antaranya adalah
pembentukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
rujuk. Akan tetapi dari segi kebutuhan pengadilan yang memerlukan hukum formil dan
hukum materiil, maka Undang-undang Nomor 22 tahun1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak
dan rujuk, belum dapat dikatakan sebagai hukum formil maupun materiil karena Undang-
undang tersebut lebih menekankan akan pentingnya pencatatan perkawinan. Untuk
kepentingan pencatatan perkawinan, akan didenda sebesar lima puluh rupiah.
Usaha pembentukan Undang-undang perkawinan di Indonesia dimulai sejak tahun
1950. Pada waktu itu pemerintah membentuk panitia penyelidik peraturan hukum
perkawinan, talak dan rujuk yang memiliki dua tugas yang pertama yaitu melakukan
pembahasan mengenai berbagai peraturan perkawinan yang telah ada dan yang kedua
menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) perkawinan yang sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman. Setelah menempuh perjalanan panjang akhirnya Bangsa Indonesia
mengesahkan Undang-undang Nasional yang berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia,
yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
meskipun sebelumnya mengalami kritikan yang tajam baik dari pihak politisi maupun dari
berbagai ormas Islam yang ada.
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 adalah Undang-undang
Perkawinan Nasional. Undang-Undang tersebut diundangkan pada tanggal 2 Januari tahun
1974 dan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober tahun 1975. Dengan demikian
Undang-Undang perkawinan Nasional berlaku untuk semua Warga negara di seluruh wilayah
Indonesia, Undang-Undang ini berusaha menampung prinsip-prinsip dan memberikan
landasan Hukum Perkawinan yang berlaku untuk semua golongan dalam masyarakat dan
sekaligus telah memberi landasan Hukum Perkawinan Nasional. Dengan keluarnya Undang-
Undang Perkawinan tersebut, maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-

23
Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen
(Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S. 1933 Nomor 74) dan peraturan Perkawinan
Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 Nomor 158), dan peraturan-
peraturan lain yang mengatur perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang yang
baru itu dinyatakan tidak berlaku. Sebenarnya bangsa Indonesia telah lama bercita-cita untuk
mempunyai Undang-undang yang mengatur Perkawinan secara Nasional, yang berlaku bagi
semua Warga Negara Indonesia. Namun cita-cita tersebut baru dapat terwujud pada tahun
1974, tepatnya pada tanggal 2 Januari 1974. yaitu dengan di undangkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. (Selanjutnya disingkat UU No
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan
bahwa : Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan Undang-undang ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordanatie Perkawinan Indonesia Kristen
(huwelijks Ordanantie Christen Indonesier, S 1933 No 74),Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op de Gemengde Huwelijken, S 1898 No. 158 ) dan peraturan-peraturan lain yang
mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undangundang ini dinyatakan tidak
berlaku. Pasal 66 di atas tidak mencabut seluruh ketentuan-ketentuan mengenai Hukum
Perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesier, S. 1933
Np 74 ), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde huwelijken, S. 1898
Nomor 158), dan Peraturan-peraturan lainnya yang mengatur tentang perkawinan, melainkan
sejauh telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ditetapkan, bahwa Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, sedangkan
pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud, diundangkan pada tanggal 1 April 1975, yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat dengan Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan).
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober
1975 (Pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

24
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Dengan demikian
Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku secara efektif pada tanggal
1 Oktober 1975. Dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat
diketahui, bahwa hal-hal mengenai :
1. Pencatatan Perkawinan
2. Tata cara Perkawinan
3. Akta perkawinan
4. Tata cara Perceraian
5. Pembatalan Perkawinan
6. Waktu tunggu
7. Beristri lebih dari seorang telah mendapat pengaturan, sehingga dapat
diperlakukan secara efektif, sedangkan hal-hal mengenai
a) Harta benda dalam perkawinan
b) Hak kewajiban orang tua dan anak
c) Kedudukan anak
d) Perwalian

Belum mendapatkan pengaturan, sehingga belum dapat diperlukan secara efektif,


maka dengan sendirinya masih diperlukan ketentuan ketentuan dan perundang-undangan
yang lama Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di muka dapatlah disimpulkan, bahwa
semua peraturan perkawinan yang ada sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yang mendaftarkan kepada golongan penduduk dinyatakan tidak
berlaku oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. selanjutnya perkawinan dilangsungkan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sejak berlakunya
Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang bersifat
Nasional, di dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agama dan kepercayaan, masing-masing merupakan syarat mutlak untuk
menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan.
h. Syarat perkawinan menurut UU No1/1974
a) Adanya persetujuan kedua calon mempelai.
b) Adanya ijin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21
tahun

25
c) Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia calon mempelai wanita
sudah mencapai 16 tahun.
d) Antar calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam hubungan darah
atau keluarga yang tidak boleh kawin
e) Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
f) Bagi suami isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai lagi
untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka kawin
untuk ketiga kalinya
g) Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang janda
Perwalian Menurut UU No1/1974
h) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada
di bawah kekuasaan wali. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan
maupun harta bendanya (Pasal 50).
i) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua,
sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan dua orang
saksi.

Saksi dalam Perkawinan Menurut UU No1/1974 Pasal 26

a. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak


berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2
(dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
b. Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat (1)
pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat
memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.

i. Permasalahan dalam Perkawinan Problema di Seputar Perkawinan atau


Kehidupan Berkeluarga Berada di Sekitar:
a. Kesulitan memilih jodoh/kesulitan mengambil keputusan siapa calon
suami/isteri;
b. Ekonomi keluarga yang kurang tercukupi;

26
c. Perbedaan watak, temperamen dan perbedaan kepribadian yang terlalu tajam
antara suami isteri
d. Ketidak puasan dalam hubungan seksual
e. Kejenuhan rutinitas
f. Hubungan antar keluarga besar yang kurang baik
g. Ada orang ketiga, atau yang sekarang popular dengan istilah WIL (wanita
idaman lain) dan PIL (pria idaman lain) selingkuh
h. Masalah Harta dan warisan
i. Menurunnya perhatian dari kedua belah pihak suami isteri
j. Dominasi dan interfensi orang tua/ mertua
k. Kesalahpahaman antara kedua belah pihak
l. Poligami
m. Perceraian.

Cara Mengatasi Masalah Pernikahan Melalui Konseling Dari berbagai problem


kerumah tangaan,maka konseling perkawinan menjadi relevan, yakni membantu agar client
dapat menjalani kehidupan rumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi
problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling
perkawinan pada prinsipnya berisi dorongan untuk mengingat atau menghayati kembali
prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran
Islam.
Konseling diberikan agar suami/istri menyadari kembali posisi masing-masing dalam
keluarga dan mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang terbaik bukan hanya untuk
dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya. Jika memperhatikan kasus perkasus maka
konseling perkawinan diberikan dengan tujuan:
a. Membantu pasangan perkawinan itu mecegah terjadinya/meletusnya problema yang
mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
b. Pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, konseling diberikan
dengan maksud agar mereka bisa mengatasi sendiri problema yang sedang dihadapi.
c. Pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar mereka
dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah satu
unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diatur oleh aturan hukum
dalam hukum tertulis (hukum negara) maupun hukum tidak tertulis (hukum adat).

27
Dan sah atau tidak sahnya suatu perkawinan sudah diatur dalam peraturan negara baik
dalam bentuk tertulis, tidak tertulis, dalam hukum adat, keyakinan dan agama.
Permasalahan dalam suatu perkawinan merupakan suatu kewajaran selama masih
dalam batas kontrol dan batas kewajaran

F. Mobilitas Sosial
1. Pengertian Mobilitas Sosial
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun
penurunan status dan peran anggotanya. Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang
berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata
sosial yang ada pada istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang
atau sekelompok warga dalam kelompok sosial. Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan
posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain.
Misalnya, seorang pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan
menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih
memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup
kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada
masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila
seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta
yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia
memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah
keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang
lebih tinggi.
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang
mengatur organisasi suatu kelompok sosial.Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara
individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Beberapa
pengertian mobilitas sosial menurut para ahli :
a) Henry Clay Smith (1968) mengatakan mobilitas sosial adalah gerakan dalam struktur
sosial (gerakan antarindividu dengan kelompoknya).
b) Haditono (1991) mengatakan mobilitas sosial adalah perpindahan seseorang atau
kelompok dari kedudukan yang satu kedudukan yang lain, tetapi sejajar.

28
c) Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1992) mengatakan mobilitas sosial adalah suatu
gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lain.
d) David Jary dan Julia Jary (1991) mendefinisikan mobilitas sosial yakni: dapat
dijelaskan bahwa pergerakan individu, kadang-kadang kelompok antara posisi
berbeda dalam hierarki stratifikasi sosial pada masyarakat.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih
memungkinkan untuk berpindah strata.Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup
kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit.Contohnya, masyarakat feodal atau pada
masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila
seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta
yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia
memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah
keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang
lebih tinggi.
2. Konsep Mobilitas Sosial
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo-bilitas fisik (mobilitas
geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke
kelas sosial lainnya.Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal
dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status
lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi
perubahan dalam derajat kedudukan seseorang.Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu
suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak
sederajat.Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua
jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan
status yang menurun (social sinking).
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan
sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk
terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya
karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan
adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni
lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas
geografis akan mempengaruhi terha-dap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking,

29
bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun
masyarakat.
3. Bentuk-bentuk mobilitas social
Dilihat dari arah pergerakannya terdapat dua bentuk mobilitas sosial , yaitu mobilitas
sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial vertical dapat dibedakan lagi
menjadi sosial sinking dan sosial climbing. Sedangkan mobilitas horizontal dibedakan
menjadi mobilitas sosial antarwilayah (geografis) dan mobilitas antargenerasi.
a. Mobilitas vertical
Mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan individu atau objek dari suatu
kedudukan sosial tertentu ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Jadi
pergerakannya bersifat vertikal; dari kedudukan sosial atas ke kedudukan sosial bawah atau
sebaliknya dari bawah ke atas. Mobilitas ini dibedakan menjadi dua macam, yakni:

1) Mobilitas vertikal ke atas (social climbing)


Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua bentuk yang utama
a) Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. Masuknya individu-individu yang
mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana
kedudukan tersebut telah ada sebelumnya.
Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi
persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah.
b) Membentuk kelompok baru. Pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan
individu untuk meningkatkan status sosialnya, misalnya dengan mengangkat diri
menjadi ketua organisasi.
Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi
ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.
2) Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang.
Proses sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang karena
ada perubahan pada hak dan kewajibannya.
Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama.
a) Turunnya kedudukan. Kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya
lebih rendah.
Contoh: Nelson Piquet Jr. dipecat dari tim Renault karena gagal meraih poin di F1
2009.

30
b) Turunnya derajat kelompok. Derajat sekelompok individu menjadi turun yang
berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.
Contoh: Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun.

Penyebab sosial sinking adalah sebagai berikut.:


1. Berhalangan tetap atau sementara.
2. Memasuki masa pensiun.
3. Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau di pecat dari
jabatannya
b. Mobilitas sosial horizontal
Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya
dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi
perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya.
c. Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih,
misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas
ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu
generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan
pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo
adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah
dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh ini
menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
d. Mobilitas intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam satu generasi.
Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang buruh. Namun, karena ketekunannya
dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki unit usaha
sendiri yang akhirnya semakin besar. Contoh lain, Pak Bagyo memiliki dua orang
anak, yang pertama bernama Endra bekerja sebagai tukang becak, dan Anak ke-2,
bernama Ricky, yang pada awalnya juga sebagai tukang becak. Namun, Ricky lebih
beruntung daripada kakaknya, karena ia dapat mengubah statusnya dari tukang becak
menjadi seorang pengusaha. Sementara Endra tetap menjadi tukang becak. Perbedaan
status sosial antara Endra dengan adiknya ini juga dapat disebut sebagai mobilitas
intragenerasi.

31
e. Gerakan sosial geografis
Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke
daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migras
4. Faktor Penentu Mobilitas Sosial
a. Faktor Struktural

Faktor Struktural adalah jumlah relative dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus
diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.Adapun yang termasuk dalam cakupan faktor
structural adalah sebagai berikut.

a) Struktur Pekerjaan
b) Perbedaan Fertilitas
c) Ekonomi Ganda
d) Penunjang dan Penghambat Mobilitas
b. Faktor Individu

Faktor individu adalah kualitas orang perorang baik ditinjau dari segi tingkat
pendidikan ,penampilan ,maupun keterampilan pribadi.Adapun yang termasuk dalam
cakupan faktor individu adalah sebagai berikut.Perbedaan Kemampuan
a) Perbedaan kemampan
b) Orientasi Sikap terhadap Mobilitas
c) Faktor Kemujuran

c. Setiap Status Sosial

Setiap manusia dilahirkan dalam status sosial yang dimilik oleh orang tuanya.

d. Faktor Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi dapat menjadi pendorong terjadiny mobilitas manusia.


e. Faktor Situasi Politik

f. Faktor Kependudukan {demografi}

g. Faktor Keinginan Melihat Daerah Lain

5. Faktor-Faktor Pendorong Dan Pemhmbat Mobilitas Social


a. Faktor pendorong mobilitas sosial

32
Sistem stratifikasi sosial yang terbuka, mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada
masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya,
pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit.
Contohnya, masyarakat feodal atau pada masyarakat yang menganut sistem kasta.
Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila seseorang lahir dari kasta yang
paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah. Dia tidak
mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki kemampuan
atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan. Dengan
demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang lebih tinggi.

b. Faktor penghambat mobilitas sosial


1) Perbedaan kelas rasial, seperti yang terjadi di Afrika Selatan pada masa lalu,
dimana ras berkulit putih berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka
yang berkulit hitam untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan sebagai
penguasa. Sistem ini disebut Apartheid dan dianggap berakhir ketika Nelson
Mandela, seorang kulit hitam, terpilih menjadi presiden Afrika Selatan
2) Agama, seperti yang terjadi di India yang menggunakan sistem kasta.
3) Diskriminasi Kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke
atas. Hal ini terbukti dengan adanya pembatasan suatu organisasi tertentu dengan
berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang yang mampu
mendapatkannya.
4) Kemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan
mencapai suatu sosial tertentu.
5) Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap prestasi,
kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan status
sosialnya.
6. Dampak Mobilitas Sosial
Setiap mobilitas sosial akan menimbulkan peluang terjadinya penyesuaian-
penyesuaian .Menurut Horton dan Hunt (1987), ada beberapa konsekuensi negatif dari
adanya mobilitas sosial vertikal, di antara nya:
a) Adanya kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun.
b) Timbulnya ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang
meningkat.

33
c) Keterangan hubungan antar anggota kelompok primer, yang semula karena
seseorang berpindah ke status yang lebih tinggi atau ke status yang lebih rendah.
Adapun dampak mobilitas sosial bagi masyarakat, baik yang bersifat positif maupun
negatif antara lain sebagai berikut.
Dampak Positif :
1. Mendorong Seseorang untuk lebih maju terbukanya kesempatan untuk pindah dari
strata ke strata yang lain menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk
maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi.
2. Mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
3. Meningkatkan Intergrasi Sosial Terjadi nya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat.

Dampak Negatif :
Timbulnya Konflik yang ditimbulkan oleh mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi 3
bagian, yaitu sebagai berikut. :
1. Konflik Antarkelas
Dalam masyarakat terdapat lapisan-lapisan. Kelompok dalam lapisan tersebut disebut
kelas sosial.
2. Konflik Antar kelompok social
Konflik yang menyangkut antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya.
3. Konflik Antargenerasi
Konflik yang terjadi karena adanya benturan nilai dan kepentingan antara generasi
yang satu dengan generasi yang lain dalam mempertahankan nilai-nilai dengan nilai-
nilai baru yang ingin mengadakan perubahan.

5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Mobilitas Sosial


Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
a) Perubahan kondisi sosial
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan
dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya, kemajuan teknologi membuka
kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan ideologi dapat menimbulkan
stratifikasi baru.
b) Ekspansi teritorial dan gerak populasi

34
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirti
fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya, perkembangan kota,
transmigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk.
c) Komunikasi yang bebas
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antarstrata yang beraneka ragam
memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran pengetahuan
dan pengalaman di antara mereka dan akan mengahalangi mobilitas sosial.
Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas sertea efektif akan memudarkan
semua batas garis dari strata sosial uang ada dan merangsang mobilitas sekaligus
menerobos rintangan yang menghadang.
d) Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian
kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispeliasisasikan, maka
mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang bergerak dari satu strata ke
strata yang lain karena spesialisasi pekerjaan nmenuntut keterampilan khusus. Kondisi
ini memacu anggota masyarakatnya untuk lebih kuat berusaha agar dapat menempati
status tersebut.
e) Tingkat Fertilitas (Kelahiran) yang Berbeda
Kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan rendah
cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Pada pihak lain, masyarakat kelas
sosial yang lebih tinggi cenderung membatasi tingkat reproduksi dan angka kelahiran.
Pada saat itu, orang-orang dari tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih rendah
mempunyai kesempatan untuk banyak bereproduksi dan memperbaiki kualitas
keturunan. Dalam situasi itu, mobilitas sosial dapat terjadi.
f) Kemudahan dalam akses pendidikan
Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mempermudah orang untuk
melakukan pergerakan/mobilitas dengan berbekal ilmu yang diperoleh saat menjadi
peserta didik. Sebaliknya, kesulitan dalam mengakses pendidikan yang bermutu,
menjadikan orang yang tak menjalani pendidikan yang bagus, kesulitan untuk
mengubah status, akibat dari kurangnya pengetahuan.
g) Angkatan bersenjata
Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran
mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya,
seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari

35
pemberontakan, ia akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin
dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan
masyarakat rendah.
h) Lembaga-lembaga keagamaan
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya
yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustad, pendeta, biksu dan lain lain.
i) Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari
mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang
bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan
memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih
tinggi.

6. Konsep dan Ruang Lingkup


Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mobilitas fisik (mobilitas
geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat
yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke
kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal
dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status
lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi
perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu
suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat.
Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu
gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang
menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok
maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A merupakan bukti dari mobilitas
individu; sedang arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah
kantong-kantong kemiskinan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kese-
jahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal, merupakan contoh mobilitas
kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-aspek sosial-psikologis sebagai
akibat dari perubahan sosial. Datam hal ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami
perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain,
dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk

36
terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya
karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan
adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni
lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas
geografis akan mempengaruhi terhadap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking,
bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun
masyarakaT.
7. Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial,
dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap
individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan
atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun
dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex,
ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai
bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu
berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai
hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas
sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial
para nenek moyang mereka. Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu
masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat.
Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat
mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat
tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari beberapa pengertian yang telah dibahas diatas yaitu :
1. Pengertian Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk
(actual reproduction performance).Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki
oleh seorang atau sekelompok perempuan.
2. Pengertian Mortalitas (kematian)
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
3. Pengertian Migrasi (Perpindahan)
Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat
yang lain.
4. Pengertian Mobilitas Sosial
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggotanya.
5. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas
sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
Sementara menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu
gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok
sosial. Tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:

1. Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu
kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
2. Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan
arahnya maka terdapat dua jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan

38
yang turun (social sinking). Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah
masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang
berkelas sosial tertutup adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang
rendah.

39
DAFTAR PUSTAKA

Ali, 2001. Dasar-dasar Demografi. Depok : Raflesia Press.


At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel
Mulia, 2004)
Lembaga Demografi FE UI. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta : Lembaga Penerbit FE
UI.
Muhammad ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)
Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press,
2006)

40

Anda mungkin juga menyukai