Anda di halaman 1dari 47

Pengantar Demografi

NASRULLAH, SKM, M.Si


nas.madani@yahoo.com
0852 5638 0205

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Mamuju


Program Studi Ekonomi Pembangunan
Pokok Bahasan

 Asal usul demografi


 Tokoh-tokoh ilmu demografi
 Pembagian ilmu demografi
 Teori-teori kependudukan

2
Asal usul demografi
 Demografi (demography) berasal dari dua kata dalam
bahasa Yunani.
 Demos: rakyat atau penduduk.
 Grafein: menggambar atau menulis.
 Demografi: tulisan atau gambaran tentang
penduduk.
 Istilah ini pertama kali dipakai oleh Achille Guillard
pada tahun 1855 dalam karyanya berjudul “Elements
de Statistique Humaine, ou Demographie Comparee”
atau Elements of Human Statistics or Comparative
Demography.

3
Manfaat ilmu demografi
 Mempelajari kuantitas, komposisi, dan distribusi
penduduk dalam suatu daerah tertentu, serta
perubahan-perubahannya.
 Menjelaskan pertumbuhan penduduk pada masa
lampau dan mengestimasi pertumbuhan penduduk
pada masa mendatang.
 Mengembangkan dan menganalisis hubungan sebab
akibat antara perkembangan penduduk dan
bermacam-macam aspek pembangunan sosial,
ekonomi, budaya, politik, lingkungan, dan keamanan.
 Mempelajari dan mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan konsekuensi pertumbuhan penduduk
pada masa mendatang.
4
Tokoh-tokoh ilmu demografi (1)
 Johan Süssmilch (1762): demografi adalah ilmu yang
mempelajari hukum Tuhan yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan pada umat manusia yang terlihat
dari jumlah kelahiran, kematian, dan pertumbuhannya.
 Achille Guillard (1855): demografi adalah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu dari keadaan dan sikap
manusia yang dapat diukur yaitu meliputi perubahan
secara umum, fisiknya, peradabannya, intelektualitasnya,
dan kondisi moralnya.
 David V. Glass (1953): demografi adalah ilmu yang
terbatas pada studi penduduk sebagai akibat pengaruh
dari proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas, dan
migrasi.

5
Tokoh-tokoh ilmu demografi (2)
 United Nations (1958) dan International Union for the
Scientific Study of Population (IUSSP 1982):
demografi adalah studi ilmiah mengenai masalah
penduduk yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
serta pertumbuhannya.
 Masalah demografi lebih ditekankan pada studi kuantitatif
dari berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
penduduk yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
 Ketiga faktor ini biasanya disebut sebagai variabel demografi
atau komponen pertumbuhan penduduk.
 Ketiga variabel demografi tersebut ditambah dengan faktor
lain seperti perkawinan, perceraian, dan mobilitas sosial
(perubahan status sosial) akan menentukan struktur atau
komposisi penduduk.

6
Tokoh-tokoh ilmu demografi (3)
 Phillip M. Hauser dan Otis Dudley Duncan (1959): demografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang jumlah, persebaran
teritorial dan komposisi penduduk serta perubahannya dan
sebab-sebab perubahan tersebut.
 Donald J. Bogue (1969): demografi adalah ilmu yang
mempelajari secara statistik dan matematik tentang jumlah,
komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-
perubahannya sebagai akibat bekerjanya komponen-komponen
demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas),
perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.
 George W. Barclay (1970): demografi adalah ilmu yang
memberikan gambaran secara statistik tentang penduduk dan
mempelajari perilaku penduduk secara menyeluruh dan bukan
perorangan.

7
Bapak Ilmu Demografi
 John Graunt (1620-1674).
 Warga negara Inggris: pelopor dalam bidang pencatatan statistik
penduduk.
 Menulis buku: Natural and Political Observations Mentioned in a
Following Index and Made Upon the Bills of Mortality (Graunt 1662).
 Sebagian besar berisi analisis mortalitas, dan selebihnya mengenai
fertilitas, migrasi, perumahan, data keluarga, perbedaan antara kota
dan negara, dan jumlah penduduk laki-laki yang berada pada
kelompok umur militer.
 Data yang digunakan dalam analisis kematian dan kelahiran tersebut
bersumber dari catatan kematian (The Bills of Mortality) yang
diterbitkan secara berkala oleh petugas gereja setiap minggu.
 Dari hasil penelitiannya itu, Graunt mencetuskan “hukum-hukum”
pertumbuhan penduduk.

8
Pembagian ilmu demografi (1)
 Pada kongres masalah kependudukan di Paris,
Adolphe Landry (1945) secara matematis
membuktikan adanya hubungan antara unsur-unsur
demografi seperti kelahiran, kematian, jenis kelamin,
dan umur.
 Landry menyarankan penggunaan istilah demografi
murni (pure demography) untuk cabang ilmu
demografi yang bersifat analitis-matematis untuk
membedakannya dengan analisis kependudukan
yang lebih luas sifatnya.

9
Demografi murni/formal
 Demografi murni (pure demography) atau demografi
formal.
 Mengembangkan berbagai teknik perhitungan data
kependudukan.
 Menggunakan berbagai metode perhitungan dan
estimasi untuk memperoleh gambaran penduduk dan
variabel-variabel demografi lainnya baik pada waktu
sekarang maupun pada masa yang akan datang.
 Model-model atau rumus-rumus statistik dan
matematis (formal) sering kelihatan menakjubkan
dan mempunyai kegunaan yang besar.

10
Studi kependudukan (1)
 Namun, mereka belum dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti tentang
 ‘mengapa’ keadaan atau proses itu terjadi,
 mengapa angka kelahiran di suatu daerah lebih tinggi atau
lebih rendah dibandingkan di daerah lain,
 mengapa angka kematian semakin menurun pada suatu
kelompok penduduk sedangkan pada kelompok penduduk
lain tetap tinggi.
 Masih ada faktor-faktor yang belum disentuh dalam
formula matematik atau statistik tersebut.
 Perlu disiplin ilmu lain untuk dapat menjawab atau
menjelaskan “mengapa” terjadi perubahan-
perubahan dalam variabel-variabel demografi.

11
Studi kependudukan (2)
 Menggunakan teori-teori atau kerangka pikir yang berasal dari
disiplin ilmu lain.
 Demografi Sosiologi (Sociological Demography).
 Studi Kependudukan (Population Studies).
 Demografi Sosial (Social Demography).
 Membedakan demografi murni dengan demografi yang
berusaha memberikan penjelasan tentang sebab dan akibat
perubahan variabel-variabel demografi.
 Lebih memperjelas arti dari angka-angka variabel demografi
hasil estimasi dari model-model matematik atau statistik.
 Perubahan angka-angka tersebut dapat disebabkan karena
adanya perubahan beberapa faktor lain di luar variabel-variabel
demografi, misalnya perubahan pandangan, sikap, dan perilaku
terhadap jumlah anak.

12
Shryock dan Siegel (1976)
 Membagi pengertian demografi dalam arti
sempit dan luas.
 Pengertian secara sempit, disebut sebagai
formal demography, menekankan pada
masalah jumlah, distribusi, struktur, dan
pertumbuhan penduduk.
 Dalam arti luas demografi mencakup semua
karakteristik penduduk termasuk di dalamnya
budaya, sosial, dan ekonomi.
13
Hubungan antara variabel
Kependudukan dan Pembangunan

Kesehatan
Pendidikan
Jumlah Sosial Kelahiran
Ekonomi
Struktur Budaya Kematian
Politik
Persebaran Hukum Perpindahan
Keamanan
Lingkungan
14
Contoh
 Pendidikan penduduk rendah → tingkat kelahiran
tinggi, tingkat kematian tinggi.
 Budaya “banyak anak, banyak rejeki” dan patriarkhat:
→ tingkat kelahiran tinggi → pertumbuhan penduduk
tinggi → jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun)
besar → alokasi dana pembangunan untuk investasi
kualitas SDM calon pelaku pembangunan tinggi.
 Pertumbuhan penduduk tinggi → pertumbuhan
ekonomi lambat → kemiskinan → tingkat kelahiran
tinggi.
 Pembangunan ekonomi terpusat di suatu wilayah →
perpindahan penduduk ke wilayah tersebut tinggi →
persebaran penduduk tidak merata. 15
Teori-teori kependudukan
 Membicarakan hubungan antara penduduk
dan keterbatasan sumber alam/pangan
(penduduk optimum) dan hubungan antara
penduduk dan lingkungan (carrying
capacity/daya dukung).
 Berkembang karena kekuatiran mengenai
kesengsaraan yang ditimbulkan oleh
kemiskinan.

16
Ancient Chinese
 Contoh: Konfusius (500 S.M.).
 Membahas hubungan antara jumlah penduduk dan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
 Pendapat: Jumlah penduduk yang terlampau besar akan
menekan standar hidup masyarakat terutama kalau jumlah
penduduk dikaitkan dengan luas tanah atau lahan pertanian
yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
 Menganggap ada suatu proporsi yang ideal antara luas tanah
dan jumlah penduduk.
 Pemecahan masalah kelebihan penduduk: menganjurkan agar
pemerintah memindahkan penduduk ke daerah yang masih
kekurangan penduduk.

17
Ancient Greeks
 Contoh: Plato dan Aristoteles (300 S.M.).
 Menganjurkan jumlah penduduk yang tepat
dan ideal untuk sebuah kota.
 Apabila sebuah kota tidak dapat menampung
jumlah penduduk yang ada maka diperlukan
pembatasan kelahiran.
 Sebaliknya, jika terjadi kekurangan penduduk
maka diperlukan insentif (pendorong) untuk
menambah kelahiran.

18
India, Roma dan Yahudi
 India (e.g. Kautilaya), 300 B.C.
 Optimum village size, with too few people as a
great evil.
 Roman Empire (e.g. Cicero), 50 B.C.
 Stimulating population growth, e.g. by giving
privileges to those with children
 More men would mean more military conquests.
 Judaism (the Jewish religion), B.C.
 Population growth ('Go forth and multiply').

19
Early Christianity dan Mercantilists

 Early Christianity (e.g. Augustine, Aquinas), 400 A.D.


 Celibacy morally good, but high births needed to counter
high mortality.
 Moral disapproval of abortion, infanticide, and divorce.
 Mercantilists, 17th and 18th centuries
 State intervention in economic activity to maximize national
wealth.
 Increased population would mean larger armies, lower
hourly wages, and increased wealth.
 This period saw the beginning of the sustained growth of
world population and also of scientific analysis of population
data by Graunt and others.

20
Süssmilch (1762)
 Membicarakan masalah penduduk berdasar “hukum Tuhan”.
 Kelahiran dan kematian merupakan kehendak Tuhan.
 Pemikiran seperti itu berubah setelah abad ke 18, yang dikenal
di Eropa sebagai zaman penalaran (the age of reasons), yakni
zaman dimana sesuatu masalah dipertanyakan “mengapa” dan
“bagaimana pemecahannya”.
 Kemiskinan terjadi dimana-mana yang mengakibatkan munculnya
masalah-masalah sosial dan ekonomi.
 Para ahli dan ilmuwan berusaha membuat atau mengembangkan
studi mengenai bagaimana mengatasi masalah kemiskinan yang
dialami oleh penduduk.
 Banyak orang yang optimis dan percaya bahwa kemampuan atau
potensi manusia yang terus berkembang akan dapat memecahkan
segala masalah yang timbul.
 Ada kalangan masyarakat yang pesimis.

21
Physiocrats
 Contoh: Quesnay (18th century)
 In favor of 'Rule by nature' or 'laissez-faire'
(i.e. no government intervention).
 Population is dependent on subsistence
and agriculture the only source of wealth.
 Benefits from social reform would be
cancelled by population increase.

22
Malthus (1766-1834)
 Argumentasi: dorongan alamiah manusia untuk berkembang biak
selalu dan akan selalu ada dan dengan kecepatan yang mengikuti
deret ukur sehingga jumlah manusia akan menjadi dua kali lipat dalam
waktu yang cukup pendek (sekitar 25 tahun).
 Koloni baru, Amerika Utara, tanah sangat luas dan kaya akan sumber-
sumber alam, penduduk berkembang dengan amat pesat, menjadi dua kali
lipat hanya dalam 25 tahun.
 Kecepatan berkembang biak manusia ini jauh lebih cepat dibandingkan
kecepatan kenaikan bahan makanan yang dapat diproduksi dari tanah
yang tersedia (yang berkembang mengikuti deret hitung) dan pada
gilirannya akan mengakibatkan kesengsaraan dan kelaparan.
 Pertumbuhan penduduk yang cepat dengan sumber-sumber yang
terbatas akan menyebabkan berlakunya hukum hasil yang menurun
(the law of diminishing return) di sektor pertanian dan akhirnya terjadi
keadaan stagnan.

23
Tiga proposisi besar R. Malthus
 Penduduk dibatasi oleh sumber-sumber
subsistensi/pangan.
 Penduduk dengan sendirinya akan
meningkat kalau sumber-sumber subsistensi
meningkat, kecuali kalau ada penghambat.
 Penghambat tersebut, dan penghambat
yang menekan kekuatan perkembangan
penduduk, serta penahan dampaknya pada
tingkat subsistensi, semuanya dapat
dipecahkan melalui ketahanan moral,
kejahatan, dan kesengsaraan.
24
Cara menghambat laju pertumbuhan
penduduk menurut Malthus
 Positive checks: bencana alam, kelaparan, penyakit
menular, perang, dan pembunuhan.
 Preventive checks : menunda perkawinan dan selibat
permanen.
 Eropa: keluarga kecil, usia perkawinan tinggi (preventive check).
 Malthus tidak menduga masalah pertumbuhan penduduk dan
kesejahteraannya dapat dipecahkan oleh revolusi industri.
 Tulisan Malthus yang pertama (1799) merupakan contoh suatu
pendapat yang bersifat sangat umum tanpa didukung oleh data
statistik, namun pada buku edisi selanjutnya, untuk mendukung
argumentasinya ia melengkapi dengan data statistik.

25
Penduduk dan
pembangunan ekonomi
 Pemicu isu: tulisan Malthus, Essay on the Principle of
Population.
 Banyak ahli ekonomi pembangunan mendasari teori-teorinya
pada variabel-variabel penduduk seperti menyatukan teori–teori
ekonomi dengan penentuan pemilihan besarnya fertilitas.
 Teori ekonomi fertilitas yang termasuk dalam teori neoklasik
berbeda dengan model Malthus.
 Didasari oleh teori baru ekonomi rumah tangga (new home
economics): seseorang dalam menentukan fertilitas akan melalui
proses yang sama dengan apabila ia memutuskan sesuatu pilihan
untuk mendapatkan barang dan jasa bagi keperluan rumah
tangganya.
 Pilihan fertilitas dibatasi oleh informasi dan sumber-sumber yang
ada, namun keputusan mereka dalam memilih jumlah anak tetap
rasional dalam arti harus dapat memaksimumkan kesejahteraan
mereka.

26
Teori ekonomi rumah tangga
 Anak-anak sebagai harta jaminan hari tua dan
berkontribusi terhadap pendapatan keluarga dalam
masyarakat tradisional.
 Pada saat pertumbuhan ekonomi modern
berlangsung, keinginan untuk mempunyai anak
berangsur menurun.
 Partisipasi angkatan kerja anak dan kesempatan
kerja untuk anak-anak menurun.
 Meningkatnya pendapatan dan sistem jaminan sosial
yang semakin baik menyebabkan para orang tua
tidak lagi menggantungkan hari tuanya pada anak-
anak mereka.

27
Asumsi
 Anak: barang normal (normal goods)
 Dengan meningkatnya jumlah pendapatan rumah tangga akan mengakibatkan
keinginan mempunyai anak meningkat pula.
 Ada faktor-faktor lain yang menghilangkan keinginan tersebut sehingga yang
terjadi adalah jumlah anak yang lebih sedikit.
 Meningkatnya harga relatif (relative price) dari anak dibandingkan dengan barang-
barang lainnya: harga barang-barang dan jasa yang dikonsumsi oleh anak naik lebih
cepat dibanding dengan harga barang dan jasa lainnya.
 Hal yang lebih penting lagi adalah opportunity cost untuk memelihara anak
meningkat sejalan dengan meningkatnya gaji dan upah.
 Peningkatan pendidikan wanita telah mengakibatkan peningkatan upah dan partisipasi
angkatan kerja wanita.
 Opportunity cost untuk memelihara anak juga naik.
 Untuk wanita, price effect dari naiknya upah lebih besar pengaruhnya dari pada
income effect, yang mengakibatkan keinginan untuk mempunyai anak menurun.
 Sebaliknya, laki-laki lebih banyak waktunya untuk bekerja dan kurang waktunya untuk
memelihara anak sehingga ketika upah mereka naik, income effect menyebabkan
keinginan mempunyai anak meningkat.

28
Selera
 Asumsi: Rumah tangga lebih mementingkan
kualitas daripada kuantitas anak.
 Akibatnya, orang tua lebih mementingkan
pendidikan dan kesehatan anak serta aspek
kualitas anak lainnya.
 Perimbangan antara kualitas dan kuantitas ini
mengakibatkan menurunnya angka kelahiran.

29
Leibenstein (1954)
 Mengaitkan masalah penduduk dengan ekonomi:
buku ’A Theory of Economic-Demographic
Development’.
 Mengemukakan konsep the low-level equilibrium trap
yang menjelaskan perubahan demografi di negara-
negara sedang berkembang.
 Suatu kenaikan sedikit dalam pendapatan akan
meningkatkan jumlah penduduk dan persediaan tenaga
kerja, yang pada gilirannya akan menghapuskan
pertumbuhan modal, produktivitas dan sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi lainnya.

30
Classical Economists
dan Anti-Malthusians
 Classical Economists (e.g. Adam Smith and
Ricardo), 19th century
 Diminishing returns to labor.
 Later writers such as Marshall emphasized
increasing returns.
 Anti-Malthusians (e.g. Hazlitt), 19th century
 Preventive checks would become more effective.

31
Socialists dan Neo-Malthusians
 Socialists and Marxist writers (e.g. Marx), 19th
century
 Population or surplus labor problems are the
results of the capitalist economic system and
would be solved by the reorganization of society.
 Neo-Malthusians, 19th and 20th centuries
 Restricting population growth by the use of birth
control.
 Malthus himself was against birth control.

32
Asumsi-asumsi pesimis
 Para ahli demografi pada mulanya memproyeksikan bahwa pada
abad ke-21 jumlah penduduk sudah sedemikian besarnya
sehingga tidak ada ruang lagi untuk bergerak.
 Tidak memperkirakan adanya pembangunan ekonomi modern.
 Asumsi-asumsi: penduduk tidak bisa memilih secara rasional
tentang fertilitas dan besarnya keluarga.
 Mengasumsikan penduduk seperti lalat yang dikembangkan dalam
suatu tabung.
 Lalat akan berkembang terus sedemikian rupa sehingga pada saat
tertentu tabung tidak bisa menampung lagi.
 Akhirnya, lalat saling bunuh atau mati dengan sendirinya.
 Demikian pula yang terjadi dengan manusia: apabila dunia tidak
dapat menampung lagi jumlah manusia yang berkembang terus
maka peperangan dapat terjadi serta angka pembunuhan dan
malapetaka-malapetaka lainnya dapat meningkat sehingga dengan
sendirinya akan mengurangi jumlah penduduk.

33
Kenyataannya …
 Sejarah demografi menunjukkan bahwa manusia
telah melakukan pilihan yang rasional terhadap
jumlah dan besarnya keluarga sejalan dengan
semakin majunya pembangunan ekonomi.
 Sebagai contoh, Indonesia telah dapat mencapai
pertumbuhan penduduknya sebesar 1,34% pada
periode 1990-2000.
 Hal ini menunjukkan adanya penurunan laju
pertumbuhan penduduk dari 2,32% pada periode
1971-1980 menjadi 1,97% pada periode 1980-1990.

34
Teori transisi demografi
 Dipakai untuk menyatakan perubahan yang terjadi
terhadap tiga komponen utama pertumbuhan
penduduk: kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), dan perpindahan penduduk
(mobilitas/migrasi).
 Konsep transisi demografi yang dikenal secara umum
hanya memperhatikan perubahan pertumbuhan
penduduk secara alamiah, yaitu faktor kelahiran dan
kematian.
 Ada empat tahap: didasarkan atas pengalaman
perubahan pola fertilitas dan mortalitas yang terjadi
di beberapa negara di Eropa pada masa lampau
selama kurang lebih dua abad.

35
Tahap 1: pre-industrial
 Pertumbuhan penduduk sangat rendah yang
dihasilkan oleh perbedaan angka kelahiran dan
kematian yang tinggi, sekitar 40-50 per seribu
penduduk.
 Jumlah kelahiran dan kematian yang sangat tinggi ini
tidak terkendali setiap tahunnya.
 Panen yang gagal dan harga-harga yang tinggi telah
menyebabkan kelaparan sehingga daya tahan tubuh
terhadap penyakit sangat lemah.
 Keadaan ini diperparah dengan meluasnya penyakit
menular sehingga menyebabkan angka kematian
tinggi.

36
Tahap 2: Early industrial
 Angka kematian menurun dengan tajam
akibat revolusi industri serta kemajuan
teknologi dan juga mulai ditemukannya obat-
obatan, terutama antibiotik.
 Angka kelahiran menurun amat lambat dan
masih tetap tinggi, yang disebabkan karena
kepercayaan atau pandangan mengenai
jumlah anak banyak lebih menguntungkan.
 Menurunnya tingkat kematian dan masih
tingginya tingkat kelahiran mengakibatkan
jumlah penduduk meningkat dengan cepat.
37
Tahap 3
 Angka kematian terus menurun dengan kecepatan yang
melambat.
 Angka kelahiran mulai menurun dengan tajam sebagai akibat
dari perubahan perilaku melahirkan dan tersedianya alat/cara
kontrasepsi serta adanya peningkatan pendidikan dan
kesehatan masyarakat.
 Di Eropa perubahan perilaku melahirkan terutama terjadi pada
para wanita yang ingin berhenti melahirkan karena terlalu
banyak anak (stopping behavior).
 Di negara berkembang perubahan perilaku melahirkan dan
diterimanya konsep keluarga kecil yang didukung oleh program
keluarga berencana pemerintah sangat membantu menurunkan
tingkat fertilitas.

38
Tahap 4: mature industrial
 Angka kelahiran dan kematian sudah
mencapai angka yang rendah sehingga
angka pertumbuhan penduduk juga
rendah, yang dihasilkan dalam kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat yang
maju.

39
Gambar teori transisi demografi

40
Kritik terhadap teori transisi
demografi
 Teori transisi demografi: empat tahap akan dialami setiap negara yang sedang
melaksanakan pembangunan ekonomi yang membawa perubahan pada struktur
perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri.
 Temuan di beberapa negara di Eropa tidak selalu mendukung teori tersebut.
 Banyak negara yang dapat menurunkan angka kelahiran meskipun proses
industrialisasi masih dalam tahap awal (early industrial).
 Argumen ini berkembang karena ada beberapa negara di Eropa Timur yang
struktur ekonominya masih agraris tetapi telah mengalami transisi demografi.
 Penelitian yang dilakukan oleh Princeton University melaporkan bahwa negara-
negara di Eropa yang masih bersifat agraris mengalami penurunan fertilitas
pada saat yang bersamaan dengan negara-negara Eropa yang sudah bersifat
industrialis karena mempunyai kesamaan kultur dan kesamaan bahasa.
 Kesimpulan yang diperoleh ialah bahwa sebelum perkembangan ekonomi telah
terjadi perubahan perilaku reproduksi yang menyebar dari satu kelompok
masyarakat ke masyarakat lain di dalam suatu negara dan kemudian menyebar
ke negara lain melalui kesamaan kultur dan bahasa.

41
Kritik lain
 Pada saat berkembangnya teori transisi demografi tersebut,
belum tersedia bukti-bukti empiris yang dapat mendukung
hipotesis yang diungkapkan dalam teori tersebut.
 Hal ini berkaitan dengan masalah waktu.
 Umumnya negara-negara Barat membutuhkan waktu sampai
ratusan tahun untuk mengalami proses transisi demografi.
 Misalnya, transisi demografi yang terjadi di Inggris terjadi pada
periode 1750-1950 atau selama 200 tahun.
 Negara-negara berkembang seperti Sri Lanka hanya
memerlukan waktu kurang dari 90 tahun.
 Thailand ataupun Indonesia mengalami proses transisi
demografi yang lebih pesat lagi, yakni sekitar 30 tahun.
 Sebelum masa tersebut pembuktian tentang transisi demografi
amat sulit dilakukan.

42
Transisi demografi di Indonesia
 Terjadi pada saat Angka Kematian Bayi turun dari 140 kematian bayi
per 1.000 kelahiran hidup menurut hasil Sensus Penduduk (SP) pada
tahun 1971 menjadi 47 menurut hasil SP 2000.
 Angka Fertilitas Total, yang menunjukkan jumlah anak rata-rata yang
akan dipunyai oleh perempuan Indonesia, telah turun dari sekitar 5,61
anak per wanita menurut hasil SP 1971 menjadi 2,34 menurut hasil SP
2000.
 Pada tingkat provinsi, tingkat mortalitas dan fertilitas sangat beragam.
 Di beberapa provinsi tingkat fertilitas bahkan sudah lebih rendah
daripada tingkat penggantian penduduk (replacement level), seperti
yang terjadi di DKI Jakarta, yang TFRnya sebesar 2,042, dan di Bali,
yang TFRnya sebesar 2,112, menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 1997.
 TFR paling rendah terjadi di DI Yogyakarta, yaitu 1,85 anak per wanita.

43
Kontributor transisi demografi
 Di negara-negara berkembang
 Perbaikan pelayanan kesehatan.
 Program keluarga berencana.
 Pasangan yang ingin membatasi kelahiran difasilitasi
dengan penyediaan alat/cara kontrasepsi yang
terjangkau.
 Di negara-negara maju: terjadi sebelum
teknologi kontrasepsi modern ditemukan dan
bukan merupakan kebijakan dan program
nasional dari pemerintah.

44
Teori transisi demografi dan
pembangunan ekonomi
 Perdebatan yang seolah tidak berkesudahan.
 Keduanya dapat saling mempengaruhi.
 Aliran pembangunan ekonomi: pembangunan ekonomi akan diikuti
oleh transisi demografi.
 Melihat pengalaman negara-negara Eropa dengan revolusi industrinya
 Aliran pengendalian penduduk: tanpa kesadaran dari masyarakat
tentang pembatasan kelahiran maka transisi demografi tidak akan
terjadi.
 Hampir semua negara-negara berkembang dengan jumlah penduduk yang
besar tidak mempunyai waktu untuk menunggu perubahan sejarah seperti
yang terjadi di Eropa.
 Indonesia: melakukan kedua pendekatan tersebut pada masa orde
baru antara tahun 1970 sampai awal tahun 1990-an.
 Keberhasilan pembangunan ekonomi dipercepat dengan kebijakan
pengendalian penduduk antara lain dengan pelaksanaan program keluarga
berencana (KB) nasional.

45
Transisi demografi kedua
 Diajukan oleh Van de Kaa (1987).
 Menggambarkan adanya perubahan yang penting (significant)
dalam tingkat fertilitas (TFR sangat rendah), yakni sudah
mencapai atau di bawah tahap penggantian penduduk
(replacement level).
 Tingkat fertilitas rendah dapat terjadi karena adanya perubahan
dalam kehidupan keluarga seperti perubahan kohabitasi yakni
hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, pendewasaan usia
perkawinan, masa subur, dan melahirkan, bertambahnya jumlah
wanita tanpa anak baik secara sukarela maupun terpaksa, serta
bertambahnya jumlah orang tua tunggal.
 Didasarkan atas pengalaman dari negara-negara maju di Eropa.
 Tidak tertutup kemungkinan bahwa proses transisi demografi
kedua juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti
Indonesia, terutama di daerah perkotaan, seperti Jakarta.

46
Terima kasih …

@ny
Questions
???
47

Anda mungkin juga menyukai