Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius
berkaitan dengan mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal
maupun horizontal.
Kita sebagai makhluk sosial yang melakukan interaksi dengan masyarakat yang ada di
sekitar kita pasti pernah mengalami suatu pertentangan atau perbedaan dengan orang – orang
yang ada di sekitar kita. Pertentangan ini yang nantinya akan menjadi sebuah konflik yang jika
dibiarkan akan menjadi suatu masalah yang akan membesar. Bisa dikatakan bahwa konflik
merupakan suatu proses social antara satu orang atau lebih yang mana salah seorang di antaranya
berusaha menyingkirkan pihak lain. Seperti yang dikatakan salah satu teori dari Karl Marx yang
melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik
melalui konflik. Kalau kita melihat dari teori tersebut, bias kita simpulkan bahwa kita sebagai
masyarakat tidak bias menghindari adanya konflik yang pastinya akan terjadi di kehidupan kita.
Contoh kecil dari konflik yaitu dari lingkungan keluarga, terkadang kita mengalami perbedaan
pendapat dengan salah satu anggota keluarga, yang nantinya pasti akan menjadi sebuah konflik
karena konflik terjadi karena beberapa penyebab yang masing – masing mempunyai jalan
tersendiri untuk menyelesaikan konflik tersebut. Ada empat bentuk konflik yaitu konflik tujuan,
konflik peranan, konflik nilai dan konflik kebijakan. Konflik juga tidak begitu saja muncul tapi
konflik mempunyai sumber – sumber yang menjadi patokan atu pemicu munculnya konflik antar
individu maupun antar kelompok sosial.

B. Rumusan Masalah
Untuk dapat membahas lebih jauh tentang konflik social, kita harus member batasan -
batasan materi yang akan dibahas, agar materi yang disajikan tidak keluar dari pembahasan.
1. Apa pengertian dari konflik sosial ?
2. Apa saja faktor - faktor penyebab terjadinya konflik sosial ?
3. Apa Sumber Konflik pada manusia?
4. Apa bentuk - bentuk dari konflik sosial ?
5. Bagaimana proses dari konflik itu sendiri ?
6. Bagaimana cara kita mengendalikan konflik dan bagaimana cara penyelesaiannya ?

1
C. Tujuan
Kita sebagai masyarakat harus bisa lebih teliti dengan semua yang ada di sekitarr
lingkungan, agar setidaknya kita bisa menghindari masalah-masalah dengan orang-orang yang
ada di sekitar kita, teruama konflik yang selalu menemani setiap langkah keidupan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik Sosial


Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri
Karl Marx melihat masyarakat sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi
konflik melalui konflik.
Konflik dapat kita artikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Karl Marks mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir sejarah
perang dan revolusi kekerasan. Dengan kekecualian masa-masa yang paling awal dari
masyarakat sebelum munculnya hak milik pribadi, karena ciri utama hubungan – hubungan
sosial adalah perjuangan kelas. Namun bentrokan kepentingan – kepentingan ekonomis ini akan
berakhir di dalam sebuah masyarakat yang tanpa kelas, bebas konflik dan kreatif yang disebut
komunisme.akan tetapi perhatian Marx tidak terpusat pada ciri – ciri hubungan – hubungan
sosial yang kooperatif dari utopia komunis yang dijanjikan.
Tulisan-tulisan teoritisnya banyak menangani penjelasan mengenai kenyataan-kenyataan
sosial yang ada, dan sumbangan pokoknya bagi pemahaman kita tentang masyarakat terletak
dalam analisanya mengenai sebab – sebab ekonomis dari konflik sosial dan cara – cara konflik
itu dibendung dan ditekan oleh kelas yang berkuasa di dalam setiap masyarakat sebelum
meledak menjadi bentuk – bentuk kehidupan sosial yang baru.
Tekanan Marx pada peranan konflik dalam hubungan – hubungan sosial mengingatkan
pada Hobbes, tetapi Marx melihat konflik sosial lebih terjadi di antara individu – individu dan
meskipun ada kesamaan dalam pandangan mengenai topik yang disebut Marx kesadaran palsu,
Marx mempunyai sebuah kepercayaan yang optimistis akan mungkinnya kehidupan komunitas
yang secara manusiawi memuaskan yang lebih khas pada Aristoteles daripada Hobbes.

3
Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai suatu interaksi antara
orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling
bertentangan dan saling mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu.

B. Faktor – penyebab terjadinya konflik


Faktor – penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain sebagai berikut :
a. Adanya perbedaan antar kelompok sosial, baik secara fisik maupun mental, atau perbedaan
kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian atau bentrokan di antara
mereka.
b. Perbedaan pola kebudayaan seperti prbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama, paham
politik, pandangan hidup, dan budaya darah sehingga mendorong timbulnya persaingan dan
pertentangan, bahkan bentrokan di antara anggota kelompok sosial tersebut.
c. Perbedaan mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosian di antara
kelompok sosial tersebut. Misalnya antara etnis Cina (minoritas) dan etnis pribumi (mayoritas).
d. Perbedaan kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan politik,
ekonomi, sosial, budaya, agama, dan sejenisnya merupakan faktor penyebab timbulnya konflik.
e. Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya
perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan
yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
f. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat menghasilkan konflik.
g. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan.
h. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak

4
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Selain dari tujuh faktor penyebab konflik seperti yang di atas, ada juga beberapa factor
penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial, yang antara lain adalah sebagai berikut :
Faktor – faktor penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Konflik antar kelompok sosial
Dalam masyarakat Indonesia, ada beberapa kelompok yang menganut agama yang
berbeda-beda. Ada yang memeluk agama islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Adanya perbedaan
agama ini akan membawa perbedaan dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya, cara peribadatan,
acara perkawinan, dan penerapan hukum warisan.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut, jika dijadikan masalah akan menimbulkan konflik
antara pemeluk agama yang satudengan yang lain. Konflik yang terjadi dapat dalam skala kecil,
besar, lama, atau hanya sebentar. Konflik tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
masing – masing . Biasanya aspek SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) merupakan
aspek yang sangat peka dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, konflikdi Poso dan Ambon
yang melibatkan dua penganut agama yang berbeda.
b. Konflik antar kelompok suku bangsa
Dalam kehidupan masyrakat multikultural seperti indonesia, antara kelompok suku
bangsa yang satu dan suku bangsa yang lain terdapat perbedaan- perbedaan yang khas.
Perbedaan – perbedaan tersebut mencakup hal – hal sebagai berikut :
1. Perbedaan tata susunan dan kekerabatan, misalnya patrilineal, matrilineal, dan parental.
2. Perbedaan seni bangunan rumah, peralatan kerja, dan pakaian-pakaian adat.
3. Perbedaan kesenian daerah, misalnya tarian, musik, seni lukis, dan seni pahat.
4. Perbedaan adat istiadat dalam perkawinan, upacara ritual, dan hukum adat.
5. Perbedaan bahasa daerah, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Batak, Papua,
Makassar, dan Minangkabau
Perbedaan tersebut di atas, sering kali dapat menjadi pemicu timbulnya konflik antar
kelompok suku bangsa.
Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain sebagai berikut :
1. Hukum adat dan garis kekerabatan yang berbeda.
2. Latar belakang sejarah yang berbeda
3. Wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau

5
4. Kebudayaan geografis yang tidak sama.

c. Konflik antar kelompok Ras (Rasial)


Tiap – tiap kelompok ras pasti menyadari perbedaan-perbedaan dalam kelompoknya,
misalnya tabiat, tingkah laku, etika pergaulan, dan ciri – ciri fisik (warna kulit, warna
mata,warna dan bentuk rambut, serta bentuk hidung). Adanya perbedaan tersebut menyebabkan
antara kelompok ras satu dan kelompok ras yang lainnya terjadi pertenatangan. Misalnya, ras
kulit hitam dengan ras kulit putih yang menimbulkan politik apartheid yang merendahkan
martabat orang kulit hitam.

C. Sumber Konflik Sosial


Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu
beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan
secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa
menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber
konflik, demikian halnya sebaliknya. suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat,
salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa
dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut
amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari
seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak
merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang
senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitive
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain.
Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik
dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat

6
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam
interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional.
Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah
sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada
umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut:
1. Perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan.
2. Langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan
posisi, dan
3. Persaingan.

D. Bentuk Konflik Sosial


Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style,
yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan
dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda
pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996)
menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang
individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan
menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada
manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999)
mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak
selalu memiliki kepentingan yang sama.
3. Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam
organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan

7
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap
perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

E. Proses Konflik
Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik
kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan
personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik
yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang
menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada
tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan
kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik
ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten.
Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Oposisi atau ketidakcocokan potensial.
2. Kognisi dan personalisasi.
3. Maksud.
4. Perilaku
5. Hasil.
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan
kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik,
tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan
dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan
alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam
menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman. Struktur juga bisa menjadi titik awal
dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Pernahkah kita mengalami situasi
ketika bertemu dengan orang langsung tidak menyukainya? Apakah itu kumisnya, suaranya,
pakaiannya dan sebagainya. Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang
dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik.
Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak

8
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi
kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi
dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan
menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk
bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang
berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten.
Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu:
1. Bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan
seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam suatu episode
konflik.
2. Berkolaborasi, bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi
sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang bermanfaat
bagi semua pihak.
3. Mengindar, bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk
menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik.
4. Mengakomodasi, bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan
dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas
kepentingannya.
5. Berkompromi, adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik
bersedia untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing.
Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat an untuk menghancurkan
pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas,
pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salah
paham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan
menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu
perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.oleh
pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku meliputi: upaya terang-terangan untuk menghancurkan
pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas,
pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau
salahpaham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan
menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu
perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.

9
Konflik sosial bisa terjadi pada setiap lapisan masyarakat dan golongan. Dengan suatu
pertentangan yang bisa dijadikan ukuran untuk melakukan suatu pemberontakan, maka konflik
tersebut tidak bisa dihindari lagi karena Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala
pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak
yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan atas dasar kesadaran pada masing-
masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau berlawanan. Dalam hubungannya dengan
pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu
pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di
dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi
(mutualy opposing actions). Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif
untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”. Keempat, interaksi pertentangan di antara
pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan
itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam
pertentangan. Konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai segala bentuk
hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan. Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang
antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional
yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.
Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah
yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung,
sampai pada bentuk perlawanan terbuka. Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang
disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang
manajemen, serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide.
Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya. Misalnya, jika dua orang
duduk sebangku dalam kelas, maka bangku itu menjadi sumberdaya. Apabila salah satu pihak
bertingkah laku seakanakan mau menguasai kamar, pihak lain akan terganggu maka terjadilah
konflik diakibatkan sumberdaya.

F. Pengendalian Konflik
Pengendalian konflik dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan konsiliasi
(conciliation), mediasi (mediation), dan perwasitan (arbitration). Konflik bertentangan dengan
integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang
terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat

10
menciptakan konflik. Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi, terwujud melalui lembaga-
lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di
antara pihak-pihak yang berkonflik. Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara
efektif, yang sedikitnya memenuhi empat hal:
1. Harus mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-
badan lain.
2. Lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi
demikian
3. Lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik.
4. Lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
Tanpa keempat hal tersebut, konflik yang terjadi di antara beberapa kekuatan sosial, akan
muncul ke bawah permukaan, yang pada saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan.
Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa pihak-pihak yang berkonflik
bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan
dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. Pengendalian konflik dengan
cara perwasitan, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima
pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan, dalam rangka
menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara perwasitan mengharuskan pihak-pihak
yang berkonflik untuk menerima keputusan yang diambil oleh pihak wasit.

G. Pola Penyelesaian Konflik


Konflik yang berkepanjangan selalu menyisakan ironi dan tragedi. Kekerasan yang terjadi
dalam rentang waktu lama menjadikannya sebagai perilaku yang seolah wajar dan bahkan
terinstitusionalisasi. Akibatnya lingkaran setan kekerasan menjadimata rantai yang semakin sulit
untuk diputuskan. Karena perasaan masing-masing pihak adalah victim (korban) memicu
dendam yang jika ada kesempatan akan dibalaskan melalui jalan kekerasan pula. Belum lagi
kerusakan dan kerugian materiil yang harus di tanggung, sungguh tak terperikan lagi. Dampak
konflik lainnya adalah mengundang turun tangan keluarga dan sanak saudaradari kepulauan,
kecamatan, kabupaten, propinsi hingga ibu kota negara datang membantu keluarganya secara
ekonomi, tenaga, ikut berperang dll. Di sudut agama terpanggil rasa solidaritas se-agama dari
pelbagai organisasi sosial keagamaan dari pelbagai penjuru tanah air hingga dari luar negeri.
Pada masyarakat multikultular, suatu konflik bisa diatasi dengan cara-cara seperti
berikut:

11
1. Sikap tidak diskriminatif
Diskrimatif adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka diskriminatif adalah yaitu sikap tidak membedakan perlakuan terhadap semua
warga negara, seperti tidak memandang warga negara asli atau bukan asli, pribumi atau
nonpribumi. Dengan tidak membedakan antara kelompok sosial tersebut, maka negara harus
memberikan ruang gerak yang sama untuk kelangsungan hidup kelompok – kelompok tersebut.
Masing – masinf kelompok sosial mendapat jaminan hukum yang pasti.
2. Rasional
Rasional berarti pikiran sehat, cocok dengan akal, patut, dan layak. Utnuk menghindari konflik,
antara kelompok sosial yang beraneka ragam, perlu dikembangkan sikap yang masuk akal.
Jangan menggunakan emosi atau perasaan semata. Perbuatan yang tidak menggunakan akal yang
jernih dan sehat serta pemikiran yang tidak matang akan mengakibatkan kerugian yang luar
biasa. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat multikultural selalu dituntut untuk
menyadari keanekaragaman yang dimiliki, sehingga jika akan melakukan sesuatu perlu
dipertimbangkan secara rasional.
3. Persaingan yang sehat
Dalam masyarakat multikultural, adanya keanekaragaman kelompok sosial pasti selalu muncul
persaingan, baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diciptakan kondisi
persaingan yang positif dan sehat. Dengan adanya persaingan positif tersebut, kelompok yang
satu akan belajar dari kelompok yang lain dan akan timbul sikap saling menghormati antar
kelompok.
4. Dialogis
Untuk mengatasi konflik antar kelompok soial di dalam masyarakat multikultural, diperlukan
pendekatan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lain dengan cara dialog, sehingga
perbedaan yang ada bisa saling dimengerti dan dihormati. Perlu disadari, bahwa di dalam
keanekaragaman kelompok sosial terdapat pula keanekaragaman kepentingan. Adanya
keanekaragaman kepentingan perlu dibicarakan bersama antar kelompok satu dengan kelompok
yang lain sehingga akan tercapai kesepakatan yang menggantungkan kedua belah pihak.
Ada juga beberapa cara untuk memecahkan konflik yang terjadi, yaitu :
1. Pemecahan masalah dengan cara pertemuan tatap muka dari pihak – pihak yang berkonflik
dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan cara terbuka.
2. Menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama dari masing –
masing pihak yang berkonflik.

12
3. Dengan cara penghindaran atau berusaha untuk menarik diri konflik misalnyan mengurangi
kesempatan untuk bertemu.
4. Berusaha untuk mengecilkan arti perbedaan sementara menekankan kepentingan bersama
antara pihak – pihak yang berkonflik.
5. Melakukan tindakan kompromi dengan cara tiap pihak yang berkonflik melepaskan atau
mengorbankan sesuatu yang berharga.
6. Mengubah variabel atau menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia misalnya
pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
Dengan adanya sebuah konflik juga bisa menghasilkan suatu perubahan pada masyarakat
yang terkadang juga membawa dampak positif namun juga banyak yang menghasilkan sesuatu
yang bersifat negatif. Antara lain hasil yang didapatkan dari aanya suatu konflik adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik
dengan kelompok lain.
2. Keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai.
3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dan lain-lain.
4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Pengelolaan
konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan
menyelesaikan konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal.
Ada juga strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik yaitu:
  Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan
saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta
diterapkan secara ketat dan konsekuen.
  Dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-
masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur
dan adil serta tidak memihak.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk social yang selalu berinteraksi dengan sesama yang ketika
melakukan suatu interaki dengan sesama manusia terkadang diwarnai dengan adanya konflik
karena konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Perbedaan dan pertentangan –
pertentangan yang terkadang terjadi di antara sesama bias menyebabkan suatu masalah yang jika
terus dibiarkan berlarut – larut akan menyebabkan suatu masalah yang besar. Biasanya konflik –
konflik yang terjadi bias menghasilakn sesuatu yang lain dari sebelumnya, yang antara lain
adalah meningkatkan solidaritas antara sesama kelompok, keretakan antar kelompok yang
bertikai, kerus harta benda dan hilangnya nyawa manusia, perubahan kepribadian individu, dan
lain – lain.
Bentuk – bentuk konflik meliputi konflik nilai, konflik tujuan, konflik kebijaksanaan, dan
konflik perantara. Salah satu pola penyelesaian konflik adalah dengan cara menghindar dari
konflik yang sedang terjadi.

B. Saran
Sebaiknya kita sebagai bangsa ang beragama dan juga Negara kita adalah Negara
hukum,berusaha menghindari adanya konflik sosil di antara masyarakat, agar Negara kita ini
bias menjadi Negara yang penuh dengan kedamaian dan bebas dari konflik dan pertentangan.

14

Anda mungkin juga menyukai