Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

BERITA KONFLIK

DISUSUN OLEH :
Nama : AZQIA NOVITA
Kelas : VIII 4
Guru pembimbing : YULI ZAHARA.S.E.

SMPN 1 BABAT TOMAN

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KONFLIK DAN INTEGRASI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

YANG TERJADI DI INDONESIA

Pengertian Konflik Sosial

Pengertian konflik yang paling sederhana ditinjau dari segi asal kata, yaitu berasal
dari kata configere yang berarti saling memukul. Berikut ini definisi konflik menurut
para sosiolog.

Soerjono Seokanto

Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial ketika orang
perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
menentang pihak lawan yang disertai ancaman.

Robert M.Z Lawang

Konflik adalah perjuangan memperoleh hal-hal yang langka seperti harta, status dan
otoritas.

Ralf Dahrendorf

Konflik merupakan suatu keadaan pertentangan karena adanya ketidakharmonisan


hubungan sosial di antara anggota kelompok atau antara kelompok dalam suatu
masyarakat.

Lewis A. Coser

Konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status,
kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan
mencederai, atau melenyapkan lawan.

Secara sosiologis dapat diartkan bahwa konflik adalah suatu proses sosial diantara
dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak
lawan dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Jenis-Jenis Konflik

Konflik yang terjadi di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, bergantung faktor yang
menyebabkan, wujud, ruang lingkup, dan sifat-sifatnya yaitu sebagai berikut.

1. Konflik Pribadi
Konflik pribadi adalah pertentangan yang terjadi antara orang perorang karena
masalah pribadi. Konflik pribadi dapat terjadi karena perbedaan pendirian dan
keyakinan, serta perbedaan kebudayaan. Konflik pribadi tidak jarang terjadi antara
dua orang sejak mulai berkenalan karena sudah saling tidak menyukai. Akan tetapi,
yang sering terjadi adalah konflik antara dua pribadi yang sudah saling mengenal
dan terjadi konflik karena perbedaan yang tidak bisa disatukan di antara pribadi-
pribadi tersebut.

2. Konflik Rasial

Konflik rasial adalah pertentangan kelompok ras yang berbeda karena kepentingan
dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Konflik rasial juga makin dipicu dengan
kenyataan bahwa salah satu ras merupakan golongan minoritas. Konflik rasial
pernah terjadi di Amerika Serikat dan Afrika Selatan, yaitu antara orang-orang kulit
dengan kulit hitam.

3. Konflik Politik

Konflik politik menyangkut golongan-golongan dalam masyarakat maupun di antara


negara-negara yang berdaulat. Konflik politik itu, contohnya konflik antara Indonesia
dan Malaysia pada tahun 1963.

4. Konflik Antarkelas Sosial

Konflik antarkelas sosial pada umumnya disebabkan oleh perbedaan kepentingan


antara kelas sosial yang berbeda. Misalnya antara buruh dan majikan. Buruh
menginginkan kenaikan gaji sementara majikan menginginkan untuk mengurangi
biaya produksi dengan menekan biaya upah.

5. Konflik Internasional

Konflik internasional biasanya berawal dari adanya pertentangan antara dua negara
karena kepentingan yang berbeda. Pertentangan ini akan berkembang menjadi
konflik internasional apabila negara-negara lain terlibat atau melibatkan diri.

Konflik internasional, yaitu pertentangan yang melibatkan beberapa kelompok


negara (blok) karena perbedaan kepentingan. Misalnya, pertikaian antara Irak dan
Iran dalam Perang Teluk yang melibatkan negara Amerika Serikat dan sekutunya
serta negara-negara Arab.

6. Konflik vertikal dan horizontal

Konflik vertikal yaitu pertentangan antara individu atau kelompok masyarakat dan
para pemimpin masyarakat. Contoh konflik antara warga suatu desa dengan
pemimpin di desa tersebut (Kepala Desa).

Konflik horizontal adalah pertentangan antaranggota masyarakat, baik secara


individual maupun kelompok yang mempunyai kedudukan sederajat atau satu level.
Konflik horizontal dapat terjadi di tataran para elite politik. Contoh konflik horizontal
yang terjadi di kalangan masyarakat bawah adalah tawuran antar warga miskin di
Jakarta. Sedangkan contoh konflik horizontal di kalangan elite politik adalah konflik
antara para petinggi partai Demokrat.

7. Konflik terbuka dan konflik tertutup

Konflik terbuka yaitu perbedaan kepentingan antara dua individu atau kelompok
masyarakat yang dapat disaksikan secara langsung dan saling berhadapan dalam
bentuk sikap atau tindakan-tindakan fisik.

Konflik tertutup yaitu perbedaan kepentingan yang terwujud dalam perbuatan yang
menimbulkan sabotase, keresahan dan sebagainya.

8. Konflik Destruktif Dan Konflik Konstruktif

Konflik destruktif menimbulkan kerugian bagi individu, kelompok maupun organisasi-


organisasi yang terlibat di dalamnya. Konflik demikian terjadi misalnya, dua orang
yang bertetangga tidak dapat rukun karena di antara mereka terjangkit perasaan
tidak senang atau apabila anggota sebuah organisasi tidak dapat mencapai
penyesuaian paham tentang tujuan pokok organisasi.

Kerugian akibat konflik destruktif adalah sebagai berikut.

1. Perasaan cemas atau tegang (stres), atau tertekan.


2. Komunikasi yang menyusut.
3. Persaingan tidak sehat.
4. Perhatian yang semakin berkurang terhadap tujuan bersama.
5. Ledakan konflik hebat sampai muncul tindakan ancaman atau kekerasan.

Konflik konstruktif menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi individu maupun


kelompok, antara lain sebagai berikut.

1. Meningkatkan inisiatif dan kreativitas individu atau kelompok, mereka akan


berusaha bekerja dengan cara-cara baru yang lebih baik.
2. Intensitas usaha semakin meningkat, perasaan apatis teratasi, individu atau
kelompok yang terlibat akan bekerja lebih keras lagi.
3. Ikatan atau kohesi semakin kuat, konflik dapat memperkuat identitas
kelompok dan komitmen untuk mencapa tujuan bersama kelompok.
4. Surutnya ketegangan pribadi.

Sebab-Sebab Konfik dalam Masyarakat

Dari berbagai bentuk konflik yang ada dalam masyarakat, unsur perasaan
memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan yang ada sehingga
setiap pihak berusaha saling mengalahkan. Konflik yang terjadi dalam berbagai
bentuk bisa berubah menjadi kekerasan apabila konflik sudah mencapai taraf
menciderai, menyebabkan hilangnya nyawa, dan menimbulkan kerusakan fisik atau
barang orang lain.
Berikut ini merupakan sebab-sebab munculnya konflik dalam masyarakat.

1. Perbedaan pendirian dan perasaan antar individu.


2. Perubahan sosial yang terlalu cepat dalam masyarakat sehingga terjadi
disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem
nilai baru.
3. Perbedaan kebudayaan yang mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah
laku.
4. Bentrokan antarkepentingan baik perseorangan maupun kelompok, misalnya
kepentingan ekonomi, sosial, politik, ketertiban, dan keamanan.
5. Permasalahan dibidang ekonomi.
6. Lemahnya kepemimpinan pada berbagai tingkatan (weak leadership).
7. Ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian atau seluruh kelompok
masyarakat.
8. Rendahnya tingkat penegakan hukum (lack of legal mechanism)

Dampak Terjadinya Konflik

Konflik yang terjadi dapat mengakibatkan dampak positif dan negatif. Konflik akan
memberikan dampak positif sepanjang konflik tidak berlawanan dengan pola-pola
hubungan sosial di dalam struktur tertentu. Akan tetapi, apabila konflik berlawanan
dengan pola-pola hubungan hubungan sosial di dalam struktur sosial tertentu,
konflik-konflik tersebut bersifat negatif.

Gejala-gejala sosial yang timbul akibat konflik, antara lain sebagai berikut.

1. Bertambahnya solidaritas ingroup.


2. Goyah atau retaknya persatuan kelompok.
3. Perubahan kepribadian individu.
4. Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.
5. Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat.
6. Krisis sosial.

Pengendalian Konflik (Akomodasi)

Akomodasi merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, baik


dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau bisa juga dengan cara
paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut:

1. Koersi merupakan akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak


pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2. Kompromi merupakan bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat
perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian
3. Arbitrasi merupakan bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselsisih
tidak sanggup mencapai kompromi sendiri sehingga mengundang pihak
ketiga yang berhak memberikan keputusan.
4. Mediasi merupakan bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi.
Namun pihak ketiga yang diundang tidak berhak memberikan keputusan.
5. Konsiliasi merupakan bentuk akomodasi dengan mempertemukan keinginan-
keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama.
6. Toleransi merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi
7. Stalemate merupakan bentuk akomodasi ketika kelompok-kelompok yang
terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang, sehingga pertentangan
antara keduanya akan berhenti dengan sendirinya.
8. Ajudikasi merupakan penyelesaian masalah atau sengketa melalui jalur
hukum.

Integrasi Sosial

Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang berbeda


dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut pandangan para penganut
fungsionalisme struktural, sistem sosial senantiasa terintegrasi atas dua landasan
berikut:

1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus


(kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat.
2. Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus
menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross cutting affiliations).

Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat berhasilnya suatu integrasi
sosial adalah:

1. Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi


kebutuhan-kebutuhan satu dengan lainnya
2. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma
dan nilai.
3. Norma-norma dan nilai sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara
konsisten.

Para ilmuwan mengidentifikasi bentuk-bentuk ideal suatu integrasi sosial yaitu:

Asimilasi

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila golongan manusia dengan latar
belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif
untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi
masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-
masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Suatu
asimilasi akan mudah terjadi apabila didorong oleh faktor-faktor sebagai berikut.

1. Toleransi antara kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri yang


akan tercapai melalui suatu proses yang disebut akomodasi.
2. Tiap-tiap indvidu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam
ekonomi, terutama dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa.
3. Diperlukan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan lain.
4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dengan memberikan kesempatan
pada golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, penggunaan fasilitas
umum, dan partisipasi politik.
5. Perkawinan campuran akan menyatukan dan mengurangi perbedaan-
perbedaan antara warga dari suatu golongan dengan golongan lain.

Sedangkan faktor-faktor yang menjadi penghalang bagi terlaksananya proses


asimilasi adalah sebagai berikut.

1. Kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang diahadapi


2. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
3. Perasaan superioritas dari individua dari satu kebudayaan terhadap yang lain

Akulturasi

Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan
asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Jadi, akulturasi merupakan proses perubahan yang ditandai dengan terjadinya


penyatuan dua kebudayaan yang berbeda. Penyatuan ini tidak menghilangkan ciri
khas dari masing-masing kebudayaan. Misalnya, kebudayaan Hindu memasuki
kebudayaan Bali dan berkembang menjadi kebudayaan Hindu-Bali. Dalam proses
ini, kebudayaan Bali tidak hilang atau tetap bertahan walaupun dimasuki unsur
kebudayaan Hindu.

 Setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki jenis dan bentuk konfliknya
sendiri-sendiri. Setiap individu atau kelompok dalam masyarakat juga memiliki gaya
tersendiri dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik tersebut.

Contoh 1: Ujang merupakan seorang anak yang berasal dari desa di Sukabumi.
Untuk mengadu nasibnya, si Ujang pergi ke Jakarta mencari pekerjaan agar dapat
membantu kehidupan keluarganya di kampung. Pertama kali si Ujang menginjakkan
kakinya di kota metropolitan, ia dihadapkan pada sekelompok preman yang sedang
mabuk-mabukan. Keluguan dan kepolosan si Ujang menjadi sasaran sekelompok
preman tersebut. si Ujang yang penyabar berusaha mengalah untuk menghindari
preman-preman itu karena ia merasa tidak berdaya untuk menantang mereka dan
lebih baik menarik diri dari situasi tersebut daripada menghadapinya.

Contoh 2: Menjelang HUT Kemerdekaan RI, para remaja yang tergabung dalam
kelompok Karang Taruna Desa Mardika mengadakan rapat tentang kegiatan yang
akan diselenggarakan pada HUT tersebut. Budi sebagai ketua karang taruna sudah
memiliki program tersendiri dengan mengadakan kegiatan parade band. Hal tersebut
ditujukan untuk dapat mewadahi kreativitas para pemuda dalam bermain musik yang
selama ini sedang menjadi trend di desanya. Akan tetapi, gagasan Budi tersebut
mendapatkan tentangan dari para anggotanya karena acara tersebut membutuhkan
biaya sangat besar. Budi dan para anggota karang taruna berusaha mencari jalan
keluar dari perbedaan pendapat tersebut agar kegiatan dapat terlaksana tanpa
mengeluarkan biaya yang besar.

Kesimpulan

Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola
dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai
pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas keputusan,
menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola
dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan
bagi masyarakat.
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah
dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus
sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak
bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua
juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya
masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun
demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut.
Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai