Anda di halaman 1dari 3

Nama : Iqtara Rizky Aminulloh

NIM : 11190220000091

Kelas : Sejarah Peradaban Islam 7D

Tugas UTS mata kuliah Teori Ilmu Sosial

Nama Teori : Teori Konflik

Nama Tokoh : Karl Marx

Perjuangan kelas sosial manusia pun terjadi untuk bertahan hidup dengan berbagai keterbatasan, baik
secara ekonomi, sumber daya alam, dan lainnya. Dalam perjuangan kelas ini, dimana kehidupan
masyarakat sehari-hari tidak akan terlepas dari konflik sosial. Konflik yang terjadi juga karena adanya
ketidakseimbangan atau terjadinya ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat. Oleh karena itu,
ketimpangan sosial yang terjadi pun bisa menjadi faktor penyebab munculnya konflik sosial tersebut.

Dalam hal ini, teori konflik muncul disebabkan adanya perubahan dinamika sosial, perbedaan kelas
sosial dan ketimpangan ekonomi sosial masyarakat, yang mana menyebabkan terjadinya kecemburuan
sosial dalam masyarakat yang memicu terjadinya konflik sosial itu sendiri. Konflik sosial bisa terjadi
dikarenakan munculnya kelas-kelas sosial yang menjadi dinding yang memisahkan struktur kehidupan
dan ekonomi dalam masyarakat itu sendiri. Teori ini sesuai seperti apa yang telah di kemukakan oleh
Karl Marx, seorang tokoh pemikir sosialis yang fokus terhadap perubahan dan nasib sosial masyarakat,
terutama sekali masyarakat bawah yang menurut Marx sedang mengalami masa penjajahan oleh orang-
orang kalangan atas.

Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang
dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu
mendapatkan perhatian. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini
adalah pemikiran Karl Marx dan teori konflik ini semakin menyebar seiring dengan makin banyaknya
ketimpangan dan kecemburuan sosial dalam masyarakat.
Teori ini bertujuan untuk menganalisis asal usulnya suatu kejadian terjadinya sebuah pelanggaran
peraturan atau latar belakang seseorang yang berperilaku menyimpang. Konflik disini menekankan sifat
pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai
kelompok, karena kekuasaan yang dimiliki kelompok-kelompok elit maka kelompok-kelompok itu juga
memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya hukum yang bisa melayani kepentingan-
kepentingan mereka.

Dalam ajarannya, Marx membedakan jenis-jenis masyarakat dalam dua kelompok atau kelas, yaitu
Borjuis dan Proletar. Borjuis sendiri merupakan kelas atas yang mana sebagian besar dari mereka
memiliki modal dan alat produksi untuk menghasilkan barang dan keuntungan sedangkan Proletar
sendiri merupakan kelas bawah yang tidak memiliki alat atau modal untuk menghasilkan barang
sehingga mereka harus bekerja untuk kaum Borjuis agar bisa melangsungkan kehidupannya.

Pada akhirnya dua kelompok sama sama menyadari keberadaan dalam struktur sosial di masyarakat.
Disinilah terjadinya pemberontakan yang akan menimbulkan konflik tersebut. Terutamanya bagi
warga/masyarakat yang berada pada kelompok atau kaum proletar. Mereka sadar, hanya dimanfaatkan
dan diekspolitasi oleh kaum borjuis yang punya modal banyak untuk produksi. Atas kesadaran terhadap
keberadaannya (kaum proletar), yang membuat terjadi pemberontakan dan konflik, maka perubahan di
masyarakat pun tak terelakan.

Menurut Marx, suatu saat perjuangan kaum proletar terhadap ketidakadilan akan terwujud, sehingga
akan melahirkan masyarakat tidak ada kelas sosial/tanpa kelas sosial tercapai. Selanjutnya, Marx dalam
mengembangkan teori konflik dengan beberapa konsep yaitu konsepsi tentang kelas sosial, perubahan
sosial, kekuasaan, dan negara. Dimana konsepsi konsepsi tersebut saling berkesinambungan satu antara
yang lainnya. Kemudian, Marx juga memberikan pandangan bahwa sarana dan alat produksi yaitu pada
kelas borjuis dan proletar. Dimana pada kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat
produksi, yaitu perusahaan sebagai modal dalam usaha.

Sementara, kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi, yaitu perusahaan
sebagai modal dalam usaha. Dengan demikian, kaum proletar yang tidak punya alat produksi dan sarana
akan memenuhi kebutuhan ekonominya dengan mengandalkan tenaga. Marx menjelaskan bahwa
masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan
hukum untuk mendominasi kelas proletar. Disinilah konflik antar kelas pun terjadi melalui proses
produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi. Dimana dalam proses produksi terjadi kegiatan
pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kaum borjuis.

Perubahan yang terjadi di masyarakat, seperti bertambahnya pendudukan, banyaknya warga yang
membutuhkan pekerjaan, tidak akan sebanding dengan peluang atau lapangan kerja yang disediakan
oleh para pemilik modal. Ujungnya akan terjadi eksploitasi dengan penerimaan upah yang kecil, dengan
beban kerja yang berat, serta kesejahteraan yang tidak didapat. Seperti misalnya dalam hal fasilitas
pendidikan, kesehatan, dan secara ekonomi belum mapan, dengan upah yang diberikan kaum borjuis
kepada kelompok proletar. Dengan demikian akan menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan sosial
antara kaum borjuis dan kaum proletar terlihat jelas. Pemilik modal akan semakin kaya raya karena
usaha dan perusahaannya bertumbuh pesat atas bantuan tenaga kerja oleh kaum buruh (proletar).
Namun, justru buruh (kaum proletar) semakin terpinggirkan, serta semakin dieksploitasi dengan upah
yang murah dan fasilitas yang tidak mendukung. Marx kemudian mengatakan bahwa keadilan sosial itu
akan tercapai apabila kehidupan sosial masyarakat itu tanpa kelas.
Berdasarkan penjelasan diatas, bisa dikatakan bahwa dampak dari teori konflik sosial ini akan terus
terjadi seiring dengan adanya ketimpangan dan perbedaan sosial di dalam masyarakat. Dalam hal ini,
akan terus muncul kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat atas ketidakadilan yang menimpa kaum
bawah. Contoh akibat dari hal ini seperti demo besar-besaran kaum pekerja dan buruh yang menolak
adanya RUU KUHP atau yang lebih dikenal dengan omnibus law. Omnibus law sendiri merupakan
perubahan dari undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang ketenagakerjaan, yang mana isi
dari undang-undang tersebut dirasa sangat memberatkan dan merugikan kaum bawah yang sebagian
besar merupakan pekerja dan buruh. Undang-undang ini disetujui oleh pemerintah dan DPR yang mana
pada saat penyetujuan dan pengesahan tersebut sedang terjadi wabah Covid 19 yang saat itu sangat
merugikan semua orang diseluruh dunia. Namun, yang membuat keadaan semakin parah karena
pengesahan undang-undang tersebut yang isinya sebagian besar dirasa sangat memberatkan kaum
bawah, apalagi saat itu mereka sudah cukup sulit karena adanya wabah Covid 19 yang terus-menerus
memburuk, sehingga membuat kaum pekerja dan buruh pun memutuskan untuk melakukan mogok
kerja dan demo secara besar-besaran sebagai bentuk protes penolakan atas undang-undang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai