Anda di halaman 1dari 5

Nama: Muhammmad Farhan Pratama

NIM : 11211120000081

PEMIKIRAN POLITIK KARL MARX

Karl Marx dilahirkan pada bulan Mei tahun 1818 di Tier, Jerman. Daerah tersebut
merupakan daerah jajahan Perancis dibawah Napoleon, akan tetapi kini merupakan wilayah
Prusia. Orang tua Marx merupakan yahudi yang pada masa itu mendapatkan diskriminasi
yang kemudian hilang setelah adanya Napoleonic Code  yang memperkenalkan
egaliterianisme. Pada masa itu ayah Marx merasakan kebebasan dan kedamaian di dalam
hidupnya dan hidup sebagai borjuis liberal. Namun setelah Napoleonic Code ditarik dan
kebijakan anti yahudi diberlakukan, tekanan terhadap bangsa Yahudi kembali terjadi. Karl
Marx lahir pada masa ini. Dan dikarenakan kedekatannya dengan ayahnya, ia ikut merasakan
kebencian yang teramat dalam kepada penguasa. Keadaan mungkin salah satu alasan
mengapa di dalam pemikirannya peran negara harus dihilangkan. Pada akhirnya kemudian
orang tua Marx mengubah keyakinan mereka menjadi Kristen untuk mendapatkan keamanan.

Marx muda adalah seorang anak yang sangat brilian, terutama dalam perihal literatur. Marx
pada usia 17 tahun belajar di fakultas Hukum, Universitas Bonn di tahun 1835, namun
kemudian tahun 1936 ia dipindahkan ke universitas Berlin untuk belajar mengenai
yurisprudensi. Pada masa kuliah ini (Bonn, Berlin dan Jena) Marx banyak dipengaruhi
dengan pemikiran-pemikiran Hegel dan oleh para intelektual reformis yang dikenal
dengan Young Hegelian. Meskipun pada akhirnya ia sendiri menjadi salah satu pengkritik
Hegel, di mana dalam tulisannya “Economic and Philosophic Manuscript” Marx mengkritik
Hegelian terhadap ekonomi-ekonomu politik yang dipusatkan pada kontradiksi-kontradiksi
yang dimunculkan properti pribadi dan pekerja yang diasingkan. Di tahun 1840-41 Marx
menyelesaikan disertasinya yang berjudul, “The Difference Between the Natural Philosophy
of Democritus and Epicurus.” Setelah itu Marx memulai karirnya sebagai seorang jurnalis
di Rheinische Zeitung. Koran ini banyak mengkritik pemerintahan Prusia, yang akhirnya
berujung pada pemberangusan oleh pemerintah di tahun 1843. Di masa tersebut membuat
Marx terstimulus terhadap bidang ekonomi dan politik.

Marx kemudian belajar ekonomi di Paris dan juga bekerja sebagai jurnalis pada salah satu
Koran Jerman di sana. Di masa inilah Marx berkenalan dengan Engels, seorang Jerman yang
berfikiran radikal dan anak dari pengusaha kaya. Engels banyak berjasa kepada Marx, tidak
hanya sumbangsihnya terhadap pemikiran-pemikiran Marx, yang kemudian dikenal dengan
Marxisme, tetapi juga dalam kelangsungan hidup Marx yang begitu melarat akibat dari
pembuangan yang dilakukan pemerintah Prusia.

Menurut pemikiran, Marx dan Engels bukanlah pemikir pertama yang membahas konsep
kelas sosial dalam masyarakat. Babeuf adalah salah satu pemikir pra-Marxis yang
mempelajari secara mendalam perjuangan antara kelas miskin dan minoritas yang tertindas
dan kelas kapitalis kaya. Saint Simon juga melakukan hal yang sama, yang meneliti konsep
kelas sebagai konsekuensi dari pesatnya industrialisasi pekerja. Hal ini juga diakui oleh Marx
sendiri, yang tidak melihat keuntungan dalam menemukan konsep kelas sosial dan
perjuangan kelas. Beberapa tulisan yang dihasilkan oleh Marx semasa hidupnya antara lain
adalah The Communist Manifesto, The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte, The
German Ideology, Capital.  

The Comunist Manifesto

Pemikiran Marx tentang perjuangan kelas dapat dilihat dari bagian awal The Communist
Manifesto  yang menyatakan bahwa,

“Sejarah masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan-perjuangan kelas.
Orang bebas dan budak, bangsawan dan rakyat jelata, tuan tanah dan penggarap, majikan dan
pekerja harian, penindas dan yang ditindas, berdiri dalam satu pertentangan satu sama lain,
meneruskan sebuah pertikaian yang tak terputus, di satu saat tersembunyi, di saat lain
terbuka, yang setiap kali berakhir baik dengan revolusi rekonstitusi seluruh masyarakat atau
dalam kehancuran bersama kelas-kelas yang berseteru.” 

Melalui pemikiran ini, Marx ingin mengungkapkan bahwa perjuangan kelas adalah sesuatu
yang pasti dan bahkan telah menjadi sejarah yang hidup di berbagai masyarakat. Perjuangan
kelas ini hanya akan berakhir dengan revolusi, seperti argumen Marx. Terlebih lagi, Marx
melihat bahwa negara tidak lebih dari sebuah komite untuk kepentingan borjuasi. Jika
sebelumnya borjuasi mengejar kepentingannya sendiri, hari ini borjuasi menggunakan negara
sebagai alat untuk mewujudkan semua kepentingannya.

Makna lain yang tersirat dalam pernyataan Marx di atas adalah bahwa menurut Marx,
masyarakat selalu terpolarisasi. Dan dalam polarisasi ini, kelas-kelas yang terbentuk dalam
masyarakat saling berkontradiksi, yaitu antara kelas penindas dan kelas tertindas. Dan dalam
perkembangannya dalam masyarakat, kelas-kelas yang dibentuk menurut Marx adalah
borjuasi dan proletariat. Kelas borjuis kemudian menjadi kelas penguasa dan menindas
proletariat yang merupakan kelas minoritas. Seperti sedikit dijelaskan di atas, dari aturan
kelas ke aturan kelas hanya revolusi berdarah yang hilang, yang kemudian menghasilkan
masyarakat tanpa kelas atau masyarakat tanpa kelas.

Materialisme Sejarah dan Dialektika

Pemikirannya tentang dialektika sedikit banyak dipengaruhi oleh Hegel, meskipun Marx
tidak mengakuinya. Namun menurut Mc Donald, ada perbedaan antara konsep dialektika
Marx dan Hegel tidak hanya dalam kaitannya dengan subjek wacana filosofis, tetapi juga
dalam kaitannya dengan fungsinya. Dari sudut pandang Hegel, dialektika adalah proses yang
berkesinambungan di mana tesis memunculkan antitesis dan kemudian sintesis. Sintesis yang
dihasilkan kemudian menjadi tesis dan antitesis baru. Proses ini tidak tercapai sampai ide
absolut tercapai. Menurut Marx (sebagaimana diwakili oleh Engels), bagaimanapun,
dialektika adalah ilmu tentang hukum gerak dan perkembangan alam, masyarakat manusia
dan pemikiran. Marx membuktikan ini menggunakan biologi.

Pandangan Marx sama dengan Hegel terkair terjadinya dialektika itu bukan di dunia
gagasan atau ide, melainkan di dalam dunia material namun perbedaannya dengan Hegel
adalah pemahaman mengenai dialektika dimaksudkan Marx untuk mengubah dunia, tidak
seperti Hegel yang menurut Marx hanya untuk memahami dunia. Sehingga atas dasar asumsi
inilah Marx mengklaim bahwa pandangannya mengenai dialektika berbeda dengan Hegel.
Marx bahkan mengklaim bahwa tidak adanya persamaan secara keseluruhan dengan
dialektika Hegel.

Adapun mengenai materialisme sejarah menurut pandangan Marx adalah, 

“tahap-tahap perkembangan sejarah ditentukan –di lain kesempatan Marx menyebutkan


dipengaruhi- oleh keberadaan material. Bentuk dan kekuatan produksi material tidak saja
menentukan proses perkembangan dan hubungan-hubungan sosial manusia, serta formasi
politik, tetapi juga pembagian kelas-kelas sosial.”

Konsekuensi dari pemikiran ini kemudian bahwa modal dan alat-alat produksi menjadi basis
pembentukan kelas dalam masyarakat, misalnya adanya penggilingan tangan menghasilkan
masyarakat dengan penguasa feodal, sedangkan penggilingan uap menghasilkan masyarakat
dengan kapitalis industri. Dari sudut pandang ini, bentuk modal dan alat-alat produksi
menjadi dasar dari ciri-ciri masyarakat, dan kehidupan sosial, politik dan agama adalah
suprastrukturnya. Inilah materialisme Marx, yang kemudian menjadi konsep tatanan ekonomi
sejarah. Dengan menggunakan konsep ini, Marx membagi peradaban Eropa menjadi empat
periode, yaitu:

komunisme primitif, perbudakan, feodalisme, dan kapitalisme. Era kapitalisme merupakan


masa transisi menuju pembentukan kediktatoran proletariat.

Jika merujuk pada Lauer yang dikutip dalam buku Suhelmi, maka intisari dari materialism
sejarah adalah, pertama, penyebab dari terjadinya perubahan di dalam sejarah harus dilihat
dari perubahan mode alat produksi materialnya, bukan dari segi filsafat ataupun gagasan dari
manusia. Kedua, setiap masyarakat dicirikan dari basis dan suprastruktur, namun basis yang
menetukan suprastruktur, bukan sebaliknya. Ketiga, perubahan disebabkan adanya
kontradiksi sosial ataupun proses dialektis antara kekuatan-kekuatan dan hubungan-hubungan
produksi. Keempat, kontradiksi yang ada di dalam masyarakat kapitalis, akan melemahkan
bahkan menghancurkan masyarakat tersebut. Kelima, kontradiksi dari kekuatan-kekuatan dan
hubungan-hubungan produksi tersebut akan terbentuk melalui adanya konflik kelas.

Negara 

Konsep negara dalam pandangan Marx berbeda dengan Plato, Aristoteles, Rousseau, Hobbes
ataupun Locke yang kesemua pemikir tersebut tidak mempermasalahkan eksistensi negara,
dalam artian bahwa di dalam masyarakat harus ada negara. Derajat perbedaan di antara
kesemua pemikir tersebut adalah sejauh mana peran negara di dalam masyarakat. Rousseau
dan Locke misalnya, memiliki pemikiran yang hampir senada yang melihat bahwa peran
negara harus di batasi. Hal tersebut berkebalikan dengan Hobbes yang memandang bahwa
negara harus menjadi Leviathan, sebuah monster yang begitu mengerikan, sehingga
masyarakat akan menaati seluruh hukum yang diberlakukan di negara tersebut. Akan tetapi
Marx justru mempertanyakan eksistensi adanya negara.

Marx begitu mempertanyakan eksistensi negara di dalam masyarakat dikarenakan eksploitasi


yang dialami kaum buruh oleh kaum borjuis disebabkan salah satunya adanya kehadiran
negara. Dalam pandangan Marx, negara menjadi alat kaum kapitalis untuk penindasan
tersebut, di mana negara digunakan untuk mempertahankan status quo dan hegemoni
ekonomi dan politik kelas kapitalis. Selain itu menurut Marx, eksistensi negara juga tidak lagi
diperlukan ketika masyarakat tanpa kelas telah terbentuk. Marx (dalam hal ini diwakili
Engels) melihat bahwa negara hanya berkonotasi jahat (evil), sehingga kemudian bahkan di
dalam negara proletarian sekalipun, negara tidak memberikan kebaikan. Selain itu, bentuk
negara yang koersif tidak lagi dibutuhkan di dalam masyarakat yang di dalamnya tidak
terdapat antagonisme kelas, tidak memperbutkan pekerjaan ataupun alat-alat produksi.
Negara tidak lagi dibutuhkan di dalam kelas yang masyarakatnya sejahtera dan memiliki
pandangan sama rata sama rasa. Dan bagi Marx, tanpa harus dihilangkan, dalam classless
society, negara akan hilang dengan sendirinya.

Agama

“Religion is the opium of the people”       

Pandangan sinisme Marx terhadap agama tersebut, bisa dipahami dari latar belakang
kehidupan Marx di masa muda, di mana akibat ketiadaan toleransi antar ummat beragama,
sehingga hanya individu yang menganut agama penguasa saja yang tidak mendapatkan
diskriminasi, membuat Marx dan keluarganya harus memeluk agama Kristen Protestan untuk
mendapatkan keamanan. Ketakutan Marx kecil terhadap dominasi gereja di masa lampau ini
tampaknya sangat berbekas, hingga ikut mempengaruhi pemikiran Marx terhadap negara.

Ada dua pandangan utama Marx mengenai agama, pertama, Marx melihat agama hanyalah
menjadi candu (opium) dari masyarakat. Di mana sifat candu yang  merusak dan hanya
memberikan kenikmatan sementara pada manusia. Candu juga hanya dijadikan alat untuk
membebaskan manusia dari permasalahan yang membelitnya, ketika manusia tidak sanggup
lagi untuk menggunakan akal sehatnya untuk terlepas dari permasalahan tersebut. Maka
begitu pula Marx memandang agama. Agama bagi Marx hanya dijadikan manusia sebagai
pelarian, ketika manusia tidak sanggup lagi untuk berfikir rasional dalam menyelesaikan
masalahnya. Agama hanyalah merupakan tempat pelarian semata. Padahal menurut Marx,
setiap persoalan yang dialami manusia bertitik tolak dari manusia, sehingga penyelesaiannya
pun harus kembali kepada manusia. Agama hanya menjadikan manusia bukan dirinya sendiri,
sehingga agama menjadikan manusia menjadi asing, dan agama merupakan sumber
keterasingan manusia.

Kedua, bagi Marx agama hanyalah merupakan produk dari adanya perbedaan kelas sosial di
dalam masyarakat. Eksistensi agama ada ketika masih ada kelas-kelas sosial di dalam
masyarakat. Menurutnya pula, agama merupakan salah satu alat penindasan dari kepentingan
kaum kapitalis yang digunakan untuk menjerat kelas proletar. Dalam hal ini melalui negara,
agama digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya, karena dengan mengatasnamakan
agama, rakyat akan tetap terlena dan tidak memberontak terhadap penguasa. Pemahaman
Marx mengenai hal ini didapatkan dari pengalaman sejarah di abad pertengahan, di mana
prinsip ajaran Kristen Katolik ketika itu dijadikan pembenaran untuk melakukan perbudakan
dan penindasan terhadap kelas proletar. Oleh karenanya menurut Marx, segera setelah
terciptanya masyarakat tanpa kelas, agama akan lenyap karena agama tidak lagi dibutuhkan.

Daftar Pustaka
Losco, Joseph. 2005. Political Theory, Kajian Klasik dan Kontemporer. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.

Noor, Deliar. 1982. Pemikiran Politik di Negara Barat.  Jakarta: PT. Rajawali Press.

Mc Donald, Lee Cameron. 1968. Western Political Theory: From its Origins to the Present. 
New York: Harcout, Brace & World, inc.

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat.  Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai