Anda di halaman 1dari 7

PROLETAR DAN BORJUIS DALAM KACAMATA KARL MARX

1. Ahmad Madhi Dimyathi (22105040063)


2. Itsna Musyafaah (22105040072)
3. Naili Saniyya (22105040069)
4. Popi Amaliyah (22105040084)
5. Hamdan Yuafi (22105040073)
6. Ilham Firdaus (22105040081)
7. Irvan Rizqi Mudhafar (22105040066)

A. Biografi Karl Marx

Karl Marx dilahirkan pada bulan Mei tahun 1818 di Tier, Jerman. Daerah tersebut
merupakan daerah jajahan Prancis dibawah Napoleon, akan tetapi kini merupakan
wilayah Prusia. Orang tua Marx merupakan yahudi yang pada masa itu mendapatkan
diskriminasi yang kemudian hilang setelah adanya Napoleonic Code yang
memperkenalkan egaliterianisme. Pada masa itu ayah Marx merasakan kebebasan dan
kedamaian di dalam hidupnya dan hidup sebagai borjuis liberal. Namun setelah
Napoleonic Code ditarik dan kebijakan anti yahudi diberlakukan, tekanan terhadap
bangsa Yahudi kembali terjadi. Karl Marx lahir pada masa ini. Dan dikarenakan
kedekatannya dengan ayahnya, ia ikut merasakan kebencian yang teramat dalam
kepada penguasa. Keadaan mungkin salah satu alasan mengapa di dalam pemikirannya
peran negara harus dihilangkan. Pada akhirnya kemudian orang tua Marx mengubah
keyakinan mereka menjadi Kristen untuk mendapatkan keamanan.

Marx muda adalah seorang anak yang sangat brilian, terutama dalam perihal literatur.
Marx pada usia 17 tahun belajar di fakultas Hukum, Universitas Bonn di tahun 1835.
Namun kemudian pindah ke Universitas Berlin setahun setelahnya atas perintah
bapaknya. Di Berlin dia mengalihkan minatnya dari bidang hukum ke filsafat dan sangat
terpengaruh oleh ide-ide Hegel dan para penafsirnya, seperti Bruno Bauer dan Ludwig
Fuerbach. Marx dianugerahi gelar doktor lantaran disertasinya tentang perbedaan-
perbedaan antara ide-ide Demokritus dan Epicurus pada tahun 1841. Namun, karena
tidak bisa menjadi dosen, Marx menjadi jurnalis serta wartawan.
Karl Max banyak mengkritik pemerintahan Prusia, yang akhirnya berujung pada
pemberangusan oleh pemerintah di tahun 1843. Di masa tersebut membuat Marx
terstimulus terhadap bidang ekonomi dan politik. Marx kemudian belajar ekonomi di
Paris dan juga bekerja sebagai jurnalis pada salah satu Koran Jerman di sana. Di masa
inilah Marx berkenalan dengan Engels, seorang Jerman yang berfikiran radikal dan anak
dari pengusaha kaya. Engels banyak berjasa kepada Marx, tidak hanya sumbangsihnya
terhadap pemikiran-pemikiran Marx, yang kemudian dikenal dengan Marxisme, tetapi
juga dalam kelangsungan hidup Marx yang begitu melarat akibat dari pembuangan yang
dilakukan pemerintah Prusia.

Dalam perihal pemikiran, Marx bukanlah pemikir yang pertama kali mengkaji perihal
konsep kelas-kelas sosial di dalam masyarakat. Babeuf merupakan salah satu pemikir
sebelum Marx yang telah melakukan kajian mendalam mengenai pertarungan antara
kelas tertindas yang miskin dan minoritas dengan kelas kapitalis yang kaya. Hal serupa
juga telah dilakukan oleh Saint Simon yang meneliti mengenai konsep kelas dengan
dampak dari industrialisasi yang cepat di kalangan pekerja. Hal inipun diakui oleh Marx
sendiri yang merasa tidak memiliki kelebihan dalam menemukan konsep tentang kelas
sosial dan pertarungan antar kelas.

B. Teori Borjuis Dan Proletariat

Pada abad ke -19 Teori borjuis dan proletariat Karl Marx adalah salah satu teori
sosiologis yang paling terkenal dan penting dalam sejarah pemikiran sosial. Teori ini
memandang masyarakat terbagi menjadi dua kelas utama: kelas pemilik modal atau
borjuis, dan kelas pekerja atau proletariat.Marx percaya bahwa ekonomi kapitalis
memberikan keuntungan bagi kelas borjuis, yaitu mereka yang memiliki modal dan
kepemilikan atas alat produksi, sementara kelas proletariat, yaitu mereka yang hanya
memiliki tenaga kerja mereka, diperlakukan sebagai sumber daya yang dapat diperas
sebanyak mungkin.

Dalam "Manifesto Komunis" yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada
tahun 1848, mereka membagi masyarakat menjadi dua kelas utama, yaitu borjuis dan
proletariat.
1. Borjuis adalah kelas sosial yang memegang kekuasaan ekonomi dan politik, serta
memiliki kepemilikan atas modal dan alat produksi. Mereka mengendalikan
produksi dan mendapatkan keuntungan dari tenaga kerja yang
dipekerjakan.Kelas borjuis dikutip dalam Doyle (1986: 148) dapat dibagi lagi ke
dalam borjuis yang dominan dan borjuis kecil.
a) Borjuis yang dominan terdiri dari kapitalis-kapitalis besar dengan
perusahaan raksasa yang mempekerjakan banyak buruh. Di antara kapitalis-
kapitalis yang dominan, juga dapat dibedakan antara kapitalis uang dan
kapitalis industri (David McCellan, “karl Marx”, 1975: 44);
b). Borjuis kecil dapat terdiri dari pengusaha-pengusaha toko, pengrajin-
pengrajin kecil, dan semacamnya, yang kegiatan operasinya jauh lebih kecil.

2. Proletariat, di sisi lain, adalah kelas sosial yang hanya memiliki tenaga kerja
mereka sebagai sumber penghasilan dan tidak memiliki kepemilikan atas modal
atau alat produksi. Mereka adalah pekerja kasar dan terpaksa menjual tenaga
kerja mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.(Umanailo 2019)
Dalam buku "Das Kapital" yang ditulis oleh Karl Marx pada tahun 1867,
proletariat merupakan kelas pekerja yang tidak memiliki kepemilikan alat
produksi dan terpaksa menjual tenaga kerjanya kepada pemilik modal untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam "Das Kapital", Marx menggambarkan bagaimana para pemilik modal
memaksimalkan keuntungan mereka dengan cara memotong upah para pekerja,
memperpanjang jam kerja tanpa upah, dan mempekerjakan anak-anak di pabrik-
pabrik. Marx menunjukkan bagaimana kondisi kerja yang buruk dan
penghisapan yang dilakukan oleh pemilik modal terhadap proletariat akan
memicu keinginan dan kebutuhan untuk berjuang melawan sistem kapitalis.

Marx menganggap borjuis sebagai kelas sosial yang berkuasa dan mengambil
keuntungan dari proletariat dengan cara mengeksploitasi tenaga kerja mereka. Mereka
juga percaya bahwa perjuangan antara kedua kelas ini akan menyebabkan konflik yang
akan menyebabkan perubahan sosial dan revolusi proletar.

Istilah borjuis merujuk pada sebuah kelas sosial dari individu yang mempunyai ciri
kepemilikan modal.Inilah mengapa, mereka berada di kelas menengah ke atas yang
memiliki kekuatan dalam hal pekerjaan, pendidikan, ekonomi dan kekayaan.Contohnya
seperti pemilik deretan pabrik besar yang sedang beroperasi memproduksi berbagai
barang baik itu sandang, papan, pangan atau kebutuhan tersier lainnya.Dalam hal ini,
Karl Marx menganggap borjuis adalah kebalikan dari kaum proletar.

Menurutnya, proletar adalah penduduk kelas kedua setelah kaum kapitalis yang
mencukupi keperluan hidupnya melalui upah hasil kerjanya.Biasanya, orang-orang di
kelas proletar lekat dengan stereotip pekerjaan kasar seperti buruh tani, nelayan atau
profesi lainnya yang berkutat dengan otot dan tangan.Itulah penjelasan tentang
pengertian borjuis, sejarah, hingga contohnya. Dari ulasan di atas, dapat diketahui
bahwa borjuis adalah kelompok sosial menengah ke atas yang memiliki modal dan alat
produksi.Salah satu contohnya seperti pemilik pabrik besar yang memproduksi
sandang, pangan atau kebutuhan tersier lainnya.

C. Analisis Realita Sosial

Mengenai teori karl max tentang borjuis dan proletar bisa dilihat di beberapa fenomena
di kehidupan sekitar kita seperti fenomena yang belum lama ini sempat viral yaitu
Citayam Fashion Week (CFW). Citayam Fashion Week merupakan fenomena yang
terbentuk akibat adanya kesenjangan sosial . Gaya berpakaian anak-anak Citayam ini
dianggap kontras dengan kawasan Dukuh Atas yang dipenuhi dengan gedung-gedung
pencakar langit yang terkesan elit.

Selain itu, fenomena Citayam Fashion Week juga membuktikan adanya pembangunan


yang tidak merata, karena kalau pembangunan sudah merata, seharusnya anak-anak
Citayam ini nggak perlu jauh-jauh ke Dukuh Atas hanya untuk sekedar nongkrong
bersama teman. Bisa jadi, di daerah Citayam, kurang tersedia ruang publik yang bisa
menjadi tempat remaja Citayam ini berekspresi, sehingga mereka harus jauh-jauh pergi
ke Dukuh Atas.
Fenomena ini dapat kita analisis melalui pemikiran Karl Marx tentang konflik antar
kelas sosial dalam masyarakat. Jika kita mengontekstualisasikan pemikiran Marx
dengan fenomena CFW, kita melihat bahwa baik secara langsung maupun tidak
langsung, terjadi pertarungan antar kelas sosial. Kelas menengah ke bawah yang
menjadi promotor CFW hanya mencoba mengekspresikan kebebasannya di ruang
publik yang disediakan pemerintah. Namun, upaya kebebasan ini disita oleh masyarakat
kelas atas dengan mengendalikan CFW.

Masyarakat kelas atas, yang memiliki sumber daya yang lebih mapan, seperti modal
sosial dan keuangan, dibandingkan dengan masyarakat menengah ke bawah, terpapar
kegiatan CFW untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini menyebabkan pemuda
CFW yang “asli” menjadi teralienasi dari kebebasannya karena mereka tidak memiliki
sumber daya yang sama dengan masyarakat kelas atas. CFW yang dapat dilihat sebagai
sumber daya dengan nilai sosial-ekonomi dan sosial-politik merupakan objek yang
diperebutkan oleh dua kelas sosial.Padahal, masyarakat menengah ke bawah tersebut
hanya ingin mengekspresikan kebebasan fashion di CFW.

Berbeda dengan influencer dan kreator konten yang menggunakan CFW untuk
keuntungan pribadi yang tentunya memiliki nilai sosial ekonomi. Atau bahkan politisi
dan pejabat pemerintah yang menggunakan CFW untuk nilai sosial politik. CFW sebagai
narasumber yang bernilai sosial politik diperkuat oleh respon beberapa politisi dan
pejabat yang terlibat dalam dinamika CFW, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan yang mengajak sejumlah pejabat asing yakni duta besar Uni Eropa di CFW.

Kemudian seperti yang disebutkan Karl Marx, ada perbedaan besar dan mendasar
antara mereka yang bekerja tetapi tidak bekerja, dan mereka yang tidak bekerja tetapi
bekerja. Para pemuda CFW ini adalah mereka yang “bekerja” memulai CFW namun
sekarang nampaknya mereka tidak mendapatkan hasil dari pekerjaannya karena
campur tangan masyarakat kelas atas yang bisa kita sebut mereka yang tidak bekerja
tetapi melakukan Dinamika ini memunculkan CFW sebagai pertarungan antar kelas
sosial masyarakat akibat konflik langsung maupun tidak langsung.

Fenomena ini terjadi karena para remaja CFW ini tidak memiliki “modal” dan “alat
produksi” seperti exposure sosial media, logistik untuk operasional pembuatan konten,
dan lain sebagainya seperti yang dimiliki oleh kelas masyarakat atas. Pada akhirnya,
remaja CFW direduksi dari yang awalnya adalah “mereka yang bebas” menjadi “mereka
yang ditindas”. Dan hal ini terjadi akibat adanya kelas sosial antara kaum proletary dan
borjouis.

Kesimpulan
Menurut Karl Marx teori borjoius adalah kelas sosial yang memegang kekuasaan
ekonomi dan politik, serta memiliki kepemilikan atas modal dan alat produksi. Mereka
mengendalikan produksi dan mendapatkan keuntungan dari tenaga kerja yang
dipekerjakan. Borjouis ada dua yaitu dominan dan kecil. Proletariat adalah kelas sosial
yang hanya memiliki tenaga kerja mereka sebagai sumber penghasilan dan tidak
memiliki kepemilikan atas modal atau alat produksi. Mereka adalah pekerja kasar dan
terpaksa menjual tenaga kerja mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
REFERENSI
Marx, K., & Engels, F. (1848). Manifesto of the Communist Party. London: Penguin.

Marx, K., & Engels, F. (1848). Manifesto of the Communist Party. London: Lawrence &

Wishart

Umanailo, M Chairul Basrun. 2019. “Pemikiran-Pemikiran Karl Marx.” Preprint. Open


Science Framework. https://doi.org/10.31219/osf.io/5q2ts.

Anda mungkin juga menyukai