Anda di halaman 1dari 30

MATERIALISME DIALEKTIKA HISTORIS

Karl Marx menyatakan pola perkembangan sistem sosial masyarakat terbagi


dalam lima tahap. Tahap pertama, terbentuknya sistem komunal primitif. Kedua, tahap
terbentuknya pembagian kerja dan kepemilikan dalam sistem perbudakan. Ketiga tahap
terbentuknya masyarakat feodalisme. Keempat tahap terbentuknya masyarakat kapitalis
dan kelima tahap terbentuknya masyarakat sosialis komunis .
Historis Materialisme dalam Serba-Serbi
Teori ini dimulai dari satu kaidah bahwa produktifitas materi adalah asas kehidupan
manusia dan sejarahnya. Marx memandang bahwa menjadi keharusan bagi manusia
untuk menjadi pusat yang mampu menempatkannya dalam kehidupan ini, sebagaimana ia
dituntut untuk mampu menciptakan sejarah.
Sebagaimana diketahui bahwa hidup ini tidak lain hanya sebatas makan, minum,
tempat tinggal, pakaian dan sebagainya, maka kerja sejarah adalah bagaimana mampu
menciptakan sarana-sarana yang layak untuk memenuhi kebutuhan tadi. Kongkritnya
kerja menciptakan materi. Oleh karena itu, kekuatan manusia untuk mampu menciptakan
materi merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan. Karena ia merupakan
ukuran dari segala sesuatu.
Produksi gagasan, konsep dan kesadaran yang pertama semua langsung terjalin
dengan hubungan material manusia, bahasa kehidupan nyata. Kesadaran tidak
menentukan kehidupan tetapi kehidupan menentukan kesadaran.
Materialisme historis adalah suatu proses intepretasi sejarah manusia dengan
dasar materi. Menurut Marx, sejarah ummat manusia sejak zaman primitif dibentuk oleh
faktor-kebendaan. Sederhananya disini Marx menganggap sejarah manusia sebagai
materi yang memuat berbagai kontradiksi dan berjalan sesuai dengan hukum materi
Materalisme Dialektika Historis
Pemikiran Marx berpengaruh pada abad ke dua puluh. Ketika itu, Marx
memformulasikan pemikiran Hegel tentang eksistensi pikiran sebagai sebuah jiwa
universal. Dalam analisis Hegel melalui metode dialetika, menurut Hegel proses dialektika
ini sejenis oposisi dinamis dan progresif dimana gagasan awal, tesis dihadapkan dengan
anti tesis yang sifatnya bertentangan, dan perlawanan ini berakumulasi dalam sintesis
yang menjaga dan menggabungkan apa yang rasional dalam dua posisi yaitu pertama
dan dan kemudian membentuk tesis baru.
Filosofi materialisme yang dikatakan Marx adalah materialisme yang
menggerakkan pikiran. Penggabungan dua teori antara materialisme dan metode
dialektika ini menghasilkan metode materialisme dialektika. Marx dengan jelas menolak
pandangan Hegel bahwa dan mengikuti jalur pemikiran Feueurbach. Dalam proses analis
metode dialektika materialisme, Marx melihat materi, perlahan-lahan Marx menganalisis
hubungan-hubungan sosial yang berhubungan dengan ekonomi, tenaga kerja, politik, dll
dalam analisa sosial sebagai kekuatan-kekuatan yang menentukan dalam sejarah
manusia.. Inilah yang dikatakan oleh Marx sebagai historis materialis yang berepisentrum
pada materi.

Marx membangun teori historis materialisme sebagai syarat mutlak dialektika


materialis. Marx menilai bahwa pada dasarnya manusia itu bebas, namun hegemoni
ekonomi yang besar merubah dan menentukan karakter manusia. Marx menyatakan:
Model produksi dalam kehidupan material menentukan karakter umum proses
sosial, politik dan spiritual dari kehidupan. Adalah bukan kesadaran manusia yang
menentukan eksistensinya, tetapi sebaliknya, eksistensi sosialnya yang menetapkan
kesadaran mereka (Marx, 1859: ii).
Marx menganggap bahwa ketika perkembangan ini berlangsung, di sana terdapat
titik ketika kekuatan-kekuatan material produksi memasuki arena konflik dengan
hubungan-hubungan produksi yang ada, yang berakibat pada bahwa apa yang ada yang
menjadi ikatan dan belenggu bagi manusia.
Nilai kerja merupakan suatu keadaan alamiah antara manusia dan alam. Marx
mengatakan tentang nilai kerja dalam bukunya Capital I bahwa konsep nilai tidak saja
sepenuhnya, tidak dilenyapkan tetapi sesungguhnya diubah menjadi sebaliknya. Ia
merupakan sebuah pernyataan yang sama imajinernya seperti nilai bumi. Ungkapanungkapan ini lahir dari hubungan-hubungan produksi itu sendiri.
Mereka adalah kategori-kategori bagi bentuk-bentuk penampilan dari hubunganhubungan esensial. Bahwa dalam penampilannya segala sesuatu sering menyatakan diri
mereka dalam hubungan terbalik sudah diketahui betul dalam setiap ilmu pengetahuan,
kecuali ekonomi politik. Dalam menganalisis tentang kerja, perlu menekankan psedopsedo berikut (Marx, 2004: 584)
1. Pada dasarnya prinsip kerja adalah sebuah keadaan dimana manusia secara
alamiah dari hukum-hukum.
2. Manusia bekerja tidak lain untuk memenuhi hidupnya dengan nilai kebutuhan, dan
alam pun bekerja untuk memenuhi kebutuhan manusia.
3. Hubungan bipolaritas alam dan manusia sebagai bentuk hukum kausalitas.
Nilai kerja berubah ketika nilai komoditas, ketika adanya persaingan antar individu,
sehingga yang memenangkan persaingan individu itu menjadi subjek superior. Persaingan
individu digambarkan oleh Marx pada zaman purbakala untuk memperebutkan
kepemilikan wilayah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan komunalnya. Manusia
superior ini menjadi pemimpin atau raja daripada manusia-manusia lain (rakyat), yang
dikatakan Marx sebagai masyarakat feodalisme.
Rakyat kehilangan hak untuk merdeka dan kebebasan, dan rakyat hanya dijadikan
budak bagi para raja. Rakyat tidak tersadarkan bahwa hak mereka hilang dikarenakan
hanya seorang superior.
Hegemoni Kapitalisme
Kapitalisme merupakan sebuah keadaan masyarakat tingkat lanjut dari masyarakat
feodalis. William Outwaite mendefinisikan pemikiran Karl Marx (Capital, 1867, Vol I)
mendifinisikan kapitalisme sebagai masyarakat yang memproduksi komodititas, dimana
alat-alat produksi utama dimiliki oleh kelas khusus, yaitu borjuis dan tenaga buruh juga
menjadi komoditas yang dibeli dan dijual (Outhwaite, 2008: 84). Kaum borjuis selaku
2

pemodal memiliki kuasa penuh untuk menjalankan sistem perekonomian, sedangkan


tenaga buruh hanya dijadikan mesin-mesin perusahaan.
Tenaga buruh menjadi komoditas yang dibeli dan dijual dikarena buruh menjadi
pengendali perusahaan dalam menjalankan produksi. Kaum buruh (proletar) diperbudak
oleh kaum borjuis dengan mengatasnamakan keuntungan. Kaum borjuis menginginkan
akumulasi modal dengan cepat, sehingga buruh diperbudak untuk meningkatkan hasil
produksi dan dibandingkan dengan upah penghasil buruh yang tidak stabil dengan waktu
(jam kerja) memproduksi dalam teori nilai lebih.
Marx mengkritik Ricardo dan Adam Smith (Invisible Hand). Bahwa, Adam Smith
dan Ricardo tidak melihat harga alamiah terdiri dari rata-rata upah dan rata-rata
keuntungan. Konsep dari Adam Smith dan Ricardo tidak bisa dijelaskan dengan harga
karena harga yang rata-rata upah dan rata-rata keuntungan tadi. Karena menurut Adam
Smith dan Ricardo itu adalah harga yang terpusat, dengan hasrat pasar. Sehingga
yang terjadi adalah produksi secara besar-besaran, tanpa adanya mampu membeli
karena.
Situasi masyarakat yang menjadi miskin dan dimiskinkan oleh kapitalisme itu
sendiri (Oishi, 2001: 101). Untuk itulah adanya Manifesto Politik dalam hal ini Marxisme
menjadi ideologi dengan prinsip keadilan sama rata (equality).
Marx membentuk sebuah kekuatan dalam mengkonsolidasikan kaum proletar dalam
satu partai, yaitu komunis. Dalam manifesto komunis, ajaran-ajaran marx berkembang
pesat. Marx menjelaskan dalam dua poin dalam ajaran komunisme (Marx, Engels: 1962:
21-22).
1. Komunisme telah diakui oleh semua kekuasaan di Eropa sebagai suatu kekuasaan
pula.
2. Telah tiba waktunya bahwa kaum komunis harus dengan terang-terangan terhadap
seluruh dunia, menyiarkan pandangan-pandangan mereka, tujuan mereka, aliran
mereka, dan komunisme ini dengan sebuah manifes dari partai sendiri.
Apa yang kaum marxis perjuangkan adalah tidak lain melawan sistem borjuasi dalam
sistem kapitalismenya. Industri modern telah menciptakan pasar dunia dengan
perdagangan yang sangat besar.
Proses perjuangan kelas sebagai antisesa pergerakan kapitalisme disinyalir adalah
syarat utama sebuah revolusi. Lenin mengatakan bahwa;
Perjuangan kelas adalah sebuah perjuangan politik. Kalimat yang dikutip itu adalah suatu
lukisan susunan jaring perhubungan-perhubungan sosial dan tingkatan-tingakatan
peralihan antara satu kelas dengan yang lainnya, antara yang lampau dengan yang
dikemudian hari (Lenin, 1963: 28).
Historis materialisme Marx yang ditelaah oleh Lenin menekankan masalah
masyarakat. Lenin menafsir pemikiran Marx dalam manifesto komunis, bahwa apa yang
terjadi dalam kehidupan manusia adalah adanya kelas-kelas sosial, dan hal ini harus
direvolusikan melalui sebuah politik. Dengan satu partai politik dan menguatkan massa
proletar. Marx menganggap hegemoni kapitalisme membuat sekat antara yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Metode Berpikir Marhaenisme Setelah menguraikan bagaimana sejarah Marhaenisme
dilahirkan dan apa pengertian Marhaenisme, maka perlu dikaji juga bagaimana
3

Marhaenisme dapat dirumuskan sebagai suatu teori. Artinya, Marhaenisme mengandung


konsep-konsep yang bersumber dari pemikiran-pemikiran Soekarno yang diperoleh dari
suatu metode berpikir. Secara teoritis, metode berpikir yang digunakan dalam
Marhaenisme banyak dipengaruhi oleh Marxist Theory. Namun tidak secara bulat atau
penuh, Marxist Theory diadopsi dalam teori Marhaenisme. Hal tersebut dipertegas oleh
Soekarno yang mengatakan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan di
Indonesia sesuai dengan sejarah perkembangan masyarakatnya sendiri, serta situasi dan
kondisi masyarakat Indonesia.
Namun demikian, secara fundamental, dalam teori Marhaenisme digunakan
dialektika dan materialisme historis yang merupakan dasar berpikir dalam wacana Marxist
Theory. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno mengenai landasan berpikir yang
diajarkan oleh Karl Marx tersebut bahwa : maka berguna pulalah agaknya, jikalau disini
kita mengingatkan, bahwa jasanya ahli pikir ini ialah : ia mengadakan suatu pelajaran
gerakan pikiran yang bersandar pada perbendaan (Materialistische Dialectieka)
Dialektika adalah metode berpikir dalam gerakan. Didalam dialektika terdapat
Tesis, Antitesis, Sintesis, sebagai rumusan dalam metodologisnya. Sedangkan
materialisme historis adalah hukum-hukum perkembangan dalam masyarakat. Artinya
materialisme historis menanyakan sebab-sebab pikiran dalam masyarakat berubah15.
Berdasarkan pengertian diatas, menurut Sutoro maka dalam teori Marhaenisme terdapat
dua elemen yang saling berhadapan dalam konteks sejarah perkembangan masyarakat
Indonesia di masa feodalisme, kapitalisme - imperialisme, yakni : Elemen establishment
adalah elemen yang menguasai tesis dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai
kelangsungan tesis (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada
pada struktur antitesis. Apabila tesis pertama telah gugur karena munculnya antitesis,
maka keadaan baru atau sintesis akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut.
Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah
proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta tesis terakhir yakni satu bentuk stelsel
/sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna.
Cita-Cita Perjuangan Kelas
Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan jalan
kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya menentang semua
bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Reformasi pada
kelas atas dan usaha pendamaian antar kelas hanya akan menguntungkan kelas
penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas yaitu penghancuran
penindasan yang terjadi dalam masyarakat. Engels mengatakan:
Semakin kuat sosialisme lebih dini ini menolak eksploitasi kelas pekerja, yang
adalah tidak terelakkan dalam kapitalisme, semakin kurang mampulah ia untuk secara
jelas menunjukkan atas apakah eksploitasi ini terdiri dan bagaimana ia timbul (Engels,
2005: 38).
Engels menguatkan pemikiran Marx dalam perampasan Hak kepemilikan dan
bagaimana mekanisme kapitalisme mengekploitasi proletar dalam teori nilai lebih.
Perlawanan kaum proletar dalam menuntut keadilan, Lenin menerapkan tindakan
politik praksis dalam melawan bentuk alienasi manusia. Lenin mengerti aparatur negara
4

dalam masyarakat diklasifikasikan dalam mengedepankan sebagai kelembagaan


dominasi sosial pemilik kemiskinan atas orang-orang yang harus hidup dengan bekerja
untuk mereka, yang berubah dari sebuah kekuatan sosial, terasing dari massa sehingga
masyarakat dan di luar kendali. Bagi Lenin dengan menerapkan diktarator proletariat
dapat membabaskan kaum proletar dari kung-kungan kapitalisme.
Marxisme berjuang untuk penaklukan kekuasaan politik oleh kelas pekerja dan
pembangunan masyarakat sosialis, dimana negara akan lenyap. Sebelum itu, haruskah
buruh menjauhkan diri dari aktivitas politik? Haruskah mereka menolak semua perubahan
kecil yang dapat meningkatkan keberadaan mereka? Tentu saja tidak, kita harus membela
perjuangan untuk setiap manfaat sekecil apapun, dan menggunakan setiap kesempatan
yang terbuka untuk kita. Hanya orang yang bodoh saja yang dapat menolak gaji yang
lebih baik atau sistem kesehatan masyarakat.
Melalui perjuangan tersebut, dan perjuangan untuk merubah organisasi buruh,
serikat buruh, dan partai buruh, kita belajar dan menjadi lebih kuat dan membawa lebih
dekat hari dimana adalah mungkin untuk merubah masyarakat secara permanen. Kaum
Marxis berjuang untuk setiap perubahan kecil, dan pada saat yang sama menjelaskan
bahwa perubahan-perubahan ini tidaklah aman kalau kapitalisme berlanjut. Hanya
sosialisme yang dapat menyelesaikan problem-problem masyarakat.
Keadilan dan Perjuangan Kelas
Teori nilai-lebih yang digaris besarkan oleh Marx dalam karyanya Capital jilid I
membuktikan bahwa buruh (proletar) secara mudah diekspoitasi dan marjinalkan melaui
atas nama pasar ekonomi. Secara langsung Demokrasi yang digembar-gemborkan oleh
kaum liberal, sebagai persamaan kesempatan maupun persamaan Hak Asasi Manusia
adalah keadilan hanya bagi kaum borjuis dan pemodal.
Selain konsepsi Marx tentang materialisme dialektika historis dan kelas sosial,
masih ada satu lagi yang juga penting, yakni konsep alienasi. Alienasi berarti hilangnya
perwujudan diri manusia secara utuh dan runtuhnya hubungan harmonis dan tulus antara
manusia satu dengan yang lain. Seperti kita lihat di atas, kerja berarah ganda, pada diri
sendiri objektivasi dan pada orang lain sosialisasi. Dalam kerja, manusia mewujudkan
dirinya sendiri secara nyata dan sebagai hasilnya ia berbagi dengan sesamanya.
Alienasi merupakan kebalikan dari arah ganda kerja produksi manusia. Tetapi, kerja
yang demikian terjadi dalam hubungan produksi kerjasama dan tidak ada kepmilikan
pribadi atas alat produksi. Tidak ada dominasi satu dengan yang lain. Tetapi, dalam
masyarakat berkelas, manusia terbagi secara tidak adil dan sebagian hasil kerjanya
diambil oleh manusia lain.
Dalam situasi itu, manusia menjadi tidak secara penuh mengembangkan seluruh
potensi perwujudan diri. Manusia pun saling bersaing untuk memperebutkan kesempatan
perwujudan diri dan hasil kerjanya. Sesama kelas atas saling bersaing untuk menumpuk
hak milik pribadi, sesama kelas bawah berebutan memperoleh kesempatan bekerja dan
antar kelas atas dan bawah saling berkontradiksi berdasarkan kepentingan sosial
berbeda. Kalau kita runut ulang, dasar dari alienasi manusia adalah hak milik pribadi.
Dalam kritik post-modernisme, bahwa konsep tradisi liberal merupakan otonomi diri
dari satu perantara bagian rasional yang sanggup untuk semua aspek subjek yang dinilai
5

sebagai kevalidannya.(umumnya adalah valid, penyesuaian untuk beberapa konsep dari


otonomi) (Cristman, 2002: 200). Yang diharapkan dari kaum liberal sebenarnya adalah
hanya mengharapkan keadilan di satu sisi untuk kedamaian dan dengan rasa hormat
yang bertambahnya tempat pluralisme tetapi berhubungannya dunia. (Cristman, 2002:
213).
Konsep filsafat yang ditawarkan oleh Karl Marx mempunyai dampak yang sangat
besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah pemikiran modern, kebudayaan,
seni, bahkan filsafat. Begitu banyak hal yang ia tawarkan mulai dari pemikirannya tentang
alienasi, filsafat pekerjaan, materialism historis, hingga komunisme. Seperti kita ketahui
bersama, lewat tulisan tulisannya, Marx sebenarnya menolak usaha usaha yang bersifat
moralis belaka. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba menggali
lebih dalam mengenai konsep materialism historis.
Pandangan materialism historis adalah pandangan tentang factor factor pokok
yang menentukan perkembangan sejarah. Pandangan ini bersamaan dengan teorinya
tentang revolusi merupakan bagian dari konsep Marx yang paling berpengaruh dan tetap
merupakan inti dari segala macam Marxisme.
Pandangan materialism sejarah banyak dipahami salah, baik oleh kaum marxis
sendiri maupun oleh lawan lawan mereka. Kata yang paling menyesatkan ialah kata
materialis. Karena itu Marxisme sering disebut sebagai salah satu bentuk materialism.
Padahal di seluruh karya Marx hamper tidak ditemukan uraian apapun tentang
materialism, yaitu sebagai anggapan bahwa realita terakhir alam semesta ialah materi.
Alam semseta tidak pernah dipersoalkan oleh Marx. Marx hanya bicara tentang
perkembangan masyarakat, dan dalam hubungan ini materialis hanya berarti bahwa
kegiatan atau pekerjaan jasmaniah atau produksi adalah kegiatan dasar manusia dan
bukan pemikirannya.[1]

Pandangan Materialisme Sejarah


Materialisme dalam Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja
sosial. Di sini dia menerima pengandaian Feuerbach bahwa kenyataan akhir adalah
obyek indrawi, dan dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau
produksi. Istilah sejarah mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya
tentang sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut perwujudan
diri Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai
kebebasan/emansipasi.
Sosialisme Marx berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif perkembangan
masyarakat. Marx menolak pendasaran sosialisme pada pertimbangan-pertimbangan
moral. Menurutnya sosialisme terwujud bila syarat-syarat obyektif penghapusan hak milik
pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi dan keadaan tersebut harus diciptakan.
6

Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa produksi kebutuhankebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan pengembangannya.
Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertama-tama harus makan, minum, bertempat
tinggal, dan berpakaian.
Setelah itu baru mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni,
agama, dan seterusnya. Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung. Dengan
demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar
dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan
perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.
Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya
keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka. Pemikiran ini tidak
bertolak dari apa yang dikatakan orang, tidak dari bayangan dan cita-cita orang, juga tidak
dari yang dipikirkan orang, melainkan dari manusia yang nyata dan aktif. Dari proses
hidup nyata merekalah perkembangan refleks-refleks serta gema-gema ideologis tentang
proses hidup itu dijelaskan
Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan masyarakat. Manusia
ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka produksi dan cara mereka
berproduksi. Pandangan ini disebut materialis. Disebut materialis karena sejarah manusia
dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Jadi Marx memakai kata
materialisme bukan dalam arti filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa
seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-faktor yang
menentukan sejarah.
Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan keadaan material manusia dan
keadaan material adalah produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia
menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan manusia dan
cara itulah yang menentukan kesadaran manusia. Cara manusia berpikir ditentukan oleh
cara ia bekerja.
Jadi, untuk memahami sejarah dan arah perubahannya, manusia tidak perlu
memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia, melainkan bagaimana ia bekerja dan
bagaimana ia berproduksi.
Kualitas hidup ditentukan oleh kedudukannya dalam masyarakat dan keanggotaan
dalam kelas sosial tertentu sangat menentukan cara seseorang memandang dunia. Maka
kesadaran dan cita-cita manusia ditentukan oleh kedudukannya dalam kelas sosial.
Demikian juga cara berproduksi menentukan adanya kelas-kelas sosial; keanggotaan
menentukan kepentingan orang, dan kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan.
Maka, hidup rohani masyarakat, kesadarannya, agamanya, moralitasnya, nilai-nilai
budaya, dan seterusnya bersifat sekunder.

Sekunder karena hanya mengungkapkan keadaan primer, struktur kelas


masyarakat, dan pola produksi. Sejarah tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan
oleh cara ia menjalankan produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat
dihasilkan oleh perubahan pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi[2].

Basis dan Bangunan Atas


Cara produksi kehidupan material mengkondisikan proses kehidupan sosial, politik,
dan spiritual pada umumnya. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan
mereka, sebaliknya, keadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka.
Marx membagi lingkup kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yang satu adalah
dasar nyata atau basis, dan yang lain adalah bangunan atas. Dasar atau basis itu
adalah bidang produksi kehidupan material, sedangkan bangunan atas adalah proses
kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Kehidupan bangunan atas ditentukan oleh
kehidupan dalam basis.

Basis/Materi (Ekonomi) - Unterbau


Basis ditentukan dua faktor: (1) tenaga-tenaga produktif, dan (2) hubunganhubungan produksi. Tenaga2 produktif adalah kekuatan-kekuatan yang dipakai untuk
mengerjalan dan mengubah alam. Unsur-unsur tenaga produktif adalah alat-alat kerja,
manusia dengan kecakapannya, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi.
Hubungan-hubungan produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja
antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Hubungan ini adalah strukur
pengorganisasian sosial produksi. Misalnya, pemilik modal dan pekerja. Dan karena
struktur kelas pada hakekatnya ditentukan oleh sistem hak milik, maka hubungan2
produksi itu sama juga dengan hubungan hak milik.
Struktur kelas dalam masyarakat bukan sesuatu yang kebetulan, melainkan
ditentukan oleh tuntutan efisiensi produksi, atau oleh tingkat perkembangan tenaga-tenga
produksi. Maka yang pertama menentukan hubungan-hubungan produksi atau struktur
kelas suatu masyarakat adalah tenaga-tenaga produktif. Hubunganitu tidak tergantung
pada kemauan orang, melainkan pada tuntutan objektif produksi.

Bangunan Atas/Superstruktur (Kesadaran) - berbau


Terdiri dari 2 unsur: (1) tatanan institusional dan (2) tatanan kesadaran kolektif
(bangunan atas ideologis). Tatanan institusional adalah semacam lembaga yang
8

mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat di luar bidang produksi, seperti


organisasi sebuah pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan masyarakat, sistem lalu
lintas, dan terutama sistem hukum dan negara
Tatanan kesadaran kolektif memuat segala sistem kepercayaan, norma-norma dan
nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi spiritual kepada usaha
manusia, termasuk mengenai pandangan dunia, agama, filsafat, moralitas masyarakat,
nilai2 budaya, seni, dsb.
Marx bertolak dari pengandaian bahwa institusi-institusi, agama, moralitas, dan
sebagainya ditentukan oleh struktur kelas dalam masyarakat. Menurutnya, negara selalu
mendukung kelas-kelas atas, dan agama serta sistem nilai lainnya memberikan legitimasi
kepada kekuasaan kelas atas itu. Hubungan produksi dalam basis selalu berupa struktur
kekuasaan, tepatnya struktur kekuasaan ekonomis. Hal itu ditandai kenyataan bahwa
bidang produksi dikuasai oleh para pemilik.
Maka teori tentang basis/bangunan bawah dan bangunan atas berarti bahwa
struktur kekuasaan politis dan ideologis ditentukan oleh struktur hubungan hak milik, atau
oleh struktur kekuasaan di bidang ekonomi. Yang menguasai bidang ekonomi, pada
mumnya para pemilik, juga menguasai Negara, sehingga kekuasaan Negara selalu
mendukung kepentingan mereka.
Begitu pula kepercayaan-kepercayaan dan sistem-sistem nilai berfungsi memberi
legitimasi kepada kekuasaan kelas-kelas atas. Dalam arti ini struktur kekuasaan politis
dan spiritual dalam masyarakat selalu mencerminkan struktur kekuasaan kelas-kelas atas
terhadap kelas-kelas bawah dalam bidang ekonomi.

Teori Kelas - Perubahan sosial masyarakat


Marx tidak pernah menguraikan teori kelasnya. Mirip dengan filsafat pekerjaan,
teori kelas bukanlah sebuah teori eksplisit, melainkan suatu pemikiran yang
melatarbelakangi uraian Marx tentang hukum perkembangan sejarah, tentang kapitalisme,
dan tentang sosialisme.
Marx tidak pernah mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kelas. Mengikuti
definisi termasyur Lenin, kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah
tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Bagi
Marx, kelas sosial merupakan gejals khas pasca-feodal. Menurutnya sebuah kelas baru
bisa dianggap kelas dalam arti sebenarnya apabila dia bukan hanya secara objektif
merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga menyadari diri
sebagai kelas atau sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai
kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.
9

Kelas Atas dan Kelas Bawah


Menurut Karl Marx pelaku-pelaku utama perubahan sosial bukanlah individuindividu tertentu, melainkan kelas-kelas sosial. Menurutnya, akan terlihat bahwa dalam
dalam setiap masyarakat terdapat kelas-kelas yang berkuasa dan kelas-kelas yang
dikuasai. Sebenarnya bukan 2 kelas yang diajukan Marx, melainkan 3 kelas, yaitu kaum
buruh (mereka yang hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba), dan para
tuan tanah (hidup dari rente tanah). Tetapi dalam analisis keterasingan para tuan tanah
tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi sama dengan
para pemilik modal.
Berangkat dari analisis keterasingan. Keterasingan dalam pekerjaan terjadi karena
orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan jatuh dalam 2 kelas sosial yang berlawanan,
yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas buruh melakukan pekerjaan dengan menjual
tenaga kerja kepada kelas pemilik karena tidak memiliki tempat dan sarana kerja, sedang
kelas majikan adalah para pemilik alat-alat kerja: pabrik, mesin, dst.
Jadi, dalam sistem produksi kapitalis 2 kelas tersebut saling berhadapan, meski
keduanya juga saling membutuhkan. Buruh dapat bekerja bila pemilik membuka tempat
kerja baginya dan majikan beruntung apabila ada buruh yang mengerjakan alat-alat
kerjanya.
Tetapi saling ketergantungan itu tidak seimbang. Buruh tidak dapat hidup kalau
tidak bekerja, sebaliknya, meskipun si pemilik tidak menjalankan alat-alat kerjanya,
mereka msih bisa bertahan lebih lama. Mereka dapat hidup dari modal yang
dikumpulkannya. Dengan demikian kelas pemilik ialah kelas yang kuat dan para pekerja
adalah kelas yang lemah. Dan hubungan antara kedua kelas tersebut pada hakikatnya
merupakan hubungan penghisapan atau eksploitasi.
Hubungan antara kelas atas dan kelas bawah juga merupakan hubungan
kekuasaan: yang satu berkuasa atas yang lain - kelas atas berkuasa atas kelas bawah.
Pertentangan antara kedua kelas bukan karena buruh iri atau para majikan egois,
melainkan karena kepentingan dua kelas itu secara objektif berlawanan satu sama lain.
Bagi Marx, setiap kelas sosial bertindak sesuai dengan kepentingannya dan
kepentingannya itu ditentukan oleh situasi yang objektif. Di sini majikan mengusahakan
laba sebanyak mungkin, dan sebaliknya buruh ingin upah sebanyak-banyaknya. Ada
beberapa unsur yang harus diperhatikan:
(1) tampak betapa besar peran struktural dibandingkan segi kesadaran dan
moralitas di mana pertentangan antara buruh dan majikan bersifat objektif,

10

(2) karena kepentingan yang secara objektif bertentangan, maka keduanya


mengambil sikap dasar yang berbeda: kelas pemilik/kelas atas bersikap konservatif dan
kelas buruh/bawah bersikap progresif dan revolusioner,
(3) bagi Marx, setiap kemajuan dalam susunan masyarakat hanya dapat tercapai
melalui revolusi. Itulah sebabnya mengapa Marxisme menentang semua usaha untuk
memperdamaikan kelas-kelas yang saling bertentangan karena hal itu sama sekali tidak
mungkin.

Ajaran nilai-lebih dan Kehancuran Kapitalisme


Di dalam sistem kapitalis terdapat sesuatu yang gaib. Kegaiban komoditas itu
terletak pada kenyataan bahwa barang-barang yang berlainan dapat dinilai dengan harga
yang sama. Misalnya, sebuah televisi sama harganya dengan seekor kambing, atau sama
dengan lima puluh buku, dst. Sepertinya ada sesuatu yang tidak tampak yang
melampaui perbedaan yang nampak secara inderawi, yaitu nilainya sebagai komoditas.
Maka, nilai komoditas itu menjadi semacam kenyataan supra-empiris yang disebutnya
fetish.
Lalu darimana nilai lebih dari komoditas itu berasal ? Jumlah kerja yang dilakukan
pekerja berubah menjadi nilai tukar produknya. Harga komoditas itu adalah endapan
kerja. Menurut Marx, hukum ekonomi kapitalis adalah ekuivalensi. Jadi, harga bahan
baku + harga tenaga kerja = harga komoditas. Lalu, darimana pemilik modal mendapat
keuntungan? Marx menunjukkan bahwa nilai lebih ini diperoleh karena pekerja bekerja
melampaui waktu yang wajar.
Kelebihan waktu itu adalah kerja tanpa upah. Jadi, keuntungan itu diperolah dari
kerja tanpa upah itu. Di sini, Marx menemukan sifat eksploitatif dari kapitalisme, karena,
menurutnya, proses akumulasi modal adalah proses perampasan tenaga lebih kaum
buruh yang tidak dibayar dan menjadi keuntungan kaum kapitalis.
Ajaran kehancuran kapitalisme adalah ajaran yang sangat deterministis. Di
kemudian hari ajaran itu disebut ekonomisme, yaitu ajaran bahwa perkembngan sejarah
ditentukan hukum-hukum ekonomi yang bersifat niscaya. Menurut analisis Marx, proses
eksploitasi kaum buruh melalui nilai lebih akan menghasilkan krisis-krisis yang niscaya.
Krisis disebabkan oleh kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan besar menelan
perusahaan kecil, sampai akhirnya jumlah kaum kapitalis menjadi semakin mengecil dan
pemiskinan massa semakin meningkat.
Cepat atau lambat, namun niscaya, pertumbuhan kapitalisme itu secara otomatis
akan menumbuhkan kesadaran revolusioner dari pihak massa yang dipermiskin dan
dieksploitasi. Pengangguran bertambah, inflasi membumbung, produksi tak terjual, dst.,
dan sistem kapitalis akan menghancurkan dirinya sendiri. Itulah saat munculnya
11

masyarakat sosialis, yaitu masyarakat tanpa kelas yang dalam bayangan Marx muncul
bagaikan matahari, bersifat otomatis[3].

Evaluasi terhadap Materialisme Historis


Pandangan materialism historis merupakan dasar klaim Karl Marx bahwa
sosialismenya adalah ilmiah. Marx merasa telah menghilangkan segala kesewenangan
dan unsure kebetulan sebagai factor penentu sejarah, karena ia menghilangkan
kebebasan kehendak manusia sebagai factor perubahan masyarakat yang relevan.
Semuanya akhirnya ditentukan oleh suatu factor objektif, yaitu tenaga tenaga produktif.
Diantara tenaga tenaga produktif, unsure alat kerja adalah yang paling pertama.
Dan pemakaian alat kerja ditentukan oleh bentuknya yang objektif, bukan oleh
kehendak orang lain. Begitu pula penyempurnaan dan pengembangan alat alat kerja baru
bukan karena selera orang, melainkan karena tekanan objektif kebutuhan untuk
mempermudah usaha untuk menjamin kebutuhan hidup. Tenaga tenaga produktif itu
menentukan hubungan hubungan produksi dan hubungan hubungan itu menentukan
pelembagaan politis masyarakat serta struktur legitimasi ideologis.
Dengan demikian perkembangan sejarah sampai sekarang dapat dijelaskan secara
ilmiah dan pasti, dan arah perkembangan masyarakat di masa depan dapat dikalkulasi
berdasarkan analisis system ekonomi yang terdapat pada saat sekarang. Karena itu, tidak
salahlah mereka yang menganggap teori inti Marx sebagai deterministic: kebebasan
manusia tidak memainkan peranan, sejarah ditentukan oleh factor factor ekonomis
objektif.[4]
Meskipun Marx adalah seorang pemikir yang penting, ia mendekati banyak soal
secara berat sebelah, hanya dalam perspektif social ekonomis. Yang positif dalam
pemikiran Marx ialah bahwa ia telah membuka kedok dari banyak system nilai yang
disebut suci dan sopan, dan yang memang sama sekali tidak suci dan sopan. Marx
membersihkan masyarakat dan gereja gereja dari banyak hal yang diberi cap kehendak
Tuhan, tetapi yang sebetulnya hanya bersifat ketidakadilan yang sama sekali tidak
dikehendaki Tuhan.
Marx member arah yang lebih praktis terhadap filsafat, dan banyak tuntutan dari
manifesto komunis yang dalam abad yang lalu masih kelihatan mustahil, sekarang
sudah diterima secara umum sebagai hak hak asasi manusia di banyak Negara.[5]
Daftar Pustaka
Hamersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986
Hardiman, F. Budi. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2004.

12

Magnis-Suseno, Frans. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Magnis-Suseno, Frans. Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. Jakarta: Diktat Kuliah Marxisme dan
Komunisme, 1977.

[1] Frans Magnis-Suseno, Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme, (Jakarta: Diktat kuliah Marxisme dan Komunisme STF
DRIYARKARA, 1977) hlm. 24 - 25.
[2] Frans Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003) hlm. 135-147.
[3] F. Budi Hardiman. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 242-244.
[4] Franz Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2005, hlm. 151-152
[5] Harry Hamersma. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986, hlm. 73-74.

13

MARHAENISME
Sejarah Lahirnya Marhaenisme
Pada saat Soekarno berumur 20 tahun ketika beliau berada dibagian selatan kota
bandung, suatu daerah pertanian yang padat dimana orang bisa melihat para petani
bekerja mengerjakan sawahnya. Perhatian soekarno tertuju pada seorang petani yang
sedang mencangkul sawah miliknya, dia seorang diri, pakaiannya sudah lusuh, gambaran
yang khas ini dipandang sebagai perlambang.
Seorang petani ini bernama Marhaen, didalam ceritanya petani tersebut miskin
bukan karena dia itu miskin, tetapi miskin dikarenakan ada sebuah sistem yang membuat
dia miskin. Petani yang bernama Marhaen tersebut memiliki alat perlengkapan sendiri
untuk bercocok tanam, baik dari sawah yang luas, cangkul, dll. Akan tetapi kehidupan
petani ini tetap miskin, hal inilah yang menjadi sebuah keanehan dalam pikiran Soekarno.
Marhaenisme berasal dari kata Marhaen dan isme. Marhaen adalah nama seorang
petani Sunda yang dijadikan sebagai simbol rakyat melarat Indonesia. Sedangkan isme
adalah paham atau paham politik. Untuk menelusuri asal-usul penemuan kata Marhaen
dalam Marhaenisme maka perlu merujuk kepada pidato Soekarno tentang Marhaenisme
pada peringatan 30 tahun PNI pada tanggal 3 Juli 1957 yang berjudul Shaping and
Reshaping, Menggalang Massa-aksi Revolusioner Menuju Masyarakat Adil dan Makmur.
Dalam pidato tersebut, Soekarno mengawalinya dengan mendeskripsikan realitas
masyarakat Indonesia yang menderita dan sengsara akibat praktek imperialisme dan
kolonialisme sehingga dibutuhkanlah perjuangan yang berdasarkan pada kesadaran
massa dan sikap tidak bekerja sama dengan pihak imperialis. Massa-rakyat Indonesia
yang menderita dan sengsara itulah yang melahirkan istilah Marhaen dan Marhaenisme.
Menurut Soekarno, pada saat itu, Massa-rakyat Indonesia memiliki corak pekerjaan
yang berbeda-beda. Diantaranya adalah buruh, petani, nelayan, pedagang kecil, dan
kaum melarat lainnya yang bekerja pada sektor usaha kecil. Mereka adalah kaum yang
secara langsung menerima dampak paling menyengsarakan dari penghisapan kaum
feodal bangsa sendiri dan penindasan yang dilakukan oleh kaum imperialis. Kemudian di
kalangan rakyat Indonesia saat itu, ada sebuah istilah populer dari Eropa Barat yang
digunakan untuk menggambarkan seluruh massa-rakyat Indonesia yang berbeda-beda
corak pekerjaannya yaitu proletar. (Ir. Soekarno, Shaping and Reshaping : Menggalang
Massa Aksi Revolusioner Menuju Masyarakat adil dan Makmur. Jakarta : Cipta Lestari,
1999. hal 16).
Namun hal tersebut disangkal oleh Soekarno karena perkataan proletar dinilai tidak
mewakili kaum melarat Indonesia
Menurut Soekarno, proletar adalah buruh yang bekerja menjual tenaganya, dengan
tidak memiliki alat-alat produksi. (Di dalam Manifesto Partai Komunis yang dituliskan
oleh Karl Marx dan Engels pada tahun 1848, proletar adalah buruh yang tidak mempunyai
alat-alat produksi dan yang menjual tenaganya kepada pemilik alat-alat produksi. Proletar
adalah kelas buruh modern yang digunakan sebagai senjata oleh kaum kapitalis untuk
menumbangkan feodalisme. Kemudian oleh Marx dan Engels dikatakan bahwa proletar
menjadi senjata makan tuan yang menyerang balik kaum kapitalis karena prakteknya
yang memisahkan proletar dari kepemilikan terhadap alat-alat produksi.)
14

Apa sebab saya memakai perkataan Marhaen, tak lain tak bukan, ialah oleh
karena saya pada suatu hari berjalan-jalan di sawah Kiduleun Cigalereng, saudarasaudara, saya berjumpa dengan seorang-orang yang sedang memacul disana, saya
bertanya kepadanya. Saudara, tanah ini siapa punya? Gaduh abdi. Jadi dia ikut
memiliki alat-alat produksi, sawah ini ia punya. Ini pacul siapa punya? Gaduh abdi.
Alat-alat ini, siapa punya? Gaduh abdi. Tetapi saudara, engkau hidup miskin. Betul
saya hidup miskin. Saya pada waktu itu berpikir, ini orang jelas dan tegas bukan
proletar. Ia jembel, ia miskin, ia papa sengsara, ia kekurangan hidup, tetapi ia bukan
proletar, oleh karena dia tidak menjual tenaganya kepada orang lain, dengan ikut
memiliki alat-alat produksi. Sawahnya, milik sendiri, paculnya milik sendiri. Aritnya
milik sendiri. Garunya, milik sendiri. Segala apa-apanya milik sendiri. Hasil daripada
sawahnya ini untuknya sendiri. Tetapi ia jembel, ia miskin. Ia bukan proletar, dia
adalah seorang petani kecil, tani sieur, kata saya pada waktu itu, tani gurem, dia
bukan proletar. Pada waktu itulah saudara-saudara, saya Tanya kepadanya: nama
saudara siapa? Heh, abdi marhaen.
Sementara jutaan rakyat Indonesia pada saat itu bukanlah buruh dan tidak menjual
tenaganya kepada orang lain. Banyak rakyat Indonesia yang bekerja dengan alat-alat
produksinya sendiri seperti kaum tani, pedagang kecil, nelayan, dan lain sebagainya akan
tetapi kehidupan mereka tetap miskin namun mereka tidak tepat jika dikatakan sebagai
proletar. Oleh karena itu, Soekarno mengintegrasikan massa-rakyat Indonesia yang
melarat tersebut kedalam Marhaen bukan proletar, karena proletar sendiri telah masuk
kedalam istilah Marhaen.
Marhaenisme Sebagai ide dan Gagasan
Perjalanan Indonesia pernah mengalami kondisi yang sangat menyakitkan bagi
rakyatnya. Saat itu merupakan masa penjajahan, sistem yang diterapkan pada masa itu
adalah imperialisme. Imperialisme ini merupakan sistem penyebaran kekuasaan. Dengan
menyebarkan kekuasaan tersebut negara yang kuat akan mendapatkan keuntungan
ekonomi, wilayah, dan tenaga kerja. Pada masa imperialisme ini Indonesia dibawah
kekuasaan Belanda dan Jepang.
Kondisi rakyat Indonesia pada masa itu sangat menyedihkan, mulai dari status
social sampai pada pendidikan. Saat itu rakyat Indonesia berada pada kasta paling
bawah. Kasta tertinggi saat itu adalah bangsa eropa kemudian pedagang asia dan yang
terakhir baru rakyat Indonesia.
Melihat kondisi itu Soekarno melihat bahwa masyarakat itu terbagi atas dua
golongan yaitu golongan terjajah dan golongan penjajah. Golongan terjajah merupakan
masyarakat yang menjadi korban imperialisme, sedangkan golongan penjajah itu
merupakan golongan yang menerapkan sistem imperialisme. Dari kondisi ini Soekarno
mempunyai gagasan untuk merespon fenomena tersebut. Gagasan dan ide itu adalah
marhaenisme.
Marhaenisme berasal dari kata marhaen yang mempunyai makna kaum miskin
yang tertindas oleh sistem dan isme yang mempunyai arti sebagai faham. Jadi menurut
kata-kata itu marhaenisme adalah faham kaum miskin, faham yang digunakan untuk
15

memperjuangkan kaum miskin untuk memberantas kemiskinan yang tersistematik itu


sendiri.
Istilah Marhaen diambil Soekarno dari nama seorang petani miskin dari suatu desa
kecil yang berada di Bandung pada tahun 1926. Dijelaskan Soekarno bahwa:
Dari percakapan tersebut dapat disimpulkan bahwa marhaen adalah petani-petani
yang mengerjakan sebidang tanah untuk keperluan mereka sendiri. Mereka adalah
korban dari sistem feodal, yang pada mulanya, terjadi pemerasan terhadap petani oleh
bangsawan selama berabad-abad. Dan kondisi para petani kecil tersebut semakin
sengsara akibat sistem imperialisme yang bercokol di Indonesia. Rakyat yang bukan
petani pun juga menjadi korban imperialisme, karena nasibnya secara turun-temurun
sebagai orang kecil bergerak di bidang usaha yang kecil untuk memperpanjang
hidupnya.
Golongan rakyat yang meliputi hampir seluruh jutaan rakyat tersebut juga
dikategorikan oleh Soekarno sebagai kaum marhaen. Jumlah kaum Marhaen tersebut
meliputi puluhan juta orang di Indonesia, mereka adalah orang-orang yang dimelaratkan
oleh sistem. Mereka adalah orang yang bekerja untuk dirinya sendiri dan orang lain, dan
tidak ada orang yang bekerja untuknya. Jadi yang termasuk dalam kategori Marhaen
adalah semua kaum yang melarat, buruh, tani kecil, pedagang kecil, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat dimengerti alasan Bung Karno yang menganggap kurang tepat
jika menggunakan istilah proletar. Akan tetapi, Marhaen lah yang memberikan Soekarno
ilham untuk menggambarkan nasib jutaan rakyat Indonesia yang melarat tersebut.
Menurut Soekarno, di dalam perjuangan Marhaen memang diakui bahwa kaum
proletar mengambil bagian yang besar sekali karena perjuangan kaum Marhaen adalah
perjuangan yang modern dan rasional. Sebab kaum proletarlah yang kini lebih hidup di
dalam ideologi modern, kaum proletarlah kelas yang kini langsung berhadapan dengan
kapitalisme. Maka, kaum proletar lebih mengerti seluk beluk masyarakat modern. Hal
tersebut dibandingkan oleh Soekarno dengan sikap masih tradisionalnya petani
Indonesia. Kaum tani Indonesia pada umumnya masih hidup dalam ideologi feodalisme
dan hidup di dalam kepercayaan terhadap hal-hal gaib dan mistis (Ir. Soekarno, Dibawah
Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta : Panitia Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964, hal.
254 )
Bung Karno juga menunjukkan kekolotan para petani tersebut yaitu dalam cara
pergaulan hidup dan cara produksi. Cara produksi mereka itu oleh Bung Karno dikatakan
sebagai cara produksi seperti zaman Kerajaan Majapahit. Akibatnya warna idelogi mereka
juga masih kolot seperti zaman Majapahit pula. Sebaliknya kaum proletar telah mengenal
cara produksi kapitalisme, pendek kata menurut Soekarno segala kemoderenan abad ke20 telah dikenal kaum proletar. Oleh sebab itu, sangat rasional jika mereka kaum proletar
dalam perjuangan antikapitalisme dan antiimperialisme itu berjalan di muka sebagai
pelopor.
Kemudian oleh Soekarno dirumuskanlah suatu teori atau asas untuk
menyelamatkan kaum Marhaen tersebut dari sistem feodalisme, kapitalisme,
imperialisme, dan kolonialisme. Teori tersebut dinamakan Marhaenisme. Untuk
mendapatkan pengertian yang luas mengenai Marhaen dan Marhaenisme, dapat dilihat
pada pidato Soekarno pada tahun 1933 dalam Konferensi Partai Indonesia (Partindo)
16

tentang Marhaen dan Marhaenisme. Pidato tersebut juga dijadikan keputusan dalam
konferensi Partindo yang terdiri dari Sembilan tesis tentang Marhaen dan Marhaenisme.
Tesis-tesis tersebut antara lain:
1. Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
2. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan
kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar, oleh karena
perkataan proletar sudah termaktub di dalam perkataan Marhaen, dan oleh
perkataan proletar itu bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum
yang melarat tidak termaktub didalamnya.
4. Karena Partindo berkeyakinan, bahwa didalam perjuangan, kaum melarat
Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya (bagianbagiannya), maka Partindo memakai perkataan Marhaen itu.
5. Didalam perjuangan Marhaen itu maka Partindo berkeyakinan, bahwa kaum
proletar mengambil bagian yang besar sekali.
6. Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan
susunan negeri yang didalam segala halnya menyelamatkan marhaen.
7. Marhaenisme adalah pula cara perjuangan untuk mencapai susunan
masyarakat dan susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya, harus
suatu cara perjuangan yang revolusioner.
8. Jadi marhaenisme adalah cara perjuangan dan azas yang menghendaki
hilangnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme.
9. Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia, yang menjalankan
Marhaenisme
Nilai-nilai Marhaenisme
Didalam marhaenisme terdapat tiga nilai yang disebut sebagai trisila yang harus
diwujudkan, yaitu :
1. Sosio Nasiolalisme
Sosio nasionalisme merupakan faham kebangsaan yang menekankan pada
kemanusiaan. Sosio mempunyai arti sebagai kemanusiaan sedangkan
nasionalisme merupakan faham kebangsaan. Jadi sosio-nasionalisme adalah satu
asas kehidupan rakyat Indonesia yang berdasarkan nasionalisme Indonesia.
Soekarno berpendapat bahwa nasionalisme harus dilandasi oleh rasa cinta
terhadap manusia dan kemanusiaan tanpa membedakan suku, ras, maupun
agama, sehingga nasionalisme Indonesia tidak akan pernah bersifat chauvis,
melainkan humanis. Dari nilai ini terkandung ajaran tentang hidup berbangsa dan
bernegara, dimana dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak dipandang sebagai
kehidupan atas dasar ras, agama, suku, dll. Akan tetapi hidup berbangsa dan
beragama merupakan kehidupan sosial akibat dari tujuan dan keinginan yang
sama, yaitu keinginan untuk kemakmuran, keselarasan, kedamaian, keadilan dan
kesejahteraan.

17

2. Sosio Demokrasi
Sosio demokrasi adalah satu asas kehidupan rakyat yang berdemokrasi gotong
royong, yaitu suatu demokrasi yang bersumber dari kepribadian rakyat Indonesia,
demokrasi yang memberikan keselamatan pada seluruh rakyat Indonesia. Sosio
demokrasi dapat diartikan pula sebagai demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
ala Indonesia. Demokrasi politik yang dimaksud dengan konsep ini adalah
terciptanya sistem politik yang mampu untuk menampung dan mewujudkan
kebutuhan setiap rakyat Indonesia, baik dilihat dari sektor-sektor masyarakat
sampai pada ideologi masyarakat. Semua sektor dan ideologi ini harus mampu
untuk diwujudkan cita-citanya dengan sistem politik keterwakilan. Sistem demokrasi
ekonomi yang dimaksud disini adalah sistem ekonomi yang mampu untuk
menciptakan dan mewujudkan segala kebutuhan rakyat Indonesia sehingga rakyat
akan menjadi makmur dan sejahtera. Sistem ekonomi ini bukan sistem ekonomi
yang hanya dilihat perkembangannya melalui kenaikan pendapatan perkapita, akan
tetapi sistem ekonomi yang dilihat perkembangannya melalui kenaikan atas
kemakmuran rakyatnya, kenaikan atas kesejahteraan rakyatnya, sistem ekonomi
inilah yang dimaksud dengan sistem ekonomi kerakyatan. Dalam menerapkan
sistem demokrasi ini baik itu demokrasi ekonomi atau politik, yang harus
ditekankan adalah pada keadilan demokrasinya, sehingga akan mencerminkan
demokrasi negara yang merdeka dan berdaulat.
3. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah pondasi dari dua asas diatas (sosionasionalisme dan sosio demokrasi), sebagai unsur spiritual guna membimbing
kedua sosio tersebut. Dalam asas ini menekankan bahwa setiap warga negara
Indonesia hendaknya mempunyai agama atau ber-ketuhanan yang maha esa.
Agama yang dimaksud bukan pada satu atau condong pada suatu agama,
melainkan menekankan bahwa semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk
saling menghormati dan menyayangi sesama manusia. Perbedaan setiap agama
hanya berbeda pada tata cara mereka beribadah akan tetapi semua agama
memiliki tujuan yang sama. Oleh sebab itu hendaknya kita saling menghormati atas
kemerdekaan beragama lain.
Itisari
Di dalam Sembilan tesis mengenai Marhaen dan Marhaenisme, disebutkan bahwa
Marhaenisme yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi17. Dalam beberapa pidato
dan tulisan-tulisan Soekarno pun sering disinggung mengenai sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi. Bahkan di dalam pidato mengenai dasar negara Indonesia Merdeka
Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 dikatakan Soekarno:
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu?
Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara Tanya kepada saya,
apakah perasan yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia,
ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang
pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan
18

saya peras menjadi satu; itulah yang dahulu saya namakan sosio-nationalisme.
Dan demokrasi yang bukan barat, tetapi politiek-eckonomische democratie, yaitu
politiek democratie dengan sociale rechtvardigheid, demokrasi dengan
kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan
socio-democratie. (Ir. Soekarno, Lahirnja Pantja-Sila dalam Tudjuh Bahan Pokok
Indoktrinasi. Jakarta: Departemen penerangan Republik Indonesia, 1964, hal. 2829 )
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Sosio-nasionalisme dan Sosiodemokrasi merupakan konsep penting dalam pemikiran Bung Karno. Mulai dari
Marhaenisme sebagai ideologi memaktubkan istilah Sosio-nasionalisme dan Sosiodemokrasi hingga Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia pun memiliki
kaitan erat dengan Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Sebelum menjelaskan
istilah tersebut, perlu dikaji konteks historis Soekarno melahirkan Sosio-nasionalisme dan
Sosio-demokrasi.
Menurut Soekarno, demokrasi adalah cara pemerintahan rakyat dimana cara
pemerintahan tersebut memberikan hak kepada rakyat untuk ikut dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Dan cara pemerintahan tersebut dikatakan Soekarno menjadi cita-cita
semua partai-partai nasionalis di Indonesia saat itu Namun Soekarno menganjurkan agar
kaum Marhaen jangan hanya meniru secara bulat konsep demokrasi yang berkembang di
Eropa Barat saat itu Alasan Soekarno tersebut memiliki dasar yang kuat dan jelas. Sebab
paham demokrasi berkembang setelah meletusnya Revolusi Perancis tahun 1789 yang
membawa perubahan siginifikan dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan yang paling mendasar adalah digantikannya sistem otokrasi (monarki
absolut) yang feodalistis dengan kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) berada di
tangan raja kepada demokrasi yang liberalistis dengan mengembalikan kekuasaan
kepada rakyat. Melalui sistem demokrasi, rakyat mendapatkan kebebasan atas jeratan
kekuasaan raja yang otoriter pada saat itu. Namun, yang perlu dipahami bahwa
demokrasi yang bersifat liberalistis tersebut hanya menguntungkan kelas tertentu saja,
yakni kaum borjuis atau kaum pemilik modal. Kebebasan rakyat baik kaum pemilik modal
(borjuis) maupun kaum buruh (proletar) memang dijamin dalam bidang politik seperti hak
untuk ikut menyelenggarakan pemerintahan ataupun masuk kedalam parlemen. Akan
tetapi dalam bidang ekonomi tetap terjadi diskriminasi antara kedua kelas tersebut. Di
saat kaum buruh merasakan persamaan di dalam urusan politik, di saa itu juga kaum
buruh menjadi tenaga bayaran dalam urusan ekonomi yang dapat diberhentikan atau
dipecat kapan saja oleh kaum pemilik modal. Dikatakan Soekarno bahwa demokrasi yang
berlandaskan liberalisme hanyalah menciptakan kepincangan dalam struktur masyarakat.
Demokrasi dalam bidang politik memang dijalankan akan tetapi tidak diikuti juga oleh
demokrasi ekonomi (Ir.Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi. Jilid I. Jakarta : Panitia
Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 171. )
Alasan tersebutlah yang mendasari argumentasi Soekarno agar kaum Marhaen
dan kaum nasionalis Indonesia hendaknya tidak hanya meniru demokrasi Barat yang
seperti itu. Menurut Soekarno, kaum nasionalis haruslah menghendaki perubahan yang
mendasar dengan mewujudkan sistem yang tidak ada unsur tindas-menindas. Oleh sebab
19

itu, Soekarno menegaskan agar nasionalisme memiliki dasar peri-kemanusiaan. Dari


sinilah lahir istilah Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme dan
Sosio-demokrasi merupakan sintesis atas kritik Soekarno mengenai demokrasi Barat
yang liberalistis. Dua istilah tersebut merupakan istilah yang diciptakan Soekarno untuk
menamakan nasionalisme dan demokrasi yang hendaknya diterapkan di Indonesia seperti
halnya Soekarno menamakan kaum melarat Indonesia kedalam istilah Marhaen.
Sosio adalah masyarakat. Maka Sosio-nasionalisme adalah nasionalismemasyarakat dan Sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat. Untuk lebih jelas apakah
nasionalisme-masyarakat dan demokrasi masyarakat dapat dilihat pada tulisan Soekarno
yang berjudul Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi yaitu:
Nasionalisme-masyarakat adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena rasa
saja, tidak karena gevoel saja, tidak karena lyriek saja,tetapi ialah karena keadaankeadaan yang nyata di dalam masyarakat. Nasionalisme-masyarakat; Sosio-nasionalisme
, bukanlah nasionalisme ngelamun, bukanlah nasionalisme kemenyan, bukanlah
nasionalisme melayang, tetapi ialah nasionalisme yang dua-dua kakinya berdiri
sendiri. Demokrasi-masyarakat, Sosio-demokrasi adalah timbul karena Sosionasionalisme.
Sosio-demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan dua-dua kakinya di
dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan
kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala
Nederland, ala Jerman dan lain-lain,tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari
keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio-demokrasi
adalah demokrasi-politik dan demokrasi ekonomi
Dari tulisan tersebut, dapat ditarik beberapa pengertian mengenai Sosionasionalisme dan Sosio-demokrasi.
Pertama, Sosio-nasionalisme lahir untuk mempertegas sifat nasionalisme yang
harus dibentuk di Indonesia dengan tidak meniru cara pemerintahan demokrasi dari luar
terutama dari Barat yang memiliki kepincangan dalam struktur masyarakat yakni
persamaan di bidang politik namun diskriminasi di bidang ekonomi.
Kedua, oleh karena itu, nasionalisme Indonesia bukanlah sebagaimana pengertian
dari nasionalisme (Bung Karno mengutip pengertian Nasionalisme dari beberapa tokoh
luar seperti Ernest Renan dan Otto Bauer. Dari kedua tokoh tersebut Soekarno
mendefinisikan nasionalisme adalah suatu iktikad, suatu kesadaran rakyat, bahwa rakyat
adalah satu golongan, satu bangsa yang didasarkan pada kehendak untuk bersatu. Lihat
Ibid, hal. 3.) itu sendiri yang hanya mencapai maksud dan tujuan tertentu saja
(kemerdekaan), akan tetapi berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
makmur yang sifatnya humanis tanpa ada lagi sistem yang menindas.
Ketiga, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka nasionalisme haruslah
memperbaiki keadaan-keadaan dalam masyarakat hingga tidak terjadi kepincangan
ataupun kesenjangan baik di bidang politik maupun di bidang ekonomi. Keempat, Sosiodemokrasi lahir karena Sosio-nasionalisme, artinya segala pengertian mengenai Sosionasionalisme memiliki sifat dan dasarnya menurun kepada Sosio-demokrasi. Kelima,
dengan kata lain, Sosio-demokrasi pun berdiri sama tegak dengan kedua kakinya baik di
20

bidang politik maupun di bidang ekonomi yang berusaha mewujudkan masyarakat adil
dan makmur tanpa ada eksploitasi dan diskriminasi dalam masyarakat.
Keenam, Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi,
artinya rakyat berhak ikut dalam pemerintahan ataupun parlemen dalam prinsip
persamaan dan keadilan tanpa merasa khawatir akan nasibnya saat mencari rezeki di
bidang ekonomi.
Marhaenisme ditengah-tengah tantangan global
Indonesia sekarang merupakan satu masyarakat kapitalis yang bersifat setengah
jajahan. Kapitalisme neoliberal telah mencerca. Perubahan ini sekarang ditunjukkan oleh
fenomena globalisasi. Proses ini dianggap sebagai proses revolusi global yang dimana
terdapat satu perubahan yang melibatkan bukan sekedar proses dibidang ekspansiekspansi hubungan pasar, komodifikasi di sembarang tempat dan komunikasi yang
merangkum seantero dunia, melainkan juga memandu dengan transformasi dibidang
kultural. Hal ini merupakan sebuah tantangan baru bagi kaum marhaenis (kaum yang
membela marhaen) dimana tak lain dari korban dari sistem global adalah kaum marhaen.
Dalam kondisi ini terdapat beberapa kebutuhan akan marhaenisme yaitu :
1. Marhaenisme digunakan sebagai sistem negara
Marhaenisme sebagai sistem negara merupakan penciptaan proses politik yang
mampu membentuk keadilan, yang mampu untuk mewakili segenap kepentingan
rakyat Indonesia dan menciptakan demokrasi politik kerakyatan.
2. Marhaenisme difungsikan sebagai jati diri rakyat
Marhaenisme difungsikan sebagai jati diri rakyat, disini menekankan bahwa yang
mampu untuk menciptakan dan membuat gerakan demi terciptanya kemakmuran,
keadilan dan kesejahteraan terletak pada rakyat itu sendiri. Disinilah dibutuhkan
penanaman akan nilai marhaenisme sehingga akan mampu untuk menyatukan
pergerakan demi mencapai tujuan bangsa dan negara.
3. Marhaenisme digunakan sebagai penyeimbang pasar global
Marhaenisme digunakan sebagai penyeimbang pasar yaitu dimana dalam pasar
global yang sudah tidak bisa lagi dikontrol oleh negara sehingga pasar akan
berjalan liar dan membawa korban kaum marhaen. Disini kebutuhan akan konsep
demokrasi ekonomi yang bersifat kerakyatan untuk meyeimbangi kekuatan pasar
global.
Sistem liberalisasi yang saat ini terjadi, tak lain hanya imperialisme modern. Dalam
sistem liberalisme ini korban penindasan tak lain adalah kaum marhaen, mereka tertindas
akan ekonomi, sosial, politik, bahkan budayanya. Untuk itulah marhaenisme ini masih
sangat relevan digunakan sebagai ideologi gerakan pembebasan rakyat Indonesia.

21

Pesan Soekarno Bapak Marhaenisme


Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme.
Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat
di Indonesia. (Pesan Soekarno Bapak Marhaenisme pada saat Kongres Gmni di Kaliurang Jogjakarta, 17 Februari 1959)

Rumusannya adalah sebagai berikut:


Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara
yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.Marhaenisme merupakan
cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya.
Marhaenisme iyalah asas dan cara perjuangan, menuju kepada hilangnya kapitalisme,
imprealisme dan kolonialisme.
Soekarno merumuskan Marhaenisme sebagai sosio-nasionalisme dan sosiodemokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang social
bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust
pula.
Lantas siapakah yang di namakan kaum Marhaen bagi Soekarno. Marhaen adalah
setiap rakyat Indonesia yang melarat atau dimelaratkan oleh setiap kapitalisme,
imprealisme dan kolonialisme.
Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur:
1. Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh)
2. Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia,
3. Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
Dan siapakah yang di maksud dengan kaum Marhaenis, Kaum Marhaenis adalah
setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen
itu, dan Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan
sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan Yang bersama-sama dengan massa
Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat,
bahagia sentosa, adil dan makmur.
Intinya Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme. Setiap
kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum
Marhaen.
Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis tersebut
harus di pahami oleh kader GMNI. Dasarnya ialah dewasa ini ada banyak
22

kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan


Marhaenis itu.
Dengan penegrtian yang saya paparkan diatas, besar harapkan kami mudahmudahan buku panduan pedoman Marhaenis, yang juga berisi tentang pokok-pokok
ajaran Soekarno ini, mampu di aplikasikan dalam bentuk working Ideology, tidak hanya
dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa sebagai Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen yang kita terus perjuangka.
Yang wajib diingat tanpa massa Marhaen, maka gerakan GMNI akan menjadi steril,
Karena itu hilangkan sikap sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa, Nyalakan terus obor
kesetiaan terhadap kaum Marhaen, Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni,
Dan agar yang tidak murni terbakar mati,

New Marhaenisme
Setelah puluhan tahun raib di ruang publik, setelah Sukarno dijatuhkan dan semua
eksperimen politiknya digulung, mulailah para pejabat diharamkan mengucapkan kata itu.
Demikianlah Orde Baru membunuh Marhaenisme.
Marhaenisme adalah paham yang menentang penindasan terhadap rakyat kecil.
Paham ini dijadikan ideologi oleh GMNI dengan mengacu pada sosok Sukarno.
Marhaenisme memang paham yang menolak penindasan rakyat kecil. Istilah
Marhaenisme dan Marhaen pertama kali disebut dalam pidato Sukarno sebagai ketua PNI
(Partai Nasional Indonesia) yang didirikannya pada Juli 1927. Namun, secara resmi istilah
Marhaen memperoleh definisi dalam pidato pembelaannya, Indonesia Menggugat, di
Bandung pada 1930. Lebih jauh, hal ini dijabarkan dalam "Sukarno, Marhaen, dan
Proletar" dalam Pikiran Rakyat pada 1933. Sukarno menyatakan bahwa "pergaulan hidup
Marhaen adalah pergaulan hidup yang sebagian besar terdiri dari kaum petani kecil,
buruh kecil, pedagang kecil, pelayar kecil; kaum marhaen adalah yang semuanya kaum
kecil sengsara dan melarat."
Idiologi partai yang mengunakan Marhaenisme.
Marhaenisme berakhir dengan berfusinya PNI ke dalam PDI pada 1975. Setelah
Soeharto jatuh pada 1998, memang terdapat parpol dan ormas yang seideologi dengan
Sukarno. Mereka ada yang langsung menyebut diri Marhaenis, seperti PNI Front
Marhaen, PNI Massa Marhaen, Partai Rakyat Marhaen, Kesatuan Buruh Marhaenis, dan
Keluarga Besar Marhaenis. Tapi, PDI Perjuangan, meskipun getol memasang gambar
Sukarno dan mengklaim sebagai partainya wong cilik, tak termasuk yang beralih ideologi
ke Marhaenisme.
Hubung keterkaitan antara Marhaenisme dan Marxisme-Komunisme. Akar
Marhaenisme adalah keyakinan pemikiran Marxis-Komunis, seperti juga Islam dan
Nasionalis adalah syarat mutlak jika ingin mencapai cita-cita kemerdekaan. Sukarno juga
mendukung ketika pada 1964 timbul penafsiran Marhaenisme adalah MarxismeKomunisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Penulis biografi
politiknya, Bernard Dahm, menyatakan Sukarno percaya komunisme adalah avant-garde
23

yang dibutuhkan untuk melaksanakan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat. Karena
itulah Sukarno selepas Gestok 1965 berkukuh menolak membubarkan PKI (Partai
Komunis Indonesia).
Sukarno pun kerap mewanti-wanti masyarakat agar jangan bersikap komunistophobi dan memahami betul bahwa gagasan Marhaenisme adalah peningkatan ke derajat
yang lebih tinggi dari metode berjuang (hogere optrekking) serta berpikir Marxis-Komunis.
Bahkan, Sukarno mengatakan bahwa Pancasila hogere optrekking dari Declaration of
Independent dan Communist Manifest.
Dalam amanat pada gemblengan pendidikan kader pelopor Marhaenis 24-25 Maret
1965 di Jakarta, Sukarno menyatakan Marhaenis tidak hanya terdapat dalam PNI, tapi
ada pula dalam gerakan mahasiswa. Sukarno pun menegaskan barangsiapa bersikap
komunisto-phobi dan tidak bersifat progresif revolusioner adalah Marhaenis gadungan.
Sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa,
Kaum intelektual dan agent of change itulah yang selalu di dengungkan kepada
kaum muda atau mahasiswa. Memandang situasi gerakan mahasiswa (dalam hal ini
konteks Indonesia) adalah suatu keharusan bagi kita yang notabenenya adalah bagian
atau termasuk sebagai kaum muda yang intelek.
Berbicara soal gerakan mahasiswa saat ini pastinya tidak bisa terlepas dari sejarah
mahasiswa dan gerakan mahasiswa itu sendiri, namun sebelumnya kita mesti memahami
apa itu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa bisa di katakan kegiatan
kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk
meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis
yang terlibat di dalamnya. Namun itu bukan hanya sekedar meningkatkan intelektualitas
dan kecakapan semata, ada tujuan penting dari gerakan mahasiswa itu sendiri yaitu
pembebasan rakyat dari tirani.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali
menjadi cikal bakal perjuangan nasional, Gerakan Boedi Oetomo (1908) salah satu bukti
betapa berpengaruhnya mahasiswa ini dalam hal perkembangan bangsa. Kita tau bahwa
Gerakan ini didirikan oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA,
wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari
primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Gerakan ini sangat memberikan pengaruh besar di Indonesia dimana kita ketahui
melahirkan pemuda-pemuda sampai sekarang masih sering kita dengar bahkan di sebut
sebagai guru bangsa, seperti misalnya Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Syahrir
tentunya. bahkan sampai pada pasca kemerdekaan Indonesia 1945 pun gerakan
mahasiswa (waktu itu masih di katakana pemuda) masih terbukti jelas masifnya gerakan
mereka. Walau berbagai asumsi lahir sekarang ini tentang terkotak-kotakkannya juga
gerakan mereka yang memang notabenenya gerakan pemuda ke daerahan atau seperti
organda yang kita kenal saat ini.
Namun itu jauh lebih baik jika di bandingkan dengan gerakan mahasiswa sekarang
yang justru lebih terkotak-kotaknya lagi, pragmatis, elitis, dan eksklusif. Dan coba kita lihat
juga prestasi yang di capai gerakan mahasiswa dan rakyat pada saat penggulingan rezim
dan system Orde baru Soeharto. Walaupun lahir lagi sebuah asumsi yang menyatakan
24

gerakan itu bukanlah murni gerakan atas nama Rakyat Indonesia yang tertindas atas
Orba. Bahkan di katakan bahwa gerakan itu justru merupakan settingan dari pelaku
penjajahan gaya baru Indonesia itu sendiri atau yang kita sebut Kapitalisme.
Jika kita melihat pemikiran dan perkembangan secara individual mahasiswa
sekarang memang tidak bisa di nafikkan bahwa mereka memang pantas di daulat sebagai
Agent Of change atau Social Control. Namun kambali lagi bahwa bukan hanya konsep
atau teori yang kita butuhkan sekarang ini tapi justru lebih kepada implementasinya. Ada
pernyataan yang mengatakan bahwa 1 ons gerakan/implementasi lebih berharga di
bandingkan 100 kg konseptor. Dan itu yang benar-benar terjadi di Indonesia saat ini,
Indonesia bisa di bilang gudang para konseptor karna memang pemikiran-pemikiran dan
pembacaan situasi atau geopolitiknya yang tajam dan jelas tapi semua itu tidaklah
berguna jika tidak ada gerakan nyata yang harus di lakukan mahasiswa sekarang ini.
Berbagai Macam Krakteristik Mahasiswa Saat ini
Memang jelas jika di katakan berbagai macam krakteristik mahasiswa, karena
memang mahasiswa sekarang ini sepertihalnya barang dagangan. Ada yang berkualitas,
sedang, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Penyakit apatis dan hedon mungkin yang
sangat urgen di miliki mahasiswa sekarang ini. sudah banyaknya mahasiswa yang tidak
tahu posisinya dan tidak mampu membaca kondisi Indonesia saat ini yang sebenarnya
telah mengalami penjajahan gaya baru. Banyak hal memang yang mempengaruhi ke
apatisan dan hedonisme yang menggrogoti mahasiswa bahkan anggapan buruknya
tentang organisasi.
Disini saya lebih menekankan mahasiswa untuk berorganisasi, dimana kita sendiri
mengetahui bahwa posisi dan kondisi yang saya maksud tadi akan tercipta dan lahir
kebenyakan karena dukungan organisasi atau orang yang berorganisasi. Namun
nyatanya ketakutan akan organisasi bahkan anti organisasi kini di alami oleh sebahagian
besar mahasiswa saat ini. contoh yang mempengaruhinya adalah doktrin-doktrin regulasi
kampus dan juga pandangan buruk dari orang tua. Namun sebenarnya yang lebih fatal
adalah dari aktivis organisasi itu sendiri, karena nyatanya justru para organisatorislah
yang memang seakan memperlihatkan keburukan-keburukannya otomatis paradigma
buruk terhadap mahasiswa yang berorganisasi jelas buruk pula di mata para orang tua
dan mahasiswa yang tidak berorganisasi. Terus apa gagasan untuk permasalahan seperti
ini ? jelas harus di jawab oleh para organisatoris tentunya.
Di masa orde baru, organisasi-organisasi mahasiswa dicekal dengan berbagai cara
bahkan diskusi-diskusi forum mahasiswa juga sangat di haramkan karena di takutkan
mahasiswa mulai terfokus pada permasalahan-permasalahan birokrasi pada waktu itu.
Namun si penguasa jelas tidak tinggal diam jika mahasiswa semakin gencar dengan
gerakannya yang sudah mulai sadar akan buruknya dan tertindasnya kita di zaman
ordebaru. Maka di kampus-kampus pada waktu itu sudah mulai di masuki oleh pihak
militer untuk malihat situasi dan kondisi mahasiswa dan juga menetapkan regulasi
kampus yang pro terhadap pemerintahan Soeharto.
Kemudian ada juga bentuk lain penggiringan mahasiswa itu untuk selalu
terkungkung dalam kampus dengan pengawasan regulasi dan militer, yaitu pembentukan
25

NKK/BKK (Normalisasi kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus. NKK/BKK


seakan menjadi obat bagi mahasiswa yang kehausan organisasi atau aktivitas-aktivitas
organisasi. NKK/BKK atau BEM dan HMJ yang kita kenal sekarang (yang notabenenya
organisasi internal kampus) bertujuan untuk mengikat mahasiswa dan memberikan
kesibukan-kesibukan yang hanya mengurusi persoalan kampus semata, sehingga
keeksistensian organisasi eksternal kampus pun mulai hilang. Bahkan persoalan itu
sampai sekarang masih banyak di alami oleh mahasiswa yang seakan sibuk dengan
organ intra dan tak mau lagi menyentuh organ ekstra yang justru pembahasannya lebih
terfokuskan atau berorentasikan kehidupan Sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Memberikan penyadaran terhadap posisi yang semestinya di ketahui atau disadari
oleh mahasiswa sekarang ini, dan tulisan ini adalah salah satu dari cara penyadaran yang
saya lakukan. Saya sangat berharap kesadaran akan lahir di jiwa mahasiswa yang apatis,
hedonis, anti organisasi, bahkan yang berorganisasipun yang belum menyadari
semuanya.
Gerakan Mahasiswa Yang Pragmatis dan Eksklusif
Gerakan mahasiswa kini mungkin gencar kita lihat di media-media dan lingkungan
kita sendiri. Entah itu bersifat aktivitas internal bahkan sampai pada gerakan yang turun
ke jalan. Mahasiswa di identic dengan Demonstrasi entah itu aksi damai ataupun yang
bersifat frontal atau barbar. Semua itu pastinya kembali lagi pada internal organisasi atau
mahasiswa itu sendiri. Tapi jujur terkadang pula semua itu karena adanya pihak-pihak
yang kontra terhadap gerakan mahasiswa atau demonstrasi contohnya pihak media, yang
dimana kita ketahui bahwa media-media sekarang adalah milik pengusaha yang sudah
termasuk pula dalam ruang lingkup elit politik. Seperti MNC Group (Hari Tanoe), Metro TV
(Surya Palo), TV One (Abu Rizal Bakrie) dll. Mengapa saya mengatakan bahwa terkadang
media yang seakan memprovokasi dan menimbulkan pandangan buruk terhadap aksi
demonstrasi mahasiswa yang di identic dengan kekerasan. Seperti halnya aksi-aksi yang
sering terjadi di Makassar yang sering kita lihat bentrok dengan polisi atau masyarakat
tetapi sebenarnya yang terjadi mahasiswa bentrok dengan preman sewaan polisi yang
berpura-pura sebagai warga setempat dan di media-media di beritakan bahwa mahasiswa
bentrok dengan masyarakat, sehingga pandangan buruk terhadap mahasiswa semakin
terbentuk dalam benak dan pikiran masyarakat atau orang tua kita.
Kembali lagi kita memfokuskan tentang wacana gerakan mahasiswa saat ini
yang tak lagi massif tetapi justru pragmatis dan eksklusif. Jika kita melihat dari factor
keilmuan atau kapasitas intektual mahasiswa sekarang, justru sangat meyakinkan bahwa
mahasiswa memang adalah Agent Of Change. Tapi mengapa demikian gerakan
mahasiswa kini masih saja stagnan dalam geraknya. Banyaknya macam organisasi
mahasiswa yang kini eksis di berbagai kampus membuat gerakan ini tak mampu lagi
menunjukkan tujuan ulung sebagai mahasiswa penyambung lidah rakyat. Memang turun
ke jalan adalah salah satu bentuk implementasi dari kesadaran atau bentuk menuju
perubahan, tapi apakah setelah itu nasib rakyat Indonesia akan berubah ? jelas belum !
karena kenapa, kembali lagi mereka hanya sekedar tau bahwa sekarang Indonesia telah
di jajah (kapitalisme) tanpa ada kesadaran yang timbul dari hati dan tidak mampunya
mahasiswa membuat strategi-strategi politik serta perubahan nyata atau implementasi
26

dari konsep matang atau bahkan sudah basi karena terlalu lama tersimpan di kepala para
mahasiswa ini, makanya tidak heran jika di katakan mahasiswa kini hanya beronani
dengan pikirannya sendiri.
Gejala-gejala social yang kini sudah semakin terlihat dan gerak-gerik sang
penjajah kini sudah mulai di dengar dan di lihat tapi seakan tidak ada yang berani untuk
melakukan perlawanan terhadap mereka. Kini mahasiswa hanya sibuk bergelut dalam
ruang lingkup internalnya masing-masing, terperangkap dalam tempurung dengan
menjalankan aktifitas yang kadang tidak produktif bahkan ada yang membuat kesibukan
kompetisi sesama kawan sendiri yang semestinya dijalani dengan program bersama,
sehingga suatu keniscayaan jika gerakan mahasiswa sebagai insan intelektual
terkungkung dalam keterpurukan. Dan kemudian karena banyaknya bentuk dan pemikiran
organisasi ini sehingga menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang arogansi
organisasinya tinggi bahkan bersifat egois dan fundamental. Lain halnya permasalahan
para kaum muda lain pula halnya permasalahan atau pergolakan di ruang lingkup si kaum
borjuasi dan slingkuhannya pemodal asing. Dimana kita ketahui bahwa Indonesia yang
merupakan anggota dari WTO (world trade organization) semakin terpuruk, semakin
dimiskinkan itu semua dikarenakan kepentingan-kepentingan serakah dari pemerintah
atau penguasa di Indonesia sendiri.
Berbagai macam asumsipun lahir atau prediksi-prediksi bahwa di tahun 2015
neoliberalisme real akan menjadi system pasar di Indonesia. Walau sebenarnya
neoliberalisme sudah lama menghantui produksi ekonomi local Indonesia. Contohnya
berbagai macam usaha-usaha luar yang dengan bebas berdiri di berbagai daerah di
Indonesia yang jelas semua itu akan mematikan lokalitas ekonomi di Indonesia tentunya.
walau sebenarnya di setiap daerah ada regulasi atau peraturan daerah yang
mengaturnya, namun semua itu tak mampu menahan keseimbangan antara pelaku usaha
asing dan local di setiap daerah di Indonesia. Pemerintah memang sudah tak mampu lagi
berbuat apa-apa, bisa di bilang kita hanya menunggu Indonesia di miliki oleh Negaranegara adikuasa seperti USA.
Jika seperti itu kita mesti harus kembali membangunkan harimau-harimau forum
agar mulai keluar dari sarangnya dan mulai melakukan gerakan nyata bukan hanya
bisanya obral teori semata. perlawanan terhadap system kapitalisme mungkin sudah
banyak di rancang oleh berbagai organisasi mahasiswa atau elemen-elemen masyarakat
tertindas. Namun karena tidak menyatunya gerakan atau terkoktak-kotakkannya gerakan
sehingga tidak sampai pada hasil yang di inginkan. Semua itu bukan hanya arogansi
organisasi yang dimiliki sebahagian besar para aktivis pro rakyat tapi juga keegoisan dari
mereka sendiri dan anggapan mereka atau yang menganggap bahwa mahasiswalah satusatunya yang mampu merubah Indonesia saat ini. sehingga menganggap bahwa
masyarakat yang awam (buruh, petani, dan miskin kota) harusnya hanya tinggal diam dan
menunggu nasibnya di rubah. Padahal kalau kita melihat justru gerakan merekalah yang
massif saat ini karena memang mereka sudah terserikatkan dan semua itu karena
kesadaran mereka yang timbul karena memang merekalah yang lebih merasakan
penindasan itu. Andai jika gerakan persatuan mahasiswa dan elemen rakyat tertindas
lainnya menyatu untuk melakukan perlawanan, mungkin kita atau Indonesia akan menuai
harapan yang indah yaitu kesejahteraan.
27

Mahasiswa Saatnya Keluar Dari Sarangnya (Kampus)


Gerakan mahasiswa tak mampu lagi memperlihatkan kemassifannya di karenakan
berbagai macam persoalan seperti yang saya katakan di penjelasan sebelumnya. Kunci
satu-satunya untuk melakukan pembebasan rakyat dari tirani adalah gerakan berbagai
pihak dan elemen masyarakat yang menyatu dalam satu gerakan nyata dengan satu
tujuan yaitu perlawanan terhadap kapitalisme dan memperoleh kesejahteraan sebagai
imbalan dari perlawanannya.
Tapi jika melihat organisasi-organisasi saat ini yang masih sibuk dengan
internalnya dan maunya bergerak sendiri tanpa adanya konsolidasi jelas tidak akan
menuai hasil yang maksimal atau sesuai dengan harapan Indonesia tentunya. maka perlu
kiranya mahasiswa sekarang ini keluar dari dalam kampus dalam artian mulai terbuka
dengan organisasi lainnya atau elemen-elemen masyarakat lainnya dan membangun
pandangan atas musuh bersama yaitu kapitalisme. Mungkin kita semua tahu bahwa
segala sesuatu atau hampir semua sector di Indonesia kini telah di kapitalisasi bahkan
pedesaan yang notabennya pertahanan terakhir sudah mulai di rebut oleh pihak kapitalis,
maka perlu kiranya mahasiswa yang mempunyai waktu luang mulai meninggalkan
paradigma Agent Of Change (yang sebenarnya buatan rezim orba) dan tak lagi
menyombongkan diri sebagai satu-satunya agent atau yang mampu malakukan
perubahan.
Mahasiswa harusnya mulai turun melakukan advokasi terhadap masyarakat dan
melakukan penyebarluasan kesadaran terhadap rakyat tentang system hari ini yang
kontra terhadap kesejahteraan rakyat. Dan kemudian membangun gerakan nyata
bersama semua elemen masyarakat karna memang mahasiswa adalah kaum pelopor
bagi agent of change yaitu masyarakat. Masyarakatlah yang sebenarnya agent of change,
karena merekalah orang-orang yang telah memiliki kelas dan bersentuhan langsung
dengan proses kerja kapitalis dan mereka jugalah yang merasakan penindasannya.
Mahasiswa yang sebagai pelopor bagi masyarakat karena dialah yang mempunyai waktu
luang untuk memikirkan, merancang semua tapi pelaku atau subyek perubahan itu adalah
rakyat sendiri tentunya.
Saya sangat berharap mahasiswa mulai sadar akan posisi dan kondisi negrinya
saat ini yang di ambang kehancuran. Saatnya membuang semua gengsi, arogansi
organisasi, dan keegoisan sehingga dapat menyatukan sentakan dan teriakan menuju
cita-cita ulung semua masyarakat yang sadar dan masyarakat yang rindu akan
kesejahteraan. Perbedaan mamang jelas dan akan selalu ada, bahkan perbedaanlah
yang akan mempersatukan kita untuk mencapai mimpi-mimpi indah kita bersama. Jangan
sekali-kali mengharapkan persatuan jika perbedaan engkau larang bahkan haramkan !
NDP & Pancalogi GMNI
Nilai Dasar Perjuangan GmnI
1. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa Warga Negara Republik Indonesia yang
Independen bersifat bebas, aktif dan berwatak kerakyatan.

28

2. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berwawasan Nasional yang tidak membedabedakan kesukuan, keagamaan, dan status sosial anggotanya, senantiasa
menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan Bangsa dan Negara dalam Perjuangan.
3. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berkewajiban membela dan mengamalkan
Pancasila senantiasa menjunjung tinggi Kedaulatan Negara di bidang ekonomi, politik,
budaya dan pertahanan keamanan.
4. GmnI adalah Organisasi Mahasiswa yang berkewajiban menggalang kekuatan nasional
yang berjuang tanpa pamrih dalam melaksanakan amanat penderitaan rakyat.
5. GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang menjunjung tinggi kedaulatan
negara, harkat dan martabat rakyat serta nama dan citra GmnI dalam kata-kata, sikap
maupun perbuatan.
6. GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai kader bangsa yang
bersikap jujur, senantiasa patuh dan taat pada amanat dan konstitusi organisasi,
menepati janji dan sumpah keanggotaan.
7. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai penuntut ilmu yang
bertanggung jawab, bersikap sopan dan menghargai sesamanya.
8. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang tidak menjadikan
status sebagai predikat, senantiasa mengejar cita-cita tanpa kenal menyerah,
menunjukkan kesederhanaan hidup serta menjadi tauladan dalam lingkungannya.
9. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang yang bermaksud
melanjutkan cita-cita proklamasi dan amanat UUD 1945 dalam mewujudkan tatanan
masyarakat yang berkeadilan sosial.
10. Anggota GmnI adalah pejuang pemikir dan pemikir pejuang sebagai insan akademis
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan dalam pergaulan bangsa-bangsa.
PANCALOGI GMNI
Lima prinsip yang harus menjadi jati diri bagi perjuangan setiap anggota GMNI :
Pertama : I D E O L O G I
Ideologi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus dilandaskan pada Ideologi
yang menjadi Azas dan Doktrin Perjuangan GmnI, sebab ideologi merupakan acuan
pokok dalam penentuan format dan pola operasional pergerakan.
Kedua : R E V O L U S I
Revolusi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus berorientasi pada
perombakan susunan masyarakat secara revolusioner. Revolusi bukan berarti
pertumpahan darah, tetapi dalam pengertian pemikiran.
Ketiga : O R G A N I S A S I
Organisasi artinya, perjuangan GmnI adalah perjuangan yang terorganisir, sesuai
dengan azas dan doktrin perjuangan GmnI.
Keempat : S T U D I
Studi artinya, sebagai organisasi mahasiswa, maka titik berat perjuangan GmnI
adalah pada aspek studi. Amanat Penderitaan Rakyat harus dijadikan titik sentral
dalam pendorong upaya studi ini.
Kelima : I N T E G R A S I
29

Integrasi artinya, Perjuangan GmnI senantiasa tidak terlepas dari Perjuangan Rakyat
Semesta. Setiap warga GmnI harus selalu berada ditengah-tengah Rakyat yang
berjuang.

30

Anda mungkin juga menyukai