Anda di halaman 1dari 118

Tugas Teori Sosiologi Klasik

Teori Sosiologi Klasik


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Farida Hanum, M. Si.

Di Susun Oleh :
Bayu Dwi Atmoko (14413244021)
Pendidikan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta

Page 0

BAB I
Karl Marx

A. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh
filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von
Magnis membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang
dibedakan ke dalam pemikiran Marx muda (young Marx) dan Marx tua
(mature Marx). Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan
kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang
berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Tuhan. Marx yang
materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu
idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.
Pemikiran-pemikirannya sosiologisnya antara lain dialektika, teori
keas sosial, determinisme ekonomi dan kritik masyarakat. Mark sangat
terkenal dengan dialektika materialis dan dialektika historisnya karena
bagi dia kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah adalah cara
manusia berhubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya,
yang abadi untuk merenggut kehidupan dari alam.
Munculnya kelas-kelas sosial dan hak milik atas alat-alat produksi
disebabkan karena usaha manusia untuk mengamankan dan memperbaiki
keadaan hidup. Usaha ini dilakukan dengan pembagian kerja yang
semakin spesialis. Masyarakat terbagi menjadi dua, yakni kelas penguasa
dan kelas pekerja. Pembagian yang semakin spesialis inilah yang akhirnya
membuat perbedaan tajam antara hidup seseorang yang berada di kelas
penguasa dan kelas bawah. Oleh karena itu Mark di dalam bukunya the
Communist Manifesto berusaha mengubah faham kapitalus menjadi
komunis menurut Karl Marx. Namun hal itu tidak semudah untuk merubah
keadaan yang pada awalnya menganut paham kapitalis menjadi sebuah
keadaan tanpa hak atas milik pribadi.
Oleh karena itu sangat menarik sekali untuk mengkaji tentang
pemikiran Karl Marx, kami penulis akan mencoba mengulas mengenai

Page 0

bagaimana latar belakang timbulnya pemikiran Karl Marx, Biografi Karl


Marx, serta pemikiran Karl Marx itu sendiri sehingga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kita mengenai pemikiran salah satu ahli filsafat
terbesar sepanjang zaman.
B. Biografi Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, Prussia, pada 5 Mei 1818 (Beilharz, 2005e).
Ayahnya adalah seorang pengacara, memberikan kehidupan keluarga kelas
menengah yang agak khas. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga rabbi, tetapi
karena alasan-alasan bisnis, sang ayah telah berpindah agama ke Lutheranisme
ketika Karl masih sangat muda. Pada 1841 Marx menerima gelar doktornya di
bidang filsafat dari Universitas Berlin, yang sangat dipengaruhi oleh Hegel dan
para Hegelian muda, yang bersikap mendukung, namun kritis terhadap guru
mereka. Disertasi Marx adalah suatu risalat filosofis yang kering, tetapi benarbenar mengantisipasi banyak dari idenya di kemudian hari. Setelah lulus dia
menjadi seorang penulis untuk sebuah koran yang liberal-radikal dan dalam
sepuluh bulan dia telah menjadi kepala editornya. Akan tetapi, karena pendirianpendirian politisnya, koran itu ditutup oleh pemerintah tidak lama kemudian. Esaiesai awal yang diterbitkan di dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah
pendirian yang akan menuntun Marx di sepanjang hidupnya. Pendirian-pendirian
itu dibubuhi secara liberal dengan prinsip-prinsip demokratis, humanisme, dan
idealisme anak muda. Dia menolak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi yang
naif para komunis utopian, dan menolak para aktivis yang sedang mendesakkan
hal yang oleh Marx dianggap sebagai tindakan politis pengatur. Dalam menolak
para aktivis tersebut, Marx meletakkan dasar bagi pekerjaannya sepanjang hayat:
Usaha-usaha praktis, oleh massa sekalipun, bisa segera dijawab dengan
Meriam bila sudah membahayakan, tetapi ide-ide yang telah mengalahkan intelek
kita dan menundukkan keyakinan kita, ide-ide yang telah memaku suara hati kita,
adalah rantai-rantai yang tidak dapat dilepaskan orang tanpa mematahkan
hatinya ; mereka adalh setan-setan yang dapat dikalahkan orang hanya dengan
menyerahkan diri kepadanya.(Marx, 1842/1977: 20)

Page 0

Marx menikah pada 1843 dan tidak lama kemudian terpaksa


meninggalkan Jerman untuk mencari suasana yang lebih liberal di Paris. Di sana
dia terus bergumul dengan ide-ide Hegel dan para pendukungnya, tetapi dia juga
menjumpai dua kumpulan ide yang baru sosialisme Prancis dan ekonomi politis
Inggris. Caranya menggabungkan Hegelianisme, sosialisme, dan ekonomi politis
yang membentuk orientasi intelektualnya unik. Juga yang sangat penting pada
titik tersebut ialah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi sahabat
seumur hidup, dermawan, dan kolaboratornya-Friedrich Engels (Carver, 1983).
Putra seorang pemilik pabrik tekstil, Engelsmenjadi seorang sosialis yang kritis
terhadap kondisi-kondisi yang sedang dihadapi kelas pekerja. Banyak rasa iba
Marx untuk kesengsaraan kelas pekerja berasal dari pembukaan dirinya kepada
Engels dan ide-idenya. Pada 1844 Engels dan Marx melakukan percakapan yang
panjang di sebuah kafe yang terkenal di Paris dan meletakkan dasar-dasar bagi
hubungan mereka yang berlangsung seumur hidup. Mengenai percakapan itu
Engels mengatakan, kesepakatan kami yang lengkap di semua bidang teoritis
menjadi jelas dan kerja sama kami dimulai sejak saat itu (McLellan, 1973: 131).
Pada tahun berikutnya, Engels menerbitkan suatu karya yang terkenal, The
Condition on the Working Class in England. Selama periode tersebut Marx
menulis sejumlah karya yang sulit dimengerti (banyak yang tidak diterbitkan
semasa hidupnya), termasuk The Holy Family (1845/1956) dan The German
Ideology (1845-1846/1970) (keduanya ditulis bersama Engels), tetapi dia juga
menulis The Economic and Philosophic Manuscripts of 1844 (1932/1964), yang
membayangkan pergulatannya kelak yang kian meningkat di ranah ekonomi.
Sementara Marx dan Engels menganut orientasi teoritis yang sama, ada banyak
perbedaan di antara kedua pria itu.

Page 0

C. Teori Pemikiran Karl Marx


1. Dialektika
Gagasan tentang filsafat dialektis telah ada selama berabadabad(Gadamer,1989). Gagasan dasarnya adalah arti penting kontradiksi.
Sementara kebanyakan filsuf, dan bahkan orang awam memperlakukan
kontradiksi-kontradiksi sebagai kesalahan-kesalahan, filsafat dialektis
percaya bahwa kontradiksi-kontradiksi eksis di dalam realitas dan cara
yang paling tepat untuk memahami realitas adalah dengan mempelajari
perkembangan kontradiksi-kontradiksi tersebut.
Marx juga menerima arti penting kontradiksi-kontradiksi untuk
perubahan historis. Kita dapat melihat hal ini di dalam rumusannya yang
terkenal seperti Kontradiksi Kapitalisme dan Kontradiksi Kelas.
Namun berbeda dengan Hegel, Marx tidak percaya bahwa kontradiksikontradiksi ini bisa dipecahkan di dalam pemahaman kita, yakni di dalam
pikiran-pikiran kita. Bagi Marx kontradiksi-kontradiksi ini benar-benar
ada dan tidak dapat di pecahkan oleh filsuf yang hanya duduk di belakang
meja tulisnya, melainkan oleh perjuangan hidup dan mati demi mengubah
dunia sosial.

Dialektika lebih membawa kita kepada minat untuk

mengkaji konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang terjadi di antara


berbagai level realitas sosial, ketimbang minat sosiologi tradisional
terhadap level-level yang saling berhubungan secara teratur dengan suatu
keseluruhan yang kohesif.
2. Metode Dialektis
Fokus Marx pada kontradiksi-kontradiksi yang benar-benar ada,
membawa dia kepada suatu metode khusus untuk mempelajari fenomena
sosial yang disebut dialektika (Ball,1991;Friedrichs, 1972; Ollman, 1976;
Schneider, 1971)
Fakta dan Nilai
Dalam analisis dialektis, nilai-nilai sosial tidak dapat dipisahkan
dari fakta-fakta sosial. Kebanyakan sosiolog menganggap nilai-nilai

Page 0

mereka bisa dan bahkan harus dipisahkan dari studi mereka terhadap
fakta-fakta dunia sosial, tetapi juga tidak diinginkan, karena hal itu akan
menghasilkan suatu sikap ketidakberpihakan.
Hubungan Timbal Balik
Metode analisis dialektis bukanlah hubungan sebab akibat
sederhana dan satu arah antar bagian-bagian dunia sosial. Bagi pemikir
dialektis, pengaruh-pengaruh sosial tidak pernah secara sederhana
mengalir di satu arah sebagaimana yang diandaikan para pemikir-pemikir
sebab akibat. Bagi dialektikawan, satu faktor dapat berpengaruh pada
faktor lain, namun juga faktor lain ini juga akan berpengaruh pada faktor
pertama. Jenis pemikiran ini bukan berarti bahwa dialektikawan tidak
pernah mengakui adanya hubungan sebab akibat dalam dunia sosial.
Ketika para pemikir dialektis berbicara tentang kausalitas, bukan berarti
mereka selalu melihat faktor-faktor sosial berdasarkan hubungan timbal
balik seperti yang mereka lakukan pada kehidupan sosial.
Masa lalu,masa Sekarang, dan Masa Depan
Hubungan realitas kontemporer dengan fenomena-fenomena sosial
masa lalu dan masa yang akan datang memiliki dua implikasi yang
teroisah terhadap sosiologi dialektis. Pertama, bahwa sosiolog dialektis
bergelut mempelajari akar-akar historis dunia kontemporer sebagaimana
yang dilakukan oleh Marx (1857-58/1964) dalam studinya terhadap
sumber-sumber kapitalis modern.

Kedua, banyak pemikir dialektis

menyesuaikan diri dengan tren sosial masa sekarang untuk memahami


arah yang mungkin bagi masyarakat di masa depan.
Tidak Ada yang Tidak Dapat Dielakkan
Pandangan dialektis yang melihat adanya hubungan antara masa
sekarang dengan masa yang akan datang bukan berarti masa datang
ditentukan oleh masa sekarang. Terence Ball (1991) menggambarkan
Marx sebagai seorang yang meyakini kesempatan politis ketimbang
kepastian sejarah. Karena fenomena sosial selalu melahirkan aksi dan
reaksi, maka dunia sosial tidak dapat dilukiskan lewat model yang
sederhana dan deterministik. Masa yang akan datang mungkin didasarkan

Page 0

pada beberapa model yang ada saat ini, tetapi itu bukan berarti dia sudah
pasti seperti yang digambarkan model itu.
Aktor dan struktur
Para pemikir dialektis juga tertarik pada dinamika hubungan aktor
dan struktur sosial, termasuk Marx yang juga sudah mengetahui saling
pengaruh yang terus terjadi antara level-level utama analisis sosial.Inti
pemikiran Marx
struktur

berada pada hubungan antara manusia dan struktur-

skala luas yang mereka ciptakan(Lefebvre, 1968:8). Metode

dialektis mengakui keadaaan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang
akan datang, dan hal ini juga berlaku untuk aktor-aktor dan strukturstruktur.
3. Sifat Dasar manusia
Marx

membangun

anaisis

kritisnya

terhadap

kontradiksi-

kontradiksi masyarakat kapitais berdasarkan premis - premisnya tentang


sifat dasar manusia, hubungannya dengan pekerja, dan potensinya bagi
alienasi dibawah kapitalisme. Marx percaya bahwa ada kontradiksi nyata
antara sifat dasar kita dan cara kita bekerja dalam masyarakat kapitalis.
Marx (1964:64) menulis di dalam karyanya awalnya bahwa
manusia merupakan suatu ansambel relasi relasi social. Dengan ini dia
ingin mengatakan bahwa sifat dasar kita jalin menjalin dengan relasi relasi
social kita yang khusus dan konteks institusional kita. Oleh karena itu,
sifat dasae manusia bukan merupakan suatu yang statis, akan tetapi
berbeda beda sesuai latar historis dan social. Untuk memahami sifat dasar
manusia kita harus memahami sejarah social karena dia dibentuk oleh
kontradiksi kontradiksi dialektis yang sama yang diyakini marx sebagai
pembentuk sejarah masyarakat.
Bagi marx, konsepsi tentang sifat dasar manusia yang tidak
memperhitungkan factor factor social dan sejarah adalah salah, akan tetapi
melibatkan factor factor itu juga tidak sama dengan tindak menggunakan
konsepsi tentang sifat dasar manusia sama sekali. Malahan factor factor itu
hanya memperumit dan memperdalam konsepsi tersebut. Bagi marx,

Page 0

adasuatu sifat dasar manusia pada umumnya, akan tetapi yang tidak
penting

adalah

sifat

dasar

tersebut

dimodifikasi

pada

masing

masingtahapsejarah (marx, 1842/ 1977: 609). Ketika bicara tentang dasar


umum kita, marx sering menggunakan istilah species being. Yang dia
maksud adalah potensi-potensi dan kekuatan kekuatan yang unik yang
membedakan kita dari spesies yang lain.
Louis althusser (1969: 229), berpendapat bahwa marx dewasatidak
meyakini adanya sifat dasar manusia apa pun. Tentu saja ada alasan untuk
menganggap sifat dasar manusia tidak penting bagi seseorang yang tertarik
mengubah masyarakat. Ide-ide tentang sifat dasar manusia- seperti
ketamakan, kecenderungan pada kekerasan, perbedaan gender alamiah
kita - sering

digunakan untuk menentang perubahan social apapun.

Konsepsi konsepsi sifat dasar manusia itu konservatif. Jika probemproblem kita disebabkan oleh sifat dasar kita, maka kita lebih baik belajar
untuk membiasakan diri mencoba mengubah segala sesuatu.
Meskipun demikian, jelas sekali bahwa marx memiliki konssep sifat dasar
manusia (geras, 1983). Bahkan, kurang masuk akal untuk mengatakan
bahwa sifat dasar manusia tidak ada. Sekalipun kita seperti kotak kapur
kosong, kotaak kapur tersebut mesti terbuat dari sesuatu, dan mesti
memiliki sifat, seperti bahwa tanda tanda kapur bisa tampak pada kotak
kapur tersebut. Pernyataan yang sebenarnya bukanlah apakah kita
memiliki sifat dasar, melainkan sifat semacam apa yang kita miliki tak
berubah atau terbuka terhadap proses-proses historis.
4. Kerja
Kerja adalah, pertama dan utama sekali, suatu proses dimana
manusia dan alam sama-sama terlibat, dan dimana manusia dengan
persetujuan dirinya sendiri sama-sama terlibat, dan dengan persetujuan
dirinya sendiri memulai, mengatur, dan mengontrol aksi reaksi material
antara dirinya dan alam. Dengan bertindak terhadap dunia eksternal dan
mengubahnya, manusia pada saat yang bersamaan mengubah sifat dasar

Page 0

dirinya. Dia mengembangkan kekuatan- kekuatan yang tidak aktif dan


memaksanya

untuk

bertindak

patuh

terhadap

kekuasaan.

Kita

mengendalikan kerja dalam suatu bentuk yang hanya diperuntukan khusus


buat manusia. Seekor laba laba membuat sarang bagaikan seorang
penenun dan bahkan seekor tawon maupun membuat malu seorang arsitek
karena sarang yang dibuatnyaa. Namun, inilah yang membedakan arsitek
terburuk dengan tawon terbaik, bahwa si arsitek sudah membayangkan
struktur bangunan yang akan dibuatnya di dalam imajinasi sebelum
membangunnya di dalam kenyataan. Di akhir setiap proses kerja, kita
memperoleh hasil yang sebelumnya sudah ada di dalam imajinasi para
pekerja. Dia tidak akan mengubah bentuk material bahan yang diolah,
tetapi juga berhasil sampai pada satu tujuan. (marx, 1867/1967: 177-17)
Dalam kutipan diatas kita melihat bagian bagian penting pandangan
marx tentang hubungan antara kerja dan sifat dasar manusia. pertama,
yang membedakan kita dengan binatang yang lain,spesies kita sebagai
manusia adalah bahwa kerja kita mewujudkan suatu hal di dalam realitas
yang sebelumnya hanya ada di dalam imajinasi. Produksi kita
merefleksikan

tujuan

kita.

Marx

menyebut

proses

dimana

kita

menciptakan obyek-obyek eksternal di luar pikiran internal kita dengan


obyektifitasi. Kedua, kerja ini bersifat material. Ia bekerja dengan alam
material untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan material kita. Ketiga, dan
terakhir, marx mempercayai bahwa kerja ini tidak hanya mengubah alam,
tetapi juga mengubah kita termasuk kebutuhan, kesadaran, dan sifat dasar
kita. Kerja, oleh karena itu, pada saat yang sama merupakan (1)
obyektivikasi tujuan kita,(2) pembentukan suatu relasi yang esensial antara
kebutuhan manusia dengan obyek obyek material kebutuhan kita, dan (3)
transformasi sifat dasar kita.
Peggunaan istilah kerja oleh marx tidak dibatasi untuk aktifitas
ekonomi belaka, meainkan mencangkup seluruh tindakan tindakan
produktif dimana kita mengubah dan mengolah alam material untuk tujuan
kita. Apapun yang diciptakan melalui aktifitas bertujuan bebas ini

Page 0

merupakan suatu eksprresi dan transformasi hakikat kemanusiaan kita .


karya seni merupakan obyektifitas seniman.namun, benar juga bahwa
proses penciptaan kkarya seni mengubah seniman. Melalui proses
produksi seni ide ide seniman tenntanng seni berubah atau seniman
mungkin menjadi sadar akan sebuahvisi baru yang membutuhkan
obyektivitas selanjutnya.
Kerja bahkan kerja artistic,merupakan respon terhadap kebutuhan,
dan transformasi yang di bawa kerja itu juga mentransformasikan
kebutuhan kita. Pemenuhan kebutuhan bisa membawa kita padapenciptaan
kebutuhan baru (marx dan engels, 1845-46/1970:43). Misalnya sajamobil
memenuhi kebutuhan transportasi, walaupun pada awalnya

sebagian

orang menganggap dahulu membutuhkan mobil, tapi sekarang kebanyakan


orang membutuhkanya. Kita bekerja sebagai respons terhadap kebutuhan
kita, akan tetapi kerja itu sendiri mentransformasikan kebutuhan
kebutuhan kita, yang bisa membawa kita kepada bentuk bentuk aktifitas
produktif baru, menurut marx, transformasi kebutuhan kebutuhan kita
melalui kerja inilah yang menjadi mesin sejarah manusia.
tidak hanya syarat syarat obyektif yang berubah di dalam tindakan
produksi. Tetapi para produserpun berubah, mereka menghasilkan
kualitas kualitas baru di dalam diri mereka sendiri, mengembangkan diri
mereka di dalam produksi,mentransformasikan,mengembangkan kekuatan,
kekuatan, ide-ide, berbagai bentuk hubungan kebutuhan-kebutuhan dan
bahasa baru. Marx, 1857-58/1974:494)
5. Pandangan Materialisme Historis Karl Marx
Pandangan materialisme historis adalah pandangan tentang faktorfaktor yang menentukan perkembangan sejarah. Pandangan materialisme
historis menurut Marx, Materialisme dalam Marx berarti bahwa kegiatan
dasar manusia adalah kerja sosial. Di sini dia menerima pengandaian
Feurbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, dan dalam Marx
objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Istilah

Page 0

Sejarah mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya tentang


sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut
perwujudan

dari

Roh,

melainkan

perjuangan

kelas-kelas

untuk

mewujudkan dirinya mencapai kebebasan/emansipasi.


Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa produksi
kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat
dan pengembangannya. Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertamatama harus makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah itu
baru mereka melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama,
dan seterusnya. Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung.
Dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat
atau jaman menjadi dasar dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandanganpandangan hukum, seni, dan bahkan perkembangan pandangan-pandangan
religius orang-orang yang bersangkutan.
Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat, pekerjaan
masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka
produksi dan cara mereka berproduksi. Pandangan ini disebut materialis.
Disebut materialis karena sejarah manusia dianggap ditentukan oleh
syarat-syarat produksi material. Jadi Marx memakai kata materialisme
bukan dalam arti filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa
seluruh realitas adalah materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktorfaktor yang menentukan sejarah. Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran
melainkan keadaan material manusia dan keadaan material adalah
produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia menghasilkan apa
yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan manusia dan
cara ia bekerja. Jadi, untuk memahami sejarah dan arah perubahannya,
manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh manusia,
melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi. Sejarah
tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan
produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh
perubahan pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi.

Page 0

Menurut Doyle Pual Johnson dalam bukunya Teori Sosiologi


Klasik dan Modern konsep materialis Marx yang diterapkan pada
perubahan sejarah untuk pertama kalinya dijelaskannya dalam The
German Ideology, disusun bersama Engels. Tema pokok dalam karya ini
adalah bahwa perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk kesadaran,
ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan, bukan
menyebabkan perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan materil
manusia.
Manusia masuk dalam hubungan-hubungan sosial dengan orang
lain dalam usaha mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
(makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan seterusnya). Hubunganhubungan produksi yang pokok ini menimbulkan pembagian kerja. Sangat
erat hubungannya dengan pembagian kerja itu adalah munculnya
hubungan-hubungan pemilikan yang mencakup pemilikan dan penguasaan
yang berbeda-beda atas sumber-sumber pokok dan berbagai alat produksi.
Pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas barang milik ini
merupakan dasar yang asasi untuk munculnya kelas-kelas sosial.

6.

Masyarakat Kapitalis dan Strukturnya


Di Eropa pada zaman Marx, industrialisasi sedang meningkat. Orang
dipaksa meninggalkan pertanian dan ketrampilan tangan dan bekerja di
pabrik pabrik dengan kondisi kondisinya yang seringkali sangat keras.
Pada 1840-an, ketika Mark sedang memasuki periode yang paling
produktifnya, Eropa sedang mengalami krisis sosial yang tersebar luas
(Seigel, 1978 : 106).
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi dengan sejumlah besar
pekerja yang menghasilkan sedikit komoditi demi keuntungan sejumlah
kecil kapitalis yang memiliki segala hal berikut ini : komoditi, alat-alat
produksi komoditi, dan waktu kerja kaum pekerja, yang dibeli melalui
upah (H.Wolf,005b). Salah satu dari wawasan sentral Marx ialah bahwa
kapitalisme jauh lebih dari sekedar sistem ekonomi.

Page 0

Komoditas
Dasar dari semua karya Marx mengenai struktur sosial, dan
letak keterikatannya yang paling jelas dengan pananganpandangannya mengnai potensi manusia, adalah di dalam
analisisnya mengenai komoditas atau produk-produk pekerjaan
yang terutama dimaksudkan untuk pertukaran. Seperti dinyatakan
Georg Lukacs (1922/1968 : 83). Masalah komoditas adalah
masalah struktural yang sentral bagi masyarakat kapitalis.
Alienasi
Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyingkapkan
efek produksi kapitalis yang bersifat menghancurkan terhadap
manusia dan terhadap masyarakt. Yang sangat signifikan di sini
adalah sistem dua kelas yaitu kaum kapitalis mempekerjakan
karyawan (dengan demikian mereka memiliki waktu para pekerja)
dan para kapitalis memiliki alat-alat produksi (alat-alat dan bahanbahan mentah) dan juga memiliki produk-produk hasil akhirnya.
Agar dapat bertahan hidup, para pekerja dipaksa menjual waktu
kerja mereka kepada kaum kapitalis.
Alienasi dapat dilihat mempunyai beberapa komponen mendasar:
1. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis dialienasi dari kegiatan
produktifnya. Mereka tidak menghasilkan objek-objek menurut ideide mereka sendiri atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
sendiri secara langsung. Malah, para pekerja bekerja bagi kaum
kapitalis, yang memberi upah sekadar untuk mnyambung hidup
sebagai balasan untuk pemakaian mereka dalam cara yang
dianggap cocok oleh sang kapitalis. Karena kegiatan produktif
adalah milik kaum kapitalis, dan karena mereka yang memutuskan
apa yang harus dilakukan, dapat dikatakan bahwa para pekerja
teralienasi dari kegiatan-kegiatan itu.

Page 0

2. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi bukan hanya


melalui kegiatan-kegiatan itu-produk. Produk pekerjaan mereka
bukan milik para pekerja, tetapi milik para kapitalis, yang mungkin
memakainya dengan cara apa pun yang mereka inginkan karena
merupakan hak milik pribadi para kapitalis. Kaum kapitalis akan
menggunakan kepemilikannya agar dapat menjual produk demi
mendapatkan keuntungan.
3. Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari para
rekan kerjanya. Asumsi Marx ialah bahwa pada dasarnya orang
butuh dan ingin bekerja sama agar dapat mengambil dari alam apa
yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. Akan tetapi, di
dalam kapitalisme kerja sama itu diganggu, dan orang, kerap
orang-orang asing, dipaksa bekerja berdampingan untuk sang
kapitalis. Bahkan, para pekerja di lini perakitan yang terdiri dari
teman-teman dekat pun, sangat banyak yang terisolasi karena sifat
dasar teknologinya.
Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari
potensi manusianya sendiri. Para individu semakin sedikit bekerja
sebagai manusia karena mereka semakin tersusutkan di dalam
pekerjaan mereka menjadi berfungsi sebagai mesin.
Eksploitasi
Bagi Marx, eksploitasi dan dominasi lebih dari sekedar
distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang tidak seimbang.
Ekspliotasi merupakan suatu bagian penting dari ekonomi kapitalis.
Tentu saja masyarakat memiliki sejarah eksploitasi, tetapi yang
unik dalam kapitalisme adalah bahwa eksploitasi dilakukan oleh
sistem ekonomi yang impersonal dan objekti.

Kemudian

paksaan jarang dianggap sebagai kekerasan, malah menjadi


kebutuhan pekerja itu sendiri, yang biasaterpenuhi hanya melaui
upah, secara ironis Marx menggabarkan kebebasan upah kerja ini.

Page 0

Untuk menggubah uangnya menjadi kapital ....pemilik uang


harus bertemu di dalam pasar dengan buru-buruh bebas, bebas
dalam dua pengrtian, dari satu sisi sebagai seseorang yang bebas
dia bisa mengatur tenaganya sebagai komoditasnya sendiri, dan
disisi lain sebagai seseorang yang tidak memiliki komoditas lain
untuk dijual, dia kekurangan segala sesuatu yang penting untuk
merealisasikan tenaganya.
Para pekerja menjadiburuh- buruh yang bebas, membuat
kontrak-kontrak bebas dengan para kapitalis.

Namun , Marx

percaya bahwa para pekerja tidak lagi mampu memproduksi demi


kebutuhan mereka sendiri.

Hal ini benar khususnyakarena

biasanya kapitalisme menciptakan apa yang disebut Marx


sebagaitentara

cadangan

dari

pengagguran

yang

mau

melakukanya. Inilah misalnya yang ditemukan Barbara Ehrenreich


sebagai tujuan iklan lowongan kerja berupah yang rendah.
Kapitalisme membayar para pekerja kurang dari nilai yang
mereka hasilkan dan meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri.
Hal ini membawa kita pada konsep sentral tentang nilai-nilai
suplus. Nilai surplus di didefinisikan sebagai perbedaan antara
nilai produksi ketika dijual dan nilai elemen-elemen yang
digunakan untuk membuat poduk tersebut (termasuk kerja para
pekerja). Kaptalisme biasanya menggunakan keuntungan ini untuk
konsumsi pribadi, akan tetapi hal tersebut belum mengakibatkan
ekspansi kapitalisme.

Kapitalis melebarkan perusahaa mereka

dengan menggubah nilai-surplus itu menjadi modal yang akan


menghasilkan nilai-nilai surplus yang lebih banyak. Marx
memberiakan

sebuah

ibarat,

tentang

hal

ini

kapitalisme

merupakan kerja mati, seperi vampir, yang hiup dengan menhisap


kehidupan kerja, dan makan dia hidup, makin banyak kerja yang
dihisapnya

Page 0

Marx menggemukakan poin penting lainya tentang kapital


kapital eksis dan hanya bisa eksis sebagai kapital-kapital.
Maksudnya disini adalah bahwa kapitalisme selalu di dorong oleh
kompetisi yang tiada henti. Kapitalisme mungkin terlihat
terkontrol, meskipun mereka didorong oleh kompetisi yang konstan
antara kapital-kapial. Kapital dipaksa untuk memperoleh
banyak

keuntungan

demi

mengakumulasikan

lebih
dan

menginvestasikan lebih banyak kapital. begitulah, kapitalis sama


dengan si kikir dalam sebuah hal yang absolut, yakni memperkaya
diri sendiri. Namun yang terlihat pada si kikir sebagai kegilaan
individu, maka dalam kapitlis terlihat terliha sebagai efek dari
mekanisme sosial yan roda penggeraknya adalah dirinya sendiri.
Keinginan untuk memperoleh lebih banyak keuntungan dan
lebih banyak nilai surplus untuk ekspansi, mendorong kapitalisme
pada apa yang disebut Marx denagan hukum-hukum akumulasi
kapital. Kapitalis berusaha mengesploitasi pekerja semaksimal
mungkin: tertendensi konstan kapitalis adalah untuk memaksa
ongkos kerja kembali..ke angka Nol. Marx berpendapat bahwa
struktur

dan etos

kapitalisme

mendorong

kapitalis

dalam

mengarahkan akumulasi pada penumpukan kapital yang lebih


banyak lagi. Unutk melakukan hal ini, berdasarkan pandangan
Marx bahwa kerja merupakan sumber nilai, kapitalis digiring untuk
meningkatkan

eksploitasi

terhadap

proletariat.

Inilah

yang

mendorong terjadinya konflik kelas.


Pemberhalaan Komoditas
Komoditas adalah produk-produk pekerjaan manusia, tetapi
komoditas bisa jadi terpisah dari kebutuhan-kebutuhan dan
maksud-maksud para penciptanya. Didalam kapitalisme yang
berkemang sepenuhnya, kepercayaan seperti itu menjadi realitas
ketika objek-objek dan pasar-pasarnya bener-bener menjadi
fenomena nyata yang independen. Komoditas menerima realitas
eksternal indepenen yang nyaris mistis (Mark,1867/1967 : 35).

Page 0

Marx menyebutkan proses itu sebagai pemberhalaan komoditas


(fitishism of comodity) (Dant, 1996; Sherlok, 1997).
Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
Marx menemukan inti masyarakat di dalam komoditas.
Masyarakat yang didominasi oleh benda-benda dengan nilai
utamanya

adalah

pertukaran

mnghasilkan

kategori-kategori

manusia terentu. Dua tipe utama yang di perhatikan Marx adalah


kaum proletariat dan kapitalis. Mari kita mulai dengan kaum
proletariat.
Para pekerja yang menjual tenaga kerja mereka dan tidak
memiliki alat-alat produksi sendiri adalah anggota kaum poletariat.
Mereka tidak memiliki pralatan sendiri atau pabrik-pabrik. Marx
(1867/1967: 714-715). Peraya bahwa kaum poletariat pada
akhirnya kehilangan kahliannya sendiri ketika mereka semakin
melayani mesin-mesin yang sudah menggantikan keahlian mereka.
Kaum poletariat bergantung sepenuhnya pada upahnya. Hal itu
membuat kaum poltariat tergantung kepada orang-orang yang
membayar upah. Orang-orang yang membayar upah adalah kaum
kapitalis. Kaum kapitalis adalah orang-orang yang memiliki alatalat produksi. Di dalam suatu sirkulasi kapitalis komoditas (M,-CM) tujuan utama ialah menghasilkan uang yang lebih banyak.
Komoditas-komoditas dibeli untuk menghasilkan keuntungan,
tidak harus untuk penggunaan.
Konflik Kelas
Kelas, bagi Marx, selalu didefinisikan dari segi potensinya
untuk konflik. Para individu membentuk kelas sejauh mereka
berada dalam konflik bersama dengan orang-orang lain mengenai
nilai surplus. Di dalam kapitalisme ada konflik kepentingan yang
mendasar di antara orang-orang yang membayar buruh upahan dan
orang-orang yang bekerja diubah menjadi nilai surplus. Konflik
alami itulah yang menghasilkan kelas-kelas (Ollmann,1976).
Bagi Marx, suatu baru ada bila orang-orang menjadi sadar
atas hubungan mereka yang berkonflik dengan kelas-kelas lainnya.

Page 0

Tanpa kesadaran itu mereka hanya membentuk apa yang oleh Marx
disebut suatu kelas dalam dirinya sendiri.
Didalam kapitalise, analisis Mark menemukan dua kelas utama:
borjuis dan proletariat. Borjuis adalah nama yang di berikan Mark
untuk kaum kapitalis di dalam ekonomi modern. Kaum borjuis
memiliki alat-alat produksi dan kaum poletariat adalah contoh lain
kontradiksi material yang nyata.
Kapitalisme Sebagai Hal Yang Baik
Mark, melihat kapitalism terutama sebagai hal yang baik.
Marx tiak ingin kembali kenilai-nilai tradisional prakapitalisme.
Generasi-generasi

masalampau

benar-benar

dieksploitasi;

perbedaannya hanyalah eksploitasi lama tidak terselubung di balik


uatu

sistem

ekonomi.

Kelahiran

kapitalisme

membuka

kemungkinan-kemungkinan baru untuk kebebasan para pekerja.


Meskipun

ada

eksploitasi,

sistem

kapitalis

memberikan

kemungkinan untuk kebebasan dari tradisi-tradisi yang mengikat


masyarakat sebelumnya. Meskipun para pekerja belum benar-benar
bebas sepenuhnya. Marx percaya bahwa kapitalisme adalah akar
yang menyebabkan ciri-ciri penentuan zaman modern. Perubahan
terus menerus modernitas dan kecondongannya untuk menentang
segala tradisi yang di terima di dorong oleh kompetisi yang tidak
dapat dipisahkan dalam kapitalisme.
A. Ciri-ciri Ekonomi Kapitalis
Ekonomi

kapitalis

berjalan

menurut

serangkaian

karakteristik yang khas. Di antaranya akan kita sebutkan di bawah


ini:
1. Pada dasarnya, produksi terdiri dari produksi komoditi
yaitu, produksi yang bertujuan untuk di jual di pasar. Jika
komoditi yang di produksi tidak terjual di atas harga yang
ada, perusahaan kapitalis dan borjuis secara keseluruhan

Page 0

tidak akan mendapat keuntungan atau nilai lebih dari


pekerja.
2. Produksi di jalankan dalam kondisi di mana alat produksi
dimiliki secara pribadi. Kepemilikan pribadi ini bukanlah
kategori legal, tetapi pada intinya adalah kategori
ekonomi. Hal tersebut berarti bahwa kekuasaan untuk
mengatur tenaga produktif (alat produksi dan alat kerja)
bukan milik kolektif, melainkan terbagi-bagi antara
perusahaan-perusahaan yang di kontrol oleh kelompokkelompok dan kelompok-kelompok finansial).
3. Produksi di jalankan untuk sebuah pasar yang tidak
terbatas. Produksi di atur oleh printah kompetisi.
Semenjak produksi tidak di batasi oleh kebiasaan (seperti
dalam komunitas priitif), atau oleh hukum dan peraturan
(seperti dalam perusahaan Abad Pertengahan), setiap
individu kapitalis (setiap pemilik pribadi, tiap perusahaan
atau kelompok kapitalis) berusaha untuk mendapatkan
keuntungan terbesar, untuk mendapat bagian terbesar dari
pasar.
4. Tujuan

produksi

kapitalis

adalah

memaksimalkan

keuntungan. Kelas pemilik para kapitalis hidup dari


produk surplus sosial,uumnya mengkonsumsi dalam cara
yang tidak produktif. Kelas kapitalis juga mengkonsumsi
secara tidak produktif sebagian dari surplus sosial,
sebagian dari keuntungan yang di dapatkanya. Jalan yang
paling efisien menurunkan biaya produksi (harga biaya)
adalah, untuk meperbesar basis produksi dengan kata lain,
untuk memproduksi lebih, dengan bantuan mesin-mesin
yang makin cangih. Tetapi hal tersebut membutuhkan
jumlah kapitalis yang besar. Karenanya, di bawah
cambukan kompetisi, kapitalisme di wajibkan untuk
mencari maksimalisasi keuntungan, agar mengembangkan
investasi produktif hinggga maksimal.

Page 0

5. Karena itu, produksi kapitalis muncul menjadi produk


yang tidak hanya untuk memperoleh keuntungan tetepi
juga untuk akumulasi kapital. Sesungguhnya

logika

kapitalisme membutuhkan sebagian besar nilai lebih yang


di akumulasikan secara produktif (di rubah menjadi
kapital tambahan, dalam bentuk mesin-mesin dan bahanbahan baku tambahan, dan pekerja tambahan) dan di
konsumsi secara tidak produktif.
Produksi yang bertujuan untuk akumulasi kapital
ternyata menuju pada hasil yang kontradiktif. Di satu sisi,
meningkatnya perkembangan mekanisasi mengakibatkan
perluasan

tenaga

produktif

dan

kenaikan

dalam

produktivitas kerja, menciptakan dasar material bagi


pembebasan umat manusia dari kebutuhan bekerja
banting tulang. Itulah fungsi sejarah progresif dari
kapitalisme.

B. Berjalannya Ekonomi Kapitalis


Dalam

rangka

mendapatkankeuntungan

maksimum

dan

mengembangkan akumulasi kapital sebesar mungkin, kapitalis di


paksa mengurangi hingga minimum bagian nilai baru yang di hasilkan
oleh tenaga kerja yang di kembalikan kepadanya dalam bentuk upah.
Nilai baru ini, nilai yang di tambahkan atau pendapatan nasional,
pada dasarnya di tentukan dariproses produktif itu sendiri,terlepas dari
faktor apapun dalam sisi distribusi.
Dua

cara

esensial

dimana

kapitalis

mencoba

untuk

meningkatkan bagian mereka yaitu, nilai lebih adalah:


1. Menambah jam kerja tanpa meningkatkan upah harian
(yang terjadi sejak Abad Keenambelas sampai Abad

Page 0

Kesembilanbelas di Barat, dan masih berlangsung hingga


hari ini di berbagai negeri-negeri kolonial dan semikolonial), pengurangan upah riil, penurunan kebutuhan
hidup minimum. Ini yang di sebut oleh marx dengan
pertumbuhan dalam nilai lebih absolut.
2. Peningkatan produktifitas kerja dalam bidang barangbarang konsumen (ini mendominasi di barat dari paruh
dua abad Kesembilan belas hingga sekarang). Setelah
kenaikan produktivitas kerja dalam industri barang-barang
konsumen dan pertanian, rata-rata pekerja industri
menghasilkan nilai barang yang sudah di tentukan
jumlahnya selama katakan saja tiga jam kerja yang
sebelumnya lima jam.
Setiap kapitalis mencoba mendapatkan keuntungan
maksimum. Tapi untuk mendapatkanya, mereka harus
berusaha untuk meningkatkan produksi secara maksimum,
dan tanpa henti menurunkan harga biaya dan eceran
(diekspresikan dalam unit moneter stabil). Karena hal itu,
kompetisi beroprasi sebagai proses selektif di antara
perusahaan kapitalis dengan syarat-syarat yang sedang.
Hanya yang paling produktif dan paling aktif bertahan
hidup. Mereka yang menjual terlalu mahal tidak akan
mendapat keuntungan sama sekali.
C. Kapital, Kapitalis dan Ploretariat
Marx

menemukan

inti

masyarakat

kapitalis

didalam

komoditas. Suatu masyarakat didominasi oleh objek-objek yang nilai


utamanya adalah pertukaran yang memproduksi kategori-kategori
masyarakat tertentu. Dua tipe utama yang menjadi perhatian Marx
adalah proleariat dan kapitalis.
Proletariat adalah para pekerja yang menjual kerja mereka dan
tidak memiliki alat-aat produksi sendiri.

Mereka tidak memilik

Page 0

sarana-sarana sendiri dan pabrik-pabrik sendiri, tetapi marx percaya


bahwa ploretariat bahkan akan kehilangan keterampilan mereka
seiring dengan meningkatnya mesin-mesin yang mengantikan mereka.
Karena

proletariat hanya memproduksi demi pertukaran, maka

mereka juga konsumen. Karena mereka tidak memiliki sarana-sarana


untuk memproduksi sarana-sarana untuk memproduksi kebutuhankebutuhan mereka sendiri, maka mereka harus menggunakan upah
yang mereka peroleh untuk membeli apa yang mereka butuhkan.
Maka dari itu proletariat tergantung sepenuhnya pada upahnya untuk
bertahan hidup. Hal inilah yang membuat proletariat tergantung pada
orang yang memberi upah.
Orang yang memberi upah adalah kapitalis, jelas adalah
kapialis adalah orang-orang yang memiliki alat produksi.

Kapital

adalah uang yang menghasilkan lebih banyak uang. Dengan kata lain,
kapital lebih merupakan uang yang di investasikan ketimbang uang
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keingginan manusia.
Jadi kapitalisme adalah uang yang menghasilkan lebih banyak
uang, namun Marx mengungkapkan kepada kita bahwa kapital bukan
hanya itu : kapital juga merupakan sebuah resolusi sosial tertentu.
dengan kata lain uang hanya akan menjadi kapital, karena adanya
relasi sosial antara proletariat yang bekerja dan harus membeli produk
dengan orang yang menginvestasikan upahnya. Kapitalis kapital untuk
memperoleh keuntunagan terlihat sebagai kekuatan yang di bantu oleh
alam- suatu kekuatan produktif imanen didalam kapital.
D. Akhir dari Kapitalisme
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang
berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa
analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi
dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk
komunisme.

Page 0

Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir


karena

aksi

yang

terorganisasi

dari

kelas

kerja

internasional.Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang


diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan
negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan
mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah
pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini.
Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan
yang ada dari saat ini. Ideologi JermanHubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi.
Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi
dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006),
penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David
McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di
Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi
formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah
untuk dipelajari.
Agama
Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi.

Dia

merujuk pada agama sebagai candu masyarakat. Marx percaya bahwa


agama, seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun
terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan
ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka
diberikan suatu bentuk agama. Marx dengan jelas menyatakan bahwa
dia tidak menolak agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu
sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama. Bentuk keagamaan ini
mudah di kacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk
menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa
gerakan-gerakan keagamaan sering berada garda depan dalam
melawan kapitalisme(lihat,misalnya, teologis pembebasan).

Page 0

7. Komunisme dan Sosialisme


Istilah sosialisme selalu identik dengan sosok Karl Marx.
Padahal pemikiran tentang sosialisme terlampau jauh berkembang
sejak abad ke V sebelum Marx mulai memikirkan recolusi
proletariat. Pemikiran Marx sendiri tentang sosialisme sebenarnya
sudah termaktub dalam beberapa karya dan budaya Yunani kuno
meskipun terbatas pada objek dari sosialisme itu sendiri. sosialisme
untuk semua digagas oleh Jambulos dan Euhemeros. Jambulos
mendeskripsikan sebuah negara matahari dimana segalanya
termasuk para isteri dimiliki bersama.
Kata sosialisme sendiri mucul di Prancis sekitar tahun 1830,
begitu juga komunisme. Kedua kata ini pada awalnya memiliki
makna yang selaras, namun komunisme segera dipakai oleh
golongan sosialis radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik
pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis
itu dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan
kaum terhisap sendiri (Frans. 2003:14). Sosialisme pada abad
pertengahan memiliki motif-motif yang erat dengan nilai-nilai religius
tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan tentang
penyambutan Kerajaan Allah, Orang harus bebas dari keterikatan.
Sedangkan memasuki zaman pencerahan, perkembangan
paham sosialisme tidak mampu berkembang pesat. Hal ini disebabkan
dominasi golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya
dapat bebas berusaha dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi
sebesar dan sebebas mungkin. Sejak bergulirnya Revolusi Prancis
(1789-1795),

sosialisme

memasuki

era

modern

dalam

perkembangannya. Keyakinan dasar para pemimpin sosialis modern


adalah, secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja.
Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa
masyarakat akan berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan
milik pribadi.

Page 0

Sejalan dengan perkembangan sosialisme, paham komunisme


sebagai

sosialisme

radikal

pun

berkembang

mengiringi

perkembangan induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini


sampai saat ini seolah mengerucut pada pergolakan yang terjadi di
belahan Eropa, khusunya Uni Soviet sekarang Rusia. Diantara
tokoh-tokoh yang memiliki dominasi penuh atas kedua pemikiran ini
adalah Karl Marx, Engels, Stalin, dan George Lukaes. Oleh karena itu,
untuk memahami perkembangan pemikiran sosialis dan komunis,
penulis menitik beratkan kajian pada perkembangan pemikiran Marx,
Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk memperkuat pengaruh pemikiran
sosialisme dan komunisme modern, tulisan George Lukaes yang
berjudul History and Class Conciousness (1923) tentunya tidak dapat
ditinggalkan.
8. Sosialisme-nya Marx
Pandangan Marx tentang sosialisme bertentanngan dengan
konsepsi-konsepsi sosialisme yang diciptakan Fourier dan Owen yang
menciptakan dunia baru dimana setiap orang hidup bahagia. Marx
berasumsi bahwa konsepsi tersebuat hanya angan-angan belaka, karena
tidak menunjukkan jalan bagaimana mencapainya. Semua itu utopia, kata
Marx, hanya impian belaka. Disisi lain, Marx sendiri selalu menolak
member gambaran sosialisme. Menurutnya, sosialisme ilmiah tidak
dapat membuat resep bagi dapur umum dimasa datang.
Sementara itu, untuk membedakan ajaran dari gagasan sosialisme
utopis, Marx menyusun suatu teori sosial yang menurutnya didasari
hokum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Marx meyakini
adanya hukum-hukum gerak dalam masyarakat yang dijalankan dengan
prinsip kebutuhan yang mutlak didasarkan pada penjelasan naf dari
kemajuan ilmu pengetahuan alam (Elster. 2000:31). Pertimbangan moral,
menurut Marx, bukanlah dasar bagi sosialisme. Penilaian bahwa
kapitalisme itu jahat dan sosialisme itu baik tidak berlaku mutlak,
melainkan jika syarat-syarat objektif pengahpusan hak milik pribadi atas
sesuatu itu terpenuhi. Hal ini berarti klaim Marx terhadap sosialisme-nya

Page 0

yang bersifat ilmiah bisa diterima, karena berdasarkan pengetahuan


hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat yang kemudian
tersohor dengan istilah Pandangan Materialis Sejarah (Frans. 2003:137).
Sosialisme yang akan datang menggantikan kapitalisme adalah
buah dari pada perkembangan masyarakat dalam sejarah dibawah
pengaruh hokum dialektik. Menurut Marx, menggunakan jalan ilmiah,
sosialisme tidak dapat ditentukan sekarang bentuk dan rupa masa yang
akan datang artinya susunan baru pada masyarakat tidak dibuat,
melainkan dilahirkan. Melihat realita sejarah, menurut penulis, sosialisme
yang berorientasi pada terbentuknya masyarakat tidak berkelas adalah
bagian dari hegemoni dan upayah manusia mencapai sebuah kesetaraan.
Meskipun realita yang berkembang kini tidak berjalan horizontal,
melainkan vertikal.
Konsep sosialisme Marx memang lebih kompleks daripada filsuf
lainnya. Tujuan sosialisme dalam pandangn Marx bukanlah membuat
suatu konstruksi masyarakat dalam suatu sistem yang selesai bentuknya,
melainkan menyelidiki suatu perkembangan sejarah yang melahirkan dua
kelas

yang

bertentangan,

dan

kemudian

mempelajari

betapa

berpengaruhnya faktor-faktor kelas tersebut terhadap kondisi ekonomi


masyarakat yang akan melenyapkan pertentangan tersebut.
Pendapat Marx diatas dikuatkan oleh Engels dalam bukunya
Perkembangan Sosialisme dari Utopia sampai ke Ilmu.Ajarannya adalah
bahwa komunisme merupakan ajaran tentang syarat-syarat yang mesti
dipenuhi untuk mencapai kemerdekaan kaum buruh. Dalam menyusun
teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh
gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di
dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan
unsur

inillah

yang

dia

perlukan

menyusun

teorinya

mengenai

perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial,


maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme
dialektik

(dialectical

materialism).

Kemudian

konsep-konsep

itu

Page 0

dipakainya untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang


dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan karena
materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx
juga sering disebut analisa ekonomis terhadap sejarah. Dalam
menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud
hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau
telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui
pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui
suatu gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx
berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa
menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami revolusi -yang
disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan sendi-sendi
masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya
masyarakat komunis.
D. Kritik Terhadap Karl Marx
Ada beberapa problem dari dalam teori Marx yang harus didiskusikan,
pertama problem yang secara aktual terdapat dalam komunisme.

Kegagalan

masyarakat-masyarakat komunis dan perubahanya menjadi ekonomi yang lebih


berorientasi kapitalistis memaksa kita mempersoalkan apakah makna semua ini
bagi peran teori Marxian. Ide-ide Marx kelihatanya telah diuji dan ternyata gagal
Problem kedua yang sering dikemukakan adalah tidak adanya subjek
emansipatoris. Inilah ide baru teori Marx menempatkan proletariat di jantung
perubahan sosial yang akan menggiring kepada komunisme,

namun pada

kenyataanya, proletariat jarang memperoleh posisi ini dan sering termasuk ke


dalam kelompok-kelompok yang menentang komunisme.
Problem ketiga adalah hilangnya dimensi gender. Salah satu poin utama
teori Marx adalah bahwa kerja menjadi sebuah komodias di bawah kapitalisme,
sementara pada fakta historisnya ini lebih sedikit terjadi pada wanita ketimbang
laki-laki. Untuk tingkat yang lebih luas, kerja laki-laki yang di upah tergantung

Page 0

pada kerja wanita yang tidak di upah, sebab pertumbuhan tenaga kerja tergantung
kerja wanita yang tidak di upah.
Problem ke empat adalah bahwa Marx melihat ekonomi sebagai sesuatu
yang dikendarai oleh produksi dan mengabaikan aturankonsumsi. Fokusnya pada
produksi menggiringinya untuk mempredisikan bahwa masalah-masalah efisiensi
dan pemotongan upah akan menggiring pada ploterarianisasi, peningkatan
alienisasi dan semakin meruncingya konflik kelas.
Terakhir, sebagian mengaggap Marx tidak kritis dalam menerima konsepsi
kemajuan barat sebagai sebuah problem, Marx percaya bahwa mesin sejarah
adalah manusia yang selau menigkatkan eksploitasi terhadap alam demi
kebutuhan-kebutuhan materialnya. Di samping itu Marx yakin bahwa hakikat
manusia adalah kemampuannya untuk mengelola alam demi mencapai tujuantujuanya.

Asumsi inilah yang barangkali jadi penyebab banyaknya krisis

lingkungan saat ini dan dimasa datang.

E. Kesimpulan
Suatu diskusi mengenai pendekatan dialektis yang diperoleh Marx dari
Hegel bahwa masyarakat disusun sekitar kontradiksi-kontradiksi yang dapat
dipecahkan hanya melalui perubahan sosial yang nyata. Salah satu dari
kontradiksi-kontradiksi utama yang dilihat Marx ialah diantara Potensi Manusia
dan kondisi Kapitalisme.
Dalam masyarakat kapitalis terdapat konsep komoditas dan kontradiksi
nilai guna dan niilai tukarnya. Dalam hal ini kemampuan modal untuk
menghasilkan keuntungan terletak pada eksploitasi kaum ploletariat. Kontradiksi
tersebut menyebabkan konflik kelas diantara kaum proletariat dan borjuis, yang
pada akhirnya akan menghasilkan revolusi karena proletarianisasi akan
memperbanyak barisan kaum ploretariat.

Page 0

Meskipun dia mengkritik kapitalisme, Marx percaya bahwa kapitalisme


baik dan bahwa kritiknya atasnya adalah dari pesrpektif potensi masa depannya.
Marx merasa bahwa dia mampu memandang dari masa depan potensial
kapitalisme karena konsepsi materialisnya atas sejarah. Dengan memfokuskan
pada kekuatan-kekuatan produksi, Marx mampu memprediksi kecenderungankecenderungan historis yang memungkinkannya mengidentifikasi di mana tidakan
politis dapat menjadi efektif. Tindakan politis da bahkan revolusi dibutuhkan
karena hubungan-hubungan produksi dan ideologi dapat menahan perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi yang diperlukan. Menurut pandangan Marx,
perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya akan mendatangkan masyarakat
komunis.

BAB II
Ferdinand Tonnies

A.

Biografi Ferdinand Tonnies


Ferdinant Tonnies lahir pada tahun 1855 di Schleswig-Holstein,
Jerman Timur yang berada di Tanjung Eiderstedt. Ia belajar di universitas
Tubingen di Husum, ia tertarik menjadi novelis dan penyair. Tahun 1877
dia menerima gelar doktor dalam sastra klasik di Universitas Tubingen.
Tonnies kemudian beralih ke filsafat, sejarah, biologi, psikologi, ekonomi,
dan mulai mempelajari sosiologi. Pada tahun 1881 dia memulai

Page 0

karirnya sebagai dosen swasta di Universitas Kiel mengajar filsafat,


ekonomi, dan statistik.
Dia menjadi tersangka radikalisme di sebuah bentrokan dengan
administrasi Universitas Kiel tahun 1896 karena membuat massa mogok
kerja. Pihak universitas menjanjikan karir yang cemerlang untuk sarjana
muda. Tahun 1909 konflik eksternal telah diselesaikan dengan janji bahwa
$Tonnies akan mendapatkan gelar profesor penuh bidang politik ekonomi
di Universitas Kiel yang dimaksudkan untuk membantu keuangan Tonnies
sebagai ayah dari kelima anaknya. Pada kenyataannya Tonnies tidak
disebut profesor penuh sampai tahun 1913. Ia hanya menjadi profesor
tamu yang seringkali diundang di Universitas Kiel.
Tonnies turut membangun institusi terbesar yang sangat berperan
dalam sosiologi Jerman bersama Max Weber, George Simmel, dan Werner
Sombart, dalam melatarbelakangi berdirinya German Sosiologycal
Assocoation pada tahun 1909. Tonnies berhasil menjadi Guru besar
Emiritus di Universitas Kiel, tetapi pada tahun 1933 dia dicabut dari status
Guru Besar Emiritus. Ia wafat pada 9 april 1936 karena kediktoran NAZI,
semasa hidupnya ia aktif menentang gerakan NAZI di Jerman dan telah
menghasilkan 900 karya serta banyak menyumbang di bidang Sosiologi
dan Filosofi.
B. Pengertian Sosiologi dan Masyarakat menurut Ferdinand Tonnies
Menurut Ferdinand Tonnies masyarakat adalah karya ciptaan
manusia itu sendiri seperti yang ditegaskan oleh Tonnies dalam kata
pembukaan bukunya. Masyarakat bukan organisme yang dihasilkan oleh
proses-proses biologis, bukan pula mekanisme yang terdiri dari bagianbagian individual yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan didorong oleh
naluri-naluri spontan yang bersifat menentukan bagi manusia. Masyarakat
adalah usaha manusia untuk memelihara relasi-relasi timbal balik yang
mantap dan kemauan manusia mendasari masyarakat. Sehubungan dengan
kemauan itu, Tonnies kemudian membedakan antara Zweekwille, yaitu
kemauan rasional yang hendak mencapai tujuan dan Triebwille yaitu
dorongan batin berupa perasaan. Distingsi ini berasal dari Wilhelm Wundu.

Page 0

Zweekwille adalah apabila orang hendak mencapai suatu tujuan


tertentu dan mengambil tindakan rasional ke arah itu. Suatu no nonsense
mentality menuntun seorang dalam merencanakan langkah-langkah tepat
untuk mencapai tujuan itu. Triebwille meliputi sejumlah langkah atau
tindakan yang tidak berasal dari akal budi saja, melainkan dari watak, hati
atau jiwa seseorang yang bersangkutan. Triebwille bersumber pada selera,
perasaan, kecenderungan psikis, kebutuhan biotis, tradisi, atau keyakinan
seseorang. Triebwille paling menonjol di kalangan petani, orang seniman,
rakyat sederhana, khususnya wanita dan generasi muda. Zweekwille lebih
menonjol di kalangan pedagang, ilmuan dan pejabat-pejabat serta generasi
tua.
Ferdinand

Tonnies

terkenal

dengan

teorinya

mengenai

Gemeinschaft dan Gesellschaft sebagai dua bentuk yang menyertai


perkembangan kelompok-kelompok sosial.
1. Gemeinschaft (paguyuban)
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan
bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan adalah rasa cinta
dan

rasa

persatuan

batin

yang

juga

bersifat

nyata

dan

organissebagaimana dapat diupamakan pada peralatan hidup tubuh


manusia atau hewan. Bentuk Gemeinschaft terutama dapat dijumpai di
dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, sahabatsahabat, serikat pertukangan dalam abad pertengahan, gereja, desa, dan
sebagainya.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
Gemeinschaft adalah bentuk hidup bersama yang lebih bersesuaian
dengan triebwille. Kebersamaan dan kerjasama tidak dilaksanakan
untuk mencapai suatu tujuan di luar, melainkan dihayati sebagai tujuan
dalam dirinya.
Dalam hal ini para anggota diperstukan dan disemangati dalam
perilaku sosial mereka oleh ikatan persaudaraan, simpati dan perasaan
lainnya sehingga mereka terlibat secara psikis dalam suka duka hidup
bersama. Dengan kata lain bahwa mereka sehati dan sejiwa.

Page 0

Ferdinand Tonnies berpendapat bentuk dari semua persekutuan


hidup yang dinamakan gemeinschaft itu adalah keluarga. Ada tiga soko
guru yang menyokong gemeinschaft, yaitu:
Gemeinschaft by blood
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau
keturunan. Contoh: kekerabatan, masyarakat-masyarakat suatu
daerah yang terdapat di daerah lain. Seprti Suku Bangsa Sikep

yang menetap di daerah Kudus, Blora, dan Pati.


Gemeinschaft of place
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal
yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapat saling

tolong menolong. Contoh: Organisasi Himpunan Mahasiswa.


Gemeinschaft of mind
Yaitu gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideologi atau
pikiran yang sama. Contoh: Anggota yang bernaung dalam sebuah
partai yang sama.

2. Gesellschaft (patembayan)
Merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan
lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang
pendek. Gesellschaft bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran
belaka, serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat
diumpamakan pada sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft, misalnya saja,
dalam organisasi perdagangan, organisasi suatu pabrik atau organisasi
dalam suatu industry, organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa
jika itu di lingkungan kampus.
Sedangkan menerut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
Gesellschaft merupakan tipe asosiasi dimana relasi-relasi kebersamaan
dan kebersatuan antara orang berasal dari faktor-faktor lahiriah seperti
persetujuan, peraturan, undang-undang dan sebagainya. Menurut
Tonnies teori Gesellschaft berhubungan dengan penjumlahan atau
kumpulan orang yang dibentuk atau secara buatan. Apabila dilihat
secara sepintas kumpulan itu mirip dengan Gemeinschaft yaitu sejauh
para individual hidup bersama dan tinggal bersama secara damai tetapi
dalam Gemeinschaft mereka pada dasarnya terus bersatu sekalipun ada

Page 0

faktor-faktor yang memisahkan, sedang dalam Gesellschaft pada


dasarnya mereka tetap terpisah satu dari yang lain, sekalipun ada
faktor-faktor yang mempersatukan.
Tonnies
menegaskan,
bahwa

setiap

relasi

selalu

mengungkapkan ketunggalan dalam kebhinekaan, dan kebhinekan


dalam ketunggalannya. Hanya dalam membuat suatu deskripsi yang
umum dan abstrak, kita mempertentangkan unsur yang satu terhadap
unsur yang lainnya. Misalnya, kita berkata bahwa seorang seniman
mengharapkan penghargaan, sedang seorang pedagang mengharapkan
keuntungan. Ini suatu pertentangan abstrak dan generalisasi. Sebab
dalam kenyataan hidup kedua hal tampak dalam keadaan tercampur.
Seniman juga harus mencari uang dan si pedagang sebagai manusia
juga menginginkan penghargaan. Begitu pula dengan kedua tipe
masyarakat, mereka selalu berbentuk campuran. Pola interaksi yang
berlaku dalam gemeinschaft dan pola yang berlaku dalam gesellschaft
tidak saling menolak atau bertentangan satu sama lain. Tiap-tiap relasi
mengandung dua aspek, selalu ada dua hal yang kait mengkait dan
tidak mungkin dipisahkan. Namun demikian, dalam tipe gemeinschaft
unsur hukum, peraturan, dan disiplin kurang diperhatikan dan sama
menonjol seperti dalam gesellschaft, sedang unsur perasaan dan
solidaritas, yang berasal dari penghargaan (triebwille) tidak begitu
menonjol dalam gesellschaft.
Paradigma atau alasan Ferdinand Tonnies mengeluarkan teori
tersebut adalah:
Paradigma Fakta Sosial
Paradigma Fenomena Sosial
Paradigma Tingkah Laku atau Perilaku Sosial
Tonnies

adalah

salah

satu

contoh

langka

penganut

evolusionisme yang tak menganggap evolusi identik dengan kemajuan.


Menurutnya, evolusi terjadi secara berlawanan dengan kebutuhan
manusia, lebih menuju kearah memperburuk ketimbang meningkatkan
kondisi kehidupan manusia. Diantara penyebab terjadi perubahan itu
adalah adanya kecenderungan berfikir secara rasional, perubahan

Page 0

orientasi hidup, proses pandangan terhadap suatu aturan dan sistem


organisasi.
Keunikan pendekatan Tonnies terlihat dari sikap kritisnya
terhadap masyarakat modern (Gesellschaft), terutama nostalgianya
mengenai

kehidupan

tipe

komunitas/kelompok/asosiasi

(Gemeinschaft) yang lenyap. Bagi Tonnies faktor-faktor yang


mempengaruhi perubahan masyarakat seperti prinsip evolusi yang ia
miliki adalah adanya kecenderungan berpikir secara rasional,
perubahan orientasi hidup, proses pandanagan terhadap suatu aturan
dan sistem organisasi. Kedua tipe masyarakat tersebut berbentuk
campuran(saling berkaitan dan tidak dapat di pisahkan dalam hidup
karena tidak mungkin ada gemeinschaft tanpa ciri-ciri Gesselschaft
dan sebaliknya.
Dan di bawah ini adalah pemaparan Tonnies tentang perbedaan
antar Gemeinschaft dengan Gesellschaft sebagai suatu perubahan yang
justru bergerak kearah memperburuk, menurut dirinya.

Page 0

Ciri

Gemeinschaft

Gesellschaft

(paguyuban)

(patembayan)

Ikatan Keluarga

Pertukaran ekonomi

Keluarga

Negara dan ekonomi

Kedirian

Orang, warga

Tanah

Uang

Hukum keluarga

Hukum kontrak

Desa

Kota

Hubunga
n social
Institusi
khas
Citra
tentang
individu
Bentuk
kekayaan
Tipe
hokum
Institusi
social
Kontrol
social

Hukum
Adat dan agama

dan

pendapat

umum

Tentang hal ini pula secara tidak langsung menurut Tonies faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat dimana prinsip evolusi
yang ia miliki hampir sama dan senada dengan prinsip evolusi ahli lain
seperti

Max

Weber

begitu

juga

dengan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya. Diantara penyebab terjadi perubahan itu adalah adanya


kecenderungan berfikir secara rasional, perubahan orientasi hidup, proses
pandangan terhadap suatu aturan dan sistem organisasi.

Page 0

Sebagai contoh kasus, adanya suatu masyarakat bernama kampung


Ambon di daerah Bekasi, dimana asalnya sebuah komunitas tersebut
merupakan hanya kaum urban yang datang dari Ambon dan sekitarnya
untuk mencari penghasilan dengan bekerja seadanya, namun seiring
dengan perubahan masa, waktu dan zaman urbanisasi yang datang dari
daerah tersebut semakin banyak dan mengikuti pendahulunya yang lain
untuk menempati lokasi yang sama. Sehingga saat ini terbentuklan suatu
masyarakat Ambon yang datang ke Jakarta setelah sebelumnya hanya
sebuah komunitas belaka.

C. Kesimpulan
Ferdinand Tonnies terkenal dengan teorinya mengenai Gemeinschaft dan
Gesellschaft sebagai dua bentuk yang meyertai perkembangan kelompokkelompok sosial. Gemeinscahft (paguyuban) adalah bentuk kehidupan bersama
dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang kuat dan bersifat alamiah
serta bersiaft kekal. Dasar hubungan adalah ras cinta dan persatuan batin yang
juga bersifat nyata dan organis sebagaimana dapat diumpamakan pada peralatan
hidup tubuh manusia atau hewan. Bentuk Gemeinschaft terutama dapat dijumpai
di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya.

Page 0

Gesellschaft (patembayan) mmerupakan bentuk kehiddupan bersama yang


merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk jangka waktu
yang pendek. Gesellschaft bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka,
serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan pada sebuah
mesin. Bentuk Gesellschaft, misalnya, terdapat pada organisasi pedagang,
organisasi suatu pabrika atau terdapat pada suatu organisasi industri dan alin
sebagainya.

BAB III
Aguste comte
A. Latar Belakang

Page 0

Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti kawan dan dari kata
yunani logos yang berarti kata atau berbicara. Jadi sosiologi berarti berbicara
mengenai masyarakat. Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda,
walau telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejarah hidup
seorang tokoh yang merupakan pencetus istilah Sosiologi sekaligus dikenal
dengan Bapak Sosiologi dengan pemahaman pemikiran dan teori-teorinya
yang terkenal ia adalah Auguste comte.
Teori-teori yang dikemukakan oleh Auguste Comte merupakan suatu
pembahasan yang sangat menarik untuk dipahami dan dapat dibandingkan
dengan kehidupan sekarang. Setiap gejala kejadian fenomena yang terjadi
dimasyarakat dapat dilihat dari teori sosial yang dikemukakan oleh Auguste
comte sebagai dasar acuan untuk memahami teori yang dikemukan oleh
Auguste Comte dapat diterima atau tidak oleh masyarakat luas.

Page 0

B. Sejarah Hidup Auguste Comte


Auguste comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste Francois
Xavier Comte, lahir di montpelier, Prancis pada tanggal 19 januari 1798.
Orang tua auguste comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah
meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia
adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun comte tidak mendapatkan
ijasah sarjana. Ia dan seluruh mahasisiwa seluruh angkatannya dikeluarkan
dari ecole politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka.
Pemberhentian itu berdampak buruk pada karir akademis comte. Pada tahun
1817 ia menjadi sekertaris dan anak angkat claude henri saint-simon,
seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari comte.
Mereka bekerja sama beberapa tahun dan comte mengakui besarnya
hutang p ada saint-simon. Namun pada tahun 1824 mereka bertengkar karena
comte yakin bahwa saint-simon ingin menghapuskan nama comte dari daftar
ucapan terimakasihnya. Kemudian comte menulis bahwa hubungannya
dengan saint-simon mengerikan dan menggambarkannya sebagai penipu
hina. Pada tahun 1852, comte berkata tentang saint-simon, aku tidak
berhutang apapun tentang orang ini.
Heibron menggambarkan bahwa comte bertubuh pendek, tingginya sekitar
5 kaki, 2 inci, denagan mata juling, dan sangat merasa resah dengan situasi
yang ada disekitarnya, khususnya menyangkut perempuan. Ia juga terasing
dari masyarakat secara keseluruhan. Ini dapat membantu menjelaskan fakta
bahwa Comte menikah dengan Caroline Massin yang berlangsung dari tahun
1825 hingga 1842. Ia adalah seorang anak haram yang belakangan disebut
pelacur oleh Comte, meskipun tuduhan itu akhir-akhir ini dipertanyakan.
Kegelisahan pribadi yang di alami Comte berlawanan dengan rasa aman yang
begitu besar terhadap kapasitas intelektualnya, dan tampak bahwa rasa
percaya kuat.
Pada tahun 1826, Comte mengolah satu sekema yang akan digunakannya
untuk menyampaikan serangkaian 72 kuliah umum tentang filsafatnya.

Page 0

Kuliah yang diberikan Comte menarik menarik banyak audien akan tetapi
akan di berhentikan pada perkuliahan ketiga dikarenakan Comte mengalami
masalah mental, bahkan pernah mencoba bunuh diri.
Meskipun Comte tidak memperoleh posisi reguler di Ecole Polytechnique,
Comte mendapatkan posisi minor sebagai asisten pengajar pada tahun 1832.
Pada tahun 1837 Comte mendapatkan posisi tambahan sebagai penguji ujian
masuk, dan untuk pertamakalinya, ini memberikan pendapatan yang memadai
karena, selama ini ia seringkali tergantung secara ekonomis terhadap
keluarganya. Selama kurun waktu tersebut Comte mengerjakan enam jilid
karya yang melambungkan namanya, Cours De Philosophie positive, yang
secara keseluruhan terbit pada tahun 1842, dimana jilid pertama terbit pada
tahun 1830. Dalam karya ini Comte memaparkan pandangannya bahwa
sosiologi adalah ilmu tertinggi. Ia juga menyerang Ecole Polytechnique, dan
hasilnya adalah pada tahun 1844 pekerjaannya sebagai asisten tidak di
perpanjang. Pada tzhun 1851 ia menyelesaikan empat jilid buku Systeme De
Politique Positive, yang lebih bertujuan praktis, dan menawarkan rencana
reorganisasi masyarakat.
Heibron menandaskan bahwa pada tahun 1838 terjadi kehancuran besar
pada kehidupan Comte dan sejak saat itu ia kehilangan harapan bahwa setiap
orang akan memikirkan karyanya secara serius tentang ilmu pengetahuan
secara umum, dan secara khususnya pada sosiologi. Pada saat yang
bersamaan ia mengawali hidup yang menyehatkan otak . yaitu, Comte tidak
mau membaca karya orang lain, yang akibatnya adalah ia menjadi kehilangan
harapan untuk dapat berhubungan dengan perkembangan intelektual terkini.
Setelah tahun 1838 ia mulai mengembangkan gagasan anehnya tentang
reformasi masyarakat yang di paparkan dalam bukunya Systime De Politique
Positive. Comte mulai menghayalkan dirinya sebagai seorang pendeta tingg
agama baru kemanusiaan ; ia percaya pada dunia yang pada akhirnya akan di
pimpin oleh sosiolog pendeta. Dalam hal ini, Comte banyak di pengaruhi oleh
latar belakang katholiknya. Menarik untuk disimak ditengah-tengah gagasan
berani itu, pada akhirnya Comte mendapatkan banyak pengikut di Prancis,

Page 0

maupun di sejumlah negara lain. Akhirnya Auguste Comte wafat pada 5


September 1857.

C. Pemikiran Auguste Comte


Untuk memahami pemikiran sintesis seperti halnya Auguste Comte,
adalah penting bagi kita untuk mengenal sejauh mungkin beberapa sumber
yang menjadi latar belakang pemikirannya. Hal ini terutama karena Comte
adalah filosof yang telah berhasil untuk mensintesakan di dalam dirinya
berbagai hasil pemikiran dari berbagai ahli pikiran yang mendahuluinya. Ada
beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan
pikiran Comte, yaitu:
1. Revolusi Perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada
masa itu. Comte tidaklah dapat dipahami tanpa latarbelakang revolusi
Perancis dan juga restorasi dinasti Bourbon di Perancis, yaitu pada
masa timbulnya krisis sosial yang maha hebat di masa itu. Sebagai
seorang ahli pikir Comte berusaha untuk memahami krisis yang
sedang terjadi tersebut. Ia berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat
keluar dari krisis sosial yang terjadi itu tanpa melalui pedomanpedoman berpikir yang bersifat scientific. Maka revolusi itu
merupakan stimulus bagi pikiran Comte sendiri
2. Sumber lain yang menjadi latar belakang pemikiran Comte adalah
filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18.
Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham

Page 0

encylopedist ini, terutama dasar-dasar pikirannya, sekalipun kelak ia


mengambil posisi tersendiri setelah keluar dari aliran ini.
3. Sumber lainnya adalah aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic
terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald. Aliran reaksioner
dalam pemikiran katholik roma adalah aliran yang menganggap bahwa
abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar, adalah periode
organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat
memecahkan berbagai masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat
para ahli yang mengagap bahwa abad pertengahan adalah abad dimana
terjadinya stagmasi di dalam ilmu pengethuan, karena kekuasaan
gereja yang demikian besar di segala lapanga kehidupan. Comte telah
membaca karya-karya pemikir Theocratic dibwah pengaruh SainSimont sebagaimana diketahui Sain-Simont menganggap bahwa abad
pertengahan adalah periode organik yang bersifat kontruktif.
4. Sumber terakhir yang melatar belakangi pemikiran Comte adalah
lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik,
terutama yang diprakarsai oleh Sain Simont. Comte telah membangun
hubungan yang sangat erat dengan Sain Simont dan juga dengan para
ahli pikir sosialis Perancis lainnya. Comte disuatu pihak akan
membangun pengetahuan sosial dan dipihak lain akan membangun
kehidupan

ilmu

pengetahuan

sosial

yang

bersifat

scientific.

Sebenarnya Comte memiliki sifat tersendiri terhadap aliran ini, tetapi


sekalipun demikian dasar-dasar aliran masih tetap dianutnya terutama
pemikiran mengeni pentingnya suatu pengawasan kolektif terhadap
masyarakat dan mendasarkan pengawasan tersebut di dalam suatu
dasar yang bersifat scientific.
Auguste Comte adalah penyumbang terbesar untuk membangun sosiologi
sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya, yang pada dasarnya
merupakan suatu buku tentang filsafat ilmu pengetahuan dan uraian tentang
itu telah mengambil tempat paling banyak dalam bukunya itu. Comte
menguraikan metode-metode berpikir ilmiah. Comte mengatakan bahwa ilmu

Page 0

pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari pada suatu perluasan metode yang
sangat sederhanan dari akal sehat, terhadap semua fakta-fakta yang tunduk
kepada

akal

pikiran

manusia.

Comte

sangat

mendasarkan

seluruh

pemikirannya kepada perkembangan atau kemampuan akal pikiran atau


intelegensi manusia. Dengan cara berpikir seperti ini nantinya akan
melahirkan banyak kritik terhadap Comte dengan filsafat positif yang
dikembangkannya.

D. Teori Sosiologi Auguste Comte


Lahirnya Positivisme, Positivisme merupakan ajaran bahwa hanya fakta
atau hal yang dapat ditinjau dan diuji melandasi pengetahuan sah. Positivisme
adalah paham filsafat yang cenderung untuk membatasi pengetahuan benar
manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan memakai ilmu
pengetahuan.
Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Selanjutnya
lebih ditegaskan dalam pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih
bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.

Page 0

Zaman pencerahan menyebabkan beberapa penyakit pada masyarakat.


Oleh karena itu Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial
untuk memperbaiki penyakit yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan
Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat.
Auguste Comte melihat perubahan-perubahan yang disebabkan adanya
ancaman terhadap tatanan sosial, menganggap bahwa perubahan tersebut tidak
saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam masyarakat,
tetapi juga berdampak negatif yaitu terjadinya konflik antarkelas dalam
masyarakat yang terjadi karena hilangnya norma atau pegangan (normless)
bagi masyarakat dalam bertindak. Comte membagai sosiologi menjadi dua
bagian, yaitu apa yang disebut dengan social statics dan social dynamics.
Social statics dimaksutkan sebagai suatu studi tentang hukum-hukum aksi
dan reaksi antara bagian-bagian dari sistem sosial. Social statics merupakan
bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi tetapi dia bukanlah bagian
yang paling penting dari studi mengenai sosiologi, karena pada dasarnya
sosial statics merupakan hasil dari suatu pertumbuhan dan didalam social
statics terdapat empat doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan
negara.
Sedangkan social dynamics merupakan bagian paling penting dari
sosiologi. Social dynamics didefinisikan sebagai teori tentang perkembangan
dan kemajauan masyarakat manusia. Social dynamics oleh karenanya
merupakan studi tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang
spekulatif tentang sejarah itu sendiri. Social dynamics adalah teori tentang
perkembangan masyarakat manusia dengan tidak tidak membahas asal mula
manusia karena hal tersebut diluar dari batas ilmu pengetahuan. Menurut
comte bahwa ilmu pengetahuan harus dapat dibuktikan dalam kenyataan.
Comte membagi sejarah umat manusia ditentukan oleh pertumbuhan dari
pemikiran manusia, dan oleh karena itu, hukum tertinggi dari sosiologi
haruslah hukum tentang perkembangan intelegensi manusia. Diataranya yaitu:
1. The law of the three stage

Page 0

The law of the three stage atau hukum tentang tiga tingkatan
pemikiran, adalah hukum tentang perkembangan intelegensi manusia,
dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan masyarakat,
juga terhdap perkembangan seorang individu. Hukum ini merupakan
generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang
semakin maju melalui tiga tahap pemikiran yaitu:
a. Tahap Teologis
Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa,
roh atau tuhan.Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk
menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia, sehingga
terkesan irasional.Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan
yang dianut masyarakat.Yang pertama fetisysme dan dinamise,
menganggap alam semesta ini mempunyai jiwa. Contohnya,
bergemuruhnya guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang dan
lain-lain. Kemudian ada animisme yang mempercayai dunia sebagai
kediaman roh-roh atau bangsa halus.Yang kedua politeisme, sedikit
lebih

maju

dari

pada

kepercayaan

sebelumnya.Politeisme

mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaankesamaan diantara mereka.Sehingga politeisme menyederhanakan
alam semesta yang beranekaragam.Contoh dari politeisme, dulu
disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda.
Politeisme

menganggap

setiap

sawah

dimanapun

tempatnya

mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu
yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang
menganggap hanya ada satu tuhan.
b. Tahap Metafisik
Pada tahap ini tingkat pemikiran bahwa alam semesta dengan segala
isinya diatur adanya dan gerak perubahannya oleh hukum-hukum alam
yang merupakan tahap transisi pemikiran manusia dan semua

Page 0

fenomena yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak


roh, dewa atau tuhan. Namun pada tahap ini, muncul konsep-konsep
abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan seperti alam.
c. Tahap Positivisme
pada tahap ini suatu pemikiran yang menganggap bahwa semua gejala
alam dan segala isinya hanya dapat diterangkan dan dipahami melalui
kenyataan-kenyataan obyektif atau positif, dan bukannya melalui
interpretasi teologis maupun metaphisis. Cara berfikir positif adalah
suatu cara berfikir bahwa untuk memahami semua gejala alam
haruslah melalui pengamatan atau observasi terhadap gejala itu sendiri,
tanpa melihat kekuatan-kekuatan yang abstrak diluar kenyataan. Gejala
alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah
berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara
empiris. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan
segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang
lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian
sebab mutlak (tuhan atau alam) dan lebih berkonsentrasi pada
penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan
hukum yang mengaturnya.
2. The law of the hierarchie of the sciencies
The law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu
pengetahuan).

Didalam

menyusun

ilmu

pengetahuan,

comte

menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran manusia


dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga
seringkali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu
tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang
bersifat teologi didalam melihat gejala-gejala atau kenyataankenyataan.

Page 0

3. The law of the corelation of partical activities


The law of the corelation of partical activities merupakan hubungan
yang bersifat natural antara cara berfikir yang teologis dengan
militerisme. Cara berfikir teologis mendorong timbulnya usaha-usaha
untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan (forces). Oleh
karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada
masyarakat primitif dalam hubungan satu sama lain. Pada tahap yang
bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam)
menjadi dasar dari organisasi kemasyarakatan dan hubungan antar
manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistik demikian ini
merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.
4. The law of the corelation of the feelings
The law of the corelation of the feelings merupakan anggapan comte
bahwa masyarakat disatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa
sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan
pemikiran manusia dengan perkembangan dari social sentiment.
Didalam tahap yang teologis, sentiment sosial dan rasa simpati yang
terbatas dalam masyarakat lokal atau terbatas dalam city state. Tetapi
dalam tahap positif/scientific, sosial simpati berkembang menjadi
semakin universal akan mampu memperkembangkan semangat
altruitis dan menguniversalkan perasaan sosial (social sympathy)
Comte merupakan figur sentral dalam sejarah pemikiran sosial. Dia
merupakan pelopor dalam suatu ilmu pengetahuan

yang kelak tumbuh

menjadi demikian penting dan sangat dibutuhkan dalam kenyataan-kenyataan


obyektif yang bersifat positif, tidak lagi merupakan dasar dari perkembangan
ilmu pengetahuan.

Page 0

E. Kesimpulan
Auguste comte adalah seorang tokoh yang terkenal dengan
pemahaman dan teori-teorinya dan sebagai pencetus mulculnya sosiologi
hingga disebut sebagai Bapak Sosiologi. Pemahaman pemikiran Auguste
Comte yang dibagi menjadi beberapa sumber penting yang menjadi latar
belakang yang menentukan jalan pikiran comte yaitu : revolusi Prancis,
filsafat sosial yang berkembang di Prancis, aliran reaksioner dan aliran
pemikiran sosialistik.
Auguste

comte

menciptakan

teori

dalam

sosiologi

yaitu

diantaranya positivisme, social statics dan social dynamics. Positivisme


merupakan ajaran bahwa hanya fakta atau hal yang dapat ditinjau dan diuji
melandasi pengetahuan sah, Social statics dimaksutkan sebagai suatu studi
tentang hukum-hukum aksi dan reaksi antara bagian-bagian dari sistem
sosial dan Social dynamics adalah sebagai teori tentang perkembangan dan
kemajauan masyarakat manusia yang didalamnya menjelaskan tentang tiga
tahap pemikiran yaitu: tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positivis.

Page 0

BAB IV
(George Simmel)
A. Latar belakang
Teori merupakan sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling
berkaitan yang menghadirkan suatu tinjauan secara sisitematis atas fenomena
yang ada dengan menunjukan secara spesifik hubungan-hubungan diantara
variabel-variabel yang terkait dalam fenonema, dengan tujuan memberikan
eksplanasi dan prediksi atas fenonema tersebut. Dalam hal ini teori sosiologi
klasik diartikan sebagai suatu hasil pemikiran berupa teori yang digunakan
sebagai alat penganalisa fenomena sosial pada masa menjelang abad ke-20.
Teori-teori tersebut lahir dari para tokoh-tokoh terkenal pada masa itu seperti
Emile Durkhem, Max Weber, Karl Mark, Georg Simmel dan lain-lain.
Hasil pemikiran dari masing-masing tokoh sosiologi klasik memiliki
keunikannya masing-masing dengan karakternya masing-masing sebagai
usaha dalam memahami kenyataan-kenyataan sosial yang terjadi di
masyarakat. Seperti misalnya hasil pemikiran George Simmel.

Page 0

George Simmel yang dikenal sebagai seorang sosiolog dan filsuf Jerman
yang

hidup

di

tahun

1858-1928

merupakan

salah

satu Founding

Father Sosiologi yaitu tepatnya tokoh dari sosiologi formal. Sosiologi formal
maksudnya ialah sosiologi lebih menitik beratkan pada mempelajari bentukbentuk interaksi sosial bukan mempelajari isi dari hubungan atau interaksi
sosialnya (Siahaan, 1986).
Pendekatan Simmel terhadap sosiologi dilihat dari cara pandangnya
terhadap masyarakat yang menurutnya merupakan sebuah bentuk interaksi
sosial yang berpola seperti halnya jaringan laba-laba. Masalah-masalah pokok
sosial yang dipelajari sosiologi terletak pada deskripsi dan analisa bentukbentuk khusus dari interaksi sosial manusia dan kristalisasinya di dalam
kelompok dengan karakteristiknya masing-masing.
Georg Simmel beranggapan bahwa sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
yang

harus

memiliki

tujuan

mendeskripsikan,

mengklasifikasikan,

menganalisis, dan melakukan penyelidikan tentang bentuk-bentuk hubungan


sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Selain itu, Simmel juga
menggunakan pendekatan dialektis di dalam mengembangkan teori
sosiologinya. Ia mengaitkan hubungan sosial yang dinamis dengan konflik
yang terjadi. Menurutnya, fenomena sosial yang terjadi merupakan elemen
formal yang bersifat ganda antara kerjasama dan konflik. Bagi Simmel,
konflik merupakan sesuatu yang essensial dari kehidupan sosial sebagai suatu
yang tidak dapat dihilangkan di dalam komponen kehidupan sosial.

B. Biografi George Simmel


George Simmel yang lahir di pusat kota Berlin pada tanggal 1 Maret
1858 merupakan seorang anak bungsu dari tujuh bersaudara usahawan Yahudi
yang telah ditinggal mati oleh ayahnya ketika dia masih kanak-kanak. Oleh
karena itu, dia tumbuh menjadi seorang yang penggelisah sampai akhirnya
mendapat julukan sosiolog yang gelisah1. Namun, karena dia mempunyai
latar belakang sebagai anak kota yang berorietasi kota juga, hampir seluruh
1

Page 0

hidupnya ditandai dengan petualangan dengan berpindah dari tempat satu ke


tempat lain. Begitu pula dengan ilmu yang dia tuntut, mulai dari sejarah,
filsafat sampai sosiologi.
Dia belajar berbagai bidang studi di Universitas Berlin. Upaya
pertamanya untuk menulis disertasi ditolak, meskipun begitu Simmel
bersikukuh dan memperoleh gelar doktornya dalam bidang filsafat pada tahun
1881. Pada tahun 1885-1900 dia bekerja sebagai pengajar di universitas
Berlin tempat dia belajar dulu. Ilmu yang dia ajarkan mulai dari ilmu logika,
sejarah filsafat, etika, psikologi sosdial sampai sosiologi. Meskipun dia
menduduki posisi yang tidak penting yaitu sebagai dosen privat yang tidak
digaji negara melainkan mendapat bayaran dari mahasiswanya, dia
merupakan dosen yang sangat populer. Karena dia adalah seorang pemberi
kuliah yang begitu cemerlang dan menarik perhatian mahasiswa. Gayanya
tersebut membuat anggota masyarakat yang berpendidikan sekalipun tertarik
mengikuti kuliahnya, yang kemudian menjadi acara publik. Melihat
keterpinggiran simmel tersebut berjalan seiring melihat kenyataan bahwa
ternyata dia adalah seorang yang kontradiktif.
Dan juga fakta-fakta yang bertentangan tentang Simmel. Berdasarkan
kesaksian-kesaksian

kerabat,

sahabat,

mahasiswa

dan

orang

sezamannya, mereka ada yang menggambarkan Simmel sebagai


seorang laki-laki yang tinggi, langsing lalu sebagian yang lain
mengatakan bahwa dia seorang yang pendek dan mempunyai raut muka
yang sedih seperti khas Yahudi namun juga intelektual yang
bersemangat dan muldia. Dan terakhir kita mendengar bahwa dia adalah
seorang yang intelektual [Lukacs, 1991:145] bersahabat baik, namun
juga merupakan seorang yang buram, liar serta tidak rasional.
(Schanabel, dikutip didalam Poggi, 1993 : 5)
Simmel menulis begitu banyak artikel, beberapa yang terkenal adalah
The Metropolis and Mental Life juga The Philosophy of Money. Di
bidang sosiologi, buku yang ditulis Simmel sebagai karya utamanya adalah
Sociology: Investigations of the Forms of Sociations yang terbit pada tahun

Page 0

1908. Dia terkenal di kalangan akademisi Jerman dan bahkan memiliki


pengikut internasional, khususnya di Amerika Serikat, tempat karyanya
memiliki arti penting bagi kelahiran sosiologi. Pahun 1900 dia menerima
penghargaan resmi gelar kehormatan murni dari Universitas Berlin yang tidak
memberinya status akademisi penuh. Simmel mencoba mendapatkan berbagai
status akademisi, namun ia gagal walaupun mendapat dukungan sarjana
seperti Max Weber. Salah satu alasan yang menjadi penyebab kegagalan
Simmel adalah karena dia seorang seorang Yahudi yang hidup di Jerman abad
ke-19 yang pada saat itu dengan anti Semitisme. Alasan lain adalah jenis
karyanya yang ditulisnya. Banyak artikelnya yang terbit di surat kabar dan
majalah, semua itu ditulis untuk audien yang lebih umum daripada untuk
sosiolog akademis. Sebenarnya hal tersebut, karena dia tidak memiliki jabatan
akademik reguler, dia terpaksa mendapatkan penghasilan melalui kuliah atau
ceramah umum. Audiens Simmel, baik tulisan atau kuliah-kuliahnya lebih
banyak adalah intelektual publik daripada sosiolog profesional, dan hal ini
cenderung membawanya pada penilaian bernada ejekan dari rekan-rekan
seprofesinya.
Akhirnya pada tahun 1914 Simmel diangkat sebagai dosen tetap di satu
universitas kecil di Strasbourg namun sekali lagi dia merasa terkucil. Di satu
sisi dia menyesal meninggalkan audiennya di kalangan intelektual Berlin
sementara di sisi lain Simmel tidak merasa sebagai bagian dari kehidupan di
universitas barunya. Bahkan dia dan istrinya pernah menulis surat pada istri
Max Weber

untuk menceritakan kehidupan sedihnya setelah mereka

meninggalkan Berlin.
Perang Dunia I meletus beberapa saat setelah kepindahaannya di
Strasbourg, ruang-ruang kuliah berubah menjadi rumah sakit, tentara dan para
mahasiswa pergi berperang. Dan Simmel tetap menjadi sosok marginal di
kalangan akademisi Jerman sampai dengan dia wafat tahun 1918. Dia
memang tidak pernah mendapat karier akademis yang normal. Namun meski

Page 0

begitu Simmel telah menarik banyak pengikut akademik pada jamannya, dan
kepopulerannya sebagai seorang sarjana terpelihara bertahun-tahun.

C. Pandangan George Simmel Tentang Masyarakat


Menurut Simmel masyarakat adalah suatu bentuk interaksi sosial yang
terpola seperti halnya jaring laba-laba.2 Dan tugas sosiolog adalah untuk
meneliti bagaimana bentuk interaksi itu bisa terjadi dan mewujud di dalam
kehidupan sejarah dan sekarang meski seiring dengan perubahan budaya.
Sosiologi adalah master science dimana orang dapat menemukan hukumhukum yang mengatur semua perkembangan sosial. Simmel tidak melihat
masyarakat sebagai bentuk organisme sebagaimana menurut comte ataupun
Spencer. Menurut Simmel masyarakat terdiri dari jaringan yang banyak likulikunya dari suatu hubungan yang bersifat ganda diantara individu didalam
suatu interaksi yang konstan (Houtman,1986:159). Baginya masyarakat
hanyalah sebuah nama untuk sejumlah individu - individu yang dihubungkan
oleh interaksi. Struktur super-individual yang lebih luas seperti negara,
keluarga, klan, kota, atau persekutuan dagang hanyalah merupakan
kristalisasi interaksi.
Sekalipun Simmel memandang bahwa struktur kelembagaan yang lebih
luas juga merupakan lapangan yang sah bagi studi sosiologi, dia lebih suka
membatasi karyanya pada penyelidikan tentang apa yang disebutnya interaksi
diantara atom-atom masyarakat. Terutama dia membatasi perhatian utamanya
pada pola-pola dasar dari interaksi antara individu-individu yang berada di
bawah kelompok sosial yang lebih luas (sekarang dikenal dengan mikro
sosiologi). Perhatian Simmel pun hanya ditujukan pada interkasi. Dengan
kerangka sosiologi inilah mengapa Simmel disebut sebagai tokoh sosiologi
formal. Adapun bentuk-bentuk dari hubungan sosial menurut Simmel
antaralain: Dominasi (penguasaan), Subordinasi (penundukan), kompetisi,
imitasi, pembagian pekerjaan, pembentukan kelompok atau partai-partai dan
2

Page 0

banyak lagi bentuk perhubungan sosial yang kesemuanya terdapat di dalam


kesatuan-kesatuan sosial seperti kesatuan agama, kesatuan keluarga, kesatuan
organisasi dagang, sekolah dan lain-lain lagi.
Simmel juga menggunakan pendekatan

dialektis

di

dalam

mengembangkan sosiologinya, yang mengaitkan hubungan sosial yang


dinamis dengan hubungan sosial di dalam konflik-konflik. Simmel melihat
bagaimana hubungan manusia selalu ditandai oleh adanya ambivalensi atau
sikap mendua. Baginya konflik merupakan sesuatu yang esensial dari
kehidupan sosial sebagai komponen yang tidak dapat dihilangkan di dalam
komponen kehidupan sosial. Masyarakat yang baik bukanlah masyarakat
yang bebas dari konflik, sebaliknya dalam bentuk bersama dari berbagai
konflik menyilang antara bagian-bagian dari komponen masyarakat. Karena
sebenarnya perdamaian dan permusuhan, konflik dan ketertiban sebenarnya
bersifat korelatif. Jika keduanya dicoba untuk dipisahkan akan menjadi
kesalah sosiologis sebab keduanya bukanlah merupakan realita yang berbeda
namun hanya berbeda dalam aspek formalnyabelaka dari realita yang ada.
D. Pokok perhatian Simmel
Level dan Wilayah Perhatian
Simmel memiliki teori realitas sosial yang jauh lebih rumit dan maju
daripada penilaian yang umumnya diberikan kepadanya di dalam sosiologi
Amerika kontemporer. Tom Bottomore dan David Frisby (1978) menyatakan ada
empat level dasar perhatian dalam karya Simmel. Asumsi mikro tentang
komponen-komponen psikologi kehidupan social. Pada skala yang lebih luas,
minatnya pada komponen-komponen sosiologi dalam hubungan antar pribadi.
Yang paling makro, karyanya tentang struktur, dan perubahan dalam semangat
social dan budaya pada zamannya.
yang melibatkan prinsip tertinggi metafisika kehidupan. Kebenaran abadi ini
mempengaruhi semua karya Simmel dan seperti akan kita ketahui, membawa pada
gambaran tentang arah masa depan dunia.

Pemikiran Dialektis
Pemikiran dialektis adalah suatu pemikiran dimana individu

memiliki hubungan yang bersifat dualistis. Disatu pihak dia adalah

Page 0

anggota masyarakat dan disosialisasikan didalam masyarakat tersebut, tapi


pada waktu yang sama dia juga menentang masyarakat itu sendiri.
Pemikiran Dialektik merupakan salah satu teori Simmel yang paling
terkenal.
Tiga wilayah masalah dalam sosiologi menurut Simmel yaitu :

Sosiologi murni, tentang variabel-variabel sosialisasi dan interaksi.

Sosiologi umum yang membahas produk sosial dan cultural.

Sosiologi filsafat

E. Kesadaran Individu
Pada level individual, Simmel berfokus pada bentuk-bentuk asosiasi dan
tidak terlalu memerhatikan masalah kesadaran individual. Namun, Simmel
dengan jelas bekerja dengan suatu pengertian bahwa manusia memiliki
kesadaran kreatif. Dasar kehidupan bagi Simmel adalah para individu atau
kelompok individu yang sadar, yang saling berinteraksi karena bermacam
motif, maksud dan kepentingan (Frisby, 1984:61). Minat pada kreativitas
tersebut terwujud di dalam diskusi Simmel mengenai bentuk-bentuk interaksi
yang bermacam-macam, kemampuan para aktor menciptakan struktur sosial,
dan juga efek-efek yang membahayakan yang dimiliki struktur-struktur itu
pada kreativitas individu. Diskusi Simmel mengenai bentuk bentuk interaksi
mengisyaratkan bahwa para aktor pasti berorientasi secara sadar kepada orang
lain. Misalnya interaksi didalam suatu sistem yang di stratifikasikan
mengharuskan agar pihak yang lebih tinggi dan yang lebih rendah saling
mengorientasi diri satu sama lain. Interaksi akan berhenti dan sistem stratifikasi
akan runtuh jika tidak ada proses orientasi bersama, hal yang sama berlaku
juga untuk semua bentuk interaksi lainnya.
Simmel juga mempunyai pengertian atas nurani individual dan atas fakta
bahwa norma-norma dan nilai-nilai masyarakat menjadi terinternalisasi di
dalam kesadaran individu. Keberadaan norma-norma dan nilai-nilai baik secara
internal maupun eksternal menjelaskan karakter rangkap perintah moral: bahwa
disatu sisi, perintah itu menghadapi kita sebagai tatanan impersonal yang harus
kita patuhi, tetapi di sisi lain, bukan kekuatan eksternal, melainkan hanya

Page 0

dorongan hati kita yang paling pribadi dan internal, yang memaksakannya
kepada kita. Bagaimanpun juga disinilah salah satu kasus ketika individu
didalam kesadarannya sendiri mengulangi hubungan-hubungan yang ada di
antara dia sebagai suatu pribadi total dan kelompok. Selain itu, Simmel
mempunyai suatu konsepsi mengenai kemampuan orang untuk menghadapi
dirinya sendiri secara mental, memisahkan diri dari tindakan-tindakannya
sendiri yang sangat mirip dengan pandangan-pandangan George Herbert Mead
dan interaksionis simbolik. Sang aktor dapat menerima rangsangan eksternal,
mengaksesnya, mengusahakan rangkaian tindakan yang berbeda, dan
kemudian memutuskan apa yang harus dilakukan. Karena kapasitas-kapasitas
mental tersebut, sang aktor tidak hanya diperbudak oleh kekuatan-kekuatan
eksternal. Akan tetapi, ada suatu paradoks di dalam konsepsi Simmel mengenai
kemampuan-kemampuan mental. Pikiran dapat membuat orang tetap
diperbudak oleh rangsangan luar, tetapi ia juga mempunyai kemampuan untuk
mereifikasi realita sosial, menciptakan sendiri objek-objek yang akhirnya
memperbudaknya. Seperti dikatakan Simmel "pikiran kita mempunyai
kecakapan luar biasa untuk memikirkan isi yang independen dan tindakan
berpikir. Oleh karena itu, meskipun kecerdasan memampukan manusia untuk
menghindar dari diperbudak, kecerdasan manusia juga menciptakan strukturstruktur dan lembaga-lembaga yang menghambat pemikiran dan tindakantindakan mereka.
F. Interaksi sosial
Georg

Simmel

terkenal

dalam

sosiologi

kontemporer

karena

sumbangannya bagi pemahaman kita tentang pola atau bentuk interaksi social.
Dalam hal ini kita berbicara tentang proses mikro-molukuler dalam, sebut saja
materi manusia. Proses-proses ini adalah kejadian aktual yang terikat atau
terhipostatiskan ke dalam sistem dan unit yang bersifat makrokosmik dan padat.
(Simmel,1908/1959b: 327-328) Simmel menjelaskan bahwa salah satu minat
utamanya adalah interaksi (asosiasi) antar actor sadar dan tujuan minatnya ini
adalah melihat besarnya cakupan interaksi yang pada suatu ketika mungkin
terlihat sepele namun pada saat lain sangat penting. Ini bukannya kelanjutan minat

Page 0

Durkheim tentang fakta sosial, tetapi lebih merupakan pernyataan tentang fokus
sosiologi yang skalanya lebih kecil.

Bentuk dan Tipe


Pokok perhatian utama Simmel bukanlah isi melainkan bentuk interaksi
sosial. Perhatian ini muncul dari keidentikan Simmel dengan tradisi Kantian
dalam filsafat, yang memisahkan bentuk dan isi. Namun pandangan Simmel
cukup sederhana. Dari sudut pandang Simmel, dunia nyata tersusun dari
peristiwa, tindakan, interaksi, dan lain sebagainya. Menurut pandangan Simmel,
tugas sosiolog adalah melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan
orang awam, yaitu menerapkan bentuk yang jumlahnya terbatas kepada
realitassosial, khususnya pada interaksi, sehingga dapat di analisis secara lebih
baik. Metodologi secara umum meliputi ekstrasi kesamaan yang ditemukan pada
luasnya bentangan interaksi spesifik.
Namun, ada beberapa cara untuk membela pendekatan Simmel terhadap
sosiologi formal. Pertama, pendekatan ini dekat dengan realitas , seperti tercermin
dari begitu banyak contoh dari dunia nyata yang digunakan Simmel. Kedua,
pendekatan ini tidak menerapkan kategori sewenang-wenang dan kaku terhadap
realitas sosial namun justru mencoba membiarkan bentuk-bentuk tersebut
mengalir dari realitas sosial. Ketiga, pendekatan Simmel tidak menggunakan
skema teoritis umum tempat dipaksanya seluruh aspek dunia sosial. Selanjutnya ia
menghindari reifikasi skema teoritis yang menjangkiti teoritisi seperti Tallcot
Parsons. Akhirnya, sosiologi formal berlawanan dengan empirisme yang
dikonseptualisasikan secara buruk yang merupakan cirri dari sebagian besar
sosiolog. Simmel benar-benar menggunakan data empiris, namun data-datga
tersebut ditempatkan di bawah upayanya untuk menerapkan beberapa aturan
tentang rumitnya dunia realitas sosial.

Geometri Sosial
Dalam sosiologi formal Simmel, kita dapat melihat jelas upayanya
mengembangkan geometri relasi sosial. dua dari koefisien geometri yang

Page 0

menarik perhatiannya adalah jumlah dan jarak (lainnya adalah posisi,


kesenyawaan, keterlibatan-diri,dan simetri.

Jumlah
Minat Simmel pada dampak jumlah orang terhadap kualitas interaksi dapat
dilihat dalam bahasanya tentang perbedaan antara dyad dan triad. Bagi Simmel
(1950), terdapat perbedaan krusial antara dyad dengan triad.
Dyad(dyad (kelompok yang terdiri dari dua orang)
- Tidak ada struktur kelompok independen.
- Kelompok tidak lain hanya terdiri dari dua individu yang dapat di pisahkan.
- Masing-masing anggota mempertahankan tingginya level individualitas.
- Individu tidak direndahkan pada level kelompok
Triad (kelompok yang terdiri dari tiga orang).
-Memiliki kemungkinan besar memperoleh makna di luar individu yang
terlibat.
-Berpotensi melahirkan struktur kelompok independen.
-Sering terjadi ancaman yang lebih besar bagi individualitas anggotanya.
Gerakan

dari dyad menuju triad

adalah

sesuatu

yang

esensial

bagi

berkembangnya struktur sosial yang dapat dipisahkan dari dominan terhadap


individu .

Ukuran kelompok
Pada level yang lebih umum, terdapat sikap simmel yang mendua
(1908/1971) terhadap dampak ukuran kelompok. Di satu sisi, ia berpendapat
bahwa meningkatnya ukuran kelompok atau masyarakat kecil cenderung
mengontrol kebebasan individu. Namun, pada masyarakat yang lebih luas,
individu cenderung terlibat dalam sebuah kelompok, yang masing-masing hanya
mengontrol sebagian kecil dari keseluruhan kepribadian. Dengan kata lain,
individualitas dalam kehadiran dan tindakannya secara umum meningkatkan
derajat

sehingga

lingkaran

sosial

yang

melingkupi

individu

dapat

meluas (simmel, 1908/1971a: 252).

Jarak
Dalam buku the philosophy of money (1907/1978), simmel memaparkan
sebuah prinsip umum nilai apa saja yang membuat suatu benda jadi berharga-

Page 0

yang menjadi dasar analisisnya tentang uang. Poin dasarnya ialah bahwa nilai
sesuatu ditentukan oleh jaraknya dari aktor. Sebuah barang tidak akan ada nilainya
jika terlalu dekat dan terlalu mudah diraih atau, sebaliknya, terlalu jauh dan terlalu
sulit diperoleh. Objek yang memang mungkin dapat diraih, namun hanya dengan
upaya sungguh-sungguh, adalah yang paling berharga.

Tipe sosial
Kita telah mengulas salah satu tipe simmel, yaitu orang asing; tipe lainnya
adalah si pelit, pemboros, pengelana, dan bangsawan. Untuk mengilustrasikan apa
yang dimaksud simmel di wilayah ini, kita akan membahas salah satu tipe yang
dijelaskannya, yaitu orang miskin.

Orang miskin
Sebagaimana ciri khas karya simmel, orang miskin juga didefinisikan
menurut relasi sosial, orang yang dibantu oleh orang lain atau paling tidak berhak
untuk mendapatkan bantuan tersebut.Dalam hal ini simmel jelas tidak
berpandangan bahwa kemiskinan didefinisikan oleh ada atau tidakna sejumlah
uang di tangan.
Simmel juga memiliki pandangan relativistik tentang kemiskinan yaitu,
orang miskin bukan sekedar mereka yang berada di lapis terbawah
masyarakat.Dari sudut pandang ini, kemiskinan ditemukan pada seluruh strata
masyarakat.Konsep ini mempengaruhi konsep sosiologi ang kemudian tumbuh,
yaitu keterbelakangan relatif.Jika orang yang merupakan anggota kelas atas lebih
miskin dari sesamanya, mereka cenderung merasa miskin bila dibandingkan
dengan mereka.

Bentuk Sosial
Simmel melihat luasnya cakupan bentuk sosial, termasuk pertukaran,
konflik, prostitusi dan sosiabilitas. Kita bisa melihat bentuk sosial melalui diskusi
Simmel tentang dominasi, yaitu superordinasi dan subordinasi.
Superordinasi dan Subordinasi
Superordinasi dan subordinasi memiliki hubungan timbal balik. Pemimpin
tidak ingin sepenuhnya mengarahkan pikiran dan tindakan orang lain. Justru
pemimpin berharap pihak yang tersubordinasi beraksi secara positif atau
negatif.Tidak satu pun bentuk interaksi ini meungkin ada tanpa adanya hubungan

Page 0

timbal balik.Dalam bentuk dominasi paling opresif sekalipun sampai tingkat


tertentu, pihak yang tersubordinasi tetap memiliki kebebasan pribadi.Bagi
kebanyakan orang, superordinasi mencakup upaya untuk menghapus sepenuhnya
independensi pihak yang tersubordinasi, namun Simmel berargumen bahwa relasi
sosial perlahan akan hilang jika ini terjadi.

G. Struktur-struktur sosial
Secara langsung Simmel tidak banyak membicarakan tentang strukturstruktur masyarakat berskala besar. Terkadang karena fokusnya pada interaksi, dia
menyangkal adanya level realitas sosial. Suatu contoh yang baik dari hal itu
ditemukan didalam usahanya untuk mendefinisikan masyarakat, tempat dia
menolak pendirian realis yang dicontohkan oleh Emile Durkheim bahwa
masyarakat adalah suatu entitas meterial yang nyata. Simmel juga tidak merasa
nyaman dengan konsepsi nominalis bahwa masyarakat tidak lain dari suatu
himpunan individu-individu yang terisolasi. Dia menganut pendirian menengah,
yang membahayakan masyarakat sebagai sekumpulan interaksi atau berhubungan
melalui interaksi.
Meskipun Simmel menyatakan pendirian interaksionis itu, di dalam banyak
karyanya dia bekerja sebagai seorang realis, seakan-akan masyarakat adalah suatu
struktur material yang nyata. Kemudian ada suatu kontradiksi mendasar didalam
karya Simmel mengenai level struktur-sosial. Simmel mencatat, "masyarakat
melampaui individu dan menjalani kehidupannya sendiri yang mengikuti hukumhukumnya sendiri. Masyarakat juga menghadapi individu dengan keteguhan
historis, imperatif".
Pemecahan untuk paradoks tersebut terletak di dalam perbedaan di antara
sosiologi formal Simmel, dimana dia cenderung setia kepada pandangan
interaksionis atas masyarakat, dan pansangan historis dan sosiologis filosofisnya,

Page 0

yang berarti dia jauh lebih condong untuk melihat masyatakat sebagai suatu
struktur sosial independen yang bersifat memaksa. Di dalam sosiologi-sosiologi
belakangan, dia melihat masyarakat sebagai bagian dari proses-proses
perkembangan kebudayaan obyektif yang lebih luas yang membuatnya cemas.
Meskipun kebudayaan objektif paling baik dilihat sebagai bagian dari ranah
budaya, Simmel memasukkan pertumbuhan struktur-struktur sosial berskala besar
sebagai bagian dari proses itu. Bahwa Simmel mengaitkan pertumbuhan strukturstruktur sosial dengan penyebaran kebudayaan objektif, jelas di dalam pernyataan
ini, "meningkatnya objektivikasi kebudayaan kita, yang fenomenanya terdiri dari
unsur-unsur yang semakin impersonal dan yang semakin kurang menyerap
totalitas subjektif individu...juga mencakup struktur-struktur sosial" (1908/1950b:
318). Selain itu, untuk memperjelas hubungan di antara masyarakat dan
kebudayaan objektif, pernyataan itu menghasilkan pemikiran-pemikiran Simmel
pada level budaya realitas sosial.

H. Kebudayaan Objektif
Dalam pandangan Simmel, manusia menghasilkan kebudayaan, tetapi
karena kemampuan mereka untuk mereifikasi realitas sosial, dunia budaya dan
dunia sosial akhirya mempunyai kehidupan sendiri, kehidupan yang semakin
mendominasi para aktor yang menciptakannya, dan terus menciptakannya setiap
hari. Obyek-obyek budaya menjadi semakin terkait satu sama lain di dalam suatu
dunia yang lengkap yang kian sedikit berhubungan dengan jiwa subyektif
(individual) dan keinginan-keinginan serta kepekaan-kepekaannya.
Komponen kebudayaan obyektif:

Peralatan

Seni

Alat-alat transportasi

Bahasa

Produk-produk ilmu

Lingkungan intelektual

Teknologi

Kebijaksanaan konvensional

Page 0

Dogma religious

Sistem-sistem legal

Sistem-sistem filosofis

Cita-cita (contohnya, tanah air)

Page 0

Kebudayaan objektif bertumbuh dan membentang dengan bebagai cara:


Pertama: Ukuran absolutnya bertumbuh seiring dengan peningkatan
modernisasi. Kedua: Jumlah komponen-komponen ranah budaya yang berbeda juga
bertumbuh. Analisis spesifik Simmel atas pertumbuhan kebudayaan obyektif yang
melampaui kebudayaan subyektif hanyalah satu contoh dari prinsip umum yang
mendominasi semua kehidupan: Nilai total sesuatu bertambah sejajar dengan
merosotnya nilai-nilai bagian individualnya.

Simmel menganalisis bentuk-bentuk interaksi yang terjadi di dalam

kota modern (Vidler, 1991). Dia melihat bahwa kebudayaan objektif dapat
berkembang dengan baik di kota metropolis modern, namun disisi lain terjadi
kemunduran kebudayaan individual. Kota menjadi pusat pembagian kerja, spesialisasi
memainkan suatu peran sentral didalam menghasilkan suatu kebudayaan objektif
yang terus meluas. Dampak modenitas lainnya yaitu bahwa orang lebih bebas berada
dalam kota modern dibandingkan dengan tinggal dalam batas-batas sosial ketat di
kota kecil.

Salah satu pengaruh Simmel pada perkembangan Sosiologi adalah

bahwa karya mikro-analitiknya digunakan, teapi implikasinya yang lebih luas


diabaikan. Cotohnya karya Simmel mengenai hubungan-hubungan pertukaran.
Menurutnya pertukaran merupakan jenis interaksi paling murni dan paling maju.
Pemikiran Simmel atas semua pertukaran sosial mencakup keuntungan dan
kerugian. Pemikiran tentang pertukaran diungkapkan didalam karyanya yang lebih
luas mengenai uang yang ia anggap sebagai bentuk pertukaran paling murni. Ekonomi
yang didasarkan pada uang memungkinkan serangkaian pertukaran yang tidak
berakhir. Uang sebagai suatu bentuk pertukaran, menggambarkan salah satu sebab
pengasingan pada suatu struktur sosial modern yang direifikasi. Esai berjudul The
Philosophy of Money banyak membahas mengenai kota dan pertukaran.

I. Buku The Philosophy of Money

The Philosophy of Money (1907 / 1978) menggambarkan dengan baik

keluasaan dan kecanggihgan pemikiran simmel (Deflam,2003). Karya Simmel ini


Page 65

patut mendapat penghargaan. Teori ini setara dengan penghargaan untuk esaiesainya mengenai mikrososiologi. Judul karya Simmel memang terfokus kepada
uang, namun pada fenomenonya terdapat sekumpulan perhatian teoritis dan
filosofis yang lebih luas. Contohnya, Simmel tertarik pada isu nilai yang luas, dan
uang dapat dilihat sebagai bentuk nilai yang spesifik. Pada level lainnya, Simmel
tertarik tak hanya mengenai uang, namun dampaknya terhadap sederetan
fenomena yang luas, dunia batin para aktor dan kebudayaan objektif secara
keseluruhan. Pada level berikutnya, Simmel memperlakukan uang sebagai suatu
fenomena spesifik yang berhubungan dengan suatu varietas komponenkomponen kehidupan. Akhirnya dan dianggap yang paling umum bahwa Simmel
melihat uang sebagai suatu komponen kehidupan yang spesifik yang mampu
membantu memahami totalitas kehidupan.
J. Uang dan Nilai

Simmel beragumen, bahwa manusia menciptakan nilai dengan membuat

objek-objek, memisahkan diri dari objek dan kemudian berusaha mengatasi jarak,
rintangan-rintangan, dan kesulitan-kesulitan (Simmel,1907 / 1978 : 66). Semakin
besar kesulitan memperoleh sesuatu obyek, semakin besar nilainya. Akan tetapi,
kesulitan pencapaian mempunyai suatu batas yang lebih rendah dan yang lebih
tinggi (Simmel,1907 / 1987 : 72).Nilai suatu benda berasl dari kemampuan untuk
mendapatkannya. Suatu benda keberadaaanya dekat,menjadi suatu yang tidak bernilai
harganya dan terlalu mudah dalam mendapatkannya. Sebaliknya pula, suatu benda
yang terlalu jauh dan sulit dalam hal mendapatkannya juga menjadi sesuatu yang tak
bernilai pula. Mereka dapat di bilang bernilai jika dalam mendapatkannya tidak terlalu
jauh dan tidak terlalu dekat. Hal-hal yang mempengaruhi jarak suatu benda / objek
dalam mendapatkannya adalah seberapa lama mendapatkannya,kelangkaan, kesulitan
serta hal-hal yang perlu di korbankan dalam mendapatkannya. Individu berusaha
menempatkan diri dalam prosesi mendapatkan benda atau objek tersebut dengan
mudah, namun juga sedikit sulit.

Page 65


K. Uang, Reifikasi, dan Rasionalisasi

Di dalam proses penciptaan nilai, uang juga memberikan dasar untuk

pengembangan pasar, ekonomi modern, dan pada akhirnya masyarakat modern


(kapitalistik) (Poggi,1996). Uang membuat wujud tertentu bagi individu-individu
dalam memperoleh kehidupannya sendiri yang eksternal. Keadaan seperti ini amatlah
berbeda dengan kehidupan individu- individu atau masyarkat pada jaman dahulu.
Mereka melaukan barter atau perdagangan yang tidak menghasilkan dunia yang di
reifikasikan yang merupakan produk khas dari ekonomi uang. Uang mengiszinkan
perkembangan dalam berbagai cara. Seperti, Simmel beragumen bahwa uang
memungkinkan

kalukulasi-kalkulasi

jangka

panjang,

perusahaan-perusahaan

berskala besar, dan kredit jangka panjang (1907 / 1978:125). Belakangan , Simmel
mengatakan uang telah... mengembangkan... praktik-praktik paling obyektif, normanorma yang paling logis, yang matematis secara murni, kebebasan absolut dari segala
hal yang personal (1907 / 1978:128). Simmel melihat proses dari retifikasi hanya
bagian dari proses yang lebih umum yang mewujudkan dan menyimbolkan di dalam
obyek-obyek. Perwujudan dan tsruktur simbolik tersebut menjadi di reifikasi dan pada
akhirnya menjalankan kekuatan mengendalikan para aktor. Uang tidak hanya
menciptakan dunia sosial yang direifikasi,juga menyumbang bagi rasionalisasi dunia
sosial yang terus meningkat (Deutschmann,1996;B.Turner,1986). Ekonomi uang
menumbuhkembangkan suatu penekanan pada faktor-faktor kuantitatif dari pada
kualitatif.

Secara kurang jelas, uang menyumbang bagi rasionalisasi dengan

meningkatkan pentingnya intelektualitas di dalam dunia modern ( B.Turner,1986;


Deutschmann,1996).
Efek-efek Negatif

Masyarakat menjadikan uang sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri,

benar-benar tujuan terakhir, mempunyai sejumlah efek negatif pada individu


(Bailharz, 1996). Efek efek yang timbul adalah bertambahnya sinisme dan
sikap bosan. Sinisme dapat muncul ketika objek-objek dari yang tertinggi
hingga yang paling rendah sekalipun dapat di perjualbelikan dan di
perumpamakan dalam suatu bentuk bernama uang. Bisa di bilang,segala hal

Page 65

yang ada dapat kita beli. Penyeragaman yang terjadi dengan membuat
kesatuan obyek yang di sebut uang membuat sikap sinis yang beranggapan
semua ada harganya. Ekonomi uang menyebabkan sikap bosan, semua hal
sama mejemuknya dangan warna abu-abu,sehingga tidak menggembirakan
bila memperolehnya (Simmel, 1907/ 1978: 256). Bosan membuat kehilangan
kemampuan dari individu untuk membedakan setiap nilai dari setiap tujuan
dari pembelian. Hal negatif yang lain dari ekonomi uang adalah hubungan
yang semakin impersonal diantara manusia.
L. Tragedi Kebudayaan

Penyebab utama perbedaan yang terus bertambah adalah meningkat-

nya pembagian kerja di dalam pembagian kerja di dalam masyarakat modern (Oakes,
1984: 19). Pada saat spesialisasi dalam pekerjaan mengantarkan ketingkat kecakapan
yang lebih baik dan menciptakan berbagai komponen budaya. Namun, pada saat yang
sama individu yang sudah terspesialisasi kehilangan kepekaan dan pengendalian
terhadap kebudayaan. Kebudayaan obyektif terbentuk, kebudayaan individu terhenti.
Contohnya, dalam perkembangan bahasa telah di perluas secara besar besaran,
namun kemampuan lingusitik individu tertentu tampak mundur. Dengan seiring
perkembangan teknologi dan peralaatan mesin, kemampuan para pekerja yang
mengutamakan individu dan keahlian yang dibutuhkan telah merosot. Individu sudah
sangat terspesialisasi dengan pembagian kerjanya. Dengan kekuatanya mendominasi
para individu dalam segala kehidupan mereka dengan berbagai cara.

M. Kerahasiaan: Suatu Studi kasus di Dalam Sosiologi Simmel

Suatu tipe yang khas dari kesarjanaan Simmelian ialah karyanya

mengenai suatu bentuk spesifik interaksi kerahasiaan. Kerahasiaan didefinisikan


sebagai kondisi ketika sesorang mempunyai maksud menyembunyikan sesuatu
sedang orang lain berusaha menyingkap hal yang menjadi kerahasiaan tersebut.

Simmel memulai fakta dasar bahwa orang harus mengetahui beberapa

hal tentang orang lain agar dapat menjalin komunikasi dengan mereka, seperti kita
harus tau siapa yang menjadi lawan bicara kita atau sedang berurusan dengan siapa
pada saat itu. Namun hal yang perlu diketahui bahwa kita bisa pada akhirnya
Page 65

mengetahui banyak hal tentang orang lain tersebut,tetapi kita tidak akan pernah
mengetahui kondisi secara internal terhadap diri mereka seperti pemikiran, suasana
hati,dll. Di lain hal kita benar - benar membentuk konsepsi yang utuh mengenai
orang lain dari potongan potongan infomasi yang didapat serta membentuk
gambaran mental yang koheren mengenai orang yang menjadi lawan interaksi.
Dengan demikian hubungan hubungan berkembang diatas dasar pengetahuan
timbal balik, dan pengetahuan itu berlandaskan hubungan hubungan aktual.
Keduanya terjalin terpisahkan(1906/1950: 309)

Dalam aspek kehidupan, kita memperoleh bukan hanya kebenaran juga

ketidaktahuan dan kesalahan. Akan tetapi dalam proses interaksi dengan orang lain
hal itu memperoleh sifat yang khas karena terkait dengan kehidupan batin orang yang
kita ajak berinteraksi. Manusia memiliki objek pengetahuan yang berbeda,
mempunyai kemampuan menyingkapkan secara sengaja kebenaran atau berbohong
dengan menyembunyikan kebenaranyang ada pada dirinya. Namun faktanya bahwa
sekalipun

manusia

ingin

menyingkapkan

semuanya,

mereka

tidak

dapat

melakukannya karena begitu banyak informasi yang mereka dapat akan mendorong
setiap orang masuk ke rumah sakit jiwa (Simmel, 1906/1950:312). Oleh karena itu,
orang harus memilih hal-hal yang akan mereka laporkan kepada orang lain. Dari
sudut pandang simmel bahwa kita hanya melaporkan pecahan-pecahandari
kehidupan batin kita pada orang lain kemudian memilih pecahan mana yang
diungkapkan dan disembunyikan. Hal itu membawa bentuk kebohongan,suatu bentuk
interaksi dengan sengaja menyembunyikan sebagian kebenaran kepada orang lain dan
dalam hal ini,orang lain tidak hanya ditinggalkan pada konsepsi keliru melainkan
dapat diusut pada fakta bahwa pelaku bermaksud orang lain tertipu.

Jarak, Simmel mendiskusikan kebohongan dari segi Geometri Sosial khususnya


mengenai jarak. Bahwa dalam pandangannya kita dapat menerima dan
menyetujui dengan baik kebohongan orang lain yang jaraknya jauh dari kita.
Sebaliknya jika orang yang dekat dengan kita berbohong,kehidupan menjadi tak
tertahankan (Simmel, 1906/1950:31).

Secara umum,semua komunikasi menggabungkan unsur-unsur dari

kedua belah pihak dengan fakta yang diketahui pihak yang satu atau pihak yang lain.
Karena keberadaan yang kebelakangan itulah yang menyebabkan adanya jarak
dalam semua hubungan sosial. Dalam argumen Simmel bahwa hubungan sosial

Page 65

memerlukan baik unsur-unsur yang diketahui oleh lawan interaksi dan yang tidak
diketahuioleh lawan interaksi. Dengan kata lain hubungan paling intim pun
memerlukan hubungan kedekatan yang berjarak,pengetahuan timbal balik dan saling
menyembunyikan,oleh karena itu kerahasiaan bagian integral dari hubungan sosial
seluruhnya meskipun kerahasiaan dapat menghancurkan hubungan bagi yang
mengetahuinya.
Ukuran masyarakat
Dalam setiap kelompok-kelompok kecil sulit dalam mengembangkan
kerahasiaan. setiap orang terlalu dekat dengan orang lain dan kondisi-kondisinya
serta frekuensi keintimannya mengandung banyak godaan untuk
menyingkapnya(Simmel,1906/1950:335. Sebaliknya, dalam kelompok besar
rahasia-rahasia dapat dikembangkan bahkan jauh lebih banyak dibutuhkan karena
ada perbedaaan kepentingan diantaranya.

Pada level makroskopik, kerahasiaan bukan hanya salah satu bentuk

interaksi tetapi juga sebagai citi kelompok keseluruhannya. Seperti masyarakat


rahasia, bahwa rahasia tidak dimiliki individualnya melainkan dimiliki oleh semua
anggota dan menentukan hubungan timbal balik dikalangannya. Dalam masyarakat
tersebut rahasia dalam masyarakat rahasia tidak selamanya dapat disembunyikan
karena ada ketegangan terus menerus disebabkan oleh fakta bahwa rahasia dapat
terbongkar atau terungkap dengan demikian dapat melenyapkan dasar keberadaan
masyarakat rahasia tersebut.

Kerahasiaan dan Hubungan-hubungan Sosial

Dalam kajian ini Simmel menggunakan sudut pandang pengetahuan

dan kerahasiaan timbal balik. Bahwa dalam sederet kelompok kepentingan dimana
kita berinteraksi berdasarkan pada suatu dasar yang terbatas serta kepribadian dari
orang lain tidak relevan bagi perhatian kita yang spesifik. Simmel berargumen bahwa
objektivitas kebudayaan yang bertambah membawa serta semakin banyak kelompok
berkepentingan terbatas dan jenis-jenis yang dikaitkan dengannya. Hubungan ini
memerlukan totalitas subjektif sang individu daripada yang dilakukan asosiasi dalam
masyarakat pramodern.
Kepercayaan

Page 65

Dalam hubungan impersonal yang khas dalam masyarakat modern

yang di objektivikasi, kepercayaan sebagai bentuk interaksi yang sangat penting.


kepercayaan adalah penengah antara pengetahuan dan ketidaktahuan seorang
manusia(Simmel,1906/1950:318). Dalam masyarakat pramodern cenderung lebih
mengetahui tentang orang-orang yang berhubungan dengannya. Dalam dunia
modern kita tidak bias mempunyai pengetahuan yang banyak tentang sebagian orang
yang terhimpun dengan kita. Oleh karena itu mahasiswa tidak banyak mengetahui
tentang profesornya atau sebaliknya,namun mereka mampunyai kepercayaan bahwa
profesor akan hadir dalam waktu yang ditentukan dan membicarakan hal yang
didiskusikan.
Pengenalan sekilas

Kita

dapat

mengetahui

kenalan-kenalan

kita,tetapi

kita

tidak

mempunyai pengetahuan yang akrab atas mereka. orang mengetahui orang lain
hanya bagian luarnya,baik dalam arti gambaran sosial murni,atau dalam apa yang
mereka tunjukan kepada kita (Simmel,1906/1950:320). Karena itulah ada
kerahasiaan yang lebih banyak dari kalangan kenalan dari pada kalangan yang
akrab.

Dalam artian bentuk asosiasi :


Keberjarakan

kita tidak mengetahui semua hal yang tidak diungkapkan

orang lain dengan sengaja pada kita. Keberjarakan itu tidak mengacu kepada hal
khusus yang tidak di izinkan kita ketahui, tetapi kepada suatu sikap hati-hati umum
berkenanaan kepribadian total(Simmel,1906/1950:321). Meskipun berjarak kita
sering dapat mengetahui lebih banyak tentang orang lain daripada yang mereka
singkapkan kepada kita. bagi orang yang mempunyai telinga yang baik secara
psikologis,orang yang sering mengkhianati sebagian besar pemikiran dan
kualitasnya yang paling rahasia,tak hanya meskipun tapi sering karena mereka
sangat ingin menjaganya(1902/1950:323-324). Simmel berargumen bahwa
interaksi bergantung baik pada keberjarakan atau fakta kita dapat mengetahui lebih
dari yang mereka kira.
Persahabatan. Asumsi bahwa persahabatan didasar pada keakraban total dan
hubungan timbal balik yang penuh disisi lain Simmel melawan karena kurangnya
keakraban penuh secara khusus berlaku bagi persahabatan dalam masyarakat
Page 65

modern manusia modern mungkin mempunyai banyak hal yang disembunyikan


untuk mempertahankan persahabatan dalam arti kuno(Simmel,1906/1950:326).
Oleh karena itu persahabatan memiliki serangkaian perbedaan persahabatan yang
dibedakan dari pengejaran intelektual bersama,agama,pengalaman yang sama. Ada
jenis persahabatan yang terbatas,namun pembatasan itu persahabatan masih
mencakup keakraban.
Perkawinan. Bahwa ada sesuatu godaan dalam perkawainan untuk
menyingkapkan pada pasangan sehingga tidak ada rahasia. Dalam pandangannya
berbuat hal tersebut tidak sesuai dengan satu hal yang semua makhluk hidup
memerlukan suatu proposisi kebenaran dan kesalahan sehingga mustahil apa bila
menghilangkan kesalahan dalam satu hubungan. Lebih spesifiknya penyingkapan
diri yang lengkap akan membuat perkawinan menjadi datar dan menghilangkan
semua kemungkinan yang tak terduga serta membuat orang terlihat telanjang (tidak
menarik) karena terlalu banyak menyingkapkan diri.

Pemikiran-pemikiran Lain mengenai Kerahasiaan


Simmel melihat rahasia sebagai salah satu prestasi terbesar manusia yang
menghasilkan suatu pembesaran kehidupan yang luar biasa serta memiliki muatan
yang sangat banyak. Dengan demikian rahasia memberikan kemungkinan akan dunia
kedua disamping dunia nyata,spesifiknya dari segi fungsionalitasnya rahasia yang
dimiliki oleh sejumlah orang akan menghasilkan perasaan kita yang kuat
dikalangan orang yang mengetahui rahasia tersebut.
Interaksi pada umumnya dibentuk oleh kerahasiaan dan pengkhianatan.
Pengkhianatan dapat berasal dari dua sumber : internal, selalu ada kemungkinan kita
untuk menyingkapkan rahasia kepada orang lain; eksternal, orang lain dapat
mengetahui rahasia kita. rahasia menempatkan suatu rintangan diantara orang tetapi
pada saat yang sama menciptakan tantangan yang menggoda untuk membongkar,
melalui gosip atau pengakuan
Bagi Simmel dunia modern lebih bergantung pada kejujuran dari pada
masyarakat dahulu,seperti contoh :

ekonomi modern merupakan ekonomi kepercayaan dan tergantung pada kesediaan


orang untuk membayar kembali apa yang mereka janjikan.

Page 65

Ilmuan modern,peneliti modern menggantungkan hasil dari banyak studi yang


tidak dapat mereka periksa secara rinci. Studi- studi tersebut dikerjakan oleh
banyak sekali peneliti lain dan tak mungkin dikenal setiap pribadi. Sehingga para
ilmuan tergantung pada kejujuran semua ilmuwan lain.

oleh karena karena itu dibawah kondisi-kondisi modern, kebohongan

menjadi sesuatu yang jauh lebih menghancurkan dari pada zaman dahulu, sesuatu
yang mempertanyakan persis fondasi kehidupan

Dalam

dunia

modern

masalah

politik

cenderung

telah

kehilangan

kerahasiaannya dan sebaliknya urusan pribadi jauh lebih rahasia daripada dalam
masyarakat modern. Simmel juga mengingatkan bahwa kehidupan modern telah
berkembang,ditengah kesesakan metropolitan,suatu teknik untuk membuat dan
menjaga masalah pribadi rahasia(Simmel,1906/1950:337). Secara keseluruhan apa
yang

publik

menjadi

lebih

publik

dan

pribadi

akan

menjadi

pribadi(Simmel,1906/1950:337)

N. Kritik terhadap Teori George Simmel

Pada masanya, kedudukan Simmel sebagai seorang cendekiawan

Jerman memang terleihat begitu menonjol. Namun, dari semua popularitas yang
disandangnya, Simmel juga mempunyai banyak hambatan dalam mewujudkan dirinya
dikalangan elite ilmuan di Jerman.

Ada yang harus diperhatikan secara kritis terhadap kerangka Simmel


atau terhadap para pembangun sosiologi formal adalah konsepsi mereka untuk
memisahkan bentuk dan isi dari hubungan sosial. Tidak akan mungkin bentuk
dan isi hubungan sosial dipisahkan dalam membangun suatu sosiologi sebagai
pengetahuan yang berdiri sendiri. Sebab jika itu terjadi, sosiologi yang
demikian akan menjadi terlau formal. Suatu studi yang hanya menekankan
pada bentuk saja dan tidak kepada isi dari hubungan sosial, tidak akan
memberikan pengertian yang sesungguhnya secara tepat mengenai kenyataankenyataanyang ada didalam masyarakat. Dan bahkan secara teori anatara
bentuk dan isi hubungan sosial tidak dapat dipisahkan (Hotman, 1986:162).

Page 65

O. Kesimpulan

Simmel

Dari penjelasan ringkas mengenai teori-teori yang disajikan oleh


dapatlah

ditarik

kesimpulan,

bahwa

Simmel

berusaha

untuk

mengembangkan teori-teori yang berdasarkan pada bentuk dasar proses sosial.


Pendekatan itu disebut sosiologi formal. Dimana dia berusaha memisahkan
anatara bentuk dan isi hungungan sosial.

Menurut Simmel masyarakat adalah suatu bentuk interaksi sosial yang

terpola seperti halnya jaring laba-laba. Dan ini merupakan tugas dari sosiolog
untuk meneliti bentuk interaksi sedemikian itu bagaimana mereka terjadi dan
mewujud di dalam kehidupan sejarah dan seiring budaya yang berbeda. Sosiologi
adalah master science dimana orang dapat menemukan hukum-hukum yang
mengatur semua perkembangan sosial. Simmel tidak melihat masyarakat sebagai
bentuk organisme sebagaimana menurut comte ataupun Spencer. Menurut
Simmel masyarakat terdiri dari jaringan yang banyak liku-likunya.

Simmel mempunyai beberapa teori besar, antar lain dalam buku the

philosophy of money dalam buku tersebut menjelaskan teori Simmel tentang


uang dan nilai. Teori yang lain yaitu interaksi sosial, dan tragedi kebudayaan.
Dari beberapa teori tersebut masih ada beberapa teori Simmel yang sesuai dengan
kehidupan masyarakat sekarang ini.

Page 65

BAB V

(Herbert Spencer)

A. Latar Belakang

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia

dengan lingkungannya. Sosiologi juga bisa berarti ilmu tentang struktur sosial, proses
sosial dan perubahannya mencakup berbagai bidang, sehingga kita bisa menemui
beberapa istilah yang terkait dengan Sosiologi. Banyak ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang

Sosiologi dan pandangan tentang Sosiologi. Agar kita

memahami arti Sosiologi dan pandangan para ahli dalam Sosiologi, kami akan
membahas salah satu ahli sosiologi yaitu Herbert Spencer. Tahun 1837 ia mulai
bekerja sebagai insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang dipegangnya hingga tahun
1850. Tahun 1853, Spencer menerima harta warisan yang memungkinkan ia berhenti
bekerja dan manjalani sisa hidupnya sebagai seorang sarjana bebas.

Salah satu watak Spencer yang paling menarik yang menjadi penyebab

kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca buku orang lain. Dalam hal
ini ia sama dengan tokoh sosiologi awal Auguste Comte yang juga mengalami
gangguan otak. Bila ia tidak pernah membaca karya sarjana lain, lalu dari mana
gagasan dan pemahaman Spencer berasal? Ia mengatakan bahwa gagasan-gagasan
yang muncul sedikit demi sedikit, secara rendah hati tanpa disengaja atau tanpa kerja
keras (Wiltshire, 1987:66).

Page 65

B. Biografi Herbert Spencer

Spencer lahir di Derby, Inggris 27 April 1820. Ia tak belajar seni dan

humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang-bidang utilitarian (bisnis). Tahun 1837
ia mulai bekerja sebagai insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang dipegangnya
hingga tahun 1846. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri
dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik. Tahun 1848 Spencer ditunjuk sebagai
redaktur The Economist dan gagasan intelektualnya mulai mantap. Tahun 1850 ia
menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statics. Selama menulis karya ini
Spencer untuk pertama kali mulai mengalami insomnia (tak bisa tidur) dan dalam
beberapa tahun berikutnya masalah mental dan fisiknya ini terus meningkat. Ia
menderita gangguan saraf sepanjang sisa hidupnya.

Tahun 1853 Spencer menerima harta warisan yang memungkinkannya

berhenti bekerja dan menjalani sisa hidupnya sebagai seorang sarjana bebas. Ia tak
pernah memperoleh gelar kesarjanaan universitas atau memangku jabatan akademis.
Karena ia makin menutup diri, dan penyakit fisik dan mentalnya makin parah,
produktivitasnya selaku sarjana makin menurun. Akhirnya Spencer mulai mencapai
kemasyhuran tak hanya di Inggris tetapi juga reputasi internasional. Richard
Hofstadter mengatakan, Selama tiga dekade sesudah perang saudara, orang tak
mungkin aktif berkarya di bidang intelektual apapun tanpa menguasai (perkiraan)
Spencer. (1959:33).

Page 65

Salah satu watak Spencer paling menarik yang menjadi penyebab

kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca buku orang lain. Dalam hal
ini ia sama dengan tokoh sosiologi awal Auguste Comte yang juga mengalami
gangguan otak. Mengenai keengganannya membaca buku orang lain itu, Spencer
berkata : Aku telah menjadi pemikir sepanjang hidupku, bukan menjadi pembaca,
aku sependapat dengan yang dikatakan Hobbes bahwa jika aku membaca sebanyak
yang dibaca orang lain, aku hanya akan mengetahui sedikit yang mereka ketahui itu
(Wiltshire, 1978:67). Temannya pernah meminta pendapatnya tentang buku, dan
jawabannya adalah bila membaca buku ia melihat asumsi fundamental buku itu
keliru dan karena itulah ia tak mau membaca buku (Wiltshire, 1978:67). Seorang
pengarang menulis tentang cara Spencer dalam menyerap pengetahuan melalui
kekuatan kulitnya. Ia rupanya tak pernah membaca buku (Wiltshire, 1978:67)

Bila tak pernah membaca karya sarjana lain, lalu darimana gagasan

dan pemahaman Spencer berasal? Menurut Spencer, ide-idenya muncul tanpa sengaja
dan secara intiutif dari pikirannya. Ia mengatakan bahwa gagasannya muncul sedikit
demi sedikit, secara rendah hati tanpa disengaja atau tanpa upaya yang keras
(Wiltshire, 1978:66). Institusi seperti itu dianggap Spencer jauh lebih efektif
ketimbang upaya berpikir dan belajar tekun : Pemecahan yang dicapai melalui cara
yang dilukiskan itu mungkin lebih benar ketimbang yang dicapai pemikiran
(Wiltshire, 1978:66).

Spencer menderita karena enggan membaca secara serius karya orang

lain. Sebenarnya, jika ia membaca karya orang lain, itu dilakukannya hanya sekedar
untuk menemukan pembenaran pendapatnya sendiri. Ia mengabaikan gagasan orang
lain yang tak mengakui gagasannya. Demikianlah, Charles Darwin, pakar
sezamannya, berkata tentang Spencer, Jika ia mati melatih dirinya untuk mengamati
lebih banyak, dengan risiko kehilangan sebagian dari kekuatan berpikirnya sekalipun,
tentulah ia telah menjadi seorang manusia yang sangat hebat (Wiltshire, 1978:70)
pengabaian Spencer terhadap aturan ilmu pengetahuan menyebabkan ia membuat
serentetan gagasan kasar dan pernyataan yang belum dibuktikan kebenarannya
mengenai evolusi kehidupan manusia. Karena itulah sosiolog abad 20 menolak
gagasan Spencer dan riset empiris yang tekun. Spencer meninggal 8 Desember 1903
C. Pemikiran Mengenai Evolusi Masyarakat

Page 65

Di waktu Herbert Spencer belajar tentang gagasan Darwin ia bertekad

untuk mengenakan prinsip evolusi tidak hanya pada bidang Biologi, melainkan pada
semua bidang pengetahuan lainnya. Proses evolusi masyarakat berawal dari individu
bergabung menjadi keluarga, keluarga bergabung menjadi kelompok, kelompok
bergabung menjadi desa, desa menjadi kota, kota menjadi Negara, Negara menjadi
perserikatan bangsa-bangsa.

Dalam bukunya yang berjudul first principles (1862) ia mengatakan

bahwa kita harus bertitik tolak dari The law of the persistence of force yaitu prinsip
ketahanan kekuatan. Artinya siapa yang kuat dialah yang menang dalam
masyarakat.Teori Spencer mengenai evolusi masyarakat merupakan bagian dari
teorinya yang lebih umum mengenai evolusi seluruh jagat raya.Dalam bukunya social
statics masyarakat disamakan dengan suatu organisme.Maksud Spencer mengatakan
bahwa

masyarakat

adalah

organisme

itu,

dalam

arti

positivistis

dan

deterministis.Semua gejala sosial diterangkan berdasarkan suatu penentuan oleh


hukum alam. Hukum yang memerintah atas proses pertumbuhan fisik badan manusia,
memerintah juga atas proses evolusi sosial.

Menurut Spencer, masyarakat adalah organisme yang berdiri sendiri

dan berevolusi sendiri lepas dari kemauan dan tanggung jawab anggotanya, dan
dibawah kuasa suatu hukum. Latar belakang dari adanya gerak evolusi ini ialah
lemahnya semua benda yang serba sama. Misalnya, dalam keadaan sendirian atau
sebagai perorangan saja manusia tidak mungkin bertahan. Maka ia merasa diri
didorong dari dalam untuk bergabung dengan orang lain, supaya dengan berbuat
demikian ia akan dapat melengkapi kekurangannya.

Spencer membedakan empat tahap evolusi masyarakat dalam proses

penggabungan materi :
a) Tahap penggandaan atau pertambahan

Baik tiap-tiap mahluk individual maupun tiap-tiap orde sosial dalam

keseluruhannya selalu bertumbuh dan bertambah. Anak yang berbadan kecil menjadi
besar, desa menjadi kota, suku bangsa menjadi bangsa, dan seterusnya.
b) Tahap kompleksifikasi

Salah satu akibat proses pertambahan adalah makin rumitnya struktur

organisme yang bersangkutan. Struktur keorganisasian makin lama makin kompleks.


Page 65

c) Tahap Pembagian atau Diferensiasi

Evolusi masyarakat juga menonjolkan pembagian tugas atau fungsi,

yang semakin berbeda-beda.Pembagian kerja menghasilkan pelapisan sosial


(stratifikasi).Masyarakat menjadi terbagi kedalam kelas-kelas sosial.
d) Tahap pengintegrasian

Dengan mengingat bahwa proses diferensiasi mengakibatkan bahaya

perpecahan, maka kecenderungan negatif ini perlu dibendung dan diimbangi oleh
proses yang mempersatukan. Pengintegrasian ini juga merupakan tahap dalam proses
evolusi, yang bersifat alami dan spontan-otomatis. Manusia sendiri tidak perlu
mengambil inisiatif atau berbuat sesuatu untuk mencapai integrasi ini. Sebaiknya ia
tinggal pasif saja, supaya hukum evolusi dengan sendirinya menghasilkan keadaan
kerjasama yang seimbang itu. Proses pengintegrasian masyarakat berlangsung seperti
halnya dengan proses pengintegrasian antara anggota-anggota badan fisik Indonesia.

D. Lahirnya Darwinisme Sosial

Pada tahun 1859 Charles Darwin (1809 1882) menerbitkan buku

yang berjudul On the Origin of Species, atau the Preservation of Favoured Races in
the Struggle for Life yang membahas proses evolusi organisme-organisme fisik yang
konsep-konsep tersebut amat berpengaruh atas Darwinisme Sosial.

Pandangan Herbert Spencer dalam evolusi sosial terkenal dengan

sebutan Darwinisme Sosial atau Social Darwinism. Herbert Spencer melihat ada
kesamaan dalam teori evolusi

darwin maka kadang

manusia disebutnya

sebagai organisme. Darwinisme Sosial menggambarkan bahwa perubahan dalam


masyarakat berlangsung secara evolusioner (lama) yang dipengaruhi oleh kekuatan
yang tidak dapat diubah oleh perilaku manusia.

Teori-teori Darwinisme Sosial dapat digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu


teori naluri, teori ras, teori determinisme, dan teori evolusi.
1. Teori naluri

Menurut teori ini, kesatuan masyarakat dan koherensinya disebabkan

oleh suatu kecenderungan biologis di dalam diri manusia, yaitu suatu naluri sosial
yang disebut herd instinct atau gregarious instinct (naluri kelompok) yang membuat
manusia

mengakui

dan

menyukai

teman-teman

sesama.Walaupun

manusia

mempunyai kodrat sosial yang bersifat biologis, ia tidak hidup dalam damai dengan
Page 65

orang lain. Struggle for life senantiasa menonjol.Ia merasa diri terancam oleh orang
lain yang hendak memakai dia demi bisa bertahan hidup. Keadaan ini telah
menyebabkan bahwa oleh alam sendiri membentuk badan fisik dan badan sosial.
2. Teori Ras

Ludwig Gumplowicz (1838-1909), kelahiran Polandia dan merupakan

seorang Yahudi yang dibesarkan dalam kancah dan suasana konflik antara golongan
bukan Yahudi melawan golongan Yahudi. Teorinya adalah teori perang, ia yakin
bahwa telah menemukan didalam Darwinisme kunci rahasia, yang menyikap seluruh
sejarah. Darwin telah membuktikan adanya evolusi biologis yang melalui tahap-tahap
seleksi dan adaptasi.Teori ini diterapkan Gumplowicz pada sejarah. Sejarah adalah
proses seleksi yang terus menerus, dimana golongan yang palig sehat dan kuat pada
akhirnya selalu menang.

Gumplowicz memandang bahwa negara modern didirikan atas dasar

bahasa dan agama.Bangsa merupakan kesatuan budaya, hal ini tidak terlalu konsisten
dengan teorinya yang menerangkan kehidupan merupakan hasil hukum alam yaitu
hasil konfrontasi (kekerasan). Jadi pada akhir hidup Gumplowicz, ia akhirnya sedikit
memperbaiki pandangan masyarakat yang Darwinistis dan telah mulai merintis suatu
pandangan yang bercirikan budaya.
3. Teori Determinisme

Diantara

banyak

teori

monokausal

yang

bermaksud

untuk

mengembalikan seluruh kehidupan sosial kepada suatu faktor penyebab, teori


determinisme Frederic Le Play (1806-1882) pantas kita perhatikan.Le Play kelahiran
Perancis dan seorang insinyur pertambangan, sejak masa mudanya menaruh minat
besar terhadap masalah adat dan nilai-nilai budaya tradisional. Sama seperti Comte, ia
juga menginginkan memulihkan keadaan tertib dalam negerinya. Namun ia
menghadapi masalah bagaimana cara mengembalikan orang-orang merasa amansentosa. Sama seperti Comte ia berpendapat jawaban atas masalah itu adalah
menyakut keluarga. Struktur keluarga dan pola relasi-relasi kekeluargaan lagsung
menentukan apakah masyarakat menjadi tertib atau kacau balau.

Ia membedakan tiga tipe keluarga yang bersifat dasar. Pertama tipe

famili patriarkal

yang kokoh dan fungsional bagi masyarakat-masyarakat

pengembala.Tipe Kedua ialah famili tidak stabil yang mirip dengan keluarga yang
sekarang disebut keluarga inti.Tipe ini agak goyah karena kurang berdaya dalam

Page 65

menghadap kesulitan ekonomi.Umumnya tipe ini dijumpai dikalangan kaum buruh


industri tetapi juga dikalangan kelas tinggi sebagai akibat hukum waris.Tipe ketiga
yang disebut famili pangkal( stem family atau famille souche) merupakan semacam
keluraga patriarkal, dimana hanya ada satu orang ahli waris yang tinggal menetap di
rumah. Yang lain menerima mas kawin supaya dapat menetap ditempat lain. Namun
demikian bagi mereka juga rumah orang tua merupakan pusat seremonial atau rumah
adat, dimana mereka berkumpul pada kesempatan tertentu.
4. Teori Evolusi

Terlebih dahulu kita harus membedakan konsep-konsep evolusi,

pembangunan (development), dan kemajuan (progress) . Kalau kata memakai konsep


evolusi, kita menoleh ke belakang, yaitu ke suatu keadaan dahulu, lalu menelusuri
tahap-tahap pendahuluan yang telah dilalui sebelum sampai kepada keadaan
sekarang.Di bawah ini kita akan meninjau tiga teori evolusi dari abad lampau, yaitu
evolusionisme, involusionisme, dan teori sinkretistis.

a. Evolusionisme

Dalam arti kata yang sempit evolusionisme berarti proses peningkatan

ke arah tercapainya keadaan yang lebih sempurna. Istilahnya mengungkapkan nada


harapan dan optimisme. Sebagai contoh kami menyebut nama Leonard T. Hobhouse
(1864-1929). Ia telah mengarang antara lain Mind and Evolution, Morals and
Evolution (1906) dan Social Development (1924). Dari segi Sosiologi buku terakhir
ini penting.Ia menolak teori evolusi ekstrem yang langsung menerapkan konsepkonsep Darwin. Ia berpendapat bahwa teori evolusi yang ekstrem tidak mungkin
menghasilkan pengertian baik tentang masyarakat. Sebaliknya pengertian dikaburkan!
Itu sebabnya Hobhouse mencoba untuk menyususn sejumlah ukuran atau indikator
obyektif bagi evolusi suatu masyarakat.
b. Involusionisme

Kata involusi berarti kemunduran. Jadi Involusionisme adalah ajaran, bahwa


manusia mengalami kemunduran. Caranya ia memecahkan masalah kehidupan
dan kebudayaannya tidak senantiasa menunjukan kemajuan yang terusmenerus.Sosiolog Prancis, yang bernama Vacher de Lapouge, dalam bukunya
Les Selections Socialesmengatakan, bahwa proses pembudayaan semakin
menjauhkan dan mengasingkan manusia dari alam. Terpengaruh oleh

Page 65

Rousseau dan pengikutnya dari zaman Romantik dan program mereka berupa
kembalilah kepada alam! ia mengajar bahwa alam berarti evolusi,
sedangkan

kebudayaan

kebudayaan
sosialitas

bersifat

manusia

berarti

antisosial.
dan

tidak

involusi.
Kebudayaan
merupakan

Pada
tidak
tanda

pokoknya

tiap-tiap

mengejewantahkan
kebebasannya

dan

kehormatannya. Sebaliknya, kebudayaan menghambat dan merusak tiap-tiap


evolusi dan perkembangan yang sejati.
c. Teori-teori sinkretistis

Nicholas Danilevski (1822-1885), seorang Rusia, pada tahun 1869


menerbitkan buku yang berjudul Russia dan Europe. Ia menyebut masingmasing peradaban mempunyai riwayat hidup yang kuranglebih sama dengan
hidupnya organisme, yaitu masa muda, masa dewasa, dan masa runtuh. Tiaptiap perbedaan mengembangkan ciri-cirinya yang unik dan istimewa di waktu
mereka dewasa. Misalnya, masyarakat Yunani menjadi unik di bidang
kesenian dan filsafat, masyarakat Romawi di bidang hukum dan organisasi
politik.

E. Perbedaan Masyarakat Versi Spencer: Militan versus Industrial

Spencer membuat pengelompokan tipe-tipe masyarakat berdasarkan

ciri-ciri mereka.Ia membedakan antara dua bentuk kehidupan bersama, yakni


masyarakat militaristis dan masyarakat industri. Dalam masyarakat militaristis orang
bersikap agresif.Mereka lebih suka merampas saja daripada bekerja produktif untuk
memenuhi kebutuhan mereka.Kepemimpinan atas tipe masyarakat ini berada ditangan
orang

yang

kuat

dan

mahir

di

bidang

peperangan

atau

pertempuran.Ia

mempertahankan kekuasaanya dengan tangan besi, senjata dan melalui takhayul.

Masyarakat industri adalah masyarakat dimana kerja produktif dengan

cara damai diutamakan di atas ekspedisi-ekspedisi perang. Spencer memakai kata


industri bukan untuk teknologi melainkan dalam arti kerja sama spontan bebas demi
tujuan damai. Cirri-cirinya adalah demokrasi, adanya kontrak kerja yang mengganti
sistem budak, liberalisme dalam hal memilih agama, ada otonomi individu.Spencer
berpendapat bahwa evolusi masyarakat industry sedikit demi sedikit mengalami
perubahan dan peningkatan mutu. Dalam bukunya The Man Versus The State, Spencer
Page 65

menarik beberapa kesimpulan dari thesisnya, bahwa masyarakat industri harus dilihat
sebagai pembebasan manusia dari cengkeraman negara dan agama, yang keduaduanya bersifat absolut. Menurut hemat spencer, kedua tipe masyarakat bertentangan
satu terhadap yang lain dalam arti bahwa mereka saling menolak.

F. Pemikiran tentang Survival of The Fittest

Pada tahun 1850 Herbert Spencer mengenalkan Survival of The Fittest

dalam buku Sosial Static, dia yakin bahwa kekuatan power hidup manusia adalah
sarana untuk menghadapi ujian hidup serta menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan sosial maupun fisik.Seleksi alam yang kuatlah yang menang menjadi
prasyarat manusia menuju puncak kesempurnaan dan kebahagiaan.Survival of The
Fittest merupakan istilah yang digunakan oleh Spencer untuk menunjuk pada
perubahan yang terjadi di dalam dunia sosial. Dalam hal ini ungkapan tersebut
sebenarnya digunakan untuk menunjuk pada proses seleksi alam, akan tetapi Spencer
menerima pandangan seleksi alam juga terjadi di dalam dunia sosial. Spencer
menerima pandangan ini karena ia merupakan seorang Darwinis sosial. Jadi ia
meyakini pandangan evolusi bahwa dunia tumbuh semakin baik. Dengan demikian,
dunia harus dibiarkan begitu saja; campur tangan pihak luar akan memperburuk
situasi ini. Jadi jika tidak dihambat oleh intervensi eksternal, orang yang kuat akan
bertahan hidup dan berkembang biak, sementara yang lemah pada akhirnya akan
punah.

Darwinisme

sosial

menggambarkan

bahwa

perubahan

dalam

masyarakat berlangsung secara evolusioner (lama) yang dipengaruhi oleh kekuatan


yang tidak dapat diubah oleh perilaku manusia.Individu menjadi poros utama
perubahan.Meski masyarakat dapat dianalisis secara struktural, namun individu
pribadi adalah dasar dari struktur sosial, karena Spencer memandang sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara inkoporatif (berdiri
sendiri).Struktur sosial dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya.Teori
Spencer mengedepankan perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan
perkembangan kapitalisme, liberalisme, dan individualisme.

Page 65

G. KESIMPULAN

Herbert Spencer adalah salah satu tokoh Soosiologi yang memiliki


berbagai teori, seperti evolusi masyarakat, dll. Hingga saat ini, teori yang
dikemukakan oleh Herbert Spencer masih banyak digunakan karena teori yang
dikemukakan memang bermanfaat untuk saat ini. Walaupun Herbert Spencer
memiliki kelainan otak dan enggan membaca buku karya orang lain, ia tetap
bisa mencetuskan teori-teori dengan cara-cara yang tidak terduga, yaitu sedikit
demi sedikit, secara rendah hati tanpa disengaja atau tanpa kerja keras. Dari
hal tersebut, kita dapat belajar bahwa ilmu dan pengetahuan bisa didapatkan
dengan banyak cara, bahkan yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Page 65

BAB VI

(MAX WEBER)

A Latar Belakang

Sosiologi telah ada sejak permulaan abad ke-19,


hingga dewasa ini. Kemudian mengalami berbagai perubahan dan
perkembangan. Yang ditemukan dan dikemukakan oleh para tokoh
besar pemikir suatu aliran ilmu. Yang pada waktu itu telah lahir
begitu banyak aliran pemikiran. Sosiologi merupakan ilmu yang
Page 65

sejajar dengan ilmu-ilmu yang lainnya, yang terus menerus di


perjuangkan untuk mencapai pengakuan sebagai sebuah disiplin
ilmu. Para ahli ilmu sosial, terutama para pelopor teori sosiologi
sangat berjasa dalam membesarkan sosiologi ini. Mengarungi
rangkaian perkembangan, hingga memunculkan beragam teori
untuk membesarkan sosiologi. Dan semua itu dilakukan dengan

berbagai argumentasi dan metode ilmiah yang luar biasa.


Dalam perkembangannya, sosiologi tidak lepas dari tokohtokoh sosiologi yang ikut menyumbang ilmu serta teorinya untuk
sosiologi. Salah satunya adalah Max Weber yang terkenal dengan
teori-teori sosiologi klasiknya yang menuai yaitu kontroversi

tentang etika protestan.


Max Weber merupakan salah seorang sosiologi awal, yang
meninggalkan kesan mendalam pada soiologi. Ia menggunakan
bahan-bahan lintas budaya dan sejarah untuk melacak sebab-sebab
perubahan sosial dan menentukan sejauh mana kelompok sosial

mempengaruhi orientasi manusia terhadap kehidupan.


Max Weber adalah sosiolog Jerman yang sezaman dengan
Durkheim, yang menyandang jabatan guru besar dsiplin ilmu baru
yaitu Sosiogi. Seperti Durkeim dan Marx, Weber merupakan sosiolog
yang sangat berpengaruh dalam perkembngan ilmu Sosiologi ini.
Dan melalui makalah ini penulis akan menyajikan berbagai teori
yang telah di kemukakan oleh Beliau, pengaruhnya dalam
perkembangan disiplin ilmu, serta kehidupan Max Weber yang
membawanya pada kehidupan yang mampu melahirkan pemikiran
besar bagi ilmu Sosiologi ini.

B Biografi Max Weber ( 1864-1920 )

Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, berasal dari


keluarga kelas menengah. Perbedaan penting antara kedua
orangtuanya berpengaruh besar terhadap orientasi intelektual dan
perkembang psikologi Weber. Ayahnya seorang birokrat yang
kedudukan politiknya relativ penting, dan menjadi bagian dari
kekuasaan politik yang mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan
Page 65

diri dari setiap aktivitas dan idealisme. Ayahnya bertolak belakang


dengan Ibunya, Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat,
wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (aestic) tanpa

kesenangan seperti yang sangat menjadi di dambakan suaminya.


Karena tak mungkin menyamakan diri terhadap pembawaan
orangtuanya yang bertolak belakang itu, Weber berhadapan dengan
suatu pilihan jelas (Marianne Weber, 1975:62). Mula-mula ia
memilih orientasi hidup ayahnya, kemudian semakin tertarik
mendekati orientasi hidup ibunya. Dengan pilihan yang berlawanan
itu Weber menjadi tegang dan berpengaruh negative pada
kejiwaannya. Ketika berusia 18 tahun Weber pergi meninggalkan
rumah, Ia belajar di Universitas Heildelberg. Kemudian Weber

memilih karir bidang hukum seperti ayahnya.


Setelah kuliah tiga semester, Weber meninggalkan
Heidelberg untuk dinas militer dan tahun 1884 kembali ke Berlin.
Weber kembali ke rumah orangtuanya dan belajar di Universitas
Berlin. Ia menetap disana hampir 8 tahun untuk menyelesaikan
studi hingga mendapat gelar Ph.D. Kemudian menjadi pengacara
dan mulai mengajar di Universitas Berlin. Selama 8 tahuun di Berlin,
kehidupannya masih tergantung pada ayahnya. Pada waktu
bersamaan ia beralih lebih mendekati nilai-nilai ibunya, dan antipati
terhadapnya meningkat. Ia lalu menempuh kehidupan prihatin dan
memusatkan perhatian sepenuhnya untuk studi. Jadi, dengan
mengikuti ibunya, Weber menjalani hidup prihatin, rajin,
bersemangat, kerja, tinggi, yang dalam istilah modern disebut
workaholic ( gila kerja ).. Semangat kerja ini mengantarkan Weber
menjadi professor ekonomi di Universitas Heidelberg pada 1896.
Pada 1897, ketika karier akademis Weber berkembang, ayahnya
meninggal setelah terjadi pertengkaran sengit antara mereka. Tak
lama kemudian Weber mulai menunjukan gejala yang berpuncak
pada gangguan saraf. Sering tidak bisa tidur atau bekerja. Setelah
masa kosong yang lama sebagian kekuatannya mulai pulih di tahun
1903, tapi baru pada 1904, ketika ia memberikan kuliah
pertamanya di Amerika yang berlangsung selama 6,5 tahun. Weber
mulai mampu kembali aktif dalam kehidupan akademis dan pada
tahun 1905 Ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya, The
Protetant Ethic and the Spirit of Capitalsm.
Page 65

Meski terus diganggu oleh masalah psikologis, setelah 1904


Weber mampu memproduksi beberapa karya yang sangat penting.
Ia menerbitkan hasil studinya tentang agama dunia dalam
perspektif sejarah dunia (misalnya Cina, India, dan agama Yahudi
Kuno ). Menjelang kematiannya ( 14 Juni 1920 ) Ia menulis karya
yang sangat penting yaitu Economy and Society. Meski buku ini
telah diterbitkan, dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa
bahasa, namun sesungguhnya karya ini belum selesai. Selain
menulis berjilid-jilid buku dalam periode ini, Weber pun melakukan
sejumlah kegiatan lain. Ia membantu mendirikan German
Sociological Society di tahun 1910. Weber pun aktif dalam aktivitas
politik masa itu. Ada ketegangan dalam kehidupan Weber dan yang
lebih penting dalam karyanya, antara pemikiran birokratis seperti
yang dicerminkan oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya.
Ketegangan yang tak terselesaikan ini meresapi karya Weber
maupun kehidupan pribadinya.

C Pemikiran Max Weber mengenai hubungan antara Etika


Protestan dan Spirit Kapitalisme

Weber tidak sepakat dengan pernyataan Marx bahwa

ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Peranan tersebut


menurutnya ada pada agama.Weber (1904-1958)berteori bahwa sistem
kepercayaan Katolik Roma mendorong peran penganutnya untuk
berpegangan pada cara hidup tradisional, sedangkan sistem kepercayaan
protestan mendorong anggotanya untuk merangkul perubahan
protestanisme menurutnya menyusutkan rasa aman spiritual seseorang.

Kaum Katolik Roma percaya bahwa mereka berada dijalan


surga karena mereka telah dibaptiskan dan menjadi anggota gereja.
Namun kaum protestan tidak memiliki kepercayaan demikian. Kaum
protestan dari tradisi Calvinis diberitahu bahwa mereka tidak akan tahu
apakah mereka telah diselamtkan sampai tibanya hari kiamat. Karena
merasa tidak nyaman dengan hal ini, mereka mulai mencari tanda
bahwa mereka berada dijalan Tuhan. Akhirnya mereka menyimpulkan
bahwa kesusksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan
berada dipihak mereka. untuk mendirikan tanda ini dan menerima
Page 65

kenyamanan spiritual, mereka mulai menjalani kehidupan yang hemat,


menabung uang mereka dan menginvestasikan surplusnya agar
mendapatkan lebih banyak lagi. Hal ini menurut Weber mengakibatkan
lahirnya kapitalisme.

Weber menanamkan pendekatan penyangkalan-diri terhadap


kehidupan ini sebagai Etika Protestan protestan ethic. Kesiapan untuk
menginvestasikan modal agar memperoleh uang yang lebih banyak
dinamakannya semangat kapitalisme (Spirit of capitalism). Untuk menguji
teorinya Weber membandingkan luasnya kapitalisme di negara-negara
Katolik Roma dan Protestan. Sejalan dengan teorinya, ia menemukan
bahwa kapitalisme cenderung lebih berkembang di negara-negara
protestan . Kesimpulan Weber bahwa agama merupakan faktor kunci
dalam kemunculan kapitalisme sangat kontroversial saat dibuat, dan
masih terus diperdebatkan hingga sekarang ( Barro dan McLeary 2003).

D Konsep Verstehen Menurut Max Weber

Menurut Max Weber, sosiologi adalah ilmu yang berhubungan


dengan pemahaman interpretatif, dimaksudkan agar dalam menganalisis
dan mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang tampak saja
melainkan dibutuhkan interpretasi agar penjelasan tentang individu dan
masyarakat tidak keliru. Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan
daripada ilmuwan alam. Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan
sosiolog untuk memahami fenomena sosial, sementara ilmuwan alam
tidak dapat memperoleh pemahaman serupa tentang perilaku atom dan
ikatan kimia. Kata pemahaman dalam bahasa Jerman
adalah verstehen. Pemakaian istilah ini secara khusus oleh Weber dalam
penelitian historis adalah sumbangan yang paling banyak dikenal dan
paling controversial, terhadap metodologi sosiologi kontemporer.

Suatu pengertian yang agak sulit dipahami adalah pengartian


pemahaman atau Verstehen. Pengartian tersebut agak sulit dimengerti,
oleh karena itu Weber memberikan pengartian yang lebih luas dari pada
pengartian sehari-hari. Menurut Max, suatu perilaku mungkin mempunyai
arti tertentu, terlepas dari apakah seseorang atau beberapa orang terlibat
dengannya serta memberikan arti tertentu pada perilaku tersebut. Hal
yang paling penting dari perilaku yang berarti, adalah bahwa perilaku
tersebut mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Sudah tentu perilaku
tertentu memiliki tujuan yang lebih jelas bila di bandingkan dengan
perilaku lainnya, sedangkan sarana untuk mencapai tujuannya juga jelas.
Page 65

Dengan demikian suatu gerak reflek tidak berarti, oleh karena tidak
mempunya tujuan dan sarananya juga tidak dipikirkan sebelumnya. Weber
mengingatkan, tidak terdapat pemisahan yang kaku antara perilaku yang
berarti dengan perilaku yang tidak bertujuan.

Bagi Weber, pentingnya pemahaman dalam arti


teknis murni adalah bahwa hal itu memberikan petunjuk pada
pengamatan dan penafsiran teoritis terhadap kejiwaan subyektif manusia
yang sedang di pelajari perilakunya. Denga kata lain, pemahaman
merupakan sarana penelitian sosologis, yang bertujuan untuk memberikan
pengartian yang lebih mendalam, mengenai hubungan antara keadaan
tertentu denga proses perilaku yang terjadi. Pemikiran Weber
tentang verstehen lebih sering ditemukan di kalangan sejarawan Jerman
pada zamannya dan berasal dari bidang yang dikenal dengan
hermeneutika. Hermeneutika adalah pendekatan khusus terhadap
pemahaman dan penafsiran tulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya
adalah memahami pemikiran pengarang maupun struktur dasar teks.
Adapun Weber dan lainnya berusaha memperluas gagasannya dari
pemahaman teks kepada pemahaman kehidupan sosial: memahami aktor,
interaksi dan seluruh sejarah manusia. Dengan mempergunakan
pengartian pemahaman tersebut peneliti akan dapat mengetahui
mengapa suatu aksi terjadi dan mengapa suatu pola perilaku tertentu
mengikuti secara sinambung.

Satu kesalahpahaman yang sering terjadi menyangkut


konsep verstehen adalah bahwa dia dipahami sekedar sebagai
penggunaan intuisi, irasional dan subyektif. Namun secara kategoris
Weber menolak gagasan bahwa verstehen hanya melibatkan intuisi,
keterlibatan berdasarkan simpati atau empati.
Baginya, verstehen melibatkan penelitian sitematis dan ketat, dan
bukannya hanya sekedar merasakan teks atau fenomena sosial. Dengan
kata lain, bagi Weber, verstehen adalah prosedur studi yang rasional. Max
Weber juga memasukkan problem pemahaman dalam pendekatan
sosiologisnya, yang sebagaimana cenderung ia tekankan adalah salah
satu tipe sosiologis dari sekian kemungkinan lain. Karena itulah ia
menyebutkan perspektifnya sebagai sosiologi interpretatif atau
pemahaman. Menjadi ciri khas rasional dan positivisnya bahwa ia
mentransformasikan konsep tentang pemahaman. Meski begitu, baginya
pemahaman tetap merupakan sebuah pendekatan unik terhadap moral
Page 65

dan ilmu-ilmu budaya, yang lebih berurusan dengan manusia ketimbang


dengan binatang lainnya atau kehidupan non hayati. Manusia bisa
memahami atau berusaha memahami niatnya sendiri melalui instropeksi,
dan ia bisa menginterpretasikan perbuatan orang lain sehubungan dengan
niatan yang mereka akui atau diduga mereka punyai.

E Pemikiran Max Weber mengenai Rasionalitas dan Tindakan


Sosial
Weber memilih konsep rasionalitas sebagai titik pusat

perhatiannya yang utama. Konsep ini sama pentingnya dengan konsep


kesadaran kolektif untuk Durkheim, konflik kelas untuk Marx, tahap-tahap
perkembangan intelektual bagi Comte, dan mentalitas budaya untuk
Sorokin. Jadi garis besar pemikiran Weber adalah mengenai rasionalitas
sebagai titik pusat perhatiaannya yang menjadikan teori besar dari Weber
itu sendiri.

Dalam filsafat, rasionalitas adalah cara dimana orang menarik

kesimpulan ketika mempertimbangkan hal-hal yang disengaja, hal ini juga


mengacu pada kesesuaian keyakinan seseorang dengan seseorang alasan
untuk keyakinan. Atau dengan tidakan sesorang dengan seseorang alasan
untuk tindakan, sebuah keputusan yang rasional adalah salah satu yang
tidak hanya beralasan, tetapi juga optimal untuk mencapai suatu tujuan
atau menyelesaikan masalah. Meskipun Weber tidak mengemukakan
pengertian yang tunggal mengenai rasionalisai itu sendiri, Weber
menggunakannya secara tegas dan sarat makna dalam gambarannya
tentang dunia Barat modern.

Weber dalam mendefinisikan rasionalitas, ia membedakan

dua jenis rasionalitas, yaitu rasionalitas sarana tujuan dan rasionalitas


nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merajuk pada tipe tindakan. Itu
semua adalah dasar, namun tidak sama dengan pemahaman tentang
rasionalisasi skala-luas yang dikemukakan Weber. Weber tidak terlalu
tertarik pada orientasi tindakan yang terfragmentasi: perhatian pokoknya
adalah keteraturan dan pola-pola tindakan dalam peradaban, instistusi,
organisasai, strata, kelas dan kelompok.

Tipe-tipe rasionalitas:
1.

Tipe rasionalitas praktis, yang didefinisikan oleh Karl Berg

sebagai setiap jalan hidup yang memandang dan menilai aktivitas-

Page 65

aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan indidvidu


yang murni, fragmatis dan egoistis (1980: 1151). Tipe rasionalitas
ini muncul seiring dengan longgarnya ikatan magi actor io, dan dia
terdapat dalam setiap peradaban dan melintasi sejarah: jadi, dia

tidak terbatas pada barat (oksiden) modern.


2.
Rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai
realitas melalui konsep-konsep yang makin abstrak dan bukannya

melalui tindakan. Rasionalitas ini melibatkan proses kognitif abstrak.


3.
Rasionalitas actor iona (seperti rasionalitas praktis, namun
tidak seperti rasionalitas teoritis) secara langsung menyusun
tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster
nilai. Rasionalitas actor iona melibatkan sarana untuk mencapai
tujuan dalam konteks sistem nilai. Suatu sitem nilai (secara
sunstantif) tidak lebih rasional daripada sistem nilai lainnya. Jadi, tipe
rasioanalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah,
selama ada postulat nilai yang konsisten.
4.
Rasionalitas formal, yang melibatkan kalkulasi sarana-tujuan.

Meskipun seluruh tipe rasionalitas lain juga bersifat lintas peradaban dan
melampaui sejarah, rasionalitas formal hanya muncul di Barat seiring
dengan lahirnya industrialisasi.

Weber melihat perkembangan masyarakat barat yang


modern sebagai suatu hal yang menyangkut peningkatan yang mantap
dalam bentuk rasionalitas. Peningkatan ini tercermin dalam tindakan
ekonomi individu setiap hari dan dalam bentuk-bentuk organisasi sosial,
hal ini juga terungkapkan dalam evolusi acto Barat. Meskipun acto sering
dilihat sebagai bahasa emosi, Weber memperlihatkan bahwa acto juga
tunduk pada kecenderungan rasionalisasi yang mempengaruhi pada
perkembangan kebudayaan Barat yang modern. Karena kriteria
rasionalitas merupakan suatu kerangka acuan, maka masalah keunikan
orientasi subyektif individu serta motivasinya sebagiannya dapat diatasi.
Juga menurut perspektif ilmiah, kriteria rasionalitas merupakan suatu
dasar yang logis dan obyektif untuk mendirikan suatu ilmu pengetahuan
mengenai tindakan sosial serta institusi sosial, dan sementara itu
membantu menegakkan hubungannya dengan arti subyektif. Beberapa
masalah akan kita hadapi dalam menganalisa tindakan sosial menurut titik
pandangan ini.

Page 65

Para ahli filsafat sosial, dan pengamat sosial lainnya berbeda

secara mendalam dalam memberikan prioritas pada pikiran, intelek, dan


logika (kegiatan otak) atau pada hati (seperti perasaan, emosi) kalau
menjelaskan perilaku manusia. Sejauh mana perilaku manusia itu bersifat
rasional? Tak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran, tetapi pikiran
mungkin hanya sekedar keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan
bukan suatu perhitungan yang sadar atau logis. Kebanyakan seseorang
heran mengapa kadang-kadang pikiran kita tidak mampu membangkitkan
motivasi atau mendorong kita untuk bertindak. Kadang-kadang mungkin
juga kita berpikir bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak masuk
akal, hanya menjadi berarti apabila orang itu menjelaskan actor bagi
tindakan itumeksipun kriteria yang kita gunakan untuk penilaian seperti
itu mungkin masih terlalu luas. Pareto, misalnya, melihat kebanyakan
tindakan itu bersifat nonlogis (muncul dari perasaan), dan yang lalu
dirasionalisasikan menurut motif-motif yang dapat diterima secara sosial.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehubungan dengan

rasionalitas menjadi lebih kompleks apabila kita melihat perannya dalam


institusi-institusi sosial. Sejauh mana institusi sosial dan organisasi
mencerminkan tipe rasionalitas? Salah satu sumbangan Weber yang
paling masyhur terhadap sosiologi adalah analisa klasiknya mengenai
birokrasi modern sebagai satu bentuk organisasi sosial yang paling
rasional (secara teknis bersifat efesien) dirancangkan. Dalam pengertian
apa suatu birokratis itu merupakan tipe organisasi sosial yang rasional?
Dalam masyarakat modern yang dikendalikan secara birokratis ini, kita
sering mengalami aspek-aspek tertentu dalam birokrasi yang tidak
rasional, khususnya kalau kita dipaksa untuk berinteraksi dengan nasabah
atau para langganan. Apa yang membatasi rasionalitas? Apakah
rasionalitas suatu organisasi sosial merupakan suatu tipe yang berbeda
atau berada pada tingkat yang berbeda dari yang bersifat individual.

Kita tahu, misalnya, bahwa individu dalam posisi yang rendah

dalam satu organisasi birokratis malah tidak sadar bagaimana


sumbangannya yang khusus itu dihubungkan dengan yang dari ratusan
orang lainnya dalam suatu sistem kegiatan yang saling tergantung dan
sangat terkoordinasi secara rasional. Rasionalitas di tingkat individual dan
di tingkat organisasi mungkin mencerminkan kriteria yang berbeda di
mana keduanya tidak saling mengimplisit. Jawaban yang hanya ya atau
Page 65

tidak terhadap pertanyaan apakah tindakan manusia bersifat rasional


atau tidak, adalah tidak mungkin. Tentu ada aspek rasional atau
intelektual dalam kebanyakan perilaku manusia. Penggunaan teori implisit
dalam menggambarkan pengalaman seseorang di masa lampau, dan
dalam mengembangkan rencana untuk masa depan, jelas merupakan
suatu proses intelektual. Tetapi ada yang lebih lagi dalam perilaku
manusia. Suatu aspek perasaan juga tercakup dalam tindakan, seperti
nilai dan tujuan yang berada di luar kriteria perhitungan rasional. Analisa
mengenai tempat rasionalitas dalam tindakan manusia menuntut kita
untuk mendefinisikan apa yang dimaksudkan dengan rasionalitas
khususnya, dan tingkatannya baik secara individual maupun institusional
di mana istilah ini diterapkan. Sebelum mendiskusikan sumbangan Weber
terhadap teori sosiologi, kita akan melihat sepintas kilas kehidupan Weber
serta konteks intelektual dan sosial di mana dia hidup.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Weber tentang

tindakan sosial. Dalam teori tentang tindakan sosial, tujuan Weber tak lain
adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola dan regulitas tindakan,
dan bukan pada kolektivitas. Tindakan dalam pengertian orentasi
perilaku laku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai
perilaku seorang atau beberapa orang manusia individual

Menurut Kamanto Sunarto yang dikutip dalam buku pengantar


sosiologi, tindakan sosial menurut Max Weber, Tindakan sosial
adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individuindividu lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud
tertentu, suatu tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan
dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi
pada perilaku orang lain.

Max Weber membedakan tindakan sosial kedalam 4 kategori :

1. Zweek Rational ( rasionalitas sarana dan tujuan)


tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek
dalam lingkungan dan perilaku manusia lain, harapan-harapan ini
digunakan sebagi syarat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
kator lewat upaya dan perhitungan rasiona (Weber, 1921/1968:24).

Yaitu tindakan yang dilaksanakan setelah melalui tindakan

matang mengenai tujuan dan cara yang akan ditempuh untuk meraih
tujuan itu. Jadi, Rasionalitas instrumental adalah tindakan yang diarahkan

Page 65

secara rational untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan diterapkan


dalam suatu situasi dengan suatu pluralitas cara-cara dan tujuan-tujuan
dimana sipelaku bebas memilih cara-caranya secara murni untuk
keperluan efisiensi.
2. Wert Rational
tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan
nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religious atau bentuk perilaku
lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya (Weber,
1921/1968:24).

Tindakan sosial jenis ini serupa dengan kategori atau jenis

tindakan sosial rasional instrumental, hanya saja dalam werk rational


tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh pertimbangan atas dasar
keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan, manakala
cara-cara yang dipilih untuk keperluan efisiensi mereka karena tujuannya
pasti yaitu keunggulan.
3.

Affectual Rational

Tindakan ini dilakukan seseorang berdasarkan perasaan yang

dimilikinya, biasanya timbul secara spontan karena mengalami suatu


kejadian yang sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa
perhitungan dan pertimbangan yang matang.
4.

Tradisional Rational
Tindakan sosial semacam ini bersifat rasional, namun sipelaku tidak
lagi memperhitungkan proses dan tujuannya terlebih dahulu, yang
dijadikan pertimbangan adalah kondisi atau tradisi yang sudah baku
dan manakala baik itu cara-caranya dan tujuan-tujuannya adalah
sekedar kebiasaan atau sering disebut dengan mendarah daging.

Page 65

F KESIMPULAN

Ilmu Sosiologi telah ada sejak permulaan abad ke-19, yang


dirintis dan di kembaangkan oleh berbagai penemu dan teori-teori
besar dari berbagai ahli, yang salah satunya adalah Max Weber.
Max Weber, mengemukakan beberapa teori yang sangat
berpengaruh terhadap pengembangan Ilmu Sosiologi, yang sampai
saat ini kita pelajari, di antaranya adalah teorinya mengenai
rasionalitas, tindakan sosial, kemudian pandangan-pandangan
besarnya mengenai etika protestan dan spirit kapitalisme. Max
Weber juga mengemukakan konsepnya mengenai Verstehen dan
metode yang digunakannya yaitu Hermeutika. Yang melalui
berbagai pemikirannya menjadi dasar serta landasan
berkembangnya ilmu pengetahuan ini. Rasionalitas sebagai titik
utama perhatian Max Weber yang mana mempengaruhi teori-teori
Weber lainnya, dasar dari rasionalitas ini menggunakan konsep
verstehen. Rasionalitas mempengaruhi bagaimana bentuk tindakan
sosial dari individu yang menjadi subyek.

The Protetant Ethic and the Spirit of Capitalism, adalah karya


terbesar Beliau. Yang kemudian karena mengalami masalah
psikologis, setelah ia mampu meproduksi beberapa karya yang
sangat penting, yang meliputi pula hasil studi mengenai agama
dunia dalam perspektif sejarah dunia serta Economy and Society,
Beliau meninggal dunia pada 14 Juni 1920 di usianya yang ke 56.

Page 65

BAB VII

(EMILE DURKHEIM)

A. Latar Belakang

Durkheim dianggap sebagai bapak sosiologi modern, karena usaha-

usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang baru. Ia percaya
bahwa masyarakat dapat dipelajari secara ilmiah. Ia menolak pendekatan individual
dalam memahami fenomena dalam masyarakat dan lebih memilih pendekatan secara
sosial. Oleh karena itu ia juga berusaha memperbaiki metoda berpikir sosiologis yang
tidak hanya berdasarkan pada pemikiran-pemikiran logika filosofi tetapi sosiologi.
Menurut Durkheim, masyarakat dibentuk oleh fakta sosial yang melampaui
pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui observasi dan pengukuran. Ide
tersebut adalah inti dari sosiologi yang menyebabkan Durkheim sering Dianggap
sebagai bapak sosiologi (Gouldner, 1958). Meskipun istilah sosiologi telah
dilahirkan Auguste Comte beberapa tahun sebelumnya, namun belum ada lapangan
sosiologi yang berdiri sendiri dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada
sekolah, departemen, apalagi professor dalam bidang sosiologi. Tantangan yang
signifikan dari sosiologi adalah filsafat dan psikologi, dua ranah ilmu ini mengklaim
melingkupi ranah yang ingin diduduki sosiologi. Cita-cita Durkheim terhadap
sosiologi sekaligus menjadi dilemanya adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu
ilmu yang berdiri sendiri dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi.

Page 65

Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat

bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Ia merasa terancam


oleh aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri. Dalam pandanganya,
tokoh utama lainya seperti Auguste Comte dan Herbert Spencer, keduanya lebih
memiliki perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak, kemudian mereka mempelajari
dunia sosial secara empiris. Jika ranah ini diteruskan berdasarkan arah yang disusun
oleh Comte dan Spencer, Durkheim khawatir, ranah ilmu ini tidak akan lebih dari
sekadar sebuah cabang filsafat. Artinya, Durkheim merasa perlu mengkritik Comte
dan Spencer karena mereka terlalu berpegang pad aide yang ada tentang fenomena
sosial, dan bukanya pada studi atas dunia riil secara aktual. Ia menganggap Comte
masih keliru karena telah mengandaikan secara teoritis bahwa dunia sosial selalu
bergerak menuju kondisi masyarakat yang kian lama kian sempurna bukannya
melakukan kerja ilmiah yang sungguh-sungguh, ketat, dan mendasar dalam mengkaji
perubahan hakikat berbagai masyarakat. Spencer pun juga begitu, dia dianggap
mengandaikan begitu saja adanya harmoni dalam masyarkat, dan bukanya mengkaji
apakah harmoni itu benar-benar ada atau tidak.
B. Biografi Emile Durkheim

Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April 1858. Ia keturunan

pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta (rabbi). Tetapi, ketika
berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama
lebih bersifat akademis ketimbang teologis (Mestrovic, 1988). Ia bukan hanya kecewa
terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika.
Ia juga mendalami metodologi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk
menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya
mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral
masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada
bidang studi sosiologi sehingga antara 1882-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah
sekolah di Paris.

Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanannya ke

Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt
(Durkheim, 1887/1993). Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim
menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamannya selama di
Page 65

Jerman (R. Jones, 1994). Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan
jabatan di Jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Di sinilah Durkheim
pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Perancis. Ini adalah sebuah
prestasi istimewa karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak
di Universitas Perancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang
mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik di
sekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan moral.
Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak-anak
muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya
terjadi di tengah masyarakat Perancis.

Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi.

Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya, The Devision of Labor in Society dalam
bahasa Perancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa Latin (W. Miller,
1993). Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological Method, terbit tahun
1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi
tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Universitas
Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Perancis
yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat terkenal
lainnya, The Elementary Forins of Religious Life, diterbitkan pada tahun 1912. Kini
Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif dan pengaruhnya
dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi dimasa hidupnya ia
dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukkan oleh peran publik aktif yang
dimainkannya dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten tentara Yahudi yang
dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan
bermotif anti-yahudi (Farrel, 1997).

Durkheim merasa sangat terluka oleh kasus Dreyfus itu, terutama oleh

pandangan anti-Yahudi yang melatarbelakangi pengadilannya. Namun Durkheim


tidak mengaitkan pandangan anti-Yahudi ini dengan rasialisme di kalangan rakyat
Perancis. Secara luas ia melihatnya sebagai gejala penyakit moral yang dihadapi
masyarakat Perancis sebagai keseluruhan (Bimbaum dan Todd, 1995). Ia berkata :

Bila masyarakat mengalami penderitaan maka perlu menemukan

seorang yang dapat dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Orang yang
Page 65

dapat dijadikan sebagai sasaran pembalasan dendam atas kemalangannya itu, dan
orang yang menentang pendapat umum yang diskriminatif, biasanya ditunjuk sebagai
kambing hitam yang akan dijadikan korban. Yang meyakinkan saya dalam penafsiran
ini adalah cara-cara masyarakat menyambut hasil pengadilan Dreyfus 1894. keriangan
meluap di jalan raya. Rakyat merayakan kemenangan atas apa yang telah dianggap
sebagai penyebab penderitaan umum. Sekurang-kurangnya mereka tahu siapa yang
harus disalahkan atas kesulitan ekonomi dan kebejatan moral yang terjadi dalam
masyarakat mereka; kesusahan itu berasal dari Yahudi. Melalui fakta ini juga segala
sesuatu telah dilihat menjadi bertambah baik dan rakyat merasa terhibur (Lukes,
1972:345).

Perhatian

Durkheim

terhadap

perkara

Dreyfus

berasal

dari

perhatiannya yang mendalam seumur hidupnya terhadap moralitas modern. Menurut


Durkheim, jawaban atas perkara Dreyfus dan krisis moral seperti itu terletak di akhir
kekacauan moral dalam masyarakat. Karena perbaikan moral itu tak dapat dilakukan
secara cepat dan mudah, Durkheim menyarankan tindakan yang lebih khusus, seperti
menindak tegas orang yang mengorbankan rasa benci terhadap orang lain dan
pemerintah harus berupaya menunjukkan kepada publik bahwa menyebarkan rasa
kebendaan itu adalah perbuatan menyesatkan dan terkutuk. Ia mendesak rakyat agar
mempunyai keberanian untuk secara lantang menyatakan apa yang mereka pikirkan
dan bersatu untuk mencapai kemenangan dalam perjuangan menentang kegilaan
publik (Lukas, 1972:347).

Tetapi minat Durkheim terhadap sosialisme juga dijadikan bukti bahwa

ia menentang pemikiran yang menganggapnya seorang konservatif, meski jenis


pemikiran sosialismenya sangat berbeda dengan pemikiran Marx dan pengikutnya.
Durkheim sebenarnya menamakan Marxisme sebagai seperangkat hipotesis yang
dapat dibantah dan ketinggalan zaman (Lukes, 1972:323). Menurut Durkheim,
sosialisme mencerminkan gerakan yang diarahkan pada pembaharuan moral
masyarakat melalui moralitas ilmiah dan ia tak tertarik pada metode politik jangka
pendek atau pada aspek ekonomi dari sosialisme. Ia tak melihat proletariat sebagai
penyelamat masyarakat dan ia sangat menentang agitasi atau tindak kekerasan.
Menurut Durkheim, sosialisme mencerminkan sebuah sistem dimana didalamnya

Page 65

prinsip moral ditemukan melalui studi sosiologi ilmiah di tempat prinsip moral itu
diterapkan.

Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi, tetapi

pengaruhnya tak hanya terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya
terhadap bidang lain tersalur melalui jurnal Lannee Sociologique yang didirikannya
tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual muncul sekeliling jurnal itu dan Durkheim
berada dipusatnya. Melalui jurnal itu, Durkheim dan gagasannya mempengaruhi
berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi yang agak ironis,
mengingat serangannya terhadap bidang psikologi.

Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh

intelektual Perancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi


Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure
of Social Action (1973) karya Talcott Parsons.
C. Pembagian Kerja

The Division of Labor Society (Durkheim,1893/1964) dikenal


sebagai karya sosiologi klasik pertama. Dalam buku ini, Durkheim
menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering
dilihat sebagai krisis moralitas. Krisis moral dibahas menggunakan metode
positivistik.

Krisis moral muncul karena adanya Revolusi Prancis yang


membuat orang-orang untuk mengutamakan hak-hak individual yang sering
mengekspresikan diri sebagai serangan terhadap otoritas tradisional dan
keyakinan religius. Hal ini menimbulkan ketidakteraturan di masyarakat.
Hubungan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain tidak
berjalan dengan baik. Karena mereka memikirkan diri sendiri dan tidak
memikirkan kehidupan bermasyarakat.

Setelah adanya Revolusi, Prancis telah merasakan tiga monarki,


dua emporium, dan tiga republik. Rezim-rezim tersebut ditopang oleh empat
belas konstitusi. Prussia mengalahkan Prancis pada tahun 1870. Keadaan ini
memperumit krisis moral. Peristiwa tersebut juga diikuti oleh revolusi singkat

Page 65

dan penuh darah Paris Commune. Revolusi ini disinyalir sebagai penyebab
munculnya persoalan-persoalan individualisme.

Menurut Auguste Comte masalah ini bisa ditelusuri ke dalam


peningkatan pembagian kerja. Dalam masyarakat sederhana, mereka pada
dasarnya melakukan pekerjaan yang sama. Sehingga mereka memiliki
pengalaman dan nilai yang sama. Pada masyarakat modern, setiap orang
memiliki pekerjaan yang berbeda. Mereka meiliki pengalaman dan nilai yang
berbeda. Hal ini yang merusak kepercayaan moral bersama yang sangat
penting di masyarakat. Orang menjadi egois dan tidak mau berkorban demi
orang lain. Comte berpendapat bahwa sosiologi akan menjadi semacam
agama baru yang akan mengembalikan kohesi sosial. Namun, sampai taraf
tertentu, The Division of Labor in Society justru bisa dilihat sebagai
penyangkalan terhadap analisis Comte. Durkheim berpendapat bahwa
pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial,
melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.

Tesis The Divison of Labor in Society adalah bahwa masyarakat


modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan
pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat
masyarakat dengan memaksa mereka agar bergantung satu sama lain. Fungsi
ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja menjadi tidak penting
dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya.$ Maka fungsi
sesungguhnya dari pembagian kerja adalah unuk menciptakan solidaritas
antara dua orang atau lebih.

D. Fakta Sosial

Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat dan memberinya kejelasan

serta identitas tersendiri, Durkheim (1895/1982) menyatakan bahwa pokok bahasan


sosiologi haruslah berupa studi atas fakta sosial (lihat Gane, 1988; Gilbert,1994; dan
edisi spesial sociological perspectives 1995). Secara singkat, fakta sosial terdiri dari
struktur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada di luar dan memaksa actor.

Hal yang penting dalam pemisahan sosiologi dari filsafat adalah ide

bahwa fakta sosial dianggap sebagai sesuatu (S. Jones, 1996) dan dipelajari secara
Page 65

empiris. Artinya, bahwa fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar
pikiran kita melalui observasi dan eksperimen.

Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang

dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga
dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasimanifestasi individual. (Durkheim, 1895/111982: 13). Hal itu menunjukkan bahwa
Durkheim memberikan definisi agar sosiologi terpisah dari ilmu filsafat dan
psikologi. Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada
individu, namun mesti di pelajari sebagai realitas mereka. Durkheim menyebut fakta
sosial dengan istilah latin sui generis, yang berarti unik. Durkheim menggunakan
istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak
bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual. Jika fakta sosial dianggap bisa
dijelaskan dengan merujuk pada individu, maka sosiologi akan tereduksi menjadi
psikologi.

Durkheim sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial ,

termasuk aturan legal, beban moral, dan kesepakatan sosial. Dia juga memasukan
bahasa sebagai fakta sosial, dan menjadikannya contoh yang paling mudah dipahami.
Pertama karenakan bahasa adalah sesuatu yang mesti dipelajari secara empiris.
Kedua bahasa adalah sesuatu yang berada di luar individu. Meskipun individu
menggunakan bahasa, namun bahasa tidak dapat didefinisikan atau diciptakan oleh
individu. Ketiga, bahasa memaksa individu. Bahasa dapat membuat sesuatu itu sulit
dikatakan. Terakhir, perubahan dalam bahasa dapat dipelajari dengan fakta sosial lain
dan tidak bisa hanya keinginan individu saja.

Sebagian sosiologo berpendapat bahwa Durhkeim terlalu mengambil

posisi yang ekstrem dalam hal ini. sebab ia terlalu membatasi sosiologi hanya pada
fakta sosial saja. Padahal ada banyak cabang-cabang dalam sosiologi. Durkheim
membedakan dua tipe ranah fakta sosial material dan non material. Fakta sosial
material seperti gaya arsitektur bentuk teknologi, dan hukum dan perundangundangan, relatif mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung.
Lebih penting lagi, fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan
kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berrada diluar individu

Page 65

dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nin
material.

Studi Durkheim yang paling penting dan inti dari sosiologi terletak

pada studi fakta sosial nonmaterial. Durkheim mengungkapkan : tidak semua


kesadaran sosial mencapai eksternalisasi dan materialisasi (1897/1951: 315). Apa
yang saat ini disebut norma dan nilai, atau budaya oleh sosiolog secara umum
(Alexander, 1988c) adalah contoh yang tepat untuk apa yang disebut Durkheim
dengan fakta sosial nonmaterial. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nn material
memiliki batasan tertentu, ia ada dalam individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika
orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi
hukumnya sendiri (Durkheim, (1912) 1965: 471). Dalam karya yang sama durkheim
menulis: pertama, bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi
melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia dan kedua Masyarakat
bukan hanya semata-mata kumpulan sejumlah individu.masyarakat akan hanya bisa
dipahami dengan interaksi bukan individu. Interaksi nonmaterial juga memiliki
tingkatan-tingkatan realitasnya sendiri. Inilah yang disebut realisme relasional
(Alpert, 1939).

Durkheim melihat fakta sosial berada di sepanjang kontinum hal-hal

yang material. Durkheim menyebut ini dengan fakta morfologis, dan semua itu
termasuk hal yang paling penting dalam buku pertamanya, The Division of Labor.

Jenis-jenis Fakta Sosial Nonmaterial:

a. Moralitas.
Persperktif durkheim mengenai moralitas: pertama, Durkheim yakin
bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari
secara empiris, karena ia berada diluar individu, ia memaksa individu, dan bisa
dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Kedua, Durkheim dianggap sebagai
sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya pada kesehatan
moral kesehatan moral masyarakat modern.
Dalam pandangan Durkheim, orang selalu terancam kehilangan ikatan
moral, dan hal ini dinamakan patologi. hal tersebut penting bagi Durkheim
karena tanpa itu individu akan diperbudak oleh nafsu yang tidak pernah puas.
Seseorang akan didorong oleh nafsu mereka ke dalam kegilaan untuk mencari

Page 65

kepuasan namun setiap kepuasan akan menuntut lebih dan lebih. Jika masyarakat
tidak membatasi kita maka kita akan menjadi budak kesenagan yang selalu
meminta lebih. Sehingga Durkheim memegang pandangan bahwa individu
membutuhkan moralitas dan kontrol dari luar untuk bebas. Pandangan hasrat
yang tidak pernah puas ini ada pada setiap manusia adalah inti dari sosiologi
Durkheim.
b. Kesadaran kolektif.

Durkheim mencoba mewujudkan perhatiannya pada moralitas dengan

berbagai macam cara dan konsep. Usaha awalnya untuk menaangani persoalan ini
adalah dengan mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif. Durkheim
mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut: seluruh kepercayaan dan
perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk
suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya
dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak
sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadarankesadaran partikular.

Dari hal itu jelas bahwa Durkheim berpendapat kesadaran kolektif

terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut keseluruhan


kepercayaan dan sentimen bersama. Hal yang lain bahwa kesadaran kolektif
sebagai sesuatu yang terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial. Hal
terakhir dari pendapatnya bahwa kesadaran kolektif baru bisa terwujud melalui
kesadaran-kesadaran indivisual.

Durkheim menggunakan konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap

untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang


kuat yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama lebih daripada masyarakat
modern.
c. Representasi Kolektif

Kesadaran kolektif tak dapat dipelajari secara langsung karena sesuatu

yang luas dan gagasan yang tidak memiliki bentuk yang tetap. Sehingga perlu
didekati dengan relasi fakta sosial material. Contoh dari representasi kolektif ialah
simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semua yang tersebut itu adalah caracara dimana masyarakat merefleksikan dirinya.

Page 65

d. Representasi kolektif tidak dapat direduksi kepada individu-individu karena ia


muncul dari interaksi sosial dan hanya dapat dipelajari secara langsung karena
cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan
gambar atau praktek seperti ritual. Contoh dari representasi ialah mengenai
perubahan yang dialami Abraham Lincoln dalam menanggapi fakta-fakta
sosial lain. Ia mengalami kejayaan yang memuncak dan ditahun lain ia
memperlihatkan kemerosotan martabatnya. Arus sosial

Sebagian besar fakta sosial yang dirujuk emile Drukheim sering

diasosiasikan dengan organisasi sosial. Namun dia menjelaskan bahwa fakta sosial
tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim menyebutnya arus
sosial. Dia mencontohkan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan.
Fakta-fakta sosial nonmaterial bahkan bisa memengaruhi institusi yang paling
kuat sekalipun. Hal ini dicontohkan pada konser rock yang terjadi di Erropa timur.
Konser rock merupakan tempat muncul dan berseminya standar buadaya, fashion.
Dan gejala perilaku yang lepas kntrol partai. Dengan kata lain kepemimpinan
politik takut pada konser rock karena berpotensi menekan perasaa individu dari
alienasi menjadi motivasi keterasingan sebagai fakta sosial.
e. Pikiran kelompok
Arus sosial dapat dilihat sebagai serangkaian makna yang disepakati
dan dimiliki bersama oleh seluruh anggota kelompok. Karena itu arus sosial tidak
bisa dijelaskan berdasarkan suatu pikiran individual. Arus sosial juga tidak bisa
dijelaskan secara intersubjektif yaitu berdasarkan interaksi antar individu. Arus
sosial hanya akan tampak pada level interaksi bukan individu.
Kenyataannya ada kesamaan yang kuat antara teori fakta sosial dari
Durkheim dengan teori mutakhir tentang hubungan otak dengan pikiran individu.
Keduanya sama-sama menggunakan gagasan bahwa sistem yang kompleks akan
terus berubahdan menunjukkan ciri-ciri baru.
Durkheim juga memiliki pemahaman modern tentang fakta sosial
nonmaterial yang mengandung norma, nilai, budaya, dan berbagai fenomena
psikologis sosial bersama.

E. Teori Solidaritas

The Division of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964;Gibbs,2003)

telah disebut sebagai karya klasik pertama sosiologi. Di dalam karya tersebut,
Page 65

Durkheim mengamati perkembangan relasi modern di antara para individu dan


masyarakat. Konsep-konsep dalam The Division of Labor di lanjutkan Durkheim
dalam The Rules of Sociological Method (1895). Solidaritas sosial di pandang sebagai
perpaduan kepercayaan dan perasaan yang di miliki para anggota suatu masyarakat
tertentu. Berdasarkan analisis Durkheim, persoalan tentang solidaritas di kaitkan
dengan sanksi yang di berikan kepada warga yang melanggar peraturan dalam
masyarakat. Bagi Durkhem indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanis
adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum dalam masyarakat yang bersifat
menekan (represif).

Hal-hal yang menyebabkan perubahan solidaritas dalam masyarkat:

a. Dinamika Penduduk

Perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan

oleh dinamika penduduk. Semakin banyak orang berarti makin meningkatnya


kompetisi memperebutkan sumberdaya yang ada. Semakin banyaknya orang juga
menyebabkan semakin meningkatkan jumlah interaksi. Berarti, mereka bersaing
untuk bertahan di antara komponen-komponen yang ada di masyarakat. Pembagian
kerja di dalam masyarakat merupakan hal yang baik. Karena dengan adanya
pembagian kerja, anggota masyarakat bisa saling melengkapi. Selain itu, juga dapat
meningkatkan sumber daya, dan menciptakan kompetsi secara damai.

Dalam masyarakat dengan solidaritas organis, kompetisi yang kurang

dan diferensiasi yang tinggi memungknkan orang bekerja sama dan sama-sama
ditopang oleh sumber daya yang sama. Diferensiasi justru menciptakan ikatan yang
lebih erat dari pada persamaan. Masyarakat dengan solidaritas organis membentuk
ikatan yang solid dan individual daripada masyarakat dengan solidaritas mekanis.
Individualitas tidak menyebabkan kehancuran suatu katan tetapi memperkuat ikatan
tersebut.
b. Hukum Represif dan Resitutif

Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis

dibentuk oleh hukum represif. Karena masyarakat seperti itu memiliki kesaman
norma dan moralitas bersama. Apabila ada individu melanggar maka seluruh anggota

Page 65

masyarakat merasakan dampak dari pelanggaran tersebut. Maka pelanggar tersebut


akan dihukum atas pelanggaran tersebut sistem moral kolektif. Biasanya hukuman
yang diterapkan sangat berat walaupun pelanggaran yang dilakukan sangat kecil.
Misalnya, apabila ada dua orang berzina, maka mereka dihukum rajam.

Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh

hukum restitutif. Seseorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk


kejahatan mereka. Pelanggaran yang terjadi dilihat sebagai serangan terhadap individu
atau segmen lain, bukan terhadap sistem moral. Para pelanggar dalam masyarakat
organis akan dituntut untuk membuat restitusi untuk siapa saja yang telah diganggu
oleh perbuatan meraka.
c. Normal dan Patologi

Durkheim

berpendapat

bahwa

sosiolog

mampu

membedakan

masyarakat sehat dan masyarakat patologis. Kriteria masyarakat sehat adalah


masyarakat tersebut memiliki kondisi yang sama dalam masyarakat lain yang sedang
berada pada level yang sama. Jika masyarakat tidak berada dalam kondisi yang
biasanya mesti dimilikinya, maka bisajadi masyarakat itu sedang mengalami patologi.
Menurut Durkheim, kriminal adalah sesuatu yang normal dan bukan pantologis.
Kriminal mendorong masyarakat mendefinisikan dan membuktikan kesadaran
kolektivitas mereka. Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa
bentuk abnormal yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern. Terdapat tiga
bentuk pembagian kerja abnormal.
1) Pembagian kerja anomik, yaitu tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang
menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu
masyarakat tentang apa yang harus mereka kerjakan. Masyarakat modern
selalucenderung melakukan anomi, namun akan mencuat ke permukaan
manakala terjadi krisis sosial dan ekonomi.
2) Pembagian kerja yang dipaksakan, hal ini merujuk pada fakta bahwa norma
yang ketinggalan zaman dan harapan-harapan bisa memaksa individu,
kelompok, dan kelas masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka.
3) Pembagian kerja yang terkoordinasi dengan buruk, fungsi-fungsi khusus yang
dilakukan oleh orang yang berbeda-beda tidak diatur dengan baik. Solidaritas
organis berasal dari kesalingketergantungan antarmereka. Jika spesialsasi
Page 65

seseorang tidak lahir dari kesalingketergantungan yang makin meningkat,


melainkan dalam isolasi, maka pembagian kerja tidak akan terjadi di dalam
solidaritas sosial.
d. Keadilan

Masyarakat modern tidak disatukan oleh pengalaman dan kepercayaan

bersama, melainkan perbedaan yang terdapat di dalamnya, sejauh perbedaan tersebut


mendorong perkembangan tempat terjadinya kesalingtergantungan. Maka yang paling
berpengaruh adalah keadilan sosial.
1. Solidaritas mekanis

Solidaritas mekanis ini, terjadi dalam masyarakat yang memiliki ciri

khas keseragaman pola-pola relasi sosial, memiliki latar belakang pekerjaan yang
sama dan kedudukan semua anggota. Apabila nilai-nilai budaya yang melandasi relasi
mereka, dapat menyatukan mereka secara menyeluruh. Maka akan memunculkan
ikatan sosial yang kuat dan di tandai dengan munculnya identitas sosial yang kuat
pula. Individu menyatukan diri dalam kebersamaan, sehingga tidak ada aspek
kehidupan yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi sosial yang sama. Individu
melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada masyarakat. Karena itu, tidak
terbayangkan bahwa hidup mereka masih dapat berlangsung apabila salah satu aspek
kehidupan di pisahkan dari kebersamaan.

Solidaritas mekanis menunjukan berbagai komponen atau indikator

penting. Contohnya yaitu, adanya kesadaran kolektif yang di dasarkan pada sifat
ketergantungan individu yang memiliki kepercayaan dan pola normatif yang sama.
Individualitas tidak berkembang karena di hilangkan oleh tekanan aturan atau hukum
yang bersifat represif. Sifat hukuman cenderung mencerminkan dan menyatakan
kemarahan kolektif yang muncul atas penyimpangan atau pelanggaran kesadaran
kolektif dalam kelompok sosialnya. Singkatnya, solidaritas mekanis di dasarkan pada
suatu kesadaran kolektif (collective consciousness) yang di lakukan masyarakat
dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total di antara para warga masyarakat.
Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam banyak hal.
Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik
sosial, politik bahkan kepercayaan atau agama.

Page 65

2. Solidaritas organis

Solidaritas organis terjadi di masyarakat yang relatif kompleks dalam

kehidupan sosialnya namun terdapat kepentingan bersama atas dasar tertentu. Pada
kelompok sosialnya, terdapat ciri-ciri tertentu, yaitu :

a)

Adanya pola antar-relasi yang parsial dan fungsional

b)

Terdapat pembagian kerja yang spesifik,

c)

Adanya perbedaan kepentingan, status, pemikiran dan sebagainya.

Perbedaan pola relasi-relasi dapat membentuk ikatan sosial dan

persatuan melalui pemikiran yang membutuhkan kebersamaan serta diikat dengan


kaidah moral, norma, undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat universal.
Karena itu, ikatan solidaritas tidak lagi menyeluruh, melainkan terbatas pada
kepentingan bersama yang bersifat parsial.

Solidaritas organis muncul karena pembagian kerja bertambah besar.

Solidaritas ini di dasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi.


Ketergantungan ini di akibatakan karena spesialisasi yang tinggi di antara keahlian
individu. Spesialisasi ini juga sekaligus mengurangi kesadaran kolektif yang ada
dalam masyarakat mekanis. Akibatnya, kesadaran dan homogenitas dalam kehiduan
sosial tergeser. Keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu, munculah ketergantungan
fungsional yang bertambah antara individu-idividu yang memiliki spesialisasi dan
secara relatif lebih otonom sifatnya. Menurut Durkheim itulah pembagian kerja yang
mengambil alih peran yang semula di dasarkan oleh kesadaran kolektif. Contoh dalam
solidaritas organis ialah perusahaan dagang. Alasan yang mempersatukan organisasi
itu kemungkinan besar ialah motivasi-motivasi anggotanya. Keinginan mereka akan
imbalan ekonomi yang akan di terima atas partisipasinya, dan di dalam organisasi
dagang masing-masing anggotanya akan merasa tergantung satu dengan yang lain.
Misalnya dalam suatu pabrik, ada kecenderungan orang berada di mesin teknisi,
pengawas, penjual, orang yang memegang pembukuan, sekretaris, dan seterusnya.
Semua kegiatan mereka memiliki hubungan spesialisasi dan saling ketergantungan.
Sehingga sistem tersebut membentuk solidaritas menyeluruh yang berfungsi
berdasarkan pada saling ketergantungan.
Page 65

Contoh lainnya yaitu dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis,

proses perubahan kepemimpinan di lakukan secara turun temurun dari kepala suku
atau etua adat. Berbeda dengan masyarakat organis proses suksesi kepemimpinan di
lakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat atau individu. Contohnya seperti
pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia melalui Pemilu yang
melibatkan seluruh warga Negara Indonesia.

Agar lebih jelasnya berikut ini adalah perbedaan solidaritas mekanis

dan solidaritas organis :

Solidaritas Mekanis

Relatif berdiri sendiri (tidak

Solidaritas Organis

Saling

keterkaitan

bergantung pada orang lain)

mempengaruhi

dalam keefisienan kerja.

keefisienan kerja.

Terjadi

di

masyarakat

sederhana.

Di

dan
dalam

langsungkan

oleh

masyarakat yang kompleks.

Ciri dari masyarakat tradisional

(pedesaan)

Ciri dari masyarakat modern


(perkotaan).

Kerja tidak terorganisir

Kerja terorganisir dengan baik.

Beban lebih berat

Beban ringan.

Tidak bergantung dengan orang

Banyak

lain

saling

bergantungan

dengan yang lain

Dapat di simpulkan bahwa solidaritas mekanis di bentuk oleh

masyarakat yang masih memiliki kesadaran kolektif yang sangat tinggi, kepercayaan
yang sama, cita-cita dan komitmen moral. Masyarakat yang menggunakan solidaritas
mekanis, mereka melakukan aktifitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang
sama.

Page 65

Sebaliknya, solidaritas organis di bentuk karena semakin banyak dan

beragamnya pembagian kerja. Sehingga pembagian kerja tersebut membuat


spesialisasi pekerjaan di dalam masyarakat yang menyebabkan kesadaran kolektif
menjadi menurun. Semua kegiatan spesialisasi mereka berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain, sehingga sistem tersebut membentuk solidaritas
menyeluruh yang berfungsi didasarkan pada saling ketergantungan.
F. Fenomena Bunuh Diri

Dalam bukunya yang kedua Suicide, dikemukakan dengan jelas,

hubungan antara pengaruh integrasi sosial dan kecenderungan orang melakukan


bunuh diri. Tujuannya dalam studi kali ini, selain untuk berkontribusi terhadap
pemahaman persoalan sosial, juga untuk menunjukan sebuah kekuatan disiplin
sosiologi. Durkheim ingin mengetahui pola atau dorongan sosial dibalik tindakan
bunuh diri yang terlihat sepintas merupakan tindakan yang sangat individual. Dan
dengan pendekatan disiplin sosiologi yang baru ini, ia percaya dapat memperluas
ranah sosiologi kepada fenomena-fenomena lain yang terbuka bagi analisis sosiologi.

Durkheim tidak mempelajari mengapa seseorang melakukan bunuh

diri. Karena itu adalah wilayah studi psikologi. Perhatiannya adalah menjelaskan
perbedaan angka bunuh diri dari beberapa negara. Ia memiliki asusmsi mengenai
fakta sosial yang melatarbelakangi fenomena bunuh diri ini sekaligus kenapa suatu
kelompok memiliki angka bunuh diri yang lebih itnggi. Durkheim menggunakan dua
cara yang saling berhubungan untuk mengevaluasi angka bunuh diri. Pertama dengan
membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe lain.

Kedua,

dengan melihat perubahan angka bunuh diri dalam sebuah masyarakat atau kelompok
dalam rentang waktu tertentu. Jika ada perbedaan dalam angka bunuh diri antara suatu
kelompok dengan kelompok lain atau dari suatu periode dengan periode yang lain,
maka menurut Durkheim perbedaan tersebut adalah akibat dari perbedaan faktorfaktor sosial atau arus sosial.

Dengan angka-angka statistik dari hasil penelitiannya di beberapa

negara, dia menunjukan penolakannya terhadap teori-teori lama tentang bunuh diri
tersebut. Kalau kemiskinan, menurut Durkheim, kenyataannya orang-orang dari
lapisan atas(kaya) justru lebih tinggi tingkat bunuh dirinya dbanding dengan orangorang dari lapisan bawah(miskin). Hal itu ditunjukannya dengan mengatakan bahwa

Page 65

di negara-negara miskin di Eropa seperti Italia dan Spanyol, justru memiliki angka
bunuh diri yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa yang lebih
makmur, seperti Prancis, Jerman,dan negara-negara Skandinavia. Lalu Durkheim
menambahkan bahwa, jika diselidiki, sebenarnya ada pola yang lebih teratur dari pada
sebab-sebab serta penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh teori-teori terdahulu
mengenai bunuh diri. Angka bunuh diri yang ditunjukan dari suatu kelompok atau
masyarakat bersumber pada keadaan masyarakat yang bersangkutan. Dengan
demikian, bunuh diri harus dipelajari dengan menghubungkanya dengan struktur
sosial dari masyarakat atau negara yang bersangkutan, kata Durkheim.
Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan
kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana
penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi
sosial dari suatu kehidupan masyarakat.

Empat Jenis Bunuh Diri Menurut Durkheim:

Teori bunuh diri Durkheim bisa dilihat lebih jelas jika kita mencermati

hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta sosial utamanya, yaitu Integrasi dan
Regulasi. Integrasi condong berarti kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat.
Regulasi condong berarti tingkat paksaan eksternal yang dialami individu. Menurut
Durkheim, dua arus sosial tersebut adalah variabel yang saling berkaitan dan angka
bunuh diri meningkat ketika salah satu arus menurun dan yang lain meningkat. Jika
integrasi meningkat, Durkheim mengelompokkanya menjadi bunuh diri Altruis. Jika
integrasi menurun, akibatnya dalah peningkatan bunuh diri egoistis. Bunuh diri
fatalistis berkaitan dengan regulasi yang tinggi, sementara bunuh diri anomik adalah
rendahnya regulasi.

Arus Sosial

Integrasi
Regulasi

Tingkat

Jenis Bunuh Diri

Tinggi

Altruistis

Rendah

Egoistis

Tinggi

Anomik

Page 65

Rendah

Fatalistis

1. Bunuh Diri Egoistis

Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam

masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit
sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini menimbulkan perasaan bahwa individu
bukan bagian dari masyarkat dan masyarkat bukan pula sebagai bagian dari individu.
Lemahnya integrasi melahirkan suatu arus sosial yang khas, dan arus tersebut
memunculkan angka bunuh diri. Misalnya, Durkheim berbicara tentang disintegrasi
masyarakat yang melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Sebaliknya, kelompok
yang memiliki integrasi yang kuat akan mencegah terjadinya bunuh diri. Arus sosial
yang melindungi dan mengayomi yang lahir dari masyarkat akan mencegah terjadinya
bunuh diri egoistis, diantaranya, memberikan seseorang makna hidup dalam
pengertian yang lebih luas.

Agama melindungi manusia dari keinginan untuk menganiaya dirinya

sendiri Yang membentuk agama adalah keberadaan sejumlah kepercayaan dan praktik
tertentu yang dianut dan dilakukan bersama oleh sekelompok orang beriman, yang
diwarisi turun temurun dan oleh karena itu bersifat mewajibkan. Makin banyak dan
kuat kerangka berpikir semacam ini, maka semakin kuat pulalah integrasi di dalam
kelompok keagamaan tersebut dan nilai-nilai yang mempertahankanya juga makin
besar.

(Durkheim, 1897/1951: 170)

Seperti yang telah dijelaskan Durkheim diatas, Agama mencegah

manusia untuk bunuh diri, akan tetapi tak semua agama memberikan tingkat
perlindungan yang sama terhadap bunuh diri. berikut adalah table perbandingan angka
bunuh diri yang berbeda dari negara-negara penganut agama Katolik, Protestan, dan
Katolik orthodox.

Laju

Negara

Negara

Negara

Negara

Protestan

Roma

Katolik

Katolik

190

Katolik
90

Mayoritas
58

Ortodox
40

bunuh
Page 65

diri

(1:1 juta
orang)

Jawaban Durkheim atas perbedaan itu adalah bahwa sebab dari

perbedaan angka bunuh diri antara penganut agama Protestan dan Katolik adalah
terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh kedua agama tersebut
kepada penganutnya. Kebebasan yang lebih diberikan agama protestan dalam
mempelajari sendiri hakekat ajaran kitab suci, oleh karena itu kepercayaan bersama
orang-orang protestan menjadi berkurang. Setiap orang berhak memiliki tafsir yang
berbeda, sehingga dari situ integrasi yang dimiliki oleh masyarkat protestan lebih
rendah dari pada masyarkat katolik. Begitu pula sebaliknya dengan masyarkat katolik.
Akhirnya angka bunuh diri yang terdapat pada masing-masing masyarakat penganut
agama berbeda karena integrasi dalam agama yang berbeda pula.

2. Bunuh Diri Altruistis

Bunuh diri Altruistis terjadi ketika integrasi sosial yang ada di dalam

masyarakat menguat. Dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri.


Contoh dari bunuh diri ini adalah bunuh diri harakiri dan sepukku dalam masyarakat
jepang, keyakinan mati syahid oleh seorang teroris, dan lain sebagainya. Secara
umum, orang melakukan bunuh diri altruistis karena mereka merasa itu adalah tugas
mereka demi sebuah kebaikan yang mereka yakini. Seorang individu dalam
masyarakat yang integrasi sosialnya tinggi akan merasa membawa aib bagi
kesatuanya meski hanya karena kesalahan sepele dan mereka bisa lebih memilih
bunuh diri.

3. Bunuh Diri Anomik

Bunuh diri ini terjadi saat kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Hal

ini bisa muncul karena lemahnya kontrol sosial yang sebenarnya dibutuhkan oleh
masyarakat sebagai pengatur nafsu mereka yang tak terbatas. Anomi sendiri
merupakan suatu keadaan tanpa norma yang memungkinkan seseorang merasa tidak
mempunyai norma dan aturan yang membimbing mereka sehari-hari. Selanjutnya,

Page 65

mereka juga merasa tidak mempunyai apa-apa dan tempat untuk ditinggali. Mereka
yang mungkin merasakan situasi anomi adalah tunawisma dan yatim piatu.

4. Bunuh Diri Fatalistik

Bunuh diri ini disebabkan oleh situasi yang merupakan kebalikan dari

anomi. Tingkat regulasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan seorang melakukan
bunuh diri. Terdapat kontrol yang berlebihan dari suatu pihak yang kuat terhadap
pihak yang lebih lemah dalam suatu struktur masyarkat. Durkheim mengatakan
keadaan itu saat seseorang merasa masa depanya telah tertutup dan nafsu yang
tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh bunuh diri ini adalah seorang budak
yang lebih baik membunuh dirinya sendiri dari pada merasakan kontrol yang
berlebihan dalam hidupnya.

G. Sosiologi Agama

Agama menurut Durkheim adalah an unfied system of belief and

practices relative to sacred things, dan selanjutnya ditambahkan pula that is to say,
things set apart and forbidden belief and practice wich unite into one single moral
community called curch all those who adhare to them. Asal mula agama menurut
Durkheim adalah berasal dari masyarakat sendiri. Setiap masyarakat selalu
membedakan sesuatu yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau
duniawiah. Durkheim tidak percaya tentang realitas supranatural apapun yang
menjadi sumber perasaan agama tersebut. Namun, kebenaran ada suatu kekuatan
moral yang superior yang member inspirasi kepada pengikut, dan kekuatan itu adalah
masyarakat, bukan Tuhan. Masyarakat merupakan kekuatan yang lebih besar dari
kekuatan kita. Ia melampaui kita, menuntut pengorbanan kita, menekan sifat egois
kita, dan mengisi kita dengan energi. Dan apa yang menjadi pendapat dasar Durkheim
adalah bahwa agama merupakan perwujudan dari Collective Consciousness atau
kesadaran kolektif.

Selain adanya yang sakral dan yang profane terdapat tiga persyaratan

lain yang dibutuhkan bagi keberadaan agama. Pertama Kepercayaan, yang diartikan
Durkheim sebagai representasi yang mengekspresikan hakikat hal yang sakral dan
hubungan yang mereka miliki, baik dengan sesame hal sakral atau dengan hal yang
profan. Kedua, ada ritual. Yaitu aturan tingkah laku yang mengatur bagaimana
Page 65

seorang manusia mesti bersikap terhadap hal-hal yang sakral itu. Ketiga, agama
membutuhkan gereja, atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh
anggotanya.

Durkheim melakukan penelitian empirisnya di Australia, tepatnya pada

masyarakat suku Arunta. Dalam mempelajari agama dalam budaya primitif pada suku
Arunta tersebut, Durkheim percaya akan mendapatkan pengetahuan tentang hakikat
agama yang sebenarnya yang masih murni belum ada pembaharuan oleh pemikirpemikir agama seperti pada agama-agama modern. Tetapi studi pada agama primitif
tersebut akan ia gunakan pula untuk mempelajari agama modern. Dari studinya itu
Durkheim menjumpai apa yang disebut totem, yaitu benda yang dianggap suci. Totem
ini merupakan pusat upacara keagamaan dari orang-orang primitif tersebut.
Sebenarnya Totem yang dianggap suci itu tidak lain adalah hanya sebuah simbol,
yaitu seperti pada penjelasan diatas adalah simbol dari Tuhan. Tuhan yang ia sebut
sebagai kesadaran kolektif yang kemudian menjelma menjadi representasi kolektif
yakni berupa lambing-lambang yang berwujud ajaran-ajaran Totem.

Durkheim

berkesimpulan bahwa Tuhan itu hanyalah sebuah idealism dari masyarakat itu sendiri
yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna. Sehingga ia
berkesimpulan bahwa agama merupakan lambing kolektif atau representasi kolektif
dari masyarkat dengan bentuk yang ideal.

Page 65

H. Kesimpulan

Emile Durkheim adalah seorang sosiolog terkenal dari Perancis.Selama

hidupnya ia menulis banyak buku diantaranya adalah The Division of Labor in


Society, The Rules of Sociological Method, The Elementary Form of Religious
Life,dan Suicide. Durkheim terkenal dengan teorinya yang disebut dengan fakta
sosial.Menurutnya,Fakta sosial adalah cara bertindak, baku maupun tidak, yang
dapat berperilaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal, atau bisa juga
dikatakan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat dan pada saat yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasimanifestasi individual.

Dalam bukunya The Division of Labor in Society,ia mengemukakan

mengenai solidaritas sosial yang kemudian ia bagi menjadi solidaritas mekanik dan
solidaritas organik. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas
mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena masyarakat seperti itu memiliki
kesaman norma dan moralitas bersama. Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas
organis dibentuk oleh hukum restitutif. Seseorang yang melanggar mesti melakukan
restitusi untuk kejahatan mereka. Pelanggaran yang terjadi dilihat sebagai serangan
terhadap individu atau segmen lain, bukan terhadap sistem moral.

Dalam bukunya yang kedua Suicide,dikemukakan dengan jelas

hubungan antara pengaruh integrasi sosial dan kecenderungan orang melakukan


bunuh diri. Durkheim ingin mengetahui pola atau dorongan sosial dibalik tindakan
bunuh diri yang terlihat sepintas merupakan tindakan yang sangat individual.Ada
empat jenis bunuh diri menurut Durkheim yaitu Altruistis,Egoistis,Anomik dan
Fatalistis. Selain itu di dalam bukunya The Elementary Form of Religious Life,
Durkheim mengulas tuntas mengenai sifat-sifat, sumber, bentuk-bentuk, akibat dan
variasi agama dari sudut pandangan sosiologistik. Asal mula agama menurut
Durkheim adalah berasal dari masyarakat sendiri. Setiap masyarakat selalu
membedakan sesuatu yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau
duniawiah.

Page 65

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.


http://triyono10-triyono10.blogspot.com/2012/01/teori-sosiologi-ferdinandtonnies.html diakses pada tanggal 29 September 2014 pukul 09.34 WIB.
Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi untuk universitas. Bandung:
Refika Aditama
Siahaan M. Hotman. 1986. Pengantar ke arah sejarah dan teori sosioloigi.
Jakata: Penerbit Erlangga.
Ritzer, George Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Veenger, KJ. 1985. Realitas Sosial. Jakarta: PT Gramedia
Haryanto. 1987. Herbert Spencer (Modul Pembelajaran Universitas
Terbuka). Jakarta: Universitas Terbuka.
Henslin, James. M.2006.Sosiologi degan Pendekatan Membumi, judul asli:
Essentials of Sochiology.Jakarta: Erlangga.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J.2010.Teori Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.Bantul: Kreasi Wacana.
Ritzer, George dan Douglas J. 2004. Goodman. Teori Sosiologi. Nurhadi
(penerjemah). Yogyakarta: Kreasi Wacana
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Osborne, Richard dan Borin Van Loon. 1998. Mengenal Sosiologi for
Beginners. Siti Kusumawati A. (penerjemah). Bandung: Mizan
Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi untuk universitas. Bandung:
Refika Aditama
Siahaan M. Hotman. 1986. Pengantar ke arah sejarah dan teori sosioloigi.
Jakata: Penerbit Erlangga
Dirdjosisworo, Soedjono. 1991. Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga
Akib, Ronny.2009.Pengantar Sosiologi.Pontianak.
Sanderson, Stephen K. 1993. Sosiologi Makro. Jakarrta: Rajawali

Page 65

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi: Dasar Teori
Sosiologi Klasik sampai Perkmbangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.
Jogjakarta : Kreasi Wacana Jogjakarta.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Veenger, KJ. 1985. Realitas Sosial. Jakarta: PT Gramedia
Haryanto. 1987. Herbert Spencer (Modul Pembelajaran Universitas
Terbuka). Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 65

Anda mungkin juga menyukai