Anda di halaman 1dari 8

Karl Marx

Tulisan-tulisan filosofis, sosiologis, ekonomis, dan politik


Karl Marx mempunyai dampak mendalam terhadap praktik
politik internasional setidaknya selama dua abad. Mereka juga
memiliki pengaruh luas terhadap teorisasi sosial kritis:
pemikiran Marx menjadi landasan sekaligus fokus utama
tantangan teoritis bagi sebagian besar “teoretisi kritis” abad ke
20. Namun demikian, meski tidak di ragukan lagi bahwa
pemikiran Marx sangat berpengaruh, justru sifat yang pasti bagi
warisannya itu tetap di perdebatkan. Ada berbagai panafsiran
yang sangat kontras dari bacaan “humanis” ysng simfatik hingga
berbagai bacaan “deterministik”. Setiap penafsiran membawa
konsekuensi yang penting secara teoretisi, retoris, daan hingga
politis. Oleh karena problem internasional sulit yang terkait
dengan tulisan-tulisan Marx, maka mustahil memberikan
interpretasiyang definitif terhadap ide-ide Marx disini. Maka
dari itu, fokus dari pembahasan ini sederhana saja, Pertama,
memberikan gambaran singkat mengenai konteks tulisan-tulisan
Marx. Kedua, menguraikan beberapa konsep kunci terkait
dengan karyanya. Ketiga, saya akan menyimpulkan dengan
mencerminkan singkat warisan Marx untuk teori sosial kritis
abad ke 20.

KEHIDUPAN, TULISAN INTI, DAN PENGARUH


Karl Marx lahir di Trier, Prusia, pada 1818. Awalnya ia
belajar di University of Bonn dan kemudian di Willhelm
Friedrich-Universitat di Berlin. Setelah menyelesaikan study
Doktornya tentang filsafat klasi, ia tinggal di Paris, Brussels, dan
akhirnya di London. Perpindahannya sering di dikte oleh
berbagai kendala karena hubungannya dengan sejumlah gerakan
revolusioner dan jurnal revolusioner. Untuk sebagian besar
hidupnya, ia sering bergantung pada teman sekaligus
pendukungnya, Friedrich Engels yang juga, setelah Marx
meninggal pada 1883, turut mengedit dan menerrbitkan sebagian
karya-karya anumertanya, terutama dua volume capital.
Seperti halnya penulis lain yang menulis begitu banyak dan
dalam rentang waktu yang sangat panjang, sulit untuk
merangkum pikiran Marx dalam seperangkat pandangan
tertentu. Sebagian dari argumennya, dan penjelasannya, dan
ketertarikannya, bergeser secara signifikan tahun demi tahun.
Karya-karya awal Marx cenderung bersifat filosofisdan fokus
pada kontroversi-kontroversi yang mengitari perdebatan antara
filsuf Helegian dan filsuf “Young Helegian” yang terkait
dengan Ludwig Feuerbach (tempat banyak karya Marx
mendapat banyak insfirasi). Dalam karya-karya awalnya,
misalnya yang berjudul One the Jewish Question (1843),
Contribution to a Critique of Hegel’s Philosophy of Right
(1943), Economic and Philosophical Manuscripts (1944), These
on Feuerbach (1845), dan German Ideology (1846), ia
menggarap banyak isu-isu filosofis yang membentuk landasan
bagi konsepsi materialis historis tentang manusia, filsafat dan
realistis. Ia menerapkan kritik terhadap konsepsi-konsepsi
liberal tentang emansipasi, kritik terhadap agama sebagai
turunan dari ekploitaasi material, konsep aliensi, dan sikap
materialis dialektik melawan Hegel.
Karya-karya berikutnya terfokus lebih eksflisit kepada isu-
isu ekonomi politik dan mengkritisi tulisan-tulisan yang disebut
“ekonom politik klasik” terutama karya Adam Smith dan David
Ricardo. Dalam tulisan-tulisan era ini, terutama
Grundisse(1857), The Preface to theContribution to a Critique of
Political Economy (1859), Theorities of Surflus Value (1862),
dan Capital (jilid 1 diterbitkan pada 1865, jilid berikutnya di
terbitkan secara anumerta pada 1885 dan 1894), Marx
menetapkan interfretasinya yang terkenal tentang teori tenaga
kerja tentang nilai dan mode produksi kapitalis. Saat Marx
mencoba memahami hukum dan kontradiksi karakteristik dari
sistem kapitalis, maka karya-karya terakhirnya ini lebih jelas
megambil nada “ilmiah” (dan beberapa pihak malah bilang
“deterministik”).
Selain kontribusinya terhadap filsafat, teori sosial, dan teori
politik ekonomi, harus pula di catat bahwa Marx erat terkait
dengan berbagai gerakan International Working Men’s
Association (atau yang biasa di sebut First Internasional).
CommunistManifesto yang ditulis Marx dan Engels (1948),
berisi seruan ”Pekerja dari semua negara, Bersatulah!” tentu
memainkan peran penting dalam gerakan-gerakan sosialis dan
revolusi abad ke-19 dan abad ke-20. Penting juga unntuk di
catat, Marx juga bukan hanya seorang filsuf, namun jgua pesrta
aktif dalam pergerakan politik pada zamannya.  Theuse of
Feuerbach merangkum sentimen “praktis” tentang pendekatan
ini : “Para filsuf hanya telah menafsirkan dunia dalam berbagai
cara. Namun demikian poinnya adalah untuk mengubahnya”
(Marx 1970: 30).

KONSEP-KONSEP KUNCI
Dasar-dasar filosofis bagi teori sosial dan ekonomi Marx
berkisar pada duda gagasan inti: pandangan terkotekstual
tentang sifat manusia,dan konsepsi materialis secara dialektik
dan historis tentang sejarah. Menurut pemikiran klasik,para
pemikir liberal mengambil titik awal pengertian bahwa manusia
harus difahami sebagai individu rasional otonom yang harus
diizinkan untuk melakukan penilaian bebas mereka atas
kendala-kendala yang  tidak perlu agar memungkinkan mereka
mengikuti dan menempuh kepentingan terbaik untuk diri
mereka. Marx justru mengambil pengecualian dari ide liberal
tetang sifat manusia itu. Bagi Marx, individu harus di fahami
bukan sebagai “individual abstrak”, tetapi sebagai “makhluk
sosial” yang secara mendasar terikat dengan lingkungan alam
dan kehidupan sosial mereka. Bagi Marx, manusia adala aktor
yang dilahirkan secara sosial dan historis, dan yang eksis dalam
beberapa set hubungan sosial antara satu sama lain, yang
mengkondisikan tindakan dan keyakinan mereka meksi manusia
juga mampu menggubah situasi sosial mereka (bukan
sebagaimana yang mereka suka, tetapi saat kondisinya memang
mamungkinkan). Marx membangun gagasan ini dengan
menerima premis dasar pandangan dialektik Hegel tentang
sejarah---pandangan bahwa sejarah di kembangkan dari proses
negosiasi atas bentuk-bentuk kesadaran yang salign kontras.
Namun demikian, berlawanan dengan Hegel, kekuatan
pendorong sejarah menurut Marx adalah material, bukannya
“ideasional”. Bagi Marx, manusia eksis dalam bentuk historis
tertentu dari realitas material. Menurut Marx, konteks material
sosial merekalah yang mengkondisikan “kesadaran” mereka.
Hal ini bukan berarti baahwa kekuatan-kekuatan material
“kasar” dalam sejarah “menentukan” tindakan kita (bukan dalam
sikap; “kektika A, maka B”) tetapi bahwa hubungan sosial
mereka selalu tertanam secara material, dan bahwa mereka
membatasi sekaligus mengkondisikan kemampuan dan pikiran
kita untuk interaksi sosial dan tranformasi sosial. Menurut Marx,
yang terpenting adalah jika kita menganalisis orang dalam
hubungan dengan konteks material historis dan sosial mereka,
maka kita dapat melihat peran berbagai kekuatan struktural dan
penindasan struktural yang terkandung dalam sistem modern
ekonomi kapitalis dan dalam pemerintahan “borjuis demokratis”
yang melekat padanya.

Aspek-aspek kunci dari konteks material individu, bagi


Marx, adalah “forces of” dan “relations of” produksi (force
merujuk pada teknologi dan sumber daya produksi, dan
relations merujuk pada hubungan dengan para pelaku produksi).
Kedua kunci ini bersama-sama membentuk mode produksi.
Marx berpendapat bahwa, pergeseran telah terjadi dalam mode
produksi yang mendasari kehidupan bermasyarakat dari sistem
feodal ke mode produksi kapitalis. Ia lalu meprediksi akan ada
pergeseran lebih lanjut menuju mode pruduksi komunis dan
masyarakat komunis, yang timbul dari kontradiksi inheren
dalam sistem kapitalis. Pendorong utama perubahan ini adalah
antagonisme kelas yang ada dalam mode produksi kapitalis itu
sendiri. Dalam sistem kapitalis, ini mewujudkan diri dalam
eksploitasi para pekerja (kaum proletar) oleh kaum kapitalis.
Saat para pekerja memperoleh upah hanya cukup untuk
memfasilitasi keberadaan minimal mereka, kaum kapitalis
berdasarkan posisi kekuasaan mereka dalam mode produksi
menyerap nilai lebih  dari produksi-produksi para pekerja, yang
mereka sebut sebagai “profit” atau keuntungan / laba.
Salah satu aspek kunci dari mode produksi kapitalis adalah
bentuk-bentuk spesifik aliensi yang di kenakan terhadap kaum
proletar. Dalam mode produksi kapitalis, pekerja menjadi
terasing dari produk-produk yang mereka kerjakan, terasing dari
proses pekerjaan, terasing dari “species-being” dan dari sesama
pekerja. Alienasi atau keterasingan inididukung oleh sistem
ideologi yang di sebarkan masyarakat kapitalis. Melalui hukum,
melalui Negara, dan melalui sesuatu yang mirip demokrasi,
kaum proletar di pasifkan untuk hidup di bawah kesadaran
palsu yang melegitimasi keadaan penindasan mereka dan
menyembunyikan eksploitasi ekonomi terhadap kaum proletar.
Fase ini lalu diikuti oleh perkembangan kesadaran kelas di
kalangan kaum pekerja. Mereka harus menyadari bahwa
“kepentingan nyata” mereka bukanlah pada bersaing satu sama
lain untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi dalam menantang
sistem eksploitasi kapitalis. Di lengkapi dengan perwujudan atas
”deep running” dari sifat konflik kelas, para pekerja harus
memahami bahwa setiap perubahan revolusioner akan
memerlukan tantangan holistik terhadap kekuatan material /
produktif dan ideasional / suprastruktural dalam masyarakat.

Hal ini diperlukan untuk merenungkan konsekuensi dari


dorongan kapitalis untuk mendapatkan profit pada skala
internasional. Seperti kemudian kaum Marxist (khususnya
Lenin) berpendapat, motif profit juga bisa dilihat menjadi
pendorong utama imperialisme oleh negara-negara kapitalis.
Bagi kaum Marxist, kapitalisme bukan fenomena domestik,
tetapi fenomena global.
Banyak perselisihan mengenai apakah Marx berasumsi
bahwa akan ada pergeseran yang tidak terhindarkan dalam mode
produksi kapitalis menuju komunisme atau apakah aktor-aktor
sosial harus mengambil peran aktif dalam mengakhiri mode
eksploitasi kapitalis. Seringnya referensi Marx terhadap hukum
yang melekat dalam struktur ekonomi politik tampaknya
menyiratkan logika yang tak terelakkan terhadap perkembangan
itu, meski boleh di katakan penekanan pada hukum (dan ide
positivis tentang ilmu pengetahuan) adalah konsekuensi dari
penafsiran tertentu Engels terhadap karya Marx secara anumerta.
Oleh karena sifat yang tidak jelas terhadap pandangan Marx
terhadap tindakan politik, begitu juga tidak jelas kompleks
perdebatan tentang apa yang membentuk tindakan politik sah
kaum proletar (misalnya dalam konteks Soviet dan China) dan
tentang bagaimana perubahan dapat di capai di negara-negara
yang kelas pekerjanya enggan mengambil tindakan terhadap elit
kapitalis dan negara kapitalis (misalnya Eropa Barat dan
Amerika Serikat). Sebagian besar tradisi Marxis dan pemikiran
teori kritis abad ke dua puluh fokus pada penanganan terhadap
ketegangan dan pertanyaan yang tak terjawab yang muncul dari
pemikiran Marx tentang logika sistem kapitalis, kekuatan
superstruktural melekat padanya, dan pertanyaan tentang
perubahan sosial revolusioner. Tentu saja, pemikiran-pemikiran
Gramsci, Mahzab Frankfurt, dan Fost Marxis seperti :Laclau dan
Mouffe memiliki semau cara mereka untuk menegosiasikan
penafsiran baru tentang ide-ide Marx untuk tujuan tindakan
politik emansipatoris dalam konteks tertentu mereka.

Memang, meski kebanyaka teoritisi kritis abad kedua puluh


berusaha untuk melampaui kategori-kategori Marx banyak dari
mereka khususnya memperluas analisis bentuk-bentuk ideologis
atau budaya atas penindasan dan dominasi analisis-analisis ini
bisa dilihat sebagai turunan dari—walau juga bisa sebagai
elaborasi baru pada analisis awal Marx tenttang keterasingan
dan kesadaran palsu dalam masyarakat industri kapitalis. Selain
itu, banyak penekanan teoritisi kritis terhadap filsafat sebagai
cermin kondisi sosial, dan pada teori yang berhubungan  erat
dengan praktik politik, juga memiliki pertalian dengan ide-ide
Marx.

Tentu saja, keyakinan besar yang dimiliki Marx dalam


kaum proletar sebagai peran perubahan emansipatoris, dan
aspek-aspek karakteristik reduksionis dan deterministik atas
pikirannya, telah menjadi sasaran serangan oleh teoritisi kritis
kemudian. Marx addalah figur pencerahan yang sangat yakin
pada perubahan progresif dalam masyarakat sesuatu yang jelas
tidak populer di era teori sosial yang sekarang  di mana ide-ide
tentang kemajuan, emansipasi dan proyek-proyek politik besar
sedang dalam keraguan. Namun demikian, tampaknya tetap adil
untuk mengatakan bahwa Marxmasih merupakan acuan penting
bagi perdebatan kontemporer. Tidak boleh dilupakan, dalam
menangani isu-isu politik dunia seperti globalisasi, beberapa
teoritisi masih menganggap penting untuk mempertahankan
Marxisme, terutama dalam bentuk “humanis”-nya. Maka dari
itu, tampak bahwa pemikiran Marx masih “relevan” meski
banyak pernyataan mengenai hal itu pada masa Pasca perang
dingin : warisan Marx masih sangat hidup, dan tetap di
perdebatkan seperti biasa.

Anda mungkin juga menyukai