OLEH:
KELOMPOK 4
ANA WIDIAWATI
BRILLIAN AGUNG LAKSANA
DIAH AYU ANGGRAENI
FAJAR PRAKOSO
GIANNINA DEVA STEVANI
KINTAN SEKARAYU AZ-ZAHRA
NYIMAS AISYAH D Y
RIZAL GADING BASKARA
RIZA MORA MELATI
YONANDA DEA CAHYONO
ZENITA NURINGTYAS AMBARWATI
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam kesempatan kali ini, kami membuat makalah berjudul Perspektif
Konflik dan Pengembangan Teorinya. Makalah ini dibuat dengan mengambil beberapa
sumber dari buku, E-book dan jurnal online.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, saya
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...2
Daftar Isi.....3
1
PERSPEKTIF KONFLIK
Teori konflik muncul dari kenyataan sosial yang ada, bagi Marx, konflik sosial adalah
pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset bernilai.
Teori konflik muncul karena reaksi dari adanya teori fungsionalisme structural, sebenarnya
apa yang dimaksudkan dengan teori konflik? Teori konflik adalah satu pandangan di dalam
2
masyarakat sebagai satu system sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponenkomponen yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda, dimana komponen ini saling
menaklukkan satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan bagi kepentingan diri sendiri
maupun kelompok. Teori konflik inilah yang menjadi akar karya Karl Marx yaitu mengenai
perjuangan kelas dan Alienasi serta Materialisme. Teori Marx banyak dikembangkan oleh
tokoh-tokoh sosiologi modern. Berikut teori dari Karl Marx dan tokoh-tokoh sosiologi
modern.
masyarakat terhadap kapitalisme, tahap pembangunan ekonomi dan sosial yang Marx lihat sebagai
dominan di Eropa abad 19. Untuk Marx, lembaga sentral dari masyarakat kapitalis adalah milik
pribadi, sistem dengan mana modal (uang, mesin, peralatan, pabrik, dan benda-benda lain yang
digunakan dalam produksi) dikendalikan oleh minoritas kecil dari populasi. Susunan ini menyebabkan
dua kelas menentang, para pemilik modal (disebut kaum borjuis) dan pekerja (disebut kaum proletar),
yang hanya properti sendiri tenaga mereka waktu yang mereka harus menjual kepada kaum kapitalis.
Pemilik dianggap membuat keuntungan dengan membayar pekerja kurang dari pekerjaan
mereka bernilai dengan demikian, mengeksploitasi mereka. (Dalam terminologi Marxis, bahan
kekuatan-kekuatan produksi atau sarana produksi termasuk modal, tanah, dan tenaga kerja, sedangkan
hubungan sosial produksi mengacu pada pembagian kerja dan hubungan kelas tersirat).
Eksploitasi ekonomi mengarah langsung ke penindasan politik, sebagai pemilik menggunakan
kekuatan ekonomi mereka untuk menguasai negara dan mengubahnya menjadi hamba kepentingan
ekonomi borjuis. Kekuasaan polisi, misalnya, digunakan untuk menegakkan hak kepemilikan dan
menjamin kontrak yang tidak adil antara kapitalis dan pekerja. Penindasan juga mengambil bentuk
yang lebih halus: agama melayani kepentingan kapitalis oleh menenangkan penduduk, intelektual,
dibayar langsung atau tidak langsung oleh kapitalis, menghabiskan karir mereka membenarkan dan
rasionalisasi pengaturan sosial dan ekonomi yang ada. Singkatnya, struktur ekonomi masyarakat
cetakan suprastruktur, termasuk ide-ide (misalnya, moralitas, ideologi, seni, dan sastra) dan lembagalembaga sosial yang mendukung struktur kelas masyarakat (misalnya, negara, sistem pendidikan,
keluarga, dan lembaga agama). Karena kelas dominan atau yang berkuasa (kaum borjuis) mengatur
hubungan-hubungan sosial produksi, dominan ideologi dalam masyarakat kapitalis adalah bahwa dari
kelas penguasa. Ideologi dan sosial lembaga, pada gilirannya, berfungsi untuk mereproduksi dan
melestarikan struktur kelas ekonomi. Dengan demikian, Marx memandang pengaturan ekonomi
eksploitatif kapitalisme sebagai dasar yang nyata yang di atasnya superstruktur kesadaran sosial,
politik, dan intelektual dibangun.
Pandangan Marx tentang sejarah mungkin tampak benar-benar sinis atau pesimis, kalau bukan
karena kemungkinan perubahan diungkapkan oleh metodenya analisis dialektik. (The Marxis dialektis
metode, berdasarkan dialektika Hegel sebelumnya idealis, memfokuskan perhatian pada bagaimana
suatu pengaturan sosial yang ada, atau tesis, menghasilkan berlawanan sosial, atau antitesis, dan
bagaimana bentuk sosial secara kualitatif berbeda, atau sintesis, muncul dari perjuangan yang
dihasilkan). Marx adalah seorang optimis. Dia percaya bahwa setiap panggung sejarah berdasarkan
pengaturan ekonomi eksploitatif yang dihasilkan dalam dirinya benih-benih kehancurannya sendiri.
Sebagai contoh, feodalisme, di mana pemilik tanah dieksploitasi kaum tani, memunculkan kelas kota
yang tinggal pedagang, yang dedikasi untuk membuat keuntungan akhirnya mengarah pada revolusi
borjuis dan era kapitalis modern. Demikian pula, hubungan kelas kapitalisme pasti akan mengarah ke
4
B. TOKOH-TOKOH PENGGAGAS
Karl Marx, lahir pada tanggal 5 mei 1818 di kota Trier daerah Rhein, di Prusia Jerman. Karl
Marx mewarisi kecerdasan yang luar biasa dari kedua orang tuanya. Ayahya Hendrich Marx dan
ibunya Henriette. Keduanya berasal dari Rabbi Yahudi. Kendati demikian Marx besar melalui proses
pendidikan sekuler dan kemudian menjadi pengacara ternama dan melangsungkan perkawianan
5
dengan Jenny Von Westphalen seorang aristokrat non Yahudi, dan hidup bersamanya sepanjang
hidupnya dan sejak kecil. Masa kuliah, Karl Marx dipengaruhi Hegelianisme yang masih berjaya,
disamping oleh pemberontakan Feuerbach terhadap Hegel menuju materialisme. Ia terjun ke dunia
jurnalisme, tetapi Rheinische Zeitung, jurnal yang ia sunting, diboikot oleh pemerintahan lantaran
pemikiran radikalinya.
Pengalaman keagamaan Karl Marx sedikit unik,. Pada usia 6 tahun, Karl Marx sekeluarga
dibabtis sebagai penganut Protestan pada Gereja Luteran. Upaya ini dilakukan sebagai strategi politik,
karena tekanan politik penguasa. Bahwa keinginan ayahnya untuk menjaga pemapanan sosial
ekonominya melalui profesional sebagai pengacara. Tapi bagi Karl Marx, proses keberagamaan
ayahnya yang lebih dipengaruhi oleh kesadaran politik sangat mengganggu sikap mental atau
kesadaran kejiwaan Karl Marx.
Bagi Karl Marx, agama bukanlah merupakan persoalan essensial dalam kehidupan. Anggapan
Marx, kepercayaan agama tidak memberikan pengaruh paling penting terhadap perilaku kehidupan
manusia, namun sebaliknya justru perkembangan agama di pengaruhi oleh situasi sosial ekonomi
manusia. Setelah Karl Marx menyelesaikan belajarnya di usia 18 tahun, ia hijrah dari daerah
kelahirannya (Trier) menuju Berlin untuk melanjutkan studinya di universitas Berlin tahun 1836. Dan
pada tahun 1841 Marx menyelesaikan studi dengan desertasi doktornya berjudul filsafat epikuros, dan
dipromosikan menjadi doktor filsafat.
Sebagai seorang mahasiswa, Karl Marx sangat mengagumi pemikiran dari ajaran Hegel. Karl
Marx mengkaji secara itensif terhadap pemikiran analisis idealisme Hegel dipengaruhi oleh
pengetahuannya mengenai ide-ide pengikut Hegelian yang kritis juga pada Hegel sendiri. Kemudian
dalam mengembangkan posisi teoritis dan fillosofisnya sendiri, Marx tetap menggunakan bentuk
analisa dialektika, tapi dia menolak idealisme filososfis dan mengganti dengan pendekatan
materialistis. Pemikiran Karl Marx tentang dialektika materialisme dan materialisme historis yang
dikembangkan oleh pengikutnya menjadi marxisme banyak berkembang diberbagi Negara. Di
Amerika Serikat misalnya, sebagai pusat gerakan demokrasi liberal juga berkembang pemikirpemikiran ilmiah marxisme, sebagai contoh tidak sedikit para profesor mengembangkan antropologi
marxisme, sosiologi marxisme. Dengan ini ajaran Karl Marx yang telah distruktur menjdi ideologi
marxis, seakan-akan menjadi paradigma yang cukup dominan di dalam perkembangan ilmu-ilmu
sosial modern.
Karl Marx sebagai ilmuan besar dan filosof besar abad 19, merumuskan tiga teori yang
menjadi kerangka dasar bangunan sistem ilmu pengetahuan dan politik. Menurut Sidney Hook ada
tiga pemikiran besar Karl Marx yang mempengaruhi perkembangan masyarakat.
1. Materialime Historis (dialektika), sekalipun segala sesuatu dalam masyarakat saling
6
berhubungan dan berbagai hal saling mempengaruhi, kunci atau basis dalam masyarakat
adalah cara produksi ekonomi.
2. Teori perjuangan kelas, yang dikemukakan pada bagian pertama karya Karl Marx, Manifesto
Komunis, semua sejarah adalah perjuangan ekonomi. Konflik yang utuma dalam kelas adalah
antara kapitalis dan proletar. Sedang ideologi hanya menjadi alat legimitasi kepentingan
memiliki modal dan alat-alat produksi (kapitalis).
3. Teori nilai dan teori nilai lebih, masyarakat kapitalis akan tumbuh terus dan akhirnya akan
menimbulkan kesengsaraan masal, sehingga suatu perubahan masyarakat akan terjadi.
Cita-cita Karl Marx untuk menunjukan karir dalam bidang akademisakademis setalah
menyelesaikan desertasi doktornya dengan judul Filsafat Epikuros tahun 1841. Namun cita-cita ini
mengalami kegagalan, karena Bruno Bauer yang semula menjadi sponsornya dipecat dari jabatan
akademisnya. Sebab ia dianggap pelopor dan pemikir yang kritis yang mengembangkan pemikiran
yang membahayakan eksistensi agama Kristen.
Kondisi tersebut, cukup membingungkan Karl Marx dan akhirnya memutuskan untuk mencari
jalan keluar yaitu dengan terjun ke dalam kancah politik. Karl Marx terlihat dalam berbagai kegiatan
politik di Paris, dan akhirnya ia terpaksa melarikan diri ke Brussel dan kemudian ke London, dimana
ia meninggal, tahun 1883.
4. Marx menyamakan basis sebab akibat dari masyarakat dengan kekeuatan produksi, yaitu
dengan apa yang di hasilkan dan bagaimana sesuatu dihasilkan. Kekuatan produksi (bahan
mentah, hasil akhir, dan seluruh metode kerja yang dipakai dalam proses produksi, termasuk
alat-alat dan keahlian mereka yang berkerja).
5. Marx membedakan jenis masyarakat atas dasar cara-cara produksi masyarakat dari primitif,
perbudakan, feodalisme, kapitalis, dan komunisme.
Marx berpendapat, konflik pada dasarnya muncul dalam upanya memperoleh akses terhadap
kekuatan produksi, apabila ada control dari masyarakat konflik akan bisa dihapus. Artinya bila
kapitalisme di gantikan dengan sosialisme, kelas-kelas akan terhapus dan pertentangan kelas akan
berhenti.
Strategi konflik Marxian dengan strategi evolusioner Talcott Parsons ada afinitas (kesamaan),
Karena konflik dan pertentangan merupakan unsur penting yang sangat menentukan dalam
kehidupan social manusia, dan berbagai gejala ini sangat berkaitan dengan proses perubahan
evolusioner. Konflik dan pertentangan merupakan sebab akibat dari evolusi social. Antara strategi
konflik dan evolusioner tidak identik, namun keduanya saling berkaitan pada banyak hal. Kedua
pendekatan ini lebih banyak mempunyai kecocokan satu dengan yang lainnya ketimbang kontradiksi.
Stategi konflik Marxian memandang masyarakat sebagai arena individu dan kelompok bertarung
untuk memenuhi kebutuhan dan keiginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan
subordinasi, kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan mereka untuk menentukan struktur
masyarakat sehingga menguntungkan kelompok mereka sendiri. Pendekatan konflik Marxian dan
Weberian banyak dianut oleh sosiologi modern, tetapi bukan berarti pendekatan ini memdapat
dukungan universal. Namun , diakui gagasan konflik Marx dan Weber banyak kegunaannya.
Marx berpendapat, bahwa bentuk-bentuk konflik terstruktur antara berbagai individu dan
kelompok muncul terutama melalui terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi sampai
pada titik tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia.hubungan pribadi dalam produksi mulai
menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan produksi. Dengan demikian, masyarakat terpecah
menjadi kelompok-kelompok yang memiliki dan mereka yang tidak memiliki kekuatan produksi
dapat menyubordinasikan kelas sosial yang lain dan memaksa kelompok tersebut untuk bekerja
memenuhi kepentingan mereka sendiri. Dapat dipastikan hubungan yang terjadi adalah eksploitasi
ekonomi. Secara alamiah yang tereksploitasi akan marah dan memberontak untuk menghapuskan hakhak istimewa mereka.untuk mengantisipasi kondisi ini, kelas dominan akan membentuk aparat politik
yang kuat, nrgara yang mampu menekan pemberontakan dengan kekuatan. Akibatnya timbulah
konflik Marx menyebut dengan konflik pertentangan kelas.
Marx menjelaskan dalam tulisannya tentang kapitalisme, pemilikan dan kontrol atas sarana-sarana
produksi yang berada di tangan para individu yang sama. Kaum Industrialis atau borjuis adalah
pemilik dan pengelola system kapitalis, sedangkan para pekerja atau proletar bekerja demi
kelangsunga hidup mereka. Akibatnya, timbulah konflik kelas, yaitu konflik antara kelas borjuis
dengan kelas proletar.
D. APLIKASI TEORI
Kasus yang berhubungan dengan teori.
ANALISIS
Banyak Siswa Rawan Putus Sekolah
Dari kondisi Negara kita hari ini perkembangan sistem ekonomi kapitalis dunia sangat
berdampak pada pendidikan indonesia saat ini, dimana pendidikan hari ini tidak berbicara
memanusiakan manusia atau mencerdaskan kehidupan bangsa (alenia ke-4 pembukaan UUD 1945),
tetapi pendidikan hari ini dijadikan komoditi dimana berbicara untung dan rugi. Jadi tidak heran
banyaknya siswa rawan putus sekolah, dengan biaya pendidikan pada hari ini makin mahal. Dengan
mahalnya biaya pendidikan secara tidak langsung pemerintah melepas tangan dan tanggung jawabnya
di sektor pendidikan. dan secara tidak langsung pemerintah mempetakan kelas borjuasi dan kelas
proletariat dimana hanya anak yang dari kelas borjuasi atau pemodal yang dapat mengakses
pendidikan hari ini, sedangkan anak-anak kaum petani, nelayan, buruh tani, kaum miskin kota dan
lain sebagainya tidak dapat mengakses pendidikan dengan mudah, karena tidak ada jaminan
pendidikan dari pemerintah mengenai gaji yang mensejahterakan kaum-kaum proletariat.
E. KESIMPULAN
Dari teori structural konflik Marx sangat sinkron sekali teorinya dengan kondisi yang terjadi
pada hari ini, adanya kesenjangan social antara dua kelas yang berhadap muka dalam kondisi yang
tidak terdamaikan ditengah masyarakat hari ini yaitu kelas proletariat (buruh, kaum miskin kota dll)
9
dan kelas borjuasi/pemodal, kelas proletariat tidak memiliki hak apapun atas alat produksi dan dengan
demikian harus menjual satu-satunya yang ada padanya tenaga untuk bekerja kepada kelas borjuasi
yang memiliki sejumlah alat produksi yang ada selain kedua kelas itu terdapat pula kelas pekerja yang
lain yang belum sepenuhnya kehilangan hak milik atas alat produksi, tapi juga harus membanting
tulang untuk penghidupannya yaitu kelas petani, pedagang kecil dan para nelayan.
C. GAGASAN-GAGASAN MILLS
1.
2.
3.
4.
yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini
didasarkan pada pemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas
dalam masyarakat. Konflik juga memiliki kaitan yang erat dengan struktur dan juga
konsensus. Selama dua puluh tahun Lewis. A. Coser tetap terikat pada model sosiologi
dengan tekanan pada struktrul sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model
tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Coser mengungkapkan
komitmennya pada kemungkinan menyatukan pendekatan teori fungsional struktural dan
teori konflik. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan
konsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional struktural, tetapi dia juga
menunjukkan pada proses lain yaitu konflik sosial. Teori konflik yang dikemukakan oleh
Lewis Coser sering kali disebut teori fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi
konflik bagi sistem sosial atau masyarakat. Lewis Coser juga memusatkan perhatiannya pada
fungsi-fungsi dari konflik. Bahwa uraian Coser terhadap konflik bersifat fungsional dan
terarah kepada pengintegrasian teori konflik dan teori fungsionalisme struktural.
2. Gagasan-gagasan Lewis Alfred Coser
Semasa hidupnya Coser, telah banyak menyumbang gagasan gagasan tentang konflik sosial,
antara lain yaitu:
1.
2.
3.
4.
12
a)
Konflik dapat memperkuat solidaritas suatu kelompok yang agak longgar. Dalam
masyarakat yang terancam perpecahan, konflik dengan masyarakat lain bisa menjadi
kekuatan yang mempersatukan.
b)
tersebut dan solidaritas itu bisa menghantarnya kepada aliansi-aliansi dengan kelompokkelompok lain.
c)
Berikutnya katup penyelamat (savety velve), maksudnya adalah kelompok kelompok yang
bertikai karena suatu sebab, pasti akan saling berusaha untuk meluapkan rasa permusuhannya
kepada kelompok yang bersangkutan. Untuk mencegah hal tersebut, Coser kemudian
menjelaskan suatu mekanisme yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari
kemungkinan konflik sosial tersebut, yaitu dengan menggunakan katup penyelamat. Katup
penyelamat ( savety valve) dapat diartikan sebagai jalan keluar yang meredakan
permusuhan, atau singkatnya dapat kita sebut dengan mediator. Dengan adanya katup
penyelamat (mediator) tersebut, kelompok kelompok yang bertikai dapat mengungkapkan
penyebab dari munculnya konflik tersebut. Sebagai contoh badan perwakilan mahasiswa atau
perwakilan dosen dapat berfungsi sebagai katup penyelamat, ketika sekelompok mahasiswa
sosiologi mengungkapkan keluhannya mengenai kinerja dari beberapa dosen yang mengisi
beberapa mata kuliah di jurusan sosiologi tersebut. Lewat katup penyelamat itu juga
permusuhan dapat dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya.
3. Konflik Realistis dan Non Realistis.
Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser membedakan konflik menjadi dua macam
yaitu:
a. Konflik realistis
Konflik realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan runtutan
khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan, yang di tujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Konflik realistis
memiliki beberapa ciri antara lain:
13
1. Konflik muncul dari frustasi atas tuntutan khusus dalam hubungan dan dari perkiraan
keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Di samping itu, konflik
merupakan keinginan untuk mandapatkan sesuatu (expectations of gains).
2. Konflik merupakan alat-alat untuk mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah untuk
mencapai hasil ini jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata lain, konflik realistis
sebenarnya mengejar: power, status yang langka, resources (sumber daya), dan nilai-nilai.
3. Konflik akan berhenti jika aktor dapat menemukan pengganti yang sejajar dan memuaskan
untuk mendapatkan hasil akhir.
Pada konflik realistis terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pilihan-pilihan amat bergantung pada penilaian partisipan atas solusi yang selalu tersedia.
Contoh dari konflik ini yaitu para karyawan yang mengadakan pemogokan kerja melawan
manajemen perusahaan sebagai aksi menuntut kenaikan gaji.
b. Konflik non realistis.
Konflik non realistis yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan tujuan saingan yang
antagonistis, melainkan dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah
pihak. Contoh dari konflik ini yaitu: dalam masyarakat buta huruf, pembalasan dendam lewat
ilmu gaib sering merupakan bentuk konflik non realisitis, sebagaimana halnya dengan
pengkambinghitaman yang sering terjadi dalam masyarakat yang telah maju. Dalam
hubungan antar kelompok, pengkambinghitaman digunakan untuk menggambarkan keadaan
dimana seseorang tidak melepaskan prasangka mereka melawan kelompok yang benar benar
merupakan lawan, melainkan menggunakan kelompok pengganti sebagai obyek prasangka.
4. Isu Fungsionalitas Konflik
Seperti yang kita ketahui, konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat
kelompok da nsecara negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur. Coser mengutip
hasil pengamatan simmel yang menunjukkan bahwa konflik mungkin positif dapat
meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan
dan keseimbangan. Di samping itu, coser menyatakan bahwa yang penting dalam
menentukan apakh suatu konflik fungsional atau tidak ialah tipe isu yang merupakan subyek
konflik itu. Selanjutnya, coser juga mengatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan
berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan
14
membahayakan consensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya dengan
membiarkan konflik tersebut berkembang di sekitar masalah masalah yang tidak mendasar.
Konflik antara dua kelompok dan antara berbagai kelompok antagonistis yang demikian itu
saling menetralisir dan sesungguhnya berfungsi untuk mempersatukan sistem sosial. Di
dalam mempertentangkan nilai-nilai yang berada di daerah pinggiran, kelompok-kelompok
yang bermusuhan tidak pernah sampai pada situasi yang akan menyebabkan permusuhan.
Masyarakat atau kelompok yang memperbolehkan konflik sebenarnya adalah masyarakat
atau kelompok yang memiliki kemungkinan yang rendah dari ancaman yang akan
menghancurkan struktur sosial. Kondisi kondisi yang mempengaruhi konflik dengan
kelompok luar dan struktur kelompok. Coser menjelaskan bahwa konflik dengan
kelompok luar akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan
kelompok luar juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser (1956:92-93)
berpendapat bahwa tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi merupakan
hubungan timbal balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi
kohesi kelompok. Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok mirip sekte itu
tergantung pada penerimaan secara total seluruh aspek-aspek kehidupan kelompok. Untuk
kelangsungan hidupnya kelompok mirip-sekte dengan ikatan tangguh itu bisa tergantung
pada musuh-musuh luar. Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai
dasar yang realistis, tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan
berbagai hubungan emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis.
15
realistis dan konflik non relaistis. Keseluruhan teori tersebut merupakan faktor factor yang
menetukan fungsi konflik sebagai suatu proses sosial.
Teori yang pertama menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang
mengikat masyarakat sedangkan teori yang kedua menguji tentang integrasi dalam
masyarakat. Dengan dua teori tersebut, Dahrendorf dikenal sebagai penggagas Teori
Dialektikal (Dialectical Theory).
Dahrendrof adalah seoramg sosiolog konflik Jerman. Ia menentang perspektif yang
dikemukakan oleh Talcott Parsons, Perspektif Fungsionalisme Struktural. Ia berpendapat
bahwa Perspektif Fungsionalisme Struktural adalah perspektif yang utopis. Perspektif ini
merumuskan tentang masyarakat dengan penekanan pada nilai-nilai bersama (shared values),
konsensus, integrasi sosial, dan equilibrium (keseimbangan). Perspektif Fungsionalisme
Struktural tidak membahas konflik atau perselisihan yang dianggap Dahrendorf merupakan
bagian yang inheren dlam masyarakat.
Namun Dahrendorf mengakui bahwa Perspektif Fungsionalisme Struktural telah
berjasa dalam meletakkan dasar sosiologis hingga menjadikan Sosiologi pada derajat ilmiah.
Persepektif ini menjelaskan komprehensif tentang masyarakat. Berbeda dari Lewis A. Caser
yang ingin memasukkan pendekatan fungsionalis pada analisis konflik dan membangun Teori
Konflik, Dahrendorf melakukan pendekatan konflik yang merupakan kritik dan revisi dari
pendekatan fungsionalis. Dahrendorf menekankan bahwa kedua pendekatan yakni
pendekatan fungsionalis dan pendekatan konflik tidak harus ditiadakan dan dipertentangkan.
Asumsi-asumsi yang muncul diantaranya:
1. Masyarakat dalam setiap waktu menghadapi beberapa perubahan sosial yang tidak bisa
dihindari
2. Masyarakat dalam setiap waktu menunjukkan adanya konflik dan disensus
3. Setiap anggota masyarakat akan memberikan adanya suatu disintegrasi dan
memunculkan perubahan
4. Setiap anggota masyarakat didasarkan atas tekanan oleh pihak lain
Kesimpulan yang didapatkan dari teori Konflik yang dikemukakan oleh Dahrendorf
adalah sebagai berikut: (1) Fungsional itu utopi (2) Konflik itu rasional (3) Menekankan
tentang kekuasaan dan kewenangan. Kekuasaan berhubungan dengan kepribadian individual
dan kewenangan berhubungan dengan posisi atau peranan sosial (4) Mengetahui perubahan
masyarakat diperlukan pendekatan konflik.
nonmobile, blak-blakan, tidak diplomatis membuat anak sulit mengetahui apakah aksinya
merupakan bentuk tindakan kenakalan yang serius atau tidak. Chambliss mengatakan bahwa
power dari kelompok kepentingan dapat mempengaruhi sistem legal yang ada. Norma yang
legal hanya digunakan sebagai alat oleh orang yang mempunyai posisi power yang kuat
dengan menggunakan kekuatan negara untuk memaksa massa agar melakukan apa yang
kekuatan elit mau.
A. Landasan Kesimpulan dari Teori
Dalam studinya, Chambliss menyimpulkan bahwa The Roughnecks secara frekuensi lebih
jarang bolos dan melakukan kenakalan dibanding dengan The Saints. Akan tetapi, karena
kondisi keuangan orang tua mereka, tindakan mereka menjadi lebih terlihat.
pendekatan
sosial,
Randall
Collins
dalam
Ritzer
(1996
:135-136)
19
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Ida Bagus Teori-teori Sosial, 2012, Kencana Prana Media, Jakarta.
Aktualisasi Dan Kreasi SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia), 2012, Cabang Mataram
Poloma Margaret, M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo persada.
Irving Zeitlin,M. 1995. Memahami Kembali Sosiologi: Kritik Terhadap Teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Pathurroni. 2014. Teori Struktural Konflik Menurut Karl Marx.
http://ronikurosaky.blogspot.com/2014/04/teori-struktural-konflik_24.html, 22 September
2014
Coser Lewis, The Function of Social Conflict, 1956, Free Press Paperb.
Ritzer, George, Religion in Sociological Theory, 1996, Sidny: The McGraw Hill Companies,
Inc.
20
Raho, SVD Bernard.2007. Teori sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka publisher.
Dwi Susilo, Rachmad K.2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Sumber:
George Ritzer-Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Susilo, Rachmad K. Dwi. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
www.academia.edu/Teori_Konflik. 22 September 2014
Dahlan, Muhidin M. 2001. Sosialisme Religius. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press.
Smith, David Evans, Phil. 2004. Das Kapital untuk Pemula. Yogyakarta: Resis Book.
21