Anda di halaman 1dari 6

EPISTEMOLOGI MARXIS: MATERIALISME DIALEKTIS DAN HISTORIS SEBAGAI

METODE BERPIKIR

Pendahuluan

Terdapat 2 tipe manusia di dunia ini dalam hal mengenal sosok Karl Marx. Tipe yang
pertama adalah yang menganggapnya sebagai selayaknya seorang ‘Nabi’, dan yang kedua
menganggapnya sebagai ‘hantu’. Orang pertama banyak dipengaruhi oleh pikiran dan gagasan
Marxisme sendiri, sementara yang kedua lebih banyak dipengaruhi oleh luka sejarah dan trauma
politik ‘komunisme’.1 Namun keduanya cenderung lebih sering terjebak dalam satu kenaifan
yang sama, yaitu tidak melihat Marx secara utuh sehingga lebih banyak bersandar pada dogma-
dogma umum tentang Marx dan kemudian menyebabkan kekeliruan dalam memahami pemikiran
Marx.

Karl Marx, banyak yang menyebutnya sebagai seorang filsuf, sosiolog, pemikir ekonomi-
politik dan seorang aktivis. Dari sekian banyak tafsiran-tafsiran terhadap pemikiran Marx dari
berbagai aspek – politik, ekonomi, filsafat, sosial, psikologi, eksistensialisme, dll –, Marx lebih
suka menyebut pemikirannya sebagai kritik ekonomi-politik dari perspektif kaum proletar yang
dikenal sebagai filsafat kritis.2

Karakter pemikiran Karl Marx yang kritis tentu tidak muncul begitu saja, sebagai seorang
pemikir yang besar, ia tentu merupakan hasil dari pertarungan gagasan dari tradisi pemikiran
yang melatarbelakanginya. Sebut saja misalnya pengaruh yang sangat kuat dari Hegel, yang
kemudian menginspirasi Marx untuk menelurkan gagasan tentang dialektika. Pemikiran Hegel
sangat berkesan bagi Marx, kita masih dapat menemukan jejak Hegel dalam pemikiran Marx
dikemudian hari, ia menerima secara selektif pemikiran Hegel, ia bahkan menganut gagasan
formal Hegel tentang dialektika, namun menolak kadar idealitas dalam teorinya. 3 Sebagai murid
yang kritis, Marx tidak cukup puas dengan apa yang telah dicapai oleh sang guru, Marx melihat
bahwa pemikiran Hegel yang sangat idealistik hanyalah pemikiran murni yang tidak berangkat

1
Muhammad Zainal Abidin, Materialisme Dialektik Dan Konflik Kelas Dalam Sejarah Manusia: Telaah Terhadap
Pemikiran Karl Marx. 2010
2
Irzum Farihah, Filsafat Materialisme Karl Marx (Epistemologi Dialectical and Historical Materialsm), 2015. FIKRAH:
Jurnal Ilmu Akidah dan Studi Keagamaan.
3
Ibid
kondisi riil sehingga tidak berdampak kepada masyarakat, sedangkan apa yang diyakini Marx
adalah bahwa yang terpenting adalah mengubah kondisi masyarakat (dunia).4

Tentang pengaruh pemikir-pemikir lain terhadap pemikiran Marx, Constanto Preve dalam
suatu kajian mutakhirnya berjudul ‘Il Fio di Ariana, Quindici Lezioni di Filosofia Marxista’,
memberikan kita suatu pemetaan komperhensif yang dapat kita jadikan pijakan dalam melihat
peta pemikiran Marx. Dalam karyanya tersebut, ia menjelaskan bahwa ada ‘empat guru’ yang
sangat berpengaruh terhadap bangunan pemikiran Marx, yaitu, pertama, Epicurus yang
mempengaruhi gagasan Marx tentang materialisme kebebasan, dan untuk gagasan metaforis di
dalam doktrin clinamen atau ‘gerak benturan’ yang acak antar atom-atom. Pengaruh tersebut
mulai dapat kita lihat sejak karya Marx ‘On the Difference between the Democritean dan
Epicuriean Philosophy of Nature’. Kedua, Rousseau yang mempengaruhi Marx dalam
gagasannya tentang demokrasi egalitarian atau bentuk demokrasi yang didasarkan pada
partisipasi langsung warga negara di dalam pembentukan kehendak umum. Ketiga, Adam Smith
dalam gagasannya tentang esensi hak milik adalah kerja yang diaktualisasikan. Terakhir, adalah
Hegel, sebagaimana telah kita singgung lebih awal, Hegel menginspirasi Marx khususnya dalam
gagasannya tentang ‘kontradiksi dialektik’ dan historistas.5

Berangkat dari beragam pemikiran tersebut serta dipengaruhi oleh situasi sosial dan
intelektual pada zamannya, maka wajarlah apabila kita melihat kompleksitas gagasan dan
pergeseran-pergeseran pemikiran tiada henti dalam pemikiran Marx. Seorang pemikir Marxist
bernama Althusser, pada sekitar tahun 60-an memulai sebuah perdebatan yang fenomenal
mengenai ‘patahan’ dalam pemikiran Karl Marx. Konsep patahan ini tentu dimaksudkan untuk
melihat adanya pemisahan antara pemikrian Marx dikemudian hari yang berbeda dengan tradisi
berfilsafat yang lama, khususnya setelah muncul gagasan tentang ‘relasi sosial’ dalam karya
Marx.

Hal tersebut barangkali bukan sesuatu yang mengejutkan, mengingat bahwa karakter
pemikiran Marx adalah karakter pemikiran yang kritis. Namun, dengan adanya konsep ‘patahan’
tersebut, setidaknya dapat menunjukkan kepada kita tentang adanya indikasi perubahan yang

4
Karl Marx, Early Writings, Terj. Rodney Livingstone dan Gregor Benton, Penguin/New Left Review,
Harmondsworth, 1975, Hal. 421-423
5
Etienne Balibar, Anti Filsafat: Metode Pemikiran Marx, Resist Book: Yogyakarta, Hal. 13-14
fundamental dari pemikiran Marx periode awal (Marx muda) dan Marx pada periode akhir
(Marx tua). Marx muda lebih humanis, sementara Marx tua lebih revolusioner.

Komplekstitas serta pergeseran-pergeseran pemikiran Marx sepanjang karyanya,


seringkali membuat para pembacanya kesulitan untuk mengkonstruksi sistem pemikirannya
secara abstrak, hal ini kemudian yang banyak menyumbang masalah kesalahpahaman terhadap
memahami sistem pemikiran Marx.

Berangkat dari satu permasalahan pokok, yaitu kompleksitas pemikiran Marx, maka
penulis merasa perlu untuk melakukan suatu kajian dalam rangka menjernihkan pemahaman
terhadap pemikiran Marx dengan berfokus pada metode berpikir yang digunakan oleh Marx
untuk melahirkan gagasan-gagasannya, di mana, yang menjadi fokus pembahasan dalam
penelitian ini adalah Materialisme Historis dan Materialisme Dialektis.
“it is not the consciousness of men, that determines their being, but on the contrary, their social
being that determines their consciousness”6

Marx dan Engels merupakan orang-orang yang diklaim sebagai yang pertama kali
meghasilakan teori kemasyarakatan yang ilmiah dengan menerapkannya pada aktivitas praktek
revolusioner kelas pekerja.7

Apa yang menjadi karakteristik dari Marxisme dalam memahami dunia adalah pandangan
bahwa dunia, dalam segala sisinya, terus menerus bergerak.

Efek ditinggalkannya masa lalu yang ditimbulkan oleh pemikiran Marx sedikit banyak
diakui dan diterima orang, baik dengan terang-terangan ataupun dengan malu-malu

6
Karl Marx and Frederich Engels, 1947, The Germany Ideology, Internasional Publisher, New York. Hal. 12-14
7
Doug Lorimer, Fundamental of Historical Materialism: The Marxis View of History and Politics, Australia;
Resistence Books, Hal. 37
Dalam tradisi pemikiran, khususnya dalam pembahasan filsafat, salah satu cabang yang
populer dibicarakan adalah Epistemologi. Istilah epistemologi sendiri berakar dari bahasa
Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu, sehingga banyak
yang menyimpulkan secara definitif bahwa epistemologi adalah suatu ilmu atau bidang kajian
tentang pengetahuan8. Dengan demikian, maka masalah yang coba diselesaikan dalam cakrawala
kajian epistemologi adalah berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan seperti
‘apakah pengetahuan itu?’, ‘bagaimana pengetahuan itu diperoleh?’, dan ‘bagaimana kita
mengetahui apa yang kita ketahui?’ (…)

Sebagai salah satu cabang filsafat yang cukup populer dibahas oleh para pemikir, maka
dampaknya kemudian sulit untuk menyeragamkan pengertian dari satu termonologi filosofis ini,
dikarenakan banyaknya pengertian-pengertian yang ditawarkan oleh masing-masing pemikir.
Nunu Sumitro (2013) misalnya, menjelaskan bahwa epistemologi adalah suatu studi filosofis
tentang asal, struktur, metode dan tujuan pengetahuan. Tidak jauh berbeda dengan Nunu
Sumitro, …. . Dari beragam pengertian tersebut, kemudian kita dapat menarik benang
kesimpulan sederhana yang sebenarnya telah kita tarik sejak awal ke dalam pembahasan kita,
yaitu bahwa epistemologi adalah suatu studi yang membahas tentang hal ihwal pengetahuan.

Bahwa karena ia merupakan salah satu cabang filsafat, maka dengan demikian ia juga
secara konsekuen merupakan suatu metode berpikir. Dalam tradisi pemikiran, ada banyak aliran-
aliran filsafat, dengan demikian ada banyak metode-metode berpikir. Salah satunya yang akan
menjadi pembahasan kita kali ini adalah aliran filsafat marxisme.

8
Reese, Wiliam L. (1980), Dictionary of Philosophy and Religion : Eastern and Western Thought, New Jersey:
Humanities Press, h. 151.
1. Materialisme
Materiealisme pada masa-masa awalnya dimengerti hanya sebagai suatu gagasan
bahwa materi – yang dipahami sebagai benda – (ikhwal inderawi) adalah hakikat dari
realitas, dan tak ada sesuatu pun yang eksis di luar benda. Pandangan tentang
materialisme yang seperti itu hanya bertahan sampai pada abad ke-18. Semua berubah
sejak Marx melakukan perubahan fundamental terhadap pandangan tersebut. Salah
seorang Marxis yang cukup besar, Mao, mengatakan :
“sebelum Marx, materialisme tidak mampu memahami ketergantungan
pengetahuan pada praktek sosial yaitu, ketergantungan pengetahuan pada produksi dan
perjuangan kelas sebab ia meninjau masalah pengetahuan terlepas dari sifat sosial
manusia dan perkembangan sejarahnya”9
“Penelitian dan pengembangan yang dilakukan sekarang ini merupakan satu
sumber yang sangat dasyat manfaatnya bagi kemajuan teknik. Namun pengembangan
ilmu-pengetahuan itu sendiri, taraf aktual pertumbuhannya, sangat tergantung pada
perkembangan produksi.”10

9
Mao Zedong, Praktek dan Kontradiksi, Yogyakarta; Antitesis, Hal. 47
10
Doug Lorimer, Fundamental of Historical Materialism: The Marxis View of History and Politics, Australia;
Resistence Books, Hal. 168

Anda mungkin juga menyukai