NIM : B20121219
Karl Marx merupakan tokoh besar dalam sosiologi di mana dia masuk dalam kategoris aliran
klasik, selain Comte, Durkheim, Weber, Simmel, Spencer, dll.1 Karl Marx lahir di Trier,
Prusia pada tanggal 5 Mei 1818. Ayahnya merupakan seorang pengacara dan keluarganya
termasuk kedalam golongan keluarga menengah di mana ayahnya relatif baik dalam memberi
nafkah pada keluarganya. Orang tua Karl Marx merupakan keluarga keturunan Rabbi
(Pendeta Yahudi) namun karena alasan pekerjaan, ayahnya menjadi penganut agama Kristen
Protestan aliran Martin Luther yang relatif liberal untuk menjadi seorang pengacara yang
manakala saat itu Karl Marx masih sangat kecil. Pada tahun 1824, yakni ketika Marx berusia
6 tahun, seluruh keluarganya mengalami converse (perpindahan) agama Yahudi ke Agama
Kristen Protestan.1 Peristiwa ini memberi pengaruh bagi perjalanan kehidupan Karl Marx
yang selanjutnya. Salah satu sifat Karl Marx adalah tidak mau diatur, jorok dan acak-acakan.
Hal ini seolah-olah bertentangan dengan ketekunan, ketelitian dan sifatnya yang selalu ingin
tahu terhadap segala sesuatu. Pada tahun 1835, Karl Marx menamatkan sekolah menengahnya
(Gymnasium Trier) di Treves di mana ia pada saat itu berusia 17 tahun. Kemudian Marx
melanjutkan sekolahnya ke Fakultas Hukum, Universitas Bonn atas kehendak ayahnya. Satu
tahun kemudian Marx pindah ke Universitas Berlin. Sesuai dengan apa yang telah ia cita-
citakan, Marx mengkhususkan diri untuk mempelajari filsafat dan sejarah. Di Universitas
Berlin, Marx menunjukan bakatnya dalam dunia filsafat. Marx menjadi anggota dari —Club
Young HegelianW yakni kelompok diskusi yang membahas filsafat Hegel.3 Rekan Marx yang
juga menjadi tokoh utama dalam kelompok diskusi tersebut adalah Feuerbach, Arnold Ruge
dan Bruno Baueur. Mereka mengkaji ajaran-ajaran Hegel yang pada saat itu. Menjadi dogma
dan sumber ideologi resmi dijerman. Marx banyak menulis puisi dan esai mengenai
kehidupan dengan menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya, namun tetap
menerapkan filosofi ateis dari young Hegelian. Pada tahun 1841, Marx menerima gelar
Doktor dalam ilmu filsafat. Desrtasinya berjudul —The Difference Betwen the Natural
Philosophy of Democritos and Natural Philosophy of Epicurus” (perbedaan antara filsafat
alam Demokritus dan filsafat alam Epicurus) mana kala saat itu ia berusia 23 tahun.
Sebagai seorang filosof tentunya Marx menginginkan kebebasan berfikir dan tidak ingin
terikat oleh institusi-institusi disekitarnya. Pada mulanya Marx berkeinginan untuk menjadi
seorang dosen, namun karena pemahamannya yang radikal membuatnya harus mambatalkan
cita-citanya tersebut. Hal ini dilatar belakangi oleh dipecatnya Bruno Bauer dari jabatannya
sebagai rektor di Universitas Bonn setelah ia menulis buku berjudul —Kritik der
Evangelischen Geschichte der Synoptiker” (Kritik terhadap Sejarah Injil Sinoptik) sebanyak
dua jilid pada tahun 1841. Untuk mewujudkan keinginannya dalam kebebasan berpikir, maka
Marx menjadi penulis di sebuah perusahaan koran yang Liberal dan Radikal di mana
golongan radikal pada saat itu menerbitkan majalah oposisi dengan namaRhine Gazette. Marx
menjadi penyumbang pertama majalah ini dan menulis sebuah artikel tentang kaum petani
Jerman.
Buku-buku karya Karl Max dan kesimpulannya
Ia muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan
fenomena konflik dalam masyarakat. Teori Konflik adalah suatu perspektif yang memandang
masyarakat sebagai sistem sosial yang terdiri atas kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda di
mana ada suatu usaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingan
lainnya atau memproleh kepentingan sebesar-besarnya. Ralf Dahrendorf lahir pada tanggal 01
Mei 1929 di Hamburg, Jerman. Ayahnya Gustav Dahrendorf dan ibunya bernama Lina. Tahun
1947-1952, ia belajar filsafat, psikologi dan sosiologi di Universitas Hamburg, dan tahun 1952
meraih gelar doktor Filsafat. Tahun 1953-1954, Ralf melakukan penelitian di London School of
Economic, lalu tahun 1956, ia memperoleh gelar Ph.D di Universitas London. Tahun 19571960
menjadi Profesor ilmu sosiologi di Hamburg, tahun 1960-1964 menjadi Professor ilmu sosiologi
di Tubingen, selanjutnya tahun 1966-1969 menjadi Professor ilmu sosiologi di Konstanz. Menjadi
ketua Deutsche Gesellschaft fur Soziologie (1967-1970), dan menjadi anggota Parlemen Jerman
di Partai Demokrasi. Tahun 1970, ia menjadi anggota komisi di European Commission di
Brussels, dan tahun 1974-1984, menjadi direktur London School of Economics di London.
Kemudian tahun 1984-1986, Ralf menjadi Professor ilmu-ilmu sosial di Universitas Konstanz.
Dan tahun 1986-1997 menetap di Inggris dan menjadi warga negara Inggris (1988). Pada tahun
1993, Dahrendorf dianugerahi penghargaan gelar sebagai Baron Dahrendorf oleh Ratu Elizabeth
II di Wesminister, London, dan di tahun 2007 ia menerima penghargaan dari Princes of Asturias
Award untuk ilmu-ilmu sosial.
Buku Karya Ralf Dahrendorf
Buku yang ia karang membuatnya dikenal oleh masyarakat yaitu ‘’Class and Class Conflik in
Industrial Society”. Buku ini berisi rangkaian argument dan beberapa kasus tentang teory konflik
yang dianggap berbeda dengan teori konsensus yang lebih kita kenal dengan teori struktural
fungsional. Dalam pandangan kaum fungsionalis konflik dianggap merusak tatanan masyarakat
seperti Durkheim, Merton dan Persons. Pandangan kaum fungsionalis tadi sangat bertolak
belakang dengan para penganut konflik yang menganggap konflik adalah suatu pola interaksi
yang dianggap perlu sebagai dasar dari adanya suatu interaksi.
Karya-karya Dahrendorf pada umumnya banyak terinspirasi oleh karya- karya Marx dan wujud
dari protes Dahrendorf akan kaum Marxian, walaupun keduanya dianggap berlawanan. Tetapi
dalam buku yang ia karang Class and Class Conflik in Industrial Society dia
berargumen banyak tentang teory Marxian yang ia pertentangkan tetapi memiliki banyak
persamaan yang tidak mau ia akui.
4. Biografi Emile Durkheim
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis timur, tahun 1858. Ia adalah seorang pemeluk
Katholik meskipun ayahnya adalah seorang petinggi Yahudi, namun kemudian ia memilih
untuk tidak tahu menahu tentang Katholik. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah
moralitas, terutama moralitas kolektif.
Durkheim terkenal sebagai sosiolog yang brilian dan memiliki latar belakang akademis
dalam ilmu sosiologis. Dengan mengikuti tradisi yang digariskan oleh Saint-Simon
(17601825), Durkheim adalah seorang murid yang ragu-ragu tetapi dari August Comte
(1798-1857), perintis positivisme Perancis yang menciptakan kata Sosiologi.
Pada usia 21 tahun ia masuk pendidikan di Ecole Normale Superiure. Dalam waktu singkat
ia membaca Renouvier, Neo Kantian yang sangat dipengaruhi pemikiran Saint Simon dan
August Comte, dan bahkan melahap karya-karya Comte sendiri. Disertasinya “The Division
of Labor in Society ” yang diterbitkan tahun 1893 memaparkan konsep-konsep evolusi
sejarah moral atau norma-norma tertib sosial, serta menempatkan krisis moral yang hebat
dalam masyarakat modern. Itu sebabnya, disertasi itu menjadi karya klasik dalam tradisi
sosiologi
Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsep-konsep
sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi sosial,
pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi sosial baru yang melahirkan
gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan interaksi individu
dalam masyarakat. Inilah yang menjadi dasar Durkheim mengembangkan sosiologi dalam
bidang sosial keagamaan dan politik yang hingga saat ini mempengaruhi beberapa pemkiran-
pemikiran para tokoh berikutnya.
Buku Karya Emile Durkheim
Dalam bukunya yang berjudul “The Rules of Sociological Method” Durkheim mengatakan
bahwa yang disebut dengan fakta sosial adalah segala sesuatu cara bertindak,apakah telah
sesuai atau tidak, yang mana didalamnya terdapat pemaksaan terhadap setiapindividu.
1) Tahap teologis adalah tahapan dimana manusia masih beranggapan bahwa semua benda di
dunia ini memiliki kekuatan supranatural. Pemikiran inilah yang digunakan masyarakat sebelum
tahun 1300 M untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi sehingga terkesan tidak rasional.
Dalam tahap teologis terdapat tiga kepercayaan yang dianut masyarakat yakni pertama fetisisme,
kedua di namisme dan ketiga animisme. Fetisisme adalah kepercayaan akan adanya kekuatan
sakti dalam benda tertentu. Di namisme adalah kepercayaan yang menganggap alam semesta ini
mempunyai jiwa sedangkan animisme adalah kepercayaan yang mempercayai dunia sebagai
kediaman roh - roh atau bangsa halus. Ada juga pandangan lain soal politeisme dan monoteisme.
Politeisme adalah bentuk kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan atau
menyembah dewa (banyak dewa) sedangkan monoteisme kepercayaan bahwa Tuhan adalah
satu/tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Sebagai ilustrasi yakni Ketika ada fenomena
gerhana bulan masyarakat pada tahap teologis ini mengangap bulan telah dimakan Butho
(Raksasa Jahat).
2) Tahap metafisik adalah tahapan dimana masyarakat percaya bahwa kekuatan abstrak
menentukan kejadian di dunia. Tahapan metafisik merupakan hasil pergesaran dari tahapan
teologis dan terjadi kira-kira 1300-1800 M. Pada tahap metafisik ini mulai muncul konsep-
konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan yakni alam. Tahapan ini mempercayai bahwa
segala kejadian di muka bumi adalah hukum alam yang tidak dapat diubah dan masyarakat
mencari penjelasan atas fenomena yang dialami dengan konsep impersonal
abstrak. Sebagai ilustrasi salah satunya adalah banyak orang yang sudah berpendidikan
tinggi namun dia masih percaya pada peramal atau dukun (dalam kosmologi jawa)
3) Tahapan positivisme mempercayai bahwa semua gejala alam atau fenomena yang
terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat
dibuktikan secara empiris. Kata positivisme pertama kali dikenalkan oleh Saint Simon
teman sekaligus guru Comte. Tahapan ini mempercayai bahwa ilmu adalah satu-satunya
pengetahuan yang valid dan fakta-fakta sejarah yang mungkin dapat menjadi obyek
pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau
subyek di belakang fakta. Menolak segala penggunaan metode diluar yang digunakan
untuk menelaah fakta. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala
sesuatu menjadi lebih rasional. Alhasil tercipta dunia yang lebih baik karena orang
cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak karena Tuhan atau alam. Orang-
orang di zaman positivisme lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial.
Pada tahap positif yang mana akal manusia telah mencapai puncak ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang, orang tidak lagi mencari pengetahuan absolut tentang sebab-sebab
akhir tapi menanyakan kaitan statis dan dinamis gejala-gejala. Sebagai ilustrasi adalah jika
sakit dan berobat kerumah sakit maka yang menyembuhkan adalah obat, makan dan
istirahat teratur bukan karena dewa atau dukun
2. Karl Max : Teori Konflik Dan Kelas Sosial
Teori konflik mulai merebak pada tahun 1950-an dan 1960-an. Teori konflik menyediakan
alternatif terhadap teori struktural fungsional. Pada saat itu, Marx mengajukan konsep
dasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Kelas dalam hal ini, menunjukkan
masyarakat pada abad ke-19 di Eropa yang dibagi menjadi dua kategori. Pertama, kelas
pemilik modal atau borjuis. Kedua, kelas pekerja miskin atau proletar. Kedua kelas
tersebut berada dalam struktur sosial hierarkis, di mana kaum borjuis melakukan
eksploitasi terhadap kaum proletar dalam hal produksi. Eksploitasi ini akan terus terjadi
selama kesadaran semu (false consiousness) diakui dalam diri proletar. Pengakuan
tersebut ditandai dengan adanya rasa menyerah diri, dan menerima keadaan tanpa adanya
sebuah penolakan apa pun. Kemudian, ketegangan hubungan antara kaum proletar dan
kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu gerakan revolusi.
Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis
terhadap mereka.
Karl Marx memandang teori konflik sebagai bentuk pertentangan kelas. Dari sudut
pandang itu, Marx memperkenalkan konsep struktur kelas di masyarakat. Teori Marx
melihat masyarakat sebagai arena ketimpangan (inequality) yang dapat memicu konflik
dan perubahan sosial. Marx menilai konflik di masyarakat berkaitan dengan adanya
kelompok yang berkuasa dan dikuasai. Di teori Marx, konflik kelas dipicu oleh
pertentangan kepentingan ekonomi. Selain itu, setidaknya ada 4 konsep dasar dalam teori
ini :
1) Struktur kelas di masyarakat;
2) Kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara kelas yang berbeda;
3) Adanya pengaruh besar dilihat dari kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang;
4) Adanya pengaruh dari konflik kelas terhadap perubahan struktur sosial.
Mengutip penjelasan Novri Susan dalam buku Sosiologi Konflik: Teori-teori dan Analisis
(2009, hlm 22), pertentangan kelas menurut Marx dipicu oleh perbedaan akses terhadap
sumber kekuasaan, yakni modal. Dalam masyarakat kapitalis, hal itu menciptakan dua kelas
yang saling bertentangan, yakni borjuis dan proletariat.
3. Ralf Dahrendorf : Teori Konflik
Dahrendorf adalah seorang intelektual Jerman yang menjadi populer pada tahun 1959 dengan
karyanya "Konflik Kelas dan Kelas dalam Masyarakat Industri". Bagi Dahrendorf (Olaf
Kuhne, 2020), penjelasan fungsionalis tentang integrasi, nilai dan konsensus, serta stabilitas,
dianggap tidak seimbang. Dia menolak asumsi fungsionalis ini dan mencoba mendasarkan
teorinya pada perspektif Marxis modern. Konflik sosial yang dilandasi oleh konflik
kepentingan dan akibat dari konflik tersebut dapat merasuk baginya dan sekaligus
menimbulkan perubahan sosial. Meskipun Dahrendorf memiliki pemikiran yang sama ketika
mempertimbangkan konflik kelas, Dahrendorf tidak setuju dengan tesis yang ditawarkan oleh
Marx. Dahrendorf menganggap visi Marx tidak relevan dengan situasi masyarakat pasca-
industri (industri modern). Untuk itu direkomendasikan untuk memodifikasi teori dan konsep
Marx agar dapat diadaptasi dalam analisis masyarakat industri modern. Dahrendorf
berpendapat bahwa Marx hanya mengacu pada masyarakat kapitalis. Bahkan, sejak Marx
menulis pemikirannya, telah terjadi perubahan signifikan dalam struktur masyarakat (Olaf
Kuhne, 2020). Itulah sebabnya Dahrendorf menawarkan konsep dan teori yang lebih
memperhatikan penjelasan masyarakat kapitalis dan pasca-kapitalis. Dahrendorf kemudian
membangun teori barunya di atas kerangka ini. Dahrendorf memiliki beberapa konflik dengan
Marx. Dia bahkan menolak konsep Marx tentang masyarakat tanpa kelas. Dahrendorf
menganggap bahwa analisis masyarakat tanpa kelas sangat spekulatif dan tidak ada bukti
empiris yang layak (Olaf Kuhne, 2020). Lebih lanjut, Dahrendorf menilai beberapa tesis
Marx tidak didukung oleh fakta empiris. Pada kenyataannya, pembagian kelas tidak dapat
hanya didasarkan pada kepemilikan alat-alat produksi. Dalam teori konflik, Ralf Dahrendolf
berasumsi bahwa masyarakat setia dalam proses perubahan dan konflik. Konflik dan berbagai
elemen masyarakat yang ada dalam sistem sosial dianggap berkontribusi terhadap disintegrasi
dan perubahan. Baginya, ketertiban yang dapat diciptakan dalam masyarakat tidak lain adalah
paksaan terhadap anggotanya, yang dilakukan oleh yang berkuasa. Artinya kekuasaan dalam
sistem sosial ini berperan dalam menjaga ketertiban dalam masyarakat. Dahrendorf (Olaf
Kuhne, 2020) juga mewakili gagasan teori konflik dialektis. Dalam teori ini dikatakan bahwa
masyarakat adalah subjek dengan dua wajah, konflik dan konsensus. Dari sini, Dahrendorf
menyarankan untuk membagi teori sosiologi menjadi dua bagian, yaitu teori konflik dan teori
konsensus. Dalam teori konflik kita dapat mengkaji konflik kepentingan dan penggunaan
kekerasan dalam masyarakat. Dalam teori konsensus, di sisi lain, kita dapat memeriksa nilai
integrasi ke dalam masyarakat. Dahrendorf (Olaf Kuhne, 2020) beranggapan bahwa
masyarakat tidak dapat eksis tanpa konsensus dan konflik, karena masyarakat bersatu karena
adanya perbudakan paksa. Hal ini juga mencerminkan bahwa dalam jabatan tertentu dalam
masyarakat terdapat kewenangan atas jabatan lain yang mendelegasikan kekuasaan.
NAMA: RAJAB
NIM : B20121219
1. Status sosial
Status sosial adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan
dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Dalam arti
lingkungan pergaulan sehari-hari, prestisenya, dan adanya hak-hak serta kewajiban-
kewajibannya.
2. Peran sosial
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Ketika seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan suatu
peranan. Peranan dan kedudukan saling tergantung satu sama lain. Tidak ada peranan tanpa
kedudukan, demikian pula tidak ada kedudukan tanpa peranan
Nama : RAJAB
Nim : B20121219
Pranata sosial
Pranata adalah seperangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kebutuhan tertentu. Pranata
termasuk kebutuhan sosial. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan
sosial yang berpedoman kebudayaan.
Kebudayaan
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Soal.
Jelaskan problematika keluarga, Pendidikan dan ekonomi pada realitas masyarakat di
masing- masing desa asal.
Soal.
Buatlah 10 Pertanyaan tentang Intitusi Sosial Keluarga
Jawab
1.Apa itu intitusi sosial?
2.Jelaskan bagaimana intitusi sosial lahir?
3.Sebutkan faktor yang menyebabkan intitusi lahir?
4.Apa yang dimaksud dengan keluarga?
5.Jelaskan peran penting keluarga?
6.Apa yang dimaksud dengan ekonomi?
7.Jelaskan kenapa ekonomi ada?
8.Apa itu pendidikan dalam masyarakat?
9.Kenapa pendidikan memiliki peran penting di masyarakat?
10.Sebutkan beberapa alasan mengapa pendidikan ada di masyarakat?
Tugas sosiologi makro pertemuan ke-10
Soal.
Jelaskan secara rinci apa persamaan dan perbedaan masyarakat kapitalisme dan masyarakat industri
Jawab
Persamaan
Persamaan masyarakat kapitalisme dan masyarakat industri yaitu adanya kesenjangan
sosal dan ekonomi antar kelompok sosial masyarakat seperti kelas sosial dalam masyarakat
Nama : Rajab
Nim :
B20121219
Tugas 11
Perkembangan teknologi membawa dampak negatif yang perlu diperhatikan. Berikut adalah beberapa
efek negatif yang dapat timbul dari perkembangan teknologi:
Pengangguran struktural: Perkembangan teknologi, seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan, dapat
menggantikan pekerjaan manusia dalam berbagai sektor. Hal ini dapat mengakibatkan pengangguran
struktural, di mana pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia menjadi tidak relevan atau
tergantikan oleh mesin. Hal ini dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi dan kesulitan bagi individu
yang kehilangan pekerjaan mereka.
Gangguan sosial: Penggunaan teknologi yang berlebihan dapat mengganggu interaksi sosial dan
hubungan personal. Ketika orang lebih banyak terlibat dengan perangkat elektronik seperti telepon
pintar, tablet, atau media sosial, mereka cenderung mengabaikan interaksi langsung dengan orang lain.
Hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial, kurangnya keterlibatan sosial, dan penurunan kualitas
hubungan interpersonal.
Gangguan tidur dan kesehatan: Penggunaan teknologi sebelum tidur dapat mengganggu pola tidur
yang sehat. Layar elektronik menghasilkan cahaya biru yang dapat mempengaruhi produksi hormon
melatonin, yang mengatur siklus tidur dan bangun. Akibatnya, orang mungkin mengalami kesulitan
tidur atau tidur yang kurang berkualitas, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental
mereka.
Masalah kesehatan fisik: Penggunaan teknologi yang berlebihan, terutama dengan posisi tubuh yang
tidak ergonomis, dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik seperti nyeri punggung, nyeri leher, dan
masalah postur. Selain itu, gaya hidup yang cenderung tidak aktif akibat terlalu banyak menggunakan
teknologi dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti obesitas, penyakit jantung, dan masalah
kebugaran.
Keamanan dan privasi: Perkembangan teknologi juga membawa risiko terhadap keamanan dan
privasi. Penyalahgunaan data, peretasan sistem komputer, dan kebocoran informasi pribadi menjadi
ancaman yang serius. Selain itu, teknologi seperti kamera pengawas dan pengenalan wajah juga dapat
mengancam privasi individu jika digunakan dengan tidak tepat.
Dampak lingkungan: Penggunaan teknologi yang luas menghasilkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Proses produksi, distribusi, dan pembuangan perangkat elektronik menghasilkan limbah
elektronik yang sulit didaur ulang dan dapat mencemari lingkungan. Penggunaan energi oleh perangkat
elektronik juga berkontribusi pada emisi karbon dan pemanasan global.
Ketimpangan akses: Meskipun teknologi telah meningkatkan aksesibilitas informasi, masih ada
ketimpangan akses terhadap teknologi di berbagai daerah dan kelompok sosial. Masyarakat yang
tidak mampu atau tinggal di daerah terpencil mungkin tidak memiliki akses yang memadai terhadap
teknologi, yang dapat meningkatkan kesenjangan sosial, pendidikan, dan ekonomi.
Penting untuk diingat bahwa efek negatif ini tidak mutlak terjadi dalam setiap situasi dan dapat
dikelola dengan kebijakan, regulasi, pendidikan, dan kesadaran yang tepat. Teknologi juga memiliki
banyak manfaat yang signifikan, tetapi perlu diingat bahwa penggunaan yang bijaksana dan
seimbang sangat penting untuk meminimalkan efek negatifnya.