Anda di halaman 1dari 9

TugasSosiologi

GilangPanduCenoAji

2106015063

FISIP-ILMU KOMUNIKASI

Kelas1J

UniversitasMuhammadiyahProf.Dr.HAMKAJakarta

2021
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang mempelajari mengenai perilaku sosial antara
kelompok dengan kelompok lainnya ataupun dari individu dengan individu lainnya. Manusia
merupakan makhluk sosial yang mana sehari-harinya akan selalu berkaitan dengan hubungan
sosial. Sebagai sebuah bidang studi tentu saja cakupan dari ilmu sosiologi ini sangat lah luas.
Tak hanya mempelajari bagaimana pengaruh orang terhadap orang lain namun juga
pada bidang-bidang lainnya. Di dalam sebuah bidang studi tentu saja terdapat tokoh-tokoh di
dalamnya yang memiliki peran dalam mengembangkan bidang ilmu tersebut.
berikut ini beberapa tokoh-tokoh sosiologi barat dengan teori nya dalam ilmu
sosiologi, sebagai berikut: 1. Auguste Comte, 2. Emile Durkheim, 3. Ibnu Khaldun

(1) BIOGRAFI

Auguste Comte
Auguste Comte (Nama panjang: Isidore Marie Auguste François Xavier Comte;
19 Januari 1798 – 5 September 1857) adalah seorang filsuf Prancis yang dikenal karena
memperkenalkan bidang ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme,
Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu
pengaplikasian metode ilmiah dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh
kebenaran. Comte juga merupakan Tokoh yang pertama menciptakan istilah sosiologi,
sehingga ia mendapat julukan sebagai Bapak Sosiologi Dunia.
Auguste Comte lahir di Montpellier, sebuah kota kecil di bagian barat daya dari
negara Perancis pada 19 Februari 1798. Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan
pendidikannya di École Polytechnique di Paris. École Polytechnique saat itu terkenal dengan
kesetiaannya kepada idealis republikanisme dan filosofi proses. Pada tahun 1816, politeknik
tersebut ditutup untuk re-organisasi. Comte pun meninggalkan École dan melanjutkan
pendidikannya di sekolah kedokteran di Montpellier.
Tak lama kemudian, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara agama
Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa sehingga ia terpaksa
meninggalkan Paris. Kemudian pada bulan Agustus 1817 dia menjadi murid sekaligus
sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa
Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte meninggalkan Saint-
Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam hubungannya.
Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya: meneliti tentang
filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama Plan de travaux
scientifiques nécessaires pour réorganiser la société (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah
untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis
sehingga menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai
bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya.
Ia kemudian menikahi seorang wanita bernama Caroline Massin. Comte dikenal
arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit
jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin,
ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, ia bercerai
dengan Massin pada tahun 1842 karena alasan yang belum diketahui. Saat-saat di antara
pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya
yang berjudul Le Cours de Philosophie Positivistic.
Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan
yang tetap platonis. Setelah Clotilde wafat, kisah cinta ini menjadi quasi-religius. Tak lama
setelahnya, Comte, yang merasa dirinya adalah seorang penemu sekaligus seorang nabi dari
"agama kemanusiaan" (religion of humanity), menerbitkan bukunya yang berjudul Système
de politique positive (1851 - 1854).

Dia wafat di Paris pada tanggal 5 September 1857 dan dimakamkan di Cimetière du Père
Lachaise.
PEMIKIRAN
Comte mencetuskan suatu  sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan baru, yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat pragmatis. Ia
berpendapat bahwa sesungguhnya analisis untuk membedakan "statika" dan "dinamika"
sosial , serta analisa masyarakat sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah
didasarkan pada konsensus. Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang
dirumuskan oleh Comte tetap memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini. Auguste
Comte dengan bukunya "Course de Philosophie Positive" menerangkan bahwa pendekatan-
pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat harus melalui urutan-urutan tertentu yang
kemudian akan sampai pada tahap akhir yaitu tahap ilmiah.
Auguste Comte merupakan seorang tokoh brilian yang disebut sebagai peletak dasar
sosiologi. Comte melihat dari hasil revolusi Perancis cenderung kearah reorganisasi
masyarakat seraca besar-besaran. Menurutnya, reorganisasi masyarakat hanya dapat berhasil
jika ada orang mengembangkan cara berpikir yang baru tentang masyarakat. Comte
memperkenalkan metode positif, yaitu hukum mengenai urutan gejala-gejala sosial. Dia
memperkenalkan hukum tiga stadia (tahap). Isi hukum tiga stadia (tahap):
1) Tahap Teologi : Pada tahap ini orang lebih suka dengan pertanyaan yang tidak dapat
dipecahkan, yaitu tentang hal-hal yang tak dapat diamati.
2) Tahap Metafisik : Pada tahap ini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sama
dicari jawabannya pada hal-hal abstrak yang diibaratkan sebagai esensi dan eksistensi.
3) Tahap Positif : Pada tahap ini manusia mulai mencari jawaban yang tak bersifat
mutlak

(2) BIOGRAFI
Emile Durkheim
David Émile Durkheim (15 April 1858 – 15 November 1917) dikenal sebagai salah
satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah
universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan
kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896.
Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari
keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim
sendiri sama sekali sekuler. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk
membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi.
Namun, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan
kerjanya adalah sesama Yahudi, dan sering kali masih berhubungan darah dengannya.
Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale
Supérieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-
19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi
tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel
de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang
sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik
dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik
pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak
mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu
kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya
ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum
– dalam ilmu filsafat pada 1882.
Seseorang yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh
pengangkatan akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama
setahun di Jerman, ia pergi ke Bordeaux pada 1887, yang saat itu baru saja membuka pusat
pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu-ilmu
sosial (suatu posisi baru di Prancis). Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah
Prancis dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali,
kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial semata-mata
membuat ia banyak dikritik.
Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan “Pembagian
Kerja dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat
manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan Metode
Sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus
dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux.
Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan
mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan
rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan
program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi
kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.
Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan
terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas
Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah
menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar – kuliah-kuliahnya
wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa
Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan
kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah
namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya
besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.
Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim.
Pandangan kiri Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis – ia mengusahakan
bentuk kehidupan Prancis yang sekuler, rasional. Tetapi datangnya perang
dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit
untuk mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negaranya dalam
perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana (ditambah
dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan
Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa yang telah dididik
Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka yang tewas ketika Prancis
bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki Durkheim sendiri tewas dalam perang –
sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul
emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena
serangan lumpuh dan meninggal pada 1917

GAGASAN
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat
mempertahankan integritas dan koherensinya pada masa modern, ketika hal-hal seperti latar
belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial
di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu
pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim
adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari
masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan
kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal
sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari
seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan
perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi
(individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta
sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan
sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial
mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada
tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui
fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim
atau situasi ekologis tertentu.
Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti
bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan
perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat
tradisional dan masyarakat modern di Wayback Machine.. Para penulis sebelum dia
seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat
berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana
kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit.
Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori
yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme
sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan
dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya
mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata
Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma
sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat
kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang
pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada
sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri.
Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat
yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama.
Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus
mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan
makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian
kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual
berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – sering kali malah berbenturan
dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan
dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki
solidaritas mekanis hukum sering kali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku
menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang
dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan
kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum
bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan
aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian
kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang
tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma
sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie
muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

(3) BIOGRAFI
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn
Khaldun al-Hadrami (‫( )عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي‬27 Mei 1332 – 19 Maret 1406)
adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri
ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal
adalah Muqaddimah (Pendahuluan/Pengantar).
Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M ini dikenal sebagai
sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik
Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang
teori ekonomi yang logis dan realistis telah dikemukakannya jauh sebelum Adam Smith
(1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya.
Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana.
Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam,
pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan
yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Abdurahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin bin Abdurahman
bin Ibnu Khaldun, yang dikenal sebagai "Ibnu Khaldun", lahir di Tunisia pada tahun 1332 M
(732 H) berasal dari keluarga Andalusia kelas atas keturunan Arab. Leluhur keluarga tersebut
memiliki hubungan kekerabatan dengan Waíl ibn Hujr, seorang teman Nabi Muhammad.
Keluarga Ibnu Khaldun memiliki banyak kantor di Andalusia (Spanyol),kemudian
beremigrasi ke Tunisia setelah jatuhnya Sevilla ke Reconquista pada tahun 1248. Di bawah
pemerintahan dinasti Hafsiyun beberapa keluarganya memegang jabatan politik; namun Ayah
dan kakek Ibnu Khaldun menarik diri dari kehidupan politik dan bergabung dalam tatanan
mistis. Saudaranya, Yahya Khaldun, juga seorang sejarawan yang menulis sebuah buku
tentang dinasti Abdalwadid, dan ia dibunuh oleh saingannya yakni seorang ahli historiografi.
Dalam otobiografinya, Ibnu Khaldun menelusuri keturunannya hingga masa Nabi
Muhammad melalui suku Arab dari Yaman, khususnya Hadramaut yang datang
ke Semenanjung Iberia pada abad kedelapan pada awal penaklukan Islam. Dengan kata-
katanya sendiri: "Dan keturunan kita berasal dari Hadramaut, dari orang-orang Arab Yaman,
melalui Wa'il ibn Hujr yang juga dikenal sebagai Hujr bin Adi, dari orang-orang Arab
terbaik, terkenal dan dihormati." (Halaman 2429, edisi Al-Waraq). Namun, penulis biografi
Mohammad Enan mempertanyakan klaim tersebut, dengan menunjukkan bahwa keluarganya
adalah seorang Muladi yang berpura-pura berasal dari Arab untuk mendapatkan status sosial.
Enan juga menyebutkan tradisi masa lalu terdokumentasi dengan baik, mengenai kelompok-
kelompok Berber tertentu, di mana mereka secara hati-hati "menambah" diri mereka menjadi
beberapa keturunan Arab. Motif semacam ini adalah demi keinginan untuk meraih kekuasaan
politik dan kemasyarakatan. Beberapa pihak berspekulasi tentang keluarga Khaldun ini; Di
antaranya menjelaskan bahwa Ibnu Khaldun sendiri adalah produk dari keturunan Berber
yang sama dengan mayoritas penduduk asli tempat kelahirannya. Sarjana Islam Muhammad
Hozien berpendapat bahwa "Identitas palsu [Berber] akan berlaku namun pada saat nenek
moyang Ibnu Khaldun meninggalkan Andalusia dan pindah ke Tunisia mereka tidak
mengubah klaim mereka terhadap keturunan Arab. Bahkan di saat Berber berkuasa,
Pemerintahan Al-Marabats dan al-Mowahid, dan Ibnu Khaldun tidak merebut kembali
warisan Berber mereka". Penelusuran Ibu Khaldun dari silsilah dan nama keluarganya sendiri
dianggap sebagai indikasi paling kuat dari keturunan Arab Yaman.

PEMIKIRAN
Karya-karya Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi di antaranya, at-Ta’riif bi Ibn
Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah
(pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-
Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat
teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-
Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas of Aberdeen, Scotland
dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” pada tahun 1970-an mengomentari
tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari
Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia
Barat, terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam
bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah Muqaddimah
(Pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji
hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun
menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metode-metodanya yang
masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala
sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang
membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem
pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara
berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis
terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi dalam
individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang
paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah
karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu
dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori
sejarah.
Ibnu Khaldun amat sangat meyakini, bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri
bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk
mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan
kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga
yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit
demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat
kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu
mengawasi kelemahannya.
Karena pemikiran-pemikirannya yang brilian Ibnu Khaldun dipandang sebagai
peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan
oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain
ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan
kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran
termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu
pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran
Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

PENINGGALAN
karya Ibnu Khaldun telah dipelajari secara luas di dunia Barat dengan minat khusus.
1) Sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai "sebuah filosofi
sejarah yang tidak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang pernah
diciptakan oleh pikiran manapun kapanpun atau dimanapun."
2) Filsuf Inggris Robert Flint menulis hal berikut tentang Ibn Khaldun: "Sebagai seorang
ahli teori sejarah, dia sama sekali tidak setara dalam usia atau negara manapun sampai
Vico muncul, lebih dari tiga ratus tahun kemudian. Plato, Aristoteles, dan Agustinus
bukanlah teman sebayanya, dan Semua yang lain tidak layak untuk disebutkan
namanya bersamanya ".
3) Abderrahmane Lakhsassi menulis: "Tidak ada sejarawan Arab Maghrib terutama
orang-orang Berber dapat melakukan sesuatu tanpa kontribusi historisnya."
4) Ahli antropologi filsuf Inggris Ernest Gellner mempertimbangkan definisi
pemerintahan oleh Ibnu Khaldun sebagai "sebuah institusi yang mencegah
ketidakadilan", sebagai yang terbaik dalam sejarah teori politik.
5) Egon Orowan, yang menciptakan konsep socionomy, dipengaruhi oleh gagasan Ibnu
Khaldun tentang evolusi masyarakat.
6) Arthur Laffer, yang menamai Kurva Laffer, mencatat bahwa, antara lain, beberapa
gagasan Ibnu Khaldun menginspirasinya.
7) Pada tahun 2004, Pusat Komunitas Tunisia meluncurkan Penghargaan Ibnu Khaldun
yang pertama sebagai seorang berprestasi berpendidikan tinggi / berpendidikan
Tunisia / Amerika yang karyanya mencerminkan gagasan Ibnu Khaldun tentang
kekerabatan dan solidaritas. Penghargaan ini dinamai Ibn Khaldun karena dia diakui
secara universal sebagai Bapak Sosiologi dan juga untuk konvergensi gagasannya
dengan tujuan dan program organisasi.
8) Pada tahun 2006, Atlas Economic Research Foundation meluncurkan sebuah kontes
esai tahunan untuk siswa yang diberi nama dalam kehormatan Ibnu Khaldun. Tema
dari kontes ini adalah "bagaimana individu, think tank, universitas dan pengusaha
dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk memungkinkan pasar bebas
berkembang dan memperbaiki kehidupan warganya berdasarkan ajaran dan tradisi
Islam."

Anda mungkin juga menyukai