Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK SOSIOLOGI

“BIODATA TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI”

Kelompok 4 (X-8)
1. Cikha Aurelia (05)
2. Devi Putri Mulyani (06)
3. Findra Laverda Putra Diaz (10)
4. Junovallo Tigor Y. (13)
5. Safira Putri Darmayanti (30)

SMA Negeri 6 Surabaya


T.A 2023/2024
Jl. Gubernur Suryo No. 11 Surabaya
Auguste Comte

Auguste Comte lahir pada 1798 di Montpellier, salah satu pusat Kontra-Revolusi di
selatan—gerakan yang menentang semangat reformasi Revolusi Perancis tahun 1789. Orang
tua Comte adalah Royalis Katolik yang juga menentang Revolusi. Comte tidak cocok dengan
ayahnya yang merupakan seorang birokrat di kantor pemungutan pajak. Meskipun lebih dekat
dengan ibunya, dia mengasingkannya dengan keyakinan dan perilakunya yang tidak biasa.
Pada usia 13 atau 14 tahun, ia mengumumkan bahwa tidak lagi percaya kepada Tuhan atau
Agama Katolik. Tak lama setelah itu, ia juga menolak royalisme orang tuanya dan mengikuti
contoh yang diberikan oleh kaum revolusioner dengan menjadi seorang republiken
(Pickering, 2011).

Comte pada tahun 1814 berhasil diterima di Ecole Polytechnique, yaitu sekolah teknik
bergengsi di Paris. Ia belajar pentingnya ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kondisi
sosial. Namun, pada bulan April 1816 pemerintah royalis baru mengusirnya karena paham
republikanisme dan perilaku pembangkangannya. Comte kemudian mengambil mata kuliah
biologi di sekolah kedokteran terkenal di Montpellier. Disana ia belajar tentang sejarah
dengan membaca karya-karya Condorcet dan Montesquieu tentang ilmu moral dan politik.
Pada bulan Juni 1816, ia menulis esai pertamanya yang tidak pernah diterbitkan dengan judul
"Mes Réflexions: Humanité, verité, justice, liberté, patrie. Rapprochements entre le régime
de 1793 et celui de 1816, adressésau peuple français" (Pickering, 2011).

Setahun kemudian, Comte kembali ke Paris dan mulai bekerja untuk Henri de Saint-
Simon, seorang pembaharu sosial yang terkenal akan liberalismenya. Ketika Comte mulai
bekerja untuknya pada tahun 1817, Saint-Simon sudah tidak terlalu tertarik untuk
membangun dasar teoritis dari rekonstruksi sosial dan beralih ke reorganisasi industri yang
praktis dari masyarakat. Comte kemudian mengambil alih misi Saint-Simon tentang filsafat
positif berdasarkan ilmu pengetahuan tentang masyarakat (Pickering, 2011).

Comte memutuskan hubungan dengan Saint-Simon pada tahun 1824 setelah


menuduhnya mengambil pujian atas esainya yang berjudul “Plan des travaux scientifiques
nécessaires pour réorganiser la société.” Dalam karya ini, Comte mengungkapkan
"penemuan" terbarunya—The Law of Three Stages. Hukum ini memandang bahwa setiap
ilmu pengetahuan melewati tiga tahap, yaitu tahap dugaan (conjectural stage), tahap setengah
dugaan dan setengah positif (half-conjectural and half-positive stage), dan tahap positif
(positive stage). Namun, tidak seperti Saint Simon, Comte memberikan peran baru pada
hukum ini sebagai dasar sosiologi. Hukum ini merupakan kunci untuk memahami
perkembangan umat manusia di masa lalu, sekarang, dan masa depan (Pickering, 2011).

Dalam dua seri artikel yang ia tulis untuk jurnal pada tahun 1825 dan awal 1826,
Comte mengembangkan konsepnya tentang kekuatan spiritual. Dia mengklaim bahwa kunci
kekuasaan dalam masyarakat modern terletak pada pengendalian opini dan ide. Pada awal
1826, ia menawarkan kursus filsafat positif di apartemennya yang dihadiri oleh banyak
ilmuwan besar. Namun, setelah kuliah ketiga, ia menjadi gila dengan menderita depreso
manik paranoid sehingga menghabiskan delapan bulan di rumah sakit jiwa. Akhirnya, ia
pulih dengan bantuan Caroline Massin, seorang administrator ruang baca yang dinikahinya
pada tahun 1824 (Pickering, 2011).

Comte bekerja sebagai guru matematika dan jurnalis. Kemudian, pada tahun 1832 ia
mendapatkan posisi répétiteur (asisten pengajar) di Ecole Polytechnique. Pekerjaan ini
memberinya waktu untuk menyelesaikan Cours de philosophie pada tahun 1842. Tujuannya
adalah membangun sosiologi, membangkitkan reorganisasi masyarakat, dan menciptakan
pondasi bagi reformasi ilmu-ilmu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peradaban modern.
Comte menganalisis perkembangan setiap ilmu pengetahuan dan hubungannya dengan
pertumbuhan ilmu pengetahuan lainnya. Tiga jilid pertama membahas sejarah matematika,
astronomi, fisika, kimia, dan biologi. Tiga jilid terakhir membahas ilmu pengetahuan
barunya, yaitu sosiologi (Pickering, 2011).

Ketika Comte memulai volume empat pada tahun 1838, ia kembali mengalami
gangguan mental. Sang istri meninggalkannya pada tahun 1842 hingga pada awal 1845
Comte jatuh cinta dengan Clotilde de Vaux. Comte menggambarkan de Vaux sebagai wanita
yang sempurna, seorang malaikat yang membuatnya lebih berbudi luhur. Pada bulan April
1846, de Vaux meninggal dunia yang membuat Comte hampir gila. Untuk mengabadikan
namanya, ia mendedikasikan Système de politique positive untuk de Vaux. Karya terakhirnya,
Synthèse subjective (1856) berfokus pada ilmu pengetahuan, terutama matematika (Pickering,
2011).

Ketika Revolusi 1848 meletus, Comte memiliki misi mendapatkan perhatian


masyarakat umum. Sejak 1831, ia memberikan kursus tentang astronomi. Comte
meluncurkan gerakan positivis dan menulis sebuah manifesto, Discours sur l'ensemble du
positivisme. Pada tahun 1855, ia menulis Appel au Conservateurs untuk menyatukan kaum
konservatif dengan kaum positivis melawan blok kiri. Konservatisme Comte semakin
berkembang membuatnya kehilangan dukungan dari kaum liberal. Namun, Comte masih
memiliki lebih dari 50 murid setia. Dia bergantung pada murid-muridnya sampai
kematiannya pada tahun 1857. Pada akhir hayatnya, Comte memerintah gerakan positivis
secara diktator dengan menolak pertikaian apa pun terutama berkaitan dengan Agama
Kemanusiaan. Auguste Comte adalah seorang visioner yang brilian, namun juga seorang
yang egois (Pickering, 2011).
Peter Ludwig Berger

Peter Ludwig Berger (17 Maret 1929 – 27 Juni 2017) adalah seorang sosiolog yang
dikenal karena pekerjaannya di bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, penelitian
tentang modernisasi dan kontribusi teoretis pada teori kemasyarakatan. Berger dilahirkan di
Vienna, Austria, kemudian dibesarkan di Wina dan kemudian berpindah ke Amerika Serikat
tak lama setelah Perang Dunia II. Ia lulus dari Wagner College pada tahun 1949 dengan gelar
Bachelor of Arts. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di New School for Social Research di
New York dan mendapat gelar M.A. (1950) dan Ph.D. (1952). Berger menikah dengan
Brigitte Kellner pada 28 September 1959 dan dikaruniai dua orang anak, Thomas Ulrich dan
Michael George. Berger dikenal luas karena pandangannya bahwa realitas sosial adalah suatu
bentuk dari kesadaran. Karya-karya Berger memusatkan perhatian pada hubungan antara
masyarakat dengan individu (Yahya, 2017).

Perjalanan karir Berger dimulai dari tahun 1955-1956, ia bekerja di Evangelische


Akademie di Jerman. Pada tahun 1956-1958, ia menjadi profesor muda di Universitas North
Carolina. Berger kemudian menjadi profesor di New School for Research, Universitas
Rutgers, dan Boston College. Sejak tahun 1981 ia menjadi profesor Sosiologi dan Teologi di
Universitas Boston. Ia juga membangun sebuah institut Studi Kebudayaan dan Ekonomi yang
sekarang menjadi bagian dari Universitas Boston. Ia menjadi direktur institut ini dari tahun
1985 hingga 2010. Beberapa karya Berger yang terkenal adalah Invitation to Sociology: a
Humanistic Perspective (1963), The Social Construction of Reality (1966) yang ditulisnya
bersama Thomas Luckmann, dan A Rumor of Angels: Modern Society and Rediscovery of the
Supernatural (1969). Ia mendapatkan penghargaan Doktor Honoris Causa dari Universitas
Loyola, Universitas Notre Dame, Wagner College, Universitas Jenewa, dan Universitas
Munich. Pada tahun 2010, Berger mendapat penghargaan Dr. Leopold Lucas yang diberikan
oleh Universitas Tübingen (Yahya, 2017).

Menurut Berger, dari segi sosiologi, agama adalah suatu universum symbolicum,
dimana manusia memersatukan lembaga-lembaga dan memberi suatu legitimasi untuk
lembaga-lembaga itu. Fungsi sebagai universum symbolicum ini selain agama, juga dapat
diperoleh dalam mitos dan ideologi (kadang juga ilmu pengetahuan). Dengan pernyataan ini,
Berger tidak mengatakan bahwa agama hanyalah universum simbolicum. Agama memang
juga mempunyai fungsi lain misalnya sebagai dasar terakhir (ultitum cur atau ultimate
concern) dari manusia, tetapi ini bukan kompetensi sosiologi, melainkan falsafat dan
terutama teologi, yang berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan (Yahya, 2017).

Menurut Berger proses-proses konstruksi sosial dan agama dimulai dengan definisi
tentang diri (self) sebagai peranan. Dalam menerangkan ini, Berger menggunakan pendekatan
dialektis, untuk menjelaskan bagaimana hal rohani menciptakan hal mengada. Istilah
mengada disini adalah “mengada sosial (social being, mengikuti Marx). Berger menjelaskan
bagaiamana hal mengada yang disebut realitas ini diciptakan secara rohani. Konstruksi sosial
mengenai kenyataan bermula dari pikiran. Bila Marx menjelaskan bagaimana matter
menciptakan mind, maka Berger sebaliknya bagaimana mind menciptakan matter. Dengan
asumsi falsafi ini Berger menjelaskan bagaimana suatu kenyataan dikonstruksi secara sosial,
lewat institusionalisasi, legitimasi dan conceptual machineries of universe maintenance
(Yahya, 2017).
Max Weber

Maxilian Weber lahir di Erfurt, Jerman pada tanggal 21 April 1864. Dia berasal dari
keluarga kelas menengah. Ayahnya adalah seorang birokrat yang menduduki kursi politik
yang relatif penting dan bisa dikaakan ayahnya uga seorang penikmat duniawi, seorang yang
gila akan kerja. Berlawanan sekali dengan ibu Weber, dia seorang calvinis yang sangat
religius yang berusaha untuk tidak banyak terlibat dalam kehidupan duniawi. Pemikiran dan
psikologis Max Weber banyak dipengaruhi oleh perbedaan antara orang tuanya yang
mempunyai latar belakang berbeda. Sehingga, perbedaan tajam ini berdampak besar pada
orientasi intelektual dan perkembangan psikologis Max Weber dan sering kali dia mengalami
pengaruh psikis yang negatif karena berkeinginan untuk mendamaikan kedua orang tuanya
(Weber, 2019).

Max Weber adalah seorang ahli ekonomi, politik, dan sosiologi dari Jerman yang
dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Riwayat
pendidikannya dimulai di Gymnasium Berlin dengan minat utama pada hukum, sejarah, dan
teologi (1882-1886). Banyak waktu yang dihabiskannya untuk meneliti peran agama dan
pengaruhnya terhadap etika ekonomi. Dapat dijelaskan bahwa yang menjadi fokus penelitian
Max Weber terletak pada dua fokus utama, yaitu agama yang memengaruhi pandangan hidup
manusia dan perubahan sosial ekonomi yang memengaruhi agama. Namun, seperti dapat
dilihat dari semua karya-karyanya, dengan sudut pandang tertentu dan jauh lebih
mementingkan yang pertama, yakni pengaruh agama dan perayaannya terhadap etika
ekonomi (Umma, 2018).

Pada umur 18 tahun Max Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar
di Universitas Heidelberg. Dia awalnya malu-malu karena masalah derajat sosial, namun
karena tertarik dengan hidup ayahnya, dia dengan cepat berubah dan bergabung dengan
organisasi kepemudaan yang dulu pernah diikuti ayahnya sewaktu muda. Disana Max Weber
berkembang mengikuti jejak ayahnya yang mengarah ke hukum. Tiga tahun kemudian, Max
Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer dan pada tahun 1884 kembali
ke Berlin dan rumah orang tuanya untuk mengambil kuliah di Universitas Berlin. Ia
kemudian mendapatkan gelar doktor dan menjadi pengacara (Weber, 2019).
Pada tahun 1896, Max Weber mendapatkan gelar profesor ekonomi di Heidelberg.
Namun, pada tahun 1897 ketika karirnya sedang berkembang, ayahnya meninggal dunia
setelah bertengkar hebat dengannya. Sehingga, seorang Max Weber mengalami keruntuhan
mental dan sering kali tidak mau tidur dan bekerja. Pada tahun 1904, ia kembali bangkit ke
dalam kehidupan akademis. Satu tahun setelahnya, ia menerbitkan salah satu karya
terkenalnya, yaitu The Protestant Ethic And The Spirit Of Capitalism. Dalam karyanya ini ia
banyak menyatakan kesalahan ibunya yang diwarisinya pada level akademik. Weber banyak
mempelajari agama meskipun secara pribadi ia tidak religius. Max Weber meninggal pada
tahun 1920 saat berusia 56 tahun (Umma, 2018).

Tokoh yang memengaruhi karya Max Weber salah satunya adalah Karl Marx. Mereka
menganggap bahwa ide-ide hanyalah kepentingan material dan kepentingan material adalah
penentu ideologi. Weber menyanggah pendapat itu karena ia memilih lebih mencurahkan
perhatiannya pada gagasan terhadap keagamaan dan ekonomi. Weber juga memperluas isi
yang dijelaskan oleh Marx dengan teori stratifikasi yang menyebutkan prestige atau status
dan kekuasaan sebagai dasar stratifikasi. Tokoh lain yang memengaruhi Weber adalah
Immanuel Kant. Mereka membedakan antara isi dengan bentuk kehidupan nyata. Isi dapat
dipahami melalui bentuk hingga membuat karya Weber menjadi lebih statis. Nietzche juga
memengaruhi Weber yang mana membuktikan bahwa kebutuhan individu untuk bertahan
terhadap birokrasi dan struktur masyarakat modern lain (Umma, 2018).
Prof. Dr. Selo Soemardjan

Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan (23 Mei 1915 – 11 Juni 2003)
adalah seorang tokoh pendidikan dan pemerintahan Indonesia. Ia dibesarkan di lingkungan
abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung
Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang
kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda. Ia dikenal sangat
disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia adalah ilmuwan sosial yang meninggalkan
banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia
(UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang
seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam
(Sugiharyanto, 2007).

Ia orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih,
dan sederhana. Ia tokoh yang memerintah dengan teladan, sebagaimana diungkapkan
pengusaha sukses Soedarpo Sastrosatomo. Menurut Soedarpo, integritas itu pula yang
membuat mendiang Sultan Hamengku Buwono IX berpesan kepada putranya, Sultan
Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo kalau
menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah berhenti berpikir
dan bertindak. Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia
orang bersih dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik
KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos
kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat (Yusra & Soemardjan, 1995).

Selama hidupnya, Selo pernah berkarir sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah


Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala
Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara
merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI
Sultan Hamengku Buwono IX (1973–1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan
Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto. Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi
Indonesia setelah tahun 1959—seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS—
mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10
tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian tanggal
17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal
30 Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi (Yusra & Soemardjan, 1995).

Pendiri FISIP UI ini, memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan
sampai akhir hayatnya justru mengajar di Fakultas Hukum UI. Sebagai ilmuwan, karya Selo
yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei
1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan.
Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada
(UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002
diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah uang (Yusra & Soemardjan, 1995).
Emile Durkheim

Durkheim dilahirkan di Épinal, Perancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari


keluarga Yahudi Prancis yang saleh—ayah dan kakeknya adalah Rabi. Durkheim lahir pada
15 April 1858 Épinal, Lorraine, Perancis dan meninggal pada 15 November 1917 (umur 59)
Paris, Île-de-France, Prancis. Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke
École Normale Supérieure pada 1879. Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap
masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya
dengan sistem akademik Perancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu
(Hawkins, 2008).

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan
Perancis dalam Perang Perancis-Rusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan
republikan yang sekuler. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik dan sangat
nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Perancis
yang memudar di daratan Eropa. Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada
1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi
pendidikan dan sosiologi (Hawkins, 2008).

Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim


berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial.
Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan
keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang
mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat–suatu
posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme (Hawkins, 2008).

Durkheim memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-


tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian
terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena
yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat
bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih
objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat
dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat
terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu (Hawkins, 2008).
Daftar Pustaka

Hawkins, M. (2008). Review: 'Durkheim et Cie': A New Biography. Durkheimian Studies,


14, 97-102. doi:10.3167/ds.2008.140107

Pickering, M. (2011). Auguste Comte. In G. Ritzer, & J. Stepnisky, The Wiley‐Blackwell


Companion to Major Social Theorists (pp. 30-60). Hoboken: Blackwell Publishing
Ltd.

Sugiharyanto. (2007). Seri IPS: Geografi dan Sosiologi SMP Kelas VII. Bogor: Yudhistira
Ghalia Indonesia.

Umma, R. H. (2018). Konsep Kapitalisme Max Weber dalam Perspektif Islam. Skripsi.
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Weber, M. (2019). Sosiologi Agama. (Y. Santoso, Trans.) Yogyakarta: IRCiSoD.

Yahya, Y. K. (2017). Agama & Masyarakat: Kumpulan Refleksi Tentang Praktik Agama
dalam Masyarakat. Yogyakarta: Yuangga K. Yahya.

Yusra, A., & Soemardjan, S. (1995). Komat-kamit Selo Soemardjan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama & Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

Anda mungkin juga menyukai