Anda di halaman 1dari 10

chapter 4

Birokrasi
dan
Governansi

BIROKRASI DAN TEORI MARXISME SERTA PRAKTEK DI NEGARA


SOSIALIS KOMUNIS
A. Teori Marxisme
Awal Munculnya Ideologi Marxisme tidak dapat dilepaskan dari tokoh utamanya yakni Karl Marx. Berawal dari abad ke-
19 dimana keadaan buruh di Eropa Barat yang menyedihkan. Kemajuan industri yang berkembang pesat saat itu
menimbulkan keadaan sosial yang merugikan bagi kaum buruh. Keadaan inilah yang menjadikan dasar pemikiran Karl
Marx dalam menyusun teori “Marxisme” Karl Marx menekuni bidang politik yang dianggap radikal. Dalam menyusun
teori perkembangan masyarakat ia sangat tertarik dengan gagasan filsuf Jerman George Hegel (1170-1831). Filsafat
Hegel dimanfaatkan oleh Karl Marx untuk mengubah masyarakat secara radikal. Teori Marxisme merupakan bentuk
protes Marx terhadap paham kapitalisme. Kaum kapitalisme dianggap memanfaatkan kaum proletaria dengan
memeras tenaga mereka dan bekerjadi berjam-jam dengan upah yang sangat minim, sehingga kondisi kaum proletar
sangat menyedihkan. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “kepemilikan pribadi” dan
penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar
akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme (Supardan, 2008: 334). Dukungan terbesar
kepada Marx berasal dari suatu Negara yang industrinya baru setengah berkembang yakni Rusia. Gagasan-gagasan
Marx djadikan pola untuk membentuk masyarakat baru atas runtuhnya masyarakat lama melalui sebuah revolusi.
Untuk keperluan itu gagasan Marx perlu disesuaikan dengan masyarakat yang tingkat industrialisasinya belum terlalu
tinggi dan kondisi politik dan social abad ke-20.
Akhirnya ajaran Marx di bakukan menjadi Marxisme oleh Friedrich Engels dan Karl Kautsky. Awalnya ajaran Marx
sebenarnya rumit adan sulit dimengerti kemudian di dibakukan sebagai ideologi perjuangan kaum buruh. Pembakuan ini
mencapai puncak ketika partai komunis Rusia di bawah Lenin melakukan revolusi pada Oktober 1917 dan mengkonstatir
Marxisme Lenimisme sebagai ideologi resmi ajaran komunis (Santoso, 2003: 35). Dalam pandangan Teori Marxisme
sebuah kata yang sangat diperjuangkan dan dimaknai sebagai gerakannya adalah emansipasi, n adalah bentuk
emansipasi yang bersifat bebas, atau dapat dikatakan marxisme percaya bahwa emansipasi adalah upaya untuk
membebaskan atau pembebasan (Wardhani, 2014). Pandangan marxisme ini muncul dan berkembang pada saat dunia
sedang terpetakpetakan dengan kelas-kelas sosial. Kelas-kelas itu muncul akibat sistem kapitalisme yang merebak dan
mulai mengalirkan pemikirannya pada sistem ekonomi, dimana kelas kelas sosial pada saat itu terbagi dua, yaitu kelas
borjuis yang memiliki aset-aset atau sumber produksi, dan kelas proletar atau kelas yang hanya memilki kemampuan
untuk bekerja. Kaum marxis menilai adanya eksploitasi dari kelas borjuis terhadap kelas proletar. Pandangan marxisme
meyakini bahwa kaum proletar ada dalam sepanjang sejarah umat manusia yang beraktivitas seacara fisik dan yang
berbasiskan kelas serta bekerja untuk kekayaan kaum lainnya (Burchill&Linklater, 1996). Perspektif marxisme juga
mempercayai bahwa ketimpangan kelas itu harus diubah dengan pergerakan kaum proletar dan dengan
menghapuskan kelas yang ada dalam masyarakat. Menurut pandangan marxis, pemerintahan yang ideal adalah
pemerintahan yang dikelola oleh negara bukan oleh kaum borjuis. Karena di dalam pemerintahan yang baik, harus ada
keseimbangan kelas, meskipun masih tetap ada satu aktor yang mengatur, namun sifat dari aktor itu tak akan lebih
hegemon dari sifat kaum borjuis, mereka akan hanya mengatur pemerintahan, bukan mengeksploitasi kaum lemah.
Karena marxisme pada dasarnya juga merupakan sebuah panggilan keadilan untuk semua orang, terutama dalam hal
pengembangan dunia

Tujuan utama perspektif marxisme adalah untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas, jadi di dalam
masyarakat yang berpedoman pada pandangan marxisme tidak akan ditemui sistem masyarakat yang
terpetak-petak berdasarkan kelas. Dengan kata lain tujuan akhir marxisme adalah untuk menciptakan
masyarakat tanpa kelas, tanpa negara atau berdasarkan sistem pemerintahan khilafah
Menurut pandangan marxisme hanya dengan materi
dan ekonomilah manusia dapat bertahan hidup.
Dalam pandangan ini, semua hal diukur dengan
materi, semua hal diklasifikasikan berdasarkan sifat
yang material, oleh karena itu ekonomi adalah hal
yang penting. Marxisme tidak hanya menolak hal-hal
yang difokuskan oleh realisme dan liberalisme,
marxisme juga memberikann kritik terhadap
perspektif realis dan liberalis. Menurut kaum marxis,
pandangan liberalis dan realis terlalu bersifat
selfserving ideologic, dapat dikatakan bahwa
liberalisme dan realisme adalah dua pandangan yang
hanya memikirkan kelas atau memikirkan masyarakat
atau juga memikirkan elit sendiri (Wardhani, 2014).
Kelebihan
Marxisme
Persatuan kelas Proletarian memiliki kelebihan, hal ini disebabkan karena kapitalisme menghidupi proletarian dan
mengkonsentrasikannya pada perusahaan yang semakin besar, menanamkan disiplin industri padanya dan sekaligus
mendorong kerja sama dan solidaritas elementer didalam tempat kerja. Tetapi semua ini ditujukan untuk pencarian
keuntungan maksimal untuk setiap perusahaan kapitalis dan bagi kelas borjuis secara keseluruhan. Kapitalis jelas sadar
ditunjukkan oleh adanya ledakan perjuangan kaum pekerja, bahwa konsentrasi dan persatuan kelas tersebut menandai
adanya ancaman besar bagi dirinya. Teori Marxisme mempunyai beberapa kekuatan :
1. Teori Marxisme membahas dengan lengkap aspek aspek yang terdapat dalam sebuah fenomena konflik, mulai dari
penyebab sebuah konflik, kelompok kelompok yang berkonflik, perkembangan konflik itu sendiri, penyelesaian konflik,
samapi kepada perkembanagn didalam masyarakat pasca penyelesaian konflik.
2. Keunggulan teori Marxisme terlatak pada kecerdasan marx dalam mengklasifikasikan kelas kelas sosial dalam
masyarakat yang secara prinsip sangat bertentangan.
3. Kekuatan teori Marxisme lainnya adalah mengenai analisisnya dalam menguraikan penyebab dari pertentang kelas.
4. Teori Marxisme memandang proses perkembangan sebuah konflik sampai kepada bagaimana konflik itu terselesaikan
dan juga merupakan kemampuan teori Marxisme dalam meramalkan akhir dari sebuah konflik
Kekurangan
Marxisme
Kaum proletar tidak memiliki kebebasan memilih kecuali pilihan antara menjual tenaga kerjanya dan hidup dalam kelaparan permanen,
maka ia diwajibkan untuk menerima harga yang didiktekan oleh kondisi ” pasar kerja” kapitalis. Artinya masyarakat harus bekerja untuk
memenuhi kehidupannya, sebagian besar masyarakat miskin berprofesi sebagai buruh, untuk memenuhi tuntutan hidup yang cukup tinggi
namun karena pendidikan yang sendah dengan keahlian yang biasa saja membuat mereka mendapatkan upah yang kecil dan hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan primer saja. Dalam hal ini ajaran Marxis tidak mampu melakukan upaya revolusi, atau melakukan
perubahan dengan sewajarnya secara kecilkecilan melalui reformasi. Karena reformasi adalah realitas dari kondisi ekonomi politik.
Sampai dengan saat ini tidak ada perubahan yang signifikan dalam perjuangan kelas buruh ini, Kehidupan buruh masih saja belum
banyak berubah. Reformasi besar-besaran belum dapat dilakukan, hal ini karena penguasa ataupun pihak pemilik perusahaan sebagai
kaum borjuis dapat menentukan hukum yang berlaku di tempatnya, pemerintah juga tidak dapat berbuat banyak, karena setiap
keputusan-keputusannya selalu dipengaruhi oleh orang-orang yang berkuasa ataupun pemilik modal dan pemilik perusahaan. Distibusi
yang tidak adil ataupun tidak rata terjadi juga karena adanya campur tangan pemerintah ataupun negara, oleh sebab itu negara harus
pro kepada kaum kepada kaum proletar bukannya pro terhadap kaum kapitalis yang dapat dengan mudah melakukan eksploitasi. Teori
Marxisme mempunya beberapa kelemahan :
1. Keyakinan akan terciptanya kesadaran kolektif atau kesadaran kelas dalam kelas buruh yang permanen.
2. Tidak mampunnya dalam melihat masalah konflik yang lebih mendetail.
3. Analisisnya dalam memandang konflik yang masih terlalu simpel/sempi
B. Birokrasi dan Teori
Marxisme
Bagi Marx, birokrasi selamanya hanya mencerminkan kepentingan partikular dari kelas dominan dalam masyarakat. Dalam
perspektif ini, birokrasi tak ubahnya instrumen yang dikuasai dan dijalankan oleh kelas berkuasa untuk mengamankan
kepentingannya. Justifikasi dan eksistensi dari birokrasi sepenuhnya tergantung kepada kelas yang berkuasa. Ketika birokrasi
mengklaim telah merepresentasikan kepentingan universal masyarakat, sesungguhnya itu tak lebih dari selubung ideologis yang
berusaha mengaburkan hakikatnya sebagai pelayan dominasi kelas penguasa. Dari perspektif kelas, kaum birokrat menempati
posisi yang ambigu. Disatu sisi, mereka bukanlah bagian dari kelas sosial manapun karena posisinya yang nonorganis, yakni tidak
terkait secara langsung dengan proses produksi, dimana proses produksi inilah yang secara konstitutif mendefinisikan identitas
kelas yang tegas borjuis atau proletar. Di sisi lain, posisi sedemikian membuat mereka memiliki posisi yang relatif otonom,
sehingga konflik dengan “pemiliknya” (kaum borjuis) menjadi dimungkinkan, meskipun konflik tersebut bagaimanapun tidak dapat
melewati batas tertentu yang dideterminasi dari hubungan produksi dan kekuatan produksi. Birokrasi juga menjadi entitas yang
berperan cukup penting dalam proses alienasi, suatu konsep yang cukup sentral dalam pemikiran Marx. Dalam proses alienasi
suatu kekuatan sosial menghindar dari kontrol terarah manusia sehingga akibatnya kekuatan tersebut menjadi mandiri dan
berbalik melawan manusia penciptanya. Birokrasi menjadi kekuatan otonom dan opresif yang dirasakan masyarakat sebagai
entitas yang misterius, asing, dan berjarak. Meski sehari-hari birokrasi meregulasi kehidupan manusia, namun manusia sendiri tak
mampu mengontrol dan memahaminya dengan jernih. Dalam istilah Marx, birokrasi adalah “lingkaran ajaib yang tak seorang pun
dapat keluar darinya”. Kerahasiaan menjadi “spirit universal”.

Alienasi birokrasi ini kemudian diperkuat lebih jauh dengan sikap para birokrat yang
menciptakan mitos dan simbol tertentu yang menyucikan dan memistiskan posisi mereka.
Alienasi birokrasi tidak hanya terjadi antara birokrat dengan publik, melainkan juga ditemukan di
dalam lingkup birokrasi itu sendiri. Marx memang memandang birokrasi dengan sangat sinis.
Baginya, birokrasi selalu saja dipenuhi dengan berbagai macam patologi yang akut. Selain tidak
kompeten, kebanyakan birokrat juga kekurangan inisiatif dan imajinasi, takut untuk mengambil
tanggung jawab. Meski demikian, birokrat tetap saja merasa bahwa dirinya memiliki kapasitas yang
mumpuni untuk melakukan segalanya. Itulah salah satu aspek dari apa yang disebut Marx
“materialisme jorok birokrasi” (sordid materialism of bureaucracy). Dalam visinya, hal ini hanya
dapat dicapai dalam tahapan masyarakat paripurna, yaitu masyarakat komunisme. Dalam
masyarakat komunis yang tanpa kelas, kehadiran birokrasi dirasa sebagai hal yang berlebihan.
fungsi-fungsi birokrasi yang positif kini dijalankan oleh semua anggota masyarakat. Masyarakat
komunis adalah masyarakat yang melakukan administrasi bendabenda, akan tetapi kerja
administratif itu kini kehilangan ciri eksploitatif dan alienatifnya. Setiap anggota masyarakat
komunis mampu melakukan manajemen-diri tanpa perlu dimediasi birokrasi. Menurut Marx, negara
itu tidak mewakili kepentingan umum, tetapi mewakili khusus dari kelas dominan. Dari perspektif ini,
birokrasi merupakan kepentingan partikular yang mendominasi kepentingan partikular lainnya.
Kepentingan partikular yang memenangkan perjuangan klas itulah yang dominan dan berkuasa,
Marx menempatkan posisi birokrasi sebagai satu kelompok kepentingan tersendiri. Marx
menekankan bahwa birokrasi juga merupakan klas tersendiri yang tidak mungkin netral melainkan
berpihak pada klas yang berkuasa. Birokrasi bukanlah klas masyarakat, walaupun eksistensinya
berkaitan dengan pembagian masyarakat ke dalam klas-klas tertentu. Lebih tepatya birokrasi
adalah negara atau pemerintah itu sendiri.
C. Akhir Marxisme
Kurangnya tulisan-tulisan Marx tentang birokrasi berimplikasi pada kebingungan para pengikutnya dalam
membangun bentuk negara pasca revolusi. Perdebatan diantara para pengikut Marxis kemudian tidak dapat
dielakan ketika desain pemerintahan sosialis sudah harus segara dirumuskan dan roda pemerintahan dijalankan.
Lenin mencoba untuk menerapkan konsep Marxis dalam penyelenggaran negara. Namun demikian, berbeda
dengan pendahulunya, Lenin menerima prinsip-prinsip birokrasi sebagai instrumen penyelenggaraan negara
yang lebih terorganisir.Perdebatan Lenin dengan Rosa Luxemburg terjadi karena anggapan Luxemburg bahwa
Lenin memperbudak gerakan buruh muda untuk menekan kaum elit intelektual dengan cara memperalat kedok
birokrasi. Lenin berpegang melalui The State and the Revolution bahwa mesin negara yang lama harus
dihancurkan dan perlunya kontrol pusat yang kuat sebagai suatu kediktatoran proletariat bersenjata. Lembaga
perwakilan akan muncul, tetapi tidak sebagai parlementarianisme borjuis. Menurut Lenin, esensi birokrasi
merupakan pribadipribadi yang diistimewakan, terpisah dari rakyat, dan menginjak rakyat. Penerapan konsep
Lenin ini kemudian menuai banyak kritik dari para pengikut marxis lainnya. Menurut para pengkritik, praktek
penyelenggaraan pemerintahan sosialis benarbenar telah menumbuhkan birokrasi.
Thanks
See you at our next Presentation Party!

@yg_treasure_o

Anda mungkin juga menyukai