Anda di halaman 1dari 10

Ideologi Dunia (Marxisme, Sosialisme, Komunisme, Anarkisme,

Fasisme, Nasionalisme, dll)

A.    Marxisme, Sosialisme, dan Komunisme

Baik ideologi marxisme, sosialisme, maupun komunisme bermula


dari revolusi industri. Revolusi tersebut sangat mempengaruhi keadaan
sosial khususnya kaum buruh. Hal ini menimbulkan reaksi, khususnya
dari para cendikiawan seperti Karl Marx (1818-1883). Dalam
pandangannya, Karl Marx ingin mengubah kekacauan sistem ekonomi
maupun sosial menjadi lebih baik. Namun, untuk mewujudkan hal itu
diperlukan cara radikal yang menurut Marx mampu untuk mengubah hal
tersebut. Cara yang dimaksud yaitu mencapai kemajuan dengan
melakukan penentangan dan perubahan secara keseluruhan dari
kekacauan yang ada ke arah kemajuan. Cara radikal tersebut bisa berupa
revolusi, kudeta, dll.  Pemikiran Marx inilah yang kemudian menjadi
sumber lahirnya ideologi marxisme yang nantinya berkembang menjadi
sosialisme dan komunisme.

Karl Marx (1818-1883)


Adanya ketidakseimbangan ekonomi antara kaum proletar dan borjuis
yang mengakibatkan diskriminasi sosial menjadi subjek dari ideologi
Marxisme sendiri. Oleh karenanya, ideologi ini lebih cenderung ke arah
perbaikan ekonomi. Dalam pandangan Marx, kaum proletar akan
bangkit sendiri. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rasa tidak puas kaum
proletar terhadap diskriminasi ekonomi yang akhirnya melahirkan
pemberontakan. Para kaum proletar bersatu untuk mengambil hak
mereka yang dikuasai oleh kaum borjuis. Dengan bersatunya kaum
proletar maka hancurlah kekuasaan dan kesewenang-wenangan kaum
borjuis. Sehingga dalam pandangannya, Marx berargumen bahwa
kapitalisme pada puncak perkembangannya akan mati dan diganti oleh
komunisme.

Seiring dengan berjalannya waktu, paham dan pemikiran dari para


tokoh yang terinspirasi dengan ajaran Marx mulai mengambil
kesimpulan yang berbeda. Seperti Lenin, yang memandang tidak hanya
kaum buruh yang berjasa dalam pengembangan revolusi tapi juga kaum
petani. Ia juga berargumen bahwa kaum proletar membutuhkan
pemimpin yang terdiri atas professional revolutionaries berupa partai
politik untuk dapat mewujudkan revolusi mereka. Apabila revolusi
gagal, maka masa imperialisme akan terus berlanjut sehingga
memperpanjang usia kapitalisme. Sebagai pemimpin revolusi 1917 dan
keberhasilannya dalam menguasai Uni Soviet, Lenin berhasil
mewujudkan langkah awal dari perkembangan pemikiran Marx.

Pada perkembangan berikutnya, keberadaan Marxisme


berkembang dalam bentuk sosialisme yang bertujuan menciptakan
masyarakat sosialis yang sama derjatnya dan menghilangkan hak
individu dan menggantinya dengan hak bersama. Namun berbeda
dengan marxisme, paham ini cenderung memilih perdamaian untuk
mencapai suatu perubahan daripada cara brutal dan radikal baik berupa
pemberontakan, kekerasan, maupun revolusi.
Dalam aspek sosial dan ekonomi, paham sosialis lebih jelas
mengatur hal tersebut. Adil dalam sosialis berarti membatasi bahkan
menghapus hak individu terutama dalam hal sarana produksi. Dengan
mengganti hak milik atas sarana produksi menjadi milik bersama, maka
ketimpangan distribusi kekayaan yang tak terelakkan dari lembaga
pemilikan pribadi di bawah kapitalisme dapat ditiadakan.

Sebagai pemimpin Uni Soviet, Stalin menonjolkan sikap


otoriternya melebihi Lenin. Ia juga mengganti undang-undang yang
lebih mengarah ke masyarakat komunis. Dengan demikian, transformasi
ke arah masyarakat komunis terealisasikan secara resmi. Dengan
terwujudnya masyarakat komunis sebagaimana yang dicita-citakan oleh
Marx maka tidak ada lagi kelas sosial (classess society), di mana
manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada hak milik individu, tidak
akan ada lagi eksploitasi, penindasan, serta paksaan dari kesewenang-
wenangan kaum borjuis. Hal ini sesuai dengan konsep yang menjadi
pemikiran Marx bahwa sesuatu yang lama akan digantikan oleh hal yang
baru, kekerasan akan diganti oleh kekerasan juga (force is the midwife of
every old society pregnant with a new one).

 Perbedaan utama antara sosialisme dan komunisme terletak pada


sarana yang digunakan untuk mengubah kapitalis menjadi sosialisme.
Paham sosialis berkeyakinan perubahan kapitalisme dapat dilakukan
dengan cara damai dan demokratis. Paham ini juga mengutamakan
perjuangan perbaikan nasib buruh secara bertahap dalam hal
keikutsertaan dalam pemerintah yang belum seluruhnya menganut
sistem sosialis. Sedangkan paham komunis berkeyakinan bahwa
perubahan atas sistem kapitalisme harus dicapai dengan cara-cara
revolusi, dan pemerintahan oleh diktator proletariat sangat diperlukan
pada masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara di
bawah diktator proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan
diambil alih selanjutnya oleh negara. Paham sosialisme banyak
diterapkan di negara-negara Eropa Barat. Sedangkan paham komunis
pernah diterapkan di bekas negara Uni Soviet dan negara-negara Eropa
Timur. Kini paham komunis masih diterapkan di RRC (Republik Rakyat
Cina), Vietnam, dan Korea Utara.

Runtuhnya negara besar Uni Soviet yang menjadi induk


komunisme tidak diikutsertai oleh negara-negara lain yang juga
menganut paham komunisme. Hal ini disebabkan karena sebenarnya
paham komunis di negara Uni Soviet berbeda dengan paham komunis 
di RRC maupun negara lain yang sama-sama menganut komunis dalam
penafsiran mereka terhadap ajaran Marxisme. Contohnya, Revolusi
Oktober di Uni Soviet dimotori oleh kelompok pelopor (vanguard
gropu), sedangkan revolusi di RRC dilakukan dengan cara gerilya
bersama para petani.

Dengan adanya perkembangan pemikiran para ahli dalam


mengartikan komunisme, Khrushchev mencerminkan komunisme
sebagai suatu gaya hidup yang berdasarkan pada nilai-nilai tertentu,
diantaranya[1] :

1. Gagasan monoisme yang menolak adanya golongan dalam masyarakat


karena apabila ada golongan-golongan dalam suatu masyarakat maka
dianggap sebagai perpecahan. Dalam hal ini, persatuan dipaksakan
dengan keotoriteran dan oposisi ditindas.
2. Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah dan harus dipakai untuk
mencapai komunisme. Keotoriteran harus digunakan baik terhadap
musuh maupun pengikut komunisme sendiri.
3. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme. Oleh karenanya
semua aparatur negara dan alat kenegaraan diabadikan untuk mencapai
komunisme. Sehingga, negara ikut andil baik di bidang politik, sosial,
maupun budaya. Dengan adanya peran negara dalam berbagai aspek,
maka kebebasan masyarakat dalam berinspirasi juga dikekang oleh
negara. Hal tersebut dibuktikan dengan pembatasan pers di negara
komunis. Yang mana pers di negara komunis hanya menampakkan sisi
baik negara komunis.
Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut diperlukan juga beberapa hal,
yaitu:
1. Sistem satu partai yang menjadi pelopor kaum buruh untuk
membangun masyarakat komunis baik bersifat umum maupun
kenegaraan.
2. Secara formal, komunis tidak begitu mementingkan ajaran trias
politika. Karena, wewenang yang sebenarnya dipegang oleh partai
komunis.
3. Adanya pemilihan umum yang bersifat rahasia dan tidak ada
kemerdekaan politik di dalamnya. Selain itu, pencalonan
didasarkan atas sistem calon tunggal untuk setiap kursi, setiap
calon harus diteteapkan oleh partai komunis. Pemilihan umum
bukan berarti penunjukkan kepengurusan yang baru, akan tetapi
untuk memperlihatkan kepedulian dan keikutsertaan rakyat dalam
mendukung pemerintahan komunis.
Namun, karena kegagalan ekonomi, peran kekuatan oposisi,
kompetisi dengan negara barat, jangkauan wilayah yang cukup luas,
koreksi pada ajaran Marxisme, adanya krisis legitimasi, perkembangan
revolusi, reaksi terhadap modernisasi, dan beberapa hal lainnya yang
menyebabkan perubahan-perubahan drastis dalam sistem komunisme.
Oleh karena banyaknya problematika yang tak terbendung, maka
keruntuhan ideologi besar ini tak dapat terelakkan.

B.     Anarkisme

Selain paham Marxisme, sosialisme, dan komunisme, anarkisme


yang juga menjadikan ajaran Marx sebagai titik tolak mempunyai
pemahaman yang berbeda. Untuk mencipatakan sistem yang terbebas
dari ketimpangan ekonomi, perpecahan politik, dan diskriminasi sosial,
paham anarkisme menghapus aturan-aturan yang mengikat pengikutnya.
Para penganut anarkisme ingin menciptakan sistem yang bebas dari
monopoli kekuasaan dan menciptakan perdamaian dan kebebasan yang
tidak terikat dengan peraturan dan hukum yang dibuat oleh negara.
Dapat dikatakan bahwa, anarkisme merupakan sistem sosialis yang tidak
ada keterikatan pemerintahan di dalamnya.

Ilustrasi anarkisme
Dalam anarkisme sendiri terdapat pandangan yang bebeda dalam
mengartikan anarkisme, diantaranya:
1.      Anarkisme kolektif
Doktrin utamanya adalah penghapusan semua hal yang ada
hubungannya dengan negara dan hak milik pribadi terhadap sarana
produksi dan menolak hak milik kolektif oleh kelompok tertentu. Dalam
proses produksi, para buruh harus dibayar sesuai dengan kualitas dan
kuantitas kerja mereka dan sesuai dengan waktu, bukan berdasarkan
keinginan dari orang yang mempekerjakan mereka.
2.      Anarkisme komunis
Dalam paham anarkisme komunis, semua individu bebas untuk
mendapatkan hak milik atas sarana produksi sesuai dengan
kebutuhannya. Menurut paham ini, semua manusia baik individu
maupun kelompok berhak untuk bekerjasama dalam produksi dan
berhak  memenuhi kebutuhannya berdasarkan keinginan mereka sendiri.
3.      Anarkis sindikalisme
Secara umum, prinsip yang digunakan adalah  solidaritas
pekerja (Workers Solidarity), aksi langsung (direct action),
dan manajemen mandiri buruh (Workers self-management)[2].
4.      Anarkisme individualisme
Paham ini cenderung pada aspek kebebasan individu. Paham ini sedikit
banyak juga dipengaruhi oleh liberalisme, sehingga selain anarkisme
individualisme juga dikenal sabagai anarkisme liberal.
Namun, dikarenakan ajaran ini menekankan bahwa setiap manusia
pada dasarnya baik sehingga, suatu sistem kehidupan dapat terlaksana
dengan baik tanpa harus ada kekerasan, penindasan, dan otoriter. Oleh
karenanya, keinginan tersebut tidak dapat terwujud. Karena tidak ada
manusia yang sempurna dan setiap sesuatu yang positif pasti ada
negatifnya dalam diri manusia.

C.     Fasisme

Meskipun fasisme tidak jauh berbeda dengan komunisme. Namun, ia


tidak memiliki pernyataan otoritatif seperti prinsip yang dimiliki
komunisme. Apalagi, tidak ada negara saat ini yang mengarah pada
konspirasi dunia fasis. Selama rezim nazi (1933-1945), Jerman adalah
yang paling kuat dari negara-negara fasis. Dan dunia fasisme sebagian
besar diarahkan, dibiayai, dan dihasilkan oleh pola pikir dan kekayaan
Jerman. Sejak kekalahan fasis (Jerman, Italia, Jepang) di Perang Dunia
II, belum ada gambaran negara fasis yang lebih besar dari itu.

PIN IT

ilustrasi fasisme
Unsur-unsur utama dari pandangan fasis:
1. Ketidakpercayaan pada selain fasis dan hanya menganggap bahwa
pemimpinlah yang benar.
2. Penolakan terhadap kesetaraan dasar manusia
3. Kode perilaku yang didasarkan pada kebohongan dan kekerasan
4. Pemerintahan oleh elit
5. Totaliterisme
6. Rasialisme dan imperialism
7. Oposisi terhadap hukum internasional dan ketertiban
Apabila diteliti lebih lanjut, fasisme lebih menyerupai gaya politik
daripada suatu ideologi. Gagasan ini juga merupakan tipe nasionalisme
dengan simbol kepemimpinan yang kuat, identitas kolektif tunggal yang
mampu untuk berperang dan mampu untuk memimpin bangsa. Hal ini
dapat dicapai dengan adanya seorang pemimpin yang kuat sebagai
simbol kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat. Dukungan
massa yang fanatik tersebut tercipta dari doktrin, slogan-slogan, dan
simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar.

D.    Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di


pusat masalahnya dan berupaya meninggikan derajat bangsa. Sasaran
umum nasionalisme yaitu otonomi nasional, kesatuan nasional, dan
identitas nasional. Dapat disimpulakn bahwa nasionalisme merupakan
suatu gerakan ideologi untuk mencapai dan mempertahankan otonomi,
kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi yang anggotanya bertekad
untuk membentuk suatu bangsa yang berpotensi[3]. Doktrin
nasionalisme dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dunia di bagi menjadi bangsa-bangsa, masing-masing dengan karakter,


sejarah, dan takdir tersendiri
2. Bangsa adalah satu-satunya sumber kekuasaan politik
3. Kesetiaan kepada bangsa mengalahkan semua kesetiaan lain
4. Agar menjadi bebas, setiap individu harus menjadi bagian dari suatu
bangsa
5. Setiap bangsa menuntut ekspresi diri dan otonom seutuhnya
6. Perdamaian dan keadilan global menuntut adanya suatu dunia yang
terdiri dari bangsa-bangsa otonom.
Pasca terjadinya Perang Dunia II, nasionalisme mulai meredup.
Hal ini disebabkan karena kebencian terhadap barbarisme Nazi,
besarnya biaya dan kemustahilan untuk mengobarkan perang total,
kebutuhan yang timbul untuk mempekerjakan ribuan etnik heterogen
sebagai pegawai dan tentara, pertumbuhan perusahaan transnasional
raksasa, komunikasi massa, serta munculnya blok-blok militer
multilateral, semuanya telah melemahkan otonomi dan kekuatan negara
nasional.

Mulanya sejumlah nasionalisme menjadi sebab akibat lahirnya dua


perang dunia. Tapi, dari perang itulah memicu lahirnya berbagai
nasionalisem baru. Maka dapat dikatakan bahwa nasionalisme
mempunyai kapasitas untuk berkembang di setiap benua dan di bawah
rezim apapun. Oleh karena itu, selama masih ada bangsa dengan sejarah
dan karakteristiknya, maka selama itu pula nasionalisme tetap ada.
Begitu juga dengan identitas nasional yang akan menjadi salah satu
landasan dasar bagi tatanan dunia kontemporer. 

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 2008.
Ebenstein. Today's Isms Communism, Fascism, Socialism,
Capitalism. USA: prentice-hall, 1965.
Smith, Anthony D. Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta:
erlangga, 2003.
Surbakti, ramlan. Memahami Ilmu Politik. jakarta: Grasindo, 1999.
[1] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: 2008), hal.
155-156.
[3] Anthony D. Smith, Nasionalisme teori, ideology, sejarah, (Jakarta:
2003), 

Anda mungkin juga menyukai