Anda di halaman 1dari 5

TEORI KONFLIK DALAM PARADIGMA FAKTA SOSIAL

Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Teori-Teori Sosial Budaya
Dosen Pengampu:
AT Sugeng Priyanto
Setiajid
Moh. Aris Munandar

Disusun Oleh:
Alek Ribowo

(3301413017)

Endah Sri Saptaningrum

(3301413030)

Saraswati Ramadhani

(3301413094)

JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme structural dan
akibat berbagai kritik. Dalam karya Ralf Dahrendorf, pendirian teori konflik dan teori
fungsionalis disejajarkan. Menurut para fungsionalis, masyarakat berada dalam keadaan berubah
secara seimbang, tetapi menurut Dahrendorf, dan teori konflik lainnya, setiap masyarakat saat
tunduk pada proses perubahan. Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat, teoritisi
konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Fungsionalis menyatakan bahwa
setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas, teoritisi konflik melihat berbagai
elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan. Dahrendorf adalah
tokoh yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah (konflik dan konsensus),
maka sosioligi harus dibagi menjadi dua bagian yaitu teori konsensus dan teori konflik. Teori
consensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji
konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama di hadapan
tekanan itu. Dahrendorf menyatakan bahwa menurut fungsionalis, sistem sosial dipersatukan
oleh kerja sama sukarela atau oleh consensus bersama atau kedua-duanya. Tetapi menurut
teoritisi konflik masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Posisi tertentu
dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta
kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan
distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis. Inti tesisnya
adalah gagasan bahwa berbagai posisi dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang
berbeda. Otoritas tidak terletak di dalam diri individu, tetapi di dalam posisi. Menurut
Dahrendorf, tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasi berbagai peran otoritas di
dalam masyarakat. Mereka yang menduduki posisi otoritas diharapkan mengendalikan bawahan.
Artinya, mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada di sekitar mereka, bukan
karena ciri-ciri psikologis mereka sendiri. Seseorang yang berwenang dalam satu lingkungan
tertentu tak harus memegang posisi otoritas di dalam lingkungan yang lain karena otoritas tidak
konstan, ia terletak dalam posisi.
Konsep kunci lain dalam teori konflik menurut Dahrendorf yaitu kepentingan. Kelompok
yang berada di atas dan yang berada di bawah didefinisikan berdasarkan kepentingan bersama.
Dalam setiap asosiasi orang yang berada dalam posisi dominan berupaya mempertahankan status
quo, sedangkan orang yang berada dalam posisi subordinat berupaya mengadakan perubahan.
Konflik kepentingan di dalam asosiasi selalu ada sepanjang waktu, setidaknya yang tersembunyi.

Ini berarati legitimasi otoritas selalu terancam. Individu menempati posisi tertentu, mereka akan
berperilaku menurut cara yang diharapkan. Individu disesuaikan dan menyesuaikan diri dengan
perannya bila mereka menyumbang bagi konflik antara subordinat dan superordinate. Harapan
peran yang tak disadari ini dinamakan kepentingan tersembunyi. Kepentingan nyata adalah
kepentingan tersembunyi yang disadari. Dahrendorf melihat analisis hubungan antara
kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata sebagai tugas utama teori konflik. Aspek
terakhir teori konflik Dahrendorf adalah hubungan konflik dengan perubahan. Dalam hal ini
Dahrendorf mengakui pentingnya pemikiran Lewis Coser yang memusatkan perhatian pada
fungsi konflik dalam mempertahankan status quo. Tetapi Dahrendorf menganggap fungsi
konservatif dari konflik hanyalah satu bagian realitas sosial, konflik juga menyebabkan
perubahan dan perkembangan.
Teori Konflik yang lebih Integratif
Tokoh utama teori ini adalah Randall Collins, hasil karya yang terkenal adalah Conflict
Sociology (1975). Collins mengatakan kontribusi utama untuk teori konflik adalah menambah
analisis tingkat mikro terhadap teori yang bertingkat makro ini. Saya terutama mencoba
menunjukkan bahwa stratifikasi dan organisasi didasarkan atas interaksi kehidupan sehari-hari.
Perhatian Collins terhadap konflik tidak akan bersifat ideologis karena dia memilih konflik
sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik, yakni bahwa konflik adalah proses sentral
dalam kehidupan sosial. Collins mendekati konflik dari sudut pandang individu karena akar
teoritisnya terletak dalam fenomenologi dan etnometodologi. Teori konflik tak bisa berbuat apaapa tanpa analisis tingkat kemasyarakatan.
Collins melihat teori Marxian sebagai titik tolak teori konflik, tetapi teori Marxian
menurutnya mengandung berbagai masalah. Pertama, teori Marxian mengandung banyak ciri
ideologis yang ingin ia hindarkan. Kedua, ia cenderung melihat orientasi Marx dapat diturunkan
ke analisis bidang ekonomi.
Stratifikasi Sosial
Collins memilih memusatkan perhatian pada statifikasi sosial karena startifikasi sosial
adalah institusi yang menyentuh begitu banyak ciri kehidupan, seperti kekayaan, politik, karier,
keluarga, klub, komunitas, gaya hidu. Teori Weber berguna bagi Collins, tetapi upaya sosiologi

fenomenologi untuk melandasi semua konsep yang digunakan mengamati kehidupan sehari-hari
adalah sangat penting bagi Collins karena sasaran utamanya dalam studi stratifikasi sosial adalah
berskala kecil. Menurut pandangannya, stratifikasi sosial seperti semua struktur sosial lainnya
dapat dikurangi ke tingkat individual dalam kehidupan sehari-hari yang saling berinteraksi
menurut cara yang berpola.
Teori Stratifikasi Konflik
Collins bertolak dari beberapa asumsi, orang dipadang mempunyai sifat sosial (sociable),
tetapi juga terutama mudah berkonflik dalam hubungan sosial mereka. Konflik mungkin terjadi
dalam hubungan sosial karena penggunaan kekerasan yang selalu dapat dipakai seseorang atau
banyak orang dalam lingkungan pergaulan. Ia melihat orang mempunyai kepentingan sendirisendiri, jadi benturan mungkin terjadi karena kepentingan-kepentingan itu pada dasarnya saling
bertentangan. Pendekatan konflik terhadap stratifikasi dapat diturunkan menjadi tiga prinsip
yaitu pertama, Collins yakin bahwa orang hidup dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri.
Kedua, orang lain mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengontrol pengalaman
subjektif seorang individu. ketiga, orang lain sering mencoba mengontrol orang yang menentang
mereka. Akibatnya adalah kemungkina terjadi konflik antarindividu.
Dimensi Sosial Lainnya
Ia memperluas analisis stratifikasi ke hubungan antara jenis kelamin yang berbeda, antara
kelompok umur, dan organisasi formal dari perspektif konflik. Pertama, ia berpandangan bahwa
keluarga adalah sebuah arena konflik perbedaan kelamin dimana lelaki menjadi pemenang
dengan akibar wanita didominasi oleh lelaki dan tunduk pada berbagai jenis perlakuan yang
tidak adil. Kedua, Collins melihat kelompok umur khususnya anatara yang muda dan yang tua
sebagai arena konflik karena orang dewasa memiliki sumber daya termasuk pengalaman, ukuran,
kekuatan, dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani anak muda. Sebaliknya, salah
satu dari sedikit sumber daya anak muda adalah daya Tarik fisik.ini berarti anak muda ada
kemungkinan untuk didominasi oleh orang dewasa, tetapi ketika anak menjadi dewasa mereka
memperoleh sumber daya makin banyak dan makin mampu menentang dengan akibat
meningkatnya konflik sosial antara dua generasi. Ketiga, Collins melihat organisasi formal dari
perspektif konflik. Ia melihat organisasi formal sebagai jaringan pengaruh interpersonal dan

sebagai arena dimana kepentingan yang bertentangan dimainkan, singkatnya organisasi adalah
arena untuk bersaing.

Anda mungkin juga menyukai