Anda di halaman 1dari 6

Mazhab dalam Ilmu Hukum II

A. ALIRAN SOSIOLOGIS
Pendekatan-pendekatan orang teradap hukum pada abad ke-19 dan diteruskan masuk ke abad ke-
20 semakin banyak yang memperhatikan kaitan antara hukum dan masyarakat. Permulaan yang
jauh dari pendekatan-pendekatan seperti ini sudah muncul bersamaan dengan munculnya suatu
ilmu baru yang dipelopori oleh Auguste Comte yang diberi nama sosiologi. Auguste comte
menyebut sosiologi sebagai ilmu tentang tatanan sosial dan kemajuan. Ia meliputi dua bagian,
yaitu statik sosial dan dinamik sosial.

Statik sosial menyangkut soal teori tatanan sosial, sedangkan dinamik sosial menyangkut soal
terori kemajuan sosial. Masyarakat dilihat sebagai suatu organisme yang pertumbuhannya dan
perkembangannya ditandai oleh spesialisasi fungsi-fungsi di dalamnya. Pendekatan yang dipakai
Auguste Comte ini mendahului Darwin. Pada waktu itu, yaitu pertengahan abad ke-19, perhatian
orang terhadap biologi memang sedikit bangkit.

Aliran sosiologis mencakup berbagai pendekatan dan berbagai minat yang menjadi sasaran
perhatian. Oleh karena itu untuk dapat menggambarkan serta mencerminkan dengan seksama
segala pemikiran yang termasuk ke dalam kelompok ini, pembicaraannya akan dibagi menurut
bidang permasalahannya.

Aliran ini dipelopori oleh Roscoe Pound, Eugene Ehrlich, Emile Durkheim, dan Max Weber.

1. Eugene Ehrlich

Eugene Ehrlich merupakan penulis yang pertama-tama melalui bukunya berjudul sosiologi
hukum atau grundlegung der soziologie des rechts pada tahun 1912.
Aliran sosiologis memandang bahwa hukum merupakan kenyataan sosial dan hukum tidak
dinilai sebagai kaidah. Kelahiran aliran ini didorong oleh refleksinya testang cara orang
memandang hukum dalam masyarakat.

2. Emile Durkheim

Emile Durkheim, seorang sosiolog, ia terikat pada metode empiris, yaitu dengan kajiannya
didasarkan dari data masyarakat. Durkheim melihat bahwa hal yang penting dalam kehidupan
masyarakat adalah dalam bentuk solidaritas. Yang pertama ada adalah
kesadaran sosial, bukan kesadaran individu. Pada saat periode solidaritas itu terbentuk, yaitu saat
terjadi hubungan antar individu, maka saat itu belum termasuk pengaturan dalam masyarakat.

3. Max Weber
Max Weber mengarahkan perhatiannya pada masyarakat Jerman dengan sasaran utama
karakteristik perkembangan dunia barat, kemudian dikaitkan dengan perkembangan hukum.
Teori Max Weber dimulai dari definisi hukum yang dirumuskannya, yaitu suatu tatanan bisa
disebut hukum, apabila secara eksternal dan dijamin oleh kemungkinan bahwa paksaan yang
ditujukan untuk mematuhi tatanan atau menindak pelanggaran, akan diterapkan oleh suatu
perangkat terdiri dari orang-orang khusus menyiapkan diri untuk melakukan tugas-tugas
tersebut.

Usaha Max Weber untuk menyikapi ciri yang menonjol dari masyarakat Barat membawanya
kepada rasionalitas sebagai kuncinya. Ini menjadi landasan baginya untuk menyusun tipologinya
mengenai hukum. Tipologinya disusun atas dasar dua sumbu, yaitu sumbu formal-substantif dan
irasional-rasional. Formal-substantif menyangkut perbedaan tentang bagaimana suatu sistem
disusun sehingga merupakan suatu sistem yang mampu menentukan sendiri peraturan dan
prosedur yang dipakai untuk mengambil suatu keputusan. Sistem yang formal melakukannya
atas dasar ketentuan-ketentuan yang dibuat sendiri oleh sistemnya sehingga bersifat internal."

Irasional-rasional bersifat eksternal, oleh karena merujuk kepada ukuran diluarnya, yaitu nilai-
nilai agama, etik, dan politik. Perangkat sumbunya be pada variabel-variabel rasional berhadapan
dengan irasional. Keduanya m perbedaan mengenai cara penggunaan dari bahan masing-masing
sistem ters atas, termasuk di dalamnya peraturan-peraturan serta prosedur-prosedurnya. Sing
sumbu-sumbu tersebut digambarkan sebagai berikut:50

Irasional

1) Irasionalitas formal

2) Irasionalitas substantif

b. Rasional

1) Rasionalitas formal

2) Rasionalitas substantif

Untuk mengukuhkan teori perkembangan masyarakat dengan perkembangan hukum, Max Weber
membagi tiga tahap dari form of domination sebagai berikut:

1) Tahap Tradisional

a) Bentuk legitimasi

Bentuknya tradisional, berupa otoritas pribadi raja atau ratu


b) Bentuk administrasi

Bentuk administrasinya yaitu patrimonial dan asas turun temurun

c) Dasar ketaatannya

Dasar ketaatannya tradisional dan beban kewajibannya bersifat individual Bentuk proses
peradilannya d)

Bentuk proses peradilannya berbentuk empiris, substantif dan personal (khadi)

e) Bentuk keadilannya

Bentuknya yaitu empiris


D) Tipe pemikiran hukumnya

Tipe pemikiran hukumnya yaitu formal-irrasional atau formal irrationality, dan substantif-
irrasional atau substantive irrationality

2) Tahap Kharismatik

a) Bentuk legitimasinya

Bentuknya yaitu otoritas yang kharismatik dengan kesetiaan personal

b) Bentuk administrasinya

Bentuknya tidak mengenal administrasi, hanya mengenal rutinitas dan kharisma

c) Dasar ketaatannya

Dasarnya yaitu respons terhadap karakter-karakter yang bersifat sosio- psikologi dari individu

d) Bentuk proses peradilannya

Bentuknya yaitu pewahyuan atau relevation dan empirical justice formalism

Bentuk keadilannya c)

Bentuknya yaitu keadilan kharismatik

1) Tipe pemikiran hukumnya Tipe pemikirannya hukumnya yaitu formal-irrasional atau formal
irrationality, dan substantif-irrasional atau substantive irrationality
Tahap Rational Legal

a) Bentuk legitimasinya Bentuk legitimasinya yaitu rational-legal. Otoritas bersumber pada


sistem hukumnya yang diperankan secara rasional dan sadar

b) Bentuk administrasinya Bentuknya yaitu birokrasi dan profesional

c) Dasar ketaatannya

Dasar ketaatannya yaitu impersonal

d) Bentuk proses peradilannya

Bentuk proses peradilannya yaitu rasional, dilaksanakan secara rasional yang abstrak melalui
profesional

e) Bentuk keadilannya

Bentuk keadilannya yaitu keadilan sosial

Tipe pemikiran hukumnya

Tipe pemikiran hukumnya yaitu substantif-irrasional atau substantive irrationality.


Selain itu, Weber menaruh perhatian terhadap hubungan antara hukum dan kapitalisme.
Perhatiannya itu terdiri dari dua tema, yaitu:"

1) Artipenting dari hukum rasional dalam hubungan kausalnya dengan perkembangan


kapitalisme

2) Sampai sejauh mana faktor-faktor ekonomi menentukan hukum, yaitu tentang ada atau
tidaknya faktor-faktor ekonomi yang bisa ditunjuk sebagai mempunyai peranan kausal dalam
perkembangan sistem-sistem hukum.

B. ALIRAN ANTROPOLOGI
Antropologi bermula pada abad ke-19 berkehendak untuk mempelajari kehidupan kesukuan di
berbagai bagian dunia. Studi-studi terhadap kehidupan manusia lebih primitif di dunia akan
menyingkapkan bentuk-bentuk dan cara-cara pengorganisasian gosial, seperti yang juga
dilakukan oleh masyarakat-masyarakat pada tingkat peradaban sekarang ini

1. Aliran Realis

Aliran realis menyatakan bahwa hukum itu apa yang dibuat oleh hakim melalui putusannya dan
hakim lebih layak disebut membuat hukum daripada menemukan hukum." Aliran realis selalu
menekankan pada hakikat manusiawi dalam pelaksanaan
hakum, sehingga para penganutnya menekankan agar pendidikan hukum setantiasa
mengupayakan mahasiswanya untuk mendatangi dan mengenali proses peradilan. Dengan
demikian, mahasiswa mampu mendesain bagaimana hukum diwujudkan saat terjun ke dalam
amsyarakat

-Aliran Realis Amerika Serikat

Realisme telah melahirkan suatu cara pendekatan yang bersifat teknologis terhadap hukum, di
Amerika Serikat. Dengan pendekatan yang demikian itu dimaksudkan suatu penggarapan
problem-problem hukum secara ilmiah dengan menggunakan metodologi dan alat-alat yang
dipersembahkan oleh ilmu dan teknologi akhir-akhir ini.

-Aliran Realis Skandinavia

Selanjutnya, terdapat aliran realis Skandinavia, seperti Denmark dan Swedia. yang dipelopori
oleh Hagerstrom dan Vilhem Lundstedt, berpandangan bahwa hukum adalah putusan hakim yang
dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan atau psikologi yang tidak lebih dari reaksi otak. Hukum
dipandang sebagai aspek perilaku hakim, dan menolak konsep kejiwaan dan fenomena mental
pada diri hakim dalam melaksanakan tugasnya,

a. Hagerstrom

Hagerstrom banyak menulis tentang hukum Romawi. Ia mengingkari adanya nilai-nilai objektif.
Tidak ada sebetulnya apa yang disebut kebaikan dan kejelekan di dunia ini. Ide tentang hak tidak
mempunyai landasan faktual, tetapi datang dari perasaan akan kekuasaan yang melekat padanya,
sesuatu yang bisa dijelaskan secara psikologis

b. Vilhelm Lundstedt
Vilhelm Lundstedt menyatakan bahwa hukum itu semata-mata merupakan fakta dari kenyataan
sosial yang berwujud dalam kelompok-kelompok terorganisasi dan kondisi-kondisi yang
memungkinkan koeksistensi antara orang banyak. Tidak ada sesuatu yang tidak bisa dinyatakan
adanya sebagai fakta

c.. Aliran Legisme

Aliran Legisme menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang. undang. Atau berarti
hukum identik dengan undang-undang. Hakim di dalam melakukan tugasnya terikat pada
undang-undang, sehingga pekerjaannya hanya melakuka pelaksanaan undang-undang belaka,
dengan jalan pembentukan silogisme hukumat juridischesylogisme, yaitu suatu deduksi logis
dari suatu perumusan yang luas, kepada keadaan khusus, sehingga sampai kepada suatu
kesimpulan

d. Aliran Freie Rechtsbewegung")

Aliran ini berpandangan secara bertolak belakang dengan paham legisme, la beranggapan bahwa
di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-
undang atau tidak. Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan
hukum. Akibatnya adalah memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer di dalam
mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder, pada aliran ini
hakim benar-benar sebagai pencipta hukum, karena keputusan yang berdasar keyakinannya
merupakan hukum

e. Aliran Rechtsvinding"

Aliran rechtsvinding dapat dianggap sebagai aliran tengah antar aliran legisme dan aliran freie
rechtsbewegung. Menurut paham ini, hakim terikat pada undang- undang, akan tetapi tidak
seketat seperti menurut pandangan aliran legisme. Karena bakim juga memiliki kebebasan.

Anda mungkin juga menyukai