Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Oleh

Ahmad Naufal

NIM: 045221119

Kode/nama matakuliah: SOSI4202/Filsafat Sosial

Kode/ Nama UPBJJ: 76/Jember


Manusia dan Masyarakat Menurut Jean Jaacques Rousseau dan Thomas Hobbes

Jean-Jacques Rousseau dan Thomas Hobbes adalah dua filsuf politik yang hidup pada masa
yang hampir bersamaan, tetapi memiliki pandangan yang berbeda dalam hal manusia dan
masyarakat.

Rousseau percaya bahwa manusia adalah makhluk yang baik dan alami. Menurutnya,
manusia dilahirkan bebas dan selalu memiliki niat baik. Namun, masyarakat dan lingkungan
dapat merusak sifat alami manusia, sehingga manusia menjadi korup dan rusak. Oleh karena
itu, Rousseau berpendapat bahwa tugas pemerintah adalah untuk mengembalikan manusia ke
sifat alami mereka, melalui pembentukan masyarakat yang adil dan setara.

Sementara itu, Hobbes berpendapat bahwa manusia secara alami adalah makhluk yang egois
dan kejam. Menurutnya, manusia hidup dalam kondisi alamiah yang brutal dan kejam, dan
hanya melalui pembentukan pemerintah yang kuat dan otoriter, manusia dapat hidup secara
damai dan sejahtera. Oleh karena itu, Hobbes menekankan pentingnya pemerintah yang kuat
dalam menjaga ketertiban sosial dan mengatur perilaku manusia.

Dalam hal pandangan tentang masyarakat, Rousseau menekankan pentingnya kesetaraan dan
keadilan dalam masyarakat. Menurutnya, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang
bersifat egaliter dan adil, di mana kekayaan dan kekuasaan tidak terpusat pada kelompok
tertentu saja. Sementara itu, Hobbes menekankan pentingnya stabilitas dan ketertiban dalam
masyarakat. Baginya, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang teratur dan terkontrol,
di mana konflik dan kekacauan dapat diminimalisir.

Dalam kesimpulannya, perbedaan mendasar antara Rousseau dan Hobbes terletak pada
pandangan mereka terhadap manusia dan masyarakat. Rousseau melihat manusia sebagai
makhluk yang baik dan alami, sedangkan Hobbes melihat manusia sebagai makhluk yang
egois dan kejam. Dalam hal pandangan tentang masyarakat, Rousseau menekankan
pentingnya kesetaraan dan keadilan, sementara Hobbes menekankan pentingnya stabilitas dan
ketertiban.

Empirisme dan rasionalisme adalah dua aliran filsafat yang berbeda dalam memandang
sumber pengetahuan. Empirisme menekankan pentingnya pengalaman sebagai sumber
pengetahuan, sedangkan rasionalisme menekankan pentingnya akal sebagai sumber
pengetahuan.

Empirisme dan Rasionalisme


Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman, baik itu
pengalaman melalui indera atau pengalaman praktis. Pengetahuan dihasilkan dari
pengamatan dan pengalaman yang kita peroleh di dunia nyata. Misalnya, seseorang dapat
memahami dan mempelajari sifat-sifat api hanya dengan mengamati api secara langsung dan
melihat apa yang terjadi ketika api bersentuhan dengan benda lain.

Sementara itu, rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari akal atau
pikiran manusia. Rasionalis percaya bahwa pemikiran manusia dapat menghasilkan
pengetahuan yang benar dan objektif tentang dunia, bahkan tanpa pengalaman. Misalnya,
dengan menggunakan akal dan pemikiran manusia, kita dapat menghasilkan pengetahuan
tentang konsep-konsep abstrak seperti angka atau geometri.

Perbedaan mendasar antara empirisme dan rasionalisme adalah bahwa empirisme


mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, sedangkan rasionalisme
mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari akal. Namun, keduanya tidak sepenuhnya
bertentangan satu sama lain, dan dalam praktiknya, ilmu pengetahuan modern memadukan
kedua pendekatan ini dalam mencari pengetahuan yang benar dan objektif tentang dunia.

Sebagai contoh, dalam ilmu fisika, sains mendasarkan teorinya pada pengamatan dan
eksperimen yang diperoleh melalui pengalaman di dunia nyata, namun juga menggunakan
akal untuk merumuskan dan menguji hipotesis dan teori. Dalam ilmu matematika, sains
mendasarkan teorinya pada penalaran dan akal manusia, tetapi juga menguji teori tersebut
dalam dunia nyata melalui aplikasi dalam ilmu teknik dan lainnya.

Perbedaan Tiga Paradigma Utama Dalam Sosiologi

Menurut Ritzer, paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial merupakan tiga
paradigma utama dalam sosiologi. Ketiga paradigma ini memiliki perbedaan dalam hal pokok
(objek) permasalahan yang menjadi fokus kajian sosiologis.

1. Paradigma Fakta Sosial

Paradigma fakta sosial berfokus pada kajian mengenai fakta-fakta sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Fakta sosial dianggap sebagai objek utama yang harus diteliti dan dipahami oleh
sosiolog. Fakta sosial dapat didefinisikan sebagai pola-pola perilaku manusia yang
terkristalisasi dalam institusi dan norma-norma sosial. Dalam paradigma ini, sosiolog
mencoba untuk mengidentifikasi fakta sosial dan mencari cara untuk memahami bagaimana
fakta sosial tersebut terbentuk dan mempengaruhi masyarakat.
Contoh: Dalam masyarakat desa di Indonesia, ada kebiasaan untuk melakukan gotong-royong
untuk membersihkan lingkungan. Kegiatan ini menjadi fakta sosial yang terjadi dalam
masyarakat desa dan dianggap penting untuk dipelajari oleh sosiolog.

2. Paradigma Definisi Sosial

Paradigma definisi sosial berfokus pada pengertian dan makna sosial yang dimiliki oleh
individu dalam masyarakat. Menurut paradigma ini, tindakan manusia dipengaruhi oleh
makna yang diberikan pada situasi-situasi sosial tertentu. Oleh karena itu, untuk memahami
perilaku manusia, sosiolog harus memahami bagaimana makna sosial tersebut dihasilkan dan
diterapkan oleh individu.

Contoh: Di Indonesia, terdapat perbedaan makna antara kegiatan "ngumpul" dan "kumpul".
Ngumpul merujuk pada kegiatan berkumpul secara spontan, sedangkan kumpul merujuk pada
kegiatan berkumpul yang sudah direncanakan sebelumnya. Perbedaan makna ini dapat
mempengaruhi perilaku manusia dalam masyarakat Indonesia.

3. Paradigma Perilaku Sosial

Paradigma perilaku sosial berfokus pada perilaku manusia dalam masyarakat dan bagaimana
perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial tertentu. Paradigma ini mencoba untuk
menjelaskan mengapa manusia melakukan tindakan tertentu dan bagaimana tindakan tersebut
mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

Contoh: Dalam masyarakat urban, terdapat kecenderungan untuk menggunakan kendaraan


pribadi daripada menggunakan transportasi umum. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-
faktor seperti kemudahan akses, kenyamanan, dan status sosial. Paradigma perilaku sosial
dapat digunakan untuk memahami faktor-faktor ini dan bagaimana perilaku tersebut
mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai