Anda di halaman 1dari 8

ISBD

TUGAS 2

Maradona Siregar - 041646049 11/1/19 ILMU KOMUNIKASI


TUGAS II
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

Tutor Pengampu: Lismomon Nata, S.Pd, M.Si, CHt

Instuksi umum pengerjaan Tugas:


 Baca, pahami dan kerjakanlah soal-soal!
 Buatkan sumber bacaan, hasil pemikiran sendiri dan hindari kopi paste dan plagiasi!
 Kerjakanlah sebaik mungkin dan sesuai dengan waktu yang tersedia!

SOAL:

1. Banyak pandangan para ahli tentang kehadiran manusia, baik manusia sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial. Diantaranya adalah teori eksistensialisme dan teori
Fakta Sosial, Emile Durheim. Nah, cobalah Anda jelaskan masing-masing teori tersebut
dan buatlah sebuah contohnya!
2. Dalam kehidupan bangsa Indonesia, dikenal dengan masyarakat Multikultural. Sehingga
banyaknya perbedaan-berbedaan secara sosio kultural dapat saja beresiko terhadap
terjadinya konflik horizontal. Nah, cobalah Anda jelaskan apa itu konsep multikultural
dan pluralisme menurut para ahli. Bagaimana penerapannya di Indonesia?
3. Di tengah-tengah beresikonya Indonesia sebagai masyarakat multikultural, maka usaha
apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakatnya untuk menjaga persatuan dan
kesatuan? Jelaskanlah!
4. Usaha - usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya menjaga
kesederajatan masyarakat di Indonesia?
5. Hal-hal apakah sajakah yang dapat mengancam terjadinya perpecahan dalam
masyarakat multikultural?
1. Teori eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan
sesuatu yang menurutnya benar. Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam
filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an
manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan.
Dalam eksistensialisme tidak membahas esensi manusia secara abstrak, maksudnya ialah
dimana eksistensialisme ini membahas tentang hakikat manusia secara spesifik meneliti
kenyataan konkrit manusia, sebagaimana manusia itu sendiri berada dalam dunianya.
Eksistensialisme tidak mencari esensi atau substansi yang ada di balik penampakan
manusia, melainkan hendak mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang dialami
oleh manusia itu sendiri, misalnya seperti pengalaman individu itu tersebut. Esensi atau
substansi mengacu pada sesuatu yang umum, abstrak, statis, sehingga menafikkan sesuatu
yang konkret, individual, dan dinamis. Sebaliknya, eksistensi justru mengacu pada hal yang
konkret, individual dan dinamis. Itu dimaksudkan karena seorang individu belajar dari apa
yang mereka alami sesuai faktanya. Dan itu dialami oleh dirinya sendiri bukan orang lain.
Contoh:
1. orang yang tidak memiliki kaki, dia mampu keluar dari dirinya dan mampu berbaur
dengan orang lain tanpa memperdulikan kekurangan yang ada pada dirinya.dia mampu
berkreasi tanpa bantuan orang lain, dan mampu menghasilkan uang dari apa yang telah
mereka perbuat.oleh sebab itu, para eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu
proses, “menjadi”, gerak yang aktif dan dinamis.
2. Contohnya dapat kita lihat dari gunting. Gunting mempunyai ide di dalamnya, yaitu alat
untuk menggunting sesuatu. Bila kita menemukan benda, dan itu dapat digunakan
untuk menggunting sesuatu, kita dapat menyebutnya gunting. Karena manusia sebagai
pembuat benda (gunting) sudah memberikan ide gunting dalam benda yang sekarang
kita sebut dengan gunting. Tetapi hal ini tidak berlakuk untuk manusia. Karena tidak ada
Tuhan yang menciptakan ide tentang manusia -setidaknya itulah yang dikatakan Sartre.
3. Laba-laba penjebak pasti menenun jaring penjebak, dan burung berkicau pasti berkicau).
Benar bahwa ada fungsi-fungsi dan reflek-reflek tubuh manusia yang bekerja dalam
keharusan daripada dalam kebebasan, tetapi fungsi-fungsi tubuh manusia yang seperti
itu tidak pernah menghasilkan tindakan-tindakan manusia sesungguhnya, sebagai
contoh adalah perbedaan mengedipkan mata (tindakan manusia) dan berkedip (bukan
tindakan manusia sesungguhnya) (Palmer, 2007: 2
Teori Fakta Sosial, Emile Durheim
Teori yang diciptakan oleh sosiolog Emile Durkheim untuk menggambarkan
bagaimana nilai, budaya, dan norma mengendalikan tindakan dan kepercayaan individu
dan masyarakat secara keseluruhan. Agar memenuhi syarat sebagai fakta sosial, fenomena
yang dibutuhkan untuk memenuhi hal ini terdapat dua kriteria, yaitu mereka harus ada di
luar individu, dan mereka harus ada sebelum individu. Fakta sosial adalah alasan mengapa
orang-orang dalam masyarakat tampaknya melakukan hal-hal dasar yang sama, seperti di
mana mereka tinggal, apa yang mereka makan, dan bagaimana mereka berinteraksi.
Masyarakat mereka termasuk membentuk mereka untuk melakukan hal-hal
ini, dan meneruskan fakta sosial. Fakta sosial sangat penting dalam menantang pemikiran
utilitarian dan diskusi kontemporer dari motif individu terhadap hukum masyarakat.
Selanjutnya, konsekuensi wajar dari fakta sosial adalah bahwa tindakan individu berasal
dari masyarakat. Fakta sosial, bagi Durkheim, adalah sesuatu, bukan gagasan. Hal-hal
memiliki realitas, dan bisa diamati. Sebagai sesuatu, maka bisa dipelajari dengan cara yang
sama, seperti ilmu alam bisa mempelajari molekul.
Contoh Fakta Sosial
Contoh nyata mengenai fakta sosial dalam kehidupan sehari-hari dan ada di dalam kajian
masyarakat, antara lain adalah sebagai berikut;

1. Ritualisme Agama, ada beragama bentuk ritualisme dalam bergama misalnya untuk
seorang muslim melakukan sholat tepat pada waktunya, umat kritiani melakukan
sembahyang pada hari minggu. Contoh ini adalah bagian daripada fakta sosial dalam
bentuk baku dan mamaksa umatnya, sebagai upaya membentuk ketaqwaan kepada
Tuhan yang menciptakan alam.
2. Nepotisme, bagian daripada contoh fakta sosial dalam masyarakat, misalnya bsaja
noeptisme. Disadari atau tidak, fakta sosial ini ada dalam diri manusia, yang lebih
mengutamakan seseorang yang dekat dengan kita. Baik keluarga ataupun tentangga
dekat dan kerabat.
3. Misalnya saja untuk pelajar SD mengenakan seragam Merah Putih pada hari Senin
sampai Kamis, atau SMP yang harus menggunakan Bitu dan Puti, dan SMA yang
menggunakan pakain seragam abu-abu dan putih. Contoh menggunakan seragam yang
bisa dilihat dalam rutinistas kita terbut adalah fakta sosial yang memaksakan kehendak
dan akhirnya bisa di dapatkan sebagai sebuah aturan sosial yang baku dalam lembaga
pendidikan yang ada.
2. Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa suatu masyarakat
sebaiknya terdiri dari banyak kelompok budaya yang berbeda dalam status sosial yang
sama, atau paling tidak mengijinkan kelompok-kelompok budaya yang berbeda tersebut
tinggal dalam satu wilayah.
Pendapat Lain :
1. “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang
penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami
sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik
(Azyumardi Azra, 2007).
2. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa
macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan
konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah,
adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several
cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of
the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis,
customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
3. Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas
budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya
etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
4. Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan
baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay
2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
5. Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan
tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya,
agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan
semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk
mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M.
Atho’ Muzhar).
Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa orang dari ras, agama, serta
kepercayaan politik yang berbeda dapat hidup dengan damai di masyarakat yang sama.
Pendapat lain:
1. Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa
kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu
sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa
konflik asimilasi.
2. Pluralisme adalah dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan
kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama
kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
3. Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik
dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat
pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan (dan kemilikan kekuasaan) lebih
tersebar.
4. Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan
menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan
oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi
di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan
ekonomi, perhimpunan ilmiah.
5. Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama
dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan
pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah,
karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah
teknologi kedokteran.
Penerapan Multikulturalisme dan Pluralisme di Indonesia mempunyai peran yang besar
dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang berdiri di atas
keanekaragaman kebudayaan merasakan pentingnya multikulturalisme dalam
pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini maka prinsip “bhineka tunggal ika”
seperti yang tercantum dalam dasar negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi
pembangunan bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945 dapat tercapai.
Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah
multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan
dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model
multikulturalisme ini, sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan
yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di
dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil
yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan
yang seperti sebuah mozaik tersebut.
Kemudian sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan tengah sekaligus jembatan
yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam negara Indonesia. Yaitu Pancasila, yang
seharusnya mampu mengakomodasi seluruh kepentingan kelompok sosial yang
multikultural, multietnis, dan agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka.
Harus memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial politik yang pluralistik.
Pancasila adalah ideologi terbuka dan tidak boleh mereduksi pluralitas ideologi sosial-politik,
etnis dan budaya. Melalui Pancasila seharusnya bisa ditemukan sesuatu sintesis harmonis
antara pluralitas agama, multikultural, kemajemukan etnis budaya, serta ideologi sosial
politik, agar terhindar dari segala bentuk konflik yang hanya akan menjatuhkan martabat
kemanusiaan itu.
3. Usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh masyarakatnya untuk menjaga persatuan dan
kesatuan, yaitu terdiri dari:
a) Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
b) Menggelorakan semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai persatuan bangsa
c) Menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai konstitusi/UUD 1945.
d) Melaksanakan usaha pertahanan Negara

e) Memelihara ketertiban dan keamanan yang dilakukan oleh masyarakat


f) Menanamkan sikap toleransi

g) Harus menjaga agar tidak terjadi bentrok antar suku yang dilakukan oleh masyarakat

h) Dengan mempelajari kebudayaan lain, maka akan memperluas cakrawala pemahaman


akan makna multikulturalisme.

i) Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog berkelanjutan


sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.

j) Paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk
mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma
hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga kompetensi
normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan kepribadian.

k) memberantas setiap usaha untuk memisahkan diri dari NKRI

l) Menghargai Perbedaan

4. Peran negara dalam bentuk kebijakan dan pro aktif kelompok-kelompok budaya terutama
kelompok minoritas, untuk mencapai kesederajatan memiliki peran yang penting yaitu
bagaimana kelompok-kelompok yang berbeda budaya dapat hidup berdampingan tanpa
menghilangkan identitas kebudayaannya atau merasa tertindas karena budaya yang
berbeda merupakan kondisi yang harus diciptakan. Will Kymlicka mengungkapkan terdapat
3 bentuk hak spesifik kelompok yang harus diperhatikan agar ksedrajatan dapat terpenuhi
pada masyarakat multikultural, seperti Indonesia, yaitu:
1. Hak atas pemerintahan sendiri. Pada negara multibangsa ini, unsur bangsa
cenderung menuntut bentuk ekonomi politik atau yurisdiksi wilayah agar dapat
memastikan pengembangan yang bebas dan penuh dari kebudayaan mereka dan
kepentingan rakyatnya. Jika pada tingkat yang ekstrim bangsa dapat menginginkan
melepaskan diri, apabila mereka berpikir bahwa penentuan nasib sendiri itu tidak
mungkin di dalam negara yang lebih besar.
2. Hak-hak polietnis. Kebijakan khusus kelompok yang dimaksudkan untuk membantu
kelompok etnis dan minoritas agama untuk menyatakan kekhasan budayanya dan
harga diri tanpa menghalangi keberhasilan mereka dalam lembaga ekonomi dan
politik dari masyarakat yang dominan. Hak polietnis tidak dipandang sebagai hak
sementara. Hak-hak polietnis ini biasanya dimaksudkan untuk mempromosikan
integrasi ke dalam masyrakat yang lebih besar, bukan pemerintahan sendiri.
3. Hak-hak perwakilan khusus. Hal ini terjadi pada demokrasi barat, bahwa proses
politik kurang terwakili, dalam arti proses tersebut gagal mencerminkan keragaman
penduduk. Keterwakilan yang kurang dari kelompok-kelompok yang secara historis
dirugikan sudah menjadi calon dari partai atau pemimpin partai. Cara lainnya
adalah menerapkan bentuk perwakilan proposional, yang telah dihubungkan
dengan keterbukaan yang lebih besar.
Selain itu, ada tokoh lain seperti Bhikhu Parekh juga mengenalkan 3 model yang harus
diperhatikan pemerintah, seperti proceduralist, civic assimiliationist, dan millet model.
Perlu disdari dalam menjamin kesederajatan tidaklah mudah apalagi menerapkan
multikulturalisme dalam suatu masyarakat. Seperti kata tokoh Anne Philips
mengungkapkan yang dijadikan titik perhatian dalam menerapkan multikulturalisme,
seperti melemahnya identitas nasional, orang semakin fokus pada perbedaan kelompok
bukan pada kesamaan solidaritas sosial terhadap kelompok yang berbeda cenderung
lemah. Pada akhirnya dalam menghadapi keberagaman dan perbedaan budaya,
multikulturalisme perlu mencari keseimbangan antara keseragaman dalam bentuk
kebijakan publik untuk menuju identitas nasional tanpa ada penyeragaman budaya atau
asimilasi secara paksa.

5. Hal-hal yang dapat mengancam terjadinya perpecahan dalam masyarakat multicultural,


yaitu karena adanya:
 Perbedaan Antarindividu
 Perbedaan Antarkebudayaan
 Perbedaan Kepentingan
 Perbedaan Etnis
 Perbedaan Ras
 Perbedaan Agama

Anda mungkin juga menyukai