Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROBLEMATIKA MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESETARAAN


Di susununtukmemenuhitugas
Mata Kuliah: IlmuSosialdanBudayaDasar (ISBD)

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
KELAS C
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA
TIMUR
BAB I
Pendahuluan
1.1 LatarBelakang
Masyarakat Indonesia memilikianekaragambudaya yang
biasadisebutmasyarakatmultikultural.Budaya yang diciptakantentuberbeda-bedakarena Indonesia
merupakannegara yang memilikibanyakpulaudanmemilikicirikhaskebudayaanmasing-masing.
Indonesia sebagainegara yang memilikimasyarakatmultikulturalberpotensimemilikikekayaan
multi kultur, multi agama, dan multi etnis.
Semuapotensitersebutbergunadalammembangunnegaramultikultur yang besar.
Mengingatbudaya di Indonesia yang beranekaragam,
makatidakmenutupkemungkinanuntukterjadinyasegmentasikelompok,
konsensusantarbudayalemah, integrasi yang terpaksa, dominasikelompok,
danseringterjadinyakonflik.Hal inimenyangkutproblematikamanusia, keragaman,
dankesetaraandalambudaya di Indonesia.Untukitu, makalahini di buatuntuk
mengetahuiproblematikamanusia, keragaman, dankesetaraansertasolusidalammenanganinya.
1.2 IdentifikasidanRumusanMasalah
1.2.1 IdentifikasiMasalah
Berdasarkanlatarbelakangdiatasmakapermasalahanpenelitidapat di
identifikasikansebagaiberikut :
1. Indonesia merupakannegaradenganmasyarakatyang memilikikeragamanbudaya
yang sering kali menyebebabkanterjadinyasegmentasikedalamkelompok-
kelompokdengankebudayaan yang salingberbeda.
2. Kurangnyakonsensusantarbudaya yang ditanamkan di
anggotamasyarakattentangnilai-nilaisosial.
3. Integrasisosial yang masihtumbuh di ataspaksaan,
4. Adanyadominasisuatukelompokterhadapkelompoklaindansering kali timbulkonflik
yang terjadiantarkelompok.
1.2.2 RumusanMasalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis pilih maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanamaknakeragamandankesetaraanmanusia ?
2. Bagaimanadampakdiskriminasididalamkeragamandankesetaraan ?
3. Bagaimana cara meningkatkan pemahaman antar budaya di dalam masyarakat?
4. ApasajaProblematikakesetaraansertasolusinyadalamkehidupan ?
1.3TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari makalah ini sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui anekaragam budaya yang multikultural di indonesia
2. Untuk mengetahui semua potensi yang berguna dalam membangun negara multikultur
yang besar
3. Untuk mengetahui problematika manusia, keragaman, dan kesetaraan serta solusi dalam
menanganinya
4. Untuk mengetahui dampak dalam problematika manusia, keragaman, dan kesetaraan

1.4. MANFAAT
Manfaat membaca, memahami, dan mempelajari problematika manusia, keragaman, dan
kesetaraan di indonesia yaitu kita dapat mengetahui keanekaragaman suku, ras, dan budaya yang
ada di indonesia, karena indonesia itu negara kepulauan yang terdiri pulau pulau yang memiliki
suku, ras, dan budaya yang beraneka ragam. Kita juga dapat mengetahui dampak positif maupun
dampak negatif yang diakibatkan oleh problematika manusia, keragaman, dan kesetaraan yang
ada di indonesia. Diharapkan makalah ini dapat membantu pembaca memahami makna manusia
sebagai makhluk berbudaya sosial dalam lingkup dan pergaulan. Dan juga dapat mengtahui
berbagai permasalahan serta solusi dalam menanganinya
BAB II
LANDASAN TEORITIS

2. Konsep dan Teori


2.1 Konsep Teoritis
Konsep teoritis merupakan identifikasi dari teori-teori yang dijadikan
sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan suatu penelitian juga untuk
mendiskripsikan kerangka referensi atau teori yang digunakan untuk mengkaji
permasalahan.
2.1.1 Manusia
a. Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk
mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya,
manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar
dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Dalam rentang
ruang dan waktu, manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya
sendiri. Hakikat manusia dipelajari melalui berbagai pendekatan
(common sense, ilmiah, filosofis, religi) dan melalui berbagai sudut
pandang (biologi, sosiologi, antropobiologi, psikologi, politik).
Pendapat tentang hakikat manusia sebenarnya sangatlah beragam,
tergantung pada sudut pandang masing-masing. Ada beberapa konsep
tentang makna manusia, antara lain homo sapiens yaitu makhluk yang
memiliki akal budi, animal rational yaitu makhluk yang memiliki
kemampuan berpikir, homo laquen yaitu makhluk yang mempunyai
kemampuan berbahasa, homo faber atau homor toolmaking animal
yaitu makhluk yang mampu membuat perangkat peralatan (Djamal
dalam Jalaluddin 2011:77).
Manusia dalam kehidupannya memiliki tiga fungsi, sebagai:
(1) makhluk Tuhan; (2) makhluk individu; dan (3) makhluk
sosial-budaya. Yang saling berkaitan di mana kepada Tuhan
memiliki kewajiban untuk mengabdi pada Tuhan, sebagai individu
harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai
makhluk sosial-budaya harus hidup berdampingan dengan orang
lain dalam kehidupan yang selaras dan saling membantu. Elly M, Setiadi.
Ilmu Sosial Budaya Dasar Edisi ke-3, (Jakarta: Kencana, 2017) halaman: 50
Setiap manusia itu pada hakikatnya tidak mungkin terlepas dari
“hidup intern pribadi” dan “ekstern kehidupan antar pribadi”. Hidup
intern pribadi tersebut merupakan cerminan bahwa manusia itu sebagai
makhluk individu dan sekaligus makhluk Tuhan, sedangkan kehidupan
ekstern antarpribadi merupakan cerminan bahwa manusia itu sebagai
makhluk social.
Namun demikian, dalam kenyataannya kedua pengertian tersebut
sama-sama pentingnya atau tidak bisa dipisahkan, itulah hakikat
manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya
seperti hewan dan nabati. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat,
hak, dan kewajibannya.

b. Manusia Sebagai Makhluk social


Manusia adalah makhluk yang senantiasa berinteraksi dengan
sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan
dirinya sendiri, karena sebenarnya manusia menjalankan peranannya
dengan menggunakan symbol untuk mengomunikasikan pemikiran dan
perasaannya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali
melalui media kehidupan social.
Kehidupan ekstern antar pribadi manusia merupakan cerminan
bahwa manusia itu sebagai makhluk social. Dalam hidup bersama
dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap individu menempati
kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai
dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga mempunyai
dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya. Selain
adanya kesadaran diri, terdapat pula kesadaran sosial pada manusia.
Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan
eksistensinya. Sehubungan dengan ini, Aristoteles menyebut manusia
sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat (Ernst Cassirer,
1987).
Benarkan manusia sebagai makhul sosial? Manusia membutuhkan
pergaulan dengan orang lain apalagi dalam hal makan dan minum sejak
dari hari pertama manusia dilahirkan. Pada usia bayi ia sudah menjalin
hubungan terutama dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan,
senyuman, dan kata-kata. Pada usia empat tahun ia mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia
selanjutntya ia terikat dengan norma- norma pergaulan dengan
lingkungan yang semakin luas. Manusia hidup dalam lingkungan
sosialnya.
Sebagai makhluk sosial manusia akan hidup bersama dengan
manusia lain yang akan melahirkan suatu bentuk kebudayaan.
Karena kebudayaan itu sendiri diperoleh manusia dari proses
belajar pada lingkungan juga hasil pengamatan langsung. Kebudayaan
itu dapat diterima dengan tiga bentuk, sebagai berikut:

1. Melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan.


2. Melalui pengalaman hidup sebagai makhluk sosial.
3. Melalui komunikasi simbolis (benda, tubuh, gerak tubuh,
peristiwa, dan lain-lain yang sejenis).

c. Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya


Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan
kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan
dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut
sesuatu yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia
tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi
manusia karena bersama kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957).
Sejalan dengan ini, Ernst Cassirer menegaskan bahwa "manusia tidak
menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti
misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu
pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk
hakikat manusia" (C.A. Van Peursen, 1988).
Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil
interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang
telah dilengkapi Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka
khalifah di muka Bumi dan diberikan kemampuan yang disebutkan oleh
Supartono dalam Rafael Raga Maran, (1999: 36) sebagai daya manusia.
Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal, inteligensia, dan
intuisi; perasaan dan emosi; kemauan; fantasi; dan perilaku
.
Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, maka
nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan
dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk
manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan.
Dengan kata lain, kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan
manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya.
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendukungnya. Dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L. Berger
(1929), yang menyebutkan sebagai dialektika fundamental. Dialektika
fundamental ini terdiri atas tiga tahap: (1) tahap eksternalisasi; (2)
tahap objektivasi; dan (3) tahap internalisasi.

Melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan.


Sama halnya manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai
hasil ciptaannya. Kebidayaan juga memberikan aturan bagi manusia
dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.

d. Problematika Manusia
Probematika dalam hiruk pikuk kehidupan manusia sangatlah
beragam. Diantaranya ada keberagaman, konsep keberagaman
mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu, keragaman
menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda,
heterogen bahkan tidak bisa disamakan.

Selanjutnya soal pelapisan sosial yang merambaah ke masalah


kesetaraan, pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal.
Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu
ada. Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama
dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya
pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa
berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.

Problematika selanjutnya juga berkaitan dengan Hak Asasi, Hak


Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia
sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia
merupakan anugrah sejak lahir, maka tidak seorang pun dapat
mengambilnya atau melanggarnya. Sebagai manusia kita harus
menghargai anugrah ini dengan tidak membeda-bedakan manusia
berdasarkan latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin,
pekerjaan, budaya, dan lain-lain. Juga problematika manusia yang
sampai merambah ke dalam masalah sosial, yakni kemiskinan.
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai penduduk sangat padat
terutama di kota-kota besar. Dengan jumlah penduduk yang sangat
padat tersebut, membuat Indonesia banyak mengalami masalah sosial.
Menurut Soerjono Soekanto, Masalah sosial adalah suatu
ketidaksesuaian antara unsure-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Problematika manusia
tentu mengandung hal-hal lain yang lebih kompleks. Pemaparan diatas
adalah sedikit dari banyak problematika manusia lainnya yang tentu
akan terus dikaji demi mencapai kehidupan yang sejahtera.

2.1.2 Budaya
a. Pengertian Budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang
berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari
bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang
berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari
kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur.

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin, yaitu colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara lading.
Menurut Soerjanto Poespowardojo budaya adalah keseluruhan system
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. R.
Linton (1893-1953), kebudayaan dapat dipandang sebagai konigurasi
tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di
mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya.

Kebudayaan sangat erat hubungannnya dengan masyarakat.


Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herskovits juga
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai,
norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religious, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistic yang menjadi cirri khas suatu masyarakat. Kebudayaan
merupaka keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
b. Ragam Budaya di Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan adalah hasil cipta,
karsa, dan rasa manusia karena kebudayaan mengalami perubahan dan
perkembangannya sejalan dengan perkembangan manusia itu.
Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia
sendiri karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia.
Perkembangan kebudayaan terhadap dinamika kehidupan seseorang
bersifat kompleks dan memiliki eksistensi dan berkesinambungan dan
juga menjadi warisan sosial. Seseorang mampu memengaruhi
kebudayaan dan memberikan peluang untuk terjadinya perubahan
kebudayaan.

Kebudayaan yang dimiliki suatu kelompok sosial tidak akan


terhindar dari pengaruh kebudayaan kelompok-kelompok lain dengan
adanya kontak-kontak antarkelompok atau melalui proses difusi. Suatu
kelompok sosial; akan mengadopsi suatu kebudayaan tertentu bilamana
kebudayaan tersebut berguna untuk mengatasi atau memenuhi tuntutan
yang dihadapinya.

Pengadopsian suatu kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh


faktor-faktor lingkungan isik. Misalnya iklim, topograi sumber daya
alam dan sejenisnya. Sebagai contoh: orang-orang yang hidup di daerah
yang kondisi lahan atau tanahnya subur (produktif) akan mendorong
terciptanya suatu kehidupan yang favourable untuk memproduksi bahan
pangan. Jadi, terjadi suatu proses ke serasian antara lingkungan isik
dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan tersebut, kemudian
ada keserasian juga antara kebudayaan masyarakat yang satu dengan
kebudayaan masyarakat tetangga dekat.

Pengaruh tersebut juga berlaku di Indonesia. Bentuk wilayah


Indonesia yang berupa kepulauan menyebabkan masing-masing
wilayah saling terisolir dan membentuk budaya masing-masing. Dan
tentunya dengan kondisi geografis Indonesia yang cukup beragam juga
menjadi salah satu pemicu keberagaman budaya di Indonesia. Aneka
ragam kebudayaan yang ada di Indonesia ini dapat terlihat dari bentuk
Indonesia yang berbentuk Negara kepulauan yang mengandung ribuan
pulau di dalamnya.
2.1.3 Keragaman Dan Kesetaraan
a. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia
keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan
adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia dimaksudkan
bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena
manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki cirri-
ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat
pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, tempramen, dan hasrat. Selain
makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk
kelompok persekutuan hidup. Unsur-Unsur keragaman dalam
masyarakat Indonesia terdiri dari; Suku bangsa dan Ras; Agama dan
Keyakinan; Ideologi dan Politik; Tata Krama; Kesenjangan Ekonomi;
Kesenjangan Sosial. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam.
Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena
ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku, agama, budaya, ekonomi,
status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal yang berbeda dan lain
sebagainya. Dari keberagaman ini lalu muncul penyebab dari isu-isu
mengenai kesetaraan.

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan


juga dapat disebutr kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan,
pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan
menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak
lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk


Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau
kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua
manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang
sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding
makhluk lain. Perbedaan yang mewujud baik secara fisik maupun
mental, sebenarnya merupakan kehendak Tuhan yang seharusnya
dijadikan sebagai sebuah potensi ntuk menciptakan sebuah kehidupan
yang menjunjung tinggi toleransi.

b. Problematika Keragaman dan Kesetaraan


Indonesia merupakan Negara yang terkandung masyarakat yang
sifatnya majemuk, baik secara etnis, geografis, cultural, maupun
religious. Kita tidak dapat mengingkari sifat pluralistis bangsa kita. Kita
perlu member tenpat bagi berkembangnya kebudayaan suku bangsa dan
kebudayaan beragama yang dianut oleh warga Negara Indonesia.
Berbagai masalah terkait suku bangsa dan kebudayaan beragama yang
dianut oleh warga Negara Indonesia menunjukkan bahwa kita adalah
sebuah Negara yang multi-etnik atau multicultural.

Di kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan


agama, beriringan dengan pedoman kehidupan berbangsa dan bertanah
air, mewarisi perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu
beriringan, saling melengkapi, bahkan mampu untuk saling
menyesuaikan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi sering kali yang
terjadi justru sebaliknya. Perbedaan-perbedaan inilah yang berpotensi
menciptakan ketegangan hubungan antar-anggota masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat
majemuk sebagaimana dijelaskan oleh Van de Berghe, sebagai berikut:
a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering
kali memiliki kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga
yang bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota
masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d. Secara relatif sering kali terjadi konlik di antara kelompok yang satu
dengan yang lainnya.
e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok
yang lain.

Problematika terkait kesetaraan tidak jauh-jauh dari persoalan


pelapisan sosial dan diskriminasi. Menurut Piritim A. Sorokin,
pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita
ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah
dalam masyarakat. Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat
universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat mana pun, pelapisan
sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut
bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka
dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai ini
dapat berarti kekuasaan, kekayaan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Munculnya pelapisan sosial ini dapat menjadi potensi terjadinya
diskriminasi antar lapisan, baik individu maupun kelompok.
Diskriminasi sendiri adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan
terhadap seorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama,
susku, etnis, kelompok, golongan, status, dan kelas sosial-ekonomi,
jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan
ideology dan politik, serta batas Negara dan kebangsaan seseorang.

Realitas keragamanyang membentuk manusia ini tentu membawa


konsekuensi munculnya persoalan gesekan, yang memengaruhi
dinamika kehidupan masyarakat, oleh sebab itu manusia yang beradab
harus bersikap terbuka dalam melihat semua perbedaan dalam
keragaman yang ada, menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan tidak
menjadikan keragaman sebagai kekayaan bangsa, alat pengikat
persatuan seluruh masyarakat dalam kebudayaan yang beraneka ragam.
3. Kerangka Pemikiran
Setelah uraian di atas, sebagaimana diketahui bahwa saat ini kita
sedang menjalani kehidupan masyarakat yang multicultural. Dalam
masyarakat ini, dibutuhkan orang-orang yang mampu berkomunikasi antar
budaya dan punya pengetahuan tentang perbandingan pola-pola budaya,
tentunya harus ada orang yang mengajarkan dan belajar tentang budaya
apalagi berkaitan tentang komunikasi lintas budaya. Terdapat berbagai
ragam macam multikultural yang ada di belahan dunia khususnya yang
ada di Indonesia, baik itu ras, agama, suku, klan maupun bahasa. Oleh
karena itu, dengan mempelajari perbedaan varian pola budaya dalam
komunikasi lintas budaya, antar budaya dapat berkomunikasi secara
efektif dalam masyarakat multukultural. Komunikasi lintas budaya
maupun antar budaya yang beroperasi dalam masyarakat multikultural
sekurang-kurangnya mengandung lima unsur penting, yakni pertemuan
berbagai kultur dalam waktu dan tempat tertentu; pengakuan terhadap
multikulturalisme dan pluralisme; serta perubahan perilaku individu.
Transformasi sosial budaya yang secara evolutif mampu mengubah
konvensi sosial budaya, yakni proses transformasi yang berlangsung dari
budaya dominan ke budaya pluralistik atau multikultur. Perubahan sosial
dan perubahan budaya yang mampu melahirkan struktur sosial baru,
diikuti oleh perubahan pada bidang dan sektor lain.
Ulasan di atas menjelaskan bahwa proses dan praktik komunikasi
antar budaya maupun lintas budaya yang efektif sangat ditentukan oleh
tingkat pengetahuan seseorang tentang jenis, derajat dan fungsi, bahkan
makna perbedaan antar budaya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan sosial
budaya seseorang tentang perbedaan varian pola-pola budaya, semakin
besar pula peluang untuk dapat berkomunikasi antar budaya. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat pengetahuan kita tentang berbedaan varian pola-
pola budaya, semakin kecil pula peluang untuk berkomunikasi antar
budaya.

Anda mungkin juga menyukai