Anda di halaman 1dari 3

PARADIGMA ORDER III

Oleh Putri Amrita Sari, 1606832933


Sumber Bacaan:
Perdue, William D., (1986). Sociological Theory. Palo Alto: Mayfield Publishing Co.

Kategori terakhir dari teori-teori tentang masyarakat yang ada pada paradigma order
adalah sistematisme. Teori-teori sistematisme menjelaskan tentang adanya kohesi dan integrasi
yang seimbang dan menghubungkan tiap-tiap unsur di masyarakat ke keseluruhan sistem di
masyarakat itu sendiri. Berikut merupakan tokoh-tokoh yang mengemukakan teori-teori
sistematisme.

I. Talcott Parsons (1902-1979)


Talcott Parsons mengemukakan teori sistem sosial dan tindakan sosial. Asumsi dari teori-
teori yang dikemukakan Parson dipengaruhi oleh tokoh-tokoh pendahulunya seperti Emile
Durkheim, Vilfredo Pareto, Max Weber, dan Alfred Marshall. Dari Durkheim dan Pareto,
Parson mengasumsikan tiga hal, yaitu strukur merupakan suatu kesatuan sistem sosial,
masyarakat merupakan etnisitas yang cenderung menuju keseimbangan, dan elemen-elemen
yang ada di masyarakat selalu dibutuhkan dalam sistem. Weber mempengaruhi Parson dalam
mengkonstruksi teori bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi yang dialaminya.
Sedangkan, Marshall mempengaruhi pemikiran Parson yang menyatakan bahwa sistem
ekonomi membentuk pada solidaritas sosial.
Parson mengemukakan teori tentang sistem tindakan (general system of action). Sistem
tindakan ini terbagi dalam empat subsistem, yaitu tingkah laku organik, kepribadian,
kebudayaan, dan sistem sosial. Keempat subsistem tersebut mempunyai prasyarat
fungsionalnya masing-masing agar dapat bertahan di masyarakat. Prasyarat fungsional dari
tingkah laku organik adalah beradaptasi. Prasyarat fungsional dari kepribadian adalah tujuan
yang ingin dicapai. Prasyarat fungsional dari budaya adalah adanya pola yang mengatur
masyarakat. Sedangkan, prasyarat fungsional dari sistem sosial adalah integrasi. Perlu
dipahami bahwa keempat subsistem ini tidak bisa berdiri sendiri dan saling terkait satu sama
lain.
Parson juga mengemukakan tahap pembangunan sistem dalam sejarah Barat. Teori ini
menjelaskan tentang perubahan-perubahan yang mendasari masyarakat modern. Tahap
pertama yang terjadi adalah saat Kristen berkuasa dan hukum-hukum gereja sangat dipatuhi di
kebudayaan Barat. Tahap selanjutnya ditemukan di Roma, dimana saat itu sistem hukum telah
terbentuk dengan baik. Kemudian. muncul tahap pembagian kerja yang berawal di Eropa.
Selanjutnya, muncul Renaissance dengan paham religiusnya. Terakhir adalah tahap reformasi
yang diindikasikan dengan individualisme.

II. Amitai Etzioni (1929)


Etzioni mengungkapkan teori tentang masyarakat aktif. Asumsi awal dari teori ini adalah
peningkatan teknologi yang terus menerus akan membawa perubahan pada nilai-nilai yang
dianut masyarakat. Solusi dari permasalahan ini menurut Etzioni adalah masyarakat aktif,
maksudnya setiap anggota masyarakat harus aktif untuk mengendalikan diri dan menekankan
pentingnya nilai-nilai yang dianut dibandingkan teknologi.
Etzioni menjelaskan bahwa keteraturan di masyarakat diawali dari adanya tiga dasar
dalam ikatan sosial yang mengatur hubungan sosial, yaitu normatif, utilitarian, dan koersif.
Dalam tingkatan selanjutnya, Etzioni mengungkapkan bahwa kolektivitas dan masyarakat
merupakan unit mikroskopik yang paling penting. Kolektivitas, yang merupakan dasar
analisisnya, merujuk pada etnisitas seperti kelas sosial, ras, etnik, religi, dan kohesi sosial
lainnya yang tidak melibatkan interaksi tatap muka secara langsung. Etnisitas-etnisitas
tersebut disatukan melalui norma yang dipahami bersama dan dibawah arahan seorang
pemimpin.
Etzioni memandang masyarakat sebagai superkolektivitas yang melalui proses kohesif
yang sama untuk melakukan kolektivitas. Menurutnya, kolektifitas terbentuk melalui
organisasi sosial. Tanpa adanya organisasi sosial, kolektivitas menjadi pasif.
Etzion mengemukakan lebih lanjut tentang kepasifan kolektifitas tanpa organisasi sosial
sama seperti masyarakat tanpa negara. Negara didefinisikan sebagai superorganisasi yang
terdapat struktur hirarki, pembagian kerja pada pemerintahan, dan memiliki otoritas. Negara
juga bisa melakukan mobilisasi sosial melalui kontrol politik. Jadi, masyarakat ideal menurut
Etzioni adalah masyarakat yang membuat konsensus berdasarkan ideologi yang demokratis
dan melalui organisasi sosial yang mendominasi di masyarakat.
III. Peter Blau (1918)
Blau mengemukakan teori tentang adanya pertukaran di tingkatan yang lebih tinggi. Blau
berasumsi bahwa dalam struktur sosial terdapat hubungan pertukaran. Hubungan pertukaran
ini lebih berbentuk hubungan timbal balik dibandingkan hubungan interpersonal. Hubungan
ini terbentuk antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dengan organisasi sosial
berskala besar. Pertukaran dapat terjadi karena ada nilai-nilai yang disepakati bersama antara
pihak yang melakukan pertukaran tersebut.
Menurut Blau, ikatan sosial atau asosiasi merupakan suatu kesatuan yang memberikan
‘hadiah’ pada anggotanya, baik yang ekstrinsik, seperti uang dan barang-barang, maupun
intrinsik, seperti kasih sayang. Walaupun begitu, Blau menyadari terkadang adanya asosiasi
yang tidak seimbang. Hal ini terjadi karena adanya anggota yang pertukaran yang
mendapatkan hasil lebih besar dibanding yang diberikan. Selain itu, adanya perbedaan
kekuatan juga dapat menyebabkan hal ini.
Blau menyatakan bahwa pertukaran terjadi melalu media-media tertentu, misalnya
diferensiasi dan nilai-nilai yang disepakati bersama. Nilai-nilai ini digolongkan menjadi
beberapa jenis yang merepresentasikan media pertukarannya. Jenis-jenis yang dimaksud
adalah particularistic, universalistic, legitimaging, dan oppositional.

Anda mungkin juga menyukai