Anda di halaman 1dari 54

Beranda history

History, Education & Tour


Selasa, 30 Juni 2015
C. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
BAB I
PENDAHULUAN
Teori fungsional juga popuer disebut teori integrasi atau teori konsensus. Tujuan
utama pemuatan teori integrasi, konsesus, atau fungsional ini tidak lain agar pembaca lebih
jelas dalam memahamimasyarakat secara integral.
Pendekatan fungsional menganggap masyarakat terintegrasi atas dasar kata sepakat
anggota-anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. General agreements ini
memiliki daya yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di
antara para anggota masyarakat. Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, secara fungsional
terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Oleh sebab itu, aliran pemikiran tersebut
disebut integration approach, order aprroach, equilibrium approach, atau structura-functional
approach (fungsional struktural/funggsionalisme struktural) (nasikun, 1995).
Pada mulanya, teori fungsional struktural diilhami oleh para pemikir klasik,
diantaranya Socrates, Plato, Auguste Comte, Spencer, Emile Durkheim, Robert K. Merton,
dan Talcott Parsons. Mereka dengan gamblangdan terperinci menuturkan bagaimana
perspektif fungsionalisme memandang dan menganalisis phenomene sosial dan kultur.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FUNGSIONALISME STRUCTURAL
Pengertian Fungsionalisme Structural adalah salah satu paham atau perspektif di
dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagianbagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi
tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain.
Pandangan teori ini masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau insitusi. Masyarakat
luas akan berjalan normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya
dengan baik.
B. KARAKTERISTIK PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL
Teori ini menekankan keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahanperubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya antara lain: fungsi, disfungsi, fungsi
laten, fungsi manifes, dan keseimbangan (equilibrium).
Functionalist (para penganut pendekatan fungsional) mellihat masyarakat dan
lembaga-lembaga sosial sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling tergantung satu

sama lain dan bekerjasama menciptakan keseimbangan (equilibrium). Mereka menganggap


tidak menolak keberadaan konflik di dalam masyarakat, akan tetapi mereka percaya benar
bahwa masyarakat itu sendiri akan mengembangkan mekanisme yang dapat mengontrol
konflik yang timbul. Inilah yang menjadi pusat perhatian analisis bagi kalangan fungsionalis.
Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagianbagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.
Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian
yang lain. (Ritzer, 1992: 25).
Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan perubahan yang terjadi di
masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi ( Lauer, 1977 )1[1]
1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai
bagian yang saling berinteraksi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak perlu banyak
merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
4. Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karena itu di masyarakat
senantiasa timbul ketegangan keteganagan dan penyimpangan penyimpangan. Tetapi
ketegangan ketegangan dan penyimpangan penyimpangan ini akan dinetralisir lewat
proses pelembagaan.
5. Perubahan perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan perlahan sebagai suatu
proses adaptasi dan penyesuaian.
6. Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi
dan inovasi.
7. Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai nilai yang sama.
C. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
Sepanjang hidupnya Talcott Parsons telah berusaha mengembangkan kerangkakerangka teoritis. Ada perbedaan yang menyolok antara karya-karya awal Talcott Persons dan
karya-karyanya yang lebih kemudian. Karya-karya awal Talcott Parsons lebih berhubungan
dengan usahanya menbangun teori aksi atau teori tindakan sebagaimana Nampak daam
bukunya the structure of social action (1993). Sedangkan karya-karyanya yang kemudian
lebih berhubungan dengan teori fungsionalisme structural sebagaimana diuraikan di dalam
bukunya yang berjudul the social system (1951). Pada bagian berikut ini, kita akan
menguraikan beberapa pokok pikiran penting dari talcott parsons.
a) AGIL
Fungsi diartikan sebagai segala kegiatan yang di arahkan kepada memenuhi
kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah system (rocher, 1975: 40). Dengan
mengunakan defenisi itu, Parsons percaya bahwa ada empat persyaratan mutlak yan harus
ada supaya termasuk masyrakat bisa berfungsi. Ke empat persyaratan itu disebut AGIL.
AGIL adalah singkatan dari adaptation (A), goal attainment (G) integration (I), dan
latency (pattern maintenance) (L). Demi keberlansungan hidupnya, maka masyarakat harus
menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni:
1[1] Prof. DR. I.B. Wirawan. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Hal:43

Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.
Pencapai tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan
berusaha mencapai tujuan-tujuan yan teah dirumuskan itu.
Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen
komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.
Latensi atau pemiliharaan poa-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus
mempertahankan, memperbaiki, dan membaharuhi baik motivasi individu-individu maupun
polapola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi-motivasi itu.
Keempat persyaratan fungsional itu mempunyai hubungan erat dengan keempat
sistem tindakan sebagai mana akan di uraikan pada bagian berikut nanti. Sistem organisme
biologis dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian
melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakan segala
sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Sistem sosial berhubungan dengan fungsi
integrasi dengan mengontrol komponen-komponen pembentuk masyarakat itu. Akhirnya
sistem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur-struktur
yang ada dengan menyiapkan norma-norma dan niai-niai yang memotivasi mereka dalam
berbuat sesuatu.
b)

Sistem Tindakan
Konsep tentang sistem merupakan inti dari setiap diskusi mengenai Tacott Parsons.
Sistem mengandaikan adanya kesatuan antara baian-bagian yang berhubungan satu sama lain.
Kesatuan antara bagian itu pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan kata lain,
bagian-bagian itu membentuk satu kesatuan (sistem) demi tercapainya tujuan atau maksud
tertentu (Abercrombie cs. 1984: 22). Sebagaimana telah disebutkan di atas, teori Parsons
mengenai tindakan, meliputi empat sistem, yakni: sistem budaya, sistem sosial, sistem
kepribadian, dan sistem organisme (aspek biologis manusia sebangai satu sistem).
Bagaimana Parsons mendefinisikan keempat sistem itu? Pertama adalah sistem
budaya. Dalam sistem ini, unit analisis yang paling dasar ialah tentangartiatausistem
simbolik. Beberapa contoh dari sistem-sistem simbolik. Beberapa contoh dari sistemsistem simbolik adalah kepercayaan religius, bahasa, dan niai-nilai. Dalam tingkatan ini,
Parsons memusatkan perhatiannya pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Konsep tentang
sosialisasi, misalnya, mempunyai hubungan dengan tingkatan analisa ini. menurut dia,
sosialisasi terjadi ketika nilai-nilai yang dihayati bersama dalam masyarakat diinternalisir
oleh anggota-anggota masyarakat itu. Dalam hal ini, anggota-anggota suatu masyarakat
membuat nilai-nilai masyarakat menjadi nilai-nilainya sendiri. Sosialisasi mempunyai
kekuatan integratif yang sangat tinggi dalam mempertahankan kontrol sosial dan keutuhan
masyarakat.
Sistem Parsons berikutnya adalah sistem sosial. Sistem ini mendapat perhatian yang
cukup besar dalam uraianya kesatuan yang paling dasar dalam analisa ini adalah interaksi
berdasarkan peran. menurut Tallcott Parsons sistem sosial adalah interaksi antara dua atau
lebih individu di dalam suatu lingkungan tertentu. Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara
kelompok-kelompok, institusi-institusi, masyarakat-masyarakat, dan organisasi-organisasi
internasional. Salah satu contoh dan sistem sosial adalah universitas yang memiliki sruktur
dan bagian-baian yang berhubungan satu sama lain. sistem sosial selalu terarah kepada
equilibrium (keseimbangan).

Sistem yang ketiga adalah sistem kepribadian. kesatuan yang paling dasar dari unit
ini adalah individu yang merupakan actor atau pelaku. pusat perhatiannya dalam analisa ini
adalah kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, dan sikap, sikap, seperti motivasi untuk
mendapat kepuasan atau keuntungan. sebagaimana akan kita lihat pada bab-bab berikutnya,
motivasi untuk mendapat kepuasan atau keuntungan ini berlaku juga dalam teori konflik dan
teori pertukaran. Asumsi dasar dari kedua teori itu ialah bahwa manusia ingat diri dan
cenderung memperbesar keuntungan bagi dirinya sendiri.
Sistem yang terakhir dari keempat sistem itu ialah sistem organisme atau aspek
biologis dari manusia. kesatuan yang paling dasar dalam sistem ini adalah manusia dalam
arti biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk ke dalam aspek fisik
ini ialah lingkungan fisik di mana manusia itu hidup. Dalam hubungan dengan sistem ini
parsons menyebutkan secara khusus sistem syaraf dan kegiatan motorik. Salah satu minat
Parsons pada saat-saat terakhir hudupnya iaah mengembangkan sebuah abang baru sosiologi
yang disebut sosiobiologi. Dalam studi itu ia mempelajari perilaku sosial berdasarkan hukumhukum biologis.
c) Skema tindakan
Skema tindakan Parsons memiliki empat komponen, yakni:
Pelaku atau aktor: aktor atau pelaku ini dapat terdiri dari seorang individu atau suatu
kolektivitas. Parsons melihat aktor ini sebagai termotivisir untuk mencapai tujuan.
Tujuan (goal): tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras dengan nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat. Misalnya, aktor ingin memperoleh gelar sarjana.
Situasi: tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi ialah prasarana dan
kondisi. prasarana berarti fasilitas, alat-alat dan biaya yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Sedangkan kondisi adalah halangan yang menghambat tercapainya tujuan. Misalnya
aktor mempunyai biaya dan kemampuan intelektual untuk kuliah guna mendapat gelar
sarjana, tetapi sayang ia bekerja purna waktu pada suatu perusahan sehingga sulit untuk
kuliah.
Standar-standar normatif: ini adalah skema tindakan yang paling penting menurut Parsons.
Guna mencapai tujuan, aktor harus memenuhi sejumlah standar atau aturan yang berlaku
guna memperoleh sarjana itu. Norma-norma adalah sangat penting dalam skema tindakan
Parsons. Oleh karena itu Parsons menganggap sistem budaya sebagai hal yang paling penting
dalam empat sistem tindakan yang dikemukakannya.
d) Perubahan Sosial
Salah satu kritik yang dilancarkan terhadap karya Parsons yang terlalu mengutamakan
equilibrium ialah ia tidak bisa menjelaskan bagaimana terjadinya perubahan sosial. hal itu
bisa kelihatan dengan dengan jelas karena dalam suatu equilibrium atau keseimbangan tidak
ada ruangan untuk perubahan. namun demikian Parsons telah menjelaskan hal itu dalam salah
satu bab yang berjudul, proses perubahan dalam sistem-sistem sosial, di dalam bukunya
sosial system (1951). Konsep perubahan sosial Parsons bersifat berlahan-lahan dan selalu
dalam usaha untuk menyesuaikan diri demi teriptanya kembali equilibrium. dengan kata lain,
perubahan yang dimaksudkan oleh parsons itu bersifat evolusioner dan bukannya
revolusioner.
Konsep demikian, yakni perubahan yang bersifat evolusioner, sebetulnya bukanlah
sesuatu yang baru sama sekali. Keprihatinan para sosiolog pada awal perkembangan sosiologi
ialah berusaha untuk menjelaskan proses transformasi yang terjadi pada masyarakat disekitar

mereka. Dua revolusi besar di eropa yakni revolusi prancis dan revolusi industri di ingris
menandakan lenyapnya keteraturan seperti yang terdapat pada masyarakat aristokratis dan
pada masyarakat agraris sebelumnya. para ilmuan yang hidup pada jaman itu tidak hentihentinya berfikir tentan perubahan masyarakat dari bentuk yang satu ke bentuk lain nya
berfikir tentang perubahan masyarakat dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya yang sama
sekali baru.
Konsep tentang perubahan yang bersifat evolusioner dari Parsons dipengaruhi oleh
para pendahulunya seperti Aguste Comte, Herbert Spencer, dan Emile Durkheim. Aguste
Comte yang seringkali disebut sebangai bapak sosiologi percaya bahwa manusia
berkembang melalui tiga tahap sesuai dengan perkembangan tiga tahap masyarakat yakni,
teologis, metafisis, dan positif. kemudian Herbert spencer mengaplikasikan teori evolusi
Darwin untuk masyarakat. Dia berpendapat bahwa sebagaimana makluk hidup, demikian
juga masyarakat berkembang dari tahap yang sederhana menuju sesuatu yang komplek atau
majemuk. Lalu Durkheim juga menjelaskan perubahan dari masyarakat yang mekanik kepada
masyarakat yang semakin organik oleh adanya kemajuan dan pembagian kerja.
D. APLIKASI TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Menurut teori struktural Fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki
struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memiliki fungsi
sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda, ada pada setiap
masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Misalnya, lembaga
sekolah mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai yang ada kepada generasi baru. Lembaga
keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan
penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Lembaga ekonomi
memilki fungsi untuk mengatur proses produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa di
masyarakat. Lembaga politik berfungsi menjaga tatanan sosial agar berjalan dan ditaati
sebagaimana

mestinya.

Lembaga

keluarga

berfungsi

menjaga

keberlangsungan

perkembangan jumlah penduduk.


Kesemua lembaga yang ada di masyarakat akan senantiasa saling berinteraksi dan
satu sama lain akan melaksanakan penyesuaian sehingga di masyarakat akan senantiasa
berada pada keseimbangan.
Memang, ketidakseimbangan akan muncul, tetapi ini hanya bersifat sementara.
Karena adanya ketidakseimbangan di suatu lembaga sehingga fungsi lembaga tersebut
terganggu, akan mengundang lembaga lain untuk menyeimbangkan kembali.
Sebagai contoh, sistem transportasi di suatu kota. Pada tahun 1960 an di kota
Yogyakarta, belum adanya angkutan kota. Oleh karenanya, untuk keperluan-keperluan
bepergian baik ke kantor, ke sekolah atau pun ke tempat lain, masyarakat kalau ingin

menggunakan kendaraan umum bisa menggunakan becak atau andong. Lembaga ekonomi
mengetahui bahwa masyarakat akan lebih tercukupi kebutuhannya kalau ada angkuatn kota
berupa colt.
Usaha menyediakan kolt sebagai angkutan kota tersebut akan sangat menguntugkan
baik bagi masyarakat maupun bagi pengusaha. Apalagi, kalau bentuk angkutan kota adalah
colt pick-up. Oleh karenanya, lembaga ekonomi menyediakan angkutan kota dalam wujud
colt pick-up.
Hasilnya, masyarakat senang, karena tujuan yang dapat ditempuh dalam waktu yang
relative singkat dan ongkosnya relative murah. Pengusaha (sebagai wujud lembaga ekonomi)
senang karena mendapatkan keuntungan. Tetapi, beberapa waktu kemudian dampak negatif
muncul, yaitu ketegangan-ketegangan di masyarakat, karena pengendara becak dan andong
mulai unjuk rasa.
Karena pengendara becak dan andong merasa rugi atau rezekinya mereka di ambil
oleh angkutan kota. Melihat ketegangan masyarakat, lembaga politik mulai mengambil
langkah penyesuaian. Pemerintah atau pun DPR membuat aturan jalan mana saja yang boleh
dilalui oleh kendaraan umum angkutan kota. Kendaraan angkutan kota tidak boleh seenaknya
sendiri dalam mengambil penumpang.
Dengan aturan ini pengusaha angkutan kota untung, masyarakat untung, demikian
pula pengendara becak dan andong tetap mendapatkan rezeki. Dan masyarakat berada dalam
keseimbangan kembali, dengan kondisi uang lebih maju dan baik dari pada kondisi
sebelumnya. Di mana masyarakat bisa pergi dengan lebih bebas dan murah. Salah satu pakar
teori structural fungsional, Talcott Parsons, mengembangkan teori yang disebut The
Structure Of Sosial Action .
Dalam teori ini Parsons mengemukakan tentang konsep perilaku sukarela yang
mencakup beberapa elemen pokok.
1) Aktor sebagai individu.
2) Aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai.
3) Aktor memiliki berbagai cara-cara yang mungkin dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan tersebut.

4)

Aktor dihadapkan pada berbagai kondisi dan situasi yang dapat mempengaruhi pemilihan
cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

5) Aktor dikomando oleh nilai-nilai, norma-norma dan ide-ide dalam menentukan tujuan yang
diinginkan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
6)

Perilaku, termasuk bagaimana aktor mengambil keputusan tentang cara- cara yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan, dipengaruhi ole ide-ide dan situasi-kondisi yang ada.

BAB III
KESIMPULAN
Beberapa tokoh utama pengembang dan pendukung teori Struktural Fungsional pada
zaman modern ini bisa disebut antara lain Talcott Parsons, Robert K. Merton dan Neil
Smelser. Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi di
masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi ( Lauer, 1977 ), yaitu : (1) Masyarakat harus
dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian yang saling
berinteraksi, (2) Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat
timbal balik, (3) Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, dimana penyesuaian yang ada tidak
perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh, (4) Integrasi yang sempurna di
masyarakat tidak pernah ada, oleh karena itu di masyarakat senantiasa timbul keteganganketeganagan

dan

penyimpangan-penyimpangan.

Tetapi

ketegangan-ketegangan

dan

penyimpangan-penyimpangan ini akan dinetralisir lewat proses pelembagaan, (5) Perubahanperubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-perlahan sebagai suatu proses adaptasi
dan penyesuaian, (6) Perubahan adalah merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh
adanya diferensiasi dan inovasi, (7) Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang
sama.
Menurut teori struktural Fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki
struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memiliki fungsi
sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda, ada pada setiap
masyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Misalnya, lembaga
sekolah mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai yang ada kepada generasi baru. Lembaga
keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan
penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Lembaga ekonomi
memilki fungsi untuk mengatur proses produksi dan distribusi barang-barang dan jasa jasa
di masyarakat. Lembaga politik berfungsi

DAFTAR PUSTAKA
Jones, Pip. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme Hingga Postmodernisme.
Jakarta: Yayasan obor
Ritzer, George dan barry smart. 2012. Teori sosial. Bandung: nusamedia
Wirawan, I.B. 2012. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma.Jakarta: Kencana Prenadamedia
Grouup
Sumber : http://destravaganzahistory.blogspot.co.id/2015/06/c-teorifungsionalisme-struktural.html

assalamualaikum
Rabu, 22 Januari 2014
Teori Fungsionalisme Struktural dalam Sosiologi
Teori Fungsionalisme Struktural menekankan kepada keteraturan dan
mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep
utamanya

adalah

fungsi,

disfungsi,

fungsi

laten,

fungsi

manifest

dan

keseimbangan. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial


yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan
membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah
bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, adalah fungsional terhadap yang lain.
Sebaliknya kalu tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan
hilang dengan sendirinya.
Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa
dan semua struktur adalah fungsional bagi sutu masyarakat. Perubahan dapat
terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut
teori Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya kepada masalah
bagaimana

cara

menyelesaikannya

sehingga

masyarakat

tetap

dalam

keseimbangan Robert K. Merton sebagai penganut teori ini berpendapat bahwa


objek analisa sosiologi adalah fakta sosial seperti; peranan sosial, pola-pola
institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial.
Penganut teori fungsional menganggap segala pranata sosial yang ada
dalam suatu masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan
negative. Merton mengistilahkan

fungsional dan disfungsional. Contohnya;

perbudakan dalam sistem sosial Amerika Serikat lama khususnya bagian selatan.

Perbudakan jelas fungsional bagi masyarakat Amerika Serikat kulit putih. Karena
sistem tersebut dapat menyediakan tenaga buruh yang murah, memajukan
ekonomi pertanian kapas serta menjadi sumber status sosial terhadap kulit
putih. Tetapi sebaliknya, perbudakan bersifat disfungsi. Sistem perbudakan
membuat orang sangat tergantung kepada sistem ekonomi agraris sehingga
tidak siap untuk memasuki industrialisasi.
Dari pendapat Merton tentang fungsi, maka ada konsep barunya yaitu
mengenai sifat dari fungsi. Merton membedakan atas fungsi manifest dan fungsi
latent. Fungsi manifest adalah fingsi yang diharapkan (intended) atau fungsional.
Fungsi manifest dari institusi perbudakan di atas adalah untuk meningkatkan
produktifitas di Amerika Selatan. Sedangkan fungsi latent adalah sebaliknya
yaitu fungsi yang tidak diharapkan, sepanjang menyangkut contoh di atas
fungsai latentnya adalah menyediakan kelas rendah yang luas.
Penganut Teori Fungsionalisme Struktural sering dituduh mengabaikan
variabel konflik dan perubahan sosial dalam teori-teori mereka. Karena terlalu
memberikan tekanan pada keteraturan (order)

dalam masyarakat dan

mengabaikan konflik dan perubahan sosial, mengakibatkan golongan fungsional


ini dinilai sebagai secara ideologis sebagai konservatif. Bahkan ada yang menilai
golongan fungsional ini sebagai agen teoritis dari status quo.
Hal

penting

yang

dapat

disimpulkan

bahwa

masyarakat

menurut

kacamata teori fungsional senantiasa berada dalam keadaaan berubah secara


berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan
setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula dengan
institusi yang ada, diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta
kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi dinamika dalam
keseimbangan

Asumsi dasar
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling
besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang
pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan
Herbet Spencer. Asumsi-asumsi dasarnya adalah bahwa seluruh struktur sosial
atau setidaknya diprioritaskan, menyumbang terhadap suatu integrasi dan
adaptasi sistem yang berlaku, artinya pemikiran structural fungsional sangat
dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan,
ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme
tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan
sosial.
Fungsionalisme Sruktural
1.

Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional & Kritiknya (Kingsley Davis dan

Wilbert Moore)
Menurut mereka, dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas,
stratifikasi sosial merupakan fenomena yang penting dan bersifat universal.
Stratifikasi adalah keharusan fungsional, semua masyarakat memerlukan sistem
seperti dan keperluan ini sehingga memerlukan stratifikasi. Mereka memandang
sistem stratifikasi sebagai sebuah struktur, dan tidak mengacu pada stratifikasi
individu pada system stratifikasi, melainkan pada sistem posisi (kedudukan).
Pusat perhatiannya ialah bagaimana agar posisi tertentu memiliki tingkat
prestise berbeda dan bagaimana agar individu mau mengisi posisi tersebut.
Masalah fungsionalnya ialah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan

menempatkan setiap individu pada posisi yang tepat. Secara stratifikasi


masalahnya ialah bagaimana meyakinkan individu yang tepat pada posisi
tertentu dan membuat individu tersebut memiliki kualifikasi untuk memegang
posisi tersebut.
Penempatan sosial dalam masyarakat menjadi masalah karena tiga alasan
mendasar,
a.
b.

Posisi tertentu lebih menyenangkan daripada posisi yang lain


Posisi tertentu lebih penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat

daripada posisi yang lain


c.

Setiap posisi memiliki kualifikasi dan bakat yang berbeda.

Posisi yang tinggi tingkatannya dalam stratifikasi cenderung untuk tidak diminati
tetapi penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat, juga memerlukan
bakat dan kemampan terbaik. Pada keadaan ini masyarakat dianjurkan agar
memberi reward kepada individu yang menempati posisi tersebut agar dia
menjalankan fungsinya secara optimal. Jika ini tidak dilakukan maka masyarakat
akan kekurangan individu untuk mengisi posisi tesebut yang berakibat pada
tercerai-berainya masyarakat.
Adapun kritik terhadap Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional ialah :
a. Teori ini menolak keberadaan masyarakat tanpa kelas pada waktu kapanpun.
b. Teori ini melanggengkan orang yang pada keadaan awal telah memiliki
kekuasaan, prestise dan uang.
c. Posisi penting yang disebutkan dalam teori ini merupakan sesuatu yang relatif
satu dengan yang lain.

2. Fungsionalisme Struktural Taclott Parsons


Fungsionalisme Struktural Parsons mengenal empat fungsi penting untuk
semua system dan terkenal dengan istilah AGIL. Fungsi-fungsi penting tersebut
ialah Adaptation, Goal Atteinment, Integration, dan Latency.
a.

Adaptation ( adaptasi), Sistem tersebut harus menyesuaikan diri dengan


lingkungannya dan setelah itu membuat lingkungan sesuai dengan kebutuhan.

b. Goal Atteinment (Pencapaian tujuan), Sistem tersebut harus mendefenisikan dan


mencapai tujuannya.
c.

Integration (integrasi), Sistem tersebut harus mampu mensinergiskan antar


komponen dalam sistem tersebut dan juga ketiga fungsi yang lain (Adaptation,
Goal Atteinment, Latency)

d. Latency(

pemeliharaan

pola),

Sistem

tersebut

juga

harus

melengkapi,

memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola


kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Parson mendesain skema agil diatas untuk digunakan disemua tingkat
dalam sistem teoritisnya, yaitu: Organisme perilaku ialah sistem tindakan yang
melaksanakan fungsi adaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi
pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan system dan mengoptimalkan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Sistem Sosial menjalankan fungsi
integrasi dengan mengendalikan setiap komponennya. Dan Sistem Kultural
melaksanakan fungsi pemeliharaan pola.

3.

Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah
mengembangkan

pernyataan

mendasar

dan

jelas

tentang

teori-teori

fungsionalisme, (ia) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih


terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini (fungsionalstruktural) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional
dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat
dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari system sosial
bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang
memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi
atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan
fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan
fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang
fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi
kelompok yang lain.
postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa
seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi
positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi
positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat
dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam
analisis keduanya harus dipertimbangkan.
postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam
setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan
memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus
dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam

kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini
masih kabur (dalam artian tak memiliki kejelasan), belum jelas apakah suatu
fungsi merupakan keharusan.
D.

Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial dan Pendidikan


Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang

berkaitan

menjelaskan

bahwa

diantara

hubungan

fungsional-struktural

cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara


simbolis :
1.

Pencarian pemuasan psikis

2.

Kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis

3.

Kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan

4.

Usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia

lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat
fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai
suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system
itu ketika dia menyatakan: secara konkrit, setiap system empiris mencakup
keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan
sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam
sistem cultural.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak
selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benarbenar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang

struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang


saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika
membahas

struktur

atau

lembaga

sosial.

System

ialah

organisasi

dari

keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari


system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa
fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling
bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di
masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena
system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu
merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang
seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring.

BIOGRAFI SINGKAT TALCOTT PARSONS

Talcott Parsons dilahirkan di Colorado Springs, Colorado, USA pada 13


Desember 1902 dan meninggal pada 8 Mei 1979 di Munich, Jerman pada usia 76
tahun. [3] Dia adalah seorang sosiolog yang cukup terkenal dengan pemikiranpemikirannya. Parsons lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang
yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta gereja kongregasional,
seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil. Pada tahun 1920 ia
masuk ke Amherts College dan mendapatkan gelar sarjananya pada tahun 1924.
Setelah itu, ia melanjutkan studi pasca sarjana di London School of Economics.
Pada tahun 1925, Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman. Di kota ini, ia ikut serta
dalam sebuah pertemuan-pertemuan yang didirikan oleh MaxWeber yang wafat
lima tahun sebelum kedatangannya. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya
Weber dan sebagian desertasi doktoralnya di Heidelberg membahas karya
Weber. Pada tahun 1927, ia menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherts.
Parsons menjadi pengajar di Harvard pada tahun 1927, dan meskipun ia
berpindah jurusan beberapa kali, Parsons tetap berada di Harvard sampai
dengan ia wafat pada tahun 1979. Perjalanan kariernya tidak pesat. Ia tidak
memperoleh posisi tetap sampai dengan tahun 1939. Dua tahun sebelumnya
yakni pada 1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi dasar bagi
teori-teorinya, yaitu buku The Structure of Social Action. Satu buku yang tidak
hanya memperkenalkan teoritisi-teoritisi sosial utama semisal Weber kepada
sosiolog lain.
Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Sejak tahun 1944, ia
menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard, Amerika Serikat. Pada tahun 1946, ia
menjadi ketua jurusan hubungan sosial di universitas tersebut, yang tidak hanya
memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Pada
tahun 1949, ia dipilih sebagai Presiden Assosiasi Sosiologi Amerika. Dan pada
tahun 1951 ia menjadi tokoh dominan sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya

buku karyanya The Social System. Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat
serangan oleh sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul, karena ia
dipandang konservatif (dalam sikap politiknya maupun teori-teorinya). Selain itu
teori-teorinya juga dipandang hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar
yang

rumit.

Pada tahun 1980-an, teori-teorinya diminati di seluruh dunia. Menurut Holton dan
Turner (1986), karya-karya Parsons memberikan kontribusi lebih besar bagi teori
sosiologi, daripada Marx, Weber maupun Durkheim. Selain itu, ide-ide pemikiran
Parsons maupun teori-teorinya, tidak hanya mempengaruhi para pemikir
konservatif namun juga teoretisi Neo-Marxian (khususnya Jurgen Habermas)
Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog
sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu
sendiri. Robert Merton, adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru
saja mulai mengajar di Harvard. Merton menjadi teoritisi terkenal karena teori
ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahaiswa pascasarjana yang datang ke
Harvard, di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons tetapi juga
dengan Sorokin,salah seorang anggota senior jurusan sosiologi yang menjadi
musuh utama Parsons. Celaan Merton mengenai kuliah pertama Parsons dalam
teori juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk
salah satu buku teori yang paling berpengaruh pada sosiologi. Berdasarkan
semua hasil karyanya, Talcott Parsons adalah tokoh fungsionalis struktural
modern terbesar hingga saat ini.
C. FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis
berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep,
definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu

tinjauan sistematis atau fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan


yang khas diantara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksilorasi dan
prediksi. Disamping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan
pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari
kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu
benda. Teori harus mengandung konsep, pernyataan, definisi, baik itu definisi
teoritis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoritis dan logis
antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori
didalamnya harus terdapat konsep, defenisi dan proposisi, hubungan logis
diantara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat
digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.Talcott Parsons melahirkan teori
fungsional tentang perubahan.
Dalam

teorinya

Parsons

menganalogikan

perubahan

sosial

dalam

masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada makhluk hidup. Komponen utama


pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat
bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda
berdasarkan

strukturnya

maupun

berdasarkan

makna

fungsionalnya

bagi

masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat


tersebut

akan

tumbuh

dengan

kemampuan

yang

lebih

baik

untuk

menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan, Parsons termasuk


dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.

D. MAKNA TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL


Pendekatan fungsional berusaha untuk melacak penyebab perubahan
sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara
pribadi mempengaruhi diri mereka. Pendekatan ini merupakan suatu bangunan

teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang.
Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi
dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur
dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan
masyarakat

secara

keseluruhan

dalam

hal

fungsi

dari

konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.

elemen-elemen
Fungsi dikaitkan

sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan atau


kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem. Ada empat persyaratan mutlak yang
harus ada supaya termasuk masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu
disebutnya AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment,
Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan hidupnya, maka masyarakat
harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni;
1. Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan
dirinya.
2. Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mampu menentukan
tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu.
3. Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara
komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.
4. Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus
mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui baik motivasi individu-individu
maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan mepertahankan motivasimotivasi itu.
a. Sistem Tindakan Sistem tindakan diperkenalkan Parsons dengan skema AGIL-nya
yang terkenal. Parsons meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya

suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem


tindakan hanya akan bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Sistem
mengandaikan adanya kesatuan antara bagian-bagian yang berhubungan satu
sama lain. Kesatuan antara bagian itu pada umumya mempunyai tujuan
tertentu. Dengan kata lain, bagian-bagian itu membentuk satu kesatuan (sistem)
demi tercapainya tujuan atau maksud tertentu.
1) Sistem organisme biologis (aspek bilogis manusia sebagai satu sistem), dalam
sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
2)

Sistem

kepribadian,

melaksanakan

fungsi

pencapaian

tujuan

dengan

merumuskan tujuan dan menggerakkan seluruh sumber daya untuk mencapai


tujuan-tujuan itu.
3) Sistem sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol
komponen-komponen pembentuk masyarakat itu.
4) Sistem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau
struktur-struktur yang ada dengan menyiapkan norma-norma dan nilai-nilai yang
memotivasi mereka dalam berbuat sesuatu.
Sedangkan defenisi sistem-sistem di atas menurut Talcott Parsons adalah
sebagai berikut:
a) Sistem organisme atau aspek biologis dari manusia. Kesatuan yang paling dasar
dalam arti biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk ke
dalam aspek fisik ini ialah lingkungan fisik di mana manusia itu hidup.
b) Sistem kepribadian. Kesatuan yang paling dasar dari unit ini ialah individu yang
merupakan aktor atau pelaku. Pusat perhatiannya dalam analisa ini ialah

kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, dan sikap-sikap, seperti motivasi untuk


mendapat kepuasan atau keuntungan.
c) Sistem sosial. Sistem sosial adalah interaksi antara dua atau lebih individu di
dalam suatu lingkungan tertentu. Tetapi interaksi itu tidak terbatas antara
individu-individu melainkan juga terdapat antara kelompok-kelompok, institusiinstitusi, masyarakat-masyarakat, dan organisasi-organisasi internasional. Sistem
sosial selalu terarah kepada equilibrium (keseimbangan).
d) Sistem budaya. Dalam sistem ini, unit analisis yang paling dasar adalah
kepercayaan religius, bahasa, dan nilai-nilai.
b. Skema Tindakan Empat komponen skema tindakan:
1) Pelaku atau aktor: aktor atau pelaku ini dapat terdiri dari seorang individu atau
suatu koletifitas. Parsons melihat aktor ini sebagai termotivisir untuk mencapai
tujuan.
2) Tujuan (goal): tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras denga nilai-nilai yang
ada di dalam masyarakat.
3) Situasi: tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi. Halhal yang termasuk dalam situasi ialah prasarana dan kondisi.
4) Standar-standar normatif: ini adalah skema tindakan yang paling penting
menurut Parsons. Guna mencapai tujuan, aktor harus memenuhi sejumlah
standar atau aturan yang berlaku.
c. Perubahan Sosial Konsep perubahan sosial Parsons bersifat perlahan-lahan
dan selalu dalam usaha untuk menyesuaikan diri demi terciptanya kembali
equilibrium. Dengan kata lain, perubahan yang dimaksudkan oleh Parsons itu
bersifat evolusioner dan bukannya revolusioner. Konsep tentang perubahan yang

bersifat evolusioner dari Parsons dipengaruhi oleh para pendahulunya seperti


Aguste

Comte,

Hebert

Spencer,

dan

Emile

Durkheim.

Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat


menjadi satu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap
nilai-nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga
masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu system yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah
merupakan sekumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan
dan memiliki ketergantungan.
Talcott Parsons menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat
masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain
diwarnai oleh adanya keteraturan yang ada di Amerika, juga dipengaruhi oleh
pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal
tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons
bersifat kompleks.
kelahiran

dengan

Teori Fungsionalisme Struktural mempunyai latar belakang


mengasumsikan

adanya

kesamaan

antara

kehidupan

organisme biologis dengan struktur social dan berpandangan tentang adanya


keteraturan

dalam

masyarakat.

Teori

Fungsionalisme

Struktural

Parsons

mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan


kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parsons itu dipengaruhi oleh
keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan
setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang
kelihatannya

mencemaskan

dan

kemudian

diikuti

oleh

pergantian

dan

perkembangan lebih lanjut maka optimism teori Parsons dianggap benar.


Sebagaimana dinyatakan oleh Gouldner (1970:142) bahwa untuk melihat
masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas
strukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak

bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan


sehari-hari

yang

sama-sama

kita

miliki.

Teori Struktural Fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan


sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling
berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang
dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai
pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang
dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa
bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain: faktor
individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau
norma

yang

berlaku.

Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanantekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang
selalu

berlangsung

tidak

sempurna.

Artinya,

teori

ini

melihat

adanya

ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus


yang akan mewujudkan keseimbangan baru. Variable yang menjadi perhatian
teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan
dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Gagasan-gagasan inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis (bersifat
menyeluruh), yaitu sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian
demi tercapainya tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan keselarasan
dan tata berlandaskan consensus mengenai nilai-nilai fundamental. Teori
fungsional ini menganut faham positivisme, yaitu suatu ajaran yang menyatakan
bahwa

spesialisasi

harus

diganti

dengan

pengujian

pengalaman

secara

sistematis. Sehingga dalam melakukan pengkajian haruslah mengikuti aturan


ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian, fenomena tidak didekati secara
kategoris berdasarkan tujuan membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis.

Analisis teori fungsional bertujuan untuk menemukan hukum-hukum universal


(generalisasi) dan bukan mencari keunikan-keunikan (partikularitas). Dengan
demikian, teori fungsional berhadapan dengan cakupan populasi yang amat luas,
sehingga tidak mungkin mengambilnya secara keseluruhan sebagai sumber
data. Sebagai jalan keluarnya, agar dapat mengkaji relitas universal tersebut
maka diperlukan representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah
sampel yang mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan (representatifitas)
menjadi sangat penting.
Pendekatan fungsionalisme struktural dapat dikaji melalui anggapananggapan dasar berikut ini.
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain.
2. Hubungan saling mempengaruhi di antara bagian-bagian suatu sistem bersifat
timbal balik.
3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun
secara

fundamental

sistem

sosial

selalu

cenderung

bergerak

ke

arah

keseimbangan yang bersifat dinamis.


4. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi, sekalipun terjadi
ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual (perlahanlahan atau bertahap), melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak revolusioner.
6. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial adalah
konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai
kemasyarakatan

tertentu.

Demi memudahkan kajian teori-teori yang digagas Parsons, Peter Hamilton


berpendapat bahwa
Teori Parsonsian dapat dibagai ke dalam 3 fase.
1.

Fase

Permulaan.

Voluntaristik

Fase

(segi

ini

berisi

kemauan)

tahap-tahap

dari

tindakan

perkembangan

sosial

atas

dibandingkan

teori

dengan

pandangan-pandangan sosiologi yang positivistis, utilitarian, dan reduksionis.


2. Fase Kedua. Fase ini berisi gerakannya untuk membebaskan diri dari kekangan
teori tindakan sosial yang mengambil arah fungsionalisme struktural ke dalam
pengembangan suatu teori tindakan kebutuhan-kebutuhan yang sangat penting.
3.

Fase

Ketiga.

Fase

ini

terutama

mengenai

model

sibernetik

(elektronik

pengendali) dari sistem-sistem sosial dan kesibukannya dalam mendefinisikan


dan

menjelaskan

perubahan

sosial.

Dari ketiga fase tersebut, dapat dinyatakan bahwa Parsons telah melakukan
tugas penting, yaitu: ia mencoba untuk mendapatkan suatu penerapan dari
sebuah konsep yang memadai atas hubungan-hubungan antara teori sosiologi
dengan ekonomi. Ia juga mencari kesimpulan-kesimpulan metodologis dan
epistemologis dari apa yang dinamakan sebagai konsep sistem teoritis dalam
ilmu sosial. Ia mencari basis-basis teoritis dan metodologis dari gagasan
tindakan sosial dalam pemikiran sosial.
E. EMPAT FUNGSI IMPERATIF SISTEM TINDAKAN (AGIL)
Poloma menyatakan bahwa dalam teori struktural fungsional Parsons ini,
terdapat empat (4) fungsi untuk semua sistem tindakan. Secara sederhana
fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang
masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya,
fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian

yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami
terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme
ada beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar
sebuah sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa
yang dikenal sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa
bertahan. Imperatif-imperatif tersebut adalah: Adaptasi, Pencapaian Tujuan,
Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal
Attainment, Integration, Latency).
1. Adaptasi.
Sebuah sistem ibarat makhluk hidup. Artinya agar dapat terus berlangsung
hidup, sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
Harus mampu bertahan ketika situasi eksternal sedang tidak mendukung.

2. Goal (Pencapaian)
Sebuah sistem harus memiliki suatu arah yang jelas, dapat berusaha mencapai
tujuan utamanya. Dalam syarat ini, sistem harus dapat mengatur, menentukan
dan memiliki sumber daya untuk menetapkan dan mencapai tujuan yang bersifat
kolektif.
3. Integrasi
Sebuah

sistem

harus

mengatur

hubungan

antar

bagian

yang

menjadi

komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga


fungsi penting lainnya.
4. Latensi

Pemeliharaan

pola,

sebuah

sistem

harus

melengkapi,

memelihara

dan

memperbaiki pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Sistem Kultural (Latency) Sistem Sosial (Integration) Organisme Perilaku


(Adaptation) Sistem Kepribadian (Goal Attainment) Berdasarkan skema AGIL di
atas, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi fungsi sistem adalah sebagai
Pemeliharaan Pola (sebagai alat internal), Integrasi (sebagai hasil internal),
Pencapaian Tujuan (sebagai hasil eksternal), Adaptasi (alat eksternal). Pada
skema sistem tindakan tersebut, dapat dilihat bahwa Parson menekankan pada
hierarki yang jelas. Pada tingkatan yang paling rendah yaitu pada lingkungan
organis, sampai pada tingkatan yang paling tinggi, realitas terakhir. Dan pada
tingkat integrasi menurut sistem Parsons terjadi atas 2 cara : pertama, masingmasing tingkat yanng lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang
diperlukan untuk tingkatan yang lebih tinggi. Kedua, tingkat yang lebih tinggi
mengendalikan tingkat yang berada dibawahnya.
F. TINDAKAN SOSIAL DAN ORIENTASI SUBJEKTIF
Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan
dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris,
positivistis dan ideal. Pandangannya tentang tindakan manusia itu bersifat
voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan,
dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan individu
manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan
dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih
tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma.

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu


manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada
suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan
tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata
lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial
yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi
dan

norma.

Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu


sebagai pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai
macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat
membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai dengan bimbingan nilai dan
ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan
individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa
orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan
individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya
unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.
G. KRITIK TERHADAP FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS
Parsons menggunakan masyarakat Amerika sebagai bentuk masyarakat
yang terstruktur dengan baik. Namun jika menggunakan konsep AGIL yang telah
diungkapkan Parsons, ia telah gagal menganalisis masyarakat Inggris yang pada
saat

ini

masih

berbentuk

kerajaan.

Seperti

yang

diungkapkan

Parsons

sebelumnya bahwa era evolusi akhir tidak boleh terkontaminasi dengan budaya
kerajaan.

Tujuan

utama

Parsons

sendiri

adalah

menginginkan

adanya

keseimbangan masyarakat melalui perubahan sosial, namun masyarakat Inggris

sendiri tetap stabil meskipun tidak mencapai era The New Lead Society seperti
yang dipaparkan oleh Parsons.
Pada unit analisis AGIL pun terdapat beberapa fakta yang dapat
menyangkalnya, contohnya pada suku Badui dalam, masyarakat suku ini tidak
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, yang berarti menurut analisis AGIL,
tidak memenuhi fungsi adaptation maka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
dari sistem masyarakat tersebut. Tetapi nyatanya masyarakat suku Badui dalam
tetap dapat eksis tanpa fungsi adaptation tersebut. Pada intinya Parsons
menjelaskan teori fungsionalisme strukturalnya kepada suatu pemahaman
mengenai sistem yang mengacu kepada konsep equilibrium dalam kehidupan
masyarakat. Menurutnya untuk dapat memahami atau mendeskripsikan suatu
sistem maka harus ada suatu fungsi mengenai hal tersebut.
Maka dari itu Parsons percaya, bahwa ada empat persyaratan mutlak yang
harus ada suypaya fungsionalis masyarakat dapat berjalan, yakni AGIL. pada
dasarnya Parsons melihat bahwa AGIL ini mampu menjadi sebuah fungsi sebagai
keteraturan yang harus dimiliki dan dijalankan setiap masyarakat. AGIL
mempunyai arti : Adaptation (Adaptasi), Goal attainment (Pencapaian tujuan),
Integration (Integrasi) dan Latensi (Pemeliharaan pola). Dengan adanya hal ini,
Parsons yakin bahwa tingkat keseimbangan dalam masyarakat akan tersusun
dan terjaga sehingga terhindar dari adanya kerusakan fungsional antar pribadi di
dalamnya, hal ini, menimbulkan banyak asumsi-asumsi yang kontroversial yang
seharusnya Parsons teliti lebih lanjut, bahwa jika fungsi AGIL ini hanya mampu
melenggangkan

atau

mempertahankan

suatu

kekuasaan

atas

kedudukan

individu, maka tidak mungkin suatu sistem organisme yang ia jelaskan mampu
terlaksana, serta ia terlalu merendahkan konsepsi mengenai perubahan sosial
secara revolusioner yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Dalam teorinya ini,

Parsons lebih tertuju kepada sistem sebagai satu kesatuan daripada aktor
sebagai peran yang menduduki suatu kendali sistem, bukannya mempelajari
bagaimana aktor tersebut mampu menciptakan dan memelihara sistem tetapi
sebaliknya. Hal yang patut untuk di kaji lebih dalam mengenai kelemahan teori
fungsionalisme-struktural & AGIL bahwa pandangan pendekatan ini terlalu
bersifat umum atau terlalu kuat memegang norma, karena menganggap bahwa
masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan
mapan. Ini terjadi karena analogi dari masyarakat dan tubuh manusia yang
dilakukan oleh Parsons bisa diilustrasikan, bahwa tidak mungkin terjadi konflik
antara tangan kanan dengan tangan kiri, demikian pula tidak mungkin terjadi
ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya sendiri dengan sengaja.
Demikian pula karakter yang terdapat dalam masyarakat.
Teori Parsons tersebut, terlalu mengedepankan strukturalisasi pencapaian
yang menekankan konsep equilibrium dalam dalam sistem di masyarakat secara
fakta, serta ia terlalu subjektif dengan angan-angannya bahwa setiap individu
senantiasa mensosialiasikan diri terhadap lingkungan dan lingkungan juga
menyesuaikan fungsinya terhadap diri, dan ia lebih menekankan pada aspek
perubahan sosial secara evolusioner di bandingkan revolusioner akibat dasar
pemikiran sistem biologisnya. Adapun kritik lainnya terhadap Talcott Parsons
adalah pemikirannya tentang masyarakat yang terlalu menekankan pada
keseimbangan dalam masyarakat, sehingga ia kurang memperhatikan tentang
perubahan dan mobilisasi sosial. Ini berarti dia melepaskan postivisme Comte
dari fungsionalisme. Parsons juga gagal membuktikan keempirisan dari teorinya
sehingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya, walaupun menurut dasar
logikanya, ia menggunakan logika deduksi.
H. KESIMPULAN

1. Masyarakat adalah satu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para


anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaanperbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu system yang
secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.
2. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh
dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan
hidupnya.
3. Sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat
dinamis,

gradual

(perlahan-lahan

atau

bertahap)

melalui

penyesuaian-

penyesuaian dan tidak revolusioner.


4. beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar
sebuah sistem sosial bisa bertahan adalah harus memenuhi imperatif fungsional
sebagai berikut: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang
biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency).
5. Bahwa tindakan manusia dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil
dan mendasar yang selalu didorong oleh kemauan (voluntaristik) untuk
mencapai tujuan dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.
Robert K. Merton Model Struktural Fungsional

Robert King Merton (biasa disingkat Robert K. Merton) lahir pada tanggal 4
Juli 1910 di pemukiman kumuh di Philadelphia Selatan. Ia berkuliah di universitas
Temple kemudian melanjutkan di Universitas Harvard.
Model struktual fungsional
Model struktural fungsional Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai
tiga postulat dasar
analisis fungsional seperti yang dikembangkan oleh antropolog Malinowsi dan
Radcliffe Brown. Postulat yang pertama adalah kesatuan fungsional
masyarakat. Postulat ini menyatakan bahwa seluruh kepercayaan dan praktik
sosial budaya standar bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan
maupun bagi individu dalam masyarakat. Pandangan ini mengandung arti bahwa
berbagai sistem sosial pasti menunjukkan tingginya level integrasi. Namun,
Merton berpandangan bahwa meskipun hal ini berlaku bagi masyarakat kecil dan
primitif, generalisasi ini dapat diperluas pada masyarakat yang lebih besar dan
lebih kompleks.
Postulat

yang

kedua

adalah

fungsionalisme

universal.

Jadi,

dinyatakan bahwa semua bentuk dan struktur sosial kultural memiliki fungsi
positif. Merton berpendapat bahwa ini bertentangan dengan apa yang ditemukan
didunia nyata. Jelas bahwa tidak setiap struktur, adat istiadat, gagasan,
keyakinan dan lain sebagainya memiliki fungsi positif. Contoh, nasionalisme buta
bisa

jadi

sangat

persenjataan nuklir.

disfungsional

di

dunia

yang

tengah

mengembangkan

Postulat yang ketiga adalah indispensabilitas. Argumennya adalah


bahwa seluruh aspek standar masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif
namun juga merepresentasikan bagian-bagian tak terpisahkan dari keseluruhan.
Postulat ini mengarah pada gagasan bahwa seluruh struktur dan fungsi secara
fungsional diperlukan oleh masyarakat. Tidak ada struktur dan fungsi yang dapat
bekerja sebaik yang sekarang ada di dalam masyarakat. Kritik Merton, mengikuti
Parsons adalah bahwa paling tidak kita harus bersedia mengakui bahwa ada
berbagai alternatif struktural dan fungsional di dalam masyarakat.
Pendapat Merton adalah bahwa seluruh postulat fungsional tersebut
bersandar pada pernyataan nonempiris yang didasarkan pada sistem teoretis
abstrak. Minimal, menjadi tanggung jawab sosiolog untuk menelaah setiap
postulat tersebut menjadi empiris. Keyakinan Merton adalah bahwa uji empiris,
bukan pernyataan teoretis, adalah sesuatu yang krusial bagi analisis fungsional.
Inilah

yang

mendorongnya

untuk

mengembangkan

paradigma

analisis

fungsional sebagai panduan ke arah pengintegrasian teori dan riset.


Dari
struktural

sudut

pandang

fungsional

tersebut

memusatkan

Merton

perhatian

menjelaskan
pada

bahwa

kelompok,

analisis

organisasi,

masyarakat dan kebudayaan. Ia menyatakan bahwa objek apa pun yang dapat
dianalisis secara struktural fungsional harus merepresentasikan unsur-unsur
standar

(yaitu,

yang

terpola

dan

berulang)(Merton,

1949/1968:104).

Ia

menyebutkan hal tersebut sebagai peran sosial, pola-pola institusional, proses


sosial, pola-pola kultural, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial,
organisasi

kelompok,

struktur

sosial,

alat

kontrol

sosial

dan

lain

sebagainya(Merton, 1949/1968: 104).


Pada

fungsionalis

struktural

awal

cenderung

lebih

memusatkan

perhatiannya pada fungsi-fungsi sebuah struktur atau institusi. Namun, menurut

Merton, para analisis awal itu cenderung mencampuradukkan motif-motif


subjektif individu dengan fungsi-fungsi struktur atau institusi. Fokus pada
fungsionalis struktural harus diarahkan pada fungsi-fungsi sosial ketimbang pada
motif individu. Fungsi menurut Merton, didefinisikan sebagai konsekuensikonsekuensi yang disadari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuaian
suatu sistem(Merton, 1949/1968: 105).
Namun,

terdapat

bias

ideologi

ketika

orang

hanya

memusatkan

perhatiannya pada adaptasi atau penyesuaian, karena selalu ada konsekuensi


positif. Namun, perlu diketahui bahwa suatu fakta sosial dapat mengandung
konsekuensi negatif bagi fakta sosial lain. Untuk memperbaiki kelemahan serius
pada fungsionalisme struktur awal ini, Merton mengembangkan gagasan tentang
disfungsi. Ketika struktur atau institusi dapat memberikan kontribusi pada
terpeliharanya bagian lain sistem sosial, mereka pun dapat mengandung
konsekuensi negatif bagi bagian-bagian lain tersebut. Perbudakan di Amerika
Serikat belahan selatan jelas mengandung konsekuensi positif bagi orang kulit
putih di belahan selatan, seperti tersedianya tenaga kerja murah, dukungan bagi
ekonomi kapas dan status sosial. Ia pun mengandung disfungsi, misalnya,
membuat warga selatan terlalu bergantung pada ekonomi pertanian dan tidak
siap menghadapi industrilisasi.
Merton pun mengemukakan gagasan tentang nonfungsi, yang ia
definisikan sebagai konsekuensi yang tidak relevan bagi sistem tersebut.
Termasuk didalamnya adalah bentuk-bentuk sosial yang masih bertahan sejak
masa awal sejarah. Meskipun bentuk-bentuk tersebut mungkin mengandung
konsekuensi negatif atau positif di masa lalu, tidak ada efek signifikan yang
mereka berikan pada masyarakat sekarang. Contoh gerakan pengekangan diri
perempuan kristen.

Apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi atau sebaliknya.


Untuk membantu menjawab pertanyaan itu, merton mengembangkan konsep
keseimbangan bersih (net balance). Kegunaan konsep Merton berasal dari
caranya mengarahkan perhatian sosiolog ke pertanyaan yang relatif penting.
Merton juga memperkenalkan konsep fungsi manifes dan fungsi laten.
Secara sederhana, fungsi manifes adalah yang dikehendaki, sementara fungsi
laten adalah yang tidak dikehendaki. Contoh fungsi manifes perbudakan,
meningkatkan produktivitas ekonomi kawasan selatan, namun ia memiliki fungsi
laten yaitu menghasilkan kelas budak yang berfungsi meningkatkan status sosial
warga kulit putih di selatan, kaya atau miskin. Gagasan ini terkait dengan konsep
merton yang lain konsekuensi yang tidak terantisipasi.
Merton

menjelaskan

bahwa

konsekuensi-konsekuensi

yang

tidak

diantisipasi dan fungsi-fungsi laten tidaklah sama. Fungsi laten adalah suatu tipe
konsekuensi yang tidak terantisipasi, sesuatu yang fungsional bagi sistem yang
dirancang. Namun, ada dua jenis konsekuensi tak terantisipasi lain : hal-hal
disfungsional bagi sistem yang telah ada dan itu semua mencakup disfungsi
laten, dan hal-hal tidak relevan dengan sistem yang mereka pengaruhi secara
fungsional atau disfungional...konsekuensi-konsekuensi nonfungsional (Merton,
1949/1968: 105).
Sebagai klarisifikasi lebih lanjut atas teori fungsional, Merton menunjukkan
bahwa suatu struktur bisa jadi disfungsional bagi sistem secara keseluruhan
namun mungkin saja terus ada. Orang dapat mengambil contoh bahwa
diskriminasi terhadap kulit hitam, perempuan dan kelompok minoritas lain
adalah sesuatu yang disfungsional bagi masyarakat Amerika, namun itu semua
terus ada karena fungsional bagi sebagian sistem sosial, misalnya : diskriminasi
terhadap kaum perempuan biasanya bersifat fungsional bagi laki-laki.

Kritik utama
kritik substantif menyatakan bahwa fungsionalisme struktural tidak terlalu
membahas sejarah, karenannya secara inheren ia bersifat ahistoris. Sebenarnya,
fungsionalisme struktural berkembang, paling tidak sebagian, sebagai reaksi
atas pendekatan evolusioner historis yang dikembangkan beberapa antropolog.
Pada tahun-tahun awal, fungsionalisme melangkah terlalu jauh mengkritik teori
evolusi dan mulai memusatkan perhatiannya pada masyarakat kontemporer
ataupun masyarakat abstrak. Namun, fungsionalisme struktural tidak musti
ahistoris (Turner dan Maryanski, 1979).
Para fungsionalis struktural juga dikritik karena tidak mampu menjelaskan
proses perubahan sosial secara efektif (Abrakamson, 1978, P. Cohen, 1968, Mills
1959, Turner dan Maryanski).
Percy

Cohen

(1968)

melihat

biang

masalah

ini

didalam

teori

fungsionalisme struktural itu sendiri, dimana seluruh elemen masyarakat


dipandang mempengaruhi satu sama lain sekaligus mempengaruhi sistem
secara keseluruhan.
Kritik metodologis dan logis. Salah satu kritik yang sering dikemukakan
(Abrahamson, 1978, Mills, 1959) adalah bahwa fungsionalisme struktural pada
dasarnya kabur, tidak jelas dan ambigu. Bagian dari ambiguitas ini dapat
ditelusuri ke dalam kenyataan bahwa para fungsionalis struktural lebih banyak
membicarakan sistem sosial yang abstrak ketimbang masyarakat yang riil.
Sumber

http://nurdiansahferdi.blogspot.co.id/2014/01/teori-fungsionalisme-

struktural-dalam.html

ANALISIS TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL


ROBERT K. MERTON TERHADAP FENOMENA MIRAS
PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
KARANGSONG INDRAMAYU
MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Ulangan Akhir Semester Teori
Sosiologi Klasik II
Dosen Pembimbing :
Sri Damayanti, M.Si,

Disusun Oleh :
Dea Agin Maulida
1138030037
SOSIOLOGI III / A

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah


Yang Maha Esa lagi Maha Penyayang, karena berkah dan kemurahannya makalah
ini dapat saya selesaikan sesuai yang di harapkan. Dengan Judul ANALISIS
TEORI

FUNGSIONALISME

STRUKTURAL

ROBERT

K.

MERTON

TERHADAP

FENOMENA MIRAS PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT KARANGSONG


INDRAMAYU dengan itu upaya saya untuk memenuhi tugas Ulangan Akhir
Semester Teori Sosiologi Klasik II, dengan demikian pula makalah ini akan
memerlukan revisi berdasarkan kritik maupun saran dari Dosen Pembimbing.
Untuk itu, saya berharap kritik dan saran yang membangun dari Ibu. Sri
Damayanti, M.Si, Selaku Dosen Mata Kuliah Teori Sosiologi Klasik II.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan, mudah-mudahan
Allah

SWT

senantiasa

menyertai

diamanatkan kepada kita semua.


Amin.
Terima kasih.

kita

dalam

melaksanakan

tugas

yang

Bandung, 10 November 2014


Penyusun,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN.....................................................................3

A. Definisi Fungsionalisme Struktural ............................................3


B. Teori Fungsionalisme Struktural dari Tokoh Robert K. Merton ....4
C. Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan ................................8
D. Relevansi Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton
terhadap
Penggunaan miras di lingkungan Nelayan .......................................................9
BAB III: PENUTUP...........................................................................11
A. Kesimpulan................................................................................ 11
B. Saran......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fungsionalisme Stuktural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam
sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak
dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian,
perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidak

-seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian


yang lain. Asumsi dasar teori ini 2[1] ialah bahwa semua elemen atau unsur
kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat
secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Banyak tokoh dalam teori Fungsionalisme Struktural, namun dalam
pembahasan kali ini akan diutamakan tokoh dari Roberk K. Merton. Dimana dia
mengembangkan analisanya tentang teori fungsionalisme struktural dengan
beberapa pokok pikiran baru 3[2] yakni mengenai disfungsi, fungsi yang tampak
(manifest function), dan fungsi yang tak tampak (latent function). Menurut
Merton, fungsi-fungsi didefinisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang
diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu.
Akan tetapi ada suatu bias4[3] (simpangan) ideologis yang jelas ketika orang
hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian, karena mereka selalu
merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta sosial
yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta sosial
yang lainnya.
Relevansi atau hubungan teori fungsionalisme struktural Robert K. Merton
terhadap fenomena miras pada nelayan di lingkungan masyarakat Indramayu
adalah dimana miras (minuman keras) itu sendiri bagi nelayan memiliki fungsi
untuk menenangkan pikiran atau membuat tubuh menjadi hangat pada saat
berlayar ke tengah laut,

namun akan tetapi pada kenyataannya miras dapat

menimbulkan disfungsi itu sendiri seperti kehilangan akal sehat dan dapat
merusak organ tubuh untuk peminumnya itu sendiri.

B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah yang dimaksud dengan Fungsionalisme Struktural ?

2[1] Bernard Raho- Teori Sosiologi Modern. Hal.48


3[2] Ibid. Hal. 62
4[3] George Ritzer- Teori Sosiologi dari Klasik sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern. Hal. 429

2.

Bagaimana Teori Fungsionalisme Struktural yang dibahas oleh Robert K.


Merton?

3.

Bagaimana Penggunaan Miras (Minuman Keras) di Lingkungan Nelayan?

4.

Bagaimanakah Relevansi atau Hubungan Teori Fungsionalisme Struktural Robert


K. Merton terhadap Fenomena Munculnya Miras (Minuman Keras) di Lingkungan
Nelayan?

C.

Tujuan Penulisan
Untuk

mengetahui

Definisi

dari

Fungsionalisme

Struktural,

Teori

Fungsionalisme Struktural dari tokoh Robert K. Merton, Penggunaan Miras di


Lingkungan

Nelayan,

dan

Relevansi

atau

Hubungan

Teori

Fungsinalisme

Struktural Robert K. Merton terhadap Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Fungsionalisme Struktural

Teori Fungsionalisme Struktural muncul menjadi bagian dari analisis


sosiologi pada tahun 1940-an

dan mencapai kejayaannya pada tahun 1950-

an5[4]. Ketika itu teori fungsionalisme struktural merupakan teoritis standar yang
diikuti mayoritas sosiolog dan hanya sebagian kecil saja yang menentangnya.
Namun

mulai

tahun

1960-an

dominasi

teoritik

fungsionalisme

struktural

mendapat tentangan keras dan adekuasi teoritisnya semakin dipertanyakan.


Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam
sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai
sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme
menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemenelemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.
Fungsionalisme Stuktural juga merupakan salah satu paham atau perspektif
di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang
terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian
yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain.
Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan
ketidak -seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada
bagian yang lain. Asumsi dasar teori ini 6[5] ialah bahwa semua elemen atau
unsur

kehidupan

masyarakat

harus

berfungsi

atau

fungsional

sehingga

masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.


Sepanjang teori ini, masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau institusi
yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan . Elemen-elemen
itu antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan, keluarga,
kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Masyarakat luas akan berjalan normal
jika masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan baik.
Kemacetan

dan perubahan pada salah satu institusi lain dan pada gilirannya

akan menciptakan kemacetan dan perubahan

pada masyarakat secara

keseluruhan karena perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa
perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa
setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya

5[4] Dewi Wulansari-Sosiologi Konsep & Teori. Hal. 173


6[5] Bernard Raho, op. cit., Hal.48

kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan
sendirinya.
Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu
sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dank arena itu mengabaikan
kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat beroperasi
menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial.
Secara ekstrim teori ini mengatakan bahwa segala sesuatu di dalam
masyarakat ada fungsinya, termasuk hal-hal seperti kemiskinan, peperangan,
atau kematian.

Teori ini juga menekankan kepada keteraturan (order) dan

mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsepkonsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan
keseimbangan (equilibrium).7[6]

B.

Teori Fungsionalisme Struktural dari Tokoh Robert K. Merton


Robert K. Merton sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli
teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori
fungsionalisme,
Marton mengkritik hal yang dia anggap sebagai tiga dalil dasar analisis
fungsional seperti yang dikembangkan oleh para antropolog seperti Malinowski
dan Radcliffe-Brown.
Pertama ialah dalil kesatuan fungsional masyarakat. Dalil tersebut
menganggap bahwa semua kepercayaan sosial dan budaya dan

praktik yang

distandarkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan juga


sebagai individu-individu di dalam masyarakat. Dalil kedua ialah fungsionalisme
universal. Yakni, diargumenkan bahwa semua bentuk sosial dan budaya yang
distandarkan mempunyai fungsi-fungsi positif. Marton berargumen bahwa hal
tersebut bertolak belakang dengan yang kita jumpai di dunia nyata. Dalil ketiga
ialah dalil kebutuhan mutlak. Dalil tersebut menghasilkan ide bahwa semua
struktur dan fungsi secara fungsional adalah untuk masyarakat.

7[6] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Hal. 21

Pendirian Marton ialah bahwa semua dalil fungsional tersebut bersandar


pada penegasan-penegasan nonempiris yang didasarkan pada sistem-sistem
teoritis abstrak.
Sejak awal Merton menjelaskan bahwa analisis fungsional struktural
berfokus

pada

kelompok-kelompok,

organisasi-organisasi,

masyarakat-

masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Dia mengatakan bahwa setiap objek


yang

dapat

ditundukkan

kepada

analisis

fungsional

struktural

harus

menggambarkan suatu item yang distandarkan (yakni, terpola dan berulang).


Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi 8[7].
1.

Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari
berbagai bagian yang sering berinteraksi.

2.

Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal
balik.

3.

Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, di mana penyesuaian yang ada tidak
perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.

4.

Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya di


masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpanganpenyimpangan.

5.

Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan


sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian.

6.

Perubahan adalah merupakan suatu hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh
adanya diferensiasi dan inovasi.

7.

Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.

Para fungsionalis struktural awal cenderung berfokus hampir seluruhnya


kepada fungsi-fungsi struktur atau lembaga sosial yang satu untuk yang lainnya.
Akan tetapi pada pandangan Merton, para analis awal cenderung mengacaukan
motif-motif subjektif individu dengan fungsi-fungsi struktur atau lembaga.
8[7] Zamroni- Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Hal. 25

Fungsionalis struktural seharusnya berfokus pada fungsi-fungsi sosial daripada


motif-motif individual 9[8]. Padahal perhatian fungsionalis struktural harus lebih
banyak ditunjukan kepada fungsi-fungsi dibandingkan dengan motif-motif. Fungsi
adalah

akibat-akibat

yang

dapat

diamati

yang

menuju

adaptasi

atau

penyesuaian dalam suatu sistem10[9].


Menurut

Merton

fungsi-fungsi

didefinisikan

sebagai

konsekuensi-

konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu
sistem tertentu. Akan tetapi ada satu bias (simpangan) ideologis yang jelas
ketika orang hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian karena mereka
selalu merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta
sosial yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta
sosial yang lainnya untuk mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi
di dalam fungsionalisme awal, Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi.
Sebagaimana

struktur-struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam

pemeliharaan bagian-bagian lain sistem sosial, mereka juga dapat mempunyai


konsekuensi-konsekuensi negatif untuknya.
Konsep marton tentang disfungsi meliputi dua pikiran yang berbeda11[10]
tetapi saling melengkapi. Pertama, sesuatu bisa saja mempunyai akibat yang
secara umum bisa saja mempunyai akibat yang secara umum tidak berfungsi.
Dalam perkataannya sendiri sesuatu bisa saja memiliki akibat-akibat yang
mengurangkan adaptasi atau derajat penyesuaian diri dari sistem itu. Kedua,
akibat-akibat ini mungkin berbeda menurut kepentingan orang-orang yang
terlibat.
Salah satu contoh dari apa yang dimaksudkan oleh Merton dengan disfungsi
tampak dalam diskusinya tentang birokrasi.
Marton juga mengajukan ide nonfungsi, yang dia definisikan
sebagai konsekuensi-konsekuensi yang benar-benar tidak relevan dengan sistem
yang dipertimbangkan. Untuk membantu menjawab pertanyaan apakah fungsi

9[8] George Ritzer- Teori Sosiologi dari Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.loc. cit.
10[9] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Op.cit. Hal. 22
11[10] Bernard Raho. Op.cit. Hal. 63

positif

lebih

banyak

daripada

disfungsi,

atau

sebaliknya.

Marton

mengembangkan konsep keseimbangan bersih.


Marton juga memperkenalkan konsep fungsi manifest dan laten.
Kedua istilah ini juga telah menjadi tambahan penting bagi analisis fungsional.
Dalam istilah-istilah yang sederhana, fungsi-fungsi manifest (nyata) adalah yang
disengaja atau fungsi yang diharapkan, tetapi fungsi laten tidak disengaja atau
yang tidak diharapkan (sebaliknya dari manifest).
Pembedaan fungsi seperti ini banyak memberi manfaat dalam
menelaah kesatuan sosial12[11], seperti :
1.

Membantu orang untuk memahami apa sebabnya praktik-praktik tertentu


dalam masyarakat tidak masuk akal dan tidak mencapai tujuannya, masih tetap
diteruskan.

2.

Kenyataan sosial dan keadaan yang sebenarnya akan dikenal dengan lebih
baik, bila fungsi-fungsi sembunyi dari suatu fenomena sosial dipelajari.

3.

Menemukan fungsi-fungsi sembunyi selalu menambah pengetahuan sosiologi.


Orang akan belajar dan mengatakan bahwa kehidupan sosial itu tidak pernah
sederhana sebagaimana kelihatan dari luarnaya.

4.

Kepekaan bagi fungsi-fungsi sembunyi akan membuat orang lebih hati-hati


dalam menilai praktik-praktik atau kenyataan sosial. Biasanya penilaian etnis
didasarkan pada fungsi-fungsi nyata yang dikenal secara umum dan diakui
dengan mudah menjadi tolak ukur untuk suatu pelukisan hitam putih.

Untuk menjelaskan lebih jauh teori fungsional, Merton menunjukkan


bahwa suatu struktur mungkin disfungsional bagi sistem sebagai suatu
keseluruhan namun dapat terus berlanjut.
Meron berpendapat bahwa tidak semua struktur pastinya akan dibutuhkan
untuk bekerjanya sistem sosial. Beberapa bagian dari sistem sosial kita dapat
dilenyapkan.

Hal

itu

membuat

teori

fungsional

mengatasi

hal-hal

bias

(simpangan) konservatifnya yang lain. Dengan mengakui bahwa beberapa


struktur dapat diperluas, fungsionalisme membuka jalan bai perubahan sosial
12[11] Dewi Wulansari. Op.cit. Hal. 178

yang bermakana. Masyarakat kita, misalnya, dapat terus ada (dan bahkan
ditingkatkan) dengan pelenyapan diskriminasi terhadap berbagai kelompok
minoritas.
Uraian yang diberikan Merton sering mempunyai manfaat yang besar bagi
sosiolog yang ingin melaksanakan analisis-analisis fungsional struktural.

C.

Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan


Mengungkap

persoalan

keberagamaan

dalam

masyarakat

nelayan

tradisional pada dasarnya adalah membicarakan cumulative body of knowledge


(kumpulan pengetahuan yang bertahap) nelayan dalam konteks kehidupan lokal.
Secara kategoris, kehidupan komunitas nelayan berbeda dengan kehidupan
komunitas masyarakat lainnya, seperti masyarakat petani atau pedagang urban.
Perbedaan itu terlihat tidak hanya terletak pada gaya hidup dan pola pikir, tetapi
juga pada nilai-nilai kebudayaan mereka (Quote).
Cunha mengatakan bahwa kelahiran pengetahuan tradisional nelayan banyak
didasari karakteristik konteks fisik lautan yang mengelilinginya.Pengetahuan ini
diproduksi secara kultural dan diakumulasi melalui pengalaman dan terus
menerus dievalusi dan diciptakan kembali berdasarkan fitur lingkungan laut yang
bergerak dan unpredictable.
Oleh karena itu, wajar jika realitas keyakinan masyakarat nelayan
bergantung kepada laut, misalnya, konsepsi tentang adanya kekuatan luar biasa
pada laut yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat nelayan di negeri ini.
Praktik keberagamaan tertentu yang erat kaitannya dengan masyarakat nelayan
terjadi

hampir

di

setiap

masyarakat.

Di

Indramayu,

tepatnya

di

Desa

Karangsong, praktik keberagamaan sejenis itu juga terjadi.


Seperti praktek minum-minuman keras yang sudah menjadi tradisi di
lingkungan nelayan. Karena faktor laut itu sendiri ,di tengah laut yang cuacanya
tak menentu dan dingin yang membuat para nelayan menjadi suka dengan
minuman keras. Karena bagi mereka minuman keras yang membuat tubuh
mereka menjadi hangat di tengah laut.

Karena miras (minuman keras). Maka bagi sebagian diantara mereka yang tidak
mengeikuti akan minum-minuman keras akan lebih di alienasi (terasingkan) dari
lingkunagnnya.
Kematian akibat menenggak miras di Kabupaten Indramayu mendapatkan
perhatian Dinas Kesehatan Indramayu, terutama ketika momen perayaan hari
raya pada rentang H-7 dan H+7 lebaran. Sebagian pesta hari raya yang
diadakan masyarakat dianggap tidak terlepas dari unsur miras (minuman keras).
Pesta pada momen perayaan hari raya juga dipengaruhi oleh kebiasaan
nelayan di pesisir Indramayu. Biasanya, banyak dari nelayan pada waktu-waktu
tersebut pulang melaut. Berbekal pendapatan dari hasil tangkapan, mereka
kemudian mengadakan pesta. Di pesta seperti itulah, sejumlah miras (minuman
keras) kemudian diperdagangkan dan dikonsumsi.
Angka kematian akibat menenggak miras cenderung menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya, dan lebih besar daripada angka kematian akibat kecelakaan.
Tidak hanya orang dewasa saja yang minum-minuman keras, karena saat
para nelayan itu pulang dan mengadakan pesta miras (minuman keras) dirumah,
anak-anak pun melihat dan mengikuti jejak para nelayan tersebut. Akan tetapi
berbeda, anak-anak biasanya meminum oplosan, campuran dari obat komik dan
minuman kuku bima.

D. Relevansi Teori Fungsinalisme Struktural Robert K. Merton terhadap Penggunaan


Miras di Lingkungan Nelayan
Robert K. Merton menjelaskan bahwa analisis fungsional struktural
berfokus

pada

kelompok-kelompok,

organisasi-organisasi,

masyarakat-

masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Dia mengatakan bahwa setiap objek


yang

dapat

ditundukkan

kepada

analisis

fungsional

struktural

harus

menggambarkan suatu item yang distandarkan (yakni, terpola dan berulang).


Nelayan adalah adalah sebuah kelompok-kelompok yang bekerja di tengah
laut untuk mencari ikan, yang prosesnya berulang. Karena nelayan itu sendiri
adalah sebutan bagi mereka yang bekerja di tengah laut untuk mencari ikan,
menafkahkan keluarganya dirumah.

Menurut

Merton

fungsi-fungsi

didefinisikan

sebagai

konsekuensi-

konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu
sistem tertentu. Akan tetapi ada satu bias (simpangan) ideologis yang jelas
ketika orang hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian karena mereka
selalu merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta
sosial yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta
sosial yang lainnya untuk mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi
di dalam fungsionalisme awal,
Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi. Sebagaimana strukturstruktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam pemeliharaan bagianbagian

lain

sistem

sosial,

mereka

juga

dapat

mempunyai

konsekuensi-

konsekuensi negatif untuknya.


Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata
13

sosial [12] yang ada dalam suatu masyarakat tertentu serba fungsional dalam
artian positif dan negatif.
Bagi nelayan praktek minum-minuman keras sudah menjadi tradisi.
Minuman keras di lingkungan nelayan memiliki fungsi, dimana fungsi tersebut
untuk membuat tubuh mereka menjadi hangat di tengah laut dan lepas akan
pikiran-pikiran berat. Karena faktor laut itu sendiri ,yang berada di tengah laut
dan cuacanya yang tak menentu dan dingin sehingga membuat para nelayan
menjadi suka dengan minuman keras.
Dari teori fungsionalisme struktural Robert K. Merton, selain fungsi maka
akan ada yang namanya disfungsi dimana lebih mengarah ke pada sisi negatif.
Praktek miras (minuman keras) di lingkungan nelayan pada kenyataannya
menimbulkan disfungsi, dimana miras (minuman keras) dapat merusak organ
dalam tubuh, dan menghilangkan akal sehat yang dapat menimbulkan tidak
sadarnya diri dan melakukan tindakan menyimpang dan kejahatan.

BAB III
13[12] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Op.cit. Hal. 23

PENUTUP

A. Kesimpulan
1.

Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi


dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur
dengan bagian-bagian yang saling berhubungan.

2.

Menurut Robert K. Merton fungsionalisme struktural terdapat bagian-bagian


dimana ada fungsi positif, dan disfungsi (fungsi yang mengarah ke sisi negatif)
yang meliputi dua pikiran yang berbeda tetapi saling melengkapi., terdapat juga
ide nonfungsi, fungsi nyata (manifest) dan fungsi laten.

3.

Penggunaan Miras (minuman keras) yang sudah menjadi tradisi di lingkungan


nelayan. Karena faktor laut itu sendiri ,di tengah laut yang cuacanya tak
menentu dan dingin yang membuat para nelayan menjadi suka dengan
minuman keras. Karena bagi mereka minuman keras yang membuat tubuh
mereka menjadi hangat di tengah laut.

4.

Teori Robert K. Merton berfokus pada kelompok, dan nelayan adalah sebuah
kelompok yang bekerja di tengah laut untuk mencari ikan, yang prosesnya
berulang. Merton mengembangkan ide fungsi, minuman keras di lingkungan
nelayan memiliki fungsi, dimana fungsi tersebut untuk membuat tubuh mereka
menjadi hangat di tengah laut dan lepas akan pikiran-pikiran berat. Merton juga
mengembangkan ide disfungsi. Praktek miras (minuman keras) di lingkungan
nelayan pada kenyataannya menimbulkan disfungsi, dimana miras (minuman
keras) dapat merusak organ dalam tubuh, dan menghilangkan akal sehat yang
dapat menimbulkan tidak sadarnya diri dan melakukan tindakan menyimpang
dan kejahatan.

B.

Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan ini meskipun penulisan
ini jauh dari sempurna minimal saya mengimplementasikan tulisan ini. Masih
banyak kesalahan dari penulisan saya, karna saya manusia yang tempatnya
salah dan dosa, dan kebenaran hanya milik Allah, dan saya juga butuh saran/

kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada
masa sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi pustaka


publisher: Jakarta
Ritzer,

George.

2013.

Sosiologi

Ilmu

Pengetahuan

Berparadigma Ganda. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta


.

2013.

Teori

Sosiologi

Dari

Klasik

Sampai

Perkembangan Terakhir Postmodern. PT Raja Grafindo Persada:


Jakarta
Wulansari, Dewi. 2013. Sosiologi Konsep & Teori. Refika
Aditama: Bandung
Zamroni. 1992. Pengantar Perkembangan Teori Sosial. PT Tiara
Wacana: Yogyakarta
https://alfisyahriyani.wordpress.com/tag/indramayu/

(diakses

tanggal 12 November 2014)


http://www.pikiran-rakyat.com/node/290064

(diakses

12 November 2014)
sumber : http://dea-agin.blogspot.co.id/2015/04/makalah-analisis-teorifungsionalisme.html

tanggal

Anda mungkin juga menyukai