Teori Konflik
Teori Fungsionalisme Struktural & Teori Konflik
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling
berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa
perubahan pula terhadap bagian yang lain. Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan
satu sistem atau peristiwa terhadapa sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu
peristiwa atau suatu sistem dapat menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim
penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.
Maka jika terjadi konflik, penganut teori fungsionalisme struktural memusatkan perhatiannya kepada masalah
bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Singkatnya adalah masyarakat menurut kaca mata teori (fungsional) senantiasa berada dalam keadaan berubah
secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur fungsional
bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada, diperlukan oleh sosial itu, bahkan kemiskinan serta
kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi: dinamika dalam keseimbangan.
1. Teori Konflik
Teori ini dibangun dalam rangka untuk menentang teori Fungsionalisme Struktural. Karena itu tidak mengherankan
apabila proposisi yang dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi yang terdapat adalah Teori
Fungsionalisme Struktural. Tokoh utama Teori Konflik adalah Ralp Danrendorf.
Jika menurut Teori Fungsionalisme Struktural masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam
kondisi keseimbangan, maka menurut Teori Konflik malah sebaliknya. Kalau menurtu Teori Fungsionalisme
Struktural setiap elemen satau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas, maka Teori Konflik melihat
bahwa setiap elemen atau institusi memberikan sumbangan terhadap disintegerasi sosial. Kontras lainnya adalah
bahwa penganut Teori Fungsionalisme Struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-
norma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka Teori Konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu
hanyalah disebabkan karena adanya teknan atau pemaksaan kekuasaan atas golongan yang berkuasa.
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe. Kelompok semu (quasi group)dan
kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau
jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok-kelompok kepentingan.
Sedangkan kelompo dua, yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok
kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan
inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Adapun mengenai fungsi dari adanya konflik, Berghe mengemukakan ada empat hal:
4) Fungsi komunikasi. Sebelum sebuah konflik kelompok tertentu mungkin tidak mengetahui posisi lawan. Tapi
dengan adanya konflik, posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara
pasti di mana mereka berdiri, dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk bertindak dengan lebih
tepat.
Singkatnya, Teori Konflik ini ternyata terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam
masyarakat dalam masyarakat di samping konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandangnya dalam kondisi
konflik. Mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya keseimbangan
dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman dari pertikaian dan pertentangan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Antropologi sebagai suatu Ilmu yang mempelajari makhluk antrhopos atau manusia
merupakan suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing mempelajari suatu kompleks
masalah khusus mengenai makhluk manusia. Pada masa kini di Indonesia ada bermacam-macam
penataran dalam metode penelitian masayrakat, dari yang hanya berlangsung dua minggu hingga
yang berlangsung satu tahun penuh.
Teori Fungsional-struktural adalah sesuatu yang urgen dan sangat bermanfaat dalam suatu
kajian tentang analisa masalah social. Hal ini disebabkan karena studistruktur dan fungsi
masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telahmenembus karya-karya para
pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer.Oleh karena itu karena pentingnya
pembahasan ini maka kami dari kelompok 3 mengangkat tema ini. Mudah-mudahan dapat
bermanfaat.Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan struktural fungsionalmerupakan
hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di manapendekatan fungsionalisme yang
diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara
mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal
dari linguistik,menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan
sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau analisa sistem pada prinsipnya berkisar pada
beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.
BAB II
PEMBAHASAN
Inti dari teori fungsional Malinowski adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu
sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk
manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kebutuhan itu meliputi kebutuhan
biologis maupun skunder, kebutuhan mendasar yang muncul dari perkembangan kebudayaan itu
sendiri. Sebagai contoh, Malinowski menggambarkan bahwa cinta dan seks yang merupakan
kebutuhan biologis manusia, harus diperhatikan bersama-sama dalam konteks pacaran, pacaran
menuju perkawinan yang menciptakan keluarga, dan keluarga tercipta menjadi landasan bagi
kekerabatan dan klen, dan bila kekerabatan telah tercipta akan ada sistem yang mengaturnya.[7]
Dalam sebuah bukunya, Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur
kebudayaan yang sangat komplek. Tetapi inti dari teori tersebut adalah pendirian bahwa segala
aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah
kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian
sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan misalnya terjadi karena mula-mula manusia
ingin memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena
kebutuhan naluri manusia untuk tahu. Di samping itu, masih banyak aktivitas kebudayaan terjadi
karena kombinasi dari beberapa kebutuhan masyarakat. Misalnya budaya yang muncul akibat
kepentingan kelompok masyarakat tertentu, umpamanya kelompok masyarakat petani, nelayan,
atau para politikus, akademisi dan lain-lain . Masing-masing dari kelompok tersebut akan selalu
berusaha menjaga eksistensinya agar dapat menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan
dari kelompoknya sendiri.
Contoh lain dari unsur universal kesenian yang dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran,
cerita dan sayir yang indah. Namun kesenian juga dapat berwujud tindakan-tindakan interaksi
berpola antara seniman pencipta, seniman penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar,
penonton, dan konsumen hasil kesenian. Tetapi selain itu semua kesenian juga berupa benda-
benda indah, candi, kain tenun yang indah dan sebagainya.[8]
Manusia, melalui instrumentalisasi kebudayaan, maka di dalam mengembangkan maupun
memenuhi kebutuhannya, ia harus mengorganisasi peralatan, artefak, dan kegiatan menghasilkan
makan melalui bimbingan pengetahuan, dengan kata lain yaitu melalui proses belajar manusia
dapat meningkatkan eksistensinya. Jadi kebutuhan akan ilmu dalam proses belajar adalah
mutlak. Dan di samping itu tindakan manusia juga harus dibimbing oleh keyakinan, demikian
pula magik. Karena tatkala manusia mengembangkan sistem pengetahuan ia akan terikat dan
dituntut untuk meneliti asal mula kemanusiaan, nasib, kehidupan, kematian dan alam semesta.
Jadi, sebagai hasil langsung kebutuhan manusia untuk membangun sistem dan mengorganisasi
pengetahuan, timbul pula kebutuhan akan agama.
Konsep kebudayaan terintegarasi secara menyeluruh dalam upaya pemenuhan kebutuhan
manusia. Kebudayaan sebagai seperangkat sarana adalah masalah mendasar. Kepercayaan, dan
magik sekalipun, harus mengandung inti utilitarian, karena ia memenuhi fungsi psikologis.
Aturan-aturan dan ritual magik dan agama tertentu dapat memantapkan kerjasama yang
diperlukan, di samping juga untuk memenuhi kepuasan pribadi sesorang. [9]
2. STRUKTURALISME RADCLIFE-BROWN
Teori-teori structural dalam ilmu antropologi ada beberapa macam, tetapi konsepnya untuk
pertama kali 1881-1955. Ia dilahirkan di Inggris pada tahun 1881, bealajar filsafat yang
mengandung psikologi experimental, ekonomi dan filsafat. Dalam tahun 1910 Radclife-Brown
melakukan penelitian lapanagan di antara suku bangsa Kariera, penduduk pribumi australi di
Australia Barat. Penelitian yang berpusat kepada masalah tetosisme itu menghasilkan buku three
Tribes of western Australia (1913).
Dibandingkan dengan etnografi Malinowski tentang penduduk Trobriand, maka etnografi
Radclife-Brown mengenai kebudayaan penduduk kepulauan Andaman berjudul The Andaman
Islanders (1922). Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya dan
malahan dirumuskan pada bagian pertama dari bab mengenai upacara sebagai berikut:
1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentiment dalam jiwa para
warganya yang merangsang mereka utnuk berperilaku sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian mempunyai
efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dan sentiment tersebut.
3. Sentiment itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat pengaruh
hidup masyarakatnya.
4. Adat istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentiment-sentimen itu dapat diexpresikan
secara kolektif dan berulang pada saat-saat tertentu.
5. Expresi kolektif dari sentiment memelihara intensitas sentiment itu dalam jiwa warga
masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga dalam generasi berikutnya.
Sunarto, Kamanto, 2004. Edisi Revisi : Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Prof. Dr. Koentjaraningrat, 2009. Edisi Revisi : Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Koentjaraningrat, 2010. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
http://maychan9.blogspot.com/2013/10/may-anjars-world-bagi-ilmu.html
http://teologihindu.blogspot.com/2011/03/aplikasi-teori-pungsional-struktural.html