Anda di halaman 1dari 9

Teori skripsi

Teori Fungsionalis ( functionalist theory ) merupakan konsep yang berkembang dari teori ini adalah
cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa
perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat.
Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur
yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah
ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan
kesenjangan sosial atau cultural lag. (Ogburn dalam Bachtiar : 2006).

Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan (tetap)
dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan
keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan
dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional
dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat,
perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William F. Ogburn.

Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.

a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.

b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.

c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.

d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota
kelompok masyarakat. (Ritzer dan Goodman, 2007).

Salah satu realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan Teori Fungsionalis
( functionalist theory ) mislanya adalah; Masyarakat suku Tanah Toraja (tator) Sulawesi Selatan, yang
sampai saat ini masih mempertahankan sebahagian unsur kebudayaan adat istiadatnya. Akan tetapi,
dalam unsur kebudayaan adat istiadat lain telah terkikis (hilang) oleh perubahan-perubahan sosial. Salah
satu contoh kasus adalah, desa Londa kabupaten Tana Toraja. yang hingga saat ini, melakukan ritual
upacara adat kematian sampai pada penguburan bahkan ditambah lagi dengan ritual berduka selama 40
hari, dan tidak meninggalkan rumah dan berpakaian hitam-hitam sebagai bentuk berduka atas
meninggalnya sanak keluarga.

Selama dalam masa berduka atau ke-40 hari dari hari kematian, masyarakat melakukan ritual upacara
adat penyembelihan hewan kerbau dan babi. Ritual upacara adat kematian tetap dilaksanakan sampai
saat ini, sesuai dengan adat setempat yang berlaku dan belum mengalami perubahan. Namun, dalam
unsur kebudayaan penguburan telah mengalami perubahan. Pada mulanya dalam adat setempat,
apabila ada keluarga yang meninggal itu tidak dikebumikan. Melaingkan dibuatkan peti dan patung lalu
dimasukkan kedalam gowa, ada pula yang dipahatkan pertengahan bukit batu lalu mayatnya
dimasukkan kedalam pahatan tersebut dan ada pula yang hanya diletakkan diatas bukit batu yang
tertinggi. Hal ini dilakukan sesuai dengan tingkatan sosial (stratifikasi) yang dimiliki mayat tersebut.
Akan tetapi, seiring berkembangnya kehidupan dan pola pikir masyarakat dan masuknya agama
khsusunya agama Islam, sehingga budaya penguburan di gowa bukit batu tidak lagi dilakukan,
melaingkan dikebumikan didalam tanah sebagaimana pada masyarakat umumnya. Perubahan yang
terjadi pada kebudayaan penguburan tersebut, karena perubahan itu telah diintegrasikan dalam
kebudayaan dan dianggap bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional, dan akhirnya diterima
oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern. (Edisi ke-6. Cetakan ke 4) .
Rawamangun-Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.

Sztompka, Piȍtr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. (Cetakan ke-6) Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.

Teori fungsionalisme

Fungsionalisme struktural yaitu sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang
berupaya menafsirkan warga sebagai sebuah bangun dengan bagian-bagian yang saling bertalian.
Fungsionalisme menafsirkan warga secara semuanya dalam hal fungsi dari elemen-elemen
konstituennya; terutama norma, aturan sejak dahulu kala, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum
yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan bagian-bagian warga ini sebagai "organ" yang
melakukan pekerjaan demi berfungsinya seluruh "badan" secara wajar.[1] Dalam guna paling mendasar,
istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, aturan sejak
dahulu kala, atau praktik, belakang suatu peristiwanya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil
dan kohesif." Untuk Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu
dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran

Asumsi dasar
Teori fungsionalisme struktural yaitu suatu kontruksi teori yang paling agung pengaruhnya dalam ilmu
sosial di masa seratus tahun sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu
August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi
oleh pemikiran biologis yaitu menganggap warga sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-
organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut adalah hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap mampu bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan
structural fungsional ini juga benar tujuan untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional
ini awal mulanya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi
oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya tentang analogi organismik
kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan
selang warga dengan organisme, sampai belakangnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan
requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan untuk analisis substantif Spencer dan penggerak
analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology
organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa warga yaitu sebuah kesatuan dimana di
dalamnya terdapat proses – proses yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut benar fungsi
masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Proses tersebut saling interdependensi satu
sama lain dan fungsional, sehingga jika benar yang tidak berfungsi karenanya hendak merusak
keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan
Merton tentang struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe
Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara
umum, dua proses dari studi Weber yang benar pengaruh kuat yaitu

Visi substantif tentang gerakan sosial dan

Strateginya dalam menganalisis bangun sosial.

Pemikiran Weber tentang gerakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam
menjelaskan tentang gerakan aktor dalam menginterpretasikan kondisi.

Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Sampai pertengahan masa seratus tahun, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif
sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton dibawah pengaruh tokoh –
tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai berbakat teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott
Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang dia gulirkan. Parson berhasil
mempertahankan fungsionalisme sampai semakin dari dua setengah masa seratus tahun sejak dia
mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson
membangun teori sosiologinya menempuh “analytical realism”, maksudnya yaitu teori sosiologi harus
menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi lingkungan kehidupan luar.
Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkrit, tapi untuk elemen-elemen di
dallamnya yang secara analitis mampu dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori
harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya
dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan kegiatan ini,
pemikiran hendak mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun
realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana
pemikiran mujarad ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di mampu yaitu organisasi
pemikiran dalam wujud sistem analisis yang mencakup masalah lingkungan kehidupan tanpa terganggu
oleh detail empiris.

Sistem gerakan dikenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa
terdapat empat karakteristik terjadinya suatu gerakan, yakni Adaptation, Goal Atainment, Integration,
Latency. Sistem gerakan hanya hendak bertahan jika memeninuhi empat criteria ini. Dalam karya
berikutnya , The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada kondisi dalam istilah
motivasi dan nilai-nilai. Terdapay berberapa macam motivasi, selang lain kognitif, chatectic, dan
evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosoial ini, selang lain nilai
kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit gerakan
olehkarenaya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi
kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.

Kesudahan dari analisis ini yaitu visi metafisis yang agung oleh lingkungan kehidupan yang telah
menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk
mengkategorisasikan lingkungan kehidupan kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan
system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada belakangnya
semakin filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan tentang
fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awal mulanya Merton mengkritik beberapa
proses ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai
pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berlainan dari sang guru, Talcott Parson
mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya
teori yang agung dan mencakup seluruhnya sedangkan parson semakin terbatas dan menengah.

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang ditelitinya sebagai tiga postulat
dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe
brown. Adapun beberapa postulat tersebut selang lain:
Kesatuan fungsi warga , seluruh keyakinan dan praktik sosial aturan sejak dahulu kala standard bersifat
fungsional untuk warga secara semuanya maupun untuk individu dalam warga, hal ini berfaedah sistem
sosial yang benar pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal
ini tidak hanya berjalan pada warga kecil tetapi generalisasi pada warga yang semakin agung.

Fungsionalisme universal , seluruh wujud dan stuktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang
oleh Merton, bahwa dalam lingkungan kehidupan nyata tidak seluruh bangun , aturan sejak dahulu kala
istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan
stuktur sosial dengan aturan sejak dahulu kala istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-
kadang membuat individu tersebut depresi sampai bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi
bertentangan.

Indispensability, proses standard warga tidak hany amemiliki fungsi positif namun juga
merespresentasikan proses bagian yang tidak terpisahkan dari semuanya. Hal ini berfaedah fungsi
secara fungsional diperlukan oleh warga. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson
bahwaada berbagai alternative structural dan fungsional yang benar di dalam warga yang tidak mampu
dihindari.

Argumentasi Merton diterangkan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar
pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya
postulat yang benar didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi
structural fungsional memusatkan pada organisasi, kumpulan, warga dan kebudayaan, objek-objek yang
dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.

Awal mulanya arus fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara semuanya,
namun Merton menjelaskan bahwa mampu juga dilaksanakan pada organisasi, institusi dan kumpulan.
Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton
mengemukakan bahwa para berbakat sosiologi harus semakin maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan
dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori agung. Teori taraf menengah
itu diartikan oleh Merton sebagai : Teori yang terletak di selang hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu,
yang berkembang semakin agung selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup
semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang hendak menjelaskan semua keseragaman yang
diteliti dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya dipakai dalam sosiologi untuk
membimbing penelitian empiris. Dia adalah jembatan penghubung teori umum tentang istem social
yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk
mempertanggungjawabkan apa yang diteliti, dan gambaran terinci secara teratur tentang hal-hal
tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi adalah kerangka proposisi yang saling
terhubung secara logis dimana kesatuan empiris dapat diperoleh.
The middle range theory yaitu teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja
mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan semuanya upaya sistematis yang inklusif
untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai
pemahaman bahwa secara prinsip dipakai untuk panduan temuan-temuan empiris, adalah lanjutan dari
teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan
perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi dia
cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes
empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melaksanakan tarik
dan menyambung, berfaedah apa yang dia kritik terhadap fungsionalis adalah jalan yang dia tempuh
untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil kontruksi teori
kemudian di benturkan sesudah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat
menarik.

Para stuktural fungsional pada awal mulanya memustakan pada fungsi dalam struktru dan institusi
dalam amsyarakat. Untuk Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu , para
fungsionalis awal cenderung mencampur adukna motif subjektif individu dengan fungsi stuktur atau
institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri memberikan ruang lingkup fungsi sebagai
konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu
benar konsekuensi positif. Tetapi , Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang benar
tidaklah positif tetapi benar negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan hendak disfungsi.
Ketika bangun dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi mampu
mengandung konsekuensi negative pada proses lain.Hal ini mampu dicontohkan, bangun warga patriarki
c memberkan kontribusi positif untuk kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan
kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative untuk kaum perempuan karena
aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun , dilontarkan oleh Merton. Merton
mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan untuk sistem tersebut. Dapatkonsekuensi
positif dimasa lalu tapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah mampu ditentukan manakah yang semakin
penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan menempuh
keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan semakin lanjut , Merton mengemukakan tentang fungsi manifest dan fungsi
laten.Fungsi manifest yaitu fungsi yang dikehendaki, laten yaitu yang tidak dikehendaki.Karenanya
dalam stuktur yang benar, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi secara fungsional
dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu bangun disfungsional hendak selalu benar. Dalam
teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilaksanakan Merton dalam
fungsi manifest dan laten , menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari
kegiatan. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori gerakan dengan fungsionalisme. Hal
ini berimplikasi pada ketidakpasan selang intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa
dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang bangun dan dengan
beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang
mendahuluinya. Tetapi, semakin jauh dari itu pemikirannya tentang fungsi manifest dan laten telah
membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu bangun. Merton pun mengungkap
bahwa tidak semua bangun sosial tidak mampu diubah oleh sistem sosial. Tetapi beberapa sistem sosial
mampu dihilangkan. Dengan mengakui bahwa bangun sosia mampu membuka jalan untuk perubahan
sosial.

Analisi Merton tentang hubungan selang kebudayaan, bangun, dan anomi. Aturan sejak dahulu kala
diartikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk
seluruh proses warga. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan
memeprnagaruhi proses warga atau kumpulan tertentu dengan kegiatan lain. Anomi terjadi jika ketika
terdapat disjungsi sempit selang norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan
proses kumpulan untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam bangun
makamirakat beberapa orang tidak dapat bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan
menghendaki hal benar beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh bangun sosial. Merton
menghubungkan anomi dengan kelainan dan dengan demikian disjungsi selang kebudayan dnegan
bangun hendak melahirkan konsekuensi disfungsional yakni kelainan dalam warga. Anomi Merton
memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural
fungsionalisme ini aharus semakin kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat
yangselalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis,
menurut mampu mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton,dalam
sensory experiences yang pernah kami dapatkan, dimana benar keteraturan karenanya harus siap deng
ketidakteraturan, dalam bangun yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status di dalamnya
tapi kaitan dalama peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu
berdasarkan status tidak dijalankan dampak berbagai factor. Apapun gagasannya anomi dalam bangun
lagi pula yang kaku hendak cenderung semakin agung. Dari sini, Merton tidak selesai dengan deskripsi
tentang bangun , hendak tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi bangun
tersebut. Pengaruh lembaga atau bangun terhadap perilaku seseorang yaitu adalah tema yang merasuk
ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy
serta dalam buku Sosial structure And Anomie. Disini Merton berupaya menunjukkan bagaimana
bangun sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang benar dalam warga
sehingga mereka semakin , menunjukkan akhlak non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton,
anomie tidak hendak muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana prasarana kelembagaan untuk
mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang benar Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk
mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah benar. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme
gaya baru yang semakin jauh berlainan dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan
ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.
Barnard, A. 2000. History and Theory in Anthropology. Cambridge: CUP.

Barnard, A., and Good, A. 1984. Research Practices in the Study of Kinship. London: Academic Press.

Barnes, J. 1971. Three Styles in the Study of Kinship. London: Butler & Tanner.

Holy, L. 1996. Anthropological Perspectives on Kinship. London: Pluto Press.

Kuper, A. 1988. The Invention of Primitive Society: Transformations of an Illusion. London: Routledge.

Kuper, A. 1996. Anthropology and Anthropologists. London: Routledge.

Layton, R. 1997. An Introduction to Theory in Anthropology. Cambridge: CUP.

Leach, E. 1954. Political Systems of Highland Burma. London: Bell.

Leach, E. 1966. Rethinking Anthropology. Northampton: Dickens.

Levi-Strauss, C. 1969. The Elementary Structures of Kinship. London: Eyre and Spottis-woode.

Coser, L., (1977) Masters of Sociological Thought: Ideas in Historical and Social Context, 2nd Ed., Fort
Worth: Harcourt Brace Jovanovich, Inc., pp. 140–143.

Craib, I., (1992) Modern Social Theory: From Parsons to Habermas, Harvester Wheatsheaf, London

Cuff, E. & Payne, G.,(eds) (1984) Perspectives in Sociology, Allen & Unwin, London

Davis, K (1959). "The Myth of Functional Analysis as a Special Method in Sociology and Anthropology",
American Sociological Review, 24(6), 757-772.

Elster, J., (1990), “Merton's Functionalism and the Unintended Consequences of Action”, in Clark, J.,
Modgil, C. & Modgil, S., (eds) Robert Merton: Consensus and Controversy, Falmer Press, London, pp.
129–35

Gingrich , P., (1999) “Functionalism and Parsons” in Sociology 250 Subject Notes, University of Regina,
accessed, 24/5/06, uregina.ca

Holmwood, J., (2005) “Functionalism and its Critics” in Harrington, A., (ed) Modern Social Theory: an
introduction, Oxford University Press, Oxford, pp. 87–109

Homans, George Casper (1962). Sentiments and Activities. New York: The Free Press of Glencoe.

Hoult, Thomas Ford (1969). Dictionary of Modern Sociology.

Lenski, Gerhard (1966). "Power and Privilege: A Theory of Social Stratification." New York: McGraw-Hill.

Lenski, Gerhard (2005). "Evolutionary-Ecological Theory." Boulder, CO: Paradigm.


Maryanski, Alexandra (1998). "Evolutionary Sociology." Advances in Human Ecology. 7:1-56.

Maryanski, Alexandra and Jonathan Turner (1992). "The Social Cage: Human Nature and the Evolution of
Society." Stanford: Stanford University Press.

Marshall, Gordon (1994). The Concise Oxford Dictionary of Sociology. ISBN 019285237X

Merton, Robert (1957). Social Theory and Social Structure, revised and enlarged. London: The Free Press
of Glencoe.

Nolan, Patrick and Gerhard Lenski (2004). Human Societies: An Introduction to Macrosociology."
Boulder, CO: Paradigm.

Parsons, Talcott (1951) The Social System, Routledge, London

Parsons, T., & Shils, A., (eds) (1976) Toward a General Theory of Action, Harvard University Press,
Cambridge

Parsons, T., (1961) Theories of Society: foundations of modern sociological theory, Free Press, New York

Perey, Arnold (2005) "Malinowski, His Diary, and Men Today (with a note on the nature of Malinowskian
functionalism)

Ritzer, G., (1983) Sociological Theory, Knopf Inc, New York

Sanderson, Stephen K. (1999). "Social Transformations: A General Theory of Historical Development."


Lanham, MD: Rowman & Littlefield.

Turner, Jonathan (1985). "Herbert Spencer: A Renewed Appreciation." Beverly Hills: Sage.

Turner, Jonathan (1995). "Macrodynamics: Toward a Theory on the Organization of Human


Populations." New Brunswick: Rutgers University Press.

Turner, Jonathan and Jan Stets (2005). "The Sociology of Emotions." Cambridge. Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai