Anda di halaman 1dari 8

- Masa Kolonialisme Belanda

Jalan Tengah Komisaris Jenderal

Setelah kembalinya ke tangan Belanda, tanah Hindia


diperintah oleh Badan baru yang diberi nama Komisaris
Jenderal yang di pimpin oleh gubernur jenderal, dibentuk oleh
Pangeran Willem VI yang beranggota: Cornelis Theodorus
Elout, Arnold Ardiaan Buyskes dan Alexander Gerard
Philip Baron Van der Capellen,
Semua Elout di tunjuk sebagai ketua, lalu digantikan oleh
Van der Capellen sebagai gubernur jenderal dan ketua.
Pangeran Willem VI mengeluarkan UU (Regerings
Reglement) 1815 menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian
dilakukan secara bebas, hal ini ada relevansi keinginan kaum
liberal diusul oleh Dirk Van Hongendorp.
Ketiganya sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan
yang pernah diterapkan oleh Raffles. Mereka sampai di
Batavia 27 April 1816. Ketika di lapangan mereka bimbang
untuk menerapkan prinsip Liberalisme di Nusantara. Hindia
dalam keadaan merosot dan terus mengalami kerugian
sedangkan mereka harus secepatnya memperbaiki keadaan
tersebut, serta perdebatan antara kaum libral dan kaum
konservatif belum menemukan titik temu. Kaum liberal
berkeyakinan tanah jajahan akan untung besar Ketika
diserahkan kepada swasta dan rakyat diberi kebebasan dalam
menanam sedangkan kelompok konservatif pengolahan tanah
jajah akan untung ditangani oleh pemerintah dengan
pengawasan ketat.
Akhirnya Komisari Jenderal sepakat untuk menerapkan
“Jalan Tengah” eksploitasi kekayaan ditanah jajahan langsung
ditangani pemerintah Hindia Belanda agar segera
mendatangkan keuntungan bagi negeri induk (Belanda), serta
mengusahakan kebebasan penduduk dari pihak swasta untuk
berusaha di tanah jajah. Tetapi kebijakan ini tidak dapat
merubah keadaan.
22 desember 1818 memberlakukan UU bahwa penguasa
tertinggi ditanah jajah adalah gubernur jenderal, Van der
Capellen kemudian ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal .
Tetapi kebijakan Van der Capellen lebih berkembang ke sewa
tanah dengan penghapusan penguasa tradisional (bupati dan
para penguasa setempat). Serta menarik pajak yang diprotes
dan muncul perlawanan Cappelen ditarik dan diganti oleeh Du
Bus Gisignies yang berkeinginan membangun modal dan
meningkatkan ekspor. Tetapi tidak berhasil karena rakyat
tidak bisa menyediakan barang yang di ekspor, justru impor
lebih besar.
Kondisi tanah jajah kritis, kas negara kosong yang
disebabkan biaya perang di tanah jajah, untuk mengatasi Raja
belanda mengeluarkan oktroi dibentuklah De Javasche Bank
tanggal 9 Desember 1826, 24 Desember 1828 Bu Gisignies
mengeluarkan SK No. 25 tentang akte pendirian.
Pembentukan bank ini juga merupakan bentuk dukungan Raja
terhadap rencana Pelaksanaan Tanam Paksa (Cultur stelsel) di
Indonesia/Hindia.
b. Sistem Tanam Paksa
pemerintah terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi
problem ekonomi. Tahun 1829 Johannes Van den Bosch
berpendapat untuk memperbaiki ekonomi di Negeri Belanda,
di tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanah yang laku
di pasaran dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan,
maka system penanaman harus dikembangkan dengan
memanfaatkan kebiasaan kaum pribumi/petani, yaitu dengan
“kerja rodi”.
Karenanya penanaman yang ditanam petani bersifat wajib
atau dikenal dengan nama “Sistem Tanam Paksa”. Van den
Bosch menggunakan prinsip bahwa daerah jajahan itu
fungsinya sebagai tempat mengambil keuntungan bagi negeri
induk.
Konsep Bosh itulah yang dikenal dengan Cultuurstelsel
(tanam paksa). Van den Bosch menyatakan bahwa cara
paksaan seperti yang pernah dilakukan VOC adalah cara
terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasar Eropa.

- Ketentuan Tanam Paksa


1830 Van den Bosch diangkat jadi gubernur jenderal di jawa.
Secara umum tanam paksa mewajibkan para petani untuk
menanam tanaman yang dapat di ekspor di pasar dunia.
Ketentuanya termuat di Lembar Negara (staarsblad) Tahun
1834 No 22:
 Penduduk menyediakan Sebagian dari tanahnya untuk
tanam paksa
 Tanaman penduduk tidak boleh melebihi seperlima dari
tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa
 Waktu pelaksaan tidak boleh melebihi pekerjaan yang
diperlukan untuk menanam padi
 Tanah taman paksa dibebaskan dari pajak
 Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi
pajak tanah maka kelebihanya ditanggung pemerintah
 Kegagalan panen diluar petani tanggung jawab
pemerintah
 Pengawas dari penguasa pribumi dan pegawai eropa
pengawasan sedara umum
 Penduduk bukan petani diwajibkan bekerja di lahan
pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun

Berdasarkan ketentuan di atas kelihatanya tidak terlalu


memberatkan masih memperhatikan martabat dan batas
kewajaran nilai-nilai kemanusiaan

- Pelaksanaan Tanam Paksa


Pelaksanaan system tanam paksa harus mengunakan organisasi
dan kekuasaan tradisional, para pejabat pribumi, kaum priyai dan
kepala desa memiliki peran penting , tapi para penguasa pribumi
akhirnya menjadi alat colonial.
Para penuasaa pribumi dan juga kepala desa ini dalam
menjalankan tugasnya juga mendpatkan bonus atau cultuur
procenten. Besaranya tergantung hasil setoran kepada pemerintah
belanda.
Hal ini penyebab terjadi penyelewengan dalam tanam paksa,
para penguasaa pribumi memaksa para petani untuk menanam
tanaman2 sebanyak banyaknya agar mendapat keuntungan yang
besar. Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tanam paksa tidak
berjalan dengan ketentuan, pemicunya adalah cultuur procenten
dan system tanam paksa disertai kekerasan. Banyak pekerja
meninggal kelaparan dan sakit contoh Cirebon(1843-1844) demak
1849 dan gorobang 1850.
Sementara pelaksanaan tanam paksa mendapatkan
keuntungan 1831-1877 kas belanda mencapai 832 juta Gulden,
utang VOC lunas benteng dapat dibangun. Belanda menikmati
keuntungan di atas penderitaan manusia.
Pelaksaan tanam paksa dikatakan telah melanggar hak-hak
asasi manusia, harus diakui manfaat dari tanam paksa yaitu
ekspor, saluran irigasi dan rel kereta api.

C. Sistem Usaha Swasta

Pelaksanaan tanam paksa memang telah berhasil


memperbaiki perekonomian belanda, tampilnya kaum liberal
yang didukung oleh para pengusaha. Oleh karena itu muncul
perdebatan mengenai system tanam paksa. Masyarakat Belanda
mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung ruginya Tanam
Paksa. Timbulah pro dan kontra mengenai pelaksanaan Tanam
Paksa.

Pro setuju Tanam paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok


konservatif dan para pegawai pemerintah. Karena
menguntungkan banyak, serta pemegang saham NHM
(Nederlansche Handel Matschappij). Pihak yang menentang
adalah kelompok masyarakat yang kasihan terhadap penderitaan
rakyat pribumi, umumnya mereka dipengaruhi oleh ajaran agama
dan asas liberalisme.

Kaum liberal semakin berkembang dan kuat, 1850


pemerintah mulai bimbang apalagi menang dalam parlemen
(Staten Generaal). Sesuai dengan asas liberalisme, kaum liberal
menuntut adanya perubahan dan pembaharuan, pelaksanaan
tanam paksa di hindia di akhiri. Hal ini didorong terbitnya dua
buku 1860 : Max Havelaar : Edward Douwes Dekker nama
samaranya Multatuli dan Sulker Contractor : Frans van de Pute
buku yang mengeritik keras Sistem Tanam Paksa.

Secara bertahap tanam paksa mulai dihapus dan diterapkan


politik ekonomi liberal, juga didorong isi Traktat Sumatera 1871 :
bahwa inggris memberikan kebebasaan terhadap belanda untuk
meluaskan wilayah aceh. Tetapi inggris meminta agar
menerapkan ekonomi Liberal.

Belanda telah mengeluarkan uu dan peraturan :

1. 1864 dikeluarkan UU perbendaharaan (Comptabiliet Wet).


2. UU Gula (suiker wet)
3. UU Agraria (Agrarische Wet)
- tanah dinegeri jajahan belanda dibagi dua. Pertama milik
penduduk pribumi : sawah, kebun, ladang, kedua pemerintah :
pegunungan dan lainya
- pemerintah mengeluarkan bukti kepemilikan tanah
- Tanah pemerintah di sewa mak 75 th, pribumi mak 5th ada
juga yang sampai 30th

Sejak ada UU agrarian banyak pihak swasta masuk dan


mengekspoitasi tanah jajahan, mulai era imperialisme modern,
berkembang kapitalisme, tanah jajahan sebagai : 1. tempat bahan
mentah industry eropa dan modal, 2 tempat pemasaran barang
industry, 3 penyedia tenaga murah,

Jenis tanaman : tebu, tembakau kopi, teh, kelapa sawit dan


karet. Sector ekonomi irigasi jalan raya, jembatan dan jalan kereta
api jalur kereta api pertama di bangun semarang dan Yogyakarta
lalu Batavia – bogor dam Surabaya- malang.
Pelaksanaan usaha swasta tetap membawa penderitaan, kerja
paksa masih dilakukan seperti pembangunan jalan,jembatan, jalur
kereta api dan irigasi dan adanya pungutan pajak, hasil pertanian
masyarakat menurun dan kerajinan-kerajinan terdesak oleh alat
maju. Alat transport : dokar, gerobak, dengan demikian rakyat
tetap hidup menderita.

- Pekembangan Agama Kristen

Agama Kristen di Indonesia dikelompokan menjadi dua, Yaitu


Katolik dan Kristen Protestan. Yang di bawa oleh bangsa bangsa
Eropa seperti Portugis dan Spanyol.

Agama Kristen katolik dan protestan berkembang di


berbagai daerah. Papua, minahasa, timor, Nusa Tenggara Timur,
Juga daerah Tapanuli di sumatera, yang dimana agama Kristen
menjadi mayoritas. Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia
membuka jalan perkembangan agama Kristen di Indonesia.
Orang portugis menyebar agama Kristen Katolik, Belanda
membawa agama Kristen Protestan.

Setelah menguasai Malaka 1511 portugis kemudian


meluaskan wilayahnya ke kepulauan maluku dengan maksud
memburu rempah-rempah, 1512 portugis mendarat di Hitu
(pulau Ambon), lalu ke maluku yang dimana dulu sudah tersebar
agama Islam, portugis menyebar agama Kristen oleh penyiar
agama katolik oleh pastor (dalam Bahasa potugis padre: Imam).

Pastor terkenal adalah Fransiscus Xaverius SJ dari ordo


Yesuit. Pantai Leitimor, kepulauan Lease, Pulau Ternate,
Halmahera Utara dan kepulauan Morotai.

Berikutnya berkembang di pulau Maluku setelah VOC


menguasai Ambon, para zendeling aktif menyebarkan agama
baru yang semangat piesme : menekankan pertobatan orang-
orang Kristen. Semakin intensif saat Raffles berkuasa.

Agama Katolik berkembang di Minahasa setelah Portugis


singgah di abad ke-16 dipimpin oleh pastor Diogo de
Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas tahun 1563. Tercatat
sejumlah rakyat dan raja menyatakan masuk agama Katolik,
missal Raja Babontehu Bersama 1.500 rakyatnya telah di Baptis
oleh Magelhaens. Agama Kristen dan katolik menyebar di derah
timur pada umumnya, serta Sulawesi utara dan tanah batak,
Batavia dan tanah jawa yang dikenal dengan Kristen Jawa.

Perkembangan Kristen di Jawa ini tidak dapat dilepas dari


peran Kiai Sadrach. Dalam petualanganya mencari keyakinan
agama dan memeluklah agama Kristen dibaptis tahun 1867
kemudian mengembangkan agama Kristen Protestan. Kiai
Sadrach tidak mau tunduk dan bahkan kemudian memisahkan
diri dari Gereja Protestan Belanda. Ia tinggal di desa
Karangyoso.

Anda mungkin juga menyukai