Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

DOMINASI PEMERINTAHAN BELANDA

Kelompok 8
Disusun oleh:
Rena anjani
Jesita amalia
Bayu saputra

Guru pembimbing
Eltafia Pratama S.Pd.

SMA PGRI 2 PALEMBANG


DAFTAR ISI

Kata pengantar
BAB 1
Latar belakang
Tujuan
BAB 2
Jalan Tengah Bersama Komisaris Jendral
Sistem Tanam Paksa
Sistem Usaha Swasta
Perkembangan Agama Kristen
BAB 3
Kesimpulan
Daftar pusaka
BAB 1

Latar Belakang

Akibat jatuhnya kota konstantinopel ketangan bangsa Turki Usmani pada tahun
1453 membuat ekonomi dan pedagangan eropa mengalami penurunan, sehingga
memaksa bangsa eropa melakukan penjelajahan samudra untuk mencari rempah –
rempah. Pada tahun 1596, Belanda berhasil mendarat di nusantara, tepatnya di
Banten. Karena ambisi Belanda untuk memonopoli perdagangan di Banten dengan
kesombongan dan kelakuan kasar, maka Belanda di usir dari Banten. Pada tahun
1598 Belanda melanjutkan ekpedisi penjelajahan di nusantara, kali ini mereka
bersikap hati – hati agar rakyat dapat menerimanya kembali. Belanda kemudian
mendirikan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) untuk memonopoli
pedagangan.Karena kekuasaan VOC semakin luas banyak pegawai yang melakukan
korupsi, sehingga utang VOC semakin meningkat dan kas habis untuk biaya perang,
sehingga VOC mengalami kebangkrutan. Kemudian pada tanggal 31 Desember 1799,
VOC dibubarkan. Karena beberapa dearah telah dikuasai Inggris, Belanda harus
meniggalkan daerah jajahannya, sehingga pada tahun 18 September 1811 mulailah
kekuasaan Inggris di Hindia. Tetapi pada tahun 1816 kepulauan Nusantara kembali
dikuasai oleh Belanda. Dan sejak saat itu dimulailah Pemerintahan Kolonial Belanda
.
Sementara itu perdebatan antar kaum liberal dan kaum konservatif
terkait dengan pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan
keuntungan sebesar-besarnya belum mencapai titik temu. Kaum liberal
berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendatangkan
keuntungan yang besar bila diserahkan kepada swasta, dan rakyat diberi
kebebasan dalam menanam. Sedang kelompok konservatif berpendapat
pengelolaan tanah jajahan akan menghasilkan keuntungan apabila
langsung ditangani pemerintah dengan pengawasan yang ketat.
BAB2

A. JALAN TENGAH BERSAMA KOMISARIS JENDRAL

Kebijakan jalan tengah atau jalan tengah bersama komisaris


jenderal adalah kebijakan yang merupakan jalan tengah yang diambil
diantara pertentangan kaum liberal dan kaum konservatif dalam
mengelola tanah jajahan di Indonesia. Ketiga Komisaris sepakat
menerapkan kebijakan jalan tengah yaitu eksploitasi kekayaan di tanah
jajahan langsung ditangani oleh pemerintah Hindia Belanda.
Namun kebijakan ini tidak berjalan mulus. Akhirnya pada 22 Desember
1818 Pemerintah memberlakukan UU yang menegaskan bahwa
penguasa tertinggi ditanah jajahan adalah Gubernur Jenderal. Van der
Capellen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal.
Ia ingin melanjutkan strategi jalan tengah. Tetapi kebijakan Van der
Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran
penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian
Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan
rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan.
Kemudian ia dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies.
Kebijakan De Bus tidak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga
tidak mampu menyediakan barang barang yang diekspor.
Kenyataannnya justru impor lebih besar dibanding ekspor, tentu hal ini
sangat merugikan bagi pemerintahan belanda.
Kondisi tanah jajahan dalam kondisi kritis, kas negara di negeri
induk pun kosong. Hal ini disebabkan dana banyak tersedot untuk
pembiayaan perang di tanah jajahan contohnya, perang
diponegoro.Untuk mengatasi dan mengatur keuangan ini diperlukan
suatu lembaga keuangan yaitu bonafit. Oleh karena itu Gubernur Jendral
Du Bus Gisignies dikeluarkan surat keputusan No. 25 tertanggal 24
desember 1828 tentang akte pendirian De javasche bank.
Setelah keberhasilan Belgia dalam berjuang memisahkan diri dari
belanda pada tahun 1830, keadaan ekonomi belanda semakin berat.
Sebab belanda banyak kehilangan lahan industri sehingga pemasukan
belanda semakin berkurang.
B.SISTEM TANAM PAKSA
Tahun 1829 seorang tokoh bernama Johannes Van den Bosch mengajukan kepada
raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik kolonial
Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki ekonomi, di
tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanaman yang dapat laku dijual di pasar
dunia. Konsep Bosch itulah kemudian dikenal dengan Cultuur stelsel atau tanam
paksa.

Ketentuan Tanam Paksa


Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van den Bosch
tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di
Jawa. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran
Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara lain sebagai
berikut.
1..Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak
boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak
boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran
pajak tanah.
5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan
kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir
melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi
tanggungan pemerintah.
7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada
di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai
Eropa melakukan pengawasan secara umum.
8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik
milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun.

Pelaksanaan Tanam Paksa


Tanam Paksa dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.
1. Sistem tanam paksa harus menggunakan organisasi desa
2. Pengerahan tenaga kerja melalui sambatan, gotong royong, gugur gunung
3. Peran kepala desa sangat sentral sebagai penggerak petani, penghubung dengan
atasan dan pejabat pemerintah

Tanam paksa yang dilaksanakan telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja
yang jatuh sakit. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam Paksa, sehingga nasib
diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan kemudian timbul bahaya
kelaparan dan kematian di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon (1843 - 1844), di
Demak (tahun 1849) dan Grobogan pada tahun 1850.

Walaupun banyak merugikan rakyat, namun Tanam Paksa juga memiliki beberapa
dampak positif bagi rakyat, diantaranya adalah dikenalkan tanaman jenis baru untuk
ekspor, dibangun saluran irigasi, dan dibangun jaringan rel kereta api. Sedangkan
dampak negatifnya adalah sebagai berikut.
1. Pelaksanaan tanam paksa tidak sesuai dengan peraturan
2. Terjadi tindak korupsi dari pegawai dan pejabat dan rakyat sangat menderita
3. Para pekerja jatuh sakit dan terjadi bahaya kelaparan
4. Hindia Belanda mengeruk keuntungan 832 jt gulden 1831- 1877

C.SISTEM USAHA SWASTA

Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung


ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro dan kontra mengenai pelaksanaan Tanam
Paksa. Pihak yang pro Tanam Paksa tetap adalah kelompok konservatif dan para
pegawai pemerintah, sedangkan yang kontra adalah mereka dipengaruhi oleh ajaran
agama dan penganut asas liberalisme.

Setelah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten


Generaal). Parlemen memiliki peranan lebih besar dalam urusan tanah jajahan.
Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan
pembaruan. Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda
diakhiri.

Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku
Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli,
dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) tulisan Frans van de
Pute. Secara berangsur-angsur Tanam Paksa mulai dihapus dan mulai diterapkan
sistem politik ekonomi liberal.

Penetapan pelaksanan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak


swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan. Seiring dengan
upaya pembaruan dalam menangani perekonomian di negeri jajahan, Belanda telah
mengeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
1. Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet
Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda
harus diketahui dan disahkan oleh Parlemen.
2. Undang-undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain mengatur
tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap
akan diserahkan kepada pihak swasta.
3. Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang-Undang ini
mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-
undang itu ditegaskan, antara lain : Pertama, Tanah di negeri jajahan di Hindia
Belanda dibagi menjadi dua. Pertama, milik pribumi berupa persawahan, kebun,dll.
Kedua tanah hutan pegunungan, dll milik pemerintah. Kedua, Pemerintah
mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah. Ketiga, Pihak swasta dapat menyewa
tanah. Tanah pemerintah disewa sampai 75 tahun, tanah penduduk sampai 5 tahun

Sejak UU Agraria, pihak swasta banyak emasuki tanah jajahan di Hindia Belanda.
Munculnya imperalisme modern, kapitalisme di Hindia Belanda. Tanah jajahan
berfungsi sebagai: tempat mendapat bahan mentah dan penanaman modal asing,
tempat pemasaran hasil industri dari Eropa, dan penyedia tenaga kerja yang murah.

Sisi positif kebijakan ini antara lain pada tahun 1873 dibangun serangkaian jalan
kereta api, tahun 1872 dibangun pelabuhan tanjung priok, Belawan, Teluk Bayur, dan
1883 maskapai tembakau Deli memprakarsai pembangunan jalan kereta api.
Sedangkaan dampak negatifnya adalah pelaksanaan usaha swasta membawa
penderitaan bagi rakyat bumiputera, pertanian merosot, rakyat kerja paksa dan
membayar pajak

D. Masuknya Agama Kristen


Perkembangan agama Kristen di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Dalam kenyataannya
agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan berkembang di berbagai daerah. Bahkan
di daerah Indonesia bagian Timur seperti di Papua, daerah Minahasa, Timor, Nusa
Tenggara Timur, juga daerah Tapanuli di Sumatera, agama Kristen menjadi
mayoritas.

Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung
Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan
dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus-
Nias-melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut
sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara.

Agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan
pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di
Semenanjung Malaya dan juga pantai barat di Sumatera.

Kedatangan bangsa-bangsa Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat


penyebaran agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis menyebarkan agama
Kristen Katolik (selanjutnya disebut Katolik). Orangorang Belanda membawa agama
Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen).

Agama Katolik dan Kristen berkembang di daerah-daerah Papua, wilayah Timur


Kepulauan Indonesia pada umumnya, Sulawesi Utara dan tanah Batak di Sumatera.
Singkatnya agama Katholik dan Kristen dapat berkembang di berbagai tempat di
Indonesia, termasuk di Batavia dan Jawa pada umumnya. Bahkan di Jawa ada
sebutan Kristen Jawa.
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai