Anda di halaman 1dari 11

TEORI FUNGSIONALISNE (ANTROPOLOGI HUKUM)

Nama : Soni Saputra

Email:sonisaputra86089@gmail.com

No BP:2010003600328

Universitas Ekasakti - AAI Padang

Fakultas Hukum

A. PENDAHULUAN

Alhamdulliah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan Rahmat dan Karunianya kepada kita semua terutama

kepada penulis dan shalawat beriring salam disampaikan kepada nabi

besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan makalah Antropologi Hukum yang berjudul "

Teori Fungsionalisne ( Antropologi Hukum)" sebagai salah satu syarat

memenuhi mata kuliah di Universitas Ekasakti Padang.

Teori fungsionalisme adalah teori dominan dalam antropologi. Teori ini

memandang budaya sebagai satu kesatuan, dan mencoba untuk

menjelaskan bagaimana hubungan antara bagian-bagian masyarakat yang

tercipta dan bagaimana bagian ini fungsional (bermakan memiliki

konsekuensi yang menguntungkan pada individu dan masyarakat) dan

disfungsional (bermakna memiliki konsekuensi negatif). Teori ini

memandang masyarakat sebagai sistem yang kompleks yang mana bagian


tersebut bekerja bersama untuk mempromosikan solidaritas dan stabilitas;

ini menandakan bahwa kehidupan sosia kita dituntun berdasar pada

struktur sosial, yang pola perilaku sosialnya secara relatif stabil 

1. Tujuan Makalah

a) Untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah

b) Mrngetahui apa itu teori fungsionalisme

c) Untuk mengembangkan pengetahuan tentang teori fungsionalisme

2.Rumusan Makalah

a) Apa itu teori fungsionalisme

b) Sejarah teori fungsionalisme

c) kelemahan teori fungsionalisme

B.PEMBAHASAN

A.Apa itu teori fungsionalisme

Fungsionalisme adalah teori filsafat yang menganggap fenomena mental

dalam kesatuan dinamis sebagai suatu sistem dari fungsi untuk pemuasan

kebutuhan yang sifatnya biologis.


Fungsionalisme adalah sebuah pemikiran yang tidak menolak substansi

imaterial, tetapi menyatakan bahwa pada akhirnya semua substansi

bersifat material.Fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah

sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan satu dengan

lainnya.Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan.Dengan

demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau

kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa

bertahan.

Penganut paham ini memandang setiap elemen masyarakat memberikan

fungsi terhadap elemen masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di

suatu bagian masyarakat akan menimbulkan perubahan pada bagian yang

lain pula. Perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan masyarakat.

Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah

diintegrasikan kedalam kebudayaan (menjadi cara hidup masyarakat).

Oleh sebab itu menurut paham ini unsur kebudayaan baru yang memiliki

fungsi bagi masyarakat akan diterima, sebaliknya yang disfungsional

akan ditolak.

Dalam khsanah ilmu antropologi dan Ilmu sosial umumnya, teori

fungsionalisme yang dirintis oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942)

merupakan teori klasik yang begitu berpengaruh pada awal

perkembangan ilmu Antropologi pada abad ke-19. Namun demikian,


meskipun teori itu dikenal sebagai teori klasik, sebagai sebuah grand

theory yang sangat berpengaruh dalam perkembangan teori antropologi

kontemporer, teori tersebut masih banyak dijadikan landasan konseptual

para ilmuwan sosial masa kini dalam berbagai kajian masyarakat dan

kebudayaan. Demikian halnya dalam studi tentang sistem religi, dalam

banyak hal teori ini masih relevan untuk menjadi sebuah acuan teoretis

dalam melakukan telaah antropologis terhadap fenomena sosial

keagamaan. Tulisan berikut mengurai kembali asumsi dasar dan landasan

konseptual yang dibangun oleh Malinowski dalam mengembangkan teori

fungsionalisme dan implikasinya terhadap kajian agama-agama.

 B.Sejarah teori fungsionalisme

Teori fungsionalisme lahir dan dikembangkan oleh Malinowski melalui

penelitian lapangan. Ia memilih kepulauan Trobriand di wilayah Pasifik

sebagai tempat penelitiannya. Obyek penelitian yang dikalukan oleh

Malinowski adalah tentang sistem Kula, yaitu berdagang yang disertai

upacara ritual yang dijalani oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan

kepulauan di sekitarnya. Masyarakat kepulauan Trobriand melakukan

perdagangan dengan cara tukar menukar (barter) berbagai barang, seperti

bahan makanan, hasil kerajinan, alat-alat perikanan, dan lain-lain

termasuk dan paling menonjol adalah pertukaran perhiasan yang bernilai

tinggi di antara masyarakatnya. Sarana yang digunakan oleh masyarakat


kepulauan Trobriand dalam melakukan perdagangan adalah dengan

menggunakan perahu kecil bercadik, mereka berperahu menuju pulau

lainnya yang cukup jauh untuk melakukan perdagangan tersebut. Dari

hasil penelitian inilah Malinowski melahirkan satu karya tulisan yang

berjudul "Argonauts of the Western Pacific", yang banyak dikagumi

oleh para ahli antropologi.

"Argonauts of the Western Pacific" merupakan bentuk karangan etnografi

dari Malinowski yang ditulisnya dari hasil penelitian lapangan tentang

sistem kola (perdagangan) masyarakat kepulauan Trobriand. Dalam

tulisannya tersebut disebutkan adanya keterkaitan sistem perdagangan

(ekonomi) dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, seperti kepercayaan,

sistem kekerabatan, dan organisasi sosial yang berlaku pada masyarakat

Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka etnografi

yang saling berkaitan satu sama lain  melalui fungsi dari aktivitas

tersebut. Atau dengan kata lain pokok dari tulisan tersebut Malinowski

menegaskan sebagai bentuk etnografi yang berintegrasi secara

fungsional. 

Dalam teori fungsionalisme kebudayaan, Malinowski menekankan

pentingnya penelitian dengan turun langsung ke lapangan ke tengah-

tengah obyek masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa mereka agar


dapat memahami apa yang obyek lakukan sesuai dengan konsep yang

berlaku pada masyarakat itu sendiri serta kebiasaan yang dikembangkan

menjadi metode adalah pencatatan. Mencatat seluruh aktifitas dan 

kegiatan atau suatu kasus yang konkret dari unsur kehidupan. Selain itu,

yang patut para peneliti miliki menurut Malinowski adalah kemampuan

keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi dari aspek

yang diteliti, adat, dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep tersebut

dirumuskan ke dalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek

kebudayaan, yaitu :

 saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya

terhadap aspek lainnya.

 konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.

 unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi

secara fungsional.

 esensi atau inti dari kegiatan atau aktifitas tersebut tidak lain adalah

fungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar biologis manusia.

Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas

inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan atau

aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya

bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri

manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.


Malinowski berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia adalah

sama, baik itu kebutuhan yang  bersifat biologis maupun yang bersifat

psikologis, dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan

tersebut. Sebagai contoh, kebutuhan biologis manusia yang pada dasarnya

merupakan kebutuhan pokok, tetapi tidak serta merta dilakukan atau

dipenuhi secara sembarangan. Kondisi pemenuhan kebutuhan tidak

terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-

nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat, yang dampak

dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yang

terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan

yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara pernikahan, tata cara

dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis

manusia tersebut. Hal inilah yang kemudian menguatkan teori dari

Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat

kebudayaan. Ada tiga tingkatan yang oleh Malinowski yang harus

terekayasa dalam bentuk budaya, yaitu :

 Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti

kebutuhan akan pangan dan prokreasi.

 Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti

kebutuhan akan hukum dan pendidikan.


 Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama

dan kesenian.

C.Kelemahan teori fungsionalisme

Kelemahan teori fungsional adalah gagalnya menjelaskan kenapa

masyarakat itu berbeda atau justru memiliki kesamaan. Ontropolog

fungsionalisme menganggap dunia tertib, memberi sedikit perhatian atau

bahkan tidak memberi perhatian pada kompetisi dan konflik (Howard dan

Dunaif-Hattis, 1992). Teori ini tidak berhubungan dengan sejarah,

mengabaikan proses sejarah. (Scupin dan De Corse, 1995) teori ini juga

tidak dapat menjelaskan perubahan sosial dan budaya, sebagaimana ia

dulu memandang masyarakat sebagai sesuatu yang stabil dan tetap.

meskipun memiliki kelemahan, teori fungsionalisme mempengaruhi

perjanjian besar penelitian empirik dalam antropologi.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

teori fungsional yaitu Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut

pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan

masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling

berhubungan.
2. SARAN

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih

jauh dari kata sempurna. Kedepannya kami akan lebih berhati - hati untuk

menjelaskan tentang sumber - sumber yang lebih banyak. Penulis merima

kritikan dan saran untuk melengkapi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Gokma Toni Parlindungan S, Asas Nebis In Idem Dalam Putusan

Hakim Dalam Perkara Poligami Di Pengadilan Negeri Pasaman

Sebagai Ceriminan Ius Constitutum, Volume 2, Nomor 1, 2020.

Gokma Toni Parlindungan S, Pengisian Jabatan Perangkat Nagari

Pemekaran Di Pasaman Barat Dalam Rangka Pelaksanaan

Otonomi Daerah, Ensiklopedia Of Journal, Vol 1 No 2 Edisi 2

Januari 2019,

 
Harniwati, Peralihan Hak Ulayat Menurut Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2004, Volume 1, Nomor 3, 2019.

Jasmir, Pengembalian Status Hukum Tanah Ulayat Atas Hak Guna

Usaha, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 1, 2018.

Jumrawarsi Jumrawarsi, Neviyarni Suhaili, Peran Seorang Guru

Dalam Menciptakan Lingkungan Belajar Yang Kondusif,

Ensikopedia Education Review, Vol 2, No 3 (2020): Volume 2 No.3

Desember 2020

Mia Siratni, Proses Perkawinan Menurut Hukum Adatdi Kepulauan

Mentawai Di Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Ensiklopedia Of Journal,

Vol 1 No 2 Edisi 2 Januari 2019,

 
Remincel, Dimensi Hukum Pelanggaran Kecelakaan Lalu Dan

Angkutan Jalan Lintas Di Indonesia, Ensiklopedia Social Review,

Volume 1, Nomor 2, 2019.

R Amin, B Nurdin, Konflik Perwakafan Tanah Muhammadiyah di

Nagari Singkarak Kabupaten Solok Indonesia 2015-

2019, Soumatera Law Review, Volume 3, Nomor 1, 2020.

Anda mungkin juga menyukai