1. Konservasi Budaya
Istilah budaya dan kebudayaan sering digunakan dalam pengertian umum dan khusus.
Dalam pengertian umum, kebudayaan sering dimaknai sebagai semua hasil karya, rasa dan
cipta manusia sebagai anggota masyarakat. Adapun dalam pengertian khusus budaya
merupakan produk yang berkaitan dengan akal budi manusia. Jika dalam pengertin umum
kebudayaan dipahami secara generik, dalam pengertian khusus budaya berkaitan dengan
sesuatu yang baik dan luhur.
Definisi kebudayaan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan mengambil posisi tengah di antara pengertian umum dan khusus tersebut.
Kebudayaan dimaknai sebai “…segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan
hasil karya masyarakat.” Adapun kebudayaan didefinisikan sebagai “…keseluruhan proses dan
hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia.”
Koentjaraningrat (1971) mendefinisikan budaya sebagai sebuah sistem gagasan dan
rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia yang di dalam kehidupannya
yang bermasyarakat. Dari definisi tersebut, ia merinci bahwa wujud kebudayaan dapat
dikategorikan menjadi tiga yaitu kebudayaan berwujud gagasan, aktivitas, dan hasil ciptaan.
Dalam bentuk gagasan, kebudayaan dapat ide, opini, nilai atau norma. Produk
pemikiran seperti filsafat, sistem pemerintahan demokrasi, gagasan tentang keadilan, dan
sistem etika hidup merupakan contoh-contoh kebudayaan dalam bentuk gagasan.
Dalam bentuk aktivitas, kebudayaan meliputi seluruh Tindakan manusia dalam
lingkungan masyarakat. Aktivitas pertanian, upacara keagamaan, ritual politik seperti pemilu,
atau kegiatan manusia berkomunikasi satu sama lain merupakan kebudayaan dalam bentuk
aktivitas.
Adapun wujud kebudayaah ketiga adalah ciptaan yang biasanya berbentuk barang.
Sistem perkakas manusia adalah bentuk konkret kebudayaan dalam bentuk ciptaan. Alat-alat
tersebut biasanya digunakan untuk menunjang aktivitas sehari-hari manusia. Namun bisa pula
kebudayaan dalam bentuk ciptaan juga berupa simbol-simbol seperti patung, angka, huruf,
bahkan emoji dan emoticon dalam komunikasi digital juga merupakan bentuk kebudayaan.
Berdasarkan tiga wujud kebudayaan tersebut, Koentjoroningrat juga merinci terdapat
tujuh unsur kebudayaan universal yaitu:
1) sistem religi
2) sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial
3) sistem pengetahuan
4) Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi
5) kesenian
6) Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi
7) Sistem peralatan hidup atau teknologi.
Meskipun secara umum “kebudayaan” dipahami sebagai “semua produk kehidupan
manusia dalam kehidupan di masyarakat”, sejumlah ahli menyodorkan definisi lain dengan
memberi penekanan terhadap nilai-nilai (values). Morris (2014) menyebutkan bahwa nilai
merupakan unsur esensial kebudayaan. Oleh karena itu ia berpandangan bahwa “Budaya terdiri
dari makna bersama dalam suatu masyarakat yang mencakup ide-ide yang direpresentasikan
dalam pemikiran penganutnya, dituangkan dalam praktiknya, dan ditorehkan dalam institusi
dan artefaknya.”
Definisi yang disampaikan Morris tersebut berbeda dengan yang disampaikan
Koentjoroningrat karena melatakkan tiga unsur kebudayaan secara hierarkis, tidak setara.
Dengan demikian, bentuk esensial kebudayaan adalah nilai-nilai. Nilai-nilai inlah yang
membentuk cara berpikir masyarakat, mempengaruhi praksis sosial atau tindakannya, dan
kemudian diabadikan dalam bentuk artefak.
Cara Morris meletakan nilai-nilai dalam posisi superior hampir sama dengan yang
dilakukan Parsons (dalam Mahsun 2014). Parson mengembangkan pemikiran yang
menunjukkan budaya memiliki superioritas terhadap sistem sosial, sistem kepribadian, dan
sistem tingkah laku. Dalam posisi superior, kebudayaan mengatur dan membentuk sistem
sosial sistem kebpribadian, dan sistem perilaku masyarakat. Sistem budaya memiliki
kemampuan mengendalikan sistem di bawahnya karena sistem budaya memiliki informasi
Adapun sistem di bawahnya memiliki energi.
Sistem Budaya
Sistem Sosial
Sistem Kepribadian
Penekanan pada aspek nilai-nilai menunjukkan bahwa unsur paling esensial dalam
kebudayaan adalah nilai. Penempatan nilai-nilai sebagai unsur esensial berkaitan dengan sifat
superior nilai sebagai sistem abstrak yang dapat mengendalikan sistem-sistem lain di bawahnya.
Nilai-nilai mewujud dalam sistem sosial, kepribadian, dan sistem perilaku manusia.
Namun di sisi lain, kebudayaan sebagai sistem nilai dibentuk secara terus-menerus oleh
sistem-sistem lain di bawahnya. Oleh karena itu, nilai-nilai dapat mengalami perubahan atau
pergeseran jika sistem-sistem yang berada di bawahnya mengalami pergeseran yang terus-
menerus. Potensi perubahan dan pergeseran itulah yang membuat budaya layak menjadi objek
konservasi. Konservasi budaya dilakukan untuk memastikan budaya berkembang dan maju
sehingga memenuhi berbagai fungsinya.
Sebelas tujuan tersebut menunjukkan bahwa budaya memiliki implikasi luas terhadap
kehidupan umat manusia baik sebagai individu maupun kelompok: masyarakat, bangsa, dan
negara. Kebudayaan membentang dari hal-hal yang bersifat abstrak, berkaitan dengan struktur
masyarakat, hingga berkaitan dengan praktik kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dengan
menjaga kebudayaan maka manusia sedang menjaga berbagai aspek kehidupan tersebut.
Mazrui (dalam Livesey dan Lawson, 2005) menyebutkan bahwa kebudayaan memiliki
fungsi utama, yaitu sebagai alat komunikasi, pembentuk persepsi, identitas, sistem nilai,
motivasi, stratifikasi, serta produksi dan konsumsi.
Dalam komunikasi, budaya memberi konteks dan dukungan bagi lahirnya alat
komunikasi seperti bahasa, baik verbal maupun nonverbal. Bahasa adalah salah satu bentuk
kebudayaan yang menggambarkan dengan presisi nilai-nilai kultural masyarakat
pendukungnya. Melalui bahasa budaya direpresentasikan, disosioalisasikan, dan dikukuhkan
sehingga dapat terlembagakan dan terwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu,
melestarikan alat-alat komunikasi seperti bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam
menjaga kebudayaan nasional dan daerah.
Sebagai alat pembentuk persepsi budaya memberikan makna terhadap segala sesuatu,
baik benda, peristiwa, situasi, aturan-aturan, dan gejala lain yang ada. Dengan kata lain budaya
menentukan dan menajamkan cara manusia menilai dan memaknai segala sesuatu. Tanpa
kebudayaan, realitas akan menjadi sesuatu yang kering dan tidak memiliki makna. Namun
berkat kebudayaan, realitas kecil saja bisa dimaknai. Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya,
menanam bisa dipahami sebagai usaha ekonomi semata sebagai cara mencukupi kebutuhan
hidup. Namun oleh sistem kebudayaan tertentu menanam dapat dimaknai secara ekologis
sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan terhadap lingkungan. Bahkan kegiatan yang sama
bisa dimaknai secara spiritual sebagai ibadah dalam rangka menjalankan tugas manusia sebagai
pemimpin di muka bumi.
Kebudayaan juga berfungsi sebagai identitas. Kebudayaan menentukan bagaimana cara
seseorang atau sekeloompok orang mengenali dirinya dan orang lain. Dalam hal ini
kebudayaan menentukan cara manusia mengidentifikasi citra dirinya, menentukan apakah
dirinya merupakan bagian dari entitas budaya tertentu atau bukan. Cara berpakaian misalnya
merupakan identitas visual yang menunjukkan posisi ideologis dan sosial seseroang. Pilihan
untuk mengenakan model pakaian tertentu, apakah tertutup atau terbuka, bermode kuno atau
kekinian merupakan cara manusia menyatakan diri di hadapan orang lain. Dengan cara yang
sama manusia mengidentifikasi orang lain melalui berbagai produk kebudyaan tersebt, salah
satunya pakaian.
Fungsi budaya sebagai identitas ini bisa berkembang ke dalam dua fungsi turunan yaitu
membentuk solidaritas sosial dan integrasi sosial. Orang-orang yang mengidentifikasi diri
berada pada entitas yang sama cenderung merasakan ikatan emosional tertentu. Perasaan itu
memungkinkan terjalinnya kerekatan sosial yang lebih mendalam sehingga membentuk
komunitas tertentu.
Sebagai sistem nilai kebudayaan merupakan institusi yang menyediakan konsep baik
dan buruknya sesuatu, benar dan salahnya sesuatu, baggus dan jelekanya sesuatu. Konsep-
konsep tersebut kemudian menjadi pemandu perilaku pribadi dan komunitas setempat. Agar
orang hidup dengan baik sesuai sistem budayanya makan harus mematuhi nilai-nilai tersebut.
Jika nilai-nilai tersebut ditentang atau diterabas akan melahirkan gejolak yang membuat
seseorang tersebut menerima hukuman, baik hukuman etis, sosial, maupun hukuman dalam arti
hukum positif.
Berkaitan dengan fungsi budaya sebagai sistem nilai, maka budaya juga berkembang
menjadi mitovasi. Kebudayaan mengatur bahwa orang-orang yang dapat mematuhi nilai-nilai
akan mendapatkan penghargaan tertentu, misalnya dalam bentuk pujian, promosi jabatan,
penghormatan, atau penghargaan material. Sementara orang yang mengabaikan atau
melanggar nilai-nilai dalam masyarakat akan menerima sanksi seperti penjara, pengucilan,
reputasi buruk dan sebagainya. Dengan demikian, kebudayaan sekaligus menjadi motivasi
yang membuat anggotanya terdorong bertindak benar, baik, dan bagus.
Setiap sistem budaya memiliki fitur -fitur budaya yang membuat anggoatanya dapat
membedakan kelompok-kelompok sosial tertentu. Dengan cara inilah budaya akan membentuk
stratifikasi masyarakat. Kelas tesebut dalam bentuk strata ekonomi seperti terbentuknya kelas
masyarakat kaya dan miskin, sejahtera dan berkekurangan, kelompok buruh dan pengusaha,
juga kelompok produsen, distributor, dan konsumen. Kebudayaan juga dapat membentuk
kelompok sosial seperti abangan, santri, dan priayi sebagaimana pernah dikategori Cliford
Geertz. Juga kelompok dalam bidang keagamaan seperti liberal, moderat, radikal, dan
kelompok-kelompok dalam bidang lain.
Fungsi ketujuh budaya adalah menentukan proses produksi dan konsumsi. Budaya
menentukan apa yang diperlukan, diinginkan, dan yang benilai bagi masyarakat. Konsep-
konsep ini akan sangat menentukan jenis barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumai oleh
individua tau kelompok sosial tertentu. Misalnya kebutuhan terhadap lukisan, gawai bermerek,
atau rumah dengan model tertentu merupakan kebutuhan yang diintervensi oleh nilai-nilai
tertentu. Adapun nilai-nilai tersebut sepenuhnya merupakan gejala kebudayaan.
Tujuh fungsi kebudayaan tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa kebudayaan
merupakan hal yang sanat esensial dalam kehidupan umat manusia. Selain berdimensi luas
karena mencakup hampir seluruh aspek kehidupan, budaya juga memiliki signifikansi yang
sangat tinggi karena memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia. Dengan demikian,
memberi perhatian terhadap aspek budaya berarti memberi perhatian terhadap aspek-aspek
kehidupan lain dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan began di atas, usaha konservasi budaya dapat dilakukan melalui delapan
tindakan konkret berikut:
1. Membangun kebanggan dan identitas.
Ikatan emosional dan psikologis antara budaya dengan masyarakatnya merupakan hal
yang sangat penting. Ikatan emosional yang sangat esensial adalah rasa memiliki dan
banga memiliki. Dalam ungkapan budaya Jawa, rumangsa melu handarbeni merupakan
hal esensian dalam upaya pelestarian budaya. Oleh karena itu, pada tahap pertama upaya
konservasi budaya, hal pertama yang perlu dilakukan dalam membangun kesadaran
memiliki dan membanggakan.
2. Mengintegrasikan berbagai elemen budaya.
Pelestarian budaya tidak dapat dilakukan secara bagian per bagian, melainkan harus secara
simultan dengan bagian-bagian lainnya yang terkait. Dalam konteks pelestarian budaya,
misalnya, kebudyaan tidak dapat dipandang secara parsial dalam satu sisi namun harus
dilihat pula ikatan budaya tersebut dengan dimensi sosial kemasyarakatan dan juga
dimensi alamnya.
3. Membangun partisipasi dan keterlibatan masyarakat.
Masyarakat sebagai pemilik sah kebudayaaan merupakan subjek paling dominan dalam
upaya konservasi budaya. Masyarakat memiliki energi paling besar sehingga konservasi
memungkinkan dilakukan secara berkelanjutan. Sebisa mungkin masyarakat menjadi
inisator yang terlibat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
4. Konservasi budaya mengarah pada kesejateraan dan keamanan masyarakat
Keterlibatan masyarakat akan semakin tinggi jika konservasi budaya memiliki implikasi
terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini kesejahteraan tidak selalu
berdimensi ekonomi atau material namun juga kesahteraan sosial dan spiritual.
Kesejahteraan sosial dapat berupa terciptanya rasa aman dan nyaman, terbangunnya
solidaritas sosial, dan kehidupan yang tenang. Adapun kesejahteraan spiritual dapat
berupa kedamaian dan ketenteraman.
5. Konservasi mendorong terciptanya lapangan kerja.
Konservasi budaya sebisa mungkin memiliki implikasi terhadap terciptanya lapangan
pekerjaan. Hal ini diperlukan agar masyarakat yang terlibat memperoleh keuntungan
ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Jika kebutuhan dasar masyarakat
dapat dipenuhi melalui aktivitas konservasi maka perhatian dan energi masyarakat akan
dapat dicurahkan sepenuhnya dalam kegiatan konservasi.
6. Memberi perhatian kepada budaya local tidak berwujud
Dalam upaya konservasi budaya, organisasi seringkali terjebak pada persepsi bahwa
budaya tersebut merupakan budaya besar atau budaya kanon yang berdimensi besar.
Namun upaya konservasi budaya juga harus memperhatikan budaya local sehingga tidak
terpinggirkan. Demikian juga, konservasi tidak hanya menjadikan budaya yang berwujud
material tetapi juga budaya yang tidak berwujud.
7. Memperhatikan tujuan berkelanjutan
Konservasi budaya harus didesain secara berkelanjutan karena tidak dapat dilakukan
dalam jangka waktu pendek. Oleh karena itu para pelibatnya harus merumsukan tujuan
jangka panjang sebagai acuan atau panduan merumuskan Tindakan-tindakan yang
berkelanjutan.
8. Melakukan rekontekstualisasi.
Sifat dinamis budaya menunjukkan bahwa budaya selalu mengalami kontekstuaalisasi.
Agar budaya memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat di tempat dan waktu
bersangkutan maka diperlukan rekontekstualisasi. Upaya rekontekstualisasi dapat
dilakukan dengan melakukan penyesuiaan-penyesuaian terhadap kebutuhan, kondisi, dan
persepsi masyarakat saat ini.
2. Konservasi Seni
2.1 Pengertian Seni
Seni merupakan hal yang sudah ada sejak sangat lama, bahkan ketika pada zaman pra
sejarah. Seni tidak lepas dari keberadaan manusia yang memiliki hubungan dengan manusia
lain dan lingkungan sosialnya. Manusia tidak sekadar membutuhkan kebutuhan primer untuk
hidup, tetapi membutuhkan hal lain untuuk medapatkan kebahagiaan. Hal inilah yang membuat
manusia membutuhkan suatu hal yang jika ditelaah secara sederhana bisa disebut sebagai
keindahan.
Jika kita pahami, seni dapat ditafsirkan dengan cara bermacam-macam. Di antara
pengertian pokok yang sering dipakai adalah main, ilusi, ungkapan, perasaan, imajinasi, intuisi,
hasrat, senang, teknik, arti, bentuk, fungsi, empati, abstraksi dan jarak estetik. Sekilas,
pengertian itu memperlihatkan keragaman pendapat yang membingungkan; tetapi dengan
pengamatan yang cermat menunjukkan bahwa banyaknya ketidaksepakatan itu hanyalah dalam
nama saja. Istilah seperti imajinasi, bentuk dan jarak estetik menunjukkan segi yang berbeda
dari sesuatu yang beragam dan kaya, bukannya batasan-batasan yang tidak dapat dipertemukan.
Beberapa istilah menitikberatkan pada penciptaan seni, yang lain pada karya seni dan lainnya
lagi pada kegiatan apresiasi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), seni memiliki tiga arti: (1) eahlian
membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusanya, keindahanya dan sebagainya); (2)
karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran, dan
sebagainya; (3) kesangupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa).
Pemahaman lain diungkapkan dalam buku Ensiklopedian Islam V (1994). Dalam buku
tersebut seni berasal dari kata latin ars yang bermakna mengekspresikan ide-ide dan pemikiran
estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi penciptaan benda, suasana atau
karya yang mampu menimbulkan rasa indah. Jika kita pahami dan perhatikan, pada mulanya
seni merupakan proses dari manusia yang bersinonim dengan ilmu. Pada masa sekarang, seni
berkembang dan dilihat sebagai intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni jiga memiliki
arti suatu yang diciptakan manusia dan mengandung unsur keindahan. Tentu saja masih banyak
pengertian seni yang diungkapkan oleh para pakar. Seni menurut Yusuf Al-Qardhawi, seni
adalah merasakan dan mengungkapkan keindahan (Ahmadi dkk. 1998). Seni menurut Plato
dan Rousseau adalah hasil peniruan alam dengan segala seginya (Sutrisno dkk 1993).
Berdasarkan pendapat-pendapat yang diungkapkan mengenai seni, maka seni bisa
dipahami sesuai pendapat The Liang Gie dalam Surajiyo (2007). Menurutnya terdapat lima
jawaban mengenai pengertian seni.
1) Seni Sebagai Kemahiran (Skill)
Pengertian seni sebagai kemahiran seseorang adalah berasal (etimologi) kata art dari kata
latin ars yang artinya menyambung atau menggabungkan. Untuk pengertian kemahiran,
bahasa Yunani Kuno memakai kata techne yang kini menjadi tehnik. Jadi, kata secara
etimologi art bisa diartikan suatu kemahiran dalam membuat barang-barang atau
mengerjakan sesuatu. William Flemming berpendapat, seni dalam artinya yang paling
besar adalah suatu kemahiran atau kemampuan. Batasan ini memang benar untuk kata
asalnya dalam bahasa latin ars (kemahiran) maupun kata padanannya dalam bahasa Jerman
Kunst. Pengertian seni sebagai kemahiran ini pada umumnya dilawankan dengan ilmu
(science).
2) Seni Sebagai Kegiatan Manusia (Human Activity)
Yakni menciptakan karya seni apa pun. Pengertian seni sebagai suatu kegiatan manusia
yang menciptakan suatu benda (indah atau menyenagkan) dilawankan dengan craft
(kerajinan). Menurut Kahler, ciri-ciri yang membedakan antara art dan craft adalah
kegunaan praktis.
3) Seni Sebagai Karya Seni
Karya seni adalah produk dari kegiatan manusia. Ini sesuai dengan pendapat John Hospers,
yang menyatakan seni dalam artian yang seluas-luasnya, seni meliputi setiap benda yang
dibuat oleh manusia untuk dilawankan dengan benda-benda alamiah.
4) Seni Sebagai Seni Indah (Fine Art)
Pengertian ini dipakai oleh ahli estetis Yervant Krikorian. Seni indah dinyatakan sebagi
seni yang terutama bertalian dengan pembuatan benda-benda dengan kepentingan estetis
sebagaimana berbeda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk kefaedahan.
Seni indah ini mencakup seni lukis, pahat, arsitektur, tari, musik, kesusastraan, teater, filem,
dan lain-lain.
5) Seni Sebagai Penglihatan (Visual Art)
Eugene Johnson berpendapat bahwa, seni sebagaimana paling umum digunakan dewasa
ini, seni berarti seni-seni penglihatan, yaitu bidang kreativitas seni yang bermaksud
mengadakan tata hubungan pertamatama melalui mata. Herbert Read berpandapat, kata
seni yang paling lazim dihubungkan dengan seni-seni yang bercorak penglihatan atau
plastis.
Referensi:
Ahmadi, Wahid, dkk. (1998). Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, terj. Solo: Intermedia.C.A
van Peurson. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. (1994). Ensiklopedi Islam V. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Harari, Yuval Noah. (2017). Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia
Healy, Kieran. (1998). Social Change: Mechanisms and Metaphors. Department of Sociology,
2–N–2 Green Hall, Princeton University
Koentjaraningrat. (1971). Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan
Livesey, Chris dan Tony Lawson. (2005). A2 Sociology for AQ. London: Hodder Arnold
Mahsun. 2014. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali
Press
Morris, W Michael. (2013). Values as the Essence of Culture: Foundation or Fallacy? Journal
of Cross-Cultural Psychology. 2014, Vol 45(1) 14–24
Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sutrisno, Mudji, dkk. (1993). Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.
The Global Development Research Center (GDRC). (2020). Heritage and Conservation
Strategies: Understanding the Justifications and Implications.
https://www.gdrc.org/heritage/heritage-strategies.html Diakses 15 September 2020.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
Wibowo, Mungin Eddy, dkk. (2017). Tiga Pilar Konservasi Penopang Rumah Ilmu
Pengembang Peradaban Unggul. Semarang: Unnes Press.