Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan”
karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak
perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa dengan tindakan naluri,
beberapa refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi
buta. Definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan” dan “tindakan kebudayaan”
itu adalah tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar .
Kata “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi” atau “akal” dengan demikian ke-budaya-an dapat
diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Adapun para sarjana mengupas
kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang
berarti “daya dan budi”. Oleh karena itu mereka membedakan “budaya” dan
“kebudayaan”. Demikianlah “budaya” adalah “daya dan budi” yang berupa cipta,
karsa, dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa
itu.
Kata culture merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan”.
Berasal dari kata latin colore yang berarti “mengelolah, mengerjakan”, terutama
mengelolah tanah dan bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala
daya upaya serta tindakan manusia untuk mengelolah tanah dan mengubah alam.
Manusia berevolusi dalam jangka waktu lebih-kurang empat juta tahun lamanya.
Pada saat itu ia muncul di muka bumi, tentu telah ada benih-benih dari
kebudayaannya. Telah ada bahasa sebagai alat komunikasi antarkelompok. Tentu
saja ada kemampuan akal manusia yang mengembangkan konsep-konsep yang
semakin tajam, yang dapat disimpan dalam bahasa, dan bersifat akumulatif. Seiring
berkembangnya zaman manusia mengalami waktu revolusi atau perubahan yang
mendadak dalam kebudayaan dan cara hidupnya. Timbul lagi suatu revolusi atau
perubahan mendadak yang baru lagi dalam proses perkembangan kebudayaan,
yaitu revolusi perkembangan masyarakat kota. Proses perkembangan kebudayaan
seolah-olah melepaskan diri dari evolusi organik, dan terbang sendiri membunbung
tinggi ini, merupakan proses yang oleh ahli antropologi A.L. Kroeber disebut proses
perkembangan superorganik dari kebudayaan.
Ketiga wujud dari kebudayaan tadi, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu
tidak dapat terpisah satu sama lain. kebudayaan dan adat-istiadat mengatur dan
memberi arah kepada manusia baik pikiran-pikiran dan ide-ide maupun tindakan dan
karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya.
C. Adat-Istiadat
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari
adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai budaya merupakan konsep-konsep
mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat
yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat
berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan
para warga masyarakat.
Menurut C. Kluckhonh, ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang
menjadi landasan bagi kerangkan variasi sistem nilai budaya, yaitu:
1. Masalah hakikat dari hidup manusia
2. Masalah hakikat dari karya manusia
3. Masalah hakikat dari kedudukan manusia
4. Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar
5. Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya.
Konsep “ideologi” merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita, yang ingin
sekali dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat, tetapi lebih khusus sifatnya
daripada sistem nilai dan budaya.
Hasil dari analisis komparatif yang amat luas, adalah teori tentang batas antara adat
dan hukum adat yang sesingkat mungkin berbunyi sebagai berikut:
1. Hukum adalah suatu aktivitas di dalam rangka suatu kebudayaan yang
mempunyai fungsi pengawasan sosial
2. Atribut otoritas atau kekuasaan menentukan bahwa aktivitas kebudayaan
yang disebut hukum adalah keputusa-keputusan melalui suatu mekanisme
yang diberi wewenang dan kekuasaan dalam masyarakat
3. Atribut kedua menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang
berkuasa. Keputusan tersebut dalam jangka waktu yang panjang
4. Atribut yang ketiga menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pemegang
kuasa harus mengandung perumusan dan kewajiban pihak kesatu terhadap
pihak kedua, tetapi juga hak dari pihak kedu yang harus dipenuh oleh pihak
kesatu
5. Atribut yang keempat mentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak
berkuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi dalam arti seluas-luasnya.
D. Unsur-Unsur Kebudayaan
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian
6. Sistem religi
7. Kesenian
E. Integrasi Kebudayaan
1. Metode Holistik
Metode holistik bertujuan untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati
suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang integrasi
2. Pikiran Kolektif
Pikiran kolektif berkaitan dengan akal manusia. Akal manusia mempunyai
kemampuan untuk menghubung-hubungkan proses-proses rohaniah yang primer,
melaui proses sekunder, menjadi bayangan-bayangan sehingga menjadi suatu hal
yang khas.
4. Fokus Kebudayaan
Terdapat banyak kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa
pranata tertentu yang merupakan suatu unsur pusat dalam kebudayaan sehingga
banyak di sukai semua warga masyarakat
5. Etos Kebudayaan
Suatu kebudayaan sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang
tampak. Watak khas itu dalam ilmu antropologi disebut etos. etos diartikan sebagai
ciri khas yang khas yang membedakan budaya satu dengan budaya yang lainnya