Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Pada pembahasan awal ini, kalangan sosiolog dari eropa mempertanyakan


bagaimana caranya memelihara tertib sosial, dan bagaimana masyarakat
mampu bertahan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, menurut Comte
dalam menelaah masyarakat dianalogikan dengan suatu organisme biologis
yang memiliki struktur dan fungsi.

Analogi tersebut diawali dari analisis bahwa keluarga merupakan sel-sel sosial
dasar, yang membentuk kekuatan sosial, sedangkan negara dan kota
merupakan organ-organ sosial.
Pandangan serupa, dilontarkan oleh Herbert Spencer yang menyatakan bahwa
suatu masyarakat harus dipandang sebagai berikut :

 Masyarakat tidak bersifat organis dalam arti statis, melainkan organisme-


organisme yang ada didalamnya tumbuh dan berkembang.
 Bertambahnya organisme berarti bertambahnya kompleksitas dan
diferensiasi.
 Sebagai konsekwensi atas bertambahnya dua hal tersebut, disertai pula
akan terjadinya diferensiasi progresif dan diferensiasi fungsi.
 Pada kedua-duanya saling berkaitan secara interdependen, sehingga
berakibat perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi bagian lainnya.
 Pada bagian tertentu dimungkinkan hancur, namun bagian-bagian yang lain
akan tetap hidup untuk sementara.

Analogi diatas, meskipun ditentang, namun konsep masyarakat sebagai


organisme memperkenalkan tiga asumsi yang menjadi ciri aliran
fungsionalisme dalam sosiologi, yakni :

 Realitas sosial divisualisasikan sebagai sistem


 Sistem hanya dapat dipahami dalam kerangka hubungan timbal balik
antara bagian-bagiannya.
 Sistem terikat pada proses-proses tertentu yang bertujuan untuk
mempertahankan integritas dan batas-batasnya.

DAMATHIA | Achmad Hidir


Atas pandangan diatas, dalam teori fungsionalisme mencakup konsep sebagai
berikut :

 Masyarakat mengatur dirinya sendiri dan cenderung menjadi suatu sistem


yang tetap dan serasi.
 Masyarakat mempunyai berbagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi,
apabila keserasiannya ingin dipertahankan.
 Segala kebutuhan harus dipusatkan pada fungsi bagian-bagian sistem guna
memelihara keserasiannya
 Tipe-tipe struktur tertentu harus ada untuk menjamin ketahanannya.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB II

FUNGSIONALISME DAN EMILE DURKHEIM

Pandangan Emile Durkheim semula melontarkan kritik kepada spencer, namun


hasil analisis akhir yang dibuat ternyata terpengaruh dengan pandangan
Spencer, yang menyatakan bahwa masyarakat adalah :

 Masyarakat tidak dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri
yang dapat dibedakan dari bagian-bagiannya, melainkan harus dilihat
sebagai suatu keseluruhan.
 Bagian-bagin suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi pokok,
maupun kebutuhan sistem secara keseluruhan.
 Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi untuk mencegah
terjadinya keadaan abnormal.
 Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu yang segala
sesuatunya akan berfungsi secara normal.

teori Struktural Fungsionalisme, dimana kajian teori ini menekankan


beberapa asumsi yang mendasari (1) bahwa masyarakat merupakan suatu
sistem sosial yang terdiri dari atas bagian atau elemen yang saling berkaitan
dan menyatu dalam keseimbangan.

Asumsi kedua (2) masyarakat pada dasarnya terintegrasi diatas kata sepakat
para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Dan asumsi ketiga
(3) masyarakat pada dasarnya terintegrasi sebagai suatu sistem yang secara
fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium.

Bertolak dari pemahan diatas, teori sosiologi menurut pendangan Emile


Durkheim bahwa dalam kehidupan masyarakat didapatinya adanya kesadaran
kolektif, dimana masing-masing individu memiliki kesadaran untuk hidup
secara normatif, dan melakukan penyesuaian-penyesuaian sosial, membentuk
keteraturan sosial dan kehidupan secara bersama.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB III

FUNGSIONALISME DAN ANTROPOLOGI

Fungsionalisme yang berakar pada organisme awal abad 19 merupakan


perspektif konseptual tertua dalam sosiologi, yang hingga kini masih dominan.
Organisme Comte, Spencer dan Durkheim mempengaruhi fungsionalis
antropologi seperti Malinowski dan Redcliffe-Brown, yang kemudian
membantu pembentukan perspektif fungsional.

pandangan teori Struktural Fungsionalisme, dimana secara konseptual


pandangan teori tersebut menjelaskan bahwa dalam masyarakat yang terdiri
dari individu-individu pada dasarnya memiliki keahlian-keahlian yang menuntut
adanya satuan tugas yang membedakan antara yang satu dengan yang lain,
sehingga pada akhirnya akan membentuk suatu fungsi dan berjalan
membentuk alur sistem, yang pada akhirnya akan membentuk suatu struktur
sosial yang ada dalam masyarakat.

Berangkat dari pemahaman tersebut, maka menurut Karlmarx sebagaimana


pandangan teori sosiologi materialis menjelaskan bahwa masyarakat
beroperasi atas dasar kepentingan ekonomi, dan akibat kepentingan tersebut
maka melahirkan terjadinya kesadaran kelas (class consience), yang akhirnya
menimbulkan atas kelas-kelas masyarakat tertentu dan merasa memiliki hak-
hak istimewa, sementara yang lain hak nya berada pada level bawah.
Pandangan teori inilah mengklasifikasikan adanya the rolling class, misalnya
kelas elite, kelas midle, kelas lower dimana masing-masing kelas membentuk
suatu sistem dan struktur sosial.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB IV

TALCOTT PARSONS
DAN FUNGSIONALISME IMPERATIF

Ulasan Talcott Parsons dalam kajian sosiologi memunculkan teori umum


mengenai aksi. Ulasan yang disajikan memberikan sumbangan terhadap
pembentukan teori sosiologi.
Ulasan kajiannya tidak dimasukkan secara langsung dalam pernyataan-
pernyataan teoritis, namun konsep yang dibuat bersifat umum, sehingga
menjadi suatu kesatuan yang menyeluruh mencerminkan ciri-ciri pokok dunia
yang nyata.

Menelusuri teori struktural fungsionalime dapat dilacak dari consensus


universalis Comte, analogi organik dari Spencer, konsepsi masyarakat dari
Pareto sebagai suatu sistem yang berada dalam keseimbangan. Comte
memandang masyarakat sebagai sistem yang diorganisasi secara fungsional,
komponennya dalah harmonis.

Hal senada sebagaimana fungsionalisme Malinowski yang analisisnya


memberikan penekanan dengan fungsionalisme individu karena perlakuannya
terhadap sistem sosial dan kulturnya sebagai respon yang kolektif terhadap
kebutuhan biologis yang mendasar dari individu yang dimodifikasi oleh nilai-
nilai kultur.
Struktur dan proses sosial, institusi dan nilai-nilai, semuanya dianggap
sebagai respon fungsional individu yang mendorong penggunaan cultural dan
institusi sosial yang pada gilirannya mempertajam dan mengatur perilaku.

Agaknya lebih memandang kultur sebagai suatu instrumen realitas yang ada
dan berfungsi sebagai jawaban atas berbagai macam keutuhan individu yang
pemenuhannya membimbing dan mengembangkan sejumlah pola kultur dan
pemakaian secara sosial.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB V

PANDANGAN MENGENAI ORGANISASI SOSIAL

Parsons telah berhasil merumuskan suatu teori voluntaristik dari aksi yang
mencakup unsur-unsur dasar sebagai berikut :

 Pelaku merupakan pribadi individual


 Pelaku mencari tujuan-tujuan yang akan dicapai
 Pelaku mempunyai cara-cara untuk mencapai tujuan
 Pelaku dihadapkan pada berbagai kondisi situasional
 Pelaku dikuasai oleh nilai-nilai, kaidah0kaidah dan gagasan gasan lain yang
mempengaruhi pemilihan cara untuk mencapai tujuan
 Aksi mencakup pengambilan keputusan secara subyektif, dan dibatasi
oleh berbagai gagasan dan kondisi situasional

Dari teori yang dirumuskan tersebut, setelah 8 tahun Parsons merumuskan


suatu analisa yang harus ada dalam realita sosial adalah :

The Structure of Sosial System cannot berived from the actor situasion
frame of reference. It requires functional analysis of the complications
inroduced by the interaction of a plurality.

Berdasarkan rumusan diatas, maka selanjutnya Parsons mengembangkan suatu


kerangka fungsional yang lebih kompleks, yang dirumuskan dalam sistem-
sistem aksi.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB VI

SISTEM-SISTEM AKSI

Sistem aksi secara konseptual dapat dirumuskan sebagai berikut :

 Unit-unit aksi tidak terjadi dalam kehampaan sosial


 Unit-unit aksi berlangsung dalam konsteks sosial
 Kedudukan dan peranan senantiasa berkaitan dalam berbagai tipe sistem
 Sistem interaksi tersebut terdiri dari para pelaku yang masing-masing
mempunyai kedudukan dan penetapan peranan

Walupun demikian, struktur aksi tidak semata-mata menkonstruksi perilaku,


hal ini didasarkan :

 Aksi mencakup pengambilan keputusan secara individual


 Nilai dan gagasan membatasi ruang lingkup pengambilan keputusan
 Kondisi situasional mempengaruhi seseorang untuk melakukan aksi

Komponen-komponen seseorang melakukan aksi dipengaruhi :

 Kepribadian dalam hubungannya pengambilan peran


 Pola-pola kebudayaan dipandang sebagai dasar struktur normatif sistem
sosial.

Sebagaimana pandangan diatas, bahwa pola-pola kebudayaan mempengaruhi


terhadap aksi seseorang dalam berperilaku, Pengaruh kebudayaan terhadap
perilaku dapat terjadi melalui dua cara :

 Nilai-nilai yang mengatur perilaku peranan dapat mencerminkan nilai-nilai


umum dan kepercayaan dalam kebudayaan.
 Nilai-nilai kebudayaan menjiwai sistem kepribadian dan mempengaruhi
struktur yang menentukan pelaku untuk menetapkan peranan-peranan
dalam sistem sosial.

DAMATHIA | Achmad Hidir


Atas pandangan diatas Parsons secara nyata telah menyusun suatu sistem
sosial yang cukup rumit dan cenderung memberikan tekanan pada proses
pelembagaan interkasi menjadi pola-pola yang mantap yang disebut sistem
sosial yang dipengaruhi oleh kepribadian dan dibatasi oleh kebudayaan,

Lebih lanjut dalam Bab VII pada pembahasan Pengembangan Sistem


Syarat-syarat menjelasakan bahwa sistem aksi dikonseptualisasikan sebagai
sesuatu yang menghapi empat masalah ketahanan, yaitu : (1) Adaptasi (2)
Pencapaian tujuan (3) Integrasi dan Keadaan laten.

Atas 4 hal diatas dapat digambarakan sebagai berikut :

A PT
PT
KL
I
PT

KL I

KL I

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB VIII

HIRARKI INFORMASIONAL PENGENDALIAN

Pembahasan Parson lebih lanjut pada akhir tahun 50 an mengalihkan


perhatiannya pada hubungan timbal balik antara empat sistem aksi yang
berbeda, yaitu :

 Kebudayaan
 Struktur sosial
 Kepribadian
 Organisme

Setelah menelaah secara menyeluruh terhadap 4 hal diatas, hal yang muncul
adalah pengendalian informasional.
Kebudayaan secara informasional membatasi sistem sosial, struktur sosial
mengatur sistem kepribadian dan kepribadian mengatur sistem organisme.

Orientasi-2 nilai dalam kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang


membatasi kemungkinan terjadinya variasi pada kaidah-kaidah dalam suatu
sistem sosial. Selanjutnya kaidah-2 itu diterjemahkan ke dalam harapan-
harapan pelaku yang memainkan peranan. Sebaliknya setiap sistem dalam
hirarki dipandang memberikan kondisi energik yang diperlukan bagi
terjasdinya aksi pada sistem yang lebih tinggi.

Dengan demikian hubungan masukan keluaran di antara sistem-sistem itu


bersifat resiprokal atau timbal balik dengan saling menukar informasi dan
energi
Sistem-sistem yang memiliki terbesar atau tarafnya lebih tinggi membatasi
pengunaan energi sistem yang lebih rendah, sedangka sistem yang lebih
rendah memberikan fasilitas dan menciptakan kondisi yang diperlukan oleh
sistem yang lebih tinggi. Hal ini diberi nama hirarki sibernetis, yang secara
skematis dapat digambarkan sebagaimana dibawah ini.

DAMATHIA | Achmad Hidir


HIRARKI SIBERNETIS PENGENDALIAN

FUNGSI SISTEM INTERELASI

Keadaan laten Sistem Kebudaya Pengendalian-


pengendalian
informasional
Pengendalian Energi

Integrasi Sistem Sosial

Pengendalian Energi

Pencapaian tujuan
Sistem Kepribadian

Pengendalian Energi

Kondisi-
Adaptasi Sistem Organismik kondisi
energi

Dari skematis diatas, memperlihatkan adanya ruang terjadinya perubahan


sosial sebagaimana dibahas dalam BAB IX tentang Perubahan Sosial, dimana
dalam penjelasan Parsons tersebut dalam kaitannya dengan perubahan sosial
dijelaskan secara samar-samar. Menurut Parsons evolusi dibimbing oleh
hirarkhi sibernetic.

Hirarki informasional dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting


terutama untuk menanggulangi masalah-masalah pengaturan proses
diferensiasi yang harus disahkan oleh pola-pola kebudayaan.

DAMATHIA | Achmad Hidir


Tanpa adanya pengendalian informasional, maka perkembangan ke tahap
berikutnya dalam kelangsung evolusi akan mengalami berbagai hambatan.
BAB X

APAKAH PENDAPAT PARSONS MERUPAKAN TEORI

Kalangan ilmuwan sosiologi mempertanyakan apakah rumusan Parsons dapat


dikatakan sebagai teori.
Pernyataan tersebut didasarkan konsep Parsons merupakan hal yang abstrak
dan luas ruang lingkupnya, tidak adanya definisi operasional formal yang
menghubungkan konsep-konsep tadi dengan peristiwa-2 empiris. Bahkan
menurut Williams, kritik yang disampaikan :

 Seringkali konsep yang disajikan tumpang tindih


 Konsep yang diajukan diasosiasikan secara konotatif
 Seringkali konsep-2 saling dikaitkan melalui tabulasi yang silang
sedemikian rupa, sehingga dua dimensi yang dirumuskan secara bebas dan
implisit mengandung konsep-konsep tambahan , membuat logikanya
menjadi kabur.

Dari pandangan kalangan sosiolog, konsep Parsons kebenaran empirisnya


masih perlu dipertanyakan dan diperlukan untuk melakukan kajian lebih
mendalam, khususnya bahasan adaptasi, integrasi, dan keadaan laten. Bahkan
proposisi-2 yang dirumuskan belum memberikan kesimpulan yang akurat.

Seringkali Parsons menyajikan analisanya dalam karya tulis yang tidak


mempunyai hubungan sistematis yang dilandaskan pada kerangka
konseptualisasi teori aksi, hal ini menyebabkan bentuk-bentuk non teleologis
sulit untuk dilakukan.

Bila membicarakan peristiwa-peristiwa empiris konkrit, tampaknya parsons


meninggalkan acuannya pada syarat-syarat, sehingga mengakibatkan
timbulnya masalah mengapa syarat-syarat itu hanya dipergunakan dalam
kerangka konseptual formalnya.

Sebagai kesimpulan bahwa konsep Parsons perlu dilakukan kajian lebih


mendalam menurut standart ilmu yang didasarkan dari hasil penelitian

DAMATHIA | Achmad Hidir


empiris, sepanjang hal tersebut belum dilakukan maka konsep Parsons masih
menjadi bagian yang diragukan.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB XI

APLIKASI EMPIRIS

Sebagaimana dikemukakan pada bab terdahulu bahwa teori Parsons di


kalangan sosiolog Eropa masih dipertanyakan, akan tetapi dorongan untuk
melakukan pembuktian secara empiris telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sosial.
Salah satu yang mencoba melakukan penelitian adalah Champhell, dimana hasil
penelitan membuktikan bahwa teori parson dinyatakan dapat dipertanggung
jawabkan secara keilmuan atau dinyatakan benar, meskipun pembuktian
tersebut banyak mendapat kecaman.

Para ahli yang melakukan kritik atas teori Parsons, diantarnya wrong tentang
internalisasi teori parsons, Harlod Garfinkel yang memberikan argumentasi
terhadap kesalahan parsons tentang manusia, dimana penjelasan yang
disampaikan bahwa manusia menghadapi situasi-situasi berdasarkan jalan
fikiran tertentu dan mengembangkan suatu perkembangan situasional, tanpa
terlalu terikat pada patokan-patokan yang sebelumnya ada.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli sosial, tetap disismpulkan
bahwa teori parsons menjadi bagian yang masih dipertanyakan, dan belum
memberikan bukti-bukti empiris.

Talcott Persons sebagai ilmuwan sosial yang mendapat banyak kritik atas
teori sosiologi senantiasa mempertahankan atas kajian yang selama ini telah
dipublikasikan, karena itu sanggahan atas kritikan tersebut dikupas pada
BAB XII tentang Rekapitulasi, yang menjelaskan bahwa sosiologi pada
dasarnya suatu disiplin intelektual, sementara Para ahli sosial lain lebih
memiliki pandangan bahwa sosiologi cenderung suatu disiplin ilmu murni.
Dengan demikian dalam mempelajari Sosiologi akan berkaitan erat dengan
bidang ilmu yang lain, seperti : ekonomi, politik, psikologi, antropologi.

Karena itu fokus substantif analisa sosiologi terletak pada aspek


institusionalisasi aksi sosial. Secara umum dalam ruang lingkup itulah terletak
harapan-2 normatif dalam sistem sosial, yang dilandaskan pada kebudayaan

DAMATHIA | Achmad Hidir


dan merumuskan apa yang harus dilakukan manusia dalam berbagai peranan
dan kedudukan.

Oleh karena itu, kaidah-kaidah harus membimbing aksi manusia dalam


berbagai peranan, kaidah yang merumuskan berbagai harapan dan berbagai
konsteks aksi individu dan unit kolektiva yang sama.
Terkait dengan kaidah-kaidah sosial sebagai pembimbing perilaku manusia,
dalam interelasi sosial di masyarakat didapati pula hak=hak dan kewajiban,
baik yang ditaungkan secara tertulis maupun tidak.

Ada dua tipe sanksi atau landasan kepatuhan terhadap harapan-harapan


normatif, di satu fihak tidak hanya terdapat kepentingan akan efisiensi
praktis dan efektivitas, akan tetapi juga kewajiban untuk beraksi secara
rasional dalam konteks-konteks ekonomis dan politis.
Sanksi dapat dijadikan sebagai pengendalian sosial, terdapat suatu type
sanksi umum yang penting dalam proses interaksi yang sedikit banyaknya
berhubungan dengan peranan uang dalam sistem-2 ekonomi dan kekuasaan
dalam sistem politik.

DAMATHIA | Achmad Hidir


BAB XIII

PEN UTUP

Sebagai penutup, dalam sajian makalah resume ini lebih menjelaskan sosok
Talcott Person yang memiliki pengalaman dalam melakukan kajian ilmu
sosiologi. Sebagai ilmuwan pernah mengeyam pendidikan di London School of
Economics, studi di Heidelberg program kerjasama Amerika-Jerman, sebagai
staf educatif di Harvard.

Fokus studi Talcott Parsons yang dikenal adalah The Structure of Social
Action. Pandangan yang dominan dimiliki Talcott Parsons adalah ajaran
Weber, utamnya mengenai teori organisasi dan birokrasi.
Dalam karya-karya sosiologi acuan referensi yang digunakan adalah The
Protestant Ethic and the spirit of Capitalism.

Dalam tahun 70 an Parsons, mendalami kembali ajaran-ajaran Durkheim dan


kemudian baru memahami bahwa yang dimaksud dengan masyarakat adalah
lingkungan internal sistem aksi manusia. Untuk selanjutnya kajian-kajian
sosiologi yang digunakan mempertimbangkan beberapa pandangan, ahli-ahli
lain seperti Frued, tentang prosedur psikoanalisa, sistem-sistem simbolis.

Perlu diakui bahwa Parsons adalah seorang sosiologi terbesar dengan


berbagai jurnal tulisan yang diterbitkan, dalam karya terakhirnya
menerbitkan buku : American Sociological Review yang merupakan sumbangan
terbesar dalam majalah ilmiah sosiologi.

Dalam tahun 1977-awal 1978 sebanyak 90 artikel disajikan dan memberikan


daya warna terhadap perkembangan ilmu sosial, apabila diprosentase Parsons
hanya disebut sebanyak 10 %, dan pada tahun 1969-1970 sering disebut
dengan bobot prosentase sebanyak 30 %. Pengaruh Parsons telah mulai
merosot pada 1977 dan seterusnya.

DAMATHIA | Achmad Hidir

Anda mungkin juga menyukai