Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

TENTANG
STRATIFIKASI SOSIAL DAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
RAFLI SYAHPUTRA
NPM :
71210212006
A. PENDAHULUAN
Keadilan adalah milik setiap orang. Setiap orang berhak merasakan sebuah keadilan
termasuk juga keadilan hukum. Sebagaimana juga yang terdapat dalam sebuah asas hukum
yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum
(equality before the law). Hukum tidak memandang kaya atau miskinnya seseorang. Setiap
orang baik kaya ataupun miskin punya hak yang sama untuk merasakan keadilan hukum.
Namun, pada kenyataanya, tidak demikian. Terkadang terkesan bahwa hukum lebih berpihak
pada kaum strata atas. Lapisan kelas atas masih dianggap sebagai personifikasi dari sebuah
struktur dalam masyarakat. Termasuk juga struktur hukumnya.Yang menentukan hukum
adalah kaum kalangan atas dan kaum strata bawah dianggap sebagai alat struktur dan
pelaksana dari struktur.
Hukum berlaku topdown. Artinya bahwa hukum ditentukan oleh kalangan atas
kemudian diterapkan pada masyarakat kalangan bawah. Pada posisi inilah kaum strata bawah
mulai tertekan. Tertekan oleh sebuah aturan yang ditetapkan oleh strata atas. Hukum yang
dibuat oleh kaum strata atas dimasuki oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Keadaan
ini di perparah lagi dengan pengetahuan kaum miskin yang terbatas tentang hukum. Oleh
karena itu, saat hukum menghadapkan antara kaum strata atas dengan kaum strata bawah
kaum strata atas secara tidak langsung lebih unggul.
Di dalam penulisan makalah ini diperlukan sumber informasi yang luas agar di dalam
penulisannya dapat memberikan arah yang menuju pada tujuan yang ingin dicapai, sehingga
dalam hal ini diperlukan adanya perumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan
di dalam penulisan makalah ini agar dapat terhindar dari kesimpangsiuran dan ketidak
konsistenan di dalam penulisan. Untuk itulah dalam makalah ini, kami ingin memfokuskan
satu persoalan yaitu bagaimana Hukum Dan Stratifikasi dalam kenyataan sosial, hal tersebut
akan menjadi focus bahasan kami dalam makalah ini.
B. INSTITUSI SOSIAL
Dalam bahasa Inggris di jumpai dua istilah yang mengacu pada pengertian institusi
(lembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian
institusi sebagai sarana dan organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah
kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu system norma untuk memenuhi
kebutuhan Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalih bahasaan dari istilah Inggris,
social institution. Akan tetapi Soejono Soekanto menjelaskan bahwa sampai saat ini belum
ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan istilah
tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu ialah pranata
sosial yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota
masyarakat. Pranata sosial yang di tuturkan oleh Koentjaraningrat, adalah suatu sistem tata
kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas masyarakat.dengan
demikian menurut beliau, lembaga kemasyarakatan ialah sistem tata kelakuan atau norma
untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa ari social institution ialah
bangunan sosial. Pengertian-pengertian social institution yang dikutip oleh Soerjono
Soekanto adalah sebagai berikut.
Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau
prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu
kelompok kemasyarakatan. Howard Becker mengartikan social istitution dari sudut
fungsinya. Menurutnya ian merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan
antar kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kehidupan hidup mereka.
Summer melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, ini merupakan
perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang
bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari paparan singkat mengenai institusi, dapat
disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian:
pertama , sistem norma yang mengandung arti pranata;
kedua, bangunan. Menurut Summer, sebagaiman dikutipoleh Selo Soemarjan dan Soelaeman
soemardi,yaitu an institution consist a concept idea, nation, doctrin, interest and a structure
(suatu institisi terdiri atas konsep tentang cita-cita,minat, doktrin, kebutuhan, dan struktur).
Sebagai sebuah norma institusi bersifat mengikat. Ia merupak aturan yang mengatur warga
kelompok dimasyarakat.
Di samping itu ia pun merupakan pedoman dan tolak ukur untuk membandingkan dan
mengukur sesuatu. Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah
sesuai dengan keperluan dan kebutuhan manusia. Maka lahirlah umpanya, kelompok norma
yang menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan
yang menghasilkan insstitusi pendidikan;kelompok norma hukum yang membentuk institusi
hukum; seperti peradilan; kelompok norma agam yang membentuk institusi keagamaan.
Dilihat dari daya mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat
dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan
(folkways); ketiga, tata kelakuan (mores); keempat, adap istiadat (custom). Usage menunjuk
pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan mengikat
norma ini paling lemah dibandingkan dengan ketiga norma yang lainnya. Folkways
merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulangulang dalam bentuk yang sama;
menggambarkan bahwa kegiatan tersebut disenabgi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih
kuat daripada usage; contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi
hormat kepada yang lebih tua dianggap suatu penyimpangan.
Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagaicara berprilaku, bahkan dianggap dan
diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia
merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daipada
folkways dan usage. Norma tata kelakuan yang terus menerus dalakukan sehingga
integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan
lebih kuat dan meningkat ketahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang
melanggar custom akan menderiata karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat. Di
dalam uraian telah disinggung, bahwa pergaulan hidup dalam masyarakat diatur oleh kaidah-
kaidah dengan tujuan untuk mencapai tata tertib.
Di dalam perkembangan selanjutnya kaidah tersebut berkelompok-kelompok berbagai
keperluan pokok dari kehidupan manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan
pencarian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan keindahan,
kebutuhan jasmaniiah diri, manusia, dan lain sebagainya.
C. STRATIFIKASI SOSIAL DAN HUKUM
Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana
anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh
setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement status) dan ada
yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang
berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.
Pitirin A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau
anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut Bruce J.
Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada kelas social yang sesuai
berdasarkan kualitas yang dimiliki. Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai
bagian dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan
bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah
kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu.
Mobilitas sosial merupakan perubahan status individu atau kelompok dalam
stratifikasi sosial. Mobilitas dapat terbagi atas mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal.
Mobilitas vertikal juga dapat terbagi dua, mobilitas vertikal intragenerasi, dan mobilitas
antargenerasi. Berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi social memiliki dua sifat,
yaitu stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka kemungkinan
terjadinya mobilitas sosial cukup besar, sedangkan pada stratifikasi tertutup kemungkinan
terjadinya mobilitas sosial sangat kecil. Untuk menjelaskan stratifikasi sosial ada tiga dimensi
yang dapat dipergunakan yaitu : privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi ini dapat
dipergunakan sendiri-sendiri, namun juga dapat didigunakan secara bersama. Karl Marx
menggunakan satu dimensi, yaitu privilege atau ekonomi untuk membagi masyarakat industri
menjadi dua kelas, yaitu kelas Borjuis dan Proletar. Sedangkan Max Weber, Peter Berger,
Jeffries dan Ransford mempergunakan ketiga dimensi tersebut. Dari penggunaan ketiga
dimensi tersebut Max Weber memperkenalkan konsep : kelas, kelompok status, dan partai.
Kelas sosial merupakan suatu pembedaan individu atau kelompok berdasarkan kriteria
ekonomi.
Untuk mendalami kelas social ini Soerjono Soekanto memberikan 6 kriteria
tradisional. Menurut Horton and Hunt keberadaan kelas sosial dalam masyarakat berpengaruh
terhadap beberapa hal, diantaranya adalah identifikasi diri dan kesadaran kelas sosial, pola-
pola keluarga, dan munculnya simbol status dalam masyarakat. Bentuk stratifikasi dapat
dibedakan menjadi bentuk lapisan bersusun yang diantaranya dapat berbentuk piramida,
piramida terbalik, dan intan. Selain lapisan bersusun bentuk stratifikasi dapat juga
diperlihatkan dalam bentuk melingkar. Bentuk stratifikasi melingkar ini terutama berkaitan
dengan dimensi kekuasaan. Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk bisa mengetahui
bentuk dari stratifikasi sosial. Ketiga cara tersebut adalah dengan pendekatan objektif,
pendekatan subyektif, dan pendekatan reputasional.
Stratifikasi sosial disini diartikan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat
kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau secata hierarkis. Oleh karena itu, para ahli
sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakain komplek
stratifikasi sosial dalam masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Statifikasi
sosial yang dimaksud, diartikan sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolak ukur yang
banyak atau ukuran yang dipergunakan sebagai indicator untuk mendudukan seseorang
kedalam posisi sosial tertentu. Sudah menjadi kenyataan yang tidak asing lagi, bahwa hukum
merupakan salah satu gejala sosial sama halnya dengan ekonomi, politik, pendidikan, dan
seterusnya. Bahwa telah disadari hukum dan gejala sosial lainnya saling mempengaruhi.
Namun, disatu pihak, hukum dapat hukum dapat dipelajari tersendiri terlepas dari gejala
sosial lainnya dan di pihak lain ada yang lebih senang mempelajari hukun dan kaitannya
dengan gejala sosial lainnya.
Dalam setiap masyarakat pasti ada sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dimaksud
akan melahirkan suatu system sosial yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial pada
masarakat yang dimaksud. Stratifikasi sosial ialah perbedaan penduduk secara bertingkat-
tingkat berdasarkan hierarkinya. Suatu contoh: masyarakat Bali mempunyai beberapa kasta.
Kasta-kasta dimaksud, antara satu dengan yang lainnya tidak pernah sederajat. Selain itu
dapat pula diungkapkan bahwa dalam masyarakat di Sulawesi Tengah tampak adanya
masyarakat yang kaya, miskin, dan masyarakat menengah. Selama dalam suatu masyarakat
ada sesuatu yang dihargai, setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya,
maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang akan dapat menumbuhkan adanya sistem
yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial dalam masyarakat tersebut. Stratifikasi sosial
tersebut dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara hierarkis
Jadi, dari uaraian di atas dapat dikatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pelapisan
atau tingkatan secara vertikal yang ada dalam masyarakat yang terkadang disebebkan oleh
faktor ekonomi, kekuasaan dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
D. HUBUNGAN INSTITUSI SOSIAL, STRATIFIKASI SOSIAL DENGAN HUKUM
Masalah yang dapat timbul dari hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan
dengan hukum ialah pertama-tama, dapatkah hukum dianggap sebagai lembaga
kemasyarakatan? Dengan melihat bahwa hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang
bertujuan untuk mencapai suatu kedamaian, maka dapat dikatakan bahwa hukum daharapkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertban dan ketentraman, yang merupakan
suatu kebutuhan pokok masyarakat. Bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan,
karena disamping sebagai gejala sosial (das sein), hukm juga mengandung unsure-unsur yang
ideal (das sollen).
Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa hukum dakatakan sebagai lembaga
kemasyarakatan, maka pertanyaan berikutnya ialah apakah hubungan hukum dengan lembaga
kemasyarakatan lainnya? Pertanyaan tersebut diatas dapat dijawab dengan menelaah macam-
macam lembaga kemasyarakatan yang dapat dijumpai dalam lingkungan masyarakat.
Bernacam-macam lembaga kemasyarakatantersebut antara lain disebabkan karena adanya
klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut
dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gilin adalah sebagai beriut :
a) Dari sudut perkembangannya dikenal dengan adanya crescive institution dan enacted
institution. Crescive institution merupakan lembaga utama yang dengan sendririnya tumbuh
dari adat istiadat masyarakat. Sebaliknya, enacted institution, dengan sengaja dibentuk untuk
memenuhi tujuan tertentu, tetapi yang tetap didasari pada kebiasaan-kebiasaan di dalam
masyarakat. Pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut kemudian disistemanisir
yang kemudian diatur dan dituangkan kedalam lembaga yang di sahkan oleh penguasa.
b) Dari sudut system nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atau basic institution
dan subsidiary institution. Basic instiution dianggap lembaga kemasyarakatan yang amat
pentibg untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Sebaliknya
subsidiary institution dianggap kurang penting, misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
Ukuran apa yang membedakan apakah suatu lembaga masyarakat dianggap sebagai basic
atau subsidiary berbeda pada masing-masing masyarakat dan ukuran tersebut juga tergantung
pada masyarakat hidup.
c) Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara approved atau socially
sanctioned institution dengan unsanctioned institution. Yang pertama merupakan lembaga
yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua merupakan lembaga yang ditolak oleh
masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak berhasil untuk memberantasnya.
d) Perbedan anatara general institution dengan restricted institution terjadi apabila klasifikasi
didasarkan pada factor penyebarannya.
e) Dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan antara operative instistution dengan regulative
institution. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata
catra yang dipeerlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang
kedua bertujun untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak dari
lmbaga itu sendiri.
Setiap masyarakat yang mempunya system nilai-nilai yang menentukan lembaga
kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang
kemudian dianggap sebagai lembagai sebagai posisi teratas. Dengan melihat uraian diatas,
maka tidak mudah untuk menentukan hubungan hukum denga lembaga kemasyakatan yang
lain terutama dal menentukan hubungan timbal baik yang ada. Hal ini bergantung pada nilai
masyarakat dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka lembaga kemasyarakatan. Dan
sedikit banyaknya ada pengaruh dari anggapan-anggapan tentang kebutuhan apa yang pada
suatu saat merupakan kebutuhan pokok.
Lembaga kemasyarakatan yang ada pada suatu waktu mendapat penilaian tertinggi
dari masyarakat, mungkin lembaga kemayarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar
sekali terhadap lembaga-lembaga lainnya. Namun demikian, lembaga kemasyarakatan yang
primer dal, suatu masyarakat apabila dipenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a) sumber hukum tersebut mempunyai wewenang (authority) dan wibawa (prestigeful)
b) hukum tadi jelas secara yridis, folosofis maupun sosiologis;
c) penegak hukum dapat dijadikan telada bagi factor kepatuhan terhadap hukum;
d) diperhatikannya factor pengendapan hukm di dalam jiwa pada masyarakat;
e) sanksi-sanksi yang negative maupun positif dapat dipergunakan untuk menunjang hukum;
f) para penegak dan pelaksana hukum harus merasa diriny terikat pada hukum yang
diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perilakunya;
g) perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan hukum.
Paul Bohannan menyatakan sebagiamana dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa,
suatu lembaga hukum merupakan suatu alat yang dipergunakan oleh warga masyarakat untuk
menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi dan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan daripada aturan yang terhimpun dalam berbagai lembaga kemasyarakatan.
Bohannan selanjutnya mengatakan, bahwa hukum terdiri atas aturan dan kebiasaan yang telah
mengalami proses pelembagaan kembali (reinstitutionialized) artinya, kebiasaan-kebiasaan
dari lemaga kemasyarakatan tertentu diubah sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan
oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya yang memang dibentuk untuk maksud
tersebut. Lembaga-lembaga hukum berbeda dengan lembaga kemasyarakatan lainnya atas 2
(dua) dasar criteria, yaitu pertamapertama, lembaga hukum memberi ketentuan tentang tata
cara menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam hubungannya dengan tugas-tugas
kemasyarakatan lainnya. Selain itu lembaga hukum mencakup dua jenis aturan, yakni
penerapan kembali daripada aturan-aturan lembaga nonhukum (yaitu hukum substantife) dan
aturan yang menatur daripada lembaga-lembaga hukum itu sendiri (yaitu hokum ajektif).
Hubungan antar kekuasaan, lapisan social dan hukm dikatan Mclver sebagai berikut:
“Every conferment of right, civil of political, and an originally subjeck class narrows the
distances between rules dan ruled and involves a change not only in the distribution, but also
in the distribution, but also in the character of power. The investment of a subjeck class with
right is conferment of degree of a on them, the power top pursue new apportunities, to seek
new objectives, to give ekspresioan to their opinions”
Melalui system hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyrakat yang
menduduki posisi tertentu kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat
timbal balik, artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dan
sebaliknya. Sejalan dengan itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan-golongan
tertentu, menyebabkan pembatasan pada golongan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakna
bahwa hukum merupakan refleksi dri pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap
lapisan social dalam masyarakat. System lapisan social ada yang dibentuk secara sengaja,
seperti yang terdapat pada institusi-institusi, lembaga-lembaga yang ada pada pemerintah dan
lembaga lainya. Suatu lapisan social yang tidak sengaja dibentuk, menghasilkan hak dan
kewajiban tertentu bagi warganya, antara lain dapat dijumpai pada masyarakat tani daerah
pedesaan di Jawa. Para petani biasaya membedakan antar wong baku, lapisan tertinggi yang
terdiri dari orang-orang yang prtama tingal untuk menetap di desa yan bersangkutan,
kemudian lapisan kedua yang disebut kuli gandok atau lindung yang terdiri lak-laki yang
telah berkeluarga dan lapisan ketiga yang terdiri dari bujangan yang dinamakan joko atu
sinoman. Masing-masing lapisan tadi mempunyai hak dan kewajiban yang dengan tegas
dibedakan sera dipertahankan melalui system pengendalian social yang ada. Sehubungan
yang telah dijelaskan, dapatlah ditemukan paling sedikit dua hipotesis, yakni:
a) semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hokumyang
mengaturnya
b) semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi semakin banyak huku yang
mengaturnya.
Dalam uraian yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa melihat
bahwa hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai suatu
kedamaian, maka dapat dikatakan bahw hukum daharapkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan ketertban dan ketentraman, yang merupakan suatu kebutuhan pokok
masyarakat. Bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan, karena disamping sebagai
gejala sosial (das sein), hukum juga mengandung unsur-unsur yang ideal (das sollen).
Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa hukum dakatakan sebagai lembaga
kemasyarakatan,kemudian kita lihat hubungan hukum dengan lembaga kemasyarakatan
lainnya dengan cara menelaah macam-macam lembaga kemasyarakatan yang dapat dijumpai
dalam lingkungan masyarakat. Bermacam-macam lembaga kemasyarakatan tersebut antara
lain disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Setiap
masyarakat yang mempunya system nilai-nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan
manakah yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang kemudian
dianggap sebagai lembagai sebagai posisi teratas. Para sarjana hukum dan sosiologi telah
mencoba untuk menelaah antar struktur social dan hukum. Walaupun tidk secara mendalam,
telah pula diusahakan untuk mengemukakan persoalan apakah hukum yang lebih penting dari
struktur sosial atau sebaliknya. Dari sekian banyak usaha yamh telah dilakukan melalui
keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan yang didasarkan pada kegunaan menelaah
hubungan antara struktur dengan hukum.
Bagi para sosiolog, nyata bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan
fungsional yang berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi dengan lembagalembaga
kemasyarakatan lainnya.hukum dan kedaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur
ssosial, tetapi dalam keadaan lain hal sebaliknya terjadi. Dan gejala ini merupakan bagian
dari proses socialyang terjadi secara menyeluruh. Para ahli atau sarjana hukum, hubungan
antara sruktur social dengan hokum memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang
lingkungan social-budaya dimana hukum berlaku. Disamping itu, merek pun mendapat
menelaah dalam keadaan-keadaan apakah hukum meruakan depedent variabl dan bilamana
hokum meupakan independent variabl di dalam hubungan dengan gejala social lainnya.
Dengan mempelajari struktur social, disamping pengetahuan hukum. Melalui system
hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyrakat yang menduduki posisi tertentu
kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat timbal balik, artinya hak
seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dab sebaliknya. Sejalan dengan
itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan-golonagn tertentu, menyebabkan pembatasan
pada golongan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakna bahwa hukum merupakan refleksi
dri pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap lapisan social dalam masyarakat.
Sehubungan yang telah dijelaskan, dapatlah ditemukan paling sedikit dua hipotesis, yakni:
(1) semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hokum yang
mengaturnya;
(2) semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi semakin banyak hokum yang
mengaturnya
E. KESIMPULAN
Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, setiap masyarakat pasti
mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang akan
dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial dalam
masyarakat tersebut. Stratifikasi sosial tersebut dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis.
Bohannan selanjutnya mengatakan, bahwa hukum terdiri atas aturan dan kebiasaan
yang telah mengalami proses pelembagaan kembali (reinstitutionialized) artinya, kebiasaan-
kebiasaan dari lemaga kemasyarakatan tertentu diubah sedemikian rupa sehingga dapat
dipergunakan oleh lembaga-lmebaga kemasyarakatan lainnya yang memang dibentu untuk
maksud tersebut. Lembaga-lembaga hukum berbeda dengan lembaga kemasyarakatan lainnya
atas 2 (dua) dasar criteria, yaitu pertamapertama, lembaga hukum memberi ketentuan tentang
tata cara menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam hubungannya dengan tugas-tugas
kemasyarakatan lainnya. Selain itu lembaga hukum mencakup dua jenis aturan, yakni
penerapan kembali daripada aturan-aturan lembaga nonhukum (yaitu hukum substantife) dan
aturan yang menatur daripada lembaga-lembaga hukum itu sendiri (yaitu hokum ajektif).
Melalui system hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyrakat yang
menduduki posisi tertentu kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat
timbal balik, artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dab
sebaliknya. Sejalan dengan itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan-golonagn
tertentu, menyebabkan pembatasan pada golongan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakna
bahwa hukum merupakan refleksi dri pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap
lapisan social dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
https://ozhyrosita.blogspot.com/2012/05/hukum-dan-stratifikasi-sosial.html.
Diakses pada tanggal 19 Juni 2019
https://kjnsosial.blogspot.com/2015/08/hubungan-kaedah-stratifikasi-sosial.html.
Diakses pada tanggal 19 Juni 2019
https://kjnsosial.blogspot.com/2015/08/hubungan-kaedah-stratifikasi-sosial.html.
Diakses pada tanggal 19 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai