Anda di halaman 1dari 5

MENGAMATI FENOMENA STRATIFIKASI SOSIAL DAN HUKUM YANG ADA DI

MASYARAKAT

Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa manusia itu
adalah “zoon politikon” yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama dan
kemudian berorganisasi. dari pernyataan tersebut berarti seorang Individu sebagai makhluk
sosial tentu tidak bisa dihindarkan dari interaksi sosial di masyarakat. Adanya interaksi sosial ini
akan mempengaruhi pembentukan sebuah kelompok. Indonesia sendiri memiliki 2 bentuk
pengelompokan masyarakat Indonesia yakni, pertama pengelompokan secara horizontal yang
berupa deferensiasi dan Kedua, pengelompokan secara vertikal yang berupa stratifikasi sosial.
Stratifikasi berasal dari kata “stratum” yang artinya adalah lapisan sedangkan sosial artinya
masyarakat. Menurut Pitirin A. Sorokin menyatakan bahwa social stratifikasi adalah pembedaan
penduduk kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkhis). Perwujudanya adalah
adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari
lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak
dan kewajiban-kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengarahanya diantara
anggota masyarakat maka dapat diambil Pengertian umum dari Stratifikasi sosial yaitu
penggolongan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan yang disusun secara bertingkat yaitu kelas
atas , kelas menengah, kelas bawah. Proses terjadinya stratifikasi sosial sendiri dapat dibedakan
menjadi dua yaitu terjadi secara alamiah yaitu seperti kepandaian, usia, harta kekayaan dan
terjadi secara di sengaja yaitu seperti pembagian kekuasaan. Dasar dan inti sistem stratifikasi
masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan pembagian hak dan kewajiban, serta tanggung
jawab masing-masing individu atau kelompok dalam suatu sistem sosial. Stratifikasi sosial
terjadi karena adanya pembagian (segmentasi) kelas-kelas sosial di masyarakat dan Stratifikasi
sosial muncul dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dalam masyarakat.

Stratifikasi sosial di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak Zaman Indonesia di jajah oleh
Belanda dan Jepang. Koloni belanda mengelompokkan masyarakat Indonesia ke dalam
golongan-golongan tertentu sesuai dengan rasnya. Indonesia memiliki karakteristik masyarakat
yang majemuk dan menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau pengelompokan suatu
masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu secara vertikal. Akan tetapi di jaman sekarang,
stratifikasi sosial tidak lagi dikelompokkan berdasarkan ras. Saat ini Stratifikasi sosial di
Indonesia lebih mengarahkan penggolongan suatu masyarakat yang dinilai dari segi status
sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan atau sistem feudal. Sedangkan ras, suku, klan,
budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal. Faktor yang menyebabkan
kemajemukan di tersebut yaitu keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih 3000
pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya yang banyak seperti
Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan lain-lain. Factor selanjutnya yaitu Indonesia terletak di antara
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam
masyarakat Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Faktor yang terakhir yaitu iklim
yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata
pencaharian antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat
membedakan moblitas suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah
yang berbeda. Tetapi tidak dipungkiri masih banyak, wilayah di Indonesia yang menggunakan
system lapisan ini, bisa dicontohkan seperti Sistem lapisan yang tertutup dalam batas-batas
tertentu juga terdapat dalam masyarakat Bali. Masyarakat terbagi kedalam empat lapisan, yaitu
brahmana, satria, vesia, dansudra, ketiga lapisanpertama bisa disebut triwangsa,
sedangkanlapisanterakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah warga terbanyak.
Sebenarnya Adanya kelas sosial superior dalam startifikasi sosial di Indonesia ini menjadi
sandaran kelompok inferior terhadap ancaman dari luar dan dari dalam. Akibatnya adanya sistim
stratifikasi sosial yang berimplikasi pada pembentukan mental masyarakat yang diwujudkan
dalam bentuk sistem nilai-nilai, pola pikir, sikap (attitude), pola tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari, dan sistim kaedah atau norma dalam mengaktualisasikan diri.

Struktur hukum dalam suatu negara yaitu hukum yang paling tinggi adalah hukum negara
dalam hal mana peraturan perundangan atau hukum yang berada dibawahnya harus tunduk dan
tidak boleh bertentangan dengan hukum negara. Plato, T. Hobbes dan Hegel, berpendapat bahwa
hukum Negara lebih tinggi dari hukum yang lainnya sehingga tidak ada hukum lain yang
bertentangan dengan hukum Negara, hal ini juga diterapkan di Indonesia yaitu Hukum yang
berkembang dalam masyarakat,dan hukum yang berkenaan dengan maraknya kasus kasus saat
ini sangat mempengaruhi pola pikir dari warga masyarakat. Banyaknya Gejala sosial di
Indonesia yang nampak adalah peristiwa bagi suatu individu atau kelompok sosial ketika mereka
berhadapan dengan hukum yang tidak lain berkiatan pula dengan stratifikasi sosial. Sebagaimana
seperti kasus-kasus yang pernah mengemuka di berbagai media baik televisi, radio, surat kabar
atau koran, media online atau internet, dan lain-lain. Sebagai contoh hukum yang diterapkan
dengan tidak menjunjung asas keadilan dalam masyarakat, yaitu hukum tumpul keatas dan
hukum tumpul kebawah. Perlakuan yang berbeda dari penegakan hukum, sehingga terdapat
kesan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kelas bawah sedangkan hukum bagi penguasa dapat
diperjualbelikan. Contoh kasus nyata yang terjadi di Indonesia yaitu dalam kasus korupsi mantan
gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 200 Juta
Rupiah. Ratu telah melakukan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil
Mochtar sebesar 1 Miliar Rupiah untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan Amir
Hamzah dan Kasmin. Bandingkan dengan kasus seorang nenek yang tidak memiliki kekuasaan
besar yang mencuri singkong karena kelaparan dan dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara. Rasanya
sangat tidak adil melihat kasus ini seorang koruptor yang merugikan Negara sebesar 1 Miliar
rupiah hanya dihukum 4 tahun penjara sedangkan seorang nenek yang mencuri singkong karena
kelaparan dihukum 2,5 tahun. Apakah terjadi keadilan atau tidak dalam mengungkap sebuah
fakta hukum yang ada. Masyarakat pun dapat menilai betapa berfungsinya dengan baik atau
tidak para aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, sehingga kadangkala stratifikasi
sosial dalam masyarakat cukup berpengaruh besar dalam sistem penegakan hukum. Artinya
orang yang mempunyai jabatan atau kedudukan dalam kepemerintahan maka akan dengan
mudah untuk mempengaruhi dalam berjalannya mekanisme hukum, sedangkan orang yang tidak
mempunyai apa-apa hanya bisa pasrah dan tunduk pada aturan hukum yang ada. Praktik-praktik
penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi
hukum , namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah. Ada diskriminasi perlakuan hukum
antara mereka yang memiliki uang dan yang tak memiliki uang, antara mereka ada yang
berkuasa dan yang tak punya kekuasaan. Masyarakat pun dapat menilai betapa berfungsinya
dengan baik atau tidak para aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, sehingga
stratifikasi sosial dalam masyarakat cukup berpengaruh besar dalam sistem penegakan hukum.
Artinya orang yang mempunyai jabatan atau kedudukan dalam kepemerintahan maka akan
dengan mudah untuk mempengaruhi dalam berjalannya mekanisme hukum, sedangkan orang
yang tidak mempunyai apa-apa hanya bisa pasrah dan tunduk pada aturan hukum yang ada.

Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya Indonesia


bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan
hukum penegak hukum. dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu
penegak hukum menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan erat
dengan akuntabilitas kinerja lembaga penegak hukum. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan,
yaitu sebagai pedoman bagi para penyelenggara negara untuk dapat mewujudkan penyelenggara
yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia, mulai dari yang bersifat sepele sampai dengan
yang bertaraf tinggi dan perlu diproses secara ketat. Khususnya untuk yang bersifat sepele, tidak
sedikit para pelakunya adalah ‘wong cilik’ atau memiliki stratifikasi social kelas bawah yang
buta akan hukum dan akhirnya menjadi bulan-bulanan di pengadilan karena ketidaktahuannya
dan juga faktor lain, walaupun aksi kejahatannya dapat dikatakan sangat ringan. Hukum di
Indonesia seharusnya diterapkan tanpa pandang bulu, setiap masyarakat baik yang berasal dari
golongan kelas menengah kebawah dan golongan kelas atas harus mendapatkan perlakuan yang
sama di mata hukum. Sebaiknya Hukum di Indonesia dijunjung tinggi, sehingga nilai nilai
hukum akan mendapat tempat bagi khalayak masyarakat dan juga hukum di Indonesia
seharusnya dapat menjadi pemicu kesadaran hukum secara Nasional yang mampu menerobos
seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang kelas social.
DAFTAR PUSTAKA

Biroli, Alfan. 2010. "Problematika Penegakkan Hukum di Indonesia (kajian dengan


perspektif sosiologi hukum)." Jurnal Pemikiran Sosiologi 1-6.

Amrunsyah. 2017 “Tajam kebawah tumpul ke atas (Tinjauan Implemetasi Hukum


Pidana di Indonesia).” Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam vol II

Anda mungkin juga menyukai