Anda di halaman 1dari 7

Anata wa Momiji no Ha desu

Hanazono Yuki membuang tatapan keluar jendela. Mengalihkan pandangan dari rumus
matematika yang memaksa masuk ke dalam otaknya. Cuaca hari ini sangat mendukung untuk
bersatu dengan hangatnya selimut tebal dan alunan musik sebagai pengantar tidur menuju
alam mimpi. Ditambah secangkir coklat panas pelengkap untuk memperbaiki mood yang
sudah hancur beberapa hari belakangan ini.

Berbagai organisasi sudah mulai meminimalkan kegiatan outdoor mereka. Orang-orang


sudah mulai memakai baju hangat dan penghagat ruangan juga sudah mulai diaktifkan.
Sebagian orang sudah merencakan kegiatan untuk liburan mereka. Musim gugur telah tiba.

Musim gugur mengingatkannya pada suatu hal yang berusaha ia lupakan. Membuka luka
lama yang sampai sekarang sangat membekas dihatinya. Menimbulkan trauma yang cukup
lama menghantui pikirannya. Mengingatkannya pada seseorang ia sayangi, namun teramat ia
benci. Berharap sosok itu tak akan pernah kembali lagi.

Yuki adalah gadis yang tak banyak bicara. Ia juga tidak terlalu pandai dalam bergaul. Jadi
tidak heran jika ia lebih suka menyendiri. Ia hanya berprinsip, jika ia masih bisa sendiri lantas
mengapa harus melibatkan orang lain. Jika pada akhirnya seseorang yang ia percayai akan
berakhir sama meninggalkannya.

Dengan wajah cemberut, Yuki berjalan melewati jalanan sepi dihiasi dedaunan kering yang
berguguran. Tak jarang ia menendang apapun yang ia temui, sebagai pelampiasan betapa
hancur mood nya hari ini. Semua mata yang lewat tertuju padanya. Memberikan tatapan aneh
dan dibalas tatapan mengintimidasi yang membuat siapapun akan segera menjauhi gadis itu.

Langkah kakinya terhenti disebuah kuil tua. Lebih tepatnya sebuah kuil yang sudah lama
ditinggalkan dan tidak terawat lagi. Ini bukan pertama kalinya ia kesini. Dulunya tempat ini
adalah basecamp bagi dirinya dan beberapa orang temannya dahulu. Itu hanya dulu,yang
menyimpan kenangan indah dan berakhir dengan kenangan mematikan. Ia tau jika
kebahagiaan itu tidak akan kembali lagi.

Ia sedikit takut untuk mengunjungi bangunan tua ini. Hawanya agak mengerikan, wajar jika
jarang sekali orang-orang mengunjungi kuil ini. Ia berjalan mengelilingi bangunan itu
mencari sebuah tempat kosong yang sekiranya nyaman untuk dirinya sekedar berbaring
melepas letih. Lebih tepatnya untuk menghilangkan stressnya. Hingga ia menemukan sebuah
ruangan terbuka yang di sekelilingnya dipenuhi pohon yang dedaunannya mulai menguning,
jatuh memenuhi halaman.

Dengan tas sebagai alas kepala, ia mulai berbaring di lantai kayu yang sudah sedikit lapuk
dan tua itu. Tak butuh waktu lama ia mengunjungi dunia mimpi. Memang hari ini sangat
melelahkan. Lebih cepat dirinya untuk tertidur. Tanpa memikirkan siapa saja yang mungkin
akan datang menghampiri nya jika melihat ia terbaring sendirian di bangunan tua ini.
Ditambah semilir angin, membuat dedaunan saling bergesekan menimbulkan kesan nyaman
dan tenang bagi siapapun yang mendengarnya. Ia tutup matanya merasakan sebagian kecil
dari nikmat tuhan. Mencoba melupakan apa yang menjadi bebannya hari ini.
Sebuah bayangan terlihat samar-samar. Perlahan bayangan itu mulai berjalan mendekatinya.
Ia mengepalkan jari-jarinya hingga memutih, menutup mata berharap sosok itu berhenti
mendekatinya. Perlahan ia berjalan mundur hingga punggungnya menabrak sesuatu, seolah
menjadi penghambatnya untuk keluar dalam ruangan serba putih ini.

"Yuki..." ia jelas mendengar seseorang memanggil namanya.

"Hey, kau dengar aku? Buka matamu” perlahan Yuki membuka mata. Berharap bukan
sejenis hantu yang datang menghampirinya.

Deg.  Jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuhnya bergetar hebat dan matanya membulat
sempurna. Mulutnya terbuka lebar tak percaya apa yang dia lihat saat ini. Sadarkan ia jika ini
hanyalah mimpi.

Seorang laki-laki yang hampir ia lupakan lima tahun terakhir. Orang yang paling ia sayangi
namun teramat ia benci. Ia tersenyum lembut. Iya, itulah ciri khas dari orang ini. Senyum
yang selembut kue mochi namun memiliki seribu arti yang tak bisa semua orang mengerti.

Entah mengapa pemandangan ini membuatnya sedikit bernostalgia.Tanpa sadar air matanya
mengalir. Nalurinya masih belum percaya atas apa yang ia lihat. Tangannya bergetar hebat.
Terlalu nyata jika ini adalah mimpi. Namun terlalu aneh jika ini adalah kenyataan.

Laki-laki yang sedari tadi hanya berdiri mematung menepuk kedua telapak tangannya tepat di
depan wajah Yuki. Berusaha menyadarkan gadis ini yang sedari tadi hanya menatap dengan
mulut terbuka di depannya. Ia tertawa kecil melihat ekspresi lucu gadis ini. Sama
menggemaskan seperti Yuki kecil lima tahun yang lalu.

"Hey, apa kau akan terus mengabaikan ku seperti ini?" Tegur laki-laki itu menyadarkan Yuki
dari lamunannya.

"Ba....bagaimana bisa? Ka..kau? Siapa kau?" jawab Yuki tak percaya dengan apa yang
dilihatnya. Sedikit ia mundur untuk berjaga-jaga jika orang didepannya bukanlah orang yang
yang sama dengan pikirannya.

Bukannya menjawab, laki-laki itu tertawa kecil mendengar pernyataan lawan bicaranya.
"Apa secepat itukah kau melupakanku?" Tanya laki-laki itu tersenyum sambil menepuk
kepala Yuki lembut.

Ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Yuki. Ia paham sekali jika keberadaannya sangat
sulit diterima oleh akal pikiran seseorang. Dilihatnya mata Yuki yang sudah sembab. Ia
hampir lupa jika gadis di depannya ini memiliki hati selembut kapas. Berbanding terbalik
dengan sifatnya yang sedikit keras kepala.

"Maaf, jika aku membuatmu seperti ini. Sepertinya aku terlalu banyak salah ya sampai kamu
menangis seperti ini" ucap laki-laki itu sedikit sayu sambil menggosok kepala Yuki yang
sedari tadi menunduk menyembunyikan wajah nya yang sudah pasti sangat berantakan saat
ini.

Yuki menepis tangan yang kini menyentuh kepalanya. Seolah tidak menerima sogokan untuk
memaafkan laki-laki yang kurang ajar meninggalkannya tanpa sepatah kata sedikit pun.
"Kenapa kau datang lagi hah? Pergi saja! Pergi dari kehidupan ku, kalau mau pergi ya pergi
saja! Jangan muncul tiba-tiba seperti ini!" tegas Yuki tanpa jeda. Emosinya memuncak sudah
sampai pada ubun-ubun, mendadak memaksa keluar.

Sedangkan yang diajak bicara hanya terdiam mendengar ocehan gadis ini. Membiarkan gadis
ini meluapkan isi hatinya. Ia sudah siap mendengar emosi yang tersimpan rapi oleh gadis ini,
menunggu waktu yang tepat untuk meluapkannya. Dan sekarang adalah waktunya.

"Kenapa kau kembali lagi Aki? Aku benci kamu! Kamu bukan Aki! Pergi sana!" Teriak gadis
itu sambil memukul di bahu laki-laki yang dipanggil Aki olehnya itu. Air matanya masih
tetap mengalir.

"Yuki tenanglah, izinkan aku berbicara. Kamu jangan seperti ini. Kumohon, ya?" Pinta Aki
yang mencoba menenangkan gadis di depannya.

Dengan amarah yang masih tersumbat di hatinya, ia menatap laki-laki berambut cokelat di
depannya ini. Mencoba memberikan ia sedikit waktu untuk menjelaskan semua padanya.
Puluhan pertanyaan yang akan ia lontarkan menghujani otak Aki hingga ia tak sanggup
menjawabnya.

"Aku datang kesini hanya untuk ketemu sama kamu. Jadi jangan marah-marah ya, ntar jelek
kamu nambah loh" gurau Aki berusaha menghilangkan atmosfer kurang menyenangkan
diantara keduanya.

"Pertama jelaskan. Kamu siapa? Kamu ini apa? Ini dimana? Lalu kenapa bisa kamu dan aku
bisa berbicara seperti ini?" jawab Yuki menghiraukan gurauan yang sama sekali tidak lucu
baginya.

"Apa perlu dijelaskan lagi? Aku siapa? Jangan buat jokes aneh deh" ledeknya tertawa lepas
di hadapan gadis yang mood nya sudah bercampur saat ini.

Mendadak mata gadis berambut sebahu itu berubah menjadi tatapan menyeramkan
mengintimidasi. Sebuah tatapan yang memiliki arti “Berhentilah bercanda, jawab
pertanyaanku!” hingga membuat sang lawan bicara sedikit ketakutan dan mulai menanggapi
gadis ini dengan serius.

“Baiklah. Pertama aku adalah Nakamura Aki. Aku adalah Aki yang sama dengan Aki yang
dulu. Jika kamu bertanya ini dimana ini bisa dikatakan sebuah dunia yang ditakdirkan hanya
untuk kita berdua. Aku kesini hanya ingin melepas rindu dengan seseorang yang
menyebalkan seperti dirimu” jawab Aki masih dengan senyum lembut terlukis diwajahnya.

Mendadak rasa kesal dihatinya hilang diganti dengan perasaan aneh yang tak terdefenisikan.
Perasaannya sungguh bercampur aduk saat ini. Bagaimana mungkin ia bisa dengan santainya
berbicara kepada orang yang telah lama meninggalkannya, meninggalkan semua orang dan
pergi dengan tenang lima tahun yang lalu. Ia takut jika ini semua adalah khayalannya, takut
jika sosok di depannya menghilang begitu ia terbangun dari mimpinya. Ia ingin mengakhiri
pertemuan aneh ini. Tapi dihati kecilnya sesuatu yang mengganjal menahannya untuk tetap
berada disini untuk lebih lama lagi.
“Mungkin sebelum aku menjelaskan semuanya, aku harus meminta maaf kepadamu terebih
dahulu. Maaf jika aku pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan. Dan maaf juga jika aku
sempat membuatmu down. Aku tau saat itu semuanya mendadak. Hontou ni gomen ne”
jelasnya tersenyum sendu. Yuki mendengarnya dengan mata berbinar. Mengerti dengan
perasaan Aki saat ini.

“Jadi waktu itu semuanya terjadi sangat mendadak. Aku juga tidak menyangka jika aku
harus berpisah dengan orang yang ku sayangi secepat itu. Jika bisa, mungkin aku akan protes
dan meminta untuk membatalkan transaksi ku dengannya” ia tertawa saat mengucapkan
kalimat terakhirnya. Jujur bagi Yuki itu sama sekali tidak lucu. Bisakah ia sedikit serius saat
ini?

Mendadak ia ingat pada kejadian musim gugur lima tahun lalu, ia kehilangan sahabat masa
kecilnya sekaligus orang yang sangat berharga baginya. Karena suatu kecelakaan, Nakamura
Aki harus terlebih dahulu meninggalkannya bersama jutaan kenangan indah saat bersamanya.
Ia ingat sekali jika saat itu mentalnya sangat down. Beberapa orang disekitarnya termasuk
sahabat-sahabatnya bersusah payah mengembalikan keadaannya menjadi seperti semula.

Yuki kembali menatap sendu Aki yang berusaha untuk tetap tersenyum. Mencoba mengerti
bahwa kesedihan Aki jauh lebih besar darinya. Ia sangat tahu jika senyumnya itu bukanlah
senyum kebahagiaan,melainkan senyum yang memiliki makna lain. Mengapa ia masih bisa
tersenyum di keadaan seperti ini?

“Hey, bisakah kau berhenti tersenyum? Ini sama sekali bukan suasana yang pas untuk kau
tersenyum” Aki tak mampu menahan tawanya.

“Kau tahu? Aku sangat membenci musim gugur. Dan kau tahu mengapa? Itu semua
karenamu. Aku benci dengan yang berhubungan dengan musim gugur. Termasuk dirimu
Nakamura Aki” ucap Yuki sedkit tegas dibagian nama Aki.

“Benarkah? Bukankah saat kau kecil kau selalu berkata jika kau sangat menyukai musim
gugur? Dan kau sangat menyukaiku sampai kau ingin menikah denganku?” jawab Aki
dengan tawa yang tak bisa tertahan di mulutnya. Dilihatnya wajah semerah tomat gadis di
depannya. Menahan malu jika ucapan masa kecilnya masih diingat jelas oleh Aki. Tak segan-
segan ia memukul bahu laki-laki itu sebagai pelampiasan.

“I...itu hanyalah ocehan anak kecil. Apa kau seserius itu menanggapinya?” jawabnya terbata
dan mengalihkan pandangannya. Tak ingin wajah semunya terlihat oleh Aki.

Mendadak suasana yang tadinya penuh dengan amarah dan air mata, berubah menjadi hangat.
Keduanya tak ingin kehilangan momen ini. Momen yang sudah hilang lima tahun lamanya.
Keduanya tak ingin berpisah lagi. Rasanya ingin sekali kembali ke masa lalu. Dimana tak ada
yang namanya kerinduan.

Cukup lama mereka berbincang, melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu. Hingga
Aki sadar, mereka tak lagi sama seperti dulu. Mereka sudah berada di dimensi yang berbeda.
Mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Entah kenapa tamparan kenyataan itu
membuat hatinya semakin pilu. Ingin rasanya ia rangkul gadis ini dan membawanya pergi
bersamanya. Namun takdir yang memaksa memisahkan mereka.

“Yuki, sepertinya ini sudah cukup” ucap Aki disela pembicaran mereka. Mendadak raut
wajah Yuki berubah 360 derajat. Rasanya ingin ia memukul kepalanya sendiri. Cukup sekali
ia membuat gadis yang ingin dilindunginya ini terluka. Tak ingin menimbulkan luka baru
dihati gadis yang teramat ia cintai ini.

“Maksudnya, kita akan berpisah lagi? Aku tidak mau!” teriak Yuki mendadak. Aki sangat
paham dengan perasaan Yuki saat ini. Bukan hanya Yuki, ia juga ingin berteriak tidak ingin
berpisah untuk kedua kalinya dengan gadis ini.

Aki tidak menjawab. Ia berusaha bersikap dewasa. Agar tak terjadi penyesalan untuk kedua
kalinya. Ia tersenyum mengelus lembut pipi Yuki menghapus air mata yang mulai menetes
dari kelopak mata Yuki.

Ia mulai berpikir menyiapkan kata-kata perpisahan yang pas untuk mengucapkan selamat
tinggal pada Yuki agar tidak menimbulkan goresan luka baru dihati gadis didepannya ini.

“Mungkin sekarang adalah waktu yang pas untuk mengucapkan salam perpisahan dengan
benar” terlihat jelas jika kesedihan sudah menghiasi wajah Aki yang sedari tadi menahan agar
air mata tidak mengalir dari kedua matanya. Ditatapnya sendu wajah Yuki. Ekspresi gadis itu
tidak jauh beda dengannya sekarang.

Tidak,jangan lagi. Aku tidak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya. Aku tidak mungkin
bisa terluka lebih dari ini.

Yuki ingin berteriak, ia tidak ingin kehilangan Aki lagi. Tolong jangan pergi lagi. Cukup
sekali ia merasa terpuruk kehilangan Aki untuk selamanya. Jika ini benar mimpi, izinkan ia
untuk lebih lama bersama Aki, hanya itu permohonannya.

Aki kemudian berdiri. Ditariknya tangan Yuki untuk ikut berdiri di depannya. Sungguh ia
merasa menjadi laki-laki ter-brengsek yang membuat gadis yang ia cintai menangis untuk
kedua kalinya. Dulu ia dengan sangat beraninya berjanji “aku tidak akan membuatmu
menangis”. Dan sekarang dengan mudahnya ia melanggar janji yang ia buat.

“Maaf, aku harus pergi. Kita tidak bisa bersama lagi” dielusnya kepala gadis itu lembut.

“Kamu jahat! Untuk apa kamu datang jika pada akhirnya kamu hanya meninggalkan luka
baru. Apa sebegitu bahagianya kamu jika melihatku menangis?” teriak Yuki. Air mata tak
bisa ia bendung. Ia sudah menangis histeris saat ini. Didekapnya gadis itu di dalam
pelukannya. Berusaha menghilangkan kesedihan yang melanda hatinya saat ini.

“Maaf, sekali lagi aku minta maaf. Aku datang untuk mengucapkan salam perpisahan dengan
benar. Jika tidak, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri, aku telah membuat banyak
orang merasa kehilangan termasuk dirimu. Aku hadir untuk meperbaiki itu semua” jawab Aki
masih memeluk Yuki yang masih menangis.
Perlahan Yuki mengangkat kepalanya. Menghapus air mata yang sejak tadi mengalir deras.
Melepaskan diri dari pelukan hangat Aki. Walaupun sedikit ragu untuk melepaskannya. Jujur
ia takut jika Aki akan kembali pergi tanpa mengucap sepatah katapun padanya.

Ia yakin ini adalah dunia mimpi. Namun entah mengapa, sakit ketika menerima kenyataan
bahwa Aki hanyalah sosok khayalan yang ia ciptakan akibat rindu yang teramat dalam.
Mengapa mimpi ini terasa begitu nyata seperti ini?.

“Kamu ingat janjiku dulu? Saat aku berkata dengan beraninya akan melindungi dan selalu
membuatmu bahagia? Maaf jika aku tak bisa menepatinya. Dan juga jika aku selalu
membuatmu kesal dan marah, gomen ne..” ucapannya terhenti karenaYuki yang kembali
menangis.

“Dan juga,aku harap kau tidak membenci musim gugur lagi” ucapnya tersenyum.

Bagaimana mungkin ia tidak membenci musim gugur. Musim dimana sosok yang begitu
berharga baginya lahir di dunia ini dan di musim itu juga ia kehilangan sosok itu.

“Kau tau kan arti namaku. Jika kau membenci musim gugur, maka kau juga akan membenci
diriku” ucapnya sambil tertawa.

Iya, aku benci kamu, sangat benci!

“Apa lagi ya? Oh iya, sampaikan permintaan maafku kepada teman-teman ya karena
meninggalkan mereka begitu mendadak. Aku jadi penasaran, bagaimana rupa mereka
sekarang ya?” Aki tersenyum sendiri ketika mengingat teman-teman masa kecilnya.

“Yang terakhir..” Aki terdiam ketika akan mengucapkan kalimat terakhirnya. Sebuah pesan
yang mungkin akan meninggalkan bekas yang mendalam bagi Yuki. Ia takut jika nantinya ia
kembali menyakiti Yuki.

“Tolong lupakan aku ya, hiduplah dengan bahagia seperti yang kau mau. Dan juga jangan
lupa kunjungi aku ya, aku yakin kau pasti sangat merindukanku” ucapnya tersenyum. Air
mata Yuki tak bisa dibendung lagi. Kali ini ia menangis histeris. Ia tak ingin lagi kehilangan
sosok yang amat berarti baginya.

“Tidak! Tidak mungkin semudah itu aku melupakanmu, dasar bodoh! Kau datang mengisi
hari ku, pergi meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal. Sekarang kau hadir
secara tiba-tiba dan memintaku untuk melupakanmu begitu saja? Bodoh! Bodoh! Aku benci
kamu!” teriak Yuki memukul dada bidang Aki keras. Ia tak terima dengan pernyataan bodoh
Aki yang barusan.

Sungguh ia merasa sangat bersalah. Ia belum sempat menyelesaikan kalimat terakhirnya.


Rasanya tak sanggup jika ia harus mengucapkan salam perpisahannya.

“Dan satu hal lagi. Ini adalah kata yang tak pernah terucapkan dari mulutku. Aku sangat
mencintaimu,aku sangat menyayangimu. Maaf jika aku jika aku hanya datang mengatakan ini
dan pergi meninggalkanmu lagi..” akhirnya ia mengucapkan kalimat terakhirnya.
“Argh..padahal ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengatakannya” sambungnya sambil
menggaruk-garuk kepalanya.

Iya, aku juga mencintaimu bodoh. Kenapa harus sekarang kamu katakan?

“Akhirnya aku sudah menyampaikan apa yang ingin aku katakan. Jadi ini adalah saat yang
tepat untuk mengucapkan selamt tinggal”.

Tidak, kau tidak boleh mengatakan itu.

“Dakara, sayounara. Jaga kesehatanmu. Aku akan bahagia jika kamu juga bahagia”.

“Tidak. Bagaimana nanti jika aku merindukanmu lagi?”.

“Jika kamu melihat selembar daun momiji terjatuh, itu tandanya aku sedang
memperhatiknmu. Jadi ambil daun itu dan anggaplah aku sedang bersamamu”. Ia
memperlihatkan senyum terakhirnya.

Untuk yang terakhir kali, kedunya saling berpelukan. Pelukan terakhir yang begitu hangat.
Aki mendaratkan kecupan di kening Yuki sebagai salam perpisahan. Yuki menangis sejadi-
jadinya tak ingin semua ini berakhir.

Perlahan ia membuka mata. Tak terasa air mata sudah membasahi tas yang menjadi alas
kepalnya. Jadi benar, itu hanyalah mimpi yang terasa sangat nyata. Mengingat kenyataan
bahwa Aki laki-laki yang amat ia cintai tak akan kembali, membuat Yuki menangis histeris.

Ia melirik jam tangannya. Kurang lebih tiga jam ia tertidur dibangunan tua ini. Setelah
meluapkan segala kesedihannya,ia beranjak pulang dengan mata yang masih sembab.
Pertemuan nya bersama Aki mengajarkannya bahwa ada suatu kebahagiaan yang tak dapat
kembali.

Dalam perjalanan ia kembali teringat percakapnnya dengan Aki di dalam mimpi. Ia


tersenyum sendiri mengingat betapa indahnya senyum dan tawa khas Aki yang sangat ia
rindukan.

Ia melihat selembar daun momiji terjatuh. Ia teringat kepada Aki yang mengatakan jika ia
akan hadir jika Yuki melihat selembar daun itu terjatuh. Ia ambil daun itu dan ia pegang
kuat-kuat seolah-olah itu adalah sosok Aki. Ia tak akan melepaskannya.

Ia memandang langit, mengangkat tangannya seolah ingin menggapai seseorang yang jauh
disana. Berharap orang itu akan datang meraih tangannya.

“Apa yang sedang kau lakukan? Apa yang kau lihat? Apa kau melihatku? Apa kau
memperhatikanku? Jika tidak aku akan melempar kepalamu dengan sepatu! Aku sangat
merindukanmu Nakamura Kazuki! Apakah suaraku terdengar olehmu? Apakah aku terlihat
seperti orang gila sekarang? Selamat kau telah berhasil membuatku gila seperti ini. Hey!
Jawab jika kau mendengar dasar bodoh!” teriaknya seperti orang gila. Berharap angin
musim gugur menyampaikan teriakannya pada seseorang yang jauh disana.

Anda mungkin juga menyukai