Anda di halaman 1dari 54

ANALISIS PERILAKU PENYIMPANGAN SOSIAL TAWURAN ANTAR

PELAJAR DI SMKN 1 KOTA JAMBI

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:
HADI AFRIYANTO
NIM A1A319001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
ANALISIS PERILAKU PENYIMPANGAN SOSIAL TAWURAN ANTAR
PELAJAR DI SMKN 1 KOTA JAMBI

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Jambi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh:
Hadi Afriyanto
NIM A1A319001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang

berjudul “Analisis Perilaku Penyimpangan Sosial, Tawuran Antar Pelajar di

SMKN 1 Kota Jambi”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terimakah yang sebesar-

besarnyaatas kehadirat Allah SWT atas rahmat, kemudahan dan kelancaran dalam

penulisan proposal skripsi ini. Tak lupa kirimkan sholawat disertai salam kepada

nabi besar Muhammad SAW yang syafaatnya kita nantikan di akhir Yaumil.

Penulis tidak mengalami kesulitan apapun dalam menyusun proposal skripsi

ini. Penulis menyadari bahwa banyak dukungan, bantuan, motivasi, saran, dan

arahan dari berbagai pihak sangat diperlukan agar skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik. Akibatnya, penulis mengusulkan bahwa:

1. Bapak Prof. H.Sutrisno, M.Sc.,Ph.D, selaku Rektor Universitas Jambi.

2. Bapak Prof. DR.M Rusdi, S,Pd., M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.

3. Ibu Dr. Rosmiati, S.Pd., M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.

4. Bapak Drs. M Salam, M.Si, selaku Ketua Prodi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan.

5. Drs. Irzal Anderson, M.Si, selaku dosen pembimbing utama yang telah

meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulisan

ini.

i
6. Ibu Nurmala Dewi, M.Pd, selaku pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktunya dan terus memberikan motivasi dan semangat serta

arahan yang sangat berarti.

7. Terkhusus untuk kedua orang tua saya Bapak Pasijan dan Ibu Munjiati

yang telah memberikan doa dan bantuanya setiap harinya kepada saya

sehingga dapat menyelesaikan penulisan ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini. Penulis sangat

mengharapkan komentar dan kritik yang bermanfaat untuk menyempurnakan

penulisan ini.

Jambi, Januari 2023

Hadi Afriyanto
NIM A1A319001

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
Daftar Tabel...................................................................................................................v
Daftar Gambar..............................................................................................................vi
BAB I..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................................10
1.4 Fokus Penelitian.....................................................................................................10
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................11
1.5 Definisi Istilah.........................................................................................................11
BAB II...........................................................................................................................13
KAJIAN TEORETIK.........................................................................................................13
2.1 Perilaku Menyimpang............................................................................................13
2.2 Penyimpangan Sosial..............................................................................................17
2.3 Tawuran Pelajar.....................................................................................................19
2.4 Penelitian Yang Relevan.........................................................................................31
2.5 Kerangka Berpikir...................................................................................................32
BAB III..........................................................................................................................34
METODE PENELITIAN...................................................................................................34
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian................................................................................34
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................................34
3.3 Data dan Sumber Data...........................................................................................34
3.4 Teknik Sampling.....................................................................................................37
3.5 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................38
3.6 Uji Validitas Data....................................................................................................39
b) Triangulasi sumber...................................................................................................40
c). Triangulasi waktu....................................................................................................40
3.7 Teknik Analisis Data................................................................................................41
3.8 Prosedur Penelitian................................................................................................43
DAFTAR RUJUKAN........................................................................................................44

iii
iv
Daftar Tabel

Tabel 1. 1 Jumlah Kasus Tawuran Tahunan Kota Jambi Tahun 2019-2022...........5

Tabel 1. 2 Jumlah Kasus Tawuran Tahunan Sekolah di Kota Jambi Tahun 2019-

2022..........................................................................................................................8

Tabel 3. 1 Informan Penelitian...............................................................................37

Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Pedoman Penelitian...............................................................46

v
Daftar Gambar

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir.............................................................................33

Gambar 3. 1 Triangulasi Teknik............................................................................39

Gambar 3. 2 Triangulasi Sumber...........................................................................40

Gambar 3. 3 Triangulasi Waktu.............................................................................40

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perilaku menyimpang sering disebut sebagai penyimpangan sosial,

merupakan tingkah laku melanggar norma, nilai sosial yang diterima, atau

melanggar aturan dan pedoman yang telah disepakati secara sukarela oleh anggota

sekelompok orang dimana peraturan tersebut telah disepakati secara bersama.

Perbuatan menyimpang merupakan reaksi seseorang terhadap lingkungannya,

baik reaksi itu berupa tingkah laku maupun perbuatan yang melawan hukum.

Penyimpangan merupakan setiap perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan

masyarakat atau kelompok sosial yang ada. (Umar Sulaiman, 2019:56).

Banyak orang terlibat dalam perilaku yang dikenal sebagai penyimpangan

sosial, yang dianggap memalukan dan di luar batas perilaku yang dapat diterima.

Pada dasarnya dalam hal bermasyarakat segala bentuk tindakan telah di batasi

oleh namanya norma ataupun aturan-aturan yang ada di masyarakat. Hal itu sesuai

dengan asas negara Indonesia sebagai negara hukum, dimana segala sesuatu itu

diatur oleh hukum. Ketiak perbuatan manusia tersebut tidak sesuai dengan hukum

atau nilai yang telah ada maka perilaku tersebut dinamakan perilaku menyimpang.

Perilaku menyimpang ialah kondisi mental yang dapat terjadi akibat tekanan

sosial atau faktor- faktor lainnya dimana perilaku menyimpang memiliki dampak

yang signifikan pada kehidupan masyarakat juga. Perilaku menyimpang

1
2

akan berkembang sebagai akibat jika individu menerima ataupun terpengaruh oleh

nilai-nilai subkultur yang menyimpang selama proses sosialisasi.

Perilaku menyimpang kerap kali terjadi karena adanya perubahan sosial dan

budaya yang terjadi di masyarakat. Masyarakat modern pada dasarnya lebih

mengutamakan kepemilikan materi, yang berdampak besar pada konvensi sosial,

harapan, pencapaian, dan aspirasi. Perubahan nilai dan standar selama ini akan

menciptakan mentalitas baru, yang mendorong mengambil risiko, mengabaikan

bahaya, dan melanggar hak orang lain, yang semuanya pada akhirnya akan

menghasilkan perilaku kriminal. Pergeseran nilai tersebut dapat berlangsung

secara secara lambat maupun cepat sehingga menciptakan kondisi yang harmonis

serta disharmonis di lingkungan masyarakat. Dengan mengacu pada hal tersebut

tentunya akan memunculkan persaingan yang ada di masyarakat terkhusus bagi

para remaja.

Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari anak

menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja sedang melalui masa perkembangan

fisik dan mental yang pesat. Perkemabnagan yang pesat tersebut tak jarang

membuat remaja sering kali terlibat dalam perilaku yang dianggap melanggar

hukum seperti halnya membolos, merokok, minum beralkohol, mencuri bahkan

perkelahian antar remaja (Diana, 2019:117).

Perkelahian antar remaja ialah bentuk kekerasan yang dilakukan oleh

mereka yang ingin melenyapkan pihak lawan agar tidak berdaya dengan

menggunakan kekerasan. Konflik yang biasa disebut dengan tawuran ini

seringkali melibatkan bsnysk orang.


3

Tawuran merupakan salah satu jenis konflik atau pertentangan antara dua

kelompok yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang melembaga. Tawuran

bermula karena adanya rasa solidaritas yang kuat di antara anggota kelompok dan

berakhir karena kepentingan masing-masing pihak dilanggar oleh pihak lain.

Deskripsi ini berlaku untuk tindakan penyerangan oleh sekelompok orang yang

menjadi sangat populer di Indonesia dan menimbulkan kerugian bagi satu

kelompok ke kelompok lainnya(Amrawan, 2016:79).

Remaja yang terlibat dalam perilaku menyimpang, ketidakstabilan emosi,

cacat sosial, penyakit kejiwaan, atau kenakalan remaja sering menjadi pelaku

insiden tawuran ini. Biasanya, ini dimulai dengan masalah kecil sebelum berlanjut

ke masalah serius yang menyebabkan konflik antar kelompok.

Tawuran secara umum, adalah kekerasan yang dilakukan oleh massa dalam

perkelahian atau situasi lainnya. Tawuran itu sendiri tentunya menimbulkan

banyak sekali kerugian yang cukup besar bagi para korban terlebih lagi apabila

tawuran itu dilakukan oleh anak sekolah. Tawuran antar siswa tentunya akan

menimbulkan kerugian baik itu materi maupun kerugian non materi, tawuran di

lingkungan sekolah akan berakibat terganggunya keamanan dan juga ketertiban

sekolah.

Perkelahian antar siswa atau tawuran dapat menimbulkan kerugian yang

sangat besar, diantaranya ada empat dampak dari kerugian perkelahian antar

siswa. Pertama, pelaku itu sendiri bisa berdampak pada kerusakan parah atau

mungkin kematian. Kedua, dalam tawuran yang tidak terkontrol bisa saja banyak

fasilitas umum terdekat rusak. Isu ketiga adalah terganggunya proses akademik di
4

sekolah. Keempat, penurunan toleransi dan juga perdamaian yang ada (Komisi

Perlindungan Anak Indonesia).

Secara psikologis, tawuran pelajar dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

delniquency situasional dan delinquency perkelahian sistematis. Dalam

delinquency situasional, perkelahian itu terjadi karena situasi dimana mereka

harus berkelahi. Sedangkan dalam delinquency sistematis, remaja yang terlibat

perkelahian masuk kedalam suatu geng atau kelompok tertentu. Disinilah, adanya

aturan bahwa setiap anggota harus terlibat dalam sebuah konflik yang harus

diikuti bersama. Sebagai anggota, tentunya mereka merasa puas dan bangga bisa

melakukan apa yang diharapkan oleh kelompok atau geng yang mereka naungi.

Disini mereka belajar bahwa perkelahian merupakan cara yang cepat untuk

menyelesaikan masalah mereka, efek ini jelas akan berkonsekuensi jangka

panjang bagi kehidupan para generasi muda di Indonesia.

Perkelahian di kalangan pelajar dapat disebabkan oleh faktor internal dan

eksternal. Pengendalian diri, kecerdasan, emosi, konsep diri, dan religiositas

merupakan penyebab faktor internal perkelahian. Sedangkan faktor eksternal

depengaruhi oleh alkohol dan obat-obatan, konformitas, game online, dan agresi

emosional berdampak pada aspek eksternal kriminalitas remaja.

Sejalan dengan temuan penelitian Yulius Wahyu Perdata (2021), faktor

internal dan eksternal menjadi salah satu penyebab tawuran antar pelajar di

SMAN 10 Yogyakarta. faktor internal yang berkontribusi terhadap perkelahian

adalah kemarahan yang dialami anak-anak akibat bullying yang membuat mereka

menggunakan perkelahian sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan mereka.

Selain itu faktor keluarga dan lingkungan menjadi faktor eksternal yang
5

mengakibatkan seorang siswa melakukan tawuran antar pelajar di SMAN 10

Yogyakarta. Hal serupa juga terjadi di Kota Semarang, berdasarkan hasil

penelitian Firma Bakti (2017) menyebutkan bahwa banyak variabel yang dapat

mempengaruhi kenakalan remaja. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa

stres, pilihan rasional, asosiasi diferensial, pelabelan, disorganisasi sosial, dan

fenomena maskulin merupakan penyebab utama kenakalan remaja di kota

Semarang.

Di Indonesia sendiri kasus tawuran bukanlah kasus baru, hampir tiap

tahunnya terdapat kasus tawuran yang melibatkan antar pelajar. Peningkatan

kasus tawuran yang ada di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. Retno

Listyarti selaku Komisioner Bidang Pendidikan KPAI menyebutkan Bahwa

“Meskipun masih dalam keadaan pandemi ternyata kasus tawuran pelajar tetap

masih terjadi, dan terjadi peningkatan jumlah kasus di sepanjang tahun 2021”.

Jumlah kenaikan kasus di Indonesia tersebut, juga terjadi di Provinsi Jambi

khususnya Kota Jambi untuk kasus tawuran antar pelajar di empat tahun terakhir.

Adapun data tawuran di Kota Jambi yang melibatkan peserta didik adalah

sebagaiaberikut:

Tabel 1. 1 Jumlah Kasus Tawuran Tahunan Kota Jambi Tahun 2019-2022

No Tahun Kasus Tawuran

1 2019 3 kasus

2 2020 2 kasus

3 2021 5 kasus

4 2022 7 kasus
6

(Sumber : Jambi Independent.com)

Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan dalam dua tahun terakhir

terdapat kenaikan yang sangat signifikan untuk kasus tawuran yang melibatkan

peserta didik di Kota Jambi sendiri.

Tingginya angka tawuran di Kota Jambi sangat merupakan sebuah masalah

yang sangat serius bagi duniaapendidikan, sekolaha yang sejatinyaamenjadi

tempatauntukabelajar menjadikan manusia yang taat pada norma tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Generasi pelajar adalah generasi muda yang diharapkan

mampu untuk menjadi pilar bangsa di masa depan seringkali melakukan tindakan

menyimpang seperti tawuran yang terjadi antar sekolah.

Dari beberapa kasus tawuran yang ada di Kota Jambi seringkali dilakukan di

lingkungan sekolah saat jam pelajaran berlangsung dan di lakukan di lingkungan

sekolah. Mereka seolah tak peduli akan fungsi dari sekolah yang sebenarnya,

sekolah yang menjadi tempat untuk menuntut ilmu tak jarang dijadikan sebagai

tempat untuk tawuran pelajar. Hal itu merupakan masalah besar mengingat pelajar

merupakan generasi penerus yang nantinya akan menjadi pemimpin nasional,

namun banyaknya perkelahian pelajar yang melibatkan pelajar tingkat SMP dan

SMA yang terjadi sudah sangat mengganggu masyarakat dan membahayakan

mental dan nasib pelajar ituasendiri (Fahrani 2013:215).

Tingginya angka tawuran di Kota Jambi menjadi perhatian khusus bagi

dunia pendidikan mengingat banyak sekali pelaku tawuran masih menempuh

dunia pendidikan terlibat dalam kasus tawuran antar pelajar. Hal itu diperkuat

dengan tingginya kasus tawuran pelajar di Kota Jambi di empat tahun terakhir.
7

Peristiwa tawuran antar siswa yang terjadi di Kota Jambi semakin marak terjadi

yang mengakibatkan kerugian fisik bagi siswa tersebut. Terdapat beberapa

kelompok siswa yang sengaja mengadakan pertarungan di jalanan maupun

lingkungan sekolah untuk melakukan aksi tawuran tersebut. Akibat dari tawuran

itu sendiri menurut Fahrani (2013:216) antara lain :

1. Kematianadan lukaaberat bagi paraasiswa, pelaku dan masyarakat.

2. Kerusakan yangaparah padaakendaraan, dan kacaagedung yangaterkena

lembaran.

3. Trauma padaasiswa dan masyarakatayang menjadi korban.

4. Rusaknyaamental paraagenerasi muda.

5. Turunya kualitas pendidikanadi Indonesia.

Dengan banyaknya akibat yang terjadi tidak membuat pelaku tawuran antar

sekolah yang ada di Kota Jambi takut untuk melakukan tindakan tersebut. Mereka

seakan menutup mata akan dampak setelahnya demi memuaskan apa yang mereka

inginkan dengan dalil mempertahankan harga diri ataupun nama baik sekolah.

Berdasarkan data yang di unggah oleh kantor berita yang ada di Kota Jambi

setidaknya terdapat sekitar 13 sekolah berbeda yang terlibat aksi tawuran di

periode empat tahun terakhir. Adapun data mengenai sekolah yang terlibat

tawuran pelajar selama empat tahun terakhir adalah yaitu :


8

Tabel 1. 2 Jumlah Kasus Tawuran Tahunan Sekolah di Kota Jambi Tahun


2019-2022

No Nama Sekolah 2019 2020 2021 2022 Jumlah Kasus

1 SMA N 4 - - 1 - 1

2 SMA N 8 1 - - - 1

3 SMA N 12 - - - 1 1

4 SMK N 1 1 2 2 2 7

5 SMK N 3 2 1 2 2 7

6 SMK N 4 - - - 1 1

7 SMK - 1 - 2 3

Laboratorium

8 SMK PGRI 1 - - 1 - 1

9 SMP N 16 - - - 1 1

10 SMP N 14 - - - 1 1

11 SMP N 18 - - - 1 1

12 SMP N 22 - - - 1 1

13 SMP N 30 - - - 1 1
9

(Sumber : Jambi Independent.com)

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa SMKN 1 dan SMKN 3 Kota

Jambi menempati peringkat tertinggi dalam hal kasus tawuran yakni sebanyak 7

kasus untuk 4 tahun terakhir. SMKN 1 Kota Jambi sendiri tercatat sebagai salah

salah satu sekolah yang sering terjadi tawuran setiap tahunnya, dalam 4 tahun

terakhir selalu ada kasus tawuran yang melibatkan pelajar di SMKN 1 Kota

Jambi.

Tawuran yang dilakukan siswa SMKN 1 Kota Jambi tidak hanya

melibatkan satu sekolah saja, tercatat ada empat sekolah berbeda yang terlibat

dalam tawuran dengan SMKN 1 Kota Jambi. Banyaknya kasus tawuran yang

melibatkan SMKN 1 Kota Jambi terhadap beberapa sekolah di sekitarnya,

menjadi masalah serius yang harus diperhatikan. Terlebih lagi kasus tersebut

terjadi setiap tahunnya, meskipun kasus tawuran yang terjadi tidak sampai

memakan korban jiwa, setidaknya terdapat beberapa kerugian yang dapat

dirasakan dari dampak perilaku tersebut, seperti luka-luka, dan rusaknya fasilitas

sekolah bahkan terganggunya proses belajar mengajar yang diakibatkan oleh hal

tersebut.

Dengan menitikberatkan pada penyebab tawuran di SMKN 1 Kota Jambi

dan upaya apa saja yang dilakukan sekolah untuk mencegah fenomena tersebut,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang apa penyebab tawuran

antar siswa di SMKN 1 itu sendiri dengan judul “Analisis Perilaku Penyimpangan

Sosial Kasus Tawuran Antar Pelajar di SMKN 1 Kota Jambi.”

Ada keterputusan antara apa yang diharapkan dari siswa dan apa yang

sebenarnya terjadi sebenarnya sangat memperhatinkan. Seorang pelajar


10

diharapkan untuk memenuhi kewajibannya sebagai siswa dengan mengikuti kelas,

belajar disekolah ternyata masih banyak melakuakn penyimpangan dari norma,

dari merokok di kelas, bolos pelajaran hingga tawuran.

Peneliti ini sangat menarik untuk diteliti karena setiap tawuran yang

melibatkan peserta didik memiliki penyebab yang berbeda–beda dan juga kasus

tawuran itu sendiri saat ini menjadi isu terhangat yang ada di Kota Jambi itu

sendiri, dikarenakan banyaknya kasus tawuran yang kian marak di tengah–tengah

dunia pendidikan Kota Jambi itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Melihat kontek diatas, maka yang menjadi masalah pokok dalam

penelitian ini adalah :

1. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinyaatawuran antar siswa di

SMKN 1 Kota Jambi?

2. Bagaimanaaupaya sekolahadalam amencegah terjadinya tawuran antar siswa di

SMKN 1 Kota Jambi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkanarumusan masalahadiatas, makaayang ingin dicapai dalam

pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran antar

siswa di SMKN 1 Kota Jambi.

2. Untuk mengetahui upaya sekolah dalam penanggulangan tawuran antar siswa

di SMKN 1 Kota Jambi.


11

1.4 Fokus Penelitian


Sesuai denganapermasalahan peneliti, maka yang menjadi fokus pada

penelitian ini yaitu:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan tawuran di SMKN 1 Kota Jambi.

2. Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi tawuran

antar pelajar di SMKN 1 Kota Jambi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapunamanfaat penelitianayaitu untuk mengetahui latar belakang terjadinya

tawuran di SMKN 1 Kota Jambi di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat menjadi pedoman untuk memberikan keamanan dan

ketertiban bagi siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, dengan

dilakukannya penelitian terhadap perilaku siswa SMKN 1 Kota Jambi yang

melakukan tawuran diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan

ilmuapengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Masyarakat

Memberikanapemahaman arti penting pendidikanakarakter dalam

membentuk perilaku, kepribadian, dan rasa disiplin anak. serta referensi dan

masukan kepada masyarakat terkait alasan dan akibat tawuran pelajar dan upaya

untuk mengurangi frekuensi tawuran antar siswa di SMKN 1 Kota Jambi.

b) Bagi Peneliti
12

Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama berkaitan

dengan apa yang menjadi pemicu tawuran antar pelajar dan bagaimana upaya

untuk menghentikannya.

1.5 Definisi Istilah

1. Penyimpangan sosial

Penyimpangan sosial adalah perilakuasetiap orang yang

dianggapamenyimpang sering digambarkan sebagai pelanggaran aturan, nilai,

dan norma dalam masyarakat karena penyimpangan asosial didefinisikan

sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku di

masyarakat.

2. Kenakalan remaja

Kenakalan remajaaadalah perilaku kriminal anak yang melanggar norma-

norma sosial yang diterima.

3. Tawuran

Tawuran adalah konflik kelompok atau kegiatan yang melibatkan remaja.

Sejak pembentukan geng-geng organisasi pemuda, frekuensi perkelahian ini

semakin meningkat. Oleh karena itu, perkelahian pada dasarnya adalah

contoh dari sosialisasi yang salah.


BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1 Perilaku Menyimpang

Perilaku menyimpang didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang

bertentangan dengan standar dan aturan masyarakat, atau sebagai perubahan

perilaku atau reaksi terhadap lingkungan. Menurut Taufik Abdullah (Muhammad,

2019:206) Penyimpangan, atau segala macam pola tingkah laku yang tidak sesuai

dengan kehendak masyarakat, diartikan sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan

nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.

Hal itu sejalan dengan pendapat Emile Durkheim (Hisyam, 2015:99),

dimana dia menyebutkan perilaku menyimpang adalah kehancuran hubungan

sosial kemasyarakatan dapat menimbulkan terjadinya kejahatan. Menurut

Durkheim, hilangnya norma dan cita-cita masyarakat menyebabkan tatanan sosial

hancur. Sehubungan dengan itu, norma-norma umum akan merosot seiring

dengan transformasi budaya sederhana menjadi budaya kontemporer. Karena

fakta bahwa tidak semua anggota kelompok dapat menerima aturan umum baru

yang berlaku, serta kemungkinan konflik antara perilaku dan harapan anggota

kelompok dan orang-orang di sekitar mereka, keadaan ini dapat menghasilkan

perpecahan di antara anggota kelompok. Inilah yang akan menyebabkan

penyimpangan karena kondisi tidak memungkinkan untuk meramalkan perilaku

sosial dan sistem, yang pada akhirnya dan secara bertahap akan runtuh.

Semua perilaku manusia dibatasi oleh aturan yang mendikte bagaimana

individu harus melakukan dan berperilaku sesuai dengan apa yang dianggap

13
14

masyarakat dapat diterima. Namun di dunia sekarang ini, adalah hal yang umum

untuk melihat anak muda (pelajar) bertindak atau berperilaku dengan cara yang

bertentangan dengan harapan hukum dan bahkan tidak berpikir dua kali untuk

melanggar hukum. Seperti, seorang siswa merokok, mencuri, minum terlalu

banyak, berbohong, menyontek saat ujian, mengganggu siswa lain, membolos,

atau bahkan perkelahian/tawuran.

Pentingnya norma dan nilai sosial meningkat sebagai akibat dari

penyimpangan darinya. Remaja (pelajar) biasanya sangat rentan terhadap

pengaruh luar dari segi sosiologis. Mereka rentan terhadap pengaruh karena

proses pencarian identitas mereka, dan mereka masih berjuang untuk

mengidentifikasi panutan mereka. Dan juga, mereka mudah dipengaruhi oleh cara

hidup orang-orang di sekitar mereka. Remaja mudah terpengaruh oleh

lingkungannya karena kesehatan mentalnya masih genting yang berdampak pada

kepribadiannya.

Sebuah perilaku belum dapat dikatakan sebagai perilaku menyimpang jika

perilaku tersebut tidak tergolong dalam perspektif perilaku menyimpang.

Setidaknya terdapat Sudut pandang absolut, normatif, dan reaktif digunakan untuk

mendefinisikan perilaku menyimpang. Menurut sudut pandang absolut, perilaku

menyimpang memiliki kualitas atau sifat yang melekat terlepas dari apa yang

sedang dievaluasi. Dengan kata lain, norma, kebiasaan, atau konvensi sosial tidak

menentukan perilaku menyimpang. Menurut pendekatan normatif, perilaku

menyimpang adalah setiap kegiatan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat

atau kelompok tertentu. (Primawati, 2012:1).


15

Menurut pengertian para ahli di atas, perbuatan menyimpang adalah setiap

perbuatan manusia yang melanggar hukum, norma, dan adat istiadat suatu

masyarakat karena tidak dapat sesuai dengan kehendak masyarakat tersebut.

Pengalaman menyimpang juga dipromosikan oleh kontrol diri yang buruk dan

pengawasan sosial yang lemah. Perbuatan menyimpang, baik primer maupun

sekunder, berkembang melalui waktu dan juga sebagai akibat dari suksesi fase

interaksi yang melibatkan interpretasi kesepakatan untuk berperilaku

menyimpang.

2.1.1 Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang

Batasan masyarakat atau standar budaya mempengaruhi apakah suatu

tindakan dianggap menyimpang atau tidak. Tingkah laku menyimpang dapat

ditunjukkan dalam cara penilaiannya yang sebenarnya, terlepas dari perspektif

reaksioner. Suatu perbuatan menyimpang harus diperhatikan, atau setidak-

tidaknya didengar, dan mengakibatkan hukuman yang berat bagi pelakunya.

Perilaku yang dapat dikatakan sebagai menyimpang ketika perilaku

tersebut tidak sesuai dengan norma yang ada. Menurut Paul B. Horton (Subadi,

2011:47), perilaku dikatakan menyimpang ketika perilaku itu memiliki beberapa

ciri-ciri; deviasi pertama terlebih dahulu. Menentukan apakah suatu perilaku

dianggap menyimpang atau tidak memerlukan pertimbangan seperangkat kriteria

dan penyebab yang diketahui. Dimungkinkan untuk menerima atau menolak

kedua penyimpangan tersebut. Penyimpangan absolut dan relatif merupakan

penyimpangan ketiga. Setiap orang terlibat dalam perilaku abnormal, tetapi hanya

dalam batasan tertentu yang berlaku untuk semua orang. Karena satu-satunya

perbedaan adalah frekuensi dan tingkat keparahan penyimpangan, dikatakan


16

relatif. Oleh karena itu, variasi yang dibuat setiap orang biasanya bersifat relatif.

Bahkan mereka yang telah tersesat sama sekali harus semakin merusak

lingkungannya.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku Menyimpang

Ada beberapaafaktor yang membuat individu melakukan tindakan

perilaku menyimpang. Menurut Kartono (Among, 2014:7) individu dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor melakukan perilaku menyimpangayaitu:

1) Faktor Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertamakali sesorang tumbuh, riwayat

kriminal anggota keluarga lainnya dapat menjadi salah satu faktor penyebab

terjadinya perilaku menyimpang.

2) Faktor Sekolah

Setting pendidikan yang berupa sekolah biasanya masih bersifat formal.

Siswa yang masih ada di SMP dan SMA seringkali menghabiskan waktu tujuh

jam setiap hari untuk bersekolah. Seringnya anak mengahabiskan waktu di

sekolah juga akan berpengaruh terhadap perilaku anak.

3) Faktor Masyarakat

Remaja memiliki pilihan paling banyak dan jangkauan lingkungan terluas

dalam masyarakat. Remaja dihadapkan pada beragam realitas yang hadir dalam

kehidupan sehari-hari berbagai budaya dalam latar ini, belum lagi kemajuan moral

yang dibawa oleh kemajuaniilmu pengetahuanndan teknologi.


17

4) Kelompok Bermain

Karena seseorang akan memiliki playgroup atau pergaulan di lingkungan

tempat tinggalnya, maka lingkungan tempat tinggal dan playgroup merupakan dua

bentuk pergaulan yang erat kaitannya.

5) Media Masa

Media masa dapat juga mempengaruhiikepribadian dan tingkah laku

seseorang disebut juga dengan sosialisasi. Pesan yang disebarkan melalui media

populer seperti televisi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perilaku

masyarakat.

2.2 Penyimpangan Sosial

Perilaku setiap orang dianggapamenyimpang sering digambarkan sebagai

pelanggaranaaturan, nilai, dan norma dalam masyarakat karena penyimpangan

sosial didefinisikan sebagaiiperilaku yangatidak sesuai dengan aturan atau standar

yangaberlakuudi masyarakat. Perilaku menyimpang terlihat datang dalam

berbagai bentuk, tergantung pada tren atau kebiasaan sosial yang baru. pacaran

dulu dipandang sebagai aktivitas yang menyeramkan, namun sekarang diterima

seperti biasa.

Hadi Utomo (2019:4) menjelaskan ada beberapa hal yang membuat

seseorang mampu untuk melakukan perilaku menyimpang di yaitu: Pertama

Faktor subyektifaadalah faktor yang berasal dariiseseorang itu sendiri (sifat

pembawaan yang dibawa sejak lahir). Seseorang akan melakukan tindakan

perilaku menyimpang dikarenakan terdapat sifat yang dibawanya sejak lahir.

Kedua Faktor obyektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan).

Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang
18

tidak serasi. Ketiga sekolah, pergaulan dan media massa, juga merupakan faktor

penyebab seseorang dapat melakukan tindakan penyimpangan sosial.

Paul B. Horton (Hisyam, 2014:3) Tidak ada penyimpangan sosial yang ada

dalam ruang hampa. Definisi penyimpangan kelompok memiliki dampak yang

signifikan terhadap status penyimpangan sosial. Ketika norma-norma sosial diakui

oleh masyarakat, penyimpangan sosial terjadi. Kesepakatan yang tersebar luas ini,

dalam beberapa kasus, dapat memudahkan individu atau kelompok untuk

menemukan ketidaknormalan sosial.

Penyimpangan sosial khususnya dapat mengakibatkan sejumlah

konsekuensi yang merugikan, termasuk rumor dan tindakan hukuman. Hukuman

akan meningkatkan pemahaman kita tentang perilaku abnormal dalam kelompok

sosial yang terikat oleh seperangkat aturan bersama. Hasil yang berbeda akan

dihasilkan dari cara masyarakat memandang orang-orang yang dianggap

menyimpang. Dengan bantuan lembaga hukum, persoalan atauapenyimpangan

sosialayang dianggap perlu mendapat perlakuan khusussdan menarik perhatian

publik harus melalui prosesspenanganan yang lebih resmiidan konsisten.

Hal itu sejalan dengan pendapat Hisyam (2014:5), bahwa Penyimpangan

sosial berarti suatu tindakan menyimpang dari norma – norma yang berlaku dalam

suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk

memperbaiki perilaku yang menyimpang atau abnormal tersebut.

Menurut definisi ini, perilaku menyimpang didefinisikan sebagai tindakan

yanggdilakukan oleh individu yang bertentangan dengan aturan yang ada, baik

sengaja maupun tidak sengaja, dan terdapat korban (victims) atau tidakaada

korban (victims).
19

2.2.1 Jenis-Jenis Penyimpangan sosial

Menurut Hadi Utomo (2019:4) terdapat beberapa jenis-jenis penyimpangan

sosial yaitu :

1. Tawuran atau perkelahian antar pelajar, bullying.

Tawuran dan bullying merupakan salah satu jenis penyimpangan sosial

yang sering terjadi di sekolah. Perilaku tawuran dianggap sebagai salah satu

penyimpangan karena merugikan berbagai pihak, baik yang langsung terlibat

dalam pertengkaran maupun yang tidak.

2. Penyalahgunaan narkotika, obat-obat terlarang dan minuman keras.

Penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan dapat dikatakan sebagai salah

satu penyimpangan karena dapat mengakibatkan mabuk, yang merupakan

fenomena sosial yang sangat meresahkan. Perbuatan ini merupakan

perbuatanyang sering terjadi di kalangan muda dengan dalil mengikuti

perkembangan zaman sehingga mereka tidak perduli dengan norma yang telah

ada dikalangan masyarakat.

3. Pencurian, perampokan, prostitusi, dan pemerkosaan.

Mencuri, merampok, prostitusi, dan pemerkosaan adalah salah satu jenis

dari Penyimpangan sosial adalah tindakan yang sangat menyimpang dari standar

dan hukum masyarakat.

2.3 Tawuran Pelajar

Manusia adalah makhluk sosial yang memahami bahwa bersosialisasi dan

interaksi berlangsung sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan di

sekolah, proses sosialisasi mungkin terjadi. Konflik, termasuk kenakalan remaja,


20

seperti tawuran, terjadi ketika fungsi bersosialisasi tidak berjalan sebagaimana

mestinya.

Tawuran pelajar merupakannsalah satu jenis penyimpangannsosial yang

dilakukan oleh para peserta didik dimana mereka berbuat tidak sesuai dengan

norma yang ada. Perilaku menyimpang ini sering kali disebabkan oleh masalah

kecil atau terkadang disebabkan oleh masalah berat yang merugikan tindakan

bentrok. Perkelahian biasanya dianggap sebagai perilaku yang tidak dapat

dibenarkan. (Shiddiq, 2021:6).

Penduduk Indonesia tampaknya sudah tidak asing lagi dengan istilah

tawuran. Berita mendominasi media hampir setiap minggu. Tak hanya tawuran

antar mahasiswa mengisi berbagai media.Tawuran sendiri merupakan suatu

kegiatan perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau

suatu rumpun masyarakat (Setiawan, 2015:23).

Tawuran remaja semakin marak sejak terbentuknya geng, konfrontasi

antar pemuda atau antar pelajar semakin mengangu ketertiban masyarakat,dimana

masyarakat ditakuti oleh geng atau kelompoknya, perilaku anarkis akan selalu

ditampilkan di tengah masyarakat yang membuat mereka merasa bangga.

Biasanya remaja lebih mengutamakan teman sebaya daripada keluarga atau diri

mereka sendiri karena mereka sangat tertarik akan kegiatan tersebuti.pada

awalnya bergabungnya remaja dengan geng atau kelompok tidak menjadi seuah

permaslahan karena mereka dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan

dan bersosialisasi.

Secara umum, iterasi awal geng kriminal terdiri dari kelompok permainan

yang dinamis dan aktif. Permainan yang awalnya netral, menyenangkan, dan
21

menyenangkan menjadi kegiatan eksperimen kooperatif yang berisiko dan sering

kali mengganggu atau menyakiti individu lain. Namun tindakan ini akhirnya

meraka berubah menjadi kelompok yang ilegal.

Semakin meingkatnya kegiatan kebersammanya membuat mereka

menentukan tempat berburu atau wilayah operasional mereka sendiri dan

menggunakan proses kerja yang lebih "sistematis", mereka melakukannya seiring

meningkatnya kegiatan kriminal dan tunggakan bersama. Kegiatan bersama ini

biasanya bermanifestasi sebagai perkelahian kelompok, pemukulan, provokasi,

dan perkelahian antar sekolah. Perilaku tersebut terutama ditujukan untuk

meningkatkan status individu dan menjunjung tinggi nama baik kelompok

(dengan dalih menjunjung tinggi nama sekolah).

Konflik kelompok ini tentunya akan meningkatkan sense of community

kita, yaitu kesadaran kita menjadi bagian dari ingroup atau keluarga “keluarga

baru”, serta rasa kebersamaan kita (group spirit). Menurut Kurniawan dkk,

tawuran pelajar termasuk pelaku remaja yang paling menarik untuk dibicarakan.

Tawuran pelajar adalah perkelahian antara dua kelompok pelajar atau antar

individu, biasanya diikuti dengan ejekan dan pembelaan terhadap kelompok yang

diunggulkan. (Rizqi Eko Putra, 2021:14).

Menurut para ahli tersebut di atas, tawuran atau tawuran pelajar

merupakan salah satu kejahatan yang paling keji yang dilakukan oleh

pelajar/sekelompok pelajar terhadap kelompok pelajar lain dalam bentuk

kekerasan fisik.

2.3.1 Indikator Tawuran


22

Menurut M. Sukarni (2018:32) indikator dari siswa yang terlibat tawuran

dapat dilihat dari tingkah laku mereka di sekolah, seorang pelajar yang terlibat

dalam tawuran biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1.Tidak naik kelas

Tidak naik kelas pada umumnya bukan hanya disebabkan karena

seseorang tertinggal dalam hal akademik saja, terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhinya diantaranya tingkah laku yang ditunjukkan peserta didik.

Peserta didik yang terlibat tawuran biasanya memiliki tingkah laku yang arogan di

dalam kelas.

2.Sering bolos sekolah

Siswa yang terlibat tawuran biasanya ditandai dengan seringnya bolos

sekolah, dimana pada dasarnya mereka sering untuk pergi ke suatu tempat yang

sering dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul bersama teman-temannya

dibandingkan pergi kesekolah.

3.Mudah terpancing emosi

Pada dasarnya seorang pelajar kurang memiliki jiwa pengendalian emosi

yang stabil, akibatnya mereka mudah sekali untuk marah, emosi, bahkan terhadap

suatu permasalahan yang dihadapinya, mereka biasanya sering memilih metode

tercepat atau paling sederhana untuk mengatasi masalah tersebut. Tawuran

dipandang sebagai solusi dari permasalahan mereka karena hal ini sering

dilakukan oleh para remaja. (Basri, 2015:15).

4.Terlibat dalam sebuah geng remaja

Pelajar yang sering terlibat tawuran pada umumnya terlibat dalam

sebuah geng remaja. Dimana di dalam geng tersebut seseorang akan dituntut
23

untuk mengikuti aturan yang ada dan menjunjung tinggi nama gengnya. Ketika

terdapat sebuah konflik yang terjadi antar geng maka secara otomatis peserta didik

tersebut akan melakukan tindakan tawuran (Basri, 2015:15).

2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Tawuran

Perkelahian pelajar dikategorikan sebagai salah satu jenis kenakalan

remaja dari segi psikologis. Kejahatan remaja terkait perkelahian dapat dibagi

menjadi dua kategori: situasional dan sistemik. Konflik muncul sebagai akibat

dari keadaan yang “menuntut” konflik. Menjadi perlu untuk menemukan solusi

cepat untuk masalah. Mereka harus mematuhi adat istiadat, konvensi, dan aturan

kelompok atau geng tempat mereka bertempur.

Perkelahian di kalangan pelajar dapat disebabkan oleh sumber internal dan

eksternal. Pengendalian diri, kecerdasan, emosi, konsep diri, dan religiositas

merupakan penyebab internal perkelahian remaja. Beberapa unsur, antara lain

alkohol dan obat-obatan, konformitas, bermain video game, dan kekerasan

emosional, berdampak pada aspek eksternal kejahatan remaja. Menurut Rais

(Shiddiq, 2021:8) terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tawuran

diantaranya:

1.Adanya Permusuhan Menahun

Telah terjadi permusuhan yang berkelanjutan antara kedua belah pihak

bisa memicu terjadinya tawuran atau tawuran massal karena sudah bermusuhan.

2.Adanya Barisan Siswa (Basis)

Hal ini sering terjadi di sekolah. Yayasan ini biasanya terdiri dari

sekelompok siswa yang menggunakan rute bus yang sama ke dan dari sekolah
24

seringkali terjadi konfik dikarenakan adanya gesekan atapun pertikaian kecil

diantara penumpangnya.

3.Kecerdasan Emosi

Komponen kecerdasan emosional menjadi salah satu penyebab terjadinya

perkelahian. Apa saja bisa mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang,

termasuk situasi keluarganya, lingkungan pendidikannya, dan koneksinya di luar

sekolah. Petarung biasanya memiliki kecenderungan untuk menjadi mudah

emosional dan ingin segera mengatasi masalah tersebut.

Menurut Fatimah Enung (2010:253) perkelahian pelajar dapat dibagi

menjadi empat faktorayang menyebabkan perkelahian pelajar antara lain.

a.Faktor Internal

Remaja yang suka berdebat biasanya kurang mampu menyesuaikan diri

dengan keadaan lingkungan yang menantang. Kompleks di sini mengacu pada

pembentukan ideologi, budaya ekonomi, dan semua rangsangan lingkungan

lainnya, yang semakin bervariasi dan banyak. Dalam keadaan seperti ini, tekanan

biasanya diberikan kepada semua orang. Remaja yang terlibat pertengkaran

cenderung tidak berhasil, apalagi menggunakan konflik untuk pertumbuhan

pribadi. Mereka biasanya mengambil jalan terpendek menuju resolusi, mudah

putus asa, dan melarikan diri dari tantangan. Remaja yang sering bertengkar

dilaporkan memiliki perasaan rendah diri yang signifikan, mudah frustrasi,

memiliki emosi yang tidak stabil, dan emosi yang tidak stabil. Mereka sering

merindukan perhatian.

b. Faktor Keluarga
25

Rumah dengan riwayat kekerasan jelas merugikan anak. Seorang bayi

belajar bahwa kekerasan adalah bentuk perbaikan diri saat mereka mendekati

kedewasaan, jika tidak, akan berbahaya bagi mereka untuk melakukan kekerasan

lebih lanjut. Orang tua yang terus-menerus melindungi anaknya akan

menyebabkan mereka tumbuh menjadi individu yang tidak dapat diandalkan,

tidak meyakinkan tanpa identitas unik.

c. Faktor sekolah

Pertama-tama, sekolah tidak dipandang sebagai tempat di mana anak-anak

harus dididik untuk menjadi sesuatu; sebaliknya, mereka pertama-tama harus

dievaluasi untuk kualitas pengajaran mereka. Akibatnya, siswa yang tidak

termotivasi untuk belajar akan memilih untuk terlibat dalam kegiatan bersama

teman-temannya di luar kelas. Setelah itu, ternyata masalah pendidikan dan

instruktur menjadi yang paling penting. Sayangnya, guru terutama berfungsi

sebagai sumber hukuman, penegak hukum, dan sosok otoriter yang melakukan

agresi fisik saat mengajar.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan sehari-hari remaja antara rumah dan sekolah berpengaruh

terhadap seberapa sering terjadi perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang

tidak nyaman dan kotor, serta tetangga yang susah diatur. Demikian juga, ada

sistem transportasi umum yang padat pelajar dan banyak kejahatan kekerasan di

seluruh kota. Semua ini dapat mendorong remaja untuk menyerap informasi dari

lingkungannya, dan akibatnya dapat timbul reaksi emosional yang mendorong

terbentuknya perilaku agresif.


26

Hisyam (2014:114-115), menjelaskan teori penyebab kenakalan remaja

yaitu teori Differential Association. Teori Differential Association dikemukakan

oleh Sutherland. Menurut pandangan ini, perilaku kriminal atau tindakan kriminal

tidak diwariskan secara genetik, sehingga orang yang melakukan kejahatan tidak

memiliki hubungan darah melainkan sebagai hasil dari apa yang diketahui tentang

mereka. Penyimpangan, kejahatan, dan perilaku kriminal dipelajari melalui

interaksi sosial dan komunikasi, sehingga perilaku kriminal secara bertahap

diperoleh melalui kedua proses tersebut. Interaksi yang intens dengan pelaku

kejahatan dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan kejahatan

karena beberapa perilaku menyimpang dan kriminal dianggap sangat mudah untuk

bergerak melalui proses interaksi dan proses komunikasi.

Teori ini juga menjelaskan mengapa perilaku ilegal dan menyimpang

terjadi di antara kelompok orang terdekat selama proses pembelajaran. Artinya

interaksi sosial dan hubungan yang erat antar anggota kelompok dapat

menyebarkan informasi tentang perilaku kriminal dan kejahatan. Oleh karena itu,

intensitas perkumpulan kelompok dapat mengakibatkan terjadinya saling berbagi

pengetahuan kriminal.

Selain itu, diyakini bahwa hubungan dengan tingkat intensitas dan

keintiman yang tinggi akan menyebabkan perilaku non-kriminal menjadi

kriminal. Kelompok yang paling signifikan dalam menganalisis perilaku kriminal

seseorang, yang dipengaruhi oleh keadaan eksternal, dikatakan adalah keluarga

dan teman dekatnya.

Gagasan bahwa faktor-faktor tertentu berkontribusi terhadap kejahatan

remaja adalah salah. Remaja tidak pernah mempertimbangkan batasan pergaulan


27

saat berinteraksi dengan orang lain. Remaja biasanya menghabiskan lebih banyak

waktu dengan teman mereka daripada dengan keluarga mereka.. Interaksi tersebut

biasanya akan menciptakan sebuah geng baru guna menciptakan wadah sebuah

organisasi keakraban antar remaja dengan mengedepankan rasa solidaritas geng di

atas segalanya.

Maka dengan adanya interaksi yang intens antara peserta didik dengan

teman sebayanya yang sering terlibat tawuran itu kedalam sebuah geng yang sama

akan berakibat terciptanya perilaku menyimpang sosial yakni tawuran antar

pelajar.

2.3.3 Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja Tawuran

Agar berhasil memerangi kenakalan remaja, tindakan dunia nyata harus

diambil selain ceramah dan pidato (tindakan).Hal itu sejalan dengan pendapat

Sarwirini (2011:245) menyatakan banyak teori atau konsep yang dikemukakan

dalam rangka mencari solusi upaya menanggulangi kenakalan anak. Pola–pola

prevensi, represif, dan kuratif seharusmya dapat diterapkan dalam upaya

menanggulangi kenakalan anak.

Sutherland (Sarwirini, 2011:249) mengemukakan dua metode untuk mencegah

kenakalan remaja dalam arti luas yakni:

1) Metode prevensi

Upaya program pencegahan umum, kelompok masyarakat, pengejaran

waktu luang, kerja kasus anak nakal, kerja kelompok anak nakal, badan

koordinasi, dan badan reorganisasi adalah beberapa contoh metode pencegahan.


28

2) Metode reformasi

Dinamika, klinik reformasi, reformasi hubungan kelompok, dan layanan

profesional adalah beberapa strategi reformasi yang digunakan untuk

memperbaiki penjahat.

Menurut Dadan Sumara (2017:350) upaya menanggulangi kenakalan remaja

dibagi atas tiga bagian yaitu:

1. Upaya Preventif

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan secara sistematis,

terorganisir, dan terarah untuk menghentikan kenakalan sebelum dimulai. Upaya

pencegahan kenakalan lebih bermanfaat daripada upaya penanggulangan karena

sangat sulit untuk menanganinya setelah menyebar. Tiga hal yang dapat

melemahkan upaya pencegahan, yaitu:

a. Di Rumah tangga (keluarga)

Keluarga adalah garis pertahanan pertama melawan kejahatan remaja.

Orang tua membangun lingkungan rumah yang religius. Ini berarti mengubah

rumah atau keluarga menjadi tempat di mana ketaatan dan kesalehan membangun

kehidupan keluarga yang bahagia. Tidak ada konflik atau pergumulan dimana ada

hubungan positif antara ayah, ibu dan anak.

Salah satu strategi untuk mencegah kenakalan adalah memiliki nilai

bersama antara ayah, ibu, dan keluarga lain di rumah tentang cara mendidik anak.

Keluarga kemudian menunjukkan kasih sayang yang pantas kepada anak-anak.

Berikan perhatian yang cukup pada kebutuhan anak-anak. Perkumpulan remaja

harus diawasi secara wajar baik oleh orang tua maupun orang dewasa lainnya.
29

b. Upaya di Sekolah

Perjuangan melawan pertumbuhan kenakalan remaja di sekolah sama

pentingnya dengan perjuangan di rumah. Setelah rumah, sekolah adalah tempat

kebanyakan orang mengenyam pendidikan. Jika proses belajar mengajar tidak

berfungsi dengan baik, siswa dapat terlibat dalam sejumlah tindakan yang tidak

pantas. Guru harus meningkatkan bagian bimbingan dan konseling di sekolah

dengan mendatangkan tenaga ahli atau penataran guru untuk menjalankan bagian

ini. Guru juga harus memahami aspek psikososial siswa, mengintensifkan

pelajaran agama, dan menciptakan guru agama yang ahli dan berwibawa serta

dapat bekerja sama dengan baik dengan guru umum lainnya.

c. Upaya di masyarakat.

Menurut Dadan Sumara (2017:350) setelah keluarga dan sekolah,

masyarakat merupakan wilayah ketiga tempat berlangsungnya pendidikan.

Ketiganya harus bertindak secara konsisten dalam membimbing anak menuju

tujuan pendidikannya. Jika satu pincang yang lain akan mengikuti..

2. Upaya Represif

Dengan hukuman yang jelas untuk setiap pelanggaran, dimungkinkan

untuk mengambil tindakan untuk menghentikan pelanggaran norma sosial dan

moral. Hal ini dimaksudkan agar dengan adanya hukuman yang berat bagi pelaku

yang berusia muda akan berperan sebagai “pencegah” dan mencegah mereka

melakukan perilaku menyimpang di kemudian hari. Oleh karena itu, bagi mereka

yang melakukan kejahatan tanpa diskriminasi, tindak lanjut harus ditegakkan

melalui hukuman atau hukuman langsung.


30

Remaja misalnya, harus mematuhi kebijakan dan prosedur keluarga. Selain

itu, harus ada beberapa bentuk disiplin yang diberikan oleh orang tua karena

melanggar norma-norma rumah tangga. Harus ada konsistensi dalam bagaimana

peraturan diterapkan. Hukuman yang sama harus diterapkan untuk semua cedera.

Sedangkan hak dan tanggung jawab anggota keluarga berbeda-beda sesuai usia

dan tahap perkembangan. Dalam lingkungan pendidikan, hukuman karena

melanggar peraturan diberikan dengan memukul kepala sekolah. Guru juga dapat

mengambil tindakan dalam keadaan tertentu. Namun, kepala sekolah berhak

memberikan sanksi yang keras seperti skorsing atau pemecatan. Guru dan tenaga

administrasi bertanggung jawab dengan. Guru mengkomunikasikan informasi

tentang pelanggaran, potensi pelanggaran, dan dampaknya, adalah tanggung

jawab staf pengawas. Sesuai dengan sifat pelanggaran aturan larangan sekolah,

tindakan represif biasanya diberikan dalam bentuk peringatan lisan atau tertulis

kepada siswa untuk membimbing dan melarang tindakan tersebut dengan

peringata (skor).

3. Upaya pembinaan

Setelah langkah-langkah pencegahan lainnya diterapkan, diputuskan

bahwa memberi remaja pendidikan lebih banyak akan membantu memperbaiki

perilaku kriminal mereka. Pendidikan diperkuat dengan pembinaan, yangmana

sering dilakukan oleh organisasi tertentu atau spesialis di sektor ini. Upaya keras

dilakukan di keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk memberikan bimbingan

bagi anak-anak muda yang tidak terlibat dalam perilaku kriminal. Remaja yang

terlibat dalam perilaku antisosial atau menerima hukuman juga dapat menerima

pembinaan. Untuk mencegah mereka mengulanginya, ini perlu dikembangkan.


31

2.4 Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang diangkat peneliti

adalah :

a. Skripsi oleh Meidayanti Pradatin Dianlestari mahasiswa Program Studi Politik

dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang dengan

judul “Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja: Tawuran Di SMAN 4 Kabupaten

Tangerang tahun 2015”. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa faktor

terjadinya tawuran di SMAN 4 yaitu faktor internal yang terdiri dari

ketersinggungan antar kelompok serta, faktor external yang terdiri atas keluarga

seperti kurangnya perhatian keluarganya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

hal tersebut adalah upaya preventif meliputi upacara dan zikir yang dilakukan dua

kali seminggu, upaya kuratif meliputi razia yang dilakukan pihak sekolah

terhadap benda-benda tajam dan melaporkan kepada pihak yang berwenang ketika

tawuran itu terjadi.

b. Skripsi oleh Badaruddin Husain Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan

judul “Penyimpangan sosial ( Studi Kasus Tawuran Antar Siswa SMAN 1

Wonomulyo Kabupaten Mandar Tahun 2022”. Menurut temuan penelitian, siswa

di SMAN 1 terdapat berbagai faktor: pertama, mengolok-olok atau meremehkan

kelompok lain, Kedua, ketika seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan

dengan hati nuraninya, ada keluhan dan pelanggaran pribadi. Ketiga, adanya

keretakan rasa persatuan dalam tubuh mahasiswa. Pencantuman nilai-nilai

karakter dalam ekstrakurikuler siswa, program sholat dzuhur berjamaah, dan nilai-

nilai ketuhanan, serta adanya sinergi antara sekolah dan orang tua siswa dalam
32

pembinaan karakter, merupakan tiga inisiatif tambahan sekolah dalam memerangi

perilaku tawuran di kalangan siswa.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Haerul Qadri Program Studi Pendidikan

Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar yang berjudul

“Tawuran Pelajar (Studi Kasus SMAN 1 Makassar)”. Menurut temuan penelitian,

faktor internal, saling mengejek dari kelas senior ke kelas junior, menjunjung

tinggi rasa kebersamaan, adanya egoisme, dan saling menunjukkan status sosial

yang mendominasi sosial adalah penyebab pertengkaran. Keluarga dan pengaruh

eksternal lainnya tidak dipertimbangkan. Mengingat sekolah ini terletak di pusat

kota metropolitan yang masyarakatnya mudah terbujuk untuk melakukan tindakan

yang tidak diinginkan, orang tua yang sibuk cenderung kurang memperhatikan

anaknya.

2.5 Kerangka Berpikir

Dari kerangka teoritik di atas dapat dipahami bahwa sejatinya konsep

tawuran peserta didik merupakan salah satu penyimpangan sosial yang dilakukan

oleh para siswa yang tidak sesuai dengan norma ataupun aturan yang ada.

Menurut Kartono (2020:110), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

seseorang melakukan perilaku menyimpang yaitu: faktor internal dan faktor

ekternal .

Tawuran antar pelajar merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial

yang saat ini marak terjadi. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang ada dan

dipraktikkan oleh sejumlah besar individu. Hal tersebut diyakini sebagai beberapa

hal yang tercela dan di luar batas toleransi.


33

Baik variabel internal maupun eksternal bisa menjadi akar pertengkaran di

antar sekolah. Perkelahian antar pelajar yang semakin sering terjadi di kalangan

anak muda, terutama anak-anak yang masih duduk di kedua bangku sekolah, bisa

jadi disebabkan oleh keadaan tersebut. Menurut Rais (Shiddiq, 2021:8) terdapat

beberapa faktor yang menjadi penyebab tawuran diantaranya: adanya permusuhan

menahun, adanya barisan siswa (Basis), kecerdasan emosi. Berawal dari

permasalahan yang ada diperlukannya sebuah tindakan yang dilakukan pihak

sekolah guna mengatasi permasalahan yang terjadi.Adapun kerangka berpikir

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

Faktor Internal
Faktor Eksternal
1. Reaksi frustasi
negatif 1. Keluarga
2. Gangguan Penyimpangan Sosial 2. Sekolah
emosional 3. Lingkungan
3. Kontrol diri 4. Kelompok
4. Konsep diri bermain

Kenakalan Remaja (Tawuran)

Upaya mengatasi tawuran


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitianaini mengambil lokasiadi Kota Jambi tepatnya di SMK N 1 Kota

Jambi yang memiliki tingkat kenakalan peserta didik cukup tinggi pada tahun

pelajaran 2022/2023 dan peneliti melakukan pada 1 Maret sampai Agustus 2023.

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metodologi yang digunakan penelitian iniaadalah metode penelitian

deskriptif deskriptif, yang digambarkan sebagai suatu proses ilmiah untuk

memperoleh informasi dengan tujuan tertentu. Penelitian deskriptif kualitatif

bertujuan untuk memahami bagaimana partisipan penelitian menjelaskan

pengalaman mereka tentang tindakan, pikiran, tindakan, dorongan, dan kejadian

lainnya dengan menggunakan kata-kata. Dapat dikatakan bahwa jenis penelitian

ini adalah studi kasus deskriptif kualitatif berdasarkan bentuk penelitian deskriptif

dan enggunaan teknik fenomenologis.

3.3 Data dan Sumber Data

3.3.1 Data

Dalam penelitian kualitatif data bersifat tinggi memiliki karakteristik yang

valid dan konsisten kebenaran objektifnya. Data yang digunakan pada penelitian

ini adalah:

34
35

a. Data Primer

Data Primeraadalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti. Pengertian

data primer menurut Sugiyono (2016:235), adalah sebuah data yang langsung

didapatkan dari sumber dan diberikan kepada peneliti. Adapun data primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan terkait

perilaku menyimpang peserta didik di SMKN 1 Kota Jambi. Adapun yang

menjadi data primer dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yang terjadi di

SMKN 1 Kota Jambi.

2. Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam penanggulangan tawuran

di SMKN 1 Kota Jambi.

3. Serta data diri informan.

b. Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang didapatkan dari sumber yang sudah ada

sebelumnya, dimana data ini diperoleh secara tidak langsung ,data sekunder

berupa dokumen, gambar yang sesuai terhadap masalah yang diambil. Penelitian

ini menggunakan data sekunder berupa informasi dari media sosial jaringan

internet, catatan tingkat kenakalan dari guru dan juga informasi dari guru

mengenai objek yang diteliti.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data ialah asal data diperoleh dan digunakan dalam penelitian,

sumber data pada penelitian kualitatif bisa berupa dokumen, narasumber,

fenomena, tempat, benda, gambaran atau rekaman (Sugiyono, 2016:222). Sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


36

a. Dokumentasi

Dokumentasi ialah barang atau bahan yang menjadi bukti pendukung data

yang digunakan pada penelitian, dokumen yang digunakan untuk penelitian ini

bisa berupa foto, gambar, dan sejenisnya. Dokumentasi nantinya akan menjadi

pelengkap data hasil wawancara pada metode penelitian kualitatif untuk

menambah kepercayaan terhadap penyelesaian permasalahan yang diteliti.

b. Informan

Ialah orang yang menyampaikan informasi data penelitian kepada peneliti

melalui wawancara, informan merupakan orang yang terlibat langsung maupun

orang yang memiliki pengetahuan ataupun bagian dari populasi yang dijadikan

objek penelitian pada masalah penelitian yang diangkat. Penelitian ini

menggunakan 3 kelompok informan diantaranya:

1) Informan utama

Seseorang sebagai sumber data primer untuk memberikan gambaran teknis

yang relevan dengan topik penelitian disebut dengan informan utama. Dalam

penelitian ini yang menjadi informan utama yaitu, peserta didik di SMKN 1

Kota Jambi.

2) Informan kunci

Seseorang dengan pengetahuan lengkap tentang pertanyaan yang akan

diajukan peneliti dikatakan sebagai informan kunci. Adapun informan kunci

dalam penelitian ini adalah Guru PPKn dan Guru BK di SMKN 1 Kota

Jambi.
37

3) Informan Tambahan

Orang yang menyumbang informasi tambahan sebagai bahan analisis dan

pembahasan dalam suatu penelitian kualitatif disebut sebagai informan

tambahan. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan yaitu

Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Jambi.

Berikut merupakan daftar informan ini :

Tabel 3. 1 Informan Penelitian

No Informan Jumlah

1 Siswa SMK N 1 Yang terlibat Tawuran 20

2 Guru PPKn,dan BK SMKN 1 Kota Jambi 2

3 Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Jambi 1

Total 23

3.4 Teknik Sampling

Teknik samplingamerupakan teknikapengambilan sampel. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling yakni teknik

pengambilan data dengan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan tolak ukur

yang telah di tentukan. Penelitian ini menggunakan kriteria indikator kenakalan

peserta didik sebagai pertimbangan yang digunakan dalam pengambilan sampling.

Yang memiliki tujuan utama untuk menghasilkan sampel yang logis yang bisa

merefresentasian populasi objek penelitian. Yakni para siswa yang terlibat

langsung di dalam tawuran antar pelajar.


38

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat dan akurat

untuk mengumpulkan data dari lapangan. Berikut adalah alat yang digunakan

dalam penelitian ini:.

1. Wawancara

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan

langsung kepada responden saat wawancara. Wawancara dilakukan secara jujur

dan bebas dengan tetap berpegang pada standar wawancara yang telah ditentukan

guna mendapatkan data yang akurat dari informan. Siswa yang pernah terlibat

tawuran antara siswa, Kepala Sekolah, dan guru.

Dalam hal ini, peneliti menyiapkan buku catatan sebagai catatan semua

interaksi dengan informasi atau sumber data. Setelah peneliti memiliki bukti

bahwa ia telah melakukan wawancara dengan informan atau sumber data, peneliti

menggunakan kamera digital untuk mengambil gambar sambil bercakap-cakap

dengan mereka. Kebenaran data yang benar-benar diperoleh peneliti dapat

ditingkatkan dengan gambar. Wawancara dengan peneliti ini dilakukan untuk

mempelajari apa yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya tawuran pelajar

serta strategi yang digunakan untuk menghentikannya.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah proses yang digunakan untuk mendistribusikan

dokumen menggunakan salinan informasi yang diautentikasi khususnya dari

buku, surat kabar, situs web, surat wasiat, dan sumber lainnya. Dalam gaya

dokumentasi umum, dokumen adalah pencarian, investigasi, pengumpulan,

pelestarian, kepemilikan, penggunaan, atau penyediaan. Dalam penelitian ini


39

peneliti menggunakan dokumen dan dokumen terkait kenakalan siswa di SMKN 1

Kota Jambi.

3.6 Uji Validitas Data

Untuk memeriksa keakuratan data dalam penelitian kualitatif, diperlukan

teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan diperlukan untuk menentukan kebenaran

data.Menurut Sugiyono (2016:267) pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan

atas kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu: derajat

kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability), dan kepastian (confirmability).

Triangulasi merupakan metode yang digunakan untuk menilai objektivitas

dan validitas data dalam penelitian ini. Menurut Sugiyono, triangulasi adalah

metode untuk menentukan keakuratan data yang membandingkan atau

memverifikasi data dengan menggunakan sumber selain data asli. Tiga

pendekatan triangulasi yang berbeda digunakan dalam penyelidikan, yaitu:

a) Triangulasi teknik

Secara teknis, triangulasi melibatkan penggunaan banyak sumber untuk

mengumpulkan data; dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara

mendalam dan pencarian sumber yang sama.

Gambar 3. 1 Triangulasi Teknik

Wawancara

Sumber sama
40

Dokumentasi

b) Triangulasi sumber

Yaitu teknik pengujian keabsahan data dengan mengumpulkan data dari

berbagaiasumber yang berbeda dengan metode yang sama. Misalnya melakukan

wawancara mendalam pada sumber A, B, dan C.

Gambar 3. 2 Triangulasi Sumber


Sumber A

Wawancara
cTri mendalam Sumber B

Sumber C

c). Triangulasi waktu

Waktu yang dapat mempengaruhi keabsahan data itulah yang dimaksud

dengan triangulasi waktu. Misalnya, data yang dikumpulkan melalui wawancara

di pagi hari, ketika informan masih terjaga dan isu-isu yang kurang, akan

menghasilkan data yang lebih akurat dan dengan demikian lebih dapat diandalkan.

Alhasil, dengan melakukan wawancara pada beberapa periode, data bisa dipercaya

akurat.

Gambar 3. 3 Triangulasi Waktu

Wawancara mendalam
41

Pagi hari Siang hari Sore hari

3.7 Teknik Analisis Data

Metode studi analisis data, yang melibatkan bekerja dengan data, adalah

kualitatif. mengatur informasi, memecahnya menjadi potongan-potongan yang

dapat dicerna, mensintesisnya, dan mencari apa yang dapat dikomunikasikan

kepada orang lain. Sebelum memasuki lapangan, selama kerja lapangan, dan

setelah selesainya kerja lapangan, analisis data ini selesai. Namun demikian, ia

mengklaim bahwa analisis dimulai dengan membuat konsep dan menguraikan

masalah sebelum melakukan kerja lapangan dan berlanjut hingga penyusunan

temuan penelitian. Pengumpulan dan analisis data lebih ditekankan selama

prosedur kerja lapangan. Menurut Miles dan Huberman, analisis data dalam

bidang model terdiri dari tiga bagian, yaitu :

1. Reduksi Data

Jumlah dataayang dikumpulkan di lapangan membutuhkan pencatatan

yang cermat dan akurat. Ketika peneliti menghabiskan lebih banyak waktu di

lapangan, volume dan kompleksitas data akan berkembang. Ini mengharuskan

penyelesaian analisis data melalui reduksi data sangat jauh. Meringkas, memilih

komponen kunci, memfokuskan pada apa yang krusial, dan mencari tema dan pola
42

merupakan langkah-langkah dalam proses reduksi data. Alhasil, gambar yang

lebih tajam akan dihasilkan oleh data yang direduksi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mereduksi data

disajikan sebagai berikut :

a. Data-data yang terkumpul di lapangan dirangkum dan dipilih pokoknya saja

untuk segera dianalisis.

b. Peneliti dapat mengklarifikasi informasi berdasarkan data yang relevan atau

tidak relevan.

c. Peneliti menetapkan data utama dengan fokus pada faktor-faktor penyebab dan

upaya penanggulangan tawuran antar pelajar di SMKN 1 Kota Jambi.

2. Penyajian Data

Proses penyajian atau penyajian data agar lebih terlihat terjadi setelah

direduksi. Tabel, grafik, bagan, dan representasi data lainnya yang menarik secara

visual dapat menyembunyikan penyajian data yang dibahas di sini. Data diurutkan

dan ditempatkan dalam pola relasional melalui penyajian sehingga lebih mudah

dipahami.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menyajikan data dalam bentuk narasi.

Peneliti akan mendeskripsikan hasil wawancara dari objek peneliti mengenai

faktor-faktor penyebab dan upaya penanggulangan tawuran antar pelajar di

SMKN 1 Kota Jambi.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Langkah ke tiga menyimpulkan dan memverifikasi analisis. Temuan awal

masih bersifat sementara, dan dapat direvisi jika data yang cukup tidak

dikumpulkan untuk mendukungnya di lain waktu. Dalam hal ini, analisis data
43

dilakukan di tempat, dan informasi yang dikumpulkan dari guru dan siswa disusun

secara metodis untuk menghasilkan gambaran yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Data yang berasal dari informasi tambahan disusun secara sistematis.

3.8 Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga

tahapan yaitu :

1. Tahapan Pembuatan Rancangan

Langkah ini, penelitiamembuat desain yang akan digunakan untuk

penelitian lapangan; desain ini sering disebut sebagai proposal penelitian.

Penelitian mencakup tujuan atau konteks penelitian, landasan teori, dan teknik

penelitian.

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Dalam berbagai tahapan penelitian, diusahakan untukamengumpulkan

data-data penting, baik data primer maupun data sekunder, yang biasanya

dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan digunakannuntuk menjelaskan

objek yang telah diputuskan dan di telaah oleh peneliti.

3. Tahapan menyusun laporan penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun laporan setelah mengumpulkan

data dari hasil penelitian. Temuan penelitian disusun dan ditulis dalam langkah ini

sesuai dengan pedoman yang ditetapkan sehingga orang lain dapat mempelajari

temuantersebut
DAFTAR RUJUKAN
Among, Vike, Veve. 2014.”Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja Di
kelurahan Pondang Minahasa”. Jurnal Psikologi 3(1):1-3
Arnawan, Gede. 2016. “Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM.”
Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM 3 (2): 80–84.
http://ojs.unm.ac.id/sosialisasi/article/view/2376.
Basri, Hasan. 2015. Pendidikan, 1–25.
Diananda, Amita. 2019. “Psikologi Remaja Dan Permasalahannya.” Journal
ISTIGHNA 1 (1): 116–33. https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20.
Fahrani, Nela Ade. 2013. “Penyelesaian Perkelahian Antar Pelajar SMA Jakarta
Oleh Kepolisisan Resort Jakarta Selatan.” Jurnal Hukum 7 (2): 212–21.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).
Bandung: Pustaka Setia.
Firma, Bekti. 2017. “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI
KOTA SEMARANG”.Skripsi Universitas Negeri Semarang.
Hadi Utomo. n.d. “Panduan Pencegahan Dan Penanganan Anak Perilaku Sosial
Menyimpang.”
Hisyam, Julyati. 2014."Perilaku Menyimpang Remaja".Jurnal Pendidikan
Sosiologi Pendidikan Semarang :1-12
Kartono, Kartini. 2014. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Muhammad, Sukarni. 2018. "Metodologi Penleitian Ilmu Pengetahuan Sosial".
Jakarta : Lipi Press
Muhammad, Syahril. 2019. “Perilaku Menyimpang Pada Kenaklalan Remaja Di
Kelurahan Akehuda Kota Ternate Utara” 2: 206–10.
Primawati, Dr. Anggraeni. 2012. “Penyimpangan Sosial,” no. 1: 1–38.
Rizqi Eko Putra, Muhammad Daffa, and Nurliana Cipta Apsari. 2021. “Hubungan
Proses Perkembangan Psikologis Remaja Dengan Tawuran Antar Remaja.”
Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik 3 (1): 14–24.
https://doi.org/10.24198/jkrk.v3i1.31969.
Sarwirini. 2011. “PERSPEKTIF KENAKALAN ANAK ( JUVENILE
DELIQUENCY ):” Jurnal Pendidikan XVI (4): 244–51.
Setiawan, Eko. 2015. “PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM”
12: 23–28.

44
Shiddiq, A. F. 2021. “Maraknya Tawuran Antar Pelajar Yang Dapat Merusak
Persatuan Dan Kesatuan NKRI.,” 1–13. https://osf.io/xauhc.
Subadi, Tjipto. 2011. Sosiologi. BP-FKipUMS.
Sugiyono. 2016. “METLIT SUGIYONO.Pdf.”
Sumara, Dadan, Sahadi, Humaidi. 2017. “Kenakalan Remaja Dan
Penanganannya.” Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat
4 (2). https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14393.
Umar, Sulaimani. 2019. Perilaku Menyimpang Remaja.
Yulius,Wahyu, 2021. “Faktor Penyebab Pelajar SMA Daerah Istimewa
Yogyakarta Melakukan Tawuran”.Skripsi Universitas Sanata Dharma.

45
Lampiran Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Pedoman Penelitian

Variable Faktor Indikator Informan

Penyebab

Perilaku Identifikasi Mengetahui latar Siswa yang

menyimpang Tawuran. belakang pelajar terlibat tawuran,

sosial tawuran melakukan aksi Guru PPKn,

antar pelajar. tawuran. Guru BK, dan

Kepala Sekolah.

FaktoraInternal Faktor internal terjadi Siswa yang

di dalam diri siswa. terlibat tawuran.

Faktor Eksternal Penyebab dari luar diri Siswa yang

yang menyebabakan terlibat tawuran.

terjadinya tawuran.

46

Anda mungkin juga menyukai