Anda di halaman 1dari 108

KEMISKINAN DI PERKOTAAN

(Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor)

Oleh

HARI HARSONO
NIM: 104032201021

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 25 Februari 2009

Hari Harsono
Abstraksi

Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa,


Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu
pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera
dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh
di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok
pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan.
Masyarakat miskin di perkotaan, pada dasarnya merupakan masyarakat urban.
Mereka datang berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat
bertahan hidup mengadu nasib mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota,
yang dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota
tersebut yang juga hidup dalam kemiskinan.
Permasalahan yang ingin diangkat adalah bagaimana peran pemerintah
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin di perkotaan. Karena
kehidupan masyarakat kota pada umumnya memiliki mobilitas yang tinggi.
Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan daya tarik tersendiri bagi
orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana persaingan sangatlah terlihat
jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak memiliki kemampuan yang cukup
dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari persaingan tersebut.
Peneliti, ingin mengetahui sampai sejauh mana peran P2KP dapat
meningkatkan ekonomi bagi masyarakat miskin kota dalam program–program
yang diterapkannya. Baik dari segi ekonomi, pendidikan, tempat tinggal, mau
kesehatan. Selain itu, dalam konsep pemberdayaannya. Masyarakat diajak ikut
serta membangun dan bekerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di
lingkungannya.
Dalam penelitian ini, metode yang saya pakai adalah deskriptif kualitatif.
Dimana peneliti terjun langsung kelapangan, melihat dan mengamati keadaan
sosial secara nyata dan langsung apa yang terjadi dimasyarakat. Objek penelitian
yang diteliti adalah masyarakat kota Bogor, khususnya penerima manfaat atau
penerima bantuan dari P2KP. Dalam menjalani proses penelitian selama ini, hasil
yang saya dapat adalah merupakan temuan – temuan serta respon dan tanggapan
di masyarakat.
Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah banyak tanggapan dan
masukan dari masyarakat, salah satunya adalah dalam memfasilitasi dan
memberikan bantuan kepada masyarakat dari pihak BKM agar lebih transparan
dan terbuka dalam hal keuangan dan penggunaan dana yang didapatkannya. Ini
diupayakan agar tidak terjadinya unsur KKN.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala Puja dan Puji Syukur kepada Allah SWT, pemilik

alam semesta yang telah memberikan hambaNya begitu banyak nikmat dan ridho,

sehingga penulisan skripsi ini selesai.

Shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, Nabi yang membawa

petunjuk dan rahmat, selalu menuntun umat manusia kepada jalan kebaikan, serta

manusia yang paling sempurna akhlaknya, semoga kita semua dapat mentauladani

segala kebaikan dari pribadi beliau, Amin.

Pada akhirnya, penulis yakin bahwa mustahil skripsi ini dapat

terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis patut memberikan ucapan terima kasih khususnya kepada :

1. Dr. M. Amin Nurdin, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat.

2. Dra. Ida Rasyidah, MA sebagai Ketua Jurusan Sosiologi Agama.

3. Dra. Joharotul Jamilah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Sosiologi

Agama yang telah memberikan dukungan dan mengingatkan saya

untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Yusron Razak, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran serta masukkannya, dalam

memberikan kritik, saran serta tidak kenal lelah dan letih mendampingi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


5. Ayahanda Arif Widodo Adi, serta Ibunda tercinta Kushariadini yang

telah memberikan cinta, kasih sayang, dan dukungan do’a, serta tiada

kenal lelah berjuang dan mengingatkan saya demi pendidikan dan

masa depan saya. Semoga Allah selalu memberikan ridho dan

rahmatnya bagi keluarga kita. Amin.

6. Adik–adik saya, Rizky Raharjo dan Prabowo Pangestu yang selalu

memberikan kebahagiaan dirumah.

7. Nadzariyah, yang selalu memberikan saya semangat, motivasi serta

membantu dalam pengerjaan skripsi ini hingga selasai.

8. Sepupu saya, mba Anggi yang selalu bersama saya dan menemani saya

dalam mengerjakan skripsi ini. Semangat mba, untuk skripsi. Mudah-

mudahan, kita bisa wisuda bareng. Amin.

9. Sahabat Sosiologi Agama, Aya, Roni, Bayu, Wahid, Iik, Zumi, Uus,

Nia, Tuti, Siqqil, Soleh, Ilham, Angga, Lina, Neng, Amir, Hamami,

Joy, semuanya angkatan 2004 dan 2003 yang tidak mungkin saya

sebutkan satu persatu. Semangat ya untuk skripsinya, semoga selalu

sukses dan apa yang dicita-citakan tercapai. Amin.

10. Sahabat dari kecil, Ijal, Anggia, Pidi, mba Anissa, Dewi Mellia, Fani,

dan semua yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.

11. Teman–teman di Kota Bogor, teman–teman sesama faskel, Pimkol

BKM dampingan di Bogor Tengah, pak Wahyudin, teh Neneng, Fitri,

pak Ariawan, Maya, pak Jaenudin, Yuli, kang Tatang, Aul, Irwan,

Willy, pak Ustad Nizar, bu Ati, teh Dede, pak Mul, bu Mul, yang tidak
mungkin juga saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu saya

dalam pengerjaan skripsi ini dilapangan. Tanpa dukungan dan bantuan

kalian semua, tidak mungkin skripsi ini akan selesai.

12. Temen–temen SOULVIBE, GIGI, Maliq, RAN yang telah

memberikan saya penyegaran dan ketenangan bila menghadapi

kepenatan melalui lantunan lagu kalian. Tanpa musik dan lagu kalian,

mungkin hidup saya terasa hampa.

Jakarta, 25 Februari 2009

Hari Harsono
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

……………………………………………………………... i

DAFTAR ISI

………………………………………………………………………. iv

ABSTRAKSI

………………………………………………………………………. vi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….....

B. Batasan dan Perumusan Masalah ………………………………………

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………...

10

D. Metodologi Penelitian ……………………………………………….....

11

E. Sistematika Penulisan ………………………………………………….

14

BAB II. KAJIAN TEORI


A. Peran ………………………………………………………………….

16

1. Pengertian Peran ……………………………………………...

16

2. Peran dalam Perspektif Sosiologi ……………………………

20

B. Kehidupan Masyarakat Miskin di Perkotaan …………………………

22

C. Kemiskinan dalam Pandangan Islam ………………………………....

26

1. Pengertian Miskin …………………………………………….

26

2. Kemiskinan dalam Islam ……………………………………...

31

BAB III. PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN

(P2KP)

A. Sejarah ………………………………………………………………...

38

B. Visi, Misi, dan Struktur Organisasi …………………………………...

42

C. Program – Program Sosial dan Ekonomi ……………………………...

48BAB IV. PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI

MASYARAKAT MISKIN KOTA


A. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin ………………………….

56

B. P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor …

61

1. Program ............................................................................................

61

2. Restrukturisasi ……………………………………………………..

66

3. Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan …………………………...

69

C. Respons Masyarakat Terhadap P2KP ………………………………….

74

D. Tinjauan Tentang P2KP dari Perspektif Islam …………………………

78

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

…………………………………………………………….. 82

B. Saran–saran

…………………………………………………………...... 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan di Indonesia merupakan amanat sebagaimana ditetapkan

dalam Undang–Undang dasar 1945, dimana tujuan negara Indonesia adalah untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia.1 Dalam kaitannya dengan masalah kemiskinan,

pembangunan nasional sebagaimana digariskan undang-undang, merupakan cara

untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam meningkatkan segi kehidupan bangsa,

berupa pembangunan fisik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan keamanan, dan

ideologi. Pembangunan nasional merupakan dasar untuk dapat terciptanya

masyarakat yang mandiri.

Masalah kemiskinan bukanlah sekedar masalah ekonomi atau konsumsi,

namun juga masalah politik. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan

kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya

yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan.

Kemiskinan merupakan masalah global, yang sering dihubungkan dengan

masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangan berbagai keadaan hidup. Sebagian

orang ada yang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara

1
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis (Jakarta:Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h. 39.
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Kemiskinan dapat

dipahami sebagai situasi dimana kelangkaan barang–barang dan pelayanan dasar.

Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

sehari–hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Serta gambaran

tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan

ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam hal ini termasuk

pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari

kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah–masalah politik dan moral, dan

tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Oleh karena itu, kemiskinan terutama yang diderita oleh fakir miskin

merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda

dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan

sosial. Pemberdayaan fakir miskin merupakan salah satu upaya strategi nasional

dalam mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial dan

melindungi hak asasi manusia terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar

manusia.2

Di Indonesia orang melihat kehidupan rata–rata suku bangsa Cina lebih

baik secara ekonomi daripada suku lain di Indonesia, karena orang Cina lebih

dianggap pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi di samping mereka dikenal

sebagai suku bangsa yang amat hemat dalam kehidupan sehari–hari mereka.

2
Harry Hikmat, dkk, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006-2010 (Jakarta:Departemen Sosial RI, 2005), h. 10.
Sebaliknya orang melihat bahwasanya penduduk asli Indonesia kebanyakan

miskin karena malas dan hidup sangat konsumtif.3

Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat terutama pada mereka yang

tinggal di perkotaan, sering diartikan sebagai akibat dari kebodohan, kurangnya

keterampilan teknis, etos kerja yang tumpul, kesempatan kerja yang rendah

sehingga sering dihubungkan dengan ketidakberdayaan pemerintah dalam

menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, bila kita pahami

secara mendalam, maka kemiskinan bukan semata–mata akibat dari

ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi

berkaitan dengan masalah struktur–sosial dan cenderung sudah menjadi

paradigma dan “budaya” pada masyarakat itu sendiri. Kemiskinan pada

masyarakat kita ini kadang kala merupakan sebuah paradigma dan tradisi, ada

ungkapan apabila, orangtuanya sudah miskin. Maka, anak dan cucunya akan ikut

pula menjadi miskin.

Masalah kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi

semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun dalam penanganannya

selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan

masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam

kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan

pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga menjadi luntur. Untuk itu

diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya

penanggulangan kemiskinan.

3
Loekman Soetrisna, Kemiskinan,Perempuan, dan Pemberdayaan (Yogyakarta:Kanisius,
1997), h. 16.
Bila, kemiskinan dikaitkan dengan ketidakberdayaan, pengentasan

kemiskinan yang memiliki proses pemberdayaan masyarakat merupakan sesuatu

yang mustahil. Dengan kata lain, kemiskinan dan ketidakberdayaan merupakan

dua sisi dari sebuah mata uang logam.4

Sebagaimana kita ketahui, tujuan utama pembangunan masyarakat adalah

peningkatan taraf hidup. Dengan demikian, kondisi yang menunjukkan adanya

taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka

pembangunan masyarakat tersebut. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi

dan implikasinya, merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut

pemecahan masalah. Pembangunan masyarakat diharapkan mampu dan tampil

sebagai salah satu alternatif untuk melakukan upaya pemecahan masalah dan

perbaikan kondisi tersebut.

Dengan membandingkan jumlah penduduk yang berada dibawah Standar

hidup rata-rata, yang digunakan sebagai indikator pada suatu periode sebelum dan

sesudah proses pembangunan, maka dapat diketahui keberhasilan dari proses

tersebut dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Walaupun demikian, prakteknya

ternyata tidak sesederhana itu. Apabila dalam perbandingan dilakukan antar dua

kondisi yang mempunyai rentang waktu yang cukup panjang dan tuntutan

kebutuhan hidup juga yang semakin meningkat sebagai akibat sosial ekonomi

yang telah terjadi, maka standar yang dipakai dianggap sudah tidak memadai lagi.

Walau menggunakan standar yang lama dapat diketahui semakin banyak warga

masyarakat yang sudah keluar dari kondisi kemiskinan, akan tetapi dilihat dari

4
Heru Nugroho, Menumbuhkan ide – ide kritis, cet ke-2. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2001), h. 44-45.
tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang, kondisi tersebut tetap dirasakan

sebagai masih berada dalam keadaan miskin. Permasalahan yang sama akan

dijumpai apabila memperhatikan stratifikasi sosial yang ada, dimana walaupun

lapisan bawah telah meningkatkan taraf hidupnya, akan tetapi apabila peningkatan

itu dibandingkan dengan yang dialami oleh lapisan lain atau setingkat lebih tinggi

maka, masih jauh lebih rendah, dan secara relatif masih merasakan kondisinya

yang tetap miskin.

Berbagai bentuk lingkaran dan mata rantainya dapat direkonstruksi dari

proses kemiskinan itu. Dari sudut ekonomi misalnya, dapat dikatakan bahwa

karena kondisi kemiskinan, maka pendapatan hanya cukup, bahkan tidak jarang

kurang mencukupi memenuhi kebutuhan minimal sehari-hari. Dengan demikian

sulit diharapkan adanya kemampuan untuk menabung. Tidak adanya tabungan

mengakibatkan tidak adanya investasi jangka panjang, sehingga produktivitas

tetap rendah. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan dan

tetap bertahannya dari kondisi kemiskinan tersebut. Dari sisi lain, lingkaran

kemiskinan dapat terbentuk dari rendahnya gizi dan nutrisi. Dalam hal ini, kondisi

kemiskinan dapat membentuk mata rantai : rendahnya nilai gizi dan nutrisi dalam

konsumsi pangan–derajat kesehatan rendah–produktivitas kerja rendah–

pendapatan rendah–kemiskinan.5

Kemiskinan juga sesuatu yang nyata dalam masyarakat bagi mereka yang

tergolong tidak miskin, dari hasil pengamatan baik secara sadar maupun tidak

sadar, mengenai berbagai gejala sosial yang terwujud dalam masyarakat.

5
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan ,(Jakarta:PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h.
116-120.
Kesadaran akan adanya kemiskinan bagi mereka yang tidak miskin biasanya

terwujud pada saat mereka membandingkan keadaan mereka dengan masyarakat

yang tingkat kehidupan sosialnya lebih tinggi dari kehidupan yang mereka miliki.

Dari pemikiran–pemikiran dan diskusi–diskusi yang diadakan tentang

kemiskinan lebih banyak menekankan segi–segi emosional dan perasaan yang

diliputi aspek–aspek moral dan kemanusiaan, atau juga bersifat partisan karena

berkaitan dengan alokasi sumber daya. Sehingga, pengertian tentang hakikat

kemiskinan itu sendiri menjadi kabur. Akibatnya berbagai usaha penanggulangan

masalah kemiskinan dijabarkan sebagian–sebagian sehingga kurang memenuhi

sasaran secara tepat.

Secara singkat kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat

hidup yang rendah : yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah

atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum

berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini

secara langsung positif pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan,

kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang

miskin.6

Dengan demikian, menjadi miskin dirasakan telah mengalami degradasi

dan seringkali tidak merupakan lapisan yang terpilih dalam hidup bertetangga dan

berteman. Kondisi ini disadari oleh masyarakat miskin itu sendiri dan mereka

mendefinisikan dunianya sebagai kelompok yang gagal, kelompok yang terlempar

dari lingkungannya. Kesadaran semacam ini sering menimbulkan sikap yang

6
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1984), h.
12.
apatis. Dan menganggap bahwa dirinya lemah, tidak mempunyai kekuatan dalam

melakukan hal–hal yang akibatnya sampai pada kesadaran bahwa mereka tidak

mampu menguasai nasibnya sendiri karena lebih ditentukan orang lain.7

Miskin bukanlah keinginan setiap insan manusia, tetapi karena nasib dan

mungkin karena usaha yang belum maksimal, yang menjadikan mereka seperti

itu. Tetapi semua itu kembali pada diri sendiri, apakah setiap manusia dapat

menerimanya dengan tulus nasib yang telah digariskan kepada mereka dan

memperbaiki keadaannya dengan berusaha lebih giat lagi serta mendekatkan diri

kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan meningkatkan kadar iman atau melakukan

hal yang sebaliknya.

Dalam UUD 1945 khususnya Pasal 34 mengamanatkan bahwa “fakir

miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara” (ayat 1), dan “negara

berkewajiban menangani fakir miskin melalui pemberdayaan dan bantuan

jaminan sosial” (ayat 3). Selanjutnya komitmen nasional dalam pemberdayaan

fakir miskin dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 124 tahun 2001 jo.

Nomor 8 tahun 2002 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan ; dengan

tujuan meningkatkan kerja sama, dukungan dan sinergi semua pihak baik sektor,

pemerintahan daerah, masyarakat maupun dunia usaha dalam menanggulangi

masalah kemiskinan.

Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia, tidak hanya

saja memberikan dana bantuan maupun pemberdayaan pada masyarakat yang

benar–benar membutuhkan. Akan tetapi memberikan motivasi dan semangat akan

7
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, h. 122.
pentingnya gotong royong serta peningkatan spiritual keagamaan didalam

masyarakat itu sendiri. Dalam perkembangannya, selain masyarakat dapat mampu

memberdayakan diri mereka sendiri dalam bidang kebutuhan ekonomi,

diharapkan masyarakat juga mampu meningkatkan spiritual keagamaan yang

sudah ada.

Puncak dari upaya mengedepankan pembangunan yang berorientasi pada

kesejahteraan umat manusia, baik untuk generasi saat ini maupun generasi

mendatang, adalah lahirnya kesepakatan kepala negara dan kepala pemerintahan

189 negara mengenai Deklarasi Milenium. Deklarasi ini berisikan kesepakatan

negara–negara tentang arah pembangunan berikut sasaran–sasaran yang perlu

diwujudkan. Secara ringkas, arah pembangunan yang disepakati secara global

meliputi : (1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat; (2) mewujudkan

pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan kematian anak; (5) meningkatkan

kesehatan maternal; (6) melawan penyebaran HIV/AIDS, dan penyakit kronis

lainnya (malaria dan tuberkulosa); (7) menjamin keberlangsungan lingkungan;

dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.8

Sejak pemberlakuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,

pemerintah daerah mempunyai wewenang besar untuk merencanakan,

merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Kewenangan otonom yang dimiliki daerah,

melekat pula kewenangan dan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro–aktif

8
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Laporan Perkembangan Pencapaian
Millennium Development Goals Indonesia 2007. November 2007, h. 3.
mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan, baik langsung maupun

tidak langsung.

Dalam dasawarsa sekarang ini, perkotaan telah menjadi perhatian berbagai

kalangan karena menyimpan berbagai peristiwa dan masalah yang dashyat, yang

menimpa sebagain masyarakat kota sebagai konsekuensi pembangunan. Berbagai

peristiwa dari yang mengharukan, menjengkelkan, sampai yang “menantang”

muncul kepermukaan. Orang kota saling berebut memenangkan ”lomba–lomba

menaklukkan kota. Kota seperti satu wilayah tak bertuan, tetapi penuh dengan

janji–janji kebahagiaan dan kesejahteraan”. Ada kesan kuat bahwa realitas kota

adalah realitas pergulatan kepentingan orang–orang, golongan, dan kelas–kelas

sosial. Dalam persaingan, setidaknya ada yang menjadi korban. Banyaknya

orang–orang yang berlomba–lomba dalam mencari peruntungan di kota,

menjadikan persaingan yang tidak sehat. Orang–orang yang tidak memiliki

kemampuan dan kesempatan kerja, akan menjadi pengangguran, dan itu

merupakan juga salah satu penyebab kemiskinan yang terdapat diperkotaan.

Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah serius bagi bangsa

Indonesia. Untuk merespon masalah kemiskinan tersebut dibutuhkan perencanaan,

anggaran, dan pengembangan program secara tepat. Di samping itu, diperlukan

juga dukungan sistem koordinasi antarpemangku kepentingan yang selektif.

Dari program–program yang telah ada dan dilaksanakan, tampak

perkembangan–perkembangan yang sangat berarti dalam pelaksanaan program

tersebut. Meskipun terdapat beberapa kendala yang terjadi dilapangan dalam

penerapannya, akan tetapi program tersebut berjalan sebagaimana harusnya.


Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul :

“Kemiskinan di Perkotaan (Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Miskin Kota di Bogor)“.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam rangka menghasilkan

pembahasan yang sistematis, terarah dan jelas, maka penulis membuat batasan

masalah dalam penelitian ini, yaitu :

a. Kondisi dan penyebab kemiskinan.

b. Peran P2KP9 dalam meningkatkan perekonomian masyarakat miskin.

c. Penerapannya dalam masyarakat yang membutuhkan.

2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji oleh penulis skripsi disini adalah:

Bagaimana peran P2KP dalam meningkatkan perekonomian masyarakat

miskin di kota Bogor.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan peneliti dalam hal ini adalah mengetahui sampai sejauh mana

perkembangan dan kemajuan yang terjadi di masyarakat sebelum dan sesudah

mendapatkan P2KP. Selain itu juga, untuk menemukan indikasi–indikasi yang

dapat menjadi informasi bagi berlangsungnya program tersebut. Apa saja

9
P2KP : Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan. Untuk selanjutnya didalam
tulisan skripsi ini akan menggunakan istilah tersebut.
kendala–kendala yang terjadi di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya lebih

lanjut. Selain itu, peneliti ingin memberikan saran agar terjadi perubahan setelah

penelitian ini, sehingga program tersebut dapat berjalan baik sebagaimana

diharapkan bersama.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat mengefisiensikan pekerjaan

yang ada, memberikan masukkan dan pembenahan untuk dapat lebih

memperbaiki kinerja yang sudah ada dan berjalan. Selain itu, program–program

yang telah berjalan dan sudah ada, agar dapat lebih bersinergi antara pemerintah

maupun swasta dengan lebih baik lagi. Memperkuat pemahaman di masyarakat,

betapa pentingnya kerjasama dalam menanggulangi kemiskinan di lingkungannya.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini,

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif,

yakni metode yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu

masyarakat atau kelompok orang tertentu, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah

variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang sedang diteliti. 10

Sedangkan pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah, studi kasus

yang langsung dilakukan di lapangan (Field Research), yaitu terjun langsung ke

objek penelitian untuk memperoleh data primer.

10
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung : PT. Rosdakarya, 2004), h. 35.
2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah merujuk kepada individu atau kelompok yang

dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.11 Dalam penelitian ini, subjek

penelitian adalah masyarakat penerima manfaat di kota Bogor dimana merupakan

daerah yang mendapatkan P2KP. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan seluruh

komponen masyarakat akan tetapi contoh yang diambil hanya 5 orang saja untuk

dijadikan sampel penelitian secara langsung. Cara mendapatkan sampel 5 orang

tersebut adalah mengambil secara acak dari 11 kelurahan yang berbeda. Dimana 5

dari 11 kelurahan yang ada, diambil 5 kelurahan untuk dijadikan sampel

penelitian. Setiap 1 orang responden, mewakili 1 kelurahan.

3. Teknik Pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

lapangan ini adalah :

A. Observasi (pengamatan)

Yaitu pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang

diteliti.12 Observasi ini dilakukan dengan cara pengamatan secara

langsung yang memungkinkan peneliti menarik kesimpulan ihwal

makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses

yang diamati. Dengan teknik ini, peneliti akan dapat melihat sendiri

kenyataan dilapangan, baik langsung maupun dari sudut pandang nara

sumber atau responden yang mungkin tidak didapati dari wawancara.

11
Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 109.
12
Imam Suprayogo, Misi Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya. 2001), h. 13.
B. Wawancara

Yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui pertanyaan–

pertanyaan lisan secara terstruktural dan sistematis. Cara menghimpun

bahan–bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya

jawab secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah satu tujuan

yang telah ditentukan.13 Disini penulis juga menggunakan tehnik

wawancara secara mendalam atau vis a vis kepada para responden

untuk mendapatkan kevalidan data yang ada pada penelitian ini.

C. Focus Group Discussion (FGD)

Yaitu metode penelitian dimana peneliti mengambil sampel dari

orang–orang yang dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda.

Yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.14 Penulis disini

mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan di masyarakat dalam

diskusi-diskusi atau pertemuan, dan dari hasil diskusi/pertemuan

penulis dapat mengambil kesimpulan tentang pembahasan/topik yang

menyangkut tentang masalah yang akan diteliti.

E. Kepustakaan

Dengan penambahan bahan informasi dan berbagai sumber maka

perolehannya dengan studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh

informasi dari berbagai sumber, seperti buku–buku, jurnal dan Internet

yang berkenaan dengan penulisan skripsi ini.

13
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, cet IV. (Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 76.
14
M. Hariwijaya, Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, untuk
ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Yogyakarta:Elmatera Publishing, 2007), h. 72.
4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah pedoman wawancara, tape recorder, dan buku catatan. Pedoman

wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran

penelitian. Sedangkan tape recorder digunakan untuk merekam pencatatan subjek

penelitian, dan buku catatan digunakan untuk mencatat hal–hal yang tidak

terekam atau yang terlewati atau informasi yang belum jelas.

5. Sumber Data

Dalam penelitian ini data dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu ; data

primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara, dan

observasi. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari

bahan tertulis atau kepustakaan, yakni buku–buku, jurnal ilmiah, artikel, dan

terbitan ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan.

6. Waktu dan tempat penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2008 sampai bulan Februari

2009. Penulis melakukan observasi partisipatoris dan wawancara mendalam

kepada para penerima manfaat bantuan P2KP. Adapun tempat penelitian yaitu di

daerah kecamatan Bogor tengah, kota Bogor, dengan cara penulis terlibat

langsung dan aktif dalam pelaksanaan tersebut.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman skripsi, hasil

penelitian ini ditulis secara sistematis dalam lima bab sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Teori

Meliputi pengertian peran, peran dalam perspektif sosiologis, kehidupan

masyarakat miskin di perkotaan, kemiskinan dalam pandangan Islam, pengertian

miskin, dan kemiskinan dalam Islam.

BAB III Gambaran Tentang P2KP

Yang terdiri dari, sejarah, visi, misi dan struktur organisasi, serta program-

program sosial dan ekonomi.

BAB IV Peran P2KP dan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota

Meliputi, pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, P2KP dan

peningkatan ekonomi masyarakat miskin kota di Bogor, program, restrukturisasi,

kekurangan, kelebihan, dan tantangan, respon masyarakat terhadap P2KP, serta

tinjauan tentang P2KP dari perspektif Islam.

BAB V PENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. PERAN

1. Pengertian Peran

Peran dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti seperangkat tingkat

yang diharapkan dimiliki orang yang berkedudukan di masyarakat.15 Sebagaimana

definisi dikemukakan Rolph Linton mengenai peran yaitu “the dynamic aspect of

a status“. Menurut Linton seseorang menjalankan peran sesuai dengan hak dan

kewajiban yang merupakan status. Status atau kedudukan biasanya didefinisikan

sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi

suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya.

Setiap manusia yang menjadi suatu masyarakat, senantiasa mempunyai

status atau kedudukan (kadang–kadang dinamakan juga peran) dan peranan. Jika,

suatu status merupakan posisi di dalam suatu sistem sosial, sedangkan peranan

adalah pola perilaku yang terkait pada status tersebut.16 Status/kedudukan

biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu

kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok

lainnya. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai

suatu status. Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan

mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan

peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan
15
Anton M. Moeliono (et. al), Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,
1990), h. 667.
16
Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1982), h. 29.
kewajiban: peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak–hak

tersebut.17

Peran atau role merupakan seperangkat harapan yang dikenakan individu

yang mempunyai kedudukan sosial tertentu.18 Peran yang dijalankan oleh

seseorang, merupakan tanggungjawab yang dipercayakan padanya. Yang harus

diemban dan dijalankan sesuai dengan amanah dan tanggungjawab.

Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai

teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal

dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi. Dalam ke tiga

bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater,

seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya

sebagai tokoh itu diharapkan untuk berperilaku secara tertentu.

Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan

posisi seseorang dalam masyarakat, sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu

bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan

selalu berada dalam kaitannya dengan adanya orang–orang lain yang berhubungan

dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandangan inilah disusun teori–teori

peran. Dalam teori Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran

dalam 4 golongan, yaitu istilah–istilah yang menyangkut 19 :

a. Orang–orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

17
Paul B.Haton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6 (Jakarta:PT Erlangga,
1999), h. 118.
18
N. Gross, W.S. Mason, and A.W. McEachern, “Exploration in Role Analsis,” in David
Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi (Jakarta:CV. Rajawali, 1983), h. 99.
19
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 214-215.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukkan orang–orang dalam perilaku

d. Kaitan antara orang dan perilaku

Goerge Herbert Mead mengemukakan, bahwa konsep diri dan pikiran

yang dikembangkan oleh para ahli sosiologi, digunakan mead untuk

mengembangkan teorinya. Mead secara rinci membahas hubungan antara pikiran

seseorang dirinya dan masyarakat. Sebagaimana telah kita lihat dalam

pembahasan mengenai proses sosialisasi, maka sumbangan pikiran penting mead

antara lain terletak pada pandangannya bahwa diri (self) seseorang berkembang

melalui tahap play, the game, dan generalizad other, dan bahwa dalam proses

perkembangan diri ini, seseorang belajar mengambil peran orang lain (taking the

role of the other).20

Herbert Blumer, salah seorang penganut pemikiran Mead, berusaha

menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionalisme simbolik. Menurut

Blumer pokok pikiran interaksionalisme simbolik ada tiga; yang pertama ialah

bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna

(meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Dengan demikian tindakan

seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi akan berbeda dengan

tindakan seorang penganut agama Islam di Pakistan, karena bagi masing–masing

orang tersebut, sapi tersebut mempunyai makna (meaning) berbeda.21

Bila individu–individu menempati kedudukan–kedudukan tertentu, maka

mereka merasa bahwa setiap kedudukan yang mereka tempati itu menimbulkan

20
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:LP FEUI, 2004), h. 234.
21
Sunarto, Pengantar Sosiologi, h. 38.
harapan–harapan (expectations) tertentu dari orang–orang disekitarnya. Dalam

peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang diharapkan

menjalankan kewajiban–kewajibannya yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Oleh karena itu, Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai

seperangkat harapan–harapan yang dikenakan pada individu yang menempati

kedudukan sosial tertentu. Harapan–harapan tersebut merupakan imbangan dari

norma–norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan–peranan

itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, maksudnya: kita

diwajibkan untuk melakukan hal–hal yang diharapkan oleh “masyarakat“ di dalam

pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan–peranan lainnya.22

Seseorang yang memainkan perannya dalam suatu kelompok masyarakat,

senantiasa akan mendapatkan tanggungjawab serta fungsi sebagaimana peran

yang didapatkannya tersebut. Bila seseorang yang menjalankan peran itu

bertindak tidak sesuai atau keluar dari norma-norma yang terdapat di masyarakat,

maka orang tersebut akan mendapatkan penilaian buruk.

Apa yang dapat saya tarik dari arti “peranan” adalah merupakan suatu

konsep tentang “hak” seseorang terhadap masyarakat dengan konsep “kewajiban”

yang merupakan harapan masyarakat terhadap individu sehubungan dengan status

yang dipegangnya di dalam masyarakat. Dan bagaimana masyarakat menjalankan

hak dan kewajiban terhadap seseorang sehingga harus sejalan dengan peranan

tersebut.

22
Berry, Pokok Pokok Pikiran dalam Sosiologi, h. 99.
2. Peran dalam Perspektif Sosiologi

Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila

seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

maka dia menjalankan suatu peran. Gambaran peran merupakan suatu gambaran

tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seorang dalam membawakan

perannya. Konsep peran menurut Stogdill adalah perkiraan tentang perilaku yang

diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu, yang lebih dikaitkan dengan

sifat–sifat pribadi individu itu daripada posisinya. Untuk dapat membedakan

peran dari posisi memang sulit. Akan tetapi Stogdill mengemukakan bahwa ada 2

hal yang jelas termasuk dalam peran dan bukannya posisi, yaitu: Tanggung jawab

(responsibility) adalah serangkaian hasil perbuatan yang diharapkan dari individu

dalam batas–batas posisinya, dan Otoritas adalah tingkat kebebasan yang

diharapkan untuk dipraktekkan dalam posisinya. Hubungan antara status dan

fungsi disatu pihak dengan tanggungjawab dan otoritas dilain pihak, menciptakan:

Makin tinggi status seseorang, makin besar otoritasnya, dan terlepas dari

posisinya, tanggungjawab individu diharapkan agar berkaitan dengan fungsi dari

posisi yang diduduki individu tersebut.23

Menurut Hendropuspito, apabila pada pengertian peran sosial itu hendak

ditekankan unsur kewajiban dan tanggungjawab, peran sosial itu disebut dengan

istilah lain, yakni jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial itu ialah suatu

23
Sarwono, Teori – teori Psikologi Sosial, h. 203.
peranan sosial yang diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi

yang berwenang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 24

Dalam teori struktural fungsionalisme Parson menyebutkan intergrasi

pola-pola nilai dan disposisi dengan “dinamika fundamental teorema sosiologi”.

Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam intergrasi

ini adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Jadi, Parson tertarik pada cara

norma dan nilai suatu sistem di transfer kepada aktor dalam sistem tersebut.

Dalam sosialisasi yang berjalan sukses, norma dan nilai tersebut terinternalisasi;

yaitu, mereka menjadi bagian dari “nurani” aktor. Akibatnya, dalam mengejar

kepentingan mereka, para aktor tengah menjalankan kepentingan sistem secara

keseluruhan. Seperti yang dikatakan parson, kombinasi pola-orientasi yang

diperoleh (oleh aktor dalam sosialisasi) pada derajat yang sangat penting harus

menjadi fungsi sturktur peran fundamental dan nilai-nilai dominan sistem sosial.

Apabila pada pengertian peran sosial itu hendak ditekankan unsur

kewajiban dan tanggung jawab, peran sosial itu disebut dengan istilah lain, yakni

jabatan atau tugas. Jadi jabatan atau tugas sosial ialah suatu peranan sosial yang

diserahkan kepada seseorang atau institusi sosial oleh instansi yang berwenang

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam menjalankan perannya, seseorang dapat berlaku ganda. Misal;

seorang guru dari murid–muridnya, dimana salah satu dari muridnya ada anak dari

seorang guru tersebut. Maka guru dalam memainkan perannya, dapat sebagai guru

atau sebagai orang tua dari anaknya tersebut.

24
D. Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta:Kanisisus, 1989), h. 179.
Bila seseorang yang memainkan peran tidak dapat memfungsikan dirinya

sebagaimana mestinya dengan baik. Maka orang akan dapat membunuh peran

tersebut bagi dirinya sendiri. Dan itu akan menyebabkan tidak akan berfungsi dan

hilangnya peran tersebut dimasyarakat.

B. KEHIDUPAN MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN

Kesejahteraan yang adil dan makmur adalah cita–cita semua bangsa,

Namun masih sedikit yang mampu mewujudkannya. Oleh karena itu

pemberantasan kemiskinan masih merupakan salah satu agenda yang perlu segera

dituntaskan. Kesempatan kerja dengan tingkat penghasilan yang layak masih jauh

di bawah jumlah angkatan kerja yang membutuhkannya, sehingga kelompok

pengangguran dan setengah pengangguran makin meningkat diperkotaan. Kondisi

seperti ini pada gilirannya juga akan meningkatkan angka kemiskinan.

Ukuran kemiskinan dalam setiap daerah bisa berbeda-beda. Ada yang

melihat bahwa masyarakat atau orang miskin itu dilihat dari rendahnya

pendapatan perbulan dibawah upah minimum regular yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Akan tetapi, ukuran tersebut, belum bisa dikatakan tepat untuk

menilai suatu ukuran kemiskinan. Biasa saja dalam satu daerah ukuran orang

miskin itu dilihat dari tidak sanggupnya dia memenuhi kebutuhan hidup sehari-

hari, baik untuk dirinya, maupun untuk keluarga. Ini disebabkan banyaknya

tanggungan dan beban hidup yang diberatkan kepada seseorang.

Begitu juga dengan masyarakat miskin di perkotaan, khususnya di kota

Bogor pada dasarnya merupakan masyarakat urban. Mereka yang datang


berbondong–bondong dari kampung halamannya, untuk dapat bertahan hidup

mengadu nasib untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Selain kota, yang

dibanjiri oleh para penduduk urban, terdapat juga penduduk asli kota tersebut.

Begitu halnya dengan kehidupan masyarakat kota Bogor. Sebagaimana

kota-kota lainnya, kota Bogor merupakan salah satu dari empat kota penunjang

Ibukota. Dimana, masyarakat yang tidak mendapatkan tempat tinggal di Ibukota

atas mahalnya biaya tempat tinggal, menjadikan kota-kota penunjang merupakan

alternatif pilihan bagi masyarakat yang bekerja di Jakarta. Kota Bogor, sama

halnya dengan Jakarta. Dimana masyarakat yang tinggal sangatlah homogen.

Banyak pendatang dari luar Bogor yang mengadukan nasibnya di kota tersebut.

Kehidupan masyarakat kota Bogor sama dengan kota lainnya, umumnya

memiliki mobilitas yang tinggi. Tingginya tingkat pembangunan, juga merupakan

daya tarik tersendiri bagi orang–orang yang membutuhkan pekerjaan. Dimana

persaingan sangatlah terlihat jelas. Orang yang datang kekota tetapi tidak

memiliki kemampuan yang cukup dan pintar, maka akan dapat tersingkirkan dari

persaingan tersebut.

Kemiskinan dan orang miskin sudah dikenal oleh manusia sejak masa

lampau. Oleh karena itu sangatlah logis bila kebudayaan manusia dalam kurun

waktunya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa

kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu merasa tersentuh bila

melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan,

atau paling tidak meringankan nasib yang mereka derita itu.


Kemiskinan yang telah berjalan dalam rentang ruang dan waktu yang

panjang memastikan, bahwa gejala tersebut tidak cukup diterangkan sebagai

realitas ekonomi. Artinya, ia tidak sekedar gejala keterbatasan lapangan

pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Ia sudah menjadi

realitas sistem/struktur dan tata nilai kemasyarakatan. Ia merupakan suatu realitas

budaya yang antara lain berbentuk sikap menyerah kepada keadaan. Tata nilai dan

sistem/struktur sosial ekonomi serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah

terbiasa dengan kemiskinan ini juga bukan saja menyebabkan mereka yang miskin

untuk tetap miskin. Keadaan ini membuat keluarga masyarakat tersebut juga

miskin terhadap arti kemiskinan itu sendiri.25

Lebih dari setengah abad para ekonom berupaya keras memunculkan

berbagai teori untuk menghilangkan kemiskinan dan kesenjangan pembangunan

ataupun mengatasi masalah pengangguran.26 Kemiskinan dan pengangguran

bukan hanya masalah yang dihadapi pada kota–kota di Indonesia, tetapi juga

masalah dunia. Hampir disetiap negara terdapat penduduk miskin, baik dalam

pengertian kemiskinan absolut maupun relatif.

Seperti halnya dengan masyarakat kota Bogor. Rata-rata setiap daerah

melihat ukuran kemiskinan seseorang atau masyarakat yang dianggap miskin itu

dengan memperbandingkan penghasilan perbulan dan jumlah tanggungan dalam

keluarga. Apabila hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka

dianggapnya sebagai orang miskin. Bisa juga melihatnya dari keadaan tempat

25
Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual: Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, cet.
ke IV.(Bandung:Mizan, 1994), h. 38.
26
Muhammad Soekarni dan Jusmaliani, “Kemiskinan dan Pengangguran Solusi Islami,”
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan XIII (1) 2005, h. 135.
tinggalnya yang notabene, meskipun tinggal ditengah-tengah kota tetapi masih

ada saja rumah yang bertembokan bilik, beralas tanah, dan atapnya belum

menggunakan genteng. Ini dikarenakan masyarakat yang berada pada angka

kemiskinan, merupakan masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam

pembangunan. Maka, terciptalah kantong-kantong kemiskinan disetiap daerah dan

sudut kota.

Pembangunan secara tidak terduga memisahkan masyarakat menjadi dua

kelompok yang berbeda tajam satu dari yang lain. Ada satu kelompok yang stabil,

kuat ekonominya, terjamin masa depannya. Ada satu kelompok lain yang tidak

stabil, mudah bergeser dari satu sektor lain, cepat berpindah pekerjaan. Kelompok

inilah yang disebut massa apung.27 Mereka adalah kelompok yang paling besar.

Kehidupan ekonominya hanya berlangsung dari tangan ke mulut, semuanya habis

untuk makan dan tidak terlibat dalam ekonomi pasar.

Daerah perkotaan sudah lama dipandang sebagai pusat kemajuan dan

pembangunan, bertentangan dengan daerah pedesaan yang dianggap terbelakang

dan belum maju. Orang kota “modern” dan kaum tani “tradisional”, yang buta

berita dan melek berita, karena pemilikan media sumberdaya insani dan

sumberdaya benda, teknologi rendah versus teknologi tinggi, ekonomi subsistensi

yang tidak produktif versus produksi padat modal untuk pasar, adalah serangkaian

perbedaan yang diakui ada antara dearah perkotaan dan daerah pedesaan.28

Pesatnya pertumbuhan kota umumnya disebabkan oleh migrasi, dan hal ini

27
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1995), h.
75.
28
Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, h. 76.
melahirkan suatu masyarakat kota yang sangat kompleks menurut ukuran

kesukuan, pekerjaan serta kelompok–kelompok sosial.

C. KEMISKINAN DALAM PANDANGAN ISLAM

1. Pengertian Miskin

Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk problema yang

muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara–negara

yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak

dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena

kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi.

Bila dilihat dari kehidupan modern pada saat ini, kemiskinan bisa di lihat dari

kurangnya dapat menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan

kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.29

Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah

secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya

pemecahan masalah kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat

proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan. Istilah kemiskinan

sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam kehidupan kita.

Kemiskinan yang dimaksud disini adalah kemiskianan ditinjau dari segi material

(ekonomi).

Kemiskinan dapat digolongkan dalam tiga bagian; kemiskinan struktural,

kemiskinan kultural dan kemiskinan natural. Kemiskinan struktural disebabkan

29
Ragnar Nurkse, “Pembangunan daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,” artikel diakses
tanggal 19 Desember 2008, dari http://www.google.com
oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena

kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir

orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Yang pada

intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia.

Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat

itu sendiri, yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja,

rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan

kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang

disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya

sumber daya alam dan bencana alam.

Kemiskinan struktural, yang merupakan faktor penyebab timbulnya

kemiskinan yang bertolak dari keadaan struktural sosial yang eksploratif dalam

pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama,

keluarga, budaya, dan sebagainya.30 Maka kemiskinan yang timbul dalam suatu

masyarakat bukan semata-mata akibat dari faktor-faktor yang ada pada dirinya

sendiri, misalnya kurang pendidikan dan kurangnya kalori, melainkan sebagai

akibat dari eksploitasi.

Magnis Suseno mengatakan tentang kemiskinan struktural sebagai berikut:

“Masalah kemiskinan bukanlah akibat kehendak jelek orang miskin sendiri

(misalnya: ia malas, suka main judi) atau orang kaya (misalnya: ia pribadi rakus),

melainkan akibat struktur proses-proses ekonomi, politik (bahwa hanya

kelompok-kelompok kecil menguasai sarana-sarana produksi dan pengambilan

30
A. Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd), Kemiskinan
dan pembebasan, h. 12-13.
keputusan mengenai kehidupan masyarakat), sosial (misalnya hak-hak tradisional

golongan atas), budaya (misalnya: perbedaan akses terhadap pendidikan) dan

ideologis. Bahwa masyarakat di belenggu faham-faham yang menutup-nutupi

ketidakadilan, kemiskinan, dan memperlihatkan sebagai akibat faktor-faktor

objektif jelek.”31

Kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang hadir dan muncul

bukan karena takdir, bukan karena kemalasan, atau bukan karena nasab.

Kemiskinan jenis ini, menurut beberapa pakar adalah kemiskinan yang muncul

dari suatu usaha pemiskinan. Pemiskinan, suatu usaha untuk menciptakan jurang

semakin lebar saja antara yang kaya dengan yang miskin, yang kaya semakin

kaya, yang miskin semakin miskin. Lebih jauh kemiskinan struktural, adalah

kemiskinan yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul

dari tiadanya suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan

manusia sebagai obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni

dan justru karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang

berkuasa, sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin” diartikan sebagai

tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Sedangkan fakir

diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan atau sangat miskin. Ada yang

sebagian berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari

setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di

atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Dan ada juga
31
F. Magnes Suseno, SJ., Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam J.B.
Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan, h. 38, Ahmad Sanusi, Agama ditengah
kemiskinan, h. 28.
yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si fakir relatif

lebih baik dari si miskin.32

Menurut Soejono Soekanto, kemiskinan diartikan suatu keadaan dimana

seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf

kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental,

maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.33

Menurut Prof. Dr. Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah

merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan istilah lain kemiskinan itu

merupakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga

mengalami keresahan, kesengsaraan atau kemelaratan dalam setiap langkah

hidupnya.34

Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan,

a. Pendidikan yang terlampau rendah

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan

seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan

dalam kehidupannya.

b. Malas Bekerja

Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup

memprihatinkan, karena masalah ini menyangkut mentalitas dan

kepribadian seseorang.

32
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan
Umat,” artikel diakses tanggal 20 Desember 2008, dari http://www.google.com
33
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h. 320.
34
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta:Bumi Aksara, 2004 ), h. 329.
c. Keterbatasan sumber alam

Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber

alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.

d. Terbatasnya lapangan pekerjaan

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi

kemiskinan bagi masyarakat.

e. Keterbatasan modal

Keterbatasan modal adalah kenyataan yang ada di negara yang

sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada

sebagian besar masyarakat di negara tersebut.

f. Beban keluarga

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak pula

tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi.35

Bagi negara–negara berkembang khususnya yang memiliki kepadatan

penduduk yang relatif tinggi dengan tingkat pendapatan perkapita rendah, maka

kemiskinan bukanlah merupakan fenomena baru. Fenomena inilah yang lebih

mempertegas garis stratifikasi dalam masyarakat. Adanya kemiskinan yang

mengalami perjalanan panjang sehingga cenderung menjadi “kemiskinan absolut”

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami permasalahan bahkan

cenderung apatis terhadap permasalahan yang dihadapi.

Melihat kemiskinan sebagai permasalahan dasar yang menyebabkan

ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam arti meningkatkan

35
Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar , h. 329-331.
kesejahteraan hidupnya, maka pembangunan di bidang perekonomian merupakan

salah satu alternatif jawaban yang perlu dipertimbangkan dalam skala prioritas

utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi dimaksudkan sebagai kegiatan

perekonomian yang secara langsung berhadapan dengan kemiskinan, baik secara

individual maupun kemiskinan masyarakat secara umum.

Kemiskinan terjadi akibat adanya ketidakseimbangan dalam memperoleh

atau penggunaan sumber daya alam yang diistilahkan dari gambaran mengenai

pengertian dan ruang lingkup permasalahan kemiskinan seperti yang diuraikan

secara sepintas diatas, tampak bahwa permasalahan kemiskinan sangat kompleks,

karena “dalam kenyataannya kemiskinan merupakan perwujudan dari hasil

interaksi yang melibatkan kemampuan semua aspek yang dipunyai manusia dalam

kehidupannya”.36 Bahwa kemiskinan adalah suatu keadaan yang dialami oleh

seseorang atau sebagian penduduk yang hidup dalam keadaan serba kekurangan

dalam memenuhi kebutuhan hidup yang pokok disebabkan kurangnya

kemampuan secara ekonomi. Oleh karena itu bukan hal mudah untuk

merumuskan dalam suatu definisi dan struktur untuk menetapkan batasannya.

2. Kemiskinan dalam Islam

Sejak awal sejarahnya, pergaulan hidup dalam masyarakat manusia telah

mengenal adanya si Kaya dan si Miskin. Kedua macam golongan ini merupakan

unsur pokok dari setiap lingkungan masyarakat, sumber kehidupan duniawi

berputar terus antara dua kutubnya, yakni kutub kekayaan dan kutub kemiskinan.

Dan itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia kita ini. Ajaran Islam tidak

36
Suparlan, Kemiskinan diPerkotaan, h. 13.
dapat berbuat lain kecuali menghadapi kenyataan yang sudah membudaya

sebelumnya. Pada jaman dulu, si Kaya tidak saja memiliki harta benda yang

banyak tetapi juga memiliki budak rampasan atau budak belia yang banyak serta

istri–istri yang tanpa batas.

Suatu ukuran yang pasti untuk menentukan batas kemiskinan memang

tidak mudah karena pada tiap lingkungan tertentu dan pada tiap kurun waktu

tertentu kepentingan dan kebutuhan manusia dan masyarakat berbeda. Seseorang

didalam lingkungan masyarakatnya sudah digolongkan kaya, namun dilingkungan

lain ia masih digolongkan miskin. Demikian pula suatu masyarakat yang dianggap

kaya dibandingkan masyarakat lain ia masih dianggap miskin. Sekalipun

demikian, dilingkungan tiap masyarakat kedua unsur pokoknya, si Miskin dan si

Kaya, tetap saja ada. Maka berdasarkan gambaran diatas, kaya dan miskin itu

relatif adanya. Ajaran Islam yang dijabarkan dalam fiqih melihat tiga faktor yang

terkaitan dengan masalah kemiskinan seseorang: pertama, harta benda yang

dimiliki secara sah berada ditempat (mal mamluk hadhir), kedua, mata

pencaharian (pekerjaan) tetap, yang dibenarkan oleh hukum (al-kasb al-halal),

ketiga, kecukupan (al-kifayah) atau kebutuhan hidup yang pokok.37

Selanjutnya, dalam literature hukum Islam, istilah kemiskinan atau

“miskin” dibedakan dengan “fakir” mengenai perbedaan kedua istilah tersebut,

dari hasil telaah kitab fiqih, Ali Yafie membuat rumusan definisi miskin adalah

mereka yang memiliki harta benda/pencaharian atau kedua–duanya hanya

menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan yang disebut fakir

37
Ali Yusuf, Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi hingga
ukhuwah, cet. ke III. (Bandung:Mizan, 1995), h. 165.
ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata

pencaharian tetap atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupi kurang

seperdua kebutuhan pokoknya.38

Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “miskin” terambil dari kata sakana

yang berarti diam atau tenang, sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya

berarti tulang punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya,

dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga

“mematahkan” tulang punggungnya. Sebagai akibat dari tidak adanya definisi

yang dikemukakan Al-qur’an untuk kedua istilah tersebut, para pakar Islam

berbeda pendapat dalam menetapkan tolak ukur kemiskinan dan kefakiran. Al-

qur’an dan hadits tidak menetapkan angka tertentu lagi sebagai ukuran

kemiskinan, sehingga yang dikemukakan di atas dapat saja berubah.39

Seperti diungkapkan dalam Al-qur’an surat Al Dzurriyat ayat 19 :

Artinya : “Dan pada harta–harta mereka ada hak untuk orang fakir–miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (maksudnya : orang
miskin yang tidak meminta)”.(QS. Al-Dzurriyat: 19)

Selain itu Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer, berpendapat :

“Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup


di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara non-

38
Ali Yafie, Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren (Jakarta:P3LM, 1986), h. 6.
39
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Mauhdu’I atas Pelbagai Persoalan
Umat.”
muslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelendang (tidak bertempat
tinggal) dan membujang.”40
Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa :

Artinya : …Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat –
malaikat, kitab-kitab, nabi - nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang – orang miskin, musafir ( yang memperlukan
pertolongan ) dan orang – orang yang meminta – minta, dan ( memerdekakan )
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat…(QS. Al-Baqarah: 177)

Disebutkan juga dalam Al-qur’an surat Hud ayat 6, Allah s.w.t bersabda :

“Tidak suatu binatang pun di bumi ini, melainkan atas Allah sajalah rezekinya”.

Allah telah menyediakan rezeki untuk makhluk, untuk manusia. Manusia bekerja

untuk mendapatkan itu. Manusia tidak boleh berpangku tangan. Sudah nasib saya

tidak mendapat rezeki, sudah nasib saya menjadi orang miskin. Maka, Allah

berfirman lagi dalam hal ini. “Allah itulah yang membuat bumi untukmu guna

ditundukkan. Maka berjalanlah kamu ke segenap penjuru bumi itu dan makanlah

dari rezeki Allah.”41 Surat ini menjelaskan, bahwa setiap manusia diberikan rezeki

40
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat.”
41
Ibrahim Lubis, Agama Islam Suatu Pengantar (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984), h. 577.
pada jalannya sendiri. Dan itu tergantung bagaimana manusia bisa mencari jalan

untuk mendapatkan rezeki tersebut.

Lain pendapat para ulama Imam Mazhab yaitu Hanafi dan Maliki

berpendapat bahwa orang miskin dalam Islam adalah orang-orang yang

keadaannya (ekonominya) lebih buruk dari orang fakir. Sedangkan Hambali dan

Syafi’i orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang

miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai

sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhannya.42 Dan para

ulama Mazhab juga berpendapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu

sebanyak delapan. Semuanya itu sudah disebutkan dalam surat Al-Taubah ayat

60, seperti berikut:

Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang yang fakir, miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang kuat hatinya, orang yang
memerdekakan hamba, orang-orang yang mempunyai hutang, orang-orang yang
berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang berada dalam
perjalanan.(QS.Al-Taubah:60)

Lain halnya yang dijelaskan oleh Bradly R. Schiller bahwa kemiskinan

adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang – barang dan pelayanan yang

memadai untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial yang terbatas.43

42
Muhammad Jalad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta:Basrie Press, 1991), h. 239.
43
Djamaluddin Ahmad al-Bury, Problematika Harta dan Zakat (Jakarta:PT Bina Ilmu,
1975), h. 177.
Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena

struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh

suatu struktur”. Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial,

tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada

ideologi yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau

bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta,

fatalitas, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah

kelompok sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.44

Definisi tentang kemiskinan menurut Nabil Subhi Ath–Thawil adalah

tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan–kebutuhan pokok.

Kebutuhan–kebutuhan itu dianggap pokok karena ia menyediakan batas

kecukupan minimum untuk hidup manusia yang layak dengan tingkatan

kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.45

Dr. Muhammad Abdul Qodir Abu Faris memberikan pengertian bahwa

miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan dan penghasilan hanya bisa

menutupi setengah lebih sedikit dari kebutuhan.46

Kemiskinan dan keterbelakangan yang telah berjalan dalam rentang waktu

yang panjang, memastikan bahwa gejala–gejala yang ada tidak cukup diterangkan

sebagai realitas keterbatasan lapangan kerja, pendapatan, pendidikan, dan

kesehatan masyarakat. Ini sudah menjadi realitas sistem/struktur dan tata nilai

44
Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang
Islam (Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988), h. 23-24.
45
Nabi Subhi Ath-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim,
cet I. Terjemahan Muhammad Bagir (Bandung:Mizan, 1985), h. 36.
46
Muhammad Abdul Qodir abu Faris, Kajian Pemberdayaan Zakat (Semarang:Penerbit
Dina Utama, 1983), h. 1.
masyarakat, suatu realitas budaya. Tata nilai dan sistem/struktur sosial ekonomi

serta perilaku dan kecenderungan aktual yang telah terbiasa dengan kemiskinan

ini, bukan saja menyebabkan mereka yang miskin untuk tetap miskin. Keadaan ini

membuat keluarga masyarakat tersebut miskin terhadap kemiskinan itu sendiri.47

Dapat disimpulkan, Al-qur’an telah mewajibkan kita untuk memberi harta

kepada fakir miskin guna memenuhi kebutuhan hidup, memberi makan, serta

berbuat baik terhadap mereka. Sebagaimana Al-qur’an telah mewajibkan kepada

fakir miskin untuk tetap komitmen dan sabar dengan petunjuk Allah, tetap

berusaha untuk mencari rizky dan berusaha untuk bersedekah sesuai

kemampuannya, serta tidak membunuh anak–anak mereka karena kepikiran atau

takut akan kemiskinan.

47
Adi Sasono, “Islam di Indonesia”, dalam M. Amien Rais, ed., Suatu Ikhtiar Mengaca
Diri, cet ke-4. (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1994), h. 99-100.
BAB III

PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)

A. SEJARAH

Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat

mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum

dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses prasarana dan

sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan

permukiman yang jauh dibawah Standart kelayakan dan mata pencaharian yang

tidak menentu.

Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak pelita pertama

sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya itu telah menghasilkan

perkembangan yang positif namun demikian, krisis moneter dan ekonomi yang

melanda indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian

pembangunan tersebut.

Krisis tersebut pada satu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran

dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan dipedesaan dan perkotaan karena itu,

krisis juga telah menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam

penanggulangan kemiskinan perlu dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk

mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar pada masa berikutnya upaya

penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara

mandiri dan berkelanjutan.


Sehubungan dengan itu, dibutuhkan suatu program penanggulangan

kemiskinan yang mampu memperluas prospek dan pilihan untuk dapat hidup dan

berkembang dimasa depan, khususnya bagi masyarakat miskin diperkotaan.

Program tersebut diperlukan untuk mendukung lebih lanjut program

penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan seperti IDT (Inpres Desa

tertinggal) atau baru berjalan seperti PPK (Program Pengembangan Kecamatan)

yang sasarannya di pedesaan.

Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pekerjaan Umum, telah

melakukan berbagai upaya penanganan masalah kemiskinan di perkotaan. Salah

satu diantaranya ialah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

yang dilaksanakan sejak tahun 1999. Pada awalnya dilaksanakan dalam rangka

penanggulangan kemiskinan sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1997–1998 dan

kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi.

Program yang dilaksanakan diperkotaan ini menganut pendekatan

pemberdayaan (empowermen) sebagai suatu syarat menuju pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development). Kegiatan ini tidak hanya bersifat

strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi masyarakat

yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang.

Pendekatan P2KP dilandasi oleh kesadaran bahwa akar masalah

kemiskinan dan kekurangberhasilan dalam pembangunan adalah akibat kondisi

masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan tercermin dalam sikap masa

bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan bantuan pihak luar untuk

mengatasi masalahnya, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan


nilai–nilai kemanusiaan dan prinsip–prinsip kemasyarakatan serta prinsip

pembangunan berkelanjutan.

Pemahaman terhadap akar penyebab masalah kemiskinan tersebut

menyadarkan kita bahwa pendekatan dan cara penanggulangan kemiskinan yang

bersifat parsial, sektoral dan charity mengakibatkan salah sasaran, menciptakan

benih–benih fragmentasi sosial, dan melemahkan modal sosial masyarakat

(gotong royong, musyawarah, keswadayaan dan lain-lain). Melemahnya modal

sosial pada gilirannya mendorong pergeseran perubahan perilaku masyarakat yang

semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk

mengatasi persoalannya secara mandiri, bersama dan berkelanjutan.

Pengertian P2KP sendiri adalah program pemberdayaan masyarakat

dengan tujuan agar kedepannya masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.48

Pendekatan pemberdayaan dalam P2KP dilaksanakan melalui penguatan

kelembagaan masyarakat sebagai embrio atau pondasi bagi terbentuknya

kelembagaan lokal yang dapat menjadi lembaga perantara untuk dapat

menjangkau lembaga formal. Untuk itu diperlukan partisipasi serta peran aktif

pemerintah dalam pelaksanaan P2KP untuk menumbuhkan iklim kondusif bagi

upaya pemberdayaan masyarakat miskin.

Dari hasil pelaksanaanya, tampak perkembangan yang positif, khususnya

dalam terwujudnya kelembagaan masyarakat lokal mandiri, yakni Badan

Keswadayaan Masyarakat (BKM). Badan ini dipercaya sebagai pengelola dana

Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan sebagai pemeduli terhadap kemiskinan

48
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. (Jakarta:Sekretariat P2KP Pusat, 1999), h. 24.
di komunitasnya. Membangun kelembagaan masyarakat yang mengakar perlu

dilakukan, agar setelah masa program P2KP berakhir, upaya penanggulangan

kemiskinan di perkotaan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat.

Meskipun demikian, evaluasi pelaksanaan P2KP maupun kajian refleksi

kritis yang dilakukan secara intensif serta masukan–masukan dari berbagai pihak

selama ini, disadari bahwa masih terdapat berbagai hal yang belum diakomodasi

dalam konsep dan strategi pelaksanaan P2KP yang ada saat ini, sehingga

memerlukan penyempurnaan–penyempurnaan lebih lanjut.

Penyempurnaan tersebut ditekankan pada keyakinan dasar P2KP bahwa

persoalan kemiskinan sebenarnya hanya dapat ditanggulangi oleh masyarakat

sendiri yang mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli

setempat. Sehingga cukup jelas bahwa faktor kapasitas dan kesiapan masyarakat

dan pemerintah daerah menempati posisi yang sangat strategis dalam penyiapan

kemandirian dan keberlanjutan upaya–upaya penanggulangan kemiskinan maupun

pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman.

Guna mendukung peningkatan kapasitas dan kesiapan masyarakat

tersebut, strategi pelaksanaan P2KP dititikberatkan pada proses pemberdayaan

dan pembelajaran masyarakat serta pemerintah daerah agar mampu melakukan

proses transformasi sosial dari masyarakat miskin/tidak berdaya menjadi

masyarakat berdaya, dari masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri dan

akhirnya dari masyarakat mandiri mampu menuju masyarakat madani (civil

society).
Terwujudnya tatanan masyarakat madani inilah yang menjadi pondasi

yang kokoh bagi terjaminnya kemandirian dan berkelanjutan upaya–upaya

masyarakat, yang selain mampu menanggulangi masalah kemiskinan di

wilayahnya secara efektif, juga mampu membangun kondisi lingkungan

permukiaman di wilayahnya yang lebih baik, pro poor, sehat, dan lestari.49

B. VISI, MISI, dan STRUKTUR ORGANISASI

Mengingat bahwa Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

(P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan

berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan maka diperlukan

rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuan perilaku

dan arahan bagi semua pelaku P2KP maupun bagi pihak (stakeholders) dalam

mengembangkan program – program kemiskinan di wilayahnya.

Visi adalah suatu gambaran kondisi masa depan yang lebih dan ideal,

tetapi dapat dicapai oleh suatu organisasi atau program. Visi harus dapat

menggambarkan perbaikan kondisi sekarang, membangkitkan harapan dan

kebanggaan organisasi, kelompok dan bahkan orang–perorang. Visi P2KP

dimaknai sebagai suatu keinginan mencapai kondisi masyarakat kota yang tertib

dan sejahtera melalui upaya penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan dan

kemandirian masyarakat secara berkelanjutan melalui penguatan institusi lokal,

bantuan dana bergulir dan fasilitas pendampingan. Visi P2KP adalah mewujudkan

masyarakat madani melalui peningkatan kemandirian, partisipasi masyarakat

49
Bulu Pedoman P2KP-3. Oktober 2005. h. 1.
untuk mengatasi persoalan kemiskinan secara berkelanjutan dalam lingkungan

permukiman sehat, produktif dan lestari. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

miskin dan meningkatkan kesempatan kerja.

Di lain pihak misi merupakan pernyataan tentang organisasi yang

diwujudkan dalam produk atau pelayanan, misalnya memberi robot pada suatu

organisasi atau program, apakah tujuan itu sudah mencakup hal yang luhur dan

memiliki wawasan yang luas dan mendalam, disinilah misi menjembatani

program dengan kondisi dari depan yang diupayakan untuk diproyeksikan. Misi

P2KP adalah pemberdayaan dan membangun masyarakat mandiri yang mampu

menjalin kebersamaan dan senergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli

setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif melalui pendekatan

kesadaran sosial, pendapatan dan pemeliharaan lingkungan.50 Serta mampu

mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif

dan berkelanjutan.

Fungsi P2KP adalah memfasilitasi masyarakat serta pemerintah daerah

untuk mampu menangani akar penyebab kemiskinan secara mandiri dan

berkelanjutan. Dalam hal ini, P2KP meyakini bahwa pendekatan untuk

mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan

pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan penguatan kapasitas

untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan

mendukung kemandirian masyarakat.

50
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), (Bandung :
LPPM UNINUS, 2001), h. 1.
P2KP bertujuan mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan melalui

hal- hal berikut :

a. Penyediaan dana pinjaman untuk pengembangan kegiatan usaha

produktif dan pembukaan lapangan kerja baru,

b. Penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar

lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

menunjang butir a di atas,

c. Peningkatan kemampuan perorangan dan keluarga miskin melalui

upaya bersama berlandaskan kemitraan, yang mampu menumbuhkan

usaha-usaha baru yang bersifat produktif dengan berbasis pada usaha

kelompok,

d. Penyiapan, pengembangan, dan kemampuan kelembagaan masyarakat

dalam melaksankan program pembangunan,

e. Pencegahan menurunnya kualitas lingkungan, melalui upaya perbaikan

prasarana dan sarana lingkungan.51

Azas P2KP

Dalam penyelengaraan P2KP, semua pihak terkait harus menjunjung

tinggi dan berpedoman pada azas-azas sebagai berikut :

a. Keadilan

b. Kejujuran

c. Kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan

d. Kemitraan

51
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Manual Proyek Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan (P2KP), cet ke-2., hal 2.
e. Kesederhanaan.52

Prinsip P2KP

Setiap pihak yang terkait dan terlibat dalam pelaksanaan P2KP harus pula

bertindak dengan mengingat prinsip-prinsip berikut :

a. Demokrasi

b. Partisipasi

c. Transparansi

d. Akuntabilitas

e. Desentralisasi. 53

Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan adalah

Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan

masyarakat di perkotaan. Untuk menyelenggarakan program tersebut, maka

ditunjuk Departemen Pekerjaan Umum yang dalam pelaksanaannya bekerja sama

dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah.

Struktur organisasi program menggambarkan pola penanganan program

secara menyeluruh dari pusat sampai dengan daerah yang akan dijelaskan berikut

ini :

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

menetapkan Surat Keputusan Tentang Tim Pengarah dan Tim Pelaksana inter

Departemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).

52
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2.
53
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja (SWK) III,
Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola Keuangan (UPK), h. 2.
Tim Pengarah P2KP diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan Usaha Kecil Menengah, serta

wakilnya adalah Deputi VI Menko Kesra dan Direktur Jenderal Cipta Karya

Departemen PU. Tim pengarah beranggotakan unsur–unsur seperti dari Bappenas,

Kantor Menko Kesra, Departemen PU, Depdagri, Departemen Keuangan, Kantor

Koperasi dan UKM, Deperindag, Biro Pusat Statistik dan Komite

Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Nasional.

Tim Pengarah Inter Departemen akan didukung Tim Pelaksana Inter

Departemen, yang diketuai oleh Direktur Penanggulangan Kemiskinan Bappenas

serta Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya

Departemen PU selaku wakil ketua. Secara operasional, tim pengarah dan tim

pelaksana inter Departemen akan dibantu oleh Kelompok Kerja P2KP Nasional

(Pokja P2KP Nasional) yang beranggotakan eselon III dari departemen–

departemen terkait. Departemen Pekerjaan Umum (PU) adalah lembaga

penyelenggara Program (Executing agency) P2KP ini. Oleh sebab itu, Departemen

PU melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya bertanggungjawab terhadap

keseluruhan penyelenggaraan Program P2KP. Sebagai lembaga penyelenggara

Program P2KP, Departemen PU di bawah arahan Tim Pengarah dan Tim

Pelaksanaan Inter Departemen.

Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU membentuk Satuan Kerja

Sementara Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (SKS P2KP), yang

dipimpin oleh seorang Kepala yang membawahi beberapa staf. Kepala SKS

P2KP, dibantu juga Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan


Pengeluaran Anggaran Belanja P2KP, mendapat mandat penuh serta

bertanggungjawab langsung kepada Dirjen Cipta Karya Departemen PU dalam

melaksanakan tugas–tugas keproyekan P2KP. Satker Sementara (SKS) P2KP

akan dibantu oleh konsultan advisory (advisory consultant) yang

bertanggungjawab mengawal/menjaga substansi konsep P2KP dan menyusun

pedoman–pedoman P2KP, baik pedoman umum, pedoman teknis maupun

pedoman pelaku serta pedoman–pedoman yang memuat konsep–konsep dasar

berkaitan pelaksanaan P2KP, misalnya pelatihan, sosialisasi, komunitas belajar,

exit strategy, PAKET, dan lain-lain.

Untuk pelaksanaan lapangan, SKS P2KP mengontrak Konsultan

Manajemen Pusat (KMP) yang bertindak atas nama SKS P2KP sesuai dan

kewenangan yang diberikan SKS P2KP, untuk melakukan manajemen program

secara menyeluruh termasuk mengendalikan Konsultan Manajemen Wilayah

(KMW) yang akan bertugas di setiap satuan wilayah kerja (SWK). Di tiap SWK,

akan ditangani oleh satu KMW yang berkantor di wilayah bersangkutan dan

dipimpin oleh seorang Team Leader, yang bertindak sebagai Koordinator SWK

dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahli. Team leader KMW juga dibantu oleh

koordinator kota yang bertanggungjawab untuk menangani kurang lebih 50

kelurahan sasaran atau 5 tim fasilitator. Koordinator kota berkedudukan di

kota/kabupaten yang ditetapkan KMW sesuai kapasitas kelurahan sasaran dan

dapat dibantu oleh beberapa tenaga sub–professional sesuai kebutuhan.

Di tingkat kecamatan, pada setiap sekitar 5 hingga 10 kelurahan akan

didampingi oleh Tim Fasilitator yang sekurangnya terdiri dari seorang Fasilitator
Senior dan 4 Fasilitator. Jumlah anggota tim fasilitator akan disesuaikan untuk

lokasi yang jumlah kelurahannya lebih banyak dan lokasi yang dianggap cukup

terpencil, sesuai ketetapan Kepala SKS P2KP. Tim Fasilitator ini akan

bertanggungjawab langsung ke KMW.

Disamping itu di setiap kelurahan, warga masyarakat diharapkan dapat

mendorong dan memberikan kesempatan seluas mungkin kepada relawan–

relawan, yang nantinya melalui pendampingan dan penguatan kapasitas oleh tim

fasilitator, diharapkan mampu membantu masyarakat dalam melaksanakan proses

dan kegiatan P2KP secara benar sesuai dengan pedoman P2KP. Relawan–relawan

ini adalah orang–orang yang peduli, komitmen dan ingin memberikan konstribusi

nyata bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin dan warga rentan atau

tertinggal (kelompok marjinal) yang ada disekitarnya, melalui keterlibatan aktif

dan konstruktif dalam pelaksanaan P2KP di wilayahnya.

C. PROGRAM-PROGRAM SOSIAL DAN EKONOMI

Untuk menanggulangi persoalan kemiskinan struktural maupun yang

diakibatkan oleh krisis ekonomi, pemerintah memandang perlu untuk memberikan

bantuan kepada masyarakat miskin diperkotaan melalui P2KP. Kegiatan ini

tidak hanya bersifat reaktif terhadap keadaan darurat yang dialami, namun juga

bersifat strategis karena dalam kegiatan ini disiapkan landasan berupa institusi

masyarakat yang menguat bagi perkembangan masyarakat dimasa mendatang.

Bantuan kepada masyarakat miskin ini diberikan dalam bentuk dana yang

dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat dan


dalam bentuk pendampingan teknik yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan

itu. Dana bantuan P2KP merupakan dana hibah dan pinjaman yang disalurkan

kepada kelompok-kelompok swadaya masyarakat (KSM) secara langsung dengan

sepengetahuan penanggungjawab operasional kegiatan (PJOK) yang ditunjuk dan

sepengetahuan warga masyarakat setempat melalui kelembagaan masyarakat yang

dibentuk. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal usaha produktif,

pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan serta pengembangan sumber

daya masnusia.

Dalam arus pendanaan kepala PMU akan bertanggung jawab pada

aktivitas tingkat pusat dan PJOK akan bertanggungjawab dalam proses

administrasi BLM. PJOK akan mengajukan surat permintaan pembayaran (SPP)

kepada kantor KPKN setempat, yang selanjutnya menerbitkan surat perintah

membayar (SPM) kepada Bank Indonesia setempat. Bank Indonesia akan

menyalurkan dana P2KP ke masing–masing rekening BKM di Bank yang

ditunjuk BKM.

Untuk tata cara pencairan dana, pemerintah Indonesia melalui Bank

Indonesia membuka Rekening Khusus (RK) dalam mata uang Dollar amerika

(USD). RK adalah atas nama Ditjen. Anggaran Departemen Keuangan. Pencairan

dana dari RK mengikuti tata cara Financial Management Reporting (FMR).

Dana yang dipergunakan untuk modal usaha produktif merupakan dana

pinjaman bergulir yang pengelolahannya dilakukan oleh masyarakat melalui suatu

wadah yang dibentuk oleh masyarakat. Dibantu oleh Konsultan Managemen

Wilayah (KMW). Wadah dimaksud merupakan kelembagaan masyarakat yang


disebut BKM, yang beranggotakan para tokoh masyarakat dan perwakilan KSM,

serta warga.

Sementara dana untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar

lingkungan merupakan dana hibah yang tidak perlu dikembalikan, Namun

masyarakat harus menunjukkan kesanggupan dan tanggungjawab untuk dapat

melakukan pemeliharaan serta pengembangan lebih lanjut. Dana hibah ini

diprioritaskan kepada jenis–jenis prasarana dan sarana yang dapat memberikan

dampak langsung kepada peningkatan dan pendapatan masyarakat. Pembangunan

prasarana dan sarana yang dimaksud disni dapat berupa pembangunan yang baru

dan perbaikan yang lama.

Pengelolahan seluruh kegiatan, baik pengembangan usaha maupun

pembangunan sarana dan prasarana, pada prinsipnya dilakukan oleh masyarakat

sendiri, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pemeliharaan semuanya

dilakukan dengan pendekatan bertumpu pada kelompok. Pendekatan semacam ini

menuntut adanya partisipatif aktif masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini sedapat

mungkin bersifat padat karya dan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat serta memperkuat kelembagaannya.54

Dalam program sosial maupun ekonomi, P2KP menyediakan dukungan

untuk mendanai kegiatan pengembangan atau pemberdayaan masyarakat serta

penguatan kapasitas dalam rangka mengedepankan peran pemerintah daerah,

termasuk diantaranya adalah penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan

Kemiskinan Daerah (KPK-D), mengembangkan Komunitas Belajar Perkotaan

54
Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2., h. 2.
(KBP), dan menumbuh-kembangkan kemitraan sinergis dengan masyarakat, agar

mampu bekerja sama secara lebih efektif dalam penanggulangan kemiskinan di

wilayah setempat sesuai prinsip dan nilai universal di P2KP.

Dana–dana yang didapatkan untuk mendanai kegiatan/program sosial

maupun ekonomi tersebut, berasal dari BLM (Bantuan Langsung Masyarakat).

Substansi makna dana BLM sesungguhnya merupakan media pembelajaran

masyarakat untuk terus membangun kapital sosial dan menumbuhkan nilai–nilai

universal kemanusiaan maupun prinsip–prinsip kemasyarakatan sehingga pada

gilirannya akan mampu menyelesaikan persoalan sosial, ekonomi dan

lingkungan/permukiman mereka. Lebih dari itu, Komponen Dana BLM diadakan

juga dengan tujuan membuka akses bagi masyarakat miskin ke sumber dana yang

dapat langsung digunakan oleh masyarakat miskin untuk upaya–upaya

penanggulangan kemiskinan.

Dana BLM juga merupakan dukungan stimulant P2KP yang dapat

digunakan secara fleksibel oleh masyarakat untuk berbagai upaya pembelajaran

penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan PJM dan Renta Pronangkis (Program

Penanggulangan Kemiskinan) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat

kelurahan setempat. Jenis–jenis kegiatan dapat ditentukan sendiri oleh masyarakat

melalui rembug warga, dengan tetap memperhatikan keselarasan dan

keberlanjutan pembangunan (aspek tridaya) sesuai kebutuhan masyarakat

sebagaimana layaknya pembelajaran pada konteks realita.

Pada dasarnya dana BLM dapat digunakan secara cukup luwes dengan

berpedoman kepada PJM Pronangkis, pembelajaran aspek Tridaya dan


kesepakatan serta kearifan warga sehingga hasilnya dapat benar–benar

memberikan manfaat berkurangnya kemiskinan di tempat bersangkutan.55

Lokasi sasaran penerima bantuan dari P2KP difokuskan pada satuan

pemukiman. Satuan pemukiman mempunyai makna yang penting mengingat

disinilah muncul kebersamaan dan kesepakatan atas dasar kepentingan yang sama.

Selain itu, pada satuan - satuan pemukiman terkonsentrasi pula berbagai kegiatan

sosial, ekonomi, dan fisik dengan kepranataan sosialnya sendiri. Oleh karenanya,

satuan pemukiman perlu dilihat sebagai areal yang memungkinkan adanya

integrasi berbagai kegiatan, termasuk integrasi berbagai kegiatan pembanguan

sektoral.

Satuan hunian dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Keberadaan satuan pemukiman tidak terlepas dari fungsi-fungsi

sekitarnya serta struktur fisik prasaran dan saran yang merupakan

bagian dari sistem struktur yang lebih besar. Oleh karena itu satuan

pemukiman perlu memperhatikan berbagai kondisi sosial, ekonomi,

fisik maupun fungsional.

2. Seluruh kota (besar, sedang, kecil) dapat dijadikan lokasi sasaran

P2KP. Namun untuk tahap pertama, lokasi sasaran P2KP dibatasi dan

ditetapkan berdasarkan hasil pengolahan data dan pemetaan kelurahan-

kelurahan miskin yang beralokasi di kota.

Kegiatan pembangunan prasarana/sarana lingkungan yang manfaatnya

langsung dinikmati sebagian besar warga kelurahan bersangkutan, seperti

55
Buku Pedoman P2KP-3. hal 40.
jembatan, jalan, perbaikan sekolah, fasilitas kesehatan, sanitasi dan lainnya yang

telah di identifikasi melalui Pronangkis berbasis pemetaan swadaya.

Program ekonomi yang merupakan pinjaman bergulir untuk kegiatan

prasarana yang bersifat individual, misalnya perbaikan rumah maupun sarana

rumah tangga yang berkaitan dengan lingkungan permukiman dan kegiatan sosial

yang bersifat individual, misalnya beasiswa dan pelatihan untuk warga miskin.

Pinjaman untuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang membutuhkan

dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif dari anggota–angotanya, dengan

batas maksimal pinjaman pertama kali bagi setiap anggota KSM adalah Rp

500.000,-. Sedangkan batas maksimal pinjaman untuk tahap berikutnya adalah

Rp 2.000.000,-. Hal ini dimaksudkan sebagai proses pembelajaran masyarakat

sekaligus memperkuat orientasi sasaran P2KP, yakni masyarakat miskin. Oleh

karena itu, pada tahap berikutnya diharapkan KSM–KSM dan anggota–

anggotanya yang telah meningkatkan kesejahteraannya dimaksud dapat dilayani

oleh koperasi atau UPE (Unit Pengelola Ekonomi) yang difasilitasi BKM dan

juga dapat mengakses lembaga keuangan formal di sekitarnya.56

Diawali dengan program sosial, yang dimana serangkaian kegiatan

tahapan pembelajaran masyarakat, dimulai dari belajar membangun kebersamaan

pada saat rembug kesiapan masyarakat, belajar mengevaluasi penyebab

kemiskinan yang bertumpu pada perilaku dan sikap, belajar merumuskan

keinginan secara riil sesuai dengan kondisi obyektif yang ada dan potensi yang

dimilikinya, belajar bersinergi dan mengorganisir dalam lembaga yang mengakar

56
Buku Pedoman P2KP-3. hal 41.
dan representative, belajar membuat program kemiskinan dan pembangunan

diwilayahnya, belajar melakukan kegiatan bersama yang dilandasi perubahan

perilaku dan sikap, serta proses–proses belajar lainnya.

Beberapa kegiatan yang termasuk dalam komponen pengembangan

masyarakat (sosial), antara lain mencakup:

1. Rembug atau Musyawarah Kesepakatan Masyarakat

2. Pengorganisasian Masyarakat

3. Perencanaan Partisipatif Menyusun PJM dan Renta Pronangkis

4. Komunitas Belajar Kelurahan (KBK)

Dalam tingkatan berkelanjutan, peran pemerintah daerah akan

dikedepankan untuk dapat membangun kemandirian dalam menanggulangin

kemiskinan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang berbasis nilai–

nilai serta prinsip–prinsip universal. Pemerintah daerah akan didorong peran

aktifnya sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan lokakarya dan kegiatan P2KP

ditingkat daerah serta melakukan peran–peran koordinasi, monitoring dan

supervisi.

Kegiatan/program sosial merupakan bantuan santunan untuk fakir miskin,

orang jompo, anak yatim piatu dan lain–lainnya, yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan mereka yang termiskin dari masyarakat miskin

(termasuk dimungkinkan penggunaan untuk beasiswa, perbaikan rumah kumuh,

pelayanan kesehatan dan lainnya). Mengingat masyarakat termiskin dari

kelompok masyarakat miskin adalah sasaran utama P2KP, maka sebagian dana

BLM harus dialokasikan untuk memberikan santunan dan sekaligus


membangkitkan kepedulian dan kegiatan amal dari lapisan masyarakat yang lebih

beruntung untuk terlibat dalam gerakan amal ini.

Dalam program ekonomi/lingkungan serta sosial, setelah proses

pembelajaran di masyarakat menanggulangi kemiskinan dilakukan praktek

langsung di lapangan oleh masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang

sudah direncanakan. Maka harapannya adalah dengan adanya dana stimulant

BLM. Baik dari Pemerintah pusat, daerah, atau dari chanelling/pihak swasta yang

saling bekerjasama untuk menanggulangi kemiskinan di daerahnya.


BAB IV

PERAN P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT

MISKIN KOTA

A. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN

Permasalahan kemiskinan di Indonesia cukup kompleks. Fakta yang

dikeluarkan Badan Pusat Statistik Pusat (BPS) per maret 2006. tercatat, jumlah

penduduk miskin di Indonesia sebesar 39,05 juta jiwa atau 17,75 % dari jumlah

penduduk. Angka pengangguran terbuka sebesar 10,9 juta jiwa atau 10,3 % dari

total angkatan kerja (data BPS agustus 2006)57.

Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan

penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Dr. Ir. Sujana

Royat, DEA, Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Menko

Kesra menyatakan, melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme

upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat , mulai dari

tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.58

PNPM Mandiri yang dicanangkan oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di

Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Adalah program pemersatuan yang

sebelumnya sudah ada pada setiap Departemen dan dikerucutkan dalam payung

PNPM Mandiri untuk dapat mengorganisirkan agar lebih mudah. Sekarang, P2KP

lebih dikenal sebagai PNPM Mandiri Perkotaan. PNPM Mandiri mulai

57
Diambil dari data BPS tahun 2006
58
“Peluncuran PNPM Mandiri,” Koran Seputar Indonesia, 12 Desember 2008, h. 14.
dilaksanakan tahun 2007 dengan anggaran Rp 3,15 triliun dengan lokasi sasaran

33.000 desa/kelurahan di 2.788 kecamatan di 33 provinsi. Pada tahun 2008, lakosi

sasaran PNPM Mandiri diperluas mencakup 3.999 kecamatan dengan anggaran

sebesar Rp 7,14 triliun.

Sumber pendanaan P2KP berasal dari APBN kementerian atau lembaga,

baik berupa rupiah murni maupun pinjaman dan hibah luar negeri yang

dialokasikan untuk bantuan teknis dan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat),

Pinjaman Bank Dunia melalui Third Urban Poverty Project IDA-Credit, APBD

Propinsi, APBD Kota/Kabupaten, dan dukungan dari berbagai lembaga donor

yang dikoordinasikan melalui fasilitas pendukung P2KP.

Sejak dicanangkan oleh Presiden RI, PNPM Mandiri Perkotaan atau P2KP

telah mencapai sasaran sebanyak 34 propinsi, 240 kabupaten/kota, 1120

kecamatan, dan 6406 kelurahan. Dengan rincian P2KP-1, 6 propinsi, 64

kabupaten/kota, 681 kecamatan dan 2621 kelurahan. Yang dilaksanakan dari

tahun 1999–2004, yang tersebar di wilayah Pantura Pulau Jawa, Kabupaten dan

Kota Bandung, D.I Yogyakarta, Kabupaten dan Kota Malang. P2KP-2, 13

propinsi, 80 Kabupaten/kota, 210 kecamatan dan 2059 kelurahan. Yang

dilaksanakan dari tahun 2004-2008, tersebar di wilayah Pulau Kalimantan

(kecuali Kalimantan timur), Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Pulau Jawa

bagian selatan. Sedangkan P2KP-3, 15 propinsi, 96 kabupaten/kota, 229

kecamatan dan 1726 kelurahan. Yang dilaksanakan dari tahun 2005-2011, tersebar

di wilayah Sumatera, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua

Barat dan Papua. Dengan jumlah PAGU dana BLM yang dimanfaatkan pada
P2KP-1 sebesar 758.250 juta dan P2KP-2 sebesar 451.000 juta.59 Sedangkan

untuk P2KP-3 total jumlah PAGU untuk dana BLM yang diserap sebesar 492.800

juta.60

Peran serta pemerintah daerah (Pemda) dalam menanggulangi kemiskinan

di wilayahnya. Dalam memberikan PAKET (Penanggulangan Kemiskinan

Terpadu) yang merupakan salah satu komponen Program P2KP sebagai suatu

upaya proses pembelajaran untuk membangun dan melembagakan “kemitraan”

antara masyarakat dengan pemerintah kota/kabupaten dan kelompok peduli

setempat (LSM, perguruan tinggi, pihak swasta, perbankan dan lain–lainya) dalam

rangka terwujudnya sinergi upaya penanggulangan kemiskinan.61

Melalui komponen PAKET diharapkan juga dapat terbangun dan

melembaga proses konsultatif antara ketiga pilar pembangunan (pemerintah,

masyarakat, swasta/kelompok peduli) di tingkat kota/kabupaten dalam

penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, PAKET hanya sekedar stimulan

untuk membantu dan mempercepat proses kemitraan yang mulai ditumbuhkan

oleh masyarakat sendiri.

Bagi masyarakat, terutama BKM, komponen PAKET juga dimaksudkan

sebagai proses pembelajaran untuk mengakses dan menggalang berbagai sumber

daya maupun sumber dana yang dimiliki pemerintah kota/kabupaten atau

kelompok peduli setempat (channeling), sehingga diharapkan dapat lebih

59
Buku Info P2KP, edisi februari 2007 h. 10-12.
60
Buku Info P2KP, h. 1.
61
Pedoman Umum P2KP-3. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan
Umum. Oktober 2005 h. 44.
mengoptimalkan kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan

kemiskinan62.

Agar masyarakat (BKM) mampu bermitra dengan pemerintah

kota/kabupaten dan kelompok peduli setempat, maka prasyarat utama adalah

masyarakat (BKM) memiliki kredibilitas yang menjamin kepercayaan dari

berbagai pihak. Hal ini menunjukkan bahwa hanya BKM yang berdaya, yang

memiliki peluang lebih besar untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses

channeling dari program–program yang ada, khususnya melalui PAKET.

Komponen PAKET P2KP akan mengalokasikan dana stimulan yang dapat

digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan yang direncanakan secara

partisipatif serta diusulkan oleh BKM berdaya bekerjasama dengan dinas

pemerintah kota/kabupaten atau sebaliknya. Selain itu, Program PAKET pada

dasarnya harus ditempatkan sebagai sarana pembelajaran kemitraan antara

masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Dengan

demikian, pelaksanaan dan capaian PAKET dapat dilihat pada kebutuhan rasa

kebersamaan dan kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah daerah dan

kelompok peduli, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun sumber

dana terhadap kegiatan pembangunan di wilayahnya.63

Alokasi dana PAKET P2KP kepada pemerintah kota/kabupaten terseleksi

akan dilakukan melalui mekanisme penganggaran yang biasa dilakukan

pemerintah pusat kepada pemerintah kota/kabupaten. Jumlah alokasi dana

PAKET untuk masing–masing kota/kabupaten diinformasikan secara terbuka,

62
Pedoman Umum P2KP-3, h. 44.
63
Pedoman Umum P2KP-3, h. 45.
sehingga dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat secara transparan.

Jumlah dana PAKET yang telah dialokasikan untuk masing–masing

kota/kabupaten sasaran tersebut meurpakan jumlah maksimum yang dapat

dimanfaatkan. Dana PAKET bersifat “stimulan” sebesar 30% sampai 50% dari

pendanaan kegiatan yang diusulkan dan dikelola oleh panitia kemitraan.64

Besaran PAGU anggaran untuk PAKET P2KP pada setiap kota/kabupaten

berkisar antara 6 milyar rupiah. Dari jumlah tersebut, dibagi dalam 3 tahapan.

Untuk tahun pertama 1,5 milyar rupiah, tahun kedua 2 milyar rupiah, dan tahun

ketiga 2,5 milyar rupiah. Jumlah tersebut, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

semaksimal mungkin.

Dalam pemberdayaan ekonomi di masyarakat, P2KP memberikan

masyarakat berupa bantuan modal usaha berupa dana pinjaman bergulir yang

dapat diakses oleh masyarakat melalui KSM–KSM yang telah terbentuk. Dana–

dana tersebut merupakan dana hibah untuk masyarakat yang dapat terus

digulirkan secara berkelanjutan di masyarakat.

Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan

melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman

bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman

bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang

bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak

mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya.

64
Pedoman Umum P2KP-3, h. 46-47.
Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya,

pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan

dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk

dalam daftar tunggu. Selain itu, untuk dapat menggeliatkan perekonomian BKM.

Maka dari dana yang dipinjam oleh masyarakat, dikenakan bunga sebesar 1-2%.

Kegunaan bunga tersebut, selain untuk membantu biaya operasional BKM dapat

juga untuk menambahkan modal usaha pinjaman bergulir pada masyarakat yang

memerlukan.

B. P2KP DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT MISKIN KOTA

DI BOGOR

1. Program

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan

salah satu program pemerintah yang bertujuan memberdayakan masyarakat,

khususnya kaum dhuafa atau masyarakat miskin. Gerakan penanggulangan

kemiskinan tersebut dilakukan secara terpadu antara tiga pilar pembangunan,

yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat yang berorientasi pada kemandirian dan

berkelanjutan.

Pada dasarnya, tidak ada seorangpun didunia ini yang dilahirkan miskin

atau kaya, kedua hal itu baru timbul kemudian melalui serentetan sebab akibat.

Tidak jarang seseorang yang tinggal ditengah keluarga dilingkungan yang miskin

dalam pertumbuhannya menjadi kaya, atau sebaliknya tidak jarang seseorang


dilahirkan dari keluarga kaya kemudian hari menjadi miskin, itulah realitas

kehidupan yang tidak dapat dipungkiri.

Secara sadar telah kita ketahui bersama, bahwa kemiskinan merupakan

masalah yang sangat kompleks. Karena tidak hanya berkenaan dengan tingkat

pendapatan yang rendah tetapi juga berkenaan dengan tingkat pendidikan dan

kesehatan fisik yang rendah serta kurang mampu memberdayakan potensi sumber

daya manusia dan alam yang terdapat disekelilingnya. Oleh karena itulah, upaya

penanggulangan kemiskinan harus benar-benar dilaksanakan dengan

komprehensif dan mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat serta

dilaksanakan dengan terpadu dan berkelanjutan.

Menurut Ginanjar Kartasasmita dalam pembangunan untuk rakyat

memadukan pertumbuhan dan pemerataan mengatakan bahwa stabilitas ekonomi,

sosial dan politik, pertumbuhan penduduk yang terkendali dan lingkungan hidup

yang terjaga kelestariannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk menjamin

kelangsungan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Karena program

penanggulangan kemiskinan hanya dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila

suasana tentram, aman, dan stabil telah tercipta.65

Strategi dasar gerakan pemberdayaan bagi masyarakat miskin diawali

dengan perubahan perilaku individu maupun kolektif dengan cara membangun

kesadaran kritis. Untuk itu, kelompok masyarakat miskin tidak boleh dipandang

sebagai faktor penghambat pembangunan dan dimarjinalkan. Kaum miskin harus

65
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk rakyat Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan (Jakarta:CIDES, 1996), h. 242.
ditempatkan sebagai salah satu potensi yang sangat penting untuk diberdayakan

dan dikembangkan ke arah yang lebih maju dan mandiri.

Salah satu wujud pembelajaran luar biasa yang dapat diambil dari kegiatan

penanggulangan kemiskinan di perkotaan adalah bentuk sinergi antara

masyarakat, pemerintah, swasta, LSM, perguruan tinggi serta kelompok peduli

lainnya. Semua orang bisa ikut serta dalam penanggulangan kemiskinan tanpa

membedakan jenis kelamin dan usia. Bentuk bantuan pun tidak terbatas materi,

tetapi bisa juga gagasan, partisipasi serta komitmen bersama.

Masyarakat diberi berbagai pilihan untuk mengentaskan kemiskinan

melalui kegiatan ekonomi P2KP. Salah satunya, melalui pemberian pinjaman

bergulir dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Pinjaman

bergulir disediakan bagi kelompok masyarakat miskin yang memilih peluang

bisnis menguntungkan dan kapasitas membayar memadai, Namun tidak

mempunyai akses ke institusi kredit atau program lainnya.

Dikatakan bergulir karena dana untuk pinjaman ini terbatas. Karenanya,

pemberian pinjaman oleh Unit Pengelola Keuangan (UPK) kepada Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) diberikan bergantian sesuai dengan ketersediaan

dana. Jika dana belum mencukupi, KSM yang layak memperoleh pinjaman masuk

dalam daftar tunggu.

Pembayaran kembali pinjaman merupakan syarat utama keberlangsungan

pelayanan pinjaman. Semakin tertib peminjam membayar kembali serta semakin

tinggi pembayaran kembali atau repayment rate UPK, maka semakin banyak

KSM yang terlayani dan semakin besar jumlah pinjaman yang bisa diterima.
Dari sumber–sumber pendanaan yang didapatkan, komponen–komponen

program digunakan untuk keperluan sebagai berikut : Pemberdayaan masyarakat

dan pengembangan kapasitas dalam rangka mengedepankan Pemerintah Daerah.

Dalam penggunaan biaya–biaya kegiatan pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah pada

dasarnya didanai dari sumber dana Bank Dunia, yaitu berupa pendampingan tim

fasilitator, lokakarya dan pelatihan masyarakat. Pemerintah pusat, pemerintah

propinsi dan pemerintah kota/kabupaten juga mengalokasikan dana dari sumber

APBN dan APBD masing–masing untuk beberapa kegiatan pelatihan dan

lokakarya yang diperuntukkan bagi pengembang kapasitas para pihak yang ada di

wilayah kerja masing–masing.66

Selain itu, program–program yang mencakup lingkungan di masyarakat

adalah BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) pada masyarakat miskin yang

langsung diterima oleh masyarakat tanpa adanya potongan sedikitpun. Melalui

BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat), dana–dana yang didapat langsung

masuk ke rekening bersama yang dimiliki oleh BKM, yang diwakilkan oleh tiga

orang perwakilan pengurus/pemimpin kolektif BKM. Dana–dana tersebut sudah

mendapatkan porsi bagian–bagian untuk langsung disalurkan kepada masyarakat

yang berhak melalui KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dibentuk oleh

masyarakat itu sendiri.

Dana Bantuan Langsung ke Masyarakat (BLM) bersumber pada dana

pinjaman dari Bank Dunia, sementara Pemerintah Indonesia (Pusat, Propinsi dan

66
Pedoman Umum P2KP-3, Hal 98
Kota/Kabupaten) mengalokasikan dana untuk Biaya Operasional Program,

termasuk BOP PJOK dan BOP Kelurahan. 67

Proses pengolahan program atau proyek ini bersifat sentratik, karena

pemerintah daerah hanya dilibatkan pada tahap pelaksanaan program (proyek)

melalui alokasi dana dari pemerintah pusat. Dan yang diberikan pemerintah pusat

diserahkan dan dicairkan kepada kelompok masyarakat dan tidak akan

dikembalikan lagi kepada pemerintah. Dana ini menjadi dana abadi yang harus

tetap bergulir didaerah perkotaan yang dijadikan sasaran proyek dan tidak

dialihkan untuk kepentingan lain diluar wilayah sasaran proyek dan diluar

kepentingan masyarakat. Dana yang diberikan adalah modal usaha untuk

digunakan bagi kegiatan sosial ekonomi yang produktif yang diharapkan dapat

menguntungkan, berkembang, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam kegiatan ekonomi, masyarakat mendapatkan bantuan berupa dana

untuk modal usaha. Dana tersebut disalurkan dari BKM melalui KSM–KSM

ekonomi yang dibentuk oleh masyarakat. Kegiatan ekonomi tersebut merupakan

ekonomi bergulir, dimana para KSM ekonomi peminjam mendapatkan bantuan

berupa uang sebesar Rp. 500.000,- minimal dan bisa lebih banyak untuk per orang

per kepala keluarga. Dari dana tersebut, KSM penerima manfaat/pinjaman dapat

menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan usahanya. Kemudian, KSM-

KSM tersebut diberikan jangka waktu untuk dapat mengembalikan dana tersebut,

untuk dapat digulirkan atau dipinjamkan kembali kepada penerima manfaat yang

belum mendapatkannya. Biasanya, jangka waktu pengembalian dana tersebut

67
Pedoman Umum P2KP-3, Hal. 98
selama 10 bulan. Dan dengan bunga sebesar 1–2 %. Bunga ini gunanya untuk

memberikan pemasukan kepada BKM melalui Unit Pengelola Keuangan (UPK)

sebagai dana intensif bagi juru tagih dari para peminjam.

Bunga yang didapat dari hasil pinjaman bergulir tersebut, selain untuk

dana intensif dapat juga merupakan modal bagi BKM untuk dapat menggerakan

dan menambahkan modal untuk membantu perguliran selanjutnya. Agar

perekonomian dimasyarakat dapat terus bergeliat dan berkembang.

2. Restrukturisasi

P2KP merupakan satu bagian yang tidak dapat terpisahkan dari PNPM

Mandiri Nasional, oleh sebab itu perngelolaan program ini juga merupakan bagian

dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur sebagaimana

mestinya.

Dalam proses perkembangan yang terdapat didalam tubuh P2KP itu

sendiri, pembelajaran yang terdapat pada tingkatan masyarakat sangat membantu

dalam perbaikan dan perkembangan P2KP kedepannya. Arti restrukturisasi adalah

perubahan–perubahan suatu struktur dimana hal–hal yang merupakan penghambat

bagi keberhasilan suatu program perlu lebih disederhanakan dan atau perlu

diperbaharui, agar pola berjalannya kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan

sesuai.

Pada dasarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

adalah Program Pemerintah Indonesia dalam rangka penanggulangan kemiskinan

masyarakat di perkotaan. Maka dari itu, untuk menyelenggarakan Program

tersebut, maka ditunjuk Departemen Pekerjaan Umum yang dalam


pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai instansi di tingkat pusat maupun

daerah. Lebih dari itu, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

ini dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam penanggulangan

kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah.

Pemberdayaan ini memerlukan keterlibatan berbagai pihak antara lain pemerintah,

swasta, dan warga masyarakat luas. Semua pihak diharapkan dapat menjalankan

peran dan tanggungjawab dengan baik dalam memampukan masyarakat sebagai

pelaku utama pembangunan.

Secara umum struktur P2KP–PNPM MP sudah cukup memadai, namun

bila diamati kembali perlu adanya restrukturisasi untuk dapat lebih memperlancar

dan mempermudah dalam pelaksanaan program ini, sebagaimana yang tercantum

pada lampiran bagan 1

Dalam struktur organisasi yang ada, diperlukan adanya efisiensi struktur

organisasi agar perencanaan dan kordinasi dapat berjalan lebih efektif, lancar, dan

tidak berbelit–belit serta dapat menghemat waktu dan mempermudah pelaksanaan.

Perlunya pengurangan dan pemangkasan birokrasi agar diharapkan dapat

memperbaiki kinerja sebelumnya.

Seperti apabila dapat kita lihat pada bagan. Pada tingkatan propinsi, satker

non-vertical PBL seharusnya dapat dihilangkan. Karena, dengan adanya struktur

pada bagian tersebut. Maka dapat mengurangi beban pengendalian dan dapat

menghemat yang ada. Sebaiknya, satker non vertical PBL tersebut disatukan atau

dileburkan dengan Bapepeda Propinsi/PU propinsi. Karena, pada tingkatan

propinsi keberadaan satker dalam memfasilitasi sangatlah lama. Apalagi bila


keberadaan satker propinsi tersebut berada di Ibukota propinsi. Maka, untuk setiap

kegiatan yang memerlukan difalitasi oleh satker propinsi, sangatlah banyak

membuang energi dan waktu. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan dilapangannya

tertunda karena lamanya proses berlangsung. Selanjutnya, untuk tingkatan

kabupaten atau kota. Sebaiknya tetap diadakan, karena pada tingkatan tersebut

merupakan koordinasi dan difasilitasi secara langsung pada tingkatan yang paling

bawah.

Sebaiknya, satker pada tingkatan propinsi dapat dirangkap oleh satker

pada tingkatan Kabupaten atau Kota. Hal ini agar lebih dapat menyederhanakan

birokrasi serta pengendalian dan memfasilitasi agar tidak berbelit–belit dan lebih

efisien. Serta untuk dapat lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam

melaksanakan program ini.

Selain itu, untuk tingkatan pada masyarakat. Sebaiknya peran serta

perempuan dalam kepengurusan lembaga–lembaga yang ada agar lebih

ditingkatkan dan ditambah jumlahnya. Bila pada sebelumnya jumlah perempuan

dewasa minimal 30% dari jumlah penduduk. Maka sebaiknya jumlah tersebut

dinaikkan menjadi 40%. Ini dimaksudkan agar peranan perempuan dimasyarakat

dapat turut serta dalam pembangunan daerahnya. Karena dalam kenyataannya,

wanita dapat lebih peka dalam menyikapi keadaan lingkungan disekitarnya. Selain

daripada itu, perempuan bisa dapat lebih aktif ketimbang laki – laki karena wanita

lebih banyak memiliki waktu luang dan perempuan dapat menjadi lebih cerdas,

sehingga bisa dapat mandiri, lebih berdaya dalam mengelola rumah tangganya.
3. Kekurangan, Kelebihan, dan Tantangan

Secara struktural organisasi P2KP mencakup seluruh pihak yang

bertanggungjawab dan terlibat dalam pencapaian tujuan P2KP yaitu meliputi

unsur pemerintahan dan konsultan pendamping, adalah kewajiban kita secara

bersama untuk mensukseskan secara mutlak program ini baik dari masyarakat

level penerima bantuan maupun dari seluruh perangkat, institusi terkait adalah

tantangan dari kedua belah pihak untuk lebih meningkatkan manfaat dan hasil

nyata dari program ini yaitu :

1. Mendidik masyarakat untuk lebih komunikatif dalam menyampaikan

aspirasi, keinginan,harapan, dan kebutuhan mereka.

2. Perangkat kelurahan/pendamping lebih aktif dalam mencari data,

menggugah masyarakatnya untuk terbuka, tidak malu/gengsi dalam

menyampaikan kekurangan yang mereka hadapi, melaporkan bila ada

warga yang benar – benar tidak mampu dan memerlukan bantuan.

3. Masyarakat harus cerdas dalam memilih perangkat BKM

dilingkungannya, karena BKM merupakan ujung tombak kepercayaan

masyarakat dalam mengemban tugas dan amanah dari/dan untuk

masyarakat. Kejujuran, transparan/keterbukaan adalah hal terpenting

yang harus dimiliki oleh perangkat BKM, ikhlas dan kesungguhan

dalam melaksanakan tugas merupakan syarat mutlak bagi perangkat

BKM, karena mereka merupakan jalur tumpuan harapan masyarakat

dalam solusi pemecahan masalah–masalah yang ada dimasyarakat.


Oleh karena itu, pemimpin yang baik lahir dari para pemilih yang

cerdas.

4. Konsultan pendamping/fasilitator harus lebih meningkatkan kunjungan

agar terjalin komunikasi yang lebih baik dan berkesinambungan.

Kendala–kendala yang mereka hadapi dapat terdeteksi sedini mungkin

sehingga segera diatasi dengan cepat dan tepat.

Masih terdapatnya kendala–kendala yang terjadi dilapangan dalam

menjalankan program tersebut. Dikarenakan, ada beberapa sasaran yang belum

tepat pada masyarakat yang membutuhkan, meskipun persentasinya kecil sekali.

Kadang kala, pemberdayaan dimasyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya

dikarenakan banyaknya program–program yang saling tumpang tindih antara satu

dengan lainnya. Sebagai contoh : masuknya program P2KP dikelurahan A yang

memberikan bantuan berupa perbaikan rumah warga yang rusak atau jalan

lingkungan. Kadang kala diklaim sebagai BLOKGREN. Yang dimana P2KP

dikerjakan oleh BKM (masyarakat) sedangkan BLOKGREN dikerjakan oleh

pemerintah kota melalui dinas terkait atau LPM.

Adakalanya pemberdayaan masyarakat belum bisa berjalan sepenuhnya

karena banyak program–program yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapan

masyarakat. Memang tidak ada yang sempurna didunia ini, namun sebagai

manusia yang tercipta sempurna, mempunyai akal budi maka kita wajib

menggunakan serta memanfaatkan anugrah Tuhan tersebut. Dalam hal ini sebagai

manusia berakal kita harus mencari titik lemah dan menemukan solusinya.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Suherlan, dia mengatakan

masih banyak kekurangan dalam program ini seperti kurangnya transparansi

penggunaan dana melalui BKM dan KSM. Yang sebenarnya telah diberikan

amanah oleh masyarakat. Walaupun tidak menutup kemungkinan kita cepat

mengambil pemikiran negatif kepada para petugas dilapangan. Dia pun

memberikan gambaran dalam sebuah kuitansi kosong yang diberikan kepada para

penerima manfaat. Walaupun tidak dapat dipungkiri lagi, dia sebagai penerima

manfaat mengatakan, :

“Saya merasakan sekali bantuan berupa barang bangunan, seperti semen,


batako, pasir, triplek, kaso, dan lain–lain. Tetapi bila dihitung–hitung kembali,
semua barang tersebut bila dilihat dari anggaran sebesar Rp 3.800.000,- tidak
semuanya dimanfaatkan atau tersalurkan. Apalagi saya hanya menerima kuitansi
kosong. Selain itu, dalam pembelian barang. Saya sebagai penerima bantuan tidak
diajak langsung dalam pembeliannya. Jadi saya hanya terima barang beres.
Tinggal pengerjaannya.”68

Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ;


Tabel 1. Keberhasilan Ekonomi dan Pembangunan

No Indikator Sebelum Sesudah


1 Penghasilan - Rp. 550.000,- - Rp. 700.000,-
2 Kondisi rumah - Tembok dari bilik - Tembok batako
- langit2 tidak ada - langit2 sudah ada
3 Pembiayaan Pendidikan - relatif - relatif lebih mudah
4 Pembiayaan Kesehatan - relatif - relatif lebih mudah

Seperti yang tergambar pada tabel diatas, selain mendapatkan bantuan

berupa renovasi rumah. Dia juga mendapatkan pinjaman untuk modal usaha untuk

membuka usaha playstation, sebelumnya dia berpenghasilan sebulan rata-rata

Rp. 550.000,- itu juga masih dikurangi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

68
Wawancara dengan Bapak Suherlan, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
hari. Tetapi, setelah mendapat bantuan dari P2KP. Dia mendapatkan penghasilan

lebih dari usahanya tersebut.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya, dia menilai bahwasanya

kekurangan yang terdapat di P2KP adalah kurangnya transparansi dana yang

disalurkan kepada masyarakat. Seperti ungkapan yang dikatakan, :

“Waktu saya menerima bantuan dari P2KP ini, saya hanya tau terima beres
saja. Saya dikasih tahu bantuan yang saya terima dengan anggaran dana Rp
3.800.000,- saya hanya menerima berupa bahan–bahan bangunan saja. Dan tidak
diberitahukan secara terperinci berapa jumlah barang yang telah saya dapatkan.”69

Masih adanya kurang transparansi dana yang disalurkan kepada

masyarakat oleh BKM dan KSM. Ini merupakan masalah yang tidak dapat

dibiarkan begitu saja. Karena dapat melunturkan nilai–nilai luhur kemanusiaan

yang seharusnya dapat berpihak dan tidak mengurangi jatah terhadap hak setiap

masyarakat miskin.

Tidak hanya terdapat kekurangan saja, tetapi ada segi positif dan kelebihan

yang dilontarkan oleh masyarakat untuk program ini. Seperti yang diungkapkan

oleh Bapak Sulaiman (53 tahun), dia merasa bersyukur telah mendapatkan

bantuan dari P2KP untuk perbaikan rumahnya. Dalam perbincangannya dia

memberikan rasa terima kasih kepada P2KP :

“Saya sangat bersyukur, selama saya tinggal disini, baru kali ini rumah
yang telah saya tinggali selama ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dulu
hanyalah berupa bilik, sekarang sudah batako/ditembok. Saya juga, sekarang
sudah tidak kuatir lagi apabila ada angin kencang dan hujan.”70

69
Wawancara dengan Bapak Surya, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
70
Wawancara dengan Bapak Sulaiman, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal
7 Februari 2009.
Dalam bidang peningkatan ekonomi juga diungkapkan oleh warga

masyarakat, bahwa P2KP sangatlah membantu dalam memberikan permodalan

usaha untuk mengembangkan usaha. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Ari (32

tahun), dia sangat terbantu sekali dalam membesarkan usaha warung dirumahnya.

“Sejak tahu bahwa ada bantuan dana untuk modal usaha, kemudian saya
mencari tahu bagaimana mendapatkan modal tersebut. Lalu setelah tahu, bahwa
P2KP juga ada kegiatan ekonomi. Maka ketika ada rembug masyarakat untuk
mendapatkan pinjaman, saya beserta beberapa ibu diajak untuk membuat KSM.
Dan alhamdulillah, dengan terbentuknya KSM itu. Saya bisa mendapatkan
bantuan modal.”71

Seperti yang digambarkan pada tabel indikator dibawah ini ;


Tabel 2. Keberhasilan Ekonomi, Pembangunan, dan Sosial

No Indikator Sebelum Sesudah


1 Penghasilan Rp. 650.000 Rp. 900.000
2 Kondisi rumah - genteng bocor - sudah tidak bocor
- dinding hampir roboh - dinding lebih kuat
3 Pembiayaan - belum mendapatkan - sudah dapat melalui
Pendidikan pendidikan PAUD
4 Pembiayaan - untuk berobat tidak ada biaya - ada pengobatan gratis
kesehatan setiap 1 bulan sekali

Sebelum mendapatkan bantuan dari P2KP, keadaan perekonomian ibu Ari

merupakan keluarga yang kurang mampu untuk dapat membiayai kehidupan

sehari-hari. Ini bisa dilihat pada tabel diatas dari penghasilan dia sebelum

mendapatkan bantuan dari P2KP. Dikarenakan penghasilan yang didapatkan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masih kurang mencukupi, maka pada saat

mendapatkan bantuan modal usaha, dia tidak menyianyiakan kesempatan tersebut

untuk membuka usaha warung. Ia sendiri memiliki 1 anak yang masih berumur 4

71
Wawancara dengan Ibu Ari, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
tahun. Selain itu, untuk pembiayaan pendidikan maupun kesehatan. Setelah

masuknya program P2KP ini, dia merasakan relatif lebih mudah dari sebelumnya.

C. RESPON MASYARAKAT TERHADAP P2KP

Program pengentasan kemiskinan yang telah lama dilaksanakan oleh

pemerintah Republik Indonesia sampai sekarang merupakan salah satu wujud

nyata dari kepedulian pemerintah kepada masyarakat miskin di Indonesia.

Namun pada realitanya bentuk upaya pemerintah untuk mengentaskan

kemiskinan melalui pemberian dana bantuan kepada masyarakat miskin yang

disalurkan melalui desa atau kelurahan hanya bisa bertahan seumur jagung (tidak

lama) dan belum menghasilkan hasil yang optimal sampai sekarang.

Kegagalan berbagai program pemerintahan dalam upaya mengentaskan

kemiskinan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik uang datang dari

penerima bantuan maupun yang datang dari pihak pengelola bantuan.72

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), merupakan

salah satu program pemerintah yang menjadi penyempurna dari program–program

pengentasan kemiskinan yang sebelumnya, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT),

Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan

Petani Kecil (P4K), Program dalam Mengatasi Dampak krisis Ekonomi (PDM-

DKE), dan sebagainya, yang dinilai belum memberikan hasil yang optimal.

Situasi masyarakat kita bukan untuk diratapi, melainkan untuk dicari jalan

keluarnya. Untuk keluar dari himpitan masalah ini diperlukan perjuangan yang

gigih dan besar dari setiap komponen masyarakat. Setiap masyarakat dituntut

72
Media Partifasif, “Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan,”
Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001
untuk bekerja keras agar keluar dari himpitan ekonomi yang mencukupi

kebutuhan hidup sehari–hari. Karena itulah salah satu konsep strategi dalam P2KP

adalah pelaksanaan serta pengelolaan program di lapangan yang tidak diserahkan

kepada birokrasi pemerintah yang diterapkan pelaksanaannya serta yang terjadi

selama ini, melainkan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Sedangkan

fungsi birokrasi yang diterapkan pelaksanaannya diharapkan lebih pada

memfasilitasi agar terjadi situasi yang kondusif, sehingga seluruh potensi

masyarakat dapat berpartisipatif aktif mengelola program ini secara maksimal.

Begitu juga respon masyarakat terhadap P2KP yang terdapat dalam

beberapa pertanyaan secara terbuka dengan mewawancarai responden secara vis a

vis..

Salah satu responden bernama Ibu Ari (32 tahun) yang bekerja sebagai

pedagang warung, dia mengetahui tentang P2KP dari Ketua RT, bahwasanya dia

mendapatkan bantuan dari P2KP berupa renovasi rumah dan sebelumnya

mendapatkan modal usaha. Dia juga mengucapkan rasa terima kasih sekali kepada

P2KP yang telah membantu dalam merenovasi rumahnya. Karena selama dia

tinggal dirumah itu selama 40 tahun, baru kali ini mendapatkan bantuan dalam

renovasi rumahnya. Seperti ditanyakan keberadaan atau pengetahuan dia tentang

program P2KP dan dia menjawab :

“Ya saya tau, itu bantuan dari pemerintah yang juga saya lihat di TV. Dan
saya sangat terbantu dengan adanya program ini, tadinya rumah saya genteng dan
langit - langitnya bocor, dinding retak. Setelah mendapatkan bantuan, rumah saya
menjadi lebih baik dan tidak bocor lagi. Sedangkan bantuannya, saya hanya
terima beres saja. Karena semua itu dikerjakan oleh P2KP.73

73
Wawancara dengan Ibu Ari.
Bantuan P2KP tidak hanya renovasi rumah tinggal, tetapi ada juga bantuan

sosial berupa perlengkapan PAUD, seragam sekolah, beasiswa untuk tingkat SD

dan SMP, dan sebagainya. Serta bantuan modal usaha untuk pembangunan

ekonomi masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Surya (43 tahun) yang pekerjaannya

sehari–hari sebagai buruh. Tetapi disamping itu dia membuka usaha kecil–kecilan

berupa warung jajanan didepan rumahnya. Itupun dia menyewa tempat tersebut

untuk berjualan menyambung perekonomian rumah tangganya. Tidak menutup

kemungkinan dia ingin sekali mendapatkan bantuan modal usaha dari P2KP untuk

mengembangkan usahanya. Seperti yang dikatakannya dalam wawancara :

“Saya mengetahui adanya bantuan modal dari P2KP dari tetangga dan
pengurus. Tetapi saya belum pernah mendapatkan bantuan untuk modal ekonomi
tersebut. Saya berharap apabila bantuan untuk modal usaha ada, saya ingin
meminjamnya untuk menambah modal usaha saya.”74

Dalam memberikan pinjaman modal untuk usaha, masyarakat

mendapatkan bantuan berupa kredit modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan

pendapatan secara berkelanjutan. Nantinya, modal yang diberikan tersebut akan

tetap abadi dimasyarakat dengan syarat harus terus digulirkan oleh masyarakat

untuk masyarakat itu sendiri.

Pembangunan yang terus berkelanjutan dimasyarakat, oleh masyarakat itu

sendiri didalam prinsip dasar P2KP. Maka, masyarakat dapat membangun suatu

komunitas untuk dapat mengentaskan kemiskinan didaerah sekeliling tempat

mereka tinggal. Masyarakat dapat mengetahui seluk beluk latar belakang masalah

74
Wawancara dengan Bapak Surya.
kemiskinan yang terdapat disekitarnya untuk dapat mereka atasi dengan

sendirinya.

Selain itu, ada juga masyarakat yang beranggapan bahwasanya program

P2KP ini kurang dirasakan manfaatnya. seperti yang diungkapkan oleh ibu

Nurhati (41 tahun) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Dia menginginkan

bantuan yang didapat berupa bantuan sekolah untuk anaknya, BLT, dan juga

kompor gas. Sebagaimana yang dia ungkapkan dalam wawancara berikut:

“Saya ya...yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Soalnya saya
belum pernah dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet. Kalo
manfaatnya si…ada, tapi saya belum pernah dapet. Bagaimana yah.. Soalnya
belum pernah dapet bantuan BOS, Program Keluarga Harapan..”75

Sebenarnya, dalam mengatasi masalah kemiskinanlah. Bukanlah perkara

yang mudah. Dimana, masyarakat yang telah terbiasa menerima bantuan akan

selalu dan terus tergantung oleh pemberi bantuan. Maka, didalam P2KP ini.

Diterapkan fungsi membangun masyarakat untuk bisa dapat mandiri.

Mengajarkan masyarakat, bagaimana untuk dapat peduli akan lingkungan

disekitarnya dan masalah kemiskinan.

Oleh sebab itu, masalah kemiskinan yang disebabkan baik oleh ekonomi

maupun lainnya, masyarakat miskin diajak ikut untuk berperan aktif dalam

membangun kebersamaan lingkungan disekitarnya. Agar masalah kemiskinan

dapat diatasi dengan sendirinya.

75
Wawancara dengan Ibu Nurhati, penerima manfaat/bantuan P2KP, Bogor, tanggal 7
Februari 2009.
D. TINJAUAN TENTANG P2KP DARI PERSPEKTIF ISLAM

Budayawan Mangunwijaya menyatakan bahwa kemiskinan timbul karena

struktur. “Mereka itu sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh

suatu struktur”. kemiskinan struktural adalah sebuah kemiskinan yang muncul

dari statu usa pemiskinan. Pemiskinan suatu usaha untuk menciptakan jurang

yang lebar antara yang kaya dengan yang miskin. Yang kaya semakin kaya, yang

miskin semakin miskin. Lebih jauh lagi, kemiskinan struktural adalah kemiskinan

yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul dari tiadanya

suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan manusia sebagai

obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni dan justru karena

adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa,

sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.

Kemiskinan boleh jadi sudah disepakati sebagai masalah sosial, tetapi apa

yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi

yang dipergunakannya. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras,

boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalitas, tidak

ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang–orang miskin adalah kelompok

sosial yang mempunyai budaya tersendiri–culture of poverty.76

Didalam prinsip dasar pembangunan yang diterapkan dalam P2KP.

Pembangunan untuk masyarakat berdasarkan nilai–nilai luhur kemanusiaaan yang

harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku

P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli) dalam

76
Sri-Edi Swasono, Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan kita tentang
Islam, h. 23-24.
melaksanakan P2KP adalah ; jujur, dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, adil,

kesetaraan, dan kesatuan dalam keragaman. Sedangkan prinsip – prinsip yang

mengacu pada tata pemerintahan yang baik (Good Govermance) dalam

melaksanakan P2KP adalah; demokrasi, partisipasi, transparansi dan

akuntabilitasi, dan desentralisasi.

Selain itu, P2KP juga menganut tridaya. Yang pada dasarnya

pembangunan berkelanjutan yang tidak menimbulkan persoalan baru, bersifat adil

intra generasi dan inter generasi. Pembangunan yang berkelanjutan harus

dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan, dan dilestarikan oleh semua lapisan

masyarakat, baik pemerintah maupun konsultan pendamping.

Bila kita melihat kedalam, prinsip–prinsip dasar yang terdapat dalam

P2KP sudah sangatlah baik. Dimana menganut kebutuhan hak dasar didalam

masyarakat miskin dan berpihak pada kepentingan masyarakat miskin itu

sendirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi, seorang ulama

kontemporer, berpendapat :

“Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup


di tengah masyarakat Islam, sekalipun Ahl Al-dzimmah (warga negara non-
muslim), menderita lapar, tidak berpakaian, menggelandang (tidak bertempat
tinggal) dan membujang.”77

Dapat kita lihat dari kalimat diatas, bahwasanya Islam itu tidaklah

membenarkan bila seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dibiarkan

begitu saja menderita atau miskin. Maka, kita sebagai sesama saudara muslim,

77
M. Quraish Shihab, “Wawasan Al-qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat.”
harus dan wajib membantu untuk dapat meringankan beban kehidupan saudara

kita yang miskin.

Didalam surat Al-Baqarah ayat 177 menyatakan pula, bahwa :

Artinya : ...Kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat–
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang–orang miskin, musafir (yang memperlukan
pertolongan) dan orang–orang yang meminta–minta, dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat .(QS.Al-Baqarah: 177)

Sebagaimana diajarkan Al-qur’an pada surat diatas. Dimana manusia

diberi kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi. Menganut

keadilan, kejujuran, kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan

dalam membangun kemitraan dan kesederhanaan bersama masyarakat yang harus

dilaksanakan dalam berkehidupan untuk kemajuan dan keberhasilan bersama.

Selain itu, peran aktif warga masyarakat untuk membangun dan

melepaskan diri dari belenggu kemiskinan sangatlah baik. Dan memerlukan

dukungan dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Tidaklah mudah

membangun kebersamaan ditengah masyarakat kota yang sekarang ini sudah


bersifat individualisme. Membaur, menjadi satu, dan bergotong-royong kembali

untuk membangun lingkungan sekitarnya.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah mengemukakan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka

peneliti mengambil kesimpulan, bahwa kondisi dan penyebab masyarakat miskin

pada umumnya sama. Yang mana pada dasarnya diakibatkan oleh:

1. Pendidikan yang rendah,

2. Malas bekerja,

3. Keterbatasan sumber daya alam,

4. Keterbatasan lapangan pekerjaan,

5. Keterbatasan modal dan beban keluarga,

6. Kondisi masyarakat miskin yang tidak/belum terditeksi oleh pemerintah

setempat.

Berkaitan dengan hal tersebut, dan berdasarkan penelitian dilapangan,

serta upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan maka peran P2KP dalam

meningkatkan ekonomi masyarakat miskin kota yaitu dengan cara pemberdayaan

dan memberikan bantuan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, ternyata

mendapatkan respon yang cukup baik. Selain tidak sulitnya untuk menerima

bantuan tersebut, masyarakat juga diajak turut serta membangun lingkungannya.

Peran P2KP dalam memberdayakan masyarakat, sudah cukup berjalan

baik. Meskipun dalam penerapannya dilapangan, masih ada kendala-kendala


seperti sulitnya masyarakat untuk berkumpul dalam pertemuan-pertemuan rutin

serta masih tingginya individualisme masyarakat.

Bantuan–bantuan yang diberikan kepada masyarakat, pada dasarnya sudah

tepat sasaran. Hanya saja dalam memberikan bantuan, sebaiknya pihak BKM

lebih transparan kepada KSM atau penerima manfaat dan diketahui oleh

masyarakat banyak. Agar tidak terdapat penilaian buruk di masyarakat dan juga

untuk menjegah terjadinya KKN. Selain itu, agar masyarakat mengetahui bahwa

bantuan yang mereka dapat itu datangnya darimana dan jumlah yang disalurkan

B. SARAN – SARAN

Dalam penelitian ini, banyak hal yang telah peneliti temukan, Namun kita

sebagai manusia biasa yang tidak pernah merasa puas dan memiliki keterbatasan

serta jauh dari kesempurnaan, maka saya ingin memberikan sedikit masukkan

serta saran untuk P2KP ini, khususnya di kota bogor. Hal ini bertujuan untuk

membangun dam memberikan kepercayaan kepada masyarakat baik dalam segi

kualitas, kinerja, serta langkah kedepannya demi mencapai masyarakat yang

mandiri membangun lingkungannya. Ada pun saran penulis kemukakan di bawah

ini, adalah merupakan hasil sharing dan pembelajaran di masyarakat dengan para

informan, adalah sebagai berikut :

1. Kepada para Koordinator ataupun Pimkol BKM beserta UP (Unit Pengelola)

hendaknya dalam memberikan bantuan kepada masyarakat, agar lebih

terbuka dan transparan dalam pengelolaan dananya. Serta terlibat

masyarakat/penerima manfaat dalam proses pengerjaan dilapangan. Sehingga


tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengelola dana bantuan untuk

meminimalkan dari dana yang didapatkan agar tidak terdapat

penyelewengan.

2. Pada tingkatan manajemen dan pemerintah, baik dari konsultan maupun dari

dinas terkait, sebaiknya dalam hal memfasilitasi masyarakat tidak berbelit–

belit. Supaya tidak membuang banyak waktu.

3. Untuk masyarakat, dalam meningkatan kapasitas pembelajaran dan turut

serta aktif pembangunan dilingkungannya lebih ditingkatkan. Selain itu,

untuk kegiatan–kegiatan lingkungan, swadaya masyarakat agar diperbanyak.

Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk solidaritas dan kepedulian

sesama warga masyarakat dalam membangun lingkungannya.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan


Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis.
Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003.

Ahmad al-Bury, Djamaluddin. Problematika Harta dan Zakat. Jakarta:PT


Bina Ilmu, 1975.

Al-albani, M. Nashiruddin. Islam Mengentaskan Kemiskinan : Tinjauan


kritis, Analisa tentang Hadits Ekonomi. Penterjemah : M. Romlie Shofwan El-
Faryani. Jakarta:PT.Buku Islam Rahmatan, 2002.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan


Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007.

Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta:CV.


Rajawali, 1983.

Buku Info P2KP. edisi Februari 2007.

Buku Pedoman P2KP-3. Oktober 2005.

Faisal, Sanafiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta:PT. Raja


Grafindo Persada, 2007.

Hariwijaya, M. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan


Disertasi, untuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Yogyakarta:Elmatera
Publishing. 2007.

Hartomo, H. dan Arnicun Aziz. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:Bumi Aksara,


2004. Cet ke 6.

Hikmat, Harry. Dkk. Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan


Program Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2006 - 2010. Jakarta:Departemen
Sosial RI, 2005.

Kartasasmita, Ginanjar. Pembangunan untuk rakyat Memadukan


Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta:CIDES, 1996.
Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP Satuan Wilayah Kerja
(SWK) III, Konsep untuk UPK Diktat Pelatihan Pengembangan Unit Pengelola
Keuangan (UPK), Bandung:LPPM UNINUS, 2001.

Lubis, Ibrahim. Agama Islam Suatu Pengantar. Jakarta:Ghalia Indonesia,


1984.

Media Partifasif, Media Informasi Program Pengentasan Kemiskinan di


Perkotaan, Direktorat Perumahan, No. 06-Th. 11, Edisi Juli 2001.
Moeliono, Anton M. et.all. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka, 1990.

Nugroho, Heru. Menumbuhkan Ide–ide Kritis, cet ke-2.


Jogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001.

Pedoman Umum. Tim Persiapan P2KP Pusat. Manual Proyek


Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke-2. Jakarta:Sekretariat
P2KP Pusat, 1999.

Rakhmat, Jalaluddin. Islam Aktual : Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan


Muslim, cet ke IV. Bandung:Mizan, 1994.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori - teori Psikologi Sosial. Jakarta:PT Raja


Grafindo Persada, 2002

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Rosdakarya,


2004.

Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta:CV. Rajawali,


1982.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers,


2006.

Soetomo. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta : P.T Dunia Pustaka


Jaya, 1995.

Soetrisna, Loekman. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.


Jogyakarta:Kanisius, 1997.

Subhi Ath-Thawil, Nabi. Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-


negara Muslim, (Terjemahan Muhammad Bagir). Bandung:Mizan, 1985.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta:LP FEUI, 2004.


Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta:Yayasan Obor
Indonesia, 1984.

Suprayogo, Imam. Misi Metodologi Penelitian Sosial - Agama.


Bandung:P.T Remaja Rosdakarya, 2001.
Suryawasita, SJ., Analisa Sosial, dalam J.B. Bonawiratman, SJ., (cd),
Kemiskinan dan pembebasan. _____________

Suseno, F. Magnes. Keadilan dan Analisa Sosial : Segi-segi Etis dalam


J.B. Bonawiratman, SJ., Kemiskinan dan Pembebasan. ___________

Swasono, Sri–Edi. Sekitar Kemiskinan dan Keadilan : Dari Cendikiawan


kita tentang Islam. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia, 1988.

Tim Persiapan P2KP Pusat, Pedoman Umum Manual Proyek


Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), cet ke 2. Jakarta:Sekretariat
P2KP Pusat, 1999.

Yusuf, Ali. Menggagas fiqih sosial : dari soal lingkungan hidup, asuransi
hingga ukhuwah, cet ke-III. Bandung:Mizan, 1995.

Wawancara pribadi dengan Ibu Ari, 7 Februari 2009.

Wawancara pribadi dengan Bapak Sulaiman, 7 Februari 2009.

Wawancara pribadi dengan Bapak Suherlan, 7 Februari 2009.

Wawancara pribadi dengan Bapak Surya, 7 Februari 2009.

Wawancara pribadi dengan Ibu Nurhati, 7 Februari 2009.


Daftar Istilah

BKM : Badan Keswadayaan Masyarakat


BLM : Bantuan Langsung Masyarakat
DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Fasilitator : Tenaga Pengembangan Masyarakat P2KP
FGD : Focussed Group Discussion / Diskusi Kelompok terarah
IDA : International Development Agency
IDT : Inpres Desa Tertinggal
KBK : Komunitas Belajar Kelurahan
KMP : Konsultan Manajemen Pusat
KMW : Konsultan Manajemen Wilayah
Korkot : Koordinator Kota
P2KP : Proyek Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan
PAKET : Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
PJM : Program jangka Menengah
PJOK : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
PPK : Program Pengembangan Kecamatan
Pronangkis : Program Penanggulangan Kemiskinan
PS : Pemetaan Swadaya
Relawan :Warga setempat yang peduli membantu warga miskin di
wilayahnya tanpa pamrih
Renta : Rencana Tahunan
SKS : Satuan Kerja Sementara
UP : Unit Pengelola
HASIL WAWANCARA

1. Identitas Informan
a. Nama : Ibu Ari
b. Usia : 32 Tahun
c. Pekerjaan : Dagang
d. Pendidikan : SLTP

2. Pertanyaan Wawancara

2. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana?

Jawab : Pernah denger, yang di TV itu yang untuk ngebantu rakyat miskin
ya. Dari TV, ada dari pak RT.

3. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini?

Jawab : Sangat terbantu ya. Soalnya bangunan saya ini, sudah 40 tahun.
Baru bisa dibenerin, soalnya kalo mau benerin sendiri ya. Kayanya sampe
sekarang juga belum mampu. Suami saya kerjanya serabutan, saya juga
cuma dagang gini. Soalnya waktu kita beli, ini rumah sudah bangunan tua.
Banyak yang dirombaklah. Jadi ini yang dirombak, atasnya aja. Balok–
baloknya uda keropos, terus itunya juga kalo kita mau benerin genteng.
Kita naik juga paur, jadinya teh kalo ujan ya kita biarin aja, kita tadahin
aja. Soalnya kalo mau keinjek, takut entar jadi nambah ini. Jadi, kaya
dikasih ini, bener–bener ya alhamdulillah. Bersyukur gitu. Sangat
membantu saya dan keluarga. Selain itu, saya juga mendapatkan bantuan
modal usaha sebelum bantuan yang ini. Alhamdulillah, modalnya untuk
membuka warung ini.
3. Apakah Ibu merasakan manfaat dari kegiatan ini ?

Jawab : Manfaatnya, sangat membantu saya, dan keluarga saya.


Adakalanya saya mengalami perubahan setelah mendapat bantuan dari
pemerintah. Misalnya suami saya tidak kawatir lagi kalo gak pulang
kerumah soalnya suka hujan angin. Soalnya suami saya suka pulang
kerumah tiga hari sekali dalam satu minggu, dia kerjanya diproyek jadi dia
ngerasa nyaman aja kalo sekarang gak pulang kerumah sama anak-anak
saya juga.

4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya?

Jawab : Pokoknya dibangun aja, jadi kita itu terima beres aja. Palingan kita
cuma nyuguhin aja buat pekerjanya itu. Pokoknya, tahu beres aja.

5. Apakah ada hambatan yang Ibu rasakan/terima dalam memperoleh

bantuan ini?

Jawab : enggak ada sih, alhamdulillah langsung gak dipersulit.

6. Menurut Ibu, ada apa tidak, kekurangan dan kelebihannya dalam program

ini?

Jawab : Kalo kelebihan gimana ya mau ngomonginnya, ya.....kalo


kekurangan, kalo saya mah. Alhamdulillah kemaren mah, kita uda sampe
beresnya aja. Dan itu, kelebihannya juga masih ada barang–barang sisa,
seperti batako, sedikit semen ada walau cuma sekilo dua kilo. Sisa
bahannya masih bisa digunain lagi. Soalnya, ga diambil lagi kan dikasihin
aja sama kita, gitu.

7. Menurut Ibu, apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?

Jawab : Kalo menurut saya ya, ya enggak ya. Kayanya ga semuanya itu
kan ini kan bantuan dari pemerinah yang berupa barang. Soalnya kalo ini
menerima bantuan semua, kan malu kalo dibantu terus. Anak saya tiga ini
juga dapet bantuan dari pemerintah.

8. Apa harapan Ibu kedepannya untuk perbaikan program ini?

Jawab : Yah kalo harapan saya mah mudah-mudahan program ini jadi
lebih baik lagi. Kalo bisa mah, kan banyak yang kaya saya tapi saya masih
mending keadaan ekonominya, kalo bisa diteruskan aja kan masih banyak
yang membutuhkan.

Wassalam

Ari
HASIL WAWANCARA

1. Identitas Informan
a. Nama : Bapak Sulaiman
b. Usia : 53 Tahun
c. Pekerjaan : Buruh Listrik
d. Pendidikan : SLTP

2. Pertanyaan Wawancara

1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?

Jawab : Tau dari pengurus RW aja sini. Kurang tau juga sih saya
singkatannya, program itu kan bantuannya, di TV pernah liat.

2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?

Jawab : Merasa terbantu juga.

3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?

Jawab : Manfaat??pembetulan rumah ajah… suasana tadinya ada


kekawatiran takut pas ujan. Ini diniding yang sebelah sana takut roboh,
karena dulu itu terbuat dari bilik. Sekarang mah udah gah takut lagi. uda
dibangun..

4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?

Jawab : Hanya bentuk barang–barang bangunan dan itu juga dikerjakan oleh
pekerjanya.

5. Apa hambatan yang Bapak/Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini?

Jawab : Kayanya tidak ada deh. Lancar–lancar saja. Alhamdulillah, saya


tidak dikenai biaya sepeserpun.
6. Apa kekurangannya?

Jawab : Kekuranganya apa yah...Dari bahan bangunan, karena memang


mungkin terbatas yah. Kelebihannya rumah saya jadi bagus tadinya dari
jelek atau bilik sekarang dari batako gak seluruhnya sii... tapi agak lebih
kuat.

7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?

Jawab : Saya kira dapat juga sih.

8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini?

Jawab : Dapat dilanjutkan saja... Sarannya, dalam penggunaan dananya saja


harus transparan... Biar saya jelas, apa saja yang didapatkan.

Wassalam

Sulaiman
HASIL WAWANCARA

1. Identitas Informan
a. Nama : Bapak Suherlan
b. Usia : 35 Tahun
c. Pekerjaan : Pengangguran
d. Pendidikan : SLTP

2. Pertanyaan Wawancara

1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?

Jawab : Sebelumnya tahu, ada, denger–denger dapet dari P2KP pada waktu
periode 2007, gelombang kedua, saya ikut kerja membantu membangun
rumah, jadi tau gitu lah.

2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?

Jawab : Ya gimana ya... Merasa terbantu juga sih... sebelumnya saya juga uda
menerima bantuan berupa modal usaha. tapi sampe saat ini, saya masih ada
tunggakan. kalo untuk renovasi rumah, alhamdulillah sudah beres. meskipun
tidak semuanya.

3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?

Jawab : Alhamdulillah merasakan sekali.

4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?

Jawab : Kalo jumlahnya, kalo untuk renovasi rumah?? kalo tidak salah Rp.
4.000.000,- tapi, katanya ada potongan buat administrasi Rp. 200.000,- Kalo
bentuknya ya... berupa barang-barang buat bangunan seperti, semen batako,
pasir, triplek, kaso.
5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini?

Jawab : Ada si kesulitannya, cuma ini aja belum beres, masih kurang ajah.

6. Apa kekurangannya?

Jawab : Kurang transparannya dana. Dari terima barang, kita ga ada yang tahu
kurang dari bon belanjaannya. Ini bantuankan dari kelurahan terus ke BKM ke
faskel dari faskel ke penerima manfaat, yah kekurangannya itu aja lah. Kurang
terbuka soal dana.

7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?

Jawab : Kalo pengurus-pengurusnya transparan sih dapet, tapi kalo ada


penyimpangan-penyimpangan pemotongan dana atau kurangnya transparansi
soal dana itu, saya rasa belum dapat.

8. Apa harapan Bapak, untuk perbaikan program ini?

Jawab : Harapannya sih untuk si penerima manfaat, dalam menerima


manfaaatnya belanjanya bareng agar transparansi dana lebih jelas.
Masukannya untuk yang dari BKM ini kan faskelnya ganti kalo gitu dari
BKMnya ganti juga tiap tahun. Soalnya gelombang pertama itu kasus, dikasih
bon kosong.

Wassalam

Suherlan
HASIL WAWANCARA

1. Identitas Informan
a. Nama : Bapak Surya
b. Usia : 43 Tahun
c. Pekerjaan : Buruh
d. Pendidikan : SD

2. Pertanyaan Wawancara

1. Apakah Bapak mengetahui adanya program P2KP? Darimana?

Jawab : Sebelumnya gag tau sih, iya, ada bedah rumah itu. Ini ajah tahunya
dari pengurus, juga dari pengurus RT.

2. Apakah Bapak merasa terbantu dengan adanya program ini?

Jawab : Ya merasa.

3. Apakah Bapak merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?

Jawab : Ya merasakan.

4. Berapa jumlah bantuan yang Bapak terima, dan apa bentuknya?

Jawab : kalo jumlahnya, kalo tidak salah Rp. 3.800.000,- Berupa barang
bangunan rumah, barang seperti triplek, senk, kayu.

5. Apa hambatan yang Bapak rasakan dalam memperoleh bantuan ini?

Jawab : Ga ada. Cuman dari sananya, anggarannya segini. Tapi kenyataannya


kalo ditotal gak nyampe segitu.
6. Apa kekurangannya?

Jawab : Kurang transparannya dana bantuannya, rumah saya kan yang


diperbaikin cuma atasnya aja.

7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?

Jawab : Ya tidak juga sih. Soalnya hanya seperti ini saja bantuannya. tidak
semuanya dibenerin. hanya atasnya aja rumah saya.

8. Apa harapan Bapak/Ibu, untuk perbaikan program ini?

Jawab : Supaya lebih ditingkatkan lagi bantuannya.

Wassalam

Surya
HASIL WAWANCARA

1. Identitas Informan
a. Nama : Ibu Nurhati
b. Usia : 40 Tahun
c. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
d. Pendidikan : SD

2. Pertanyaan Wawancara

1. Apakah Ibu mengetahui adanya program P2KP? Darimana?

Jawab : Tahu sering aja liat yang apa teh namanya rapat-rapat di madrasah.

2. Apakah Ibu merasa terbantu dengan adanya program ini?

Jawab : Ya... yang merasa, merasa. Tapi yang gak ya gak. Saya belum pernah
dapet, dan bantuan kesejahteraan juga belum dapet.

3. Apakah Ibu merasakan manfaatnya dari kegiatan ini?

Jawab : Manfaatnya ada sih, tapi saya belum pernah dapet.

4. Berapa jumlah bantuan yang Ibu terima, dan apa bentuknya?

Jawab : Gak ada, P2KP ini dari pemerintah kan. Nah saya dapet dana
pembetulan rumah ini juga dari P2KP.

5. Apa hambatan yang Ibu rasakan dalam memperoleh bantuan ini?

Jawab : Gak ada kesulitan sih, cuma lama aja pengajuannya dari agustus 2007
baru terima tahun 2008.
6. Apa kekurangannya?

Jawab : Gak ada sih, kalo kekurangan si ada, gak sempurna, gitu aja,
maksudnya gak dapet semua cuman ini ajah. Udah ajah sebelahnya juga ke
rehab tapi yang sebelah lagi itu belum di rehab. Pas-pasan ajah.

7. Apakah program ini dapat/tidak mengentaskan kemiskinan?

Jawab : bagaimana yah.. kalo saya sih ga juga. Soalnya belum pernah dapet
bantuan BOS, Program Keluarga Harapan, beasiswa buat anak saya..

8. Apa harapan Ibu, untuk perbaikan program ini?

Jawab : Mudah-mudahan susah apa yah ngomongnya,,,,gak bisa ngomong nya


gimana ya…yah lebih ditingkatkan lagi ajah. Lebih maju, lebih meningkat,
semoga semuanya lancar-lancar ajah.

Wassalam

Nurhati

Anda mungkin juga menyukai