Anda di halaman 1dari 34

TUGAS ISBD

MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP SERTA KESETARAAN GENDER

Disusun untuk memenuhi tugas

Dosen Pembimbing :

Karsidik, SE.,MM

Disusun oleh:

Dwi Arfiana Santi (19-22-201-067)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK SIPIL

2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ”Manusia Dan Pandangan
Hidup” dan dilanjutkan dengan “Kesetaraan Gender” . Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar .

Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen saya yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada saya
pribadi, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Tangerang, 20 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1&18
B. Rumusan Masalah........................................................................1&18
C. Tujuan..........................................................................................1&18
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembahasan 1.................................................................................3-12
Manusia dan Pandangan Hidup......................................................3-12
B. Pembahasan II...............................................................................16-28
Kesetaraan Gender.......................................................................16-28
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................32-33
B. Saran...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................34
BAB 1

PENDAHULUAN I

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan yang paling tinggi


derajatnya. Dikarenakan manusia memiliki akal, pikiran dan rasa. Ketiga kekayaan
manusia inilah yang membuat manusia disebut sebagai Khalifah di bumi ini. Tuntutan
hidup manusia lebih daripada tuntutan hidup makhluk lainnya yang membuat manusia
harus berpikir lebih maju untuk memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya di dunia,
baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang
disebut kebudayaan dan pandangan terhadap hidup.

Dalam hidip ini, pandangan hidup ternyata sangat penting, baik untuk
kehidupan sekarang maupun akan datang. Pandangan hidup merupakan bagian hidup
manusia, karena tidak ada seorang pun yang hidup tanpa pandangan hidup merkipun
tingkahnya berbeda-beda.
Menurut Koendjaraningrat, pandangan hidup adalah nilai-nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara selektif oleh para individu dan
golongan di dalam masyarakat. Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan dan
sikap hidup, semuanya itu tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan.
Dalam hidup ini kita sangat membutuhkan pandangan hidup, karena
pandangan hidup akan mengacu kita pada kehidupan yang lebih baik dan
memotifikasi kita untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah yang berjudul “manusia dan pandangan
hidup”, penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian pandangan hidup dan dari manakah sumber-


sumbernya?
2. Apakah komponen-komponen dari pandangan hidup?
3. Bagaimanakah yang dimaksud dengan manusia dan pandangan hidup?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah mengenai pentingnya pandangan hidup bagi anak


mempunyai tujuan antar lain :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
(ISBD)
2. Memberi pengetahuan dasar kepada para mahasiswa mengenai masalah
manusia dan pandangan hidup
3. Mahasiwa dapat mengetahui pentingnya pandangan hidup
4. Mahasiswa dapat menyebutkan manfaat pandangan hidup
BAB II
PEMBAHASAN I
A. PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP DAN IDEOLOGI

a. Pengertian Pandangan Hihup


Menurut Koentjaraningrat (1980) pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu dan golongan didalam
masyarakat. Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan dan sikap hidup. Sedangkan
menurut Manuel Kaisiepo 1982, pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak
ada seorang pun tang hidup tanpa pandangan hidup meskipun tingkatannya berbeda-beda.
Pandangan hidup mencerminkan citra dari seseorang karena pandangan hidup itu
mencerminkan cita-cita atau aspirasinya.
Apa yang dikatakan oleh seseorang adalah pandangan hidup karena dipengaruhi oleh
pola berfikir tertentu. Tetapi, terkadang sulit dikatakan sesuatu itu pandangan hidup, sebab
dapat pula hanya suatuidealisasi belaka yang mengikuti kebiasaan berfikir yang sedang
berlangsung di dalam masyarakat. Setiap Bangsa, Negara maupun manusia yang ingin berdiri
kokoh dan mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya
sangatmemerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup yang jelas, suatu Bangsa,
Negara maupun manusia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan
masalah-masalah yang timbul dalam gerak masyarakat yang semakin maju. Berpedoman
pada pandangan hidup itu pula seseorang akan mampu membangun dirinya.
Pandangan hidup cendrung diikat oleh nilai-nilai sehingga berfungsi sebagai pelengkap
dalam pembuatan, pembenaran atau rasionalisasi nilai-nilai. Pandangan hidup memberi
pandangan pada nilai-nilai yang dimilikinya sendiri baik Bangsa, Negara maupun manusia
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekat untuk mewujudkannya.

b. Sumber Pandangan Hidup


Macam-macam pandangan hidup dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu:
1) Pandangan hidup yang bersumber dari agama (pandangan hidup muslim). Pandangan hidup
ini memiliki kebenaran mutlak. Contoh, pandangan hidup muslim(orang islam) bersumber
dari Al-Quran dan sunnah (sikap, perkataan, dan perbuatan Nabi Muhammad SAW). Dengan
demikian maka pandangan hidup muslim yang setia kepada islamtentang berbagaimasalah
asasi hidup manusia, merupakan jawaban muslim yang islam oriented mengenai berbagai
persoalan pokok hidup manusia yang tersimpul dalam Al-Quran dan Hadits.
Pandangan hidup muslim terdiri atas:
a) Pedoman hidupnya ialah Al-Quran yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 2, yang
artinya: “Kitab Al-Quran tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang takwa”.
Dan sunnah Rasul (hadits), yang artinya: “Sesungguhnya aku tinggalkan untuk mu dua
perkara, tidak sekali-kali kamu tersesat sepanjang kamu berpegang pada keduanya, yaitu
kitab Allah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul (Hadits)”. (H.R. Malik)
b) Dasar hidup ialah Islam
c) Tujuan hidupnya:
Berdasarkan arahnya ialah:
1. Tujuan hidupnya yaitu mendapat keridhaan Allah SWT
2. Kebahagiaan dunia dan akhirat
3. Menjadi rahmat bagi segenap Alam
4. Ditinjau dari segi lingkungan
5. Tujuan sebagai individu
6. Tujuan sebagai anggota keluarga
7. Tujuan sebagai warga lingkungan
8. Tujuan sebagai warga Negara atau Bangsa
9. Tujuan sebagai warga dunia
10. Tujuan sebagai warga alam semesta
d) Tugas hidup muslim adalah beribadah kepada Allah
e) Fungsi hidup muslim adalah:
 Sebagai khalifah diatas bumi, yaitu menerjemahkan segala sifat-Nya kedalam perikehidupan
dan kehidupan sehari-hari dalam batas-batas kemanusiaan (kemampuan), melaksanakan
segala yang diridhai Allah diatas persada buana ciptaan Allah, yaitu yang tercantum dalam
surat Al-Baqarah ayat 30.
 Sebagai fungsi risalah atau penerus risalah (ajaran) Nabi, pengembang tugas dakwah kepada
segenap umat manusia, yaitu yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 104.
f) Alat hidup muslim adalah harta menda dan segala sesuatu yang dimilikinya, jiwa-raga dan
sebagainya
g) Teladan hidupnya adalah Nabi Muhammad SAW utusan Allah SWT., yang dijelaskan dalam
Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4, dan dalam Hadits yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia yang utama”.
h) Kawan hidup muslim dalam arti khusus adalah sumu/ istri yang taat kepada Allah yang
tercantum dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 34, Al-A’raf ayat 189, At-Taubah ayat 71, dan
surat Ar-Rum ayat 21.
i) Lawan hidup muslim adalah setan yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 168, dan
bangsa jin serta manusia yang tercantum dalam surat An-Nas ayat 4-6.
2) Pandangan hidup yang bersumber dari ideologi merupakan abstaksi dari nilai-nilai budaya
suatu negara atau bangsa. Misalnya ideologi pancasila
3) Pandangan hidup yang bersumber dari hasil renungan seseorang sehingga dapat merupakan
ajaran atau etika hidup. Misalnya aliran kepercayaan seperti agama Animisme, Kong Chu,
Sinto, Budha, Hindu, Angtingkan, dll.

c. Ideologi
Menurut William J. Goode, dalam bukunya Vocabulary for Sosiology (1959) ideologi
mengandung dua hal. Yaitu:
1) Unsur-unsur filsafat yang digunakan, atau usulan-usulan yang digunakan sebagai dasar untuk
kegiatan.
2) Pembenaran intelektual untuk seperangka norma-norma, seperti kapitalisme dan sebagainya.
Ideologi merupakan komponen dasar terakhir dari sistem-sistem dasar kepercayaan dan
petunjuk hidup sehari-hari. Sesuatu ideologi bagi masyarakat tersusun dari tiga unsur, yaitu:
a) Pandangan hidup (world view)
b) Nilai-nilai (value)
c) Norma-norma (lenski, 1974)
Pandangan ini menunjukkan bahwa pandangan hidup itu merupakan bagian dari
ideologi. Kebudayaan dapat membuat kemungkinan-kemungkinan menjawab pertanyaan
mengapa (why) tentang sesuatu dari kehidupan. Untuk menjawabnya, masyarakat
mengepresikan hasil kebudayaan untuk mencapai beberapa pengertian. Dalam kenyataan
ternyata ilmu pengetahuan mampu menjawap pertanyaan mengapa (why)-nya sesuatu, tetapi
sekaligus mengundang pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.
Pada abad ke-18 dan pada awal ke-20 banyak orang berfikir bahwa ilmu
pengetahuandapat menggantikan semua kedudukan ideologi (termasuk pandangan hidup) dan
merupakan pelengkap terakhir dari keterbatasab pandangan hidup. Sudah mafhum bahwa
sains modern telah memikirkan segala sesuatu, bahkan mendidik pribadi untuk bersikap
mengambil sejumlah kemudahan dalam rumuskan pandangan hidupnya. Tetapi, lambat laun
sains tidak dapat menghasilkan kreasinya, dalam kenyataan ia menghindar dari soal-soal yang
berdasar tentang realitas.
Dalam ideologi tindak hanya ada norma dan pandangan hidup, tetapi ada nilai-nilai.
Hanya yang penting ialah nilai-nilai itu cendrung mengikat pandangan hidup. Pandangan
hidup merupakan pelengkap nilai-nilai dalam membuat pembenaran atau rasionalisasi untuk
nilai-nilai, seperti untuk melakukan suatu kegiatan; pandangan hidup memberi semangat
kepada nilai-nilai.
Dari uraian diatas, nampak pada kita bahwa ideologi lebih luas dari pada pandangan
hidup. Ideologi biasanya tidak dipakai dalam hubungan individu. Ideologi digunakan dalam
konteks yang lebih luas, seperti ideologi negara, ideologi masyarakat atau ideologi kelompok
tertentu. Tetapi, lahirnya suatu Ideologi dapat disusun secara sadar oleh tokoh-tokoh pemikir
suatu masyarakat atau golongan tertentu dari masyarakat, yang diperuntukan bagi
masyarakat.

B. MAKNA CITA-CITA
Cita-cita adalah suatu keiginan yang terkandung didalam hati, karena itu cita-cita juga
berarti angan-angan, keiginan, harapan, atau tujuan.
Cita-cita tidak dapat dipaksakan dari kehidupan manusia, karena tanpa cita-cita berarti
manusia tanpa dinamika. Tidak ada dinamika berarti tidak ada kemajuan dan hidup asal
hidup saja. Itu sebabnya sikap hidup hanya menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak
hasil seni yang melukiskan cita-cita, kebajikan dan sikap hidup seseorang. Cita-cita sering
lkali berupa perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang tidak ada dalam hati. Cita-
cita diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat, atau harapan, keinginan ada
yang baik dan ada yang buruk, keinginan yang baik adalah keinginan yang dicapai dengan
tidak merugikan orang lain. Keinginan buruk adalah keinginan yang dapat merugikan orang
lain.
Cita-cita berarti harapan, keinginan, dan tujuan. Contoh cata-cita yang berarti harapan.
Misalnya, Adi mendapat nilai C bukan main kecewanya, ia mengharapkan nilai A, sebab
pesiapan untuk final yang dilaksanakannya cukup lama dan ia merasa telah menguasai benar-
benar materi yang diujikan.
Cita-cita yang berarti keinginan. Maya ingin sekali melanjutkan studinya UGM. Ia
mendaftar dan mengikuti testing masuk perguruan tinggi. Ternyata tidak lulus sehingga ia
tidak dapat melanjutkan studinya di UGM.
Contoh cita-cita tang berarti tujuan, Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan
sekolahnya di Jakarta, ikut pamannya. Ternyata tamat SMA, pamannya dipindah tugaskan
keluar jawa. Hal itu menyebabkan Nana tidak jadi melanjutkan sekolahnya di Jakarta.
Ada tiga katagori keadaan hati seseorang.
a. Orang yang berhati keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak
menghiraukan rintangan, tantangan dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang yang
berarti keras biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
b. Orang yang berhati lunak dalam usaha mencapai cita-cita menyesuaikan diri dengan situasi
dan kondisi. Namun ia tetap berusaha mencapai cita-cita itu, karena itu biarpun lambat ia
akan berhasil juga mencapai cita-cita.
c. Orang yang lemah, mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi bila menghadapi kesulitan
cepat-cepat ia berganti haluan atau berganti keinginan.

C. MAKNA KEBAJIKAN
Kebajikan dapat diartikan kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan,
keselamatan, keuntungan, kemakmuran dan kebahagiaan. Manusia berbuat kebaikan karena
menurut kodratnya, manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dengan kesucian
jiwanya itu mendorong hati nuraninya untuk berbuat kebaikan. “sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan”. (Q. S AN-Nahl = 90).
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua
unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena pribadi merupakan, manusia mempunyai
pendapai sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya.
Manusia merupakan makhluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling
membutuhkan, saling tolong menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membanci, saling merugikan dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk tuhan, diciptakan manusia dapat berkembang karena Tuhan. Untuk
itu manusia di lengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya seperti
tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
Kebajikan dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
a. Manusia sebagai pribadi; dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk itu
adalah suara hati. Suara hati bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak.
Jadi, suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah
memilih yang baik, namun manusia sering kali tidak mau mendengarkannya.
b. Manusia sebagai anggota masyarakat; yang menentukan baik buruk adalah suara hati
masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat
menganggap baik.
c. Manusia sebagai makhluk Tuhan; melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya.
Kebajikan berasal dari dua sumber yaitu:
a. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini (Q. S AL-Baqarah: 30)
b. Allah Yang Maha Kuasa, yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya.
Kebajikan Tuhan adalah berupa karunia-Nya. Bagi orang yang tidak beriman kepada
Tuhan, mereka tidak percaya adanya kebajikan yang berasal dari karunia-Nya, tetapi bagi
orang yang beriman, ia percaya bahwa kebajikan manusia adalah karena karunia-Nya juga,
manusia hanya sebagai perantaraannya saja.
Kebajikan dapat dikelompokkan dalam tiga, yaiu:
a. Kebajikan yang berupa tingkah laku, misalnya sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW
merupakan Rahmatan Lil’alamin.
b. Kebajikan yang berupa benda-benda, misalnya harta kekayaan, bila tidak diamalkan maka
harta tersebut hanya berjasa bagi pemiliknya saja, bila diamalkan harta demikian berfungsi
untuk sosial.
c. Kebajikan yang berupa benda yang tak berwujud, misalnya ilmu pengetahuan, kemampuan
dan keahlian untuk menciptakan sesuatu.
Pepatah mengatakan bahwa. “Ilmu yang tidak di amalkan ibarat pohon yang tidak
berbuah”. Tetapi ilmu yang diamalkan memiliki makna kebajikan dan keutamaan yang dalam
sekali. Nabi Muhammad SAW bersabda “Barang siapa yang di kehendaki baik oleh Allah
maka ia di pintarkan dalam hal keagamaan dan diilhami oleh-Nya kepandaian dalam hal
itu”. (H. R Bukhari, Muslim, Tabrani).
Hadits diatas menjelaskan bahwa betapa tinggi nilai ilmu pengetahuan itu sehingga
dipersamakan seiring dengan derajat kenabian, betapa pula rendahnya suatu amalan yang
sunyi dari ilmu pengetahuan, sekalipun yang beramal ibadat itu tentunya tidak terlepas dari
pengetahuan cara ibadat yang senantiasa di kekalkan mengerjakannya, maka jika tanpa
pengetahuan cara peribadatannya pastilah bukan ibadat namanya.
Contoh seperli wasiat Luqman kepada anaknya: “Hai anak ku, pergaulilah para alim
ulama dan rapatilah mereka itu dengan kedua lutut mu, sebab sesungguhnya Allah SWT
menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi dengan
hujan lebat dari langit”.
Hidup adalah kegelapan
Jika tanpa hasrat dan keinginan
Hasrat adalah butang
Jika tanpa pengetahuan
Dan pengetahuan adalah hampa
Jika tidak diikuti pelajaran
Semua pelajaran akan sia-sia
Jika tidak disertai cinta
(KAHLIL GIBRAN)

D. KEPERCAYAAN/ KEYAKINAN
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution (bahan ceramah pada perantaran pengajar Ilmu
Budaya Dasar di Bukit Tinggi, 1981), menurut beliau ada tiga aliran filsafat:
a. Aliran Naturalisme
Hidup manusia dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi.
Kekuatan gaib itu dari natur, dan natur itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada
Tuhan, natur itulah yang tinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum-
hukumnya, secara mutlak di kuasai Tuhan. Manusia sebagai makhluk tidak mampu
menguasai alam ini karena manusia itu lemah, manusia hanya dapat berusaha dan berencana
tapi yang menentukannya adalah Tuhan.
Bagi yang percaya pada Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi. Manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan, karena itu manusia mengabdi pada ajaran-ajaran Tuhan yaitu agama.
Ajaran agama ada dua yaitu:
 Ajaran agama yang dogmatis yaitu yang di sampaikan Tuhan melalui Nabi-Nabi, sifatnya tetap
dan tidak berubah
 Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama, yaitu sebagai hasil pemikiran manusia, sifatnya
relatif (terbatas) dan berubah sesuai dengan perkembangan agama.
Apabila aliran naturalisme ini di hubungkan dengan pandangan hidup maka keyakinan
manusia itu bermula dari Tuhan. Jadi, pandangan hidup yang dilandasi oleh ajaran-ajaran
agama, manusia yakin bahwa kebajikan itu di ridhai oleh Tuhan. Pandangan hidup yang
dilandasi bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang menentukan segala-galanya disebut
pandangan hidup keagamaan (religius), sebaliknya apabila manusia tidak mengakui adanya
Tuhan, natur adalah kekuatan tertinggi, maka keyakinan itu berasal dari natur dan pandangan
hidup yang dilandasi oleh natur, manusia yakin bahwa kebajikan itu kebajikan natur dan
pandangan hidup ini sifatnya ateistik. Disebut pandangan hidup komunisme.
b. Aliran Intelektualisme
Dasar aliran ini adalah akal atau logika. Manusia mengutamakan akal, dengan akal
manusia berfikir. Mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun mungkin
bertentangan dengan hati nurani . akal berasal dari bahasa Arab yang artinya Kalbu yang
berpusat dihati, sehingga timbullah istilah “Hati Nurani” artinya daya rasa.
Apabila aliran ini di hubungkan dengan pandangan hidup, maka keyahinan manusia itu
bermula dari akal. Jadi, pandangan hidup itu dilandasi oleh keyakinan, kebenaran yang
diterima akal. Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya
dapat diperoleh dengan akal.
c. Aliran Gabungan
Aliran gabungan adalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan
yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal
adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai
dengan akal, baik sebagai logika berfikir maupun sebagai lohika rasa. Jadi, apa yang benar
menurut logika berfikir, juga dapat diterima oleh hati nurani. Logika berfikir tidak ditekankan
pada logika berfikit individu, melainkan logika berfikir kolektef (masyarakat) pandangan
hidup ini adalah disebut sosialisme akal dalam arti baik sebagai logika berfikir maupun
sebagai daya rasa, logika berfikir secara individual maupun kolektif. Pandangan hidup ini
disebut sosialisme religius. Dua pandangan hidup ini terdapat perbedaan pokok. Pandangan
hidup sosialisme menekan pada logika berfikir kolektif, sedangkan pandangan hidup
sosialisme religius menekan pada logika berfikir kolektif dan individual. Pandangan hidup
sosialisme mengutamakan logika berfikir dari pada hati nurani, sedangkan sosialisme religius
mengutamakan kedua-duanya, logika berfikir dan hati nurani.

E. MAKNA SIKAP HIDUP


Sikap hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu bisa positif,
bisa negatif, apatis atau sikap optimis atau persimis, bergabung pada pribadi orang itu dan
juga lingkungannya.
Sikap itu penting, setiap orang mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang
berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya.
Pembentukan sikap ini terjadi melalui pendidikan. Seperti halnya orang militer yang bersikap
tegas, berdisiplin tinggi, sikap kesatria, karena dalam kemiliteran ia dididik kearah sikap itu.
Sikap dapat juga berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan.
Dalam menghadapi kehidupan, yang berarti manusia menghadapi manusia lain atau
menghadapi kelompok manusia, ada beberapa sikap etis dan nonetis. Sikap etis ini disebut
juga sikap positif yaitu sikap lincah, sikap tenang, dikap halus, sikap berani, sikap arif, sikap
rendah hati dan sikap bangga.
Sikap nonetis atau negatif ialah sikap kaku, sikap gugup, sikap kasar, sikap takut, sikap
angkuh, sikap rendah diri. Sikap-sikap itu harus di jauhkan dari diri pribadi, karena sangat
merugikan baik bagi pribadi masing-masing maupun bagi kemajuan bangsa.
Dalam berbagai perpustakaan, khususnya yang menelaah sikap manusia, ada semacam
kesepakatan bahwa sikap tidak lain merupakan produk dari proses sosialisasi dimana
seseorang berarti bahwa sikap seseorang terhadap objek tertentu pada dasarnya merupakan
hasil penyesuaian diri seseorang terhadap objek yang bersangkutan dengan dipengaruhi oleh
lingkungan susial serta kesediaan untuk bereaksi terhadap objek tersebut
Dalam kurun waktu setengah abad terakhir inipengkajian terhadap sikap manusia,
khususnya yang dilakukan oleh disiplin spikologi sosial, ada yang mengatakan sikap
berpangkal pada pembawaan atau kepribadian, ada yang menempatkan sikap sebagai motif
atau sesuatu kontruk yang mendasari tingkah laku seseorang, dan ada pula yang
mengidentikkan sikap sengan keyakinan, kebiasaan, pendapat atau konsep-konsep yang
dikembangkan oleh seseorang. Bahwa mengidentifikasi sikap tidak dapat dilihat secara
langsung akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih
tertutup. Secara operasional pengertian sikap menunjukkan konotasi ada kesesuaian reaksi
terhadap katagori stimulus tertentu, sementara dalam penggunaan praktis sikap sering kali
dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat emosional.
Menurut T. M. Newcomb, sikap manusia bukanlah suatu kontruk yang berdiri sendiri,
akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan yang lain, seperti
dorongan, motivasi, nilai-nilai sikap. Dorongan adalah keadaan organisme yang
menginisiasikan kecendrungan kearah aktivitas umum. Motivasi adalah kesiapan yang
ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku dan bermotivasi. Sikap adalah
kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku bermotivikasi, sedangkan nilai-nilai adalah
sasaran atau tujuan yang bernilai terhadap berbagai pola sikap dapat.
Menurut Van Peursen dalam bukunya strategi kebudayaan mengenai aktualisasi sikap
manusia dari zaman ke zaman dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan tersebut, melihat
adanya 3 periode peralihan yang mencolok yang dialami manusia pada umumnya. Ketiga
pagiode itu adalah:
a. Tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan
gaib disekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan
b. Tahap antiologi ialah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan, ia menyusun
suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikatnya segala sesuatu (antologi) dan mengenai
segala sesiatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu)
c. Tahap fungsianal ialah sikap dan alam pikiran yang makin nampak dalam diri manusia
modern. Ia tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungan (sikap mitis), ia tidak lagi dengan
kepala dingin ambil jarak terhadap objek penyelidikannya (sikap antologis).
Sementara itu Franz Magnis Suseno melihat adanya dua bahaya yang terjadi kendala
bagi manusia dalam upaya memenuhi ataupun mempertahankan sikap hidup, kedua bahaya
yang dimaksud adalah nafsu dan pamrih.
Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar yang bisa menggagalkan kontrol diri manusia
dan sekaligus membelenggunya secara buta secara lahir. Nafsumemperlemah manusia karena
pemborosan kekuatan-kekuatan batin tanpa guna. Seseorang yang dikuasai nafsu, boleh jadi
tidak lagimenuruti akal budinya, tidak bisa lagi mengembangkan segi-segi halusnya, semakin
mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik dan ketegangan-ketegangan dalam
masyarakat dan pada instansi terakhir, membahayakan ketentraman.
Pamrih dan egoisme juga menjadi musuh manusia. Ini bias dimengerti mengingat
seseorang yang bertindak lantaran pamrih semata-mata biasanya cendrung mengusahakan
kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan masyarakat. Dilihat dari kacamata
sosial pun pamrih itu selalu mengacau karena merupakan tindakan tanpa perhatian terhadap
keselarasan sosial. Selain itu pamrih sekaligus memperlemah manusia dari dalam, karena
sikap yang mengajar pamrih biasanya akan memutlakkan kekuatannya sendiri. Dengan
demikian itu ia mengisolasikan dirinya sendiri dan memotong diri dari sumber kekuatan
batin yang tidak terletak dalam individualitasnya, melainkan dalam dasar yang
mempersatukan semua kekuata pada dasar jiwa mereka.
Menurut Soetrisno dalam bukunya Falsafah Hidup Pancasila sebagaimana tercermin
Falsafah Hidup Orang Jawa, ia melihat adanya tiga, yaitu:
a. Selalu ingin menang sendiri
b. Selalu ingin benar sendiri
c. Hanya mementingkan kebutuhannya sendiri
Selain yang tertera diatas ada juga sikap lain yang dianggap kurang baik, yaitu
kebiasaan untuk menarik keuntungan sendiri dari setiap situasi tanpa memperhatikan
masyarakat kecendrungan untuk memperoleh hak yang lebih dibanding orang lain dengan
alasan juga yang diberikannya.

F. MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP


Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri
manusia itu. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan
dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut adalah pandangan
hidup. Disatu pihak manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks.
Pandangan hidup berupa suatu penggaris yang mungkin dapat dinyatakan dengan kata-
kata sebagai rumusan juga dapat dikatakan rumusan:
a. Orang yang sulit menyusun perasaan, pikiran dan kejiwaan.
b. Juga karena ia sendiri menyadari bahwa mungkin ia dapat berbuat/ bertindak yang melanggar
prinsip-prinsip yang dikatakan.
c. Dan khawatir kalau ada kritik besar dan penyelewengan pandangan hidup dari anak-anak
atau orang yang di bimbing.
Menurut Drijarko S. J. Mengatakan bahwa manusia itu serba terhubung dengan dunia
jasmani sekitarnya, terhubung erat dengan masyarakat dan akhirnya manusia itu tergantung
seluruhnya pada yang ada, yang mutlak, yaitu Tuhan.
Pandangan hidup adalah Filsafat hidup. Sesuai dengan arti filsafat yaitu cinta akan
kebenaran tentulah bentuk kebenaran yang akan dicapai kebenaran yang dapat diterima oleh
siapa saja.
Kesadaran akan kelemahan dirinya memaksa manusia mencari kekuatan diluar dirinya.
Dengan kekuatan ini manusia berharap dapat terlindung dari ancaman-ancaman yang selalu
mengintai dirinya, baik yang fisik maupun yang non fisik, seperti penyakit, bencana alam,
kegelisahan, ketakutan.
Banyak orang yang pandangan hidupnya didasari pandangan-pandangan hidup untuk
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya; pada waktu mudanya, tetapi disaat-saat
mendekati kematiannya mulai berbuat seperti orang-orang yang hidup beragama.
Jadi pandangan hidup merupakan keseluruhan garis dan kecendrungan jalan-jalan dan
nilai-nilai yang akan dicapaiuntuk landasan semua dimensi kehidupan. Dengan demikian
bahwa pandangan hidup merupakan masalah yang asasi bagi manusia. Sayangnya manusia
tidak memahami dan menyadarinya, sehingga banyak orang yang memeluk sesuatu agama
semata-mata atau sadar keturunan. Akibatnya banyak orang yang beragama hanya pada
lahirnya saja dan tidak sampai batinnya, atau sering dikenal dengan agama KTP. Padahal
urusan agama adalah urusan akal, seperti dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW: “Agama
adalah akl, tidak ada agama bagi orang-orang yang tidak berakal”.
Maksud Nabi Muhammad SAW tersebut adalah agar manusia dalam memilih suatu
agama benar-benar berdasarkan pertimbangan akalnya, dan bukan semata-mata karena asas
keturunan. Hal ini di tegaskan dalam firman Allah SWT, surat Al-Baqarah ayat 236 yang
artinya: “Tidak ada paksan untuk memasuki suatu agama, sesungguhnya telah jelas antara
jalan (agama) yang benar dan jalan (agama) yang salah”.
Dalam firman Allah SWT itu tersirat bahwa betapa Dia menghargai akal manusia. Dia
hanya menawarkan atau mendorongkan ini yang baik dan ini yang buruk. Akhir keputusan
terserah kepada manusia, sebab manusia mempunyai akal. Dan Allah SWT telah berfirman
dalam surat Ali Imran ayat 19 yang artinya: ”Agama yang benar bagi Allah itu hanyalah
Islam”. Namun agama apa yang akan dipilih oleh manusia sebagai sandaran hidupnya,
diserahkan hidupnya kepada manusia itu sendiri.
Pandangan hidup ternyata sangat penting, baik untuk kehidupan sekarang maupun
kehidupan di akhirat, dan sudah sepantasnya setiap manusia memilikinya. Maka pilihan
pandangan hidup harus betul-betul berdasarkan pilihan akal, bukan sekedar ikut-ikutan saja.
Pandangan hidup berbeda dengan cita-cita. Cita-cita misalnya:
 Ingin punya istri cantik, terpelajar tapi setia
 Ingin punya suami tinggi, tampan (simpatik), pilot dan setia
 Ingin jadi insinyur, doktor, atau pilot
 Ingit hidup selamat, bahagia alis tidak kekurangan apapun
Sedangkan pandangan hidup:
 Hidup bahagia, sejahtera
 Hidup sejahtera, penuh kebahagiaan dan cinta kasih
 Hidup panjang umur untuk sanad kerabat dan dirinya serta bahagia, penuh cinta kasih

BAB I
PENDAHULUAN II

A. Latar Belakang
Gender, merupakan istilah yang baru dalam islam, karena sesungguhnya gender
sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di barat pada sekitar ± tahun 1980. Digunakan
pertama kali pada sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peran wanita saat
itu. Islam sendiri tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak membedakan
kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender dalam islam. Islam
mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama.
Hal itu sesuai dengan mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang kami dapat, yang
kemudian kami diskusikan sekelompok dengan menggali beberapa pengetahuan dari berbagai
referensi yang mendukung dan berkaitan hal tersebut, “Gender Dalam Islam”, dari tema
tersebut kemudian muncul judul makalah yang berjudulkan “Tantangan Keadilan Gender
Dalam Islam”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dijadikan ukuran dalam makalah ini antar lain sebagai berikut
:
1. Apa pengertian gender?
2. Apa konsep-konsep gender?
3. Meliputi apa saja permasalahan gender?
4. Seperti apa ketidakadilan gender itu?
5. Apakah gender dalam islam itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian gender dalam berbagai aspek.
2. Untuk mengetahui konsep- konsep gender.
3. Mengetahui segala permasalahan yang bekaitan dengan gender.
4. Mencari kebenaran tentang keadilan dalam gender.
5. Memperluas pengetahuan gender dalam pandangan islam

BAB II
PEMBAHASAN II

A. Pengertian Gender
Secara etimologis, gender itu berasal dari bahasa latin “GENUS” yang berarti jenis
atau tipe (androsexo, Google.com). Sedang dalam Kamus Bahasa Inggris dan Indonesia
mempunyai arti “jenis kelamin” (kamus kontemporer, 2001:186), Sedang dalam kamus
Bahasa Arab kata yang di artikan sebagai gender sendiri mengalami banyak
perdebatan/penolakan dikalangan cendekiawan ataupun ulama’ islam sendiri, karena
sesungguhnya kata tersebut bukanlah berasal dari akar kata bahasa Arab, melainkan berasal
dari bahasa Yunani (Androsexo, Google.com).
Sedangakan secara terminologis gender artinya suatu konsep, rancangan atau nilai
yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran perempuan
dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat, yang oleh masyarakat kemudian
dibakukan menjadi budaya dan seakan tidak lagi bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki
dan itu yang tepat bagi perempuan. Dan kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum,
politik, ekonomi, dan sebagainya. Atau dengan kata lain, gender adalah nilai yang
dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam bawah sadar kita seakan
mutlak dan tidak bisa lagi diganti. Menurut Women’s Studies Encyclopedia dalam buku Din
Al-Islam, gender berarti suatu konsep kultur yang berupaya membuat perbedaan dalam hal
pesan, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyararakat (Vita Fitria, 2008:160).
Gender diartikan pula sebagai perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara
laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan jaman (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Dalam pandangan lain, gender diartikan sebagai himpunan luas karakteristik yang
terlihat untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan, membentang dari seks biologis,
pada manusia, peran sosial seseorang atau identitas gender.
Gender itu sendiri merupakan kajian perilaku atau pembagian peran antara laki-laki
dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu.
Tidak hanya itu, bahkan lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja
memberikan peran (perilaku) yang sehingga membuat kita berpikir bahwa memang
demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan, dan seakan-akan kita
menganggapnya sebagai kodrat.
Contohnya di sekolah dasar, yang mana dalam buku bacaan pelajaran juga
digambarkan peran-peran jenis kelamin, seperti “Bapak membaca koran, sementara Ibu
memasak di dapur”. Peran-peran hasil bentukan sosial-budaya inilah yang disebut dengan
peran jender. Peran yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin. Apa yang
“pantas” dan “tidak pantas” dilakukan sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
Dari beberapa difinisi tersebut, perlu dipahami bahwa untuk memahami konsep
gender harus di bedakan kata gender dengan kata sex. Meskipun secara etimologis
mempunyai arti yang sama yaitu jenis kelamin, namun secara konseptual, dua hal tersebut
sangatlah berbeda. Secara umun sex digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki
dan perempuan secara biologis, yang meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam
tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya (Vita Fitria, 2008:161).
Seks merupakan jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan, seperti perempuan memiliki
vagina, payudara, rahim, bisa melahirkan dan menyusui sementara laki-laki memiliki jakun,
penis, dan sperma, yang sudah ada sejak dahulu kala. Sedangkan gender menyangkut
perbedaan fungsi, dan peran (Nasaruddin Umar, 2002:15).

Berikut table perbedaan antara gender dengan sex :


Gender Seks (jenis kelamin)
- Bisa berubah - Tidak bisa berubah
- Dapat dipertukarkan - Tidak dapat dipertukarkan
- tergantung musim - Berlaku sepanjang masa
tergantung budaya masing- masing - Berlaku di mana saja
Bukan kodrat (buatan masyarakat) Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan
menstruasi, hamil, melahirkan,
menyusui.
Dalam teori nurture dijelaskan tentang adanya perbedaan perempuan dan laki-laki,
namun pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran
dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan
terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

B. Konsep-Konsep Gender
Agama mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan
alamnya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender
dalam masyrakat, tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos
(manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat mencapai
derajat abid sesungguhnya.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan
ayat Al-Qur’an atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif di dalamnya. Sebaliknya
Al-Qur’an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai
profesi.
Dalam buku karangan Mansur Fakih dijelaskan, bahwa Semua hal yang dapat
dipertukarkan antara sifat atau aktifitas perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari
waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang
kemudian di kenal dengan konsep gender (Vita Fitria, 2008:162).
Sebenarnya kondisi ini tidak ada salahnya. tetapi akan menjadi bermasalah ketika
peran-peran yang telah diajarkan kemudian menempatkan salah satu jenis kelamin (baik laki-
laki maupun perempuan) pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena tidak semua laki-
laki mampu bersikap tegas dan bisa ngatur, maka laki-laki yang lembut akan dicap banci.
Sedangkan jika perempuan lebih berani dan tegas akan dicap tomboi. Tentu saja hal ini tidak
cocok dan memberikan tekanan.
Dengan demikian, keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan
laki-laki untuk dapat mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa
dan negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang
memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan (kapasitasnya
sebagai hamba laki-laki dan perempuan masing-masing akan mendapatkan penghargaan dari
Tuhan sesuai dengan pengabdiannya). Dalam surat An-Nahl (16): 97;
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Dan dalam surat al-qur’an yang lain pun juga di jelaskan, diantaranya yaitu surat Al-A’raf (7):
22, 165, dan 172.
Ayat-ayat tersebut diatas mengisyaratkan tentang konsep kesetaraan dan keadilan
gender serta memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spiritual
maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja.
Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yan sama meraih prestasi yang optimal.
Dalam Al-Qur’an sendiri sudah dijelaskan dengan tujuannya, yaitu mengharapkan
terwujudnya keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi
kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al-
Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok etnis, warna
kulit, suku bangsa, kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin.

C. Permasalahan Gender
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi persoalan sepanjang tidak memunculkan
ketidakadilan, namun perlu diperhatikan juga mengenai terjadinya ketidakadilan gender (Vita
Fitria, 2008:162).
Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem
(struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi
korban. Hal ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang
peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak,
walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh perempuan.
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat
serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, diantaranya yaitu:
1. Stereotip/Citra Baku
Yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan
pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan
dianggap ramah, lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman
Kanak-kanak; kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki-laki ramah dianggap
perayu (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Sementara itu dalam buku lain diumpamakan stereotipe yang berawal dari asumsi
bahwa perempuan bersolek adalah untuk memancing perhatian laki-laki. Dalam buku
karangan Mansur Fakih dikatakan bahwa setiap ada kasus pelecehan seksual atau
pemerkosaan selalu di kaitkan dengan stereotipe ini, yang berakbat, perempuanlah yang
disalahkan oleh masyarakat (Vita Fitria, 2008:163).
2. Subordinasi/Penomorduaan
Yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau
dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu,
perempuan mengurus pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang
rumah” atau “teman yang ada di belakang” (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
3. Marginalisasi/Peminggiran
Adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari
arus/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi
menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh
mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh lakilaki (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
4. Beban Ganda/Double Burden
Yaitu suatu perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan
bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Mengapa Beban
Ganda bisa terjadi? Berbagai observasi menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan
hampir 90 persen dari pekerjaan dalam rumah tangga. Karena itu, bagi perempuan yang
bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik, mereka juga masih harus
mengerjakan pekerjaan domestic (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).
Dalam buku karangan Mansur Fakih dikatakan bahwa kaitanya ini belum terfikirkan
bagaimana bila perempuan bekerja, otomatis beban kerja akan semakin berat, dan ahirnya ada
pelimpahan kerja domestic worker (pekerja rumah tangga) yang mayoritas adalah kaum
perempuan juga (Vita Fitria, 2008:164).
5. Kekerasan/Violence
Yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang, sehingga kekerasan
tersebut tidak hanya menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik
(pelecehan seksual, ancaman, paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempat kerja,
tempat-tempat umum (Sri Sundari Sasongko, 2009:7).

D. Ketidakadilan Gender/Bias Gender


Ketidakadilan gender itu biasanya dikaitkan karena adanya implementasi yang salah
terhadap ajaran agama, dan juga di sebabkan oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan,
budaya dan tradisi yang patriarkat didalam masyarakat, sehingga menimbulkam sikap dan
prilaku individual yang secara turun-temurun menentukan status kaum perempuan dan
ketimpangan jender tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan mitos-mitos salah yang
disebarkan melalui nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan
kaum lelaki dan melemahkan kaum perempuan (Abdul Mu’thi, 2002:54).
Adapun pandangan dasar atau mitos-mitos yang menyebabkan munculnya
ketidakadilan terhadap perempuan adalah :
1. Keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sehingga perempuan
dianggap sebagai mahluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa kehadiran laki-laki.
karenanya keberadaan perempuan hanya sebagai pelengkap dan diciptakan hanya untuk
tunduk di bawah kekuasaan laki-laki.
2. Keyakinan bahwa perempuan sebagai sumber dari terusirnya manusia (laki-laki) dari surga,
sehingga perempuan dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik, bahkan lebih jauh lagi
perempuan dianggap sebagai sumber malapetaka (Zuhad Masduki, 2002:26).
Bias gender yang mengakibatkan kesalahpahaman terhadap ajaran agama terkait
pula dengan hal-hal lain seperti: Pembakuan Tanda Huruf, Tanda Baca dan Qira’ah,
Pengertian Kosa Kata (Mufradat), dan lain-lain (Nasaruddin Umar, 2002:15).
Bias tersebut tercermin dalam tata bahasa Arab seperti setiap nama (isim) dalam
bahasa Arab selalu berjenis kelamin (mudzakkar atau mu’annats), bisa secara hakiki maupun
majazi. Sebagaimana seseorang tidak bisa mengabaikan kelas sosial ketika berbicara bahasa
jawa, aturan di atas menyebabkan seseorang tidak bisa menghindari klasifikasi laki-laki dan
perempuan dalam berbahasa Arab karena dalam bahasa ini tidak ada nama yang netral
(Nasaruddin Umar, 2002:16).
Sebagai pemakai bahasa Arab, teks Al-Qur’an juga mengikuti ketentuan ini,
sehingga Allah sebagai Dzat yang tidak berjenis kelamin pun mempunyai nama yang berjenis
kelamin, yaitu mudzakkar (laki-laki) sehingga memakai kata kerja laki-laki (fiil mudzakkar)
(Nasaruddin Umar, 2002:17), sebagaimana ditunjukkan oleh ayat berikut ini:
‫ش يربدببرر اعلبعمبر بماَ دمعن ب‬
‫شدفيِعع إدلل دمعن ببععدد‬ ‫ستلدة أبلياَعم ثرلم ا ع‬
‫ستببوىَ بعبلىَ اعلبععر د‬ ‫ت بواعلبعر ب‬
‫ض دفيِ د‬ ‫سبمبوا د‬ ‫ق ال ل‬‫ار اللدذيِ بخلب ب‬‫إدلن بربلركرم ل‬
(3َ)‫ار برببركعم بفاَععبرردوهر أبفببل تببذلكرروبن‬
‫إدعذندده بذلدركرم ل‬
“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada
seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian
itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?”
Ketentuan lain dalam tata bahasa Arab yang mengandung bias gender adalah isim
muannats (nama untuk perempuan) cukup dibentuk hanya dengan cara menambahkan satu
huruf (ta’ marbuthoh) pada nama atau isim yang telah ada bagi laki-laki, seperti kata
ustadzah (guru perempuan) yang dibentuk dari kata ustadz (guru laki-laki), muslimah dari
muslim, dan lain-lain. Tata bahasa ini mencerminkan cara pandang masyarakat Arab terhadap
eksistensi perempuan sebagai bagian (sangat kecil) dari eksistensi laki-laki (Nasaruddin
Umar, 2002:15-16).
Pengaruh cara pandang yang mengabaikan eksistensi perempuan ini dalam Al-
Qur’an dapat dilihat pada ayat tentang wudlu sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Maidah (5):6)
Ayat tersebut sangat jelas sedang berbicara hanya pada laki-laki karena ayat tersebut
secara jelas pula menyebutkan menyentuh perempuan (dengan segala konotasinya) sebagai
hal yang menyebabkan batalnya “kesucian” laki-laki. Tidak ada satu ulama fiqh pun yang
mengambil kesimpulan dari ayat di atas bahwasanya perempuan menyentuh perempuan dapat
membatalkan wudlu. Jadi, eksistensi perempuan pada ayat di atas tidak ada dan ketentuan
untuk perempuan pun cukup diturunkan dari ketentuan laki-laki (Abdullah Mu’thi, 2002:93).
Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai
manusia. Dihadapan Allah SWT lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan
yang sama. Oleh karena itu pandangan-pandangan yang menyudutkan posisi perempuan
sudah selayaknya diubah, karena Qur’an selalu menyerukan keadilan (QS. Al-Nahl (16):90)
keamanan dan ketentraman (QS. An-Nisa (4):58) mengutamakan kebaikan dan mencegah
kejahatan (QS. Ali Imran (3):104). Ayat-ayat inilah yang dijadikan sebagai Maqasid Al-
Syari’ah atau tujuan-tujuan utama syariat. Jika ada penafsiran yang tidak sejalan
denganprinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia, maka penafsiran itu harus
ditinjaukembali.
Islam sejak awal menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi gender adalah
salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dieliminir, dijelskan dalam surat An-
Nisa’ (4):75:

Yang artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

E. Gender Dalam Islam


Dalam islam sebetulnya tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak
membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender
dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan
kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah islam tidak membedakan laki-laki dan
wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja.
Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholeh.
Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat dibenarkan
anggapan para orientalis dan musuh islam bahwa islam menempatkan wanita pada derajat
yang rendah atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam islam, sesungguhnya wanita
dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-Qur’an ataupun hadis nabi yang memuliakan dan
mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat
sendiri. Tak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam islam, akan tetapi yang
membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.
Sebagaimana contoh ayat dibawah ini :
‫﴾موُمعافشرروُهرنن فباعلممععرروُ ف‬
١٩:‫ف ﴿النساء‬
Artinya :
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan baik (QS. An-Nisa’, (4):19)
Potongan ayat 19 surat An-Nisa’ di atas merupakan Kaidah Robbani yang baku yang
ditujukan kepada kaum laki-laki yang di sebut kaum bapak agar berbuat baik kepada kaum
wanita/ibu, baik dalam pergaulan domestik (rumah tangga) maupun masyarakat luas.
Apabila ditelaah atau dilihat lebih jauh, perlakuan dan anggapan masyarakat yang
merendahkan wanita dan menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua sesungguhnya
merupakan pengaruh cultural (kebudayaan) yang berlaku di masyarakat tertentu. Bukan
berasal dari ajaran islam. Sebagai contoh adalah kultur atau budaya masyarakat jawa,
terutama masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita tidak perlu menuntut ilmu
(sekolah) tinggi-tinggi, karena nantinya mereka hanya akan kembali ke dapur, juga anggapan
bahwa wanita tugasnya 3M (macak, manak, masak) ataupun pandangan bahwa wanita akan
ikut menanggung perbuatan suaminya (surga nunut neraka katut).
Dalam Al-Qur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang menanggung akibat/dosa dari
perbuatannya masing-masing dan islam tidak mengenal dosa turunan. Bentukan cultural yang
merendahkan wanita ini menyebabkan laki-laki memegang otoritas di segala bidang
kehidupan masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestic (rumah tangga), pergaulan
sosial ataupun dalam politik (Sri Suhandjati Sukri, 2002:116).
Ayat Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang
beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari pada wanita. Padahal
jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut sebenarnya memuliakan wanita karena
dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah di bebankan .
Kepada laki-laki. Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada
diskriminasi antara laki-laki dan wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya
adalah dari segi fungsionalnya karena kodrat masing-masing. Seperti halnya yang dijelaskan
dalam surat An-Nisa’ (4):34;
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh ialah
yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi
Maha Benar”. (QS. An-Nisa’, 4:34).
Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun sunnah nabi yang merupakan sumber utama
ajaran islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia
dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan,
kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan,
Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat
manusia (Nasaruddin Umar, 2002:15). Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui
mengenai kesetaraan gender dalam Al-Qur’an.
1. Apa yang Dimaksud dengan Istilah "Gender"?
Gender adalah persoalan nonkodrati menyangkut pembedaan tugas, fungsi, dan peran
yang diberikan oleh masyarakat/budaya terhadap laki-laki dan perempuan, baik dalam
kehidupan pribadi maupun sosial (Fatimah Usman, 2002:167).
Singkatnya, gender adalah jenis kelamin sosial yang dibuat masyarakat, yang belum
tentu benar. Berbeda dengan seks yang merupakan jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan.
2. Apakah Al-Qur’an mengatur tentang kesetaraan Gender?
Ya, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 70 yang berbunyi “Bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan
kedudukan yang paling terhormat, manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal,
perasaan dan menerima petunjuk.” Oleh karena itu Al-Quran tidak mengenal pembedaan
antara lelaki dan perempuan karena dihadapan Allah SWT, lelaki dan perempuan mempunyai
derajat dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan antara lelaki dan perempuan
hanyalah dari segi biologisnya. Adapun dalil-dalil dalam Al-Quran yang mengatur tentang
kesetaraan gender adalah:
a. Tentang Hakikat Penciptaan Lelaki dan Perempuan
Surat Ar-Rum ayat 21;
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dan juga dijelaskan pula dalam surat An-Nisa ayat 1, surat Al-Hujurat ayat 13 yang pada
intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki
dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan
menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan
serta agar mereka saling mengenal. Ayat-ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang
saling timbal balik antara lelaki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan
adanya superioritas satu jenis atas jenis lainnya.
b. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Surat Ali-Imran ayat 195 ;
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya
Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada
jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-
kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-
sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang
baik."
Dijelaskan pula dalam surat An-Nisa ayat 124, surat An-Nahl ayat 97, surat At-Taubah
ayat 71-72, surat Al-Ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah SWT secara
khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai islam
dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung
jawab yang sama antara lelaki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya.
Dan Allah pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua
kesalahan yang dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan
perempuan dimata Allah SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah
keimanan dan ketaqwaannya.
3. Apa saja Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al-Qur’an?
Menurut D.R. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan
Perempuan" (2000) ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan
gender ada di dalam Al-Qur’an, yakni:
a. Perempuan dan Laki-laki sama-sama sebagai hamba, sebagaimana dalam surat Al-Zariyat,
(51):56. Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba
ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun), dan
untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku
bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Hujurat,
(49):13;
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
b. Perempuan dan Laki-laki sebagai sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al’ard)
ditegaskan dalam surat Al-An’am, (6):165, dan Al-Baqarah, (2):30. Dalam kedua ayat
tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya, baik
perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah di bumi.
c. Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian awal
dengan Tuhan, seperti dalam surat Al-A’raf, (7):172, yakni ikrar akan keberadaan Tuhan yang
disaksikan oleh para malaikat. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya
diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan
yang sama. Qur’an juga menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu Adam
tanpa pembedaan jenis kelamin, di jelaskan dalam surat Al-Isra’ (17):70;
d. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis. Semua ayat yang menceritakan
tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar
ke bumi, selalu menekankan keterlibatan keduanya secara aktif, dengan penggunaan kata
ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa, yang terlihat dalam
beberapa kasus berikut:
1) Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga, dijelaskan dalam surat Al-
Baqarah (2):35;
Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
2) Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan, dijelaskan dalam surat Al-A’raf,
(7):20;
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada
keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu
tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".

3) Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan, dijelaskan dalam surat Al-
A’raf, (7):23;
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi.
4) Setelah di bumi keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling
membutuhkan, dijelaskan dalam surat Al-Baqarah, (2):187;
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni
kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
e. Perempuan dan Laki-laki sama-sama berpotensi meraih prestasi, peluang untuk meraih
prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki ditegaskan secara
khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: QS. Ali Imran, (3):195, QS. An-Nisa, (4):124, QS. An-
Nahl, (16):97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier
profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN DARI PEMBAHASAN I

1. Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara
selektif oleh para indifidu dan golongan dalam masyarakat.
2. Pandangan hidup merupakan pandangan hidup manusia, tidak ada seorang pun yang hidup
tanpa pandangan hidup walaupun tingkatnya berbeda-beda.
3. Pandanga hidup dapat dikelompokkan kedalam tiga, yaitu:
a. Pandangan hidup yang bersumber dari agama(pandangan hidup muslim)
b. Pandangan hidup yang bersumber dari ideologi
c. Pandangan hidup yang bersumber dari hasil perenungan seseorang
4. Menurut William ideologimengandung dua hal, yaitu:
a. Unsur-unsur filsafah yang digunakan, atau usulan-usulan yang digunakan sebagai dasar
untuk kegiatan
b. Pembenaran intelektual untuk seperangkat norma-norma
5. Suatu ideologi masyarakat terdiri dari tiga unsur, yaitu:
a. Pandangan hidup
b. Nilai-nilai
c. Norma-norma
6. Menurut Prof. Dr. Harun Nasition ada tiga aliran filsafat, yaitu:
a. Aliran naturalisme
b. Alitan intelektualisme
c. Aliran gabungan
7. Sikap hidup adalah keadaan hati seseorang dalam menghadapi hidup, sikap itu bisa positif
jan juga bisa negatif, apatis atau sikap optimis, bergabung pada pribadi orang itu dan juga
lingkungannya.

B. KESIMPULAN DARI PEMBAHASAN II


Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil diskusi kelompok kami yaitu sebagai
berikut :
1. Gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secar sosial maupun cultural.
2. Pengertian antara gender dan sex secara bahasa itu tidak ada perbedaan, namun secara istilah
konteks gender dan sex itu beda.
3. Dalam konsep gender itu lebih ditekankan pada aspek maskulinitas (laki-laki berjiwa jantan)
dan feminitas (kewanitaan) seseorang, dan semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
atau aktifitas perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu
tempat ke tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain itulah yang dikenal dengan konsep gender.
4. Suatu permasalahan dalam persoalan perbedaan gender tidak akan pernah muncul sepanjang
tidak memunculkan ketidakadilan (bias gender).
5. Dalam Al-Qur’an kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.
6. Dalam bidang spiritual maupun karier profesional, tidak mesti harus didominasi oleh satu
jenis kelamin.

B. SARAN
Pada kehidupan masyarakat sekarang ini kerap terjadi tindak bias gender, sehingga
kelompok kami berharap tindak ketidakadilan gender atau yang lebih tepat disebut dengan
bias gender itu di hilangkan, karena secara langsung maupun tidak langsung itu akan
berdampak pada lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan juga lingkungan
pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Mustopo, M. Habib, Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. 1983


Notowidagdo, Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarka Al-Quran Dan Hadits. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2002
Prasetya, Drs. Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rieneka Cipta. 1998
Pudjawiyatna, Prof. Ir. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT.Bina Aksara. 1982
Sulaeman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco. 1995
Widagdho, Djhoko. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Akrasa. 2003
http://ilmubudayadasar-wanda.blogspot.com/2011/12/manusia-dan-pandangan-hidup.html

http://alifializanawarti.blogspot.com/2012/06/makalah-gender-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai