Anda di halaman 1dari 100

PERAN LSM HUMUS DALAM PEMBERDAYAAN ANAK

JALANAN DI WILAYAH PASAR PROYEK BEKASI TIMUR

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:
Andri Prakarsa
NIM. 106032201086

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
ABSTRAK

Skripsi dengan judul Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan Anak


Jalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur, dilatarbelakangi dengan semakin
meningkatnya angka anak jalanan saat ini, khususnya di wilayah Bekasi. Banyak
anak jalanan dalam mencari kebutuhan ekonomi, menjadi seorang pengamen,
pengemis, pemulung, pedagang asongan. Pemerintah memiliki regulasi terhadap
nasib para pekerja anak, tetapi pemerintah belum sanggup menangani permasalahan
anak jalanan. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat
maupun LSM dalam memecahkan permasalahan anak jalanan.
Melihat permasalahan anak jalanan yang semakin meningkat, untuk itu peran
serta masyarakat dan LSM diharapkan dapat mereduksi angka anak jalanan melalui
program-program pemberdayaan bagi anak jalanan, lalu bagaimana peran LSM
HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur,
apa saja program-program dalam pemberdayaan anak jalanan, bagaimana respons
anak jalanan terhadap pemberdayaan, dan apa saja faktor pendukung dan penghambat
dalam program pemberdayaan.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif, di mana peneliti melakukan observasi langsung
ke lapangan, melihat, mengamati keadaan sosial masyarakat, anak-anak jalanan
Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur dan LSM HUMUS. Objek
penelitian yang diteliti adalah LSM HUMUS, anak-anak jalanan dan masyarakat
sekitar.
LSM HUMUS merupakan salah satu LSM yang konsen terhadap anak jalanan
di wilayah Bekasi Timur, aktif dalam hal pemberdayaan dalam bidang pendidikan. Di
dalam pemberdayaan LSM HUMUS menjalankan program-program pendidikan,
seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraan
paket A, B, dan C, pendidikan keagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anak
dan keluarga, dan kesenian.
Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa LSM HUMUS memberikan
pemberdayaan berupa program-program pendidikan seperti pendidikan anak usia dini
(PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C, pendidikan
keagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anak dan keluarga, dan kesenian.
Respons dari anak jalanan yang cukup baik dalam menerima program dan respons
orang tua dan masyarakat yang cukup baik dalam mendukung keberadaan LSM
HUMUS di dalam menjalankan program. Terdapat juga faktor pendukung, seperti
ada motivasi anak jalanan untuk belajar, adanya para pendidik untuk mengajar,
fasilitas-fasilitas yang cukup memadai, dan dukungan masyarakat sekitar. Adapun
faktor penghambat di dalam menjalankan setiap program kegiatan, seperti pendanaan
atau finansial, sikap mental anak jalanan yang terbiasa di jalan sehingga sulit diatur,
pekerja sosial yang keluar masuk silih berganti, dan tradisi masyarakat setempat yang
merupakan masyarakat miskin.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad Saw dan keluarganya serta para sahabatnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran LSM HUMUS Dalam

Pemberdayaan Anak Jalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.”

Skripsi ini tidak akan bisa rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan,

dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku Kepala Jurusan Program Studi Sosiologi dan

Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi

Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,

kritik dan saran-saran yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi

ini.

5. Bapak Muhammad Ismail, S.Ag yang telah memberi jalan dalam penulisan

skripsi ini. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi sosiologi atas

ii
segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman

yang mendorong penulis selama menempuh studi.

6. Keluargaku tercinta dan terkasih, tiada yang lebih indah dan menyenangkan

apabila berada di kediaman kita sendiri. Penulis sangat berterima kasih kepada

Bapak Suhandi dan Ibu Suyahmi atas segala kepercayaan, pendidikan,

semangat, kesabaran pengorbanan dan segala doa yang mereka panjatkan

untuk penulis, agar penulis sukses dan berhasil dalam penulisan skripsi ini

dengan nilai yang baik. Terimakasih untuk kakak dan adikku, Andhi Sastra

Wiguna, SE dan keluarga dan Muhammad Irsan Zani, yang telah mengisi hari-

hari dalam kebersamaan di dalam keluarga.

7. Sahabat-sahabatku M. Tri Panca yang telah memberikan warna dalam hidupku

sejak SMA sampai saat ini. Empat Serangkai Irvan Matondang, Muhammad

Ayub, Ghundar Muhammad al-Hasan, yang telah menjadi sahabat terbaik,

kebersamaan kita akan terus terkenang kawan. Teman-teman sosiologi 2006

lainnya Ovar yang selalu rela kosannya disinggahi, Nana, Erfan, Fina,

Azharina, Rahmi, Betty, Rizkiyah, Dijah, Budiman, Pebri, Hajuri, Fyan, Fajar,

Fuad, Hamidah, Syofah, Yandi, yang selalu memberikan kejengkelan dan

keceriaan di dalam maupun di luar kelas. Semua ini akan terkenang teman,

serta teman satu almamater sosiologi 2004, 2005, 2007.

8. Kakak-kakak pengurus LSM HUMUS, Ka Adi Hermawan, Ka Suci Utami,

Ka Ali, Ka Haryani, Ka arifin, Ka Doni, Eva dan Devi, yang telah menerima

dan memberikan informasinya kepada penulis.

iii
9. Semua pihak yang telah membentu dalam penyelesaiaan skripsi ini, yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sadari tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah Swt. Begitu

pula dengan skripsi ini, karena itu saran dan kritik dari para pembaca untuk

perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Bekasi, 12 Mei 2011

Andri Prakarsa

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Tinjauan Pustaka ………………….. ……………………… 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………………..… 12

D. Pertanyaan Penelitian ……………………………………… 12

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………. 13

F. Metodologi Penelitian ……………………………………… 14

1. Jenis Penelitian ………………………………................. 14

2. Teknik Pengumpulan Data ………………………………. 15

3. Instrumen Pengumpulan Data …………………………… 16

4. Sumber Data ……………………………………………… 16

5. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………. 17

6. Pengolahan dan Analisi Data …………………………….. 17

G. Sistematika Penulisan ………………...……………………... 18

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Peran Dan Status …………………………...…….…… 19

v
1. Peranan Sosial ……………………………………… 19

2. Kedudukan (Status Sosial) …………………………. 23

3. Hubungan Peranan Sosial dan Status Sosial ………... 26

4. Jenis-Jenis Peranan Sosial …………………………... 27

B. Lembaga Swadaya Masyarakat Di Indonesia ........................... 29

C. Pemberdayaan ……………………………………………….. 36

1. Pengertian Pemberdayaan …………………………………. 36

2. Strategi Pemberdayaan …………………………………….. 39

3. Prinsip Pemberdayaan ……………………………………… 40

G. Anak Jalanan …………………………………………………… 42

1. Definisi Anak Jalanan ……………………………………….. 42

2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan ………….. 45

BAB III GAMBARAN UMUM LSM HUMUS

A. Sejarah berdirinya ………………………………………………. 49

B. Visi, Misi dan Struktur Organisasi ………………………………. 52

C. Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah Pasar


Proyek Bekasi Timur ………………….......................................... 60

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS ………………………… 63

B. Kegiatan-Kegiatan Pemberdayaan Anak Jalanan ………………… 66

C. Respons Anak Jalanan dan Orang Tua Terhadap Program Pemberdayaan

vi
LSM HUMUS …….…………..…………………………………… 79

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan LSM


HUMUS …….……………………………………………………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 85

B. Saran-saran ………………………………………………………. 87

PUSTAKA RUJUKAN

LAMPIRAN

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam UUD 1945 pasal 34 (ayat 1) yang diamanatkan oleh negara

berbunyi, “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” dan “negara

mngembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakaan

masyarakaat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”

(ayat 2).1 Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, bagaimana negara dapat

menjamin hidup yang layak bagi setiap warga negaranya.

Negara berkewajiban dalam hal pemberdayaan bagi masyarakat miskin

dan anak-anak terlantar. Sebagai mana yang telah diamanatkan oleh konstitusi

negara, yang mana telah kita ketahui angka kemiskinan masyarakat Indonesia

yang sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah

penduduk miskin per maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33% dari

jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta. Pada tahun 2009, jumlah

penduduk miskin 32,53 juta atau 14,15% dari total jumlah penduduk 231,37 juta

orang.2

1
Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Dan Proses Amandemen Secara Lengkap: Pertama
1999-Keempat 2002, (Sinar Grafika, 2002), h. 26
2
“Ada Tiga Hambatan Hapus Kemiskinan.” Kompas, 17 September 2010, h.15.

1
2

Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya

upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal

ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah di studi oleh berbagai

ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab

itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran

tentang masalah kemiskinan ini. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah

kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan dan

distribusi pendapatan. Sementara itu ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti

pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengaitkannya dengan konsep kelas,

stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain.

Hal yang sama juga dijumpai dalam usaha untuk melakukan pengukuran tingkat

kemiskinan. Konsep taraf hidup (level of living) misalnya, tidak cukup dilihat

dari sudut pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan,

kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain.3

Kemiskinan bukanlah masalah yang sangat sederhana, yang mana tidak

terkait dengan masalah ekonomi semata, tetapi terkait dengan permasalahan yang

sangat kompleks. Kemiskinan itu sendiri akan berdampak kepada kehidupan

masyarakat yang menjadi menderita, entah secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Faktor kemiskinan atau ekonomi yang rendah pada masyarakat merupakan

salah satu faktor banyaknya anak-anak yang berjuang mencari kebutuhan

ekonomi untuk dirinya maupun keluarganya dijalanan. Walaupun ada beberapa


3
Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h.117.
3

faktor penyebab maraknya anak jalanan, seperti perceraian orang tua, tidak

harmonisnya suatu keluarga, pergaulan, akan tetapi faktor ekonomi yang sangat

kuat sehingga anak-anak mencari uang dijalanan. Banyak anak-anak yang berada

di jalan untuk mencari uang, entah sebagai pengamen, pemulung ataupun

pengemis. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang indah bagi anak itu

sendiri, dimana anak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, mendapatkan

pendidikan yang baik dan kehidupan yang layak. Masa dimana anak-anak

bermain dengan teman sebayanya, tanpa harus memikirkan untuk mencari uang

guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal seperti ini tidak dimiliki oleh anak-

anak jalanan, anak-anak jalanan harus berjuang melawan keadaan yang saat ini

tidak didapatkannya, seperti pendidikan, rasa kasih sayang, kehidupan yang layak.

Anak-anak jalanan harus tetap survive dengan pekerjaannya, entah menjadi

pengamen, pemulung ataupun pengemis di jalan.

Anak jalanan adalah anak yang berada di jalan untuk mencari uang demi

kebutuhan hidup bagi dirinya maupun membantu ekonomi keluarganya. Anak-

anak jalanan mencari uang entah sebagai pengamen, pengemis, maupun berjualan

asongan. Panasnya matahari yang menyinari tubuhnya dan membakar telapak

kaki , dinginnya udara yang dirasakan, dan asap polusi kendaraan yang

dihirupnya seakan telah menjadi hal yang sudah biasa yang dialaminya.

Bellamy mengatakan bahwa anak-anak yang bekerja di usia dini, yang

biasanya berasal dari keluarga miskin, dengan pendidikan yang terabaikan,

sesungguhnya akan melestarikan kemiskinan, karena anak yang bekerja tumbuh


4

menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dan

dengan upah yang sangat buruk. Hal senada dikemukakan oleh Thapa, Chetry dan

Aryal, bahwa membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah dapat

membuat ‘lingkaran setan’ (vicious circle) awalnya, bekerja menimbulkan

dampak buruk bagi sekolah, selanjutnya berpendidikan rendah atau tidak

berpendidikan sama sekali dapat mengakibatkan berlanjutnya pekerja anak.4

Dalam hal ini banyak anak jalanan yang berhenti dalam berpendidikan di

sekolah-sekolah formal, bahkan yang lebih tragis lagi anak jalanan tidak sama

sekali mendapatkan pendidikan dibangku sekolah, dikarenakan anak jalanan harus

mencukupi hidupnya sendiri maupun untuk keluarganya dalam kehidupan sehari-

hari. Orang tua yang tidak mampu dalam hal ekonomi, terpaksa membiarkan

anaknya untuk bekerja, entah sebagai pengemis, pemulung maupun sebagai

pengamen di jalan.

Diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh anak menjadi sering kita

saksikan di jalan, maupun di dalam suatu keluarga. Anak dituntut untuk mencari

kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang membuat anak tidak

mendapatkan akses-akses pendidikan, pelayanan, kesehatan, dan rasa kasih

sayang. Hal ini akan mengganggu perkembangan anak itu sendiri apabila sudah

dewasa nanti.

4
Hardius Usman dan Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak Di Indonesia: Kondisi Determinan
Dan Eksploitasi Kajian Kuantitatif (Jakarta:Grasindo, 2004), h.1-2.
5

Peran orang tua yang seharusnya dapat memberikan penghidupan yang

layak bagi anak-anaknya tidak dapat terwujud. Karena faktor ekonomi yang

rendah itu pula yang mendorong orang tua untuk membiarkan anaknya bekerja.

Orang tua tidak peduli akan situasi dan kondisi anak, yang mana baginya anak-

anaknya dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga dan dapat menjalankan

kehidupan sehari-hari.

Jumlah anak Indonesia (0-18 tahun) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

pada tahun 2006 mencapai 79,8 juta anak. Mereka yang masuk kategori telantar

dan hampir telantar mencapai 17,6 juta atau 22,14%. Anak jalanan menurut

Kementerian Sosial termasuk anak telantar. Akan tetapi, peningkatan angka anak

jalanan ternyata tidak sejalan dengan angka kemiskinan versi BPS yang justru

terus berkurang. Pada tahun 2007, menurut BPS, jumlah orang miskin 37 juta,

turun menjadi 34,9 juta (2008), lalu 32 juta orang (2009).5

Ini menjadi sebuah problematika yang harus diselesaikan oleh pemerintah,

yang mana anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi

pemimpin dari bangsa ini. Bagaimana bangsa ini akan maju kedepan apabila

generasi mudanya atau anak-anak Indonesia harus selalu dieksploitasi secara

sosial-ekonomi dengan bekerja di usia dini. Anak yang seharusnya berada

5
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. “Jumlah Anak Jalanan Kian Meningkat.”
artikel diakses pada 1 November dari http://oldkesra.menkokesra.go.id/content/view/14001/39/,
6

dibangku sekolah, ironisnya anak harus bekerja dan berada dijalan untuk

mengamen, mengemis, ataupun ikut bersama orang tuanya untuk meminta-minta.

Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi sangatlah diharapkan oleh

masyarakat, yang memiliki suatu kebijakan-kebijakan akan permasalahan ini,

akan tetapi sesuatu hal yang tidak mungkin apabila permasalahan ini hanya

menjadi fokus pemerintah saja yang mengambil peranan dalam menangani

permasalahan anak jalanan ini. Melihat angka anak-anak jalanan yang semakin

meningkat pesat pertahunnya. Permasalahan ini menjadi fokus kajian seluruh

elemen bangsa. Masyarakat dan peran LSM, sebagai lembaga yang non-

pemerintah diharapkan bisa membantu permasalahan ini dan mereduksi

permasalahan bangsa, melalui pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan

sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
7

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.6

Keberadaan LSM yang menangani permasalahan anak-anak jalanan.

Dalam hal pemberdayaan secara sosial dan keagamaan dapat membantu

memecahkan permasalahan anak-anak jalanan yang ada saat ini. Peranan LSM

yang notabennya adalah lembaga non-pemerintah sangatlah diharapkan oleh

masyarakat untuk permasalahan anak jalanan.

Dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan,

diharapkan anak-anak jalanan menjadi kreatif dan trampil dalam kehidupannya,

serta tidak lagi menjadi pengemis, pengamen dijalanan, juga memiliki perilaku

yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.

Dari latar belakang masalah di atas dilakukan penelitian dengan

mengambil judul: Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan

Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.

B. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dicari, ada beberapa

skripsi yang membahas terkait dari penelitian ini. Diantaranya adalah:

Pertama, penelitian yang berjudul “Manajemen Rumah Singgah Dalam

Membina Anak Jalanan (Studi Rumah Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta

Timur.”, Skripsi ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, mahasiswa Manajemen Pendidikan

6
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.59-60.
8

Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 2009. Berdasarkan kesimpulan menurut

penelitiannya, Rumah Singgah Akur Kurnia adalah sebuah lembaga yang

diselenggarakan untuk memberikan bantuan baik secara moril maupun materil

kepada anak-anak jalanan yang berada di sekitar rumah singgah Akur kurnia,

khususnya yang berada di sekitar pasar Induk Kramat Jati, dengan tujuan anak-

anak tersebut tidak lagi bekerja sebagai anak jalanan. Rumah Singgah Akur

Kurnia memberi kesempatan kepada anak-anak jalanan agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. Rumah Singgah ini merupakan salah satu program

yayasan Akur Kurnia dalam bidang pendidikan sosial. Dalam pelaksanaan

manajemen, Rumah Singgah Akur Kurnia menjalankan unsur-unsur perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan/motivasi, pembinaan, penilaian/evaluasi dan

pengembangan. Manajemen Rumah Singgah Akur Kurnia sudah berjalan cukup

baik, fungsi-fungsi yang ada sudah dapat terlaksana.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Program Pemberdayaan

Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama

V Duren Sawit Jakarta Timur, 2008.” Skripsi ditulis oleh Roudhotunnajah,

mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.

Berdasarkan kesimpulan dari penelitiannya, pelaksanaan program pemberdayaan

yang dilakukan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V sebagai lembaga sosial

pengganti orang tua dalam menjalankan programnya yaitu pelayanan sosial yang

meliputi pembinaan mental, pendidikan, dan pelatihan keterampilan dan

mempunyai tujuan agar anak dapat tumbuh kembang secara wajar dan siap
9

mandiri untuk memperoleh masa depan yang cerah dan berguna bagi dirinya,

masyarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan anak jalanan,

panti memberikan program pemberdayaan salah satunya berupa pelatihan

ketrampilan di dalam pelaksanaannya meliputi, metode, proses serta hasil dari

pelaksanaan ketrampilan. Dengan program ketrampilan, anak-anak jalanan dapat

menyalurkan bakat dan kemampuan mereka melalui pelatihan-pelatihan, serta

mempunyai modal keilmuan di bidang keterampilan, dan mengubah untuk

memperoleh masa depan yang cerah, sehingga anak-anak terdorong untuk belajar

mandiri sesuai dengan kemampuannya.

Ketiga, penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak

Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di

Social Development Centre (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur, 2010.” Skripsi

ditulis oleh Ahmad Hary Deni, mahasisiwa Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan penelitiannya, anak-

anak jalanan di panti Social Development Center diberikan berbagai macam

pelayanan sosial meliputi pembinaan mental, fisik, pelatihan keterampilan, dan

bimbingan sosial. Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui

keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuannya, juga

dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan

anak jalanan.

Keempat, penelitian yang berjudul Metode Bimbingan Islam Dalam

Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan Bina Anak Pertiwi,


10

Jakarta Selatan, 2007.” Skripsi ditulis oleh Lisa Nurcahyani, mahasiswa Fakultas

Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan metode bimbingan islam

digunakan sebagai metode untuk mengembangkan kreativitas anak jalanan,

dengan menggunakan metode individual, ceramah, tanya jawab, dan

mengamalkan nilai-nilai agama sebagai metode untuk memotifasi perkembangan

kreativitas anak.

Melihat tinjauan literatur yang ada diatas, memang ada kesamaan pada

penelitian ini, akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada

penelitian ini. Penelitian yang ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, membahas masalah

Manajemen Rumah Singgah Dalam Membina Anak Jalanan (Studi Rumah

Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta Timur). Penelitian E.Sri Nurhilmi

mencoba melihat manajemen rumah singgah Akur Kurnia dengan menggunakan

analisis manajemen.

Penelitian yang ditulis oleh Roudhatunnajah, membahas masalah

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di

Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V Duren Sawit Jakarta Timur. Panti

sosial ini merupakan panti sosial yang dibuat oleh pemerintah Kementrian

Kesejahteraan Sosial bukan lembaga non-pemerintah atau LSM, program-

program dari panti ini memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi anak

jalanan.

Lalu penelitian yang ditulis oleh Ahmad Hary Deni, yang membahas

masalah Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan


11

Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center

(SDC) Bambu Apus Jakarta Timur. Social Development Center merupakan

lembaga yang dibuat pemerintah khususnya Kementerian Sosial bukan lembaga

non-pemerintah. Adapun program-program yang diberikan adalah pelatihan

keterampilan otomotif bagi anak jalanan.

Penelitian yang ditulis oleh Lisa Nurcahyani, membahas masalah Metode

Bimbingan Islam Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan

Bina Anak Pertiwi, Jakarta Selatan. Metode bimbingan islam dijadikan motivasi

dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan.

Adapun persamaan dalam penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu

anak jalanan, tetapi ada beberapa perbedaan pada penelitian ini, penelitian yang

ditulis Roudhatunnajah dan Ahmad Hary Deni merupakan lembaga yang dibentuk

oleh pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan, sedangkan studi-studi

diatas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Adapun perbedaannya penelitian

ini merupakan LSM lembaga non-pemerintah lembaga yang independent, suatu

hal yang menjadi perbedaan dalam penelitian sebelumnya.

Dalam penelitian E. Sri Nurhilmi mencoba melihat manajemen rumah

singgah Akur Kurnia dengan menggunakan analisis manajemen dalam menangani

anak jalanan. Lalu dalam penelitian Lisa Nurcahyani metode bimbingan islam

dijadikan motivasi dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan. Sedangkan

dalam penelitian yang diteliti membahas pemberdayaan anak jalanan yang

dilakukan oleh LSM lembaga yang non-pemerintah, dengan program-program


12

pendidikan, pendidikan keagamaan, dan kesenian yang menjadikan perbedaan

dalam penelitian sebelumnya. Lalu kenapa LSM HUMUS perlu di angkat dalam

penelitian, karena LSM HUMUS dibentuk oleh alumni mahasisiwa Sosiologi

Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para pengajarnya juga alumni

mahasisiwa Sosiologi Agama, yang berkontribusi penting bagi pemberdayaan

anak jalanan. Melihat keberadaan para alumni Sosiologi Agama, menjadi menarik

apabila dilakukan sebuah penelitian.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas agar mendapatkan pembahasan yang

spesifik, sistematis, dan jelas, oleh karena itu dicoba untuk membatasi masalah

dalam penelitian ini. Bagaimana peranan yang dilakukan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan melalui program-

program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, pendidikan keagamaan,

dan kesenian.

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di

wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?

2. Apa sajakah program-program LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak

jalanan di wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?

3. Bagaimana respons anak jalanan terhadap pemberdayaan LSM HUMUS ?


13

4. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam program

pemberdayaan anak jalanan di LSM HUMUS ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan peneliti ini adalah:

1. Untuk menjelaskan peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan

di wilayah pasar proyek Bekasi Timur.

2. Untuk mengemukakan program-program yang di lakukan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah

Pasar Proyek Bekasi Timur.

3. Untuk mengetahui respons dari anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi

Timur dalam pemberdayaan.

4. Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan

program pemberdayaan.

5. Peneliti juga ingin memberikan kontribusi berupa saran-saran yang dapat

membangun LSM HUMUS lebih baik kedepannya.

Manfaat penelitian ini adalah:

1. dapat memberikan gambaran kepada masyarakat, betapa pentingnya peranan

LSM, dalam membantu pemasalahan anak jalanan. Untuk itu bagaimana

pemerintah dan elemen masyarakat dapat bersinergi dalam meminimalisasi

permasalahan ini, dan dapat tercipta kesejahteraan sosial di masyarakat, serta


14

terciptanya masyarakat yang adil serta tidak ada lagi ketimpangan sosial di

masyarakat.

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif, yaitu

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri

dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

peristiwanya.7 Dengan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian

secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau

menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.8 Adapun pendekatan

yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus, yang

7
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi (Jakarta:PT Bumi
Aksara, 2006), h. 92.
8
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 47.
15

mana penelitian yang dilakukakan dilapangan dengan terjun langsung ke

objek penelitian guna mendapatkan data-data pokok dari informan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data lapangan, dalam penelitian ini menggunakan

metode sebagai berikut:

a. Observasi

Menurut S. Margono, observasi diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat

terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat

pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana, dan dapat

dilakukan tanpa menghabiskan biaya. Namun demikian, dalam melakukan

observasi peneliti dituntut memiliki keahlian dan penguasaan kompetensi

tertentu.9 Dalam penelitian ini menggunakan observasi langsung yaitu dengan

mengamati, meneliti, menyaksikan kejadian langsung bersama objek yang

akan diselidiki atau yang akan diamati.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal

dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam

kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana

9
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 173.
16

keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-

masing. Wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama

dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewe).10 Teknik

wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian.

Wawancara (interview) dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk

mendapatkan informasi (data) dari respondendengan cara bertanya lengsung

secara tatap muka (face to face)11. Jadi didalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode wawancara secara langsung dengan informan guna

mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman

wawancara, alat-alat tulis, buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar

wawancara menjadi terarah dan tepat, serta alat-alat tulis dan buku catatan

digunakan untuk mencatat berbagai hal yang penting dalam penelitian ini.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini data dikategorikan kedalam dua jenis, yaitu: data

primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang

10
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi, h. 179.
11
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), h.69.
17

diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan dan observasi. Sampel

yang diambil yaitu, enam orang pengurus, tiga orang anak jalanan, dan tiga

orang masyarakat, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh

melalui kepustakaan, seperti buku-buku, koran, dan internet yang

berhubungan dengan penelitian ini.

5. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2010 sampai dengan

bulan Januari 2011. Adapun tempat penelitian di LSM HUMUS di wilayah

Pasar Proyek Bekasi Timur.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dengan cara mengumpulkan data-data dari hasil

observasi, wawancara langsung, yang direduksi membentuk suatu kesimpulan

atau penyajian data informasi dari data yang ada, diambil berdasarkan dari

hasil pemahaman dan pengertian, yang menghasilkan suatu interpretasi gejala-

gejala, fakta-fakta secara sistematis dan akurat, sehingga membentuk sebuah

kesimpulan berdasarkan data-data yang terkumpul.


18

G. Sistematika Penulisan

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah,

tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah kajian teori yang terdiri dari, teori peran dan status: peranan

sosial, kedudukan (status sosial), hubungan peranan sosial dan status sosial, jenis-

jenis peranan sosial, lembaga swadaya masyarakat di Indonesia, pemberdayaan:

pengertian pemberdayaan, strategi pemberdayaan, prinsip pemberdayaan, anak

jalanan: definisi anak jalanan, faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan.

Bab ketiga adalah gambaran umum LSM HUMUS yang terdiri dari, sejarah

berdiri, visi, misi, dan struktur organisasi, kondisi sosial, budaya, dan ekonomi

anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Bab keempat adalah temuan

hasil penelitian yang terdiri dari, Peran dan status aktivis LSM HUMUS,

kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan, respons anak jalanan dan orang

tua terhadap program pemberdayaan LSM HUMUS, faktor pendukung dan

penghambat dalam program pemberdayaan LSM HUMUS. Bab kelima adalah

kesimpulan dan saran yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Teori Peran dan Status


1. Peranan Sosial
William Shakespeare mengemukakan “All the world’s a stage, and all

the man and women merely players, they have their exits and their entrances,

and one man in his time plays many parts (Seluruh dunia merupakan suatu

pentas, dan semua laki-laki dan perempuan hanyalah pemain, mereka keluar

masuk, dan pada gilirannya seseorang memainkan banyak peran).1 Gross,

Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-

harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial

tertentu.2

Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1. Harapan-

harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban

dari pemegang peran. 2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang

1
James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: Erlangga,
2006), h. 95.
2
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi (Jakarta: Rajawali pers, 1983), h. 99.

19
20

peran terhadap “masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan

dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.3

Arti penting sosiologis dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa

yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat

menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk

sesuatu yang dinamakan masyarakat.4

Istilah peranan merupakan istilah dalam persandiwaraan atau lakon

yang dimainkan oleh seseorang. Di dalam ilmu sosiologi peranan ini

dimasukkan ke dalam panggung masyarakat yang diberi isi dan fungsi baru,

yaitu peranan sosial. Istilah “peranan’ menunjukkan bahwa masyarakat

mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat

adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari

bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota

masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi

peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.5

Peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial

masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu. Peranan

3
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101.
4
James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, h. 95.
5
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 178.
21

sosial dijalankan untuk kepentingan bersama di masyarakat agar tercipta

tatanan kehidupan yang baik.6

Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan

pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Ini berarti bahwa

keseluruhan itu hanya dapat bekerja baik, apabila bagian-bagian berfungsi

dengan baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama

mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa

kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.

Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya

dan bagian-bagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu

tak lain adalah kelompok-kelompok sosial atau lembaga-lembaga sosial.

Lembaga-lembaga sosial inilah yang mengemban tugas bagian yang disebut

fungsi sosial. Dalam pengertian ini fungsi sosial mempunyai arti yang sama

dengan peranan sosial. Fungsi sosial ialah pengaruh khas yang diberikan

seseorang atau lembaga sosial terhadap seluruh masyarakat.7

Fungsi sosial yang dijalankan oleh seseorang maupun institusi-intitusi

sosial, merupakan tugas sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Di dalam peranan sosial terdapat kewajiban atau tanggung jawab

6
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 178.
7
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.
22

yang harus dijalankan oleh seseorang maupun institusi sosial. Kewajiban dan

tanggung jawab ini disebut dengan jabatan atau tugas.8

Ditinjau dari orang atau institusi yang menerima jabatan, maka jabatan

dapat dipandang sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jika ditinjau dari

instansi yang menyerahkan, jabatan dapat dipandang sebagai suatu wewenang.

Contoh, seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu

mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat

diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si

pemangku menerima tugas itu dari instansi yang berwenang melalui surat

(dan upacara) pengangkatan.9

Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan

dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan

keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk

menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang

mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau

membimbing orang banyak.10

Di dalam peranan sosial para pelaku peranan sosial diharapkan

memiliki penjiwaan yang sangat kuat dalam memainkan peranannya, suatu

gaya khas atau gaya fungsional. Seperti yang diungkapkan oleh Kingsley

8
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.
9
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 179.
10
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 242.
23

Davis mendefinisikan peranan sosial sebagai suatu gaya seseorang dalam

melaksanakan kedudukannya secara nyata.11 Sebagai contoh seorang guru

yang sedang berada di rumah bersama istri dan anaknya diharapkan

memainkan peranannya sebagai ayah yang menyenagkan, berbeda halnya

apabila dia sudah berada di sekolah dia harus menjadi guru yang mengajar

secara formal, tegas dan berwibawa.

2. Kedudukan (Status Sosial)

Kedudukan (status) seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial

(social status). Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam

suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok

tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-

kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi.12

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum

dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan

pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Dengan

demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan

kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tapi

kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang tadi dalam

kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan pengertian yang

11
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 181.
12
J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisi ke 2 (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 156.
24

mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam pengertian yang sama,

yaitu kedudukan (status).13

Kedudukan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Kedudukan Resmi (Formal Status)

Kedudukan resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

satuan sosio-budaya yang resmi. Dengan kata lain, kedudukan itu diakui resmi

oleh lingkungan masyarakat itu.14

2) Kedudukan Tak Resmi (Informal Status)

Kedudukan tak resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

lingkungan sosio-budaya yang tak resmi. Orang yang bersangkutan diterima

umum berdasarkan kaidah-kaidah serta nilai-nilai sosial yang berlaku dalam

lingkungan kultural itu. Dalam penerimaan itu tidak ada upacara dan

pengangkatan resmi.15

Oleh karena itu kedudukan merupakan tempat orang berdiri di dalam

suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini seseorang telah mengikuti pola

kehidupan di masyarakat atau telah menjadi anggota kelompok masyarakat

13
J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisi ke 2, h. 156.
14
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.
15
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.
25

tetentu. Sebagai contoh si A sebagai warga masyarakat, disamping itu si A

menjadi guru, suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya.16

Para ahli sosiologi juga membedakan status yang diperoleh atas usaha

sendiri dan status yang diperoleh karena faktor bawaan, yang pertama disebut

achieved status, dan yang kedua dinamakan ascribed status.

Achived status diperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan

atas usaha sendiri. Misalnya si A seorang anak petani. Berkat ketekunan

dalam pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi ia berhasil

menjadi seorang insinyur. Pada pembentukan kabinet baru kepala negara

membutuhkan seorang insinyur untuk menduduki kursi kementerian. Insinyur

A tadi diangkat menjadi menteri; misalnya menteri pertambangan karena ia

memiliki diploma pertambangan. Dari pengamatan kasar mengenai sekian

banyak kedudukan sosial di tengah masyarakat dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar kedudukan diperoleh melalui perjuangan orang yang

bersangkutan, baik melewati kursus atau latihan untuk mengembangkan

bakat, maupun lewat sistem pendidikan, entah pendidikan formal, entah

informal.17

Ascribed status diperoleh orang tanpa usaha sendiri. Seorang sultan,

misalnya Hamengku Buana IX, dapat menduduki jabatan sultan bukan

16
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 103-104.
17
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 105.
26

semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan. Beliau

sebagai putra Hamengku Buana VIII adalah ahli waris yang berhak

menduduki kursi kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.18

3. Hubungan Peranan Sosial Dan Status Sosial

Peranan sosial sebagai konsep menunjukkan apa yang dilakukan

seseorang, sedang status sosial sebagai konsep menjelaskan apa ada itu.

Dengan kata lain, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan

fungsi (tugas) seseorang, dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata

dilakukan seseorang. Status sosial sebagai konsep dibentuk oleh masyarakat

atas dasar sistem nilai budaya yang dimiliki masyarakat itu. Seseorang

“tempat untuk duduk” di masyarakat, yang tinggi rendahnya ditentukan oleh

masyarakat berdasarkan sejumlah kriteria nilai sosio-budaya.19

Walaupun peranan sosial bukan status sosial, ternyata peranan sosial

memberikan pengaruh dominan terhadap masyarakat dalam menentukan “di

mana” seseorang harus “didudukan” dalam tangga masyarakat. Dengan kata

lain, peranan turut menentukan status; peranan dapat mengubah status, lebih

tinggi maupun rendah. Peranan dijadikan pengukur keberhasilan seseorang

dalam status yang ditempatinya. Sebaliknya, status sosial juga memberikan

18
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 105.
19
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 182-183.
27

pengaruh yang menetukan pada peranan sosial. Status tertentu memberikan

warna dan rasa tertentu pada peranan (tugas) yang dilaksanakan.20

4. Jenis-Jenis Peranan Sosial

Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi

menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang

yang diambil. Dibawah ini akan ditampilkan sejumlah jenis peranan sosial.

a. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang Disesuaikan

(Actual Roles)

Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan

secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini

antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.

Peranan-peranan ini merupakan peranan yang tidak dapat ditawar, harus

dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Disamping peranan tersebut,

terdapat peranan lain yang pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan

dengan situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus

disesuaikan. Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan.21

20
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 183.
21
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 185.
28

b. Peranan Kunci (Key Roles)

Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Dengan kata-

kata nonteknis, peranan utama timbul dari kedudukan utama. Seseorang

yang menempati kedudukan utama akan memainkan peranan utama.

Dalam bahasa populis status kunci sering dikatakan kedudukan “penting”

dan peranan kunci dikatakan peranan “penting atau tugas “penting”, yang

dimaksud dengan kedudukan kunci ialah kedudukan yang sedemikian

rupa, sehingga kedudukan lain harus mengalah terhadapnya. Kalau

ditinjau dari orangnya, kedudukan kunci merupakan kedudukan yang

memainkan pengaruh terbesar atas pembentukan pribadi lahir dan batin

pemegang status.22

c. Peranan Golongan dan Peranan Bagian

Dari pengamatan di atas kita dapat membedakan dua macam

peranan, yaitu peranan kelompok dan peranan individual atau peranan

golongan dan peranan bagian. Peranan golongan mengandung arti yang

sama dengan peranan kelompok, juga dengan peranan kategorial, dan

peranan instansional, karena orang-orang yang mempunyai cirri yang

sama- dalam hal ini ialah peranan yang sama mewujudkan kategori sosial.

Misalnya seorang yang menjadi guru, sesungguhnya ia memasuki suatu

kategori warga masyarakat yang mengemban peranan pendidikan. Fungsi

22
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 187.
29

pendidikan ini merupakan suatu cabang besar dari fungsi masyarakat

umum secara struktural dan fungsional sesungguhnya fungsi pendidikan

seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan milik satu golongan,

yakni golongan orang yang menempati status pendidikan. Peranan itulah

yang secara teknis disebut peranan golongan.23

Peranan pendidikan diakui oleh masyarakat sebagi milik suatu

kategori, atas suatu instansi. Peranan kategorial atau institusional itu terdiri

atas bagian-bagian, yang tidak sedikit jumlahnya. Individu yang bekerja

sebagai guru, dosen, rektor, dekan siswa, mahasiswa, tata usaha pegawai suatu

sekolah dan lain sebagainya, menjalankan peranan bagian (subrole), yakni

bagian dari peranan pendidikan, yang merupakan peranan kategorial atau

peranan instansional.24

B. Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia

Sebelum dikenal luas dengan nama LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat), jauh sebelum itu, telah dikenal istilah Ornop (Organisasi Non

Pemerintah). Istilah Ornop yang muncul sekitar awal 1970-an, digunakan sebagai

terjemahan NGO (Non Government Organization) dalam lingkungan

internasional.25

23
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 189.
24
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, h. 190.
25
Rusmin, Tumanggor, dkk., (editor), Potret LSM Di Jakarta (Jakarta: Lemlit UIN Syarif
Hidayatullah, 2005), h. 18.
30

Akan tetapi, ada kritik terhadap pengertian Ornop, ia dianggap terlalu luas

karena mencakup sektor swasta (bisnis) dan organisasi kemasyarakatan lain yang

tentunya juga bersifat non-pemerintah. Richard Holloway misalnya, menganggap

istilah NGO yang kemudian di Indonesia dikenal dengan Ornop terlalu luas dan

artinya bisa juga berlaku bagi organisasi lain yang bukan bagian dari pemerintah.

Demikian pula sub-kategorisasinya mengenai pemerintah. Demikian pula sub-

kategorinya mengenai NGO yang sangat teknis. Meskipun Holloway benar,

bahwa NGO adalah salah satu bagian dari civil society. Namun demikian, istilah

Ornop dan NGO sudah dengan sendirinya menunjukan identitas yang berbeda.

Dia dibentuk oleh sejarah pada 1950-1960 hingga sekarang, sehingga agak sulit

menyamakannya dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain, organisasi

sosial/ karitatif (orsos), organisasi bisnis/swasta, ataupun organisasi keagamaan.26

Pada awal berdirinya sekitar tahun 1970-an , kebanyakan LSM yang

muncul merupakan bagian dari diskursus kritik terhadap developmentalisme

pemerintahan Orde Baru. Beberapa di antara mereka adalah, Bina Swadaya yang

didirikan oleh Bambang Ismawan dan kawan-kawan pada 1967; LBH (Lembaga

Bantuan Hukum, 1970) oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan; LP3ES

(Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,1971) oleh

Nono Anwar Makarim, Ismi Hadad, dan lain-lain; YLK (Yayasan Lembaga

Konsumen, 1973) oleh Permadi dan kawan-kawan; YIS (Yayasan Indonesia

Sejahtera, 1974) oleh Lukas Hendrata dan Soetrisno KH; Sekretariat Bina Desa
26
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 18-19.
31

(1975) oleh Bambang Ismawan ,George J. Aditjondro dan lain-lain; LSP

(Lembaga Studi Pembangunan, 1976) oleh Adi Sasono dan kawan-kawan;

WALHI (1980) oleh Emil Salim, Erna Witoelar dan lain-lain. Kesemuanya

mencerminkan satu generasi awal kalangan aktivitas Ornop pasca Orde Lama,

yang banyak diantaranya justeru ikut melahirkan Orde Baru.27

Usaha-usaha untuk memadukan pembangunan ekonomi dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas sesungguhnya sudah mulai

dilakukan pada awal tahun 1970-an bersamaan dengan kemunculan organisasi-

organisasi non-pemerintah (Ornop) atau dikenal juga dengan nama Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Kalangan LSM ini, dalam beberapa segi, mengisi

salah satu aspek pembangunan yang kurang memperoleh perhatian dari

pemerintah, yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pemerataan dan

dalam skala mikro untuk masyarakat pedesaan dan kelompok masyarakat

miskin.28

Keberadaan LSM yang sifatnya lembaga non-pemerintah sangat

membantu untuk menciptakan pembangunan nasional, agar terciptanya

kesejahteraan sosial di masyarakat, yang mana pada era Orde Baru banyak sekali

ketimpangan-ketimpangan sosial di masyarakat yang terjadi. Kehadiran dari LSM

menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang mengalami kesakitan atau

masyarakat yang termajinalkan oleh sistem pemerintah. LSM yang hadir di

27
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 24.
28
Sirojudin Abbas, dalam James Midgley (ed), Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan dalam
Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Ditperta Islam Depag RI, 2005), h. xi.
32

tengah masyarakat memberikan advokasi, pendampingan sosial, maupun

pemberdayaan bagi masyarakat miskin, dalam berbagai aspek kehidupan seperti,

sosial, ekonomi, budaya, dan agama.

Lembaga-lembaga pemerintah yang ada, dianggap sudah tidak lagi pro

kepada masyarakat. Pada tahun 1990-an LSM dan gerakan mahasiswa saling

bersinergi untuk mengkritisi pemerintahan yang otoriter pada saat itu. Sehingga

muncul gerakan-gerakan mahasiswa yang dimotori para aktivis mahasiswa yang

bersinergi dengan para LSM. Pemerintahan yang pada dekade ini dinilai sangat

arogan, otoriter, dan terbungkamnya nilai-nilai demokrasi (democration values).

Pada dekade ini tercatat pula semakin menguatnya peranan LSM dalam

pembangunan dan pengembangan masyarakat, yang dapat berkontribusi guna

tumbuhnya akses pembangunan terhadap masyarakat miskin dan rakyat kecil,

yang merupakan isu dari LSM adalah untuk mengentasan kemiskinan, perbaikan

nasib buruh, dan kesejahteraan sosial.29

Pada masa reformasi tampak jelas antara LSM dan aktivis kampus yang

memperjuangkan nasib rakyat, sehingga tumbangnya rezim Orde Baru.

Tumbangnya rezim Orde Baru yang berganti masa reformasi, sehingga

menjamurnya atau tumbuh LSM-LSM dengan berbagai visi dan misi yang

beragam dalam perjuangan dan aktifitasnya. Dengan tema besar yang di usung

29
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 29-30.
33

para LSM yaitu, pengentasan kemiskinan, nasib para buruh, nasib rakyat jelata,

agar terciptanya kesejahteraan sosial di negara Indonesia.30

Pada umumnya, LSM generasi terakhir ini bertujuan untuk melakukan

reorientasi dan rekonstruksi model dan arah bangsa yang dimulai dengan pemilu

pada tahun 1999 sebagai momentumnya. Menurut Arief Budiman kelahiran LSM

pada saat itu dapat dikatakan sebagai simbol bangkitnya kekuatan masyarakat atas

negara yang sedang melemah. Pada periode itu pula, jumlah dan aktifitas LSM

semakin tidak dapat terkontrol dan terdeteksi ditambah dengan banyaknya LSM

yang didirikan secara mendadak untuk sebuah proyek tertentu baik proyek yang

datangnya dari pemerintah, pengusaha ataupun bantuan asing.31

David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran

perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang

dipillihnya. Generasi pertama mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam

mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha

untuk memenuhi sesuatu yang kurang dalam masyarakat, misalnya kebutuhan

akan kesehatan, makanan, pendidikan, dan sebagainya. Generasi ini disebutnya

sebagai relief and welfare. LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada

kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial,

seperti anak yatim piatu, penderita cacat, orang lanjut usia dan sebagainya.32

30
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 31.
31
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 31.
32
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 5-6.
34

Generasi kedua memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat

mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka

sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku langsung, tetapi sebagai

penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada proyek-proyek pengembangan

masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small scale, self reliance local

development.33

Generasi ketiga memiliki pandangan yang lebih jauh lagi. Keadaan di

tingkat lokal dilihat sebagai akibat saja dari masalah regional atau nasional.

Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik

pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa

dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yang

tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dengan otokritiknya atas LSM generasi

sebelumnya sebagai pengrajin sosial. LSM generasi ini disebut sebagai

sustainable system development.34

Generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari gerakan

masyarakat, dan disebut sebagai people movement. Generasi ini berusaha agar ada

transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan

yang mempengaruhi kehidupan. Visi dasarnya adalah cita-cita terciptanya dunia

33
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6.
34
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6-7.
35

baru yang lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan semua penduduk dunia.

Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstuktur.35

Peranan LSM sebagai lembaga yang independent sangat membantu

menciptakan pembangunan sosial di masyarakat. Lembaga yang membantu

kinerja dari pemerintah, agar terciptanya kesejahteraan rakyat. Ini menjadi hal

positif yang harus didukung dari keberadaan-keberadaan LSM di Indonesia.

Dalam hal ini peranan LSM dalam hal pemberdayaan terhadap anak

jalanan. Anak jalanan yang kurang mampu sangatlah diharapkan untuk

diberdayakan, pada saat ini angka anak jalanan semakin meningkat pesat dan

sering terjadinya kekerasan, serta diskriminasi terhadap anak jalanan, akan

penting sekali apabila semua elemen bangsa bersinergi untuk menangani

permasalahan ini.

Keberadaan LSM yang konsen menangani masalah anak jalanan menjadi

sebuah solusi penting, ketika pemerintah belum mampu menyelesaikan

permasalahan anak jalanan ini. Permasalahan anak jalanan butuh sinergi dari

kelompok-kelompok dan setiap elemen-elemen yang ada di masyarakat di dalam

menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Pemerintah bersama-sama LSM dan

peran serta masyarakat diharapkan dapat menyelesaikan masalah anak jalanan.

LSM dengan program-program pemberdayaan (empowerment) terhadap

anak jalanan telah banyak membantu anak jalanan keluar dari ligkaran setan atau

mata rantai dari kemiskinan maupun kebodohan. Peranan dari LSM yang
35
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 7.
36

memberikan pelatihan pendidikan, keterampilan diharapkan mampu memberikan

manfaat bagi anak jalanan agar mereka dapat tumbuh hidup menjadi manusia

yang berguna di masa depan.

C. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi

cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.36

Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan,

pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas

mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi

serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.37

Menurut beberapa ahli pemberdayaan dapat diartikan. Sebagai contoh,

Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada

36
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 58-59.
37
Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan Masyarakat Kampung
Badak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah, 2007), h. 57.
37

intinya, ditunjukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakuakan melalui peningkatan kemampuan dan

rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer

daya dari lingkungannya.38

Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai

pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun

komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang

harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia

hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam

membentuk hari depannya.39

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan

atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

38
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Jakarta:
Fakultas Ekonomi-UI, 2002), h. 163.
39
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 164.
38

hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki

kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata

pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai

tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan

sebagai sebuah proses.40

Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang

dirugikan (the disadvantaged).41 Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat

lemah atau masyarakat miskin. Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat

agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Menciptakan kesejahteraan sosial

pada tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat miskin perlu diberdayakan

agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat memenuhi

kehidupannya sendiri.

Dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan

(empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran,

kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan

memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di

masyarakat.

40
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 59-60.
41
Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat Di
Era Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),
h. 130.
39

2. Strategi Pemberdayaan

Dalam hal melakukan pemberdayaan (empowerment) terdapat

beberapa strategi pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan

dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi

dalam pemberdayaan ini. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayan dapat

dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):

mikro, mezzo, dan makro.

a. Aras Mikro adalah pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention,

dengan tujuan utamanya, yaitu membimbing atau melatih klien dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Strategi ini sering disebut sebagai

pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

b. Aras Mezzo adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok

klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai

media intervensi. Adapun pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,

biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki

kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem

besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada

sistem lingkungan yang lebih luas. Strategi ini digunakan untuk melakukan
40

perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. strategi sistem besar ini,

memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk

memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta

menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.42

Pemberdayaan yang diberikan diharapkan mampu membantu

permasalahan anak jalanan yang ada saat ini, melalui program-program

pemberdayan yang dilakukan LSM diharapkan dapat meminimalisasi angka

anak jalanan. Anak-anak jalanan harus mendapatkan pendidikan yang layak,

mendapatkan hak-haknya agar anak mendapatkan pengetahuan untuk di masa

depan. Meningkatkan kesadaran bagi anak-anak jalanan betapa pentingnya

pendidikan yang berguna untuk masa depan, serta dapat aktif dalam kegiatan-

kegiatan sosial di masyarakat, dimana tidak lagi mencari uang guna memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarganya.

3. Prinsip Pemberdayaan

Di dalam pemberdayaan (empowerment) terdapat prinsip-prinsip

pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan baik dan tepat

sasaran. Adapun prinsip pemberdayaan menurut pekerja sosial, sebagai

berikut:

a. Pemberdayaan merupakan proses kolaboratif, dimana pekerja sosial dan

42
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 66-67.
41

masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.

b. Di dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi aktor atau subjek yang

kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber, serta kesempatan-

kesempatan yang ada.

c. Masyarakat harus melihat dirinya sendiri sebagai agen penting yang dapat

mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.

d. Kompetensi diperoleh dari pengalaman yang memberikan perasaan mampu

pada masyarakat.

e. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan

menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada

situasi masalah tersebut.

f. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang

penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta

kemampuan mengendalikan seseorang.

g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaannya sendiri, yaitu:

tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.

h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena

pengetahuan dapat memobilisasi atau menggerakkan, agar terciptanya

sebuah perubahan sosial.

i. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan

untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

j. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif;


42

permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan

ekonomi secara pararel.43

D. Anak Jalanan

1. Definisi Anak Jalanan

Memang definisi anak jalanan belum memiliki spesifikasi yang tepat.

Di dalam masyarakat kita anak jalanan di definisikan anak yang mencari

nafkah atau mencari ekonomi di jalan, entah sebagai pengamen, pengemis,

pemulung, pedagang asongan maupun lain-lain. Setiap negara memiliki

definisi yang berbeda tentang anak jalanan. Sehingga pembatasan definisi

anak jalanan belum ditetapkan.

Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui

definisi anak jalanan. Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan

adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari

nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are

those who have abandoned their homes, school and immediate communities

before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street

life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah enam belas tahun

43
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 68-69.
43

yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat

terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).44

Sedangkan menurut Tata Sudrajat, anak jalanan dapat dikelompokan

menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :

Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan

tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,

anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,

kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau

tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the

street). Ketiga, anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok

ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be

street children).45

Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak

jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya

(children of the street). Anak jalanan tinggal 24 jam di jalanan dan

menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan

antar keluarganya sudah terputus, karena anak jalanan ini disebabkan oleh

44
Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 dari
http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.

45
Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 dari
http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
44

faktor sosial psikologis keluarganya yang mengalami kekerasan, penolakan,

penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak jalanan tidak mau

kembali ke rumah, kehidupan di jalan dan solidaritas sesama temannya telah

menjadi ikatan bersama.

b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Anak

jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street), yang

seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur

kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya anak jalanan ini bekerja

dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,

tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggalnya di lingkungan

kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.

c. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Anak

jalanan yang masih tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan

sebelum atau sesudah sekolah. Motivasinya ke jalan karena terbawa teman,

belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua, serta aktivitasnya

berusaha menjadi pedagang asongan, Koran.

d. Anak-anak jalanan yang berusia di atas enam belas tahun. Anak

berada dijalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.

Umumnya anak ini telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Anak ini biasanya

kaum urban yang mengikuti orang tuanya ke kota. Pekerjaan anak jalanan ini
45

biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, kuli panggul, pengasong, pengamen,

pengemis dan pemulung.46

Anak-anak jalanan merupakan pekerja yang paling rentan untuk

dieksploitasi. Bellamy mengemukakan, beberapa diantaranya mampu untuk

mengkombinasikan kerja dijalanan dengan sekolah, namun banyak diantara

darinya dieksploitasi dan ditipu orang-orang dewasa dan yang sebaya dan

harus berjam-jam untuk mendapatkan penghasilan. Anak-anak jalanan juga

rentan terhadap penganiayaan, penyiksaan, sampai pemerkosaan.47

Dalam survei dan pemetaan anak jalanan yang dilakukan PMKM

Unika Atma Jaya (1999) terdeteksi beberapa resiko yang dialami anak jalanan

perempuan, yaitu: anak jalanan yang pernah diperas/dipalak/ditodong sebesar

21,9% terserempet kendaraan 20,9% dipukul/dikeroyok 19,3 persen,

digaruk/ditangkap 8,9% jatuh dari kendaraan 8,7% tertabrak kendaraan 7,3%

dan lainnya (seperti: pelecehan seksual, disodomi, atau diperkosa).48

2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Anak-anak jalanan merupakan menjadi masalah sosial di negara-

negara berkembang seperti di Indonesia. Banyak kita saksikan keberadaan

anak jalanan di sekitar perempatan lampu merah, di bus-bus kota, di depan

46
Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 dari
http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
47
Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis Data
Susenas 2000 KOR, “ (Tesis Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002), h. 24.
48
Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis Data
Susenas 2000 KOR., h. 24.
46

pertokoan, di kolong jembatan. Hal ini merupakan menjadi masalah sosial

bangsa yang harus diselesaikan. Paling tidak ada beberapa faktor yang

menyebabkan munculnya anak jalanan, yaitu:

a. Faktor Kemiskinan

Secara singkat, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu

standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan

materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar

kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar

kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap

tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari

mereka yang tergolong sebagai orang miskin.49

Masalah kemiskinan ini merupakan salah satu hal pemicu (to come)

munculnya anak-anak jalanan. Anak yang seharusnya mendapatkan

penghidupan maupun pendidikan yang layak dimasa kanak-kanak, ternyata

harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Tidak sedikit orang tua

yang mempekerjakan anak-anaknya yang dibawah umur untuk mencari

uang bagi kehidupan keluarganya.

Faktor kemiskinan ini, merupakan faktor yang sangat kuat sebagai

salah satu penyebab munculnya anak jalanan. Tingkat ekonomi keluarga

yang sangat rendah sehingga mereka tidak dapat mencukupi kehidupannya

49
Parsudi Suparlan (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995),
h. xi.
47

terpaksa anak-anak mereka menjadi korban, untuk menjadi anak jalanan

untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarganya.

Irwanto, menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor

mendasar (underlying factor) munculnya pekerja anak. Sedang Bellamy

mengatakan bahwa kekuatan yang paling kuat sekali mendorong anak-anak

kedalam lingkungan pekerjaan yang membahayakan dan melemahkan

adalah eksploitasi dari kemiskinan. Pada bagian lain, ILO dan UNICEF

(1994) menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan akar permasalahan

terdalam, dan faktor utama anak-anak terjun ke dunia kerja. Bencana alam,

buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup,

yang lebih lanjut membuat buruk keadaan yang dihadapi keluarga, dan

orang tua miskin merasa terpaksa meletakkan anaknya di dunia kerja.50

Di Indonesia kemiskinan pun menjadi penyebab utama anak-anak

bekerja. Orang tua sangat membutuhkan tenaga anak-anaknya untuk

membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Asra, mengemukakan

bahwa 35% orang tua akan mengalami penurunanpendapatan rumah

tangganya jika anak mereka berhenti bekerja. Sedang Imawan dkk

menemukan bahwa 23,5% pendapatan anak-anak yang bekerja diberikan

untuk orang tuanya. Hal ini disebabkan karena anak-anak justru

50
Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis Data
Susenas 2000 KOR.. h. 33.
48

membutuhkan pekerjaan, karena keadaan ekonomi keluarganya yang

miskin.51

Angka kemiskinan yang begitu tinggi menjadi pemicu munculnya

anak-anak jalanan. Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat menjadi

mata rantai munculnya anak jalanan yang harus bekerja mencari kebutuhan

ekonomi keluarganya di jalan. Dalam hal ini membiarkan anak untuk

dipekerjakan berarti menjerumuskannya ke dalam lubang kemiskinan.

b. Disfungsi Keluarga

Selain faktor kemiskinan sebagai penyebab munculnya anak

jalanan. Ketidakberfungsian keluarga merupakan salah satu hal pemicu

anak jalanan. Keluarga yang dianggap menjadi tempat yang nyaman

menjadi suatu hal yang tidak nyaman bagi anak. Sering terjadi kekerasan

dalam suatu keluarga ini yang menyebabkan anak terjun ke jalan. Keluarga

broken home situasi keluarga yang dipenuhi dengan kekerasan-kekerasan,

konflik antar orang tua, anak dengan orang tua, kakak dengan adik yang

menyebabkan ketidaknyamanan dalam keluarga, perceraian orang tua,

sehingga anak harus dititipkan oleh keluarga maupun orang lain, hal ini

menjadi pemicu munculnya anak jalanan. Tidak berjalannya fungsi

keluarga menyebabkan tidak adanya rasa aman dan nyaman sehingga anak

banyak yang turun kejalan untuk menjadi anak jalanan

51
Hardius Usman, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia: Analisis Data
Susenas 2000 KOR.. h. 33-34.
BAB III
GAMBARAN UMUM LSM HUMUS

A. Sejarah Berdirinya LSM HUMUS

Berawal dari sekelompok mahasiswa jurusan Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang melakukan

kegiatan sosial di wilayah Pinggir Kali Bekasi daerah Pasar Proyek Bekasi

Timur sebagai program kerja dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tahun

2002. Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) itu sendiri berlangsung selama satu

bulan. Setelah program KKN (Kuliah Kerja Nyata) selesai dilakukan beberapa

orang mahasiswa melanjutkan diskusinya mengenai Komunitas Pinggir Kali,

Pasar Proyek Bekasi Timur dengan kerangka pengembangan komunitas

(community development). Akhirnya diskusi berujung pada keputusan untuk

terus melanjutkan kegiatan sosial secara independent, dengan program utama

pendidikan dasar bagi anak-anak jalanan. Untuk melengkapi keutuhan

program, tujuh orang mahasiswa bersepakat menjadi sukarelawan dan

bergabung dalam sebuah kelompok kecil yang bernama HUMUS (Himpunan

Masyarakat Untuk Solidaritas).1

Organisasi HUMUS berdiri pada bulan September 2002, saat

melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata dengan koordinator Sdr. Ali Muzaki

dengan anggota Adi Hermawan, Doni Irwandi, Muhammad Masykur,

Muhammad Syarifudin, Saiful, Aditya Halwani. Program awal organisasi ini

1
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.

49
50

adalah pendidikan dasar bagi anak-anak yang putus sekolah. Program berjalan

setiap dua kali seminggu. Pada awalnya para sukarelawan mengandalkan

pendanaan dari salah seorang dosen dan pribadi masing-masing.2

Kondisi ini berjalan lebih kurang selama dua tahun sampai akhirnya

anggota HUMUS memutuskan bergabung dengan seorang sukarelawan dari

salah satu yayasan di Kota Bekasi yang juga menangani bidang yang sama,

yaitu pendampingan bagi anak jalanan. Kerja sama berlangsung cukup lama

dan berbagai program mulai berjalan stabil dan lebih variatif. Seiring waktu

berjalan, anggota HUMUS memutuskan melebur menjadi satu organisasi yang

disepakati bersama, yaitu SMUTs. SMUTs adalah LSM yang menjadi wadah

bersama bagi anggota HUMUS yang berkecimpung di dalam kerja sosial

terutama pendampingan bagi komunitas marjinal di komunitas Pinggir Kali

Bekasi Pasar Proyek. Karena kelenturannya, organisasi ini juga dipakai

sebagai wadah bagi teman-teman di Bantar Gebang sebagai pemersatu.3

Sekilas Tentang SMUTs adalah sebuah kelompok kerja sosial

beranggotakan para mahasiswa yang fokus dalam bidang Pengembangan

Komunitas ( Community Development ). SMUTs berdiri pada hari Selasa, 26

April 2004. Tujuan SMUTs adalah pengabdian kepada masyarakat dalam

rangka mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup. Masyarakat yang

dimaksud SMUTs adalah komunitas marjinal perkotaan yang tertinggal dalam

persaingan hidup di kota.4

2
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
3
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
4
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
51

SMUTs terbentuk sebagai respons dari keprihatinan pada kondisi

sosial suatu golongan masyarakat Kota Bekasi yang terpinggirkan baik secara

sosial maupun ekonomi. Khususnya, mengenai keberadaan pekerja anak (usia

sekolah) yang bekerja sebagai pengamen, pemulung, pengemis dan buruh

kasar. Hal demikian semakin menguatkan tekad pengurus HUMUS untuk

bergabung dalam sebuah kelompok kerja dan menjalin kerjasama dengan

lembaga lainnya baik pemerintah, swasta (LSM / Organisasi Mahasiswa)

ataupun perorangan.5

Wilayah kerja SMUTs masih terbatas pada Komunitas Pinggir Kali

Bekasi Pasar Proyek Bekasi Timur, suatu komunitas yang dihuni oleh para

pekerja jalanan. Komunitas ini dihuni sekitar 170-175 kepala keluarga.

Sebagian besar warga berprofesi tetap sebagai pemulung, pengamen dan

pengemis terkadang ada pekerjaan sampingan sebagai penarik becak, tukang

parkir dan buruh bangunan.6

Kerjasama ini berlangsung lebih kurang selama dua Tahun, sejak

2004-2006. Seiring kerjasama dijalankan, seiring itu pula program dan wacana

perubahan terus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Perluasan

jaringan kerja mulai dibangun, tak terkecuali sumber pendanaan. Pada masa

ini banyak sekali perubahan terjadi pada komunitas dan anggota kelompok

kerja. Seiring waktu, pada masa dua tahun kerjasama ini sukarelawan mulai

berkurang hingga tersisa tiga orang yang tetap konsisten. Kondisi ini tak

5
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
6
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
52

berlangsung lama, dengan cepat personil organisasi HUMUS bertambah dan

berganti-ganti.7

Seiring adanya perbedaan pemikiran dan sifat pragmatisme pada

organisasi SMUTs, pada tahun 2006 pengurus HUMUS memutuskan untuk

kembali menggunakan nama organisasi HUMUS sebagai organisasi dan

filosofi kerja HUMUS, yaitu menyuburkan ‘permukaan tanah’ sehingga dapat

menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat. Saat kembali

memakai organisasi ini, personil HUMUS sudah berganti, tidak lagi

sepenuhnya berasal dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Personil terbaru

organisasi ini adalah kombinasi dari dua Universitas dan satu Sekolah Tinggi,

sehingga pada saat ini masih dapat berkontribusi bagi masyarakat dan anak-

anak jalanan dalam pemberdayaan anak-anak jalanan dengan program kerja

yang sudah ada.8

B. Visi, Misi dan Struktur Pengurus LSM HUMUS

Semangat kerja HUMUS direfleksikan melalui visi dan misi, sebagai berikut :

1. Visi

a. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan penguatan kehidupan

bermasyarakat berbasis komunitas. Berusaha menjadi fasilitator bagi

kelompok anak jalanan, sehingga dapat aktif dalam kehidupan sosial,

serta dapat memecahkan permasalahan sendiri.

7
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
8
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
53

2. Misi

a. Membentuk masyarakat yang beriman dan berilmu pengetahuan.

Memberikan pembelajaran ilmu pengetahuan kepada anak-anak jalanan

maupun masyarakat marjinal melalui bidang pendidikan.

b. Menjadi agen perubahan sosial, pengurus menjadi fasilitator,

memberikan contoh keteladanan, sehingga dapat dicontoh oleh anak-

anak jalanan maupun masyarakat sekitar.

c. Menjadi sarana mediasi kepentingan antara masyarakat dan pemerintah.

d. Menggalang solidaritas sesama umat manusia lintas suku, agama, ras

dan antar golongan. Menciptakan sifat kemajemukan atau kebersamaan

sesama manusia, sehingga terciptanya suatu perdamaian.

e. Penguatan nilai kebersamaan dan kekeluargaan pada interaksi sosial

dalam rangka mewujudkan masyarakat cinta damai.9

3. Struktur Kepengurusan LSM HUMUS 2010

Struktur kepengurusan saat ini terdiri dari delapan orang pengurus

di LSM HUMUS, yang merupakan lulusan dari SLTA, Perguruan Tinggi

dan para mahasiswa. Yaitu terdiri dari:

Pertama, Adi Hermawan merupakan ketua LSM HUMUS. Adi

merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri 49 di daerah Jagakarsa,

Jakarta Selatan, pada tahun 1999. Pernah menempuh kuliah di Fakultas

Ushuluddin, jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kesibukannya terjun di dunia LSM membuatnya fokus pada kegiatan di

9
Profil diperoleh dari LSM HUMUS.
54

LSM. Kesibukan membuatnya tidak dapat menyelesaikan kuliah di

Fakultas Ushuluddin, jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah,

Jakarta.10

Keberadaanya di LSM HUMUS sejak tahun 2002, yang berawal

dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang diadakan oleh Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Keberadaannya untuk mengabdi kepada

masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek Bekasi Timur,

khususnya kepada pekerja anak yang termarjinalkan.11

Pada tahun 2004 bekerja sama dengan LSM SMUTs untuk

mengabdi kepada masyarakat guna mengembangkan dan meningkatkan

kualitas hidup masyarakat sekitar. Akan tetapi kerjasama itu tidak

berlangsung lama, pada tahun 2006 para pekerja sosial kembali

menggunakan nama HUMUS sampai saat ini Adi Hermawan sebagai ketua

dari LSM HUMUS.12

Kerja nyata untuk memberdayakan anak jalanan merupakan

konsennya untuk saat ini. Membantu anak-anak jalanan agar memiliki rasa

kepercayaan diri yang lebih baik lagi dan memiliki cita-cita yang tinggi,

yaitu dengan cara melakukan pemberdayaan di LSM HUMUS dalam

bidang pendidikan bagi anak-anak jalanan.

Adi Hermawan adalah ketua LSM HUMUS, LSM HUMUS ini

tergabung ke dalam tujuh komunitas anak jalanan di bawah LSM WADAH

yang merupakan donator bagi keberlangsungan LSM ini. Adi Hermawan


10
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
11
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
12
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan,.Bekasi 13 Januari 2011.
55

juga aktif di LSM WADAH sebagai seorang relawan. LSM WADAH

adalah lembaga yang memiliki fokus kepada masalah perempuan dan anak,

pendidikan dan perdagangan manusia (human trafficking). LSM WADAH

bertempat di daerah Sudirman Jakarta Pusat. Adi Hermawan aktif juga di

organisasi SEBUAi, yaitu rumah belajar bagi anak-anak jalanan di

Bekasi.13

Pada saat ini Adi Hermawan telah memiliki istri dan seorang anak

dan hidup sederhana di wilayah Harapan Jaya Bekasi. Kehidupannya dalam

kesederhanaan sebagai pekerja sosial untuk anak-anak jalanan atau pekerja

anak, yang berada di wilayah Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi

Timur.

Kedua, Suci Utami merupakan sekretaris LSM HUMUS.

Pendidikan Sekolah Menengah Atas didapatnya di SMAN 1 Mendi Lancar,

Kuningan, Jawa Barat. Suci Utami merupakan lulusan Akutansi, Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi Tri Bhakti, Bekasi, pada tahun 2008. Peranannya

sebagai sekretaris mendata anak-anak dan pembuat proposal kegiatan yang

ada di LSM HUMUS, lalu keberadaanya sebagai pengajar di pendidikan

anak usia dini (PAUD) HUMUS dan pengajar di kelas bimbingan belajar.

Di kelas bimbingan belajar menjadi pengajar, Matematika, dan Bahasa

Inggris. Keberadaanya di LSM HUMUS karena kepeduliannya kepada

13
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
56

anak-anak jalanan yang termarjinalkan. Konsen kepada permasalahan anak-

anak jalanan yang perlu diberdayakan.14

Selain itu, Suci Utami merupakan istri dari Adi Hermawan.

Keberadaanya di LSM ini untuk membantu dan mengabdikan dirinya

menjadi pekerja sosial, serta menjadikan LSM HUMUS sebagai tempatnya

bekerja dan melakukan aktifitas untuk mengajar.

Ketiga, Haryani merupakan bendahara LSM HUMUS. Haryani

merupakan lulusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas

Islam 45, Bekasi, pada tahun 2003. Selain sebagai bendahara, Haryani juga

sebagai kordinator pendidikan anak usia dini (PAUD) HUMUS. Selain

aktif di LSM HUMUS, dia juga merupakan seorang guru di Islamic Centre

School, Bekasi, sebagai guru Taman Kanak-Kanak.15

Peranannya sebagai pengajar kelas bimbingan belajar pra SD dan

PAUD untuk anak-anak jalanan. Mengajarkan pelajaran agama, bimbel

PAUD, keterampilan anak-anak PAUD. Kepeduliannya terhadap nasib

pekerja anak di wilayah Pasar Proyek membuatnya aktif di LSM HUMUS.

Saat ini Haryani telah memiliki suami dan satu anak, serta hidup

dalam kesederhanaan sebagai pekerja sosial dan sebagai guru di Islamic

Centre School, Bekasi. Latar belakangnya sebagai lulusan tarbiyah atau

keguruan membuatnya untuk terus menjadi seorang pendidik atau pengajar

bagi anak-anak bangsa.

14
Wawancara Pribadi dengan Suci Utami. Bekasi 13 Januari 2011.
15
Wawancara Pribadi dengan Haryani. Bekasi 29 Januari 2011.
57

Keempat, Ali Muzaki merupakan divisi pendidikan di LSM

HUMUS. Sebelum melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ali Muzaki menempuh pendidikan di Pondok

Pesantren Termas, Jawa Timur dan merupakan lulusan Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

pada tahun 2005. Ali Muzaki yang bertanggung jawab terhadap proses

pendidikan yang ada di LSM HUMUS. Selain aktif di LSM HUMUS dan

Ali Muzaki juga merupakan seorang kepala sekolah SMP Yayasan

Pendidikan Islam Al- Amin di daerah Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.16

Keberadaanya di LSM HUMUS, tidak jauh berbeda dengan Adi

Hermawan, yang berawal dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) mengabdi untuk

masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur.

Khususnya para pekerja anak dan atas kepeduliannya kepada nasib anak-

anak jalanan, yang membuatnya bertahan sampai saat ini.

Peranannya di LSM HUMUS sebagai pengajar di kelas bimbingan

belajar dan kelas pendidikan keagamaan atau pengajian. Mengajarkan iqra,

al-Qur’an, bahasa arab, praktek ibadah, dll, yang mana baginya memiliki

prinsip yang tegas dalam mendidik atau mengajar anak-anak. Anak-anak

yang belajar kepadanya diajarkan agar tidak lagi untuk mengamen, dan

mengemis karena dapat merusak konsentrasi belajar anak itu sendiri.17

Saat ini Ai Muzaki telah memiliki istri dan satu anak, yang hidup

dalam kesederhanaan di daerah Tambun, Kabupaten Bekasi. Menjadi

16
Wawancara Pribadi dengan Ali Muzaki. Bekasi 19 Januari 2011.
17
Wawancara Pribadi dengan Ali Muzaki. Bekasi 19 Januari 2011.
58

seorang guru merupakan aktivitas atau kegiatannya dalam bekerja dan

menjadi pekerja sosial di LSM HUMUS untuk kepeduliannya kepada para

pekerja anak, agar anak-anak jalanan memiliki pendidikan yang layak dan

dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Kelima, Doni Irwandi merupakan tutor atau pengajar di LSM

HUMUS. Sebelum melanjutkan kuliahnya di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Doni Irwandi menempuh pendidikan di

Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur, yang merupakan lulusan Sosiologi

Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta pada tahun 2003. Doni Irwandi juga merupakan seorang guru

agama Islam di sekolah SMP dan SMK Harapan Bangsa, Jati Asih,

Bekasi.18

Keberadaannya di LSM HUMUS, tidak jauh berbeda dengan Adi

Hermawan dan Ali Muzaki. Berawal dari KKN (Kuliah Kerja Nyata)

mengabdikan diri untuk masyarakat di Komunitas Pinggir Kali Pasar

Proyek, Bekasi Timur. Sehingga sampai saat ini masih bertahan sebagai

pengajar atau pendidik untuk anak-anak jalanan dalam kelas pendidikan

keagamaan. Disini peranannya sebagai pengajar al-Qur’an, hadist, iqra,

bahasa arab, praktek ibadah dan lain-lain.

Saat ini Doni Irwandi telah memiliki istri dan satu anak yang hidup

dalam kesederhanaan di daerah Bantar Gebang Bekasi Selatan.

Aktivitasnya saat ini adalah menjadi seorang guru dan menjadi pekerja

18
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 13 Januari 2011.
59

sosial di LSM HUMUS untuk kepeduliannya kepada para pekerja anak,

agar anak-anak jalanan memiliki pendidikan yang baik dan terhindar dari

kebodohan, serta dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Keenam, Arifin Ramadhan merupakan divisi logistik dan

perpustakaan. Arifin merupakan lulusan Madrasah Aliyah di Pondok

Pesantren Al- Amin Madura. Keberadaannya di LSM HUMUS, karena

ingin mencari pengalaman dan mengaktualisasikan diri. Setelah

mendapatkan pendidikan di Ponpes pada jurusan pendidikan, Serta

kepeduliannya kepada anak-anak jalanan, sehingga aktif dalam LSM ini.19

Peranannya di LSM HUMUS, sebagai pengelola buku-buku di

perpustakaan dan pengajar PAUD dan juga pengajar di pendidikan

keagamaan. Selain mengajar di LSM HUMUS, Arifin membuka private

pengajian untuk anak-anak SMP di kediamannya.

Ketujuh, Eva Damayanti merupakan seorang tutor atau pengajar di

LSM HUMUS. Eva merupakan mahasiswi jurusan pendidikan anak usia

dini (PAUD), Universitas Al Azhar Indonesia Kebayoran Baru Jakarta

Selatan. Keberadaannya menjadi seorang relawan di LSM HUMUS setelah

mengetahui LSM ini dari seniornya. Karena sesuai dengan bidang

pendidikannya PAUD di Universitas Al Azhar Indonesia, Eva aktif menjadi

pengajar di pendidikan anak usia dini (PAUD) di LSM HUMUS dan

memiliki rasa kepedulian yang tinggi kepada anak-anak jalanan, sehingga

19
Wawancara Pribadi dengan Arifin Ramadhan. Bekasi 19 Januari 2011.
60

mau mengajar untuk anak-anak jalanan, yang juga merupakan anak

bangsa.20

Kedelapan, Devi merupakan seorang tutor atau pengajar di LSM

HUMUS. Devi merupakan mahasiswi jurusan pendidikan anak usia dini

(PAUD), Universitas Al Azhar Indonesia Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Devi dan Eva menjadi relawan di LSM HUMUS setelah mengetahui LSM

ini dari seniornya. Karena sesuai dengan bidang pendidikannya PAUD di

Universitas Al Azhar Indonesia, sehingga kemauannya untuk membantu

dalam kegiatan belajar mengajar di pendidikan anak usia dini di LSM

HUMUS, serta memiliki rasa kepedulian yang tinggi kepada anak-anak

jalanan, sehingga bersedia untuk mengajar anak-anak jalanan yang butuh

pendidikan dan ilmu pengetahuan.21

C. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah Pasar


Proyek Bekasi Timur

LSM HUMUS berdiri di Jl. Mayor Oking RT 001 RW 001 Kel.

Margahayu Kec. Bekasi Timur Kota Bekasi, di Komunitas Pinggir Kali

Bekasi Pasar Proyek. Keberadaan organisasi HUMUS sangat bermanfaat bagi

masyarakat marjinal, khususnya anak-anak jalanan. Organisasi HUMUS

memberikan pelayanan sosial bagi masyarakat Komunitas Pinggir Kali Pasar

Proyek Bekasi Timur, yang bersifat pemberdayaan komunitas (community

development) dan pendampingan sosial, agar masyarakat dan anak-anak

jalanan dapat aktif dalam kegiatan sosial dan terlepas dari kebodohan.

20
Wawancara Pribadi dengan Eva Damayanti. Bekasi 19 Januari 2011.
21
Wawancara Pribadi dengan Adi Hermawan. Bekasi 19 Januari 2011.
61

LSM HUMUS yang berdiri di Wilayah Pinggir Kali Pasar Proyek

Bekasi Timur, telah memiliki bangunan sendiri yang didalamya terdapat ruang

perpustakaan dan komputer, ruang kegiatan belajar mengajar dan musholah.

Bangunan ini berdiri atas kerjasama dengan berbagai pihak dan elemen yang

terkait dalam hal pemberdayaan anak-anak jalanan.

Keberadaan LSM HUMUS sangatlah membantu para anak jalanan

untuk mendapatkan pendidikan yang layak, agar anak jalanan ini terbebas dari

buta huruf dan kebodohan, yang merupakan akar permasalahan bangsa, agar

anak-anak Indonesia menjadi anak yang cerdas dan berbudi pekerti luhur.

Melalui program kerja seperti, pendididikan anak usia dini (PAUD),

bimbingan belajar pra sekolah, SD, SMP, pendidikan kesetaraan paket A, B,

C, pendidikan keagamaan anak-anak dan remaja, kesenian, advokasi dan

konseling anak dan keluarga, dan pemberian beasiswa sekolah formal.

Kondisi sosial, budaya, ekonomi anak jalanan di Wilayah Pinggir Kali,

Pasar Proyek Bekasi Timur. Anak-anak jalanan dan terdiri dari berbagai

macam suku, ras dan agama. Keberadaan hidupnya dalam kemiskinan dan

kekurangan, para orang tua mereka bekerja sebagai pemulung, pengamen,

pengemis, pedagang asongan, tukang parkir, dan lain-lain yang berprofesi

dijalanan.

Berdasarkan wawancara dengan pak Bewok seorang ketua dalam

komunitas ”masyarakat di sini rata-rata pendatang dari luar daerah

kebanyakan dari orang tua anak-anak jalanan bekerja sebagai pemulung,

pengamen, pengemis, pedagang asongan, tukang parkir dan anak-anak mereka


62

banyak yang membantu orang tuanya sebagai pengamen, pengemis maupun

pemulung untuk membantu ekonomi keluarganya. Pagi-pagi anak jalanan

sudah beraktivitas ada yang mengamen, memulung, maupun ikut orang tua

mereka mengemis di jalan”.22

Para anak jalanan hidup di atas rumah-rumah bilik yang berukuran

rata-rata 4 x 5 meter persegi bersama orang tuanya. Hidup miskin dan sulit

dalam kebutuhan ekonomi sudah menjadi suatu yang terbiasa baginya.

Bagaimana masyarakat harus tetap survive untuk bertahan hidup untuk

mencukupi kehidupan sehari-hari, dengan bekerja sebagai pengamen,

pengemis, pemulung, maupun pedagang asongan. Orang tua kurang

memperhatikan mereka dalam hal pendidikan, kesehatan anak-anaknya, yang

terpenting bagi mereka bisa untuk makan hari ini sudah cukup.

Berdasarkan wawancara dengan Adi Hermawan ketua dari LSM

HUMUS ”para anak ini terpaksa menjadi anak jalanan menjadi pengamen,

pengemis, pemulung karena faktor ekonomi orang tuanya yang tidak

mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga anak dari mereka menjadi korban

harus membantu perekonomian orang tuanya, yang menyebabkan mereka

harus turun kejalan, dan tidak adanya kesadaran dari orang tua tersebut akan

nasib dari anaknya sendiri”.23

22
Wawancara pribadi dengan ketua Komunitas Pinggir Kali, Pasar Proyek Bekasi Timur pada 29
Desember 2010.
23
Wawancara pribadi dengan ketua LSM HUMUS. Bekasi 29 Desember 2010.
BAB IV
TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS


Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai

suatu status. Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan

mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, status dan

kewajiban: peran adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak

tersebut.1 Peran atau role adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan

pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.2

Peranan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak-anak jalanan masuk ke

dalam peranan pendidikan. LSM HUMUS konsen pada dunia pendidikan anak-

anak jalanan di wilayah Pasar Proyek, Bekasi Timur. Status para aktivis LSM

HUMUS adalah sebagai guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu

mengajar. Para aktivis ini memiliki wewenang untuk mengajar karena telah

dipercaya untuk mengajar dan membimbing anak-anak jalanan. Para aktivis ini

memiliki kedudukan yang berbeda dengan anak-anak jalanan. Para aktivis

memiliki kedudukan menjadi guru setelah mereka mendapatkannya melalui

pendidikan.

1
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: PT Erlangga, 1999), h. 118.
2
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi (Jakarta: Rajawali pers, 1983), h. 99.

63
64

Dalam menjalankan peranan sebagai guru atau pengajar. Pelaku peranan

diharapkan memiliki gaya khas atau gaya fungsional di dalam mengajar.

Mengajar anak-anak jalanan memiliki perbedaan dalam mengajar anak-anak

biasa. Anak-anak jalanan memiliki karakter atau perilaku yang keras. Dalam hal

ini diperlukan gaya mengajar yang lembut, mengajak untuk kebaikan dan

bersahabat.

Peranan LSM HUMUS sangat memiliki peranan penting bagi anak-anak

jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Keberadaan organisasi non-

pemerintah ini membawa manfaat besar bagi anak jalanan itu sendiri. Kegiatan-

kegiatan yang ada membawa anak jalanan terlepas dari buta huruf, yang

merupakan mata rantai dari kebodohan, serta anak jalanan memiliki motivasi dan

semangat untuk menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan agama, serta

memiliki kreativitas tinggi dan berwawasan luas. Bahwasannya ketidakberdayaan

atau kemiskinan dapat dirubah dengan semangat, kemauan dan cita-cita yang

tinggi, agar menjadi orang sukses.

Keberadaan LSM ini memiliki fungsi sosial bagi masyarakat, khususnya

anak-anak jalanan di wilayah Pasar Proyek. Para aktivis menjadi guru,

mengajarkan anak-anak dalam berbagai ilmu pendidikan. Peran yang dijalankan

mempunyai harapan kepada anak-anak jalanan. Peranan yang diharapkan agar

anak-anak jalanan mendapatkan ilmu pengetahuan dan perilaku yang baik dan

sopan dalam tatanan kehidupan sosial, serta melalui bidang pendidikan anak-

anak dapat memiliki cita-cita di masa depan yang lebih baik lagi.
65

LSM ini masuk kedalam jenis peranan golongan atau kelompok.

Misalnya, seseorang yang menjadi guru, sebenarnya ia memasuki kategori warga

masyarakat yang memegang peranan pendidikan. Fungsi pendidikan ini

merupakan fungsi dari masyarakat umum secara struktural dan fungsional. Fungsi

pendidikan seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan golongan orang yang

memiliki status pendidikan.

Di dalam LSM ini memiliki peranan kunci (key roles) atau peranan

penting yang memiliki pengaruh besar. Peranan kunci (key roles) dipegang oleh

Adi Hermawan sebagai ketua LSM HUMUS. Adi Hermawan merupakan salah

satu pendiri LSM HUMUS, yang sampai saat ini masih aktif didalamnya dan

memiliki tanggung jawab dalam setiap kegiatan atau program-program di LSM

ini, serta dipercaya memimpin rekan-rekannya yang lain dalam setiap kegiatan,

dikarenakan mampu menjalankan LSM ini, sehingga dapat berkontribusi bagi

anak-anak jalanan di bidang pendidikan sampai saat ini. Lalu Adi Hermawan juga

memiliki jaringan sosial yang luas sesama LSM yang konsen pada anak-anak

jalanan, yang membuat LSM ini terus berpartisipasi pada dunia pendidikan bagi

anak-anak jalanan.

David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran

perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang dipilihnya.

LSM HUMUS masuk kedalam LSM generasi kedua memusatkan perhatiannya

pada upaya agar LSM dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku
66

langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada

proyek-proyek pengembangan masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small

scale, self reliance local development.3 Peranan LSM sebagai fasilitator, dengan

memberikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan pemberdayaan, guna

membangkitkan kembali rasa kepercayaan diri masyarakat lokal, agar dapat aktif

dalam kehidupan sosial, serta terciptanya kesejahteraan sosial.

Pemberdayaan yang sifatnya membangun karakter, sikap mental yang kuat

bagi anak-anak jalanan, agar hidup terus maju kedepan dan dapat menggapai

segala cita-cita yang diharapkan. Melalui program kegiatan yang ada di LSM ini

anak-anak dapat merasakan kemanfaatannya yang didapatkan, serta kelak

bermanfaat di masa depan.

B. Kegiatan-Kegiatan Pemberdayaan Anak Jalanan

Peranan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di dalam

menjalankan kegiatannya menggunakan strategi pemberdayaan aras Mezzo. Aras

Mezzo adalah pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media

intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan

sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan

3
Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 6.
67

sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang

dihadapinya.4

Adapun kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan

LSM HUMUS adalah sebagai berikut :

1. Pendidikan

a. Membuka Kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

b. Membuka Kelas Bimbingan Belajar SD, SMP.

c. Membuka Pendidikan Kestaraan Paket A, B, C.

d. Membuka Kelas Pendidikan Keagamaan.

2. Beasiswa Sekolah formal.

3. Konseling Anak dan Keluarga.

4. Kesenian.

1. Pendidikan

a. Membuka Kelas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pendidikan anak usia dini merupakan kegiatan di LSM HUMUS, yang

baru berjalan sekitar dua tahun, yang mana pelaksanaan kegiatanya pada hari

senin hingga kamis pada pukul 07.30 s/d pukul 09.30 WIB di LSM HUMUS.

Peserta didik yang belajar di PAUD terdapat 27 anak dan terbagi menjadi

tiga kelas, yaitu kelas A, B, dan C, di kelas A terdapat enam orang anak,

dengan rata-rata usia tiga sampai empat tahun, di kelas B terdapat dua belas

4
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 66.
68

orang anak, dengan rata-rata usia lima tahun, dan pada kelas C terdapat

sembilan orang anak, dengan rata-rata usia enam tahun. Tenaga pengajar di

PAUD terdapat lima orang, yaitu Suci Utami, Haryani, Arifin, Eva, dan

Devi. Adapun mata pelajaran yang diajarkan terdiri dari berhitung, mengeja

huruf, membaca, pengetahuan agama dan ketrampilan. Kegiatan ini gratis

yang diberikan untuk anak-anak, kegiatan PAUD ini mengaggarkan biaya

satu juta rupiah perbulannya, sumber dana dalam kegiatan ini berasal dari

dana donatur perorangan dan bantuan LSM WADAH, LSM yang konsen

kepada masalah perempuan dan anak, pendidikan dan perdagangan manusia

(human trafficking), di daerah Sudirman Jakarta Pusat.

Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.


“PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) baru berjalan sekitar dua
tahunan. PAUD ini setara dengan Taman Kanak-Kanak, yang diikuti
anak-anak berumur empat sampai enam tahun yang terbagi kedalam
tiga kelas yaitu kelas A, B, dan C. Di PAUD ini merupakan dasar bagi
anak-anak untuk mengenal pendidikan kedepannya. Bahwa pendidikan
itu penting dimulai dari masa kanak-kanak. Justru yang saya tidak
sangka respons para orang tua PAUD sangat tinggi. Seperti
menyarankan membuat tabungan dan jalan-jalan waktu liburan.“ 5

Tujuan dari program pendidikan anak usia dini di LSM HUMUS

adalah agar anak-anak dapat membaca, mengenal huruf latin, arab dan

berhitung angka, sehingga anak-anak dapat membaca dan berhitung, serta

menghafal doa-doa keseharian dan kreativitas dalam keterampilan.

Pendidikan anak usia dini LSM HUMUS mengikuti kurikulum taman kanak-

5
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
69

kanak atau pendidikan anak usia dini islam, sehingga anak-anak dapat

membaca dan berhitung sampai menyelesaikan pendidikan anak usia dini,

lalu anak-anak ini dapat meneruskan pendidikannya ke sekolah dasar.

Pendidikan anak usia dini yang di dapatnya di PAUD HUMUS sebagai bekal

pengetahuan yang akan dibawanya pada sekolah dasar formal.

Menurut informasi yang di dapat dari orang tua, yaitu Ibu Jumari.
“sebelum anak saya belajar di sini ngomong saja belum lancar,
tapi setelah belajar disini alhamdulillah sudah bisa berhitung,
membaca, dan gambar-gambar.”6

Kegiatan pendidikan anak usia dini LSM HUMUS berjalan dengan

sangat baik. Anak-anak jalanan yang belajar di LSM HUMUS ini dengan

serius dan cepat menerima materi-materi pelajaran yang diberikan

kepadanya. Anak-anak yang belajar di PAUD HUMUS sudah dapat

mengenal huruf latin, arab dan angka, serta beberapa darinya sudah ada yang

bisa membaca, berhitung, menggambar dan menghafal doa-doa keseharian.

Anak-anak yang mengikuti kegiatan PAUD dimulai pada pukul 07.30

s/d 10.00, anak-anak melakukan kegiatan belajar mengajar dan menerima

materi-materi yang diajarkan, setelah pukul 10.00 anak-anak kembali

kerumah, lalu pada siang hari sebagian dari anak-anak yang belajar di PAUD

sudah ada yang turun kejalan menjadi pengamen, pengemis yang diajak oleh

para orang tuanya.

6
Wawancara dengan ibu Jumari orang tua anak yang belajar di PAUD pada tanggal 13 januari 2011.
70

Oleh karenanya pendidikan anak usia dini (PAUD) ini merupakan

program pendidikan dini bagi anak-anak untuk mengenal dunia pendidikan.

Anak-anak diajarkan banyak hal tentang pendidikan, agar di masa depan

kelak anak-anak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi dan

mengikis buta huruf bagi anak-anak jalanan, yang merupakan mata rantai

dari kebodohan.

b. Membuka Kelas Bimbingan Belajar SD, SMP

Kelas bimbingan belajar untuk anak SD, SMP, merupakan kegiatan

yang ada di LSM HUMUS. Pelaksanaan kegiatannya pada hari senin hingga

kamis dari pukul 10.00 s/d pukul 11.00 WIB dan pukul 14.00 s/d pukul

17.00 WIB di LSM HUMUS. Peserta didik yang mengikuti bimbingan

belajar, terdapat 71 anak, terdiri dari kelas SD dan SMP. Tenaga pengajar

terdapat empat orang, yaitu Adi Hermawan, Suci Utami, Haryani, Ali

Muzaki. Kegiatan ini memberikan pelajaran tambahan setelah para anak-

anak selesai sekolah. Mata pelajaran yang diajarkan di sini beragam dari,

Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris dan Agama, dll. Kegiatan ini gratis

yang diperuntukan bagi anak-anak, dalam kegiatan bimbingan belajar ini,

pengurus mengaggarkan biaya satu juta rupiah perbulannya, sumber dana

dalam kegiatan ini berasal dari dana donatur perorangan dan bantuan LSM

WADAH.
71

Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.


“program bimbingan belajar ini memberikan pelajaran
tambahan bagi anak-anak, setelah mereka sekolah di sekolah masing-
masing. Di sini mereka boleh bertanya banyak karena kami sebagai
fasilitator. Apabila mereka ada PR boleh bertanya. Dan pada saat
bimbingan belajar kami selalu memberikan motivasi bagi anak-anak,
memberikan semangat belajar kepada mereka. Tahu sendiri anak-anak
jalanan, yang sudah terbiasa dijalanan terkadang malas dan acuh
terhadap belajar. Untuk itu kami selalu memberikan motivasi bagi
mereka.“7

Kegiatan bimbingan belajar dilakukan pada pukul 10.00 s/d 11.00 dan

pukul 14.00 s/d 16.00, pukul 10.00 dilaksanakan untuk anak-anak yang

bersekolah pada siang hari, sedangkan pukul 14.00 untuk anak-anak yang

bersekolah pagi hari. Anak-anak yang melakukan kegiatan bimbingan belajar

ini, terdapat anak-anak yang melakukan aktifitas mengamen, mengemis,

berdagang asongan pada sore hari hingga malam hari.

Akan tetapi kegiatan kelas bimbingan belajar di LSM HUMUS

berjalan baik. Respons anak-anak yang mengikuti kegiatan bimbingan belajar

sangat aktif. Anak-anak jalanan dengan cepat menerima materi-materi

pelajaran yang diajarkan kepadanya. Anak-anak tidak malu untuk bertanya

kepada para pengurus tentang materi pelajaran. Sebelum kegiatan bimbingan

belajar dimulai, anak-anak telah berkumpul dan antusias untuk datang

sebelum waktu yang telah ditentukann banyak darinya yang menggunakan

waktu itu untuk membaca buku, koran untuk anak-anak dan bermain puzzel

berbentuk huruf yang disusun menjadi sebuah kata-kata.

7
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
72

Kelas bimbingan belajar yang diberikan anak-anak jalanan dapat

diterima dengan baik oleh anak-anak jalanan itu. Kelas bimbingan belajar

sedemikan rupa diciptakan senyaman mungkin untuknya dan anak-anak

dapat bertanya masalah pelajaran disekolahnya masing-masing tanpa harus

malu dan takut, serta bercerita akan keluhan atau permasalahan yang

dihadapi anak-anak jalanan dan para kakak-kakak pengurus LSM HUMUS

akan membimbing.

c. Membuka Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C

Pendidikan kesetaraan paket A,B, dan C merupakan kegiatan yang ada

di LSM HUMUS. kegiatan ini diberikan kepada anak yang putus sekolah,

agar mereka mendapatkan pendidikan dan ijazah kesetaraan.

Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.


“LSM HUMUS ini telah meluluskan pendidikan kesetaraan
paket A, B, dan C sebanyak empat belas orang dan beberapa dari
mereka kini sudah bekerja dengan layak. Tidak harus berada di jalan
lagi.“8

Program pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C ini diperuntukan

bagi anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan pendidikan di sekolah

formal. Anak-anak ini mendapatkan pendidikan di bimbingan belajar

HUMUS atau kelas eksekutif HUMUS, yaitu di berikan bagi anak-anak

jalanan yang putus sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan formal, lalu

anak-anak ini dititipkan kesekolah formal yang diakui untuk melaksanakan

8
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
73

ujian pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C. Sampai saat ini sudah empat

belas orang yang mengikuti ujian paket kesetaraan, sehingga anak-anak

jalanan ini mendapatkan ijasah paket kesetaraan dan kelak dikemudian hari

dapat berguna bagi dirinya.

d. Membuka Kelas Pendidikan Keagamaan

Kelas pendidikan keagamaan merupakan kegiatan yang ada di LSM

HUMUS, yang dilaksanakan pada hari Senin hingga Kamis pukul 19.00 s/d

pukul 21.00 WIB di LSM HUMUS. Peserta didik yang mengikuti program

pendidikan keagamaan terdapat 49 anak, terdiri dari anak-anak PAUD

HUMUS, SD, SMP dan SMK. Tenaga pengajar terdapat empat orang, yaitu

Adi Hermawan, Ali Muzaki, Arifin, dan Doni Irwandi. Materi yang

diberikan kepada anak-anak jalanan membaca Iqra, membaca al- Qur’an,

hafalan surat-surat Juz’Ama, Fiqh, Hadist, bahasa arab, praktek shalat,

praktek wudhu. Kegiatan ini gratis yang diberikan untuk anak-anak, kegiatan

pendidikan keagamaan ini mengaggarkan biaya satu juta rupiah perbulannya,

sumber dana dalam kegiatan ini berasal dari dana donatur perorangan dan

bantuan LSM WADAH.

Kelas pendidikan keagamaan atau pengajian di LSM HUMUS,

bertujuan agar anak-anak jalanan dapat mengenal ajaran-ajaran agama Islam,

seperti rukun Islam, rukun Iman, pelajaran hadist, fiq-h, menghafal doa-doa

keseharian, menghafal juz ama, serta dapat membaca dan mengamalkan al-

qur’an.
74

Anak jalanan yang mengikuti kegiatan pengajian ini, sebagian darinya

sudah ada yang dapat membaca al-Qur’an dengan baik. Pada acara-acara

keagamaan, seperi maulid Nabi Muhammad Saw, anak-anak jalanan itu

sendiri yang membaca al-Qur’an sebagai acara pembuka dan pada saat acara

besar di LSM HUMUS anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS selalu

dilibatkan.

Demikian pula kelas pendidikan keagamaan atau pengajian ini

diberikan kepada anak jalanan agar anak ini dapat mengamalkan ajaran-

ajaran agama dengan baik, serta dapat bersikap santun, sopan, dan tidak

melakukan kejahatan saat berada dijalanan.

2. Beasiswa Sekolah Formal

Program beasiswa sekolah formal diberikan kepada anak-anak jalanan

yang tidak mampu untuk membiayai masuk sekolah formal. Anak-anak jalanan

yang memiliki keseriusan dan kemauan yang kuat untuk sekolah diberikan

bantuan beasiswa oleh LSM HUMUS, berupa biaya spp, seragam sekolah, dan

biaya buku-buku. Anak-anak jalanan dibiayai dalam kebutuhan sekolah agar

anak-anak jalanan dapat bersekolah dengan layak dan dapat memiliki ilmu

pengetahuan yang luas, serta anak-anak jalanan dapat menjadi anak yang cerdas

dan aktif dalam pembangunan nasional.

Seperti yang dijelaskan oleh pengurus Suci Utami.


“beasiswa diberikan kepada anak-anak yang ingin bersekolah.
Kami memberikan biaya spp anak-anak yang bersekolah formal, biaya
75

buku-buku, seragam sekolah. Kalau yang sebelum-sebelumnya


program beasiswa, kami yang menjemput mereka untuk masuk ke
sekolah formal. Kalau saat ini berbeda, mereka yang mendatangkan
kami, dan saat ini, kami selektif sekali dalam pemberian beasiswa,
karena pernah kejadian anak yang mendapat beasiswa ternyata malas
dan berhenti sekolahnya tanpa memberitahu pengurus”.9

Program beasiswa sekolah formal pada saat ini diberikan kepada 40

orang anak dari SD, SMP, dan SMK, beasiswa yang diberikan adalah biaya spp

sekolah, seragam sekolah, biaya buku-buku. Sumber dana untuk beasiswa ini

berasal dari donator tetap, yaitu LSM WADAH sebagai penyokong dana dari

LSM HUMUS. Dibawah ini adalah nama-nama anak yang menerima program

beasiswa.

Daftar Penerima Beasiswa HUMUS


TAHUN PELAJARAN 2010/2011
No Nama Kelas Sekolah Thn. Masuk Beasiswa
1 Tia Sapta Julia I SDN Margahayu XX 2008/2009
2 M. Syakhowi I SDN Bekasi Jaya VIII 2008/2009
3 Darma Adi Yaksa II SDN Margahayu XX 2007/2008
4 Gary Arman II SDN Margahayu IV 2009/2010
5 Dody II SDN Margahayu IV 2009/2010
6 Chriesyanto III SDN Margahayu IV 2006/2007
7 Tyas Tiar Y III SDN Margahayu XX 2006/2007
8 Santi Tula III SDN Margahayu IV 2007/2008
9 Wawan Gunawan III SDN Margahayu XX 2007/2008
10 Wulan Sari III SDN Margahayu XVI 2007/2008
11 Erlina Susanti IV SDN Margahayu XX 2005/2006
12 Hengki IV SDN Margahayu XX 2005/2006
13 Hapit Prayogi IV SDN Margahayu XVI 2005/2006
14 Nopiansyah IV SDN Margahayu XVI 2006/2007
15 Nela Safna D N IV SDN Margahayu XVI 2008/2009
16 Susana IV SDN Margahayu IV 2008/2009

9
Wawancara dengan pengurus LSM HUMUS Suci Utami pada tanggal 31 januari 2011.
76

17 Nina Listiawati V SDN Margahayu IV 2006/2007


18 M. Mutohiron V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/2007
19 Rani Puspita Sari V SDN Margahayu XX 2006/2007
20 Sunoto V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/2007
21 Imanuel V SDN Pekayon Jaya VIII 2006/2007
22 Ayu Istianah V SDN Margahayu XVI 2007/2008
23 Nadia Julia V SDN Margahayu XX 2006/2007
24 M. Abdul Majid VI SDN Margahayu XVI 2008/2009
25 Bagas M Pijar VI SDN Margahayu XVI 2005/2006
26 Iin Sumiyati VII SMP Tunas Harapan 2007/2008
27 Diana Pungki VIII SMP Tunas Harapan 2007/2008
28 Sri Mulyani VIII SMP Roudhatul Jannah 2007/2008
29 Harif Isbullah XI SMPN 18 Bekasi 2007/2008
30 Ridwan XI SMP Roudhatul Jannah 2008/2009
31 Suci Pujiati XI SMP Tunas Harapan 2008/2009
32 Ala Yulia XI SMP Tunas Harapan 2009/2010
33 Mega Safitri I SMK Teratai Putih Global 2 2009/2010
34 Randi S J I SMK Karya Bakti 2 Bekasi 2008/2009
35 Herry Setiawan I SMK Bina Karya Mandiri 2007/2008
36 Irwan Irianto I SMK Pangeran Jayakarta 2007/2008
37 Untung Suropati I SMK Karya Guna 1 Mandiri 2007/2008
38 De Sutaryo I SMK Teratai Putih Global 1 2007/2008
39 Aida Damayanti I SMK Karya Guna Bhakti 2 2010/2011
40 Masyitah III SMKN 3 Bekasi 2007/2008
Sumber Data: LSM HUMUS

3. Konseling Anak dan Keluarga

Kegiatan konseling anak dan keluarga, kegiatan ini diberikan untuk

memotivasi para anak-anak jalanan dan para orang tua, memberikan semangat

untuk terus maju kedepan, bahwasanya kemiskinan dan ketidakberdayaan dapat

diubah dengan semangat, optimis, dan kemauan.


77

Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.


“cara memotifasi mereka yaitu dengan menggunakan
pendekatan personal (pribadi), lebih banyak mendengar keluhan
mereka, mengutamakan kekeluargaan dan menggunakan komunikasi
yang ideal yang dapat dipahami oleh mereka dan selalu memberikan
contoh para tokoh-tokoh yang teladan agar dapat ditiru oleh
mereka.”10

Para pengurus LSM HUMUS menjadi konselor bagi anak-anak

jalanan maupun masyarakat sekitar, disetiap terjadi permasalahan yang

dihadapi oleh anak-anak dan para pengurus selalu mendengarkan keluhan-

keluhan atau permasalahan yang dihadapi anak-anak jalanan maupun

masyarakat. Pengurus mencoba memberikan solusi atau masukan yang terbaik

untuk anak jalanan maupun masyarakat, dengan menggunakan bahasa yang

ideal tidak menggurui, akan tetapi memberi motivasi agar tercapai sebuah

solusi yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan.

Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan menyatakan.


“ada permasalahan yang dihadapi seorang anak, yang
mengalami penurunan prestasi belajarnya di sekolah. Karena harus
mengamen untuk membantu Ibunya setelah Ayahnya meninggal
karena sakit keras. Ketika anak itu ikut bimbingan belajar terlihat letih,
sehingga kurang tanggap apa yang telah diberikan. Karena harus terus
mengamen untuk membantu Ibunya, sehingga tidak bisa membagi
waktu untuk belajar dan anak itu sendiri yang menjadi korban. Disini
para pengurus ikut memonitor memberikan solusi atau pendapat
kepada anak itu maupun orang tuanya. Agar permasalahannya dapat
terselesaikan”.11

10
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
11
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
78

Kegiatan konseling anak dan keluarga sangat penting diberikan, untuk

selalu memotifasi agar mereka terus berusaha hidup lebih baik lagi dan

memiliki semangat hidup agar menjadi manusia yang berguna.

4. Kesenian

Kegiatan kesenian diberikan untuk anak-anak jalanan yang memiliki

kreatifitas dan jiwa seni. Kesenian ini diikuti sekitar 20 orang anak-anak dan

dilakukan setiap hari libur pada malam hari di LSM HUMUS. Kegiatan

kesenian yang diberikan seperti, musik, seni peran, membuat puisi, dan cerpen

(cerita pendek). Fasilitas dari kesenian, terdapat gitar, drum mini, alat pukul

bambu, majalah dinding. Kegiatan ini menjadi wadah bagi anak-anak jalanan

yang memiliki kreatifitas dan jiwa seni, agar anak-anak jalanan dapat

mengembangkan bakatnya.

Kegiatan kesenian ini mencari anak-anak yang memiliki bakat dan

kreativitas tinggi. Kesenian ini tergabung ke dalam tujuh komunitas anak

jalanan, anak-anak di audisi dan di cari yang terbaik, agar dapat tampil dalam

acara-acara atau perlombaan-perlombaan yang akan diikuti. Terbukti anak-anak

jalanan yang aktif di LSM HUMUS, yang mengikuti program kesenian sudah

ada yang menampilkan pertunjukan seni drama di Gedung Kesenian Jakarta dan

tampil di Hotel Grand Hayyat pada acara Natal 25 Desember 2010, yang

membawakan beberapa lagu dalam alat musik gendang bambu.


79

C. Respons Anak Jalanan dan Orang Tua Terhadap Program Pemberdayaan


LSM HUMUS

Respons para anak jalanan yang mengikuti program kegiatan di LSM

HUMUS cukup baik. Para anak-anak jalanan dapat menangkap materi-materi

pembelajaran dengan baik dan cepat tanggap. Anak-anak sangat senang dan

bahagia bisa belajar di LSM ini dan bisa mendapatkan manfaat yang besar,

menambah ilmu pengetahuan yang luas. Anak-anak jalanan yang berada di LSM

HUMUS memiliki semangat dan motifasi yang tinggi untuk belajar.

Menurut Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan.


“respon anak-anak cukup baik sampai saat ini, mereka selalu aktif dan
terbuka dalam segala hal.”12

Seperti dijelaskan oleh NP anak jalan yang aktif di LSM HUMUS.


“perasaan saya senang ka belajar di sini kerena kakak-kakaknya baik
semua. Manfaat belajar di sini dapat kepintaran ka, adalah manfaatnya.”13

Menurut ionformasi dari AM anak jalan yang aktif di LSM HUMUS.


“saya sudah tiga tahun ka, belajar disini, belajar setiap hari senin
sampai hari kamis siang ka. Manfaat buat saya bertambah ilmu
pengetahuan ka dan kalau ada PR bisa tanya ke kakak-kakak.”14

Menurut informasi dari HP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS.


“belajar di sini senang sekali, dapat pelajaran tambahan ka, bisa
bertanya ke kakak-kakak tentang pelajaran di sekolah, karena kakak-kakak
di sini baik semua.”15

Anak-anak jalanan yang aktif belajar di LSM HUMUS memiliki

keseriusan dalam belajar dan memiliki cita-cita yang tinggi, sehingga anak-anak

12
Wawancara dengan Ketua LSM HUMUS Adi Hermawan pada tanggal 13 januari 2011.
13
Wawancara dengan NP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 januari 2011.
14
Wawancara dengan AM anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 januari 2011.
15
Wawancara dengan HP anak jalanan yang aktif di LSM HUMUS pada tanggal 19 Januari 2011.
80

mau belajar dengan ketekunan dan keseriusan, serta ingin menjadi manusia yang

berhasil dalam menjalani kehidupan.

Respons para orang tua anak jalanan cukup baik dan sangat mendukung

keberadaan LSM HUMUS di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Keberadaan

LSM HUMUS sangat membantu anak-anak jalanan maupun masyarakat sekitar.

Para orang tua senang dengan keberadaan LSM HUMUS, karena memiliki

manfaat untuk anak-anak jalanan dalam hal pendidikan, sangat membantu agar

anak-anak jalanan tidak buta huruf dan terhindar dari kebodohan, serta selalu

memotifasi anak-anak jalanan agar terus bersemangat dalam berpendidikan,

sedangkan untuk masyarakat sekitar para pengurus selalu aktif dalam kegiatan di

masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Emin.


“iya adanya kakak-kakak disini ada manfaatnya buat anak-anak,
apalagi buat anak saya jadi ada yang mengajari mengaji dan belajar di
PAUD tidak harus bayar”.16

Keberadaan LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak-anak jalanan

memiliki nilai positif bagi anak-anak jalanan ataupun masyarakat sekitar.

Keberadaannya sangat membantu dalam hal pendidikan, yang berguna untuk

mencerdaskan dan memotong mata rantai kebodohan terhadap anak-anak bangsa.

Seperti yang diungkapkan oleh Bpk. Ipong.


“ada adalah manfaat kakak-kakak mengajar disini. Dari awal kakak-
kakak disini sampai sekarang, ka Adi, ka Doni, Ka Ali ada
pengorbanannya untuk anak-anak belajar disini. Anak-anak jadi bisa

16
Wawancara dengan orang tua anak jalanan Bpk. Emin pada tanggal 26 Januari 2011.
81

mengajilah, membaca Qur’an, belajar hadist, sedikit-sedikit bahasa


arab”.17

Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Jumari.


“manfaatnya ada buat anak saya, ada yang mengajari belajar tanpa
harus bayar kalau belajar di luar pasti bayar. Disini juga kakak-kakaknya
baik, terus kasih semangat ke saya untuk ngajarin anak saya di rumah”.18

Respons para orang tua cukup baik untuk mendukung keberadaan LSM

HUMUS dalam menjalankan program-program pemberdayaan terhadap anak

jalanan. karena LSM ini memiliki manfaat yang baik untuk anak jalanan dalam

hal pendidikan.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Pemberdayaan LSM HUMUS

Dalam menjalankan program kegiatan dalam hal pemberdayaan anak

jalanan di LSM HUMUS tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat.

Adapaun faktor pendukung dan penghambat dalam program kegiatan sebagai

berikut :

1. Faktor Pendukung

Faktor-faktor pendukung dalam menjalankan program kegiatan

pemberdayaan anak jalanan sebagai berikut :

a. Ada motivasi belajar yang kuat dari anak-anak jalanan itu sendiri dalam hal

b. Adanya para pendidik atau pengajar yang memberikan pendidikan kepada

anak-anak jalanan.

17
Wawancara dengan orang tua anak jalanan Bpk. Ipong pada tanggal 26 Januari 2011
18
Wawancara dengan orang tua anak jalanan Ibu Jumari pada tanggal 26 Januari 2011.
82

c. Fasilitas yang sudah cukup memadai, seperti bangunan yang cukup layak

untuk melakukan program kegiatan. Bangunan yang dua lantai, lantai

bawah merupakan musholah yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar-

mengajar PAUD dan pengajian para anak-anak jalanan dan ruangan kelas

yang berada di samping musholah digunakan dalam kegiatan belajar

mengajar PAUD, pengajian dan kesenian. Lantai atas terdapat ruangan

kelas yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar PAUD, bimbingan

belajar, dan perpustakaan, serta kantor LSM HUMUS.

d. Sarana perpustakaan yang terdiri dari buku-buku pelajaran sekolah dasar

atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah pertama, iqra, al-Qur’an,

koran bacaan anak-anak Berani (Berita Anak Negeri), dan majalah-majalah

anak-anak.

e. Sarana perpustakaan yang terdiri dari buku-buku pelajaran sekolah dasar

atau madrasah ibtidaiyah dan sekolah menengah pertama, iqra, al-Qur’an,

koran bacaan anak-anak Berani (Berita Anak Negeri), dan majalah-majalah

anak-anak.

f. Fasilitas komputer, terdiri dari empat komputer, yang digunakan para

pengurus dalam bekerja dan akan di buka program kursus komputer.

g. Dukungan masyarakat sekitar, yang menerima keberadaan LSM HUMUS,

karena memiliki manfaat bagi anak-anak jalanan dan masyarakat sekitar.

Sehingga program-program berjalan dengan lancar.


83

2. Faktor Penghambat

Adapun faktor-faktor penghambat dalam menjalankan program

kegiatan pemberdayaan anak jalanan sebagai berikut :

a. Pendanaan atau finansial dari LSM HUMUS yang terbatas, di dalam

menjalankan program tentu mengeluarkan biaya. Dalam hal ini LSM

HUMUS terkendala dengan masalah biaya, yang hanya mendapatkan dari

para donatur-donatur, agar tetap bisa menjalankan program para pengurus

menggunakan biaya pribadi dan sumbangan dari orang lain, agar program

terus bisa berjalan.

b. Sikap mental anak-anak jalanan itu sendiri, anak-anak yang terbiasa

dijalanan ketika berada dalam kegiatan sulit untuk diatur. Dalam hal ini

pengurus selalu memberikan motivasi dan masukan yang baik untuk anak-

anak jalanan, agar tetap semangat dalam belajar.

c. Para pekerja sosial yang sering keluar-masuk atau silih berganti, karena

pekerja sosial tidak mendapatkan finansial yang cukup, sehingga pekerja

sosial tidak fokus dalam menjalankan program kegiatan dan harus mencari

karier yang lain. Untuk itu LSM ini terbuka bagi para relawan dari

kalangan Akademisi untuk meluangkan waktunya dalam mengajar anak-

anak jalanan.

d. Tradisi masyarakat setempat diketahui masyarakat miskin atau tidak

berdaya, yang memiliki strata pendidikannya rendah, yang mana sulit

untuk memotifasi anak-anak jalanan itu sendiri untuk belajar dan semuanya
84

harus diserahkan pengurus. Dalam hal ini pengurus memberikan

pemahaman para orang tua, agar tetap memonitor anak-anak mereka di

dalam belajar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

LSM HUMUS adalah LSM yang konsen pada permasalahan anak-anak

jalanan. Objek pemberdayaan LSM ini adalah anak-anak jalanan di wilayah Pasar

Proyek Bekasi Timur. Program pemberdayaan yang diberikan adalah

pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan melalui bidang pendidikan. Peran

LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan terfokus pada program, berikut

ini:

1. Pendidikan, yang meliputi pada program pendidikan anak usia dini (PAUD),

program bimbingan belajar SD dan SMP.

2. Program pendidikan keagamaan atau pengajian, anak-anak jalanan

mendapatkan pendidikan keagamaan seperti, membaca iqra, al qur’an, hadist,

praktek ibadah, menghapal juz’ama, bahasa arab, menghafal doa-doa

keseharian.

3. Program beasiswa sekolah formal, diberikan kepada anak-anak yang tidak

mampu dalam membiayai sekolah. Anak-anak yang memiliki semangat dan

motivasi belajar tinggi, akan dibiayai oleh LSM ini.

4. Program kesetaraan paket A, B dan C, diberikan kepada anak-anak jalanan

yang tidak mendapatkan pendidikan formal. Anak-anak di beri bimbingan

85
86

belajar, lalu dititipkan ke sekolah formal untuk ikut ujian kesetaraan paket A,

B dan C.

5. Program konseling anak dan keluarga, program ini diberikan untuk

memotivasi anak-anak jalanan maupun keluarga, agar anak-anak tersebut

terus bersemangat dan berusaha dalam menuju hidup yang lebih baik lagi.

6. Program kesenian, program ini terdiri dari musik, seni peran, belajar puisi,

membuat cerpen (cerita pendek). Program ini menjadi wadah bagi anak-anak

jalanan yang memiliki kreatifitas dan jiwa seni, agar anak-anak jalanan dapat

mengembangkan bakatnya.

Respons anak-anak jalanan di dalam menerima program kegiatan cukup

baik. Anak-anak jalanan sangat semangat dalam belajar di LSM HUMUS. Anak-

anak jalanan juga cepat tanggap dalam menerima pelajaran, serta mendapatkan

pengetahuan yang luas. Sedangkan respons orang tua atau masyarakat sekitar juga

cukup baik. Para orang tua atau masyarakat sekitar mendukung keberadaan LSM

HUMUS, untuk memberdayakan anak-anak jalanan dalam bidang pendidikan,

seperti pendidikan anak usia dini, bimbingan belajar, paket kesetraan A, B, dan C,

pendidikan keagamaan, beasiswa, konseling, dan kesenian. Keberadaan LSM ini

disambut baik dan antusias oleh para anak-anak maupun masyarakat, karena

memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan di masyarakat, guna membuat

anak jalanan terlepas dari ketidakberdayaan, serta dapat menguatkan mental para

anak jalanan.
87

Ada juga faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menjalankan

program kegiatan di LSM HUMUS. Faktor pendukung merupakan sebagai faktor

yang mempermudah dalam menjalankan program-program. Sedangkan faktor

penghambat dijadikan motivasi agar LSM HUMUS lebih baik lagi dalam

menjalankan program-program dan bagaimana untuk menangani faktor

penghambat. Upaya yang dilakukan dalam menangani faktor penghambat,

pengurus tetap fokus bekerja dan bersinergi dengan elemen-elemen masyarakat,

serta terus memotivasi, memonitor anak-anak agar tetap semangat dalam belajar.

B. Saran-Saran

Adapun beberapa saran yang ingin penulis sampaikan kepada LSM

HUMUS, agar dalam menjalankan program-program pemberdayaan anak jalanan

dapat berjalan lebih baik lagi.

1. Faktor-faktor penghambat program kegiatan harus diminimalisasi, agar

program yang sudah berjalan dapat berhasil dengan baik.

2. Program-program yang sudah ada dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi

dalam menjalankan program kegiatan belajar, agar anak-anak jalanan benar-

benar mendapatkan manfaatnya.

3. Meningkatkan suasana kenyamanan dan kedamaian bagi anak-anak jalanan,

supaya anak-anak jalanan lebih rajin dan giat dalam belajar.

4. Bersikap lebih terbuka dalam menerima masukan dari orang lain, supaya

LSM HUMUS dapat berkembang lebih baik lagi.


PUSTAKA RUJUKAN

Adi, Rukminto Isbandi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan


Sosial, Jakarta: Fakultas Ekonomi-UI, 2002.
Agam, Rameli, Menulis Proposal (Panduan Lengkap Membuat Proposal Penelitian,
Kerja sama, Bisnis, Proyek, dan Event), Yogyakarta: Familia, 2008.
Abbas, Sirojudin dalam James, Midgley (ed), Pembangunan Sosial (Perspektif
Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial), Jakarta: Ditperta Islam Depag
RI, 2005.
Berry, David, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta: Rajawali pers, 1983.
Dharmawan, HCB (editor), Kiprah Lembaga Swadaya Masyarakat Menyuarakan
Nurani Menggapai Kesetaraan, Jakarta: Buku Kompas, 2004.
Henselin, James M, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6
Jakarta: Erlangga, 2006.
Hendropuspito, Sosiologi Sistematika, Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Horton, Paul B, Sosiologi, jilid I, edisi ke 6, Jakarta: PT Erlangga, 1999.
Ife, Jim dan Frank, Tesoriero, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk,
Community Development (Alternatif Pengembangan Masyarakat Di Era
Globalisasi), Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
Kilun, Yusra (editor), Pengembangan Komunitas Muslim (Pemberdayaan
Masyarakat Kampung Badak Putih Dan Kampung Satu Duit), Jakarta:
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
Nasuhi, Hamid, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skrippsi, Tesis, dan
Disertasi), Jakarta: Ceqda, 2007.
Narwoko, J Dwi dan Bagong, Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, edisi
ke 2, Jakarta: Kencana, 2006.
Soetomo, Masalah Sosial Dan Pembangunan, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995.
Suyanto, Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Berbagai Alternatif
Pendekatan), Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial), Bandung: PT

88
89

Refika Aditama, 2005.


Suparlan, Parsudi (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1995.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006.
Saidi, Zaim, Secangkir Kopi Max Havelaar (LSM dan Kebangkitan Masyarakat),
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Tumanggor, Rusmin, dkk, (editor), Potret Lsm Di Jakarta, Jakarta: Lemlit UIN
Syarif Hidayatullah, 2005.
Usman, Hardius dan Djalal, Nachrowi, Pekerja Anak Di Indonesia (Kondisi
Determinan Dan Eksploitasi Kajian Kuantitatif), Jakarta: Grasindo, 2004.
Usman, Hardius, Determinan Dan Eksploitasi Pekerja Anak-Anak Di Indonesia
(Analisis Data Susenas 2000 KOR), Jakarta: Tesis Pascasarjana Universitas
Indonesia, 2002.
Zuriah, Nurul, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2006.
Widjajanto, Andi, dkk, Transnasionalisasi Masyarakat Sipil, Yogyakarta: LkiS,
2007.

Anda mungkin juga menyukai