Anda di halaman 1dari 147

TRADISI OMPANGAN SEBAGAI JAMINAN SOSIAL BERBASIS

KOMONITAS LOKAL DI DESA DEMPO BARAT PAMEKASAN


MADURA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh:
JAILANI
NIM: 1111054100007

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 / 1439 H
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Tradisi Ompangan Sebagai

Jaminan Sosial Berbasis Komonitas Lokal Di Desa Dempo Barat Pamekasan

Madura.

Solawat dan salam selalu penulis haturkan kepada baginda Nabi Besar

Muhammad SAW. Karena beliau kita semua dapat mengenal baik dan buruk, dan

berkat beliau juga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada Ayahanda

Tosan.Terima kasih untuk Ibunda Tima, beliau telah mengasuh, mendidik, dan

selalu mendoakan dengan tulus dan penuh kasih sayang.

Khusus untuk penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, Ahmad Zaky M.Si. Beliau

telah memberi bimbingan, arahan, kritik, dan mengoreksi tulisan ini berulang-

ulang dengan sangat cermat demi kesempurnaan skripsi ini. Semua yang telah

beliau lakukan dan masukan-masukan yang beliau berikan sangat berharga bagi

penulis.

Terima kasih kepada Yang Tehormat Dr. Arief Subhan, M.Ag,selaku

dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Terima kasih kepada Ketua Prodi

Kesejahteraan Sosial, Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. Terima kasih kepada

Sekretaris Prodi Kesejahteraan Sosial, Nunung Khoiriyah, MA. Terima kasih juga

kepada segenap dosen serta seluruh staf dan karyawan yang berada di lingkungan

i
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang semuanya telah memberi

dukungan dengan berbagai fasilitas kepada penulis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk keluarga besar penulis, adik

pertama saya Muhamad Alwi dan Adik Kedua saya Muhammad Pendi.

Terimakasih juga kepada om dan tante saya Pusanah, Misyati dan Misyani. Serta

semua keluarga saya, yang tidak saya sebutkan satu persatu. Mereka telah

memberi motivasi dan dukungan baik secara moral maupun materi hingga penulis

dapat menyelesaikan S1 di UIN Jakarta.

Terima kasih kepada seluruh teman-teman Prodi Kesejahteraan Sosial,

khususnya angkatan 2011.Terimakasih kepada teman-teman KMLA Garuda

FIDKOM UIN Jakarta, Terimakasih kepada teman-teman HMI KOMFAKDA

2011. Terimakasih kepada teman-teman FORMAD (Forum Mahasiswa Madura)

Mereka semua selalu memberikan motivasi kepada penulis. Tidak semua nama

yang berjasa kepada penulis disebutkan di sini, karena keterbatasan ruang. Oleh

karena itu, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini. Semoga Allah memberi balasan

baik kepada kalian semua. Amin.

Ciputat, 25 November 2017

Jailani

ii
ABSTRAK

Oleh: Jailani

Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal di Desa Dempo Barat Pamekasan


Madura

Penelitian ini membahas tentang bagaimana praktek tradisi Ompangan


sebagai jaminan sosial berbasis komunitas lokal di Madura, yaitu di Desa Dempo
Barat Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode kualitatif. Sementara teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Sedangkan teknik pemilihan informan yang digunakan ada dua, yaitu purposive
sampling dan snowball sampling.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua pendekatan teori yaitu teori
jaminan sosial dan teori modal sosial. Jaminan sosial adalah suatu upaya
pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi baik
jaminan formal maupun jaminan informal. Sedangkan modal sosial adalah ciri-ciri
organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, kepercayaan dan pertukaran
yang ada dalam masyarakat sehingga tercipta kerjasama saling menguntungkan
satu sama lain.
Hasil penelitian ini menjelaskan tentang sejarah dan perkembangannya
baik bentuk barang maupun kebutuhan Ompangan. Tujuan Ompangan ada dua
yaitu yang pertama adalah untuk membantu orang lain dalam kebutuhan
pernikahan maupun pembangunan rumah. Selain itu ompangan merupakan wadah
simpan pinjam. Orang yang memberikan barang adalah simpanan yang dapat
diminta kembali apabila telah dibutuhkan. Praktek Ompangan berdasarkan norma
dari pelaksanaan sebelum-sebelumnya. Secara keanggotaan, Ompangan bukan
merupakan tradisi kelompok melainkan dilaksanakan oleh pemberi dan penerima
Ompangan. Pengumpulan Ompangan dapat diperoleh melalui dua cara yaitu
melalui permintaan dan tanpa melalui permintaan. Sedangkan pengembalian
Ompanganjuga ada dua cara, yaitu melalui pola umum sesuai perjanjian awal dan
pola khusus yaitu pengembalian yang tidak sesuai perjanjian.

Kata kunci: Ompangan, jaminan sosial, modal sosial, Dempo Barat

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


ABSTRAK ............................................................................................................iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… .. iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................8
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9
E. Metode Penelitian ........................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan…………………………………………... 20

BAB II KERANGKA TEORI


A. Jaminan Sosial .................................................................................22
B. Modal Sosial ................................................................................... 28
C. Resiprositas………………………………………………………..36

BAB III PROFIL DESA DEMPO BARAT


A. Sejarah Desa Dempo Barat ............................................................. 39
B. Kondisi Geografi Desa ................................................................... 41
C. Struktur dan Visi Misi Desa.......................................................... 45
D. Kondisi Demografi Desa ................................................................ 47
E. Potensi Sarana dan Prasarana ……………………………….….. 54
F. Permasalahan ……………………………………………….…... 56

BAB IV TRADISIOMPANGAN
A. Sejarah dan Tujuan Ompangan ...................................................... 59
B. Praktek Pelaksanaan Ompangan ................................................... 65

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... ...................................................................................83
B. Saran-Saran ......................................................................................84

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................85

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Informan ...........................................................................15

Tabel 3.1 Topografi Desa Dempo Barat........................................................42

Tabel 3.2 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia.....................................48

Tabel 3.3 Data Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dempo barat.............48

Tabel 3.4 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Dempo Barat..................49

Tabel 3.5 Data Aset Tanah.............................................................................53

Tabel 3.6 Data kesejahteraan keluarga...........................................................57

Tabel 3.7 Penyandang Masalah Fisik dan Mental..........................................58

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Desa Dempo Barat.................................................................41

Gambar 3.2 Struktur Pengurus Desa Dempo Barat...........................................45

Gambar 4.1 Penyerahan Ompangan..................................................................68

Gambar 4.2 Catatan Ompangan Pusanah .........................................................70

Gambar 4.3 Waktu Pukari Meminta ompangan kerumah Pusanah dan prosesi

suap menyuap kedua mempelai.....................................................71

Gambar 4.4 Undangan membawa beras dan Pencatatan Ompangan Tanpa

Permintaan.....................................................................................74

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan merupakan harapan semua orang, baik individu, kelompok,

maupun masyarakat. Akan tetapi, terkadang terdapat masalah-masalah yang dapat

menghambat tercapainya cita-cita kesejahteraan tersebut, baik dikarenakan faktor

internal individu masyarakat, maupun faktor eksternal. Sebagai penyandang masalah

sosial, seseorang maupun kelompok melakukan usaha-usaha kesejahteraan untuk

mencegah dan menghilangkan permasalahan atau hambatan tersebut. Selain

masyarakat, salah satu pihak yang dianggap memiliki tanggung jawab dalam

melakukan perubahan perbaikan adalah tugas negara.1 Seperti yang diamanatkan

undang-undang RI tentang kesejahteraan sosial, bahwa negara bertanggung jawab

atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.2

Kebijakan sosial atau kebijakan publik merupakan representatif dari tanggung

jawab negara dalam mengatasi permasalahan warganya. Kebijakan sosial merupakan

ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik yakni

mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 3 Kebijakan

1
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008),
h. 2007
2
Pasal. 4, Bab. 3, UU RI No. 11, Tahun. 2009.

1
2

negara sebagai tanggung jawab dalam kesejahteraan, yaitu di antaranya perlindungan

sosial, pemberdayaan sosial, rehabilitasi sosial, dan jaminan sosial.

Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia memiliki posisi yang kuat

karena telah diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945. Pemerintah sendiri

sebenarnya telah menderevisikan dalam berbagai produk hukum, misalnya undang-

undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial.

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa jaminan sosial merupaka perwujudan

dari sekuritas sosial, yaitu keseluruhan sistem perlindungan dan pemeliharaan

kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan pemerintah atau

masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial. Pengertian sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (4) undang-undang No. 6 tahun 1974 tersebut,

sebenarnya menjadi instrument pelaksanaan dari amanat undang-undang dasar 1945,

khususnya bagi warga negara yang tergolong miskin dan anak-anak terlantar.

Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 34 undang-undang dasar 45 yang berbunyi:

“fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.4

Dalam tulisan Mudiyono, Cheine, O'Brein dan Belgrave menjelasakan bahwa

jaminan sosial adalah pelaksanaan fungsi sosial dari negara.5 Undang-undang No. 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan

bahwa jaminan sosial adalah:

3
Edi suharto, Kebijakan Sosial, disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional Pekerja Sosial
Tingkat Ahli, Jenjang Madya, BBPPKS, lembang 14 November 2006. h, 1.
4
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Volume. 6, Nomor.1, Juli 2002, h. 71.
5
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia; Relevansi Pendekatan Informal,
3

Suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidup layak.6

Jenis jaminan sosial terdiri dari tiga bentuk, berdasarkan skema dan target

sasarannya, yaitu bantuan sosial, asuransi sosial, dan jaminan sosial berbasis

masyarakat. Bantuan sosial merupakan salah satu bentuk program jaminan sosial

berupa tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan. Skema ini

diselenggarakan oleh pemerintah yang umumnya diberiakan kepada orang paling

rentan yang tidak mempunyai penghasilan.7 Saat ini program yang telah diberikan

pemerintah diantaranya adalah bantuan langsung tunai (BLT), jaminan kesehatan

masyarakat (jamkesmas), bantuan beras untuk rakyat miskin, bantuan operasional

sekolah (BOS), PNPM Mandiri, bantuan kredit UKM, dan lain-lain.8

Asuransi sosial adalah skema jaminan sosial yang diberikan kepada peserta

dengan pembayaran premi. Besar dan kecilnya jumlah bantuan yang didapatkan oleh

peserta, sesuai dengan jumlah premi yang telah dibayar. Dalam skema asuransi sosial,

hal itu dilaksanakan oleh pihak swasta. Dalam undang-undang nomor 40 tahun 2004

tentang sistem jaminan sosial nasional. Pada pasal 5 penyelenggara jaminan sosial

yaitu JAMSOSTEK, TASPEN, dan ASABRI. Sedangkan jenis program jaminan

sosial nasional terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari

tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Jaminan sosial nasional yang diatur

dalam undang-undang adalah bentuk pelaksanaan negara dari amanat undang-undang,

6
UU No. 40, Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 1 angka 1
7
Fauzik Lendriyono (ED), Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan
Sosial, (Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, 2007), h. 22.
8
Suparjan, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas: Respon Atas Kegagalan Negara Dalam
Menyediakan Jaminan Kesejahteraan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 13 No. 3 Maret 2010,
h. 4.
4

bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.9

Saat ini, bantuan sosial dan asuransi sosial sebagai jaminan yang diberikan

oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan masyarakat, sepertinya belum

terlaksana dengan baik dan belum mampu mengatasi permasalahan yang ada di

masyarakat. Data kemiskinan di Indonisia di tahun 2017 meningkat daripada tahun

2016. Pada bulan maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan), di Indonesia mencapai

27,77 juta orang (10,64 persen), ini bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan

kondisi september 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). 10 Data tersebut

menunjukkan belum tercapainya tujuan kebijakan pemerintah, padahal berbagai

upaya pemerintah terus dilakukan dengan anggaran biaya kesejahteraan yang cukup

tinggi.

Jika melihat pemaparan data diatas menunjukkan bahwah pemerintah masih

belum sepenuhnya berhasil dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat

melalui jaminan sosial tersebut. Kekurang berhasilan pemerintah dalam menjamin

kesejahteraan masyarakat, mengisyaratkan agar masyarakat sendiri dapat secara

mandiri dalam memberikan dan memperoleh jaminan sosial. Masyarakat adalah

komponin dari suatu negara yang paling merasakan apa yang menjadi masalah sosial.

Masyarakat tentunya juga paling mengetahui apa yang dibutuhkan oleh mereka dan

9
Pasal 28 ayat 3 UUD RI Tahun 1945
10
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia, Maret 2017, Berita Resmi Statistik
No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017.
5

apa saja yang perlu dilakukan untuk menangani faktor-faktor yang menjadi

penghambat kesejahteraan. Untuk merespon masalah yang dialaminya, maka

timbullah suatu tindakan berupa tindakan kolektif untuk melakukan perubahan, baik

berbentuk tindakan rehabilitatif maupun pencegahan.11 Tindakan-tindakan kolektif

yang ada di masyarakat merupakan jaminan sosial berbasis komunitas. Jaminan sosial

berbasis komunitas merupakan usaha masyarakat dalam menangani masalah sosial

secara mandiri, baik dalam upaya perbaikan, penyembuhan, dan penanganan.12

Skema jamina sosial berbasis masyarakat atau jaminan sosial berbasis

komunitas lokal, menjadi harapan masyarakat pada saat jaminan sosial pemerintah

dan swasta tidak dapat mengentaskan permasalahan kesejahteraan. Selain itu, antara

jaminan sosial yang dikembangkan pemerintah (jaminan sosial formal), dengan

jaminan sosial berbasis komunitas lokal (jaminan sosial informal) dapat saling

bersinergi untuk mendukung tercapainya usaha kesejaheraan.13

Perbedaan jaminan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta,

dengan jaminan jaminan sosial berbasis komunitas lokal adalah jaminan sosial

berbasis komunitas lokal tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan,

melainkan dibentuk dan dilaksanakan oleh swadaya masyarakat, dengan berdasarkan

norma dan nilai yang ada di masyarakat itu sendiri. Pola jaminan sosial informal yang

dikelola secara mandiri berdasarkan adat, tradisi, dan keagamaan telah sejak lama

diselenggarakan oleh masyarakat Indonesia. Pada level lokal, selalu ditemukan

11
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, h. 255.
12
Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, h. 261
13
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal , h. 72.
6

mekanisme jaminan sosial, baik yang berkaitan dengan siklus hidup (melahirkan,

sakit, tua/pikun, dan meninggal), kebutuhan pokok (makan, pakaian, dan rumah),

pekerjaan (bercocok tanam), bencana (banjir, gempa, dan kebakaran), dan lain

sebagainya.

Di Madura terdapat macam-macam bentuk jaminan sosial berbasis komunitas

lokal. Di antara jaminan sosial , tradisi To’-Oto’, yaitu suatu perkumpulan untuk

mengumpulkan uang dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, pernikahan dan

lainnya14, Rukun Kapatean, yaitu perkumpulan masyarakat untuk saling membantu

meringankan beban dan pengurusan jenazah apabila anggota perkumpulan tersebut

ada yang meninggal. Tidak hanya itu, masih banyak tradisi kebudayaan masyarakat

yang belum ter ekspos dan dikenal masyarakat luas seperti halnya tradisi ompangan.

Ompangan merupakan tradisi masyarakat Madura untuk saling membantu

meringankan beban masyarakat dalam hajatan pernikahan atau kebutuhan

pembangunan rumah. Tradisi tersebut yang sampai saat ini masih ada.15 Jika dilihat

dari bentuknya, tradisi ompangan dapat dikategorika sebagai skema jaminan sosial

berbasis komunitas lokal. Sebagai jaring pengaman sosial berbasis masyarakat lokal,

ompangan bertujuan untuk mengatasi kerentanan pada tingkat komunitas.

Ompangan sampai saat ini tetap ada dan mampu meringankan beban-beban

masyarakat. Maka dari itu penelitian ini ingin melihat bagaimana praktek, serta apa

14
Fatekhul Mujib, Eko Ariwidodo, Mushollin, Tradisi Oto’-Oto; Integrasi Sosial
Masyarakkat Urban Madura di Surabaya, Nuansa, Volume.12, Nomor.1, Januari-Juni 2015.
15
“Mengenal Tradisi Ompangan di Madura”, [artikel Onlen] tersedia di
http://www.emadura.com/2015/04/mengenal-tradisi-ompangan-di-madura.html Diakses pada 09
Agustus 2017
7

nilai yang ada dimasyarakat sehingga tradisi tersebut masih ada sampai saat ini. Oleh

karna itu berjudul penelitian ini adalah Tradisi Ompangan Sebagai Jaminan Sosial

Berbasis Komunitas Lokal Di Desa Dempo Barat Pamekasan Madura.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan, peneliti membatasi konsep-

konsep yang tercantum dalam judul agar dapat menghasilkan pembahasan yang

sistematis, terarah, jelas dan fokus. Maka dari itu, dalam skripsi ini peneliti

membatasi pembahasan pada tradisi ompangan sebagai jaminan sosial berbasis

komunitas lokal di Madura. Hal ini meliputi praktek yang meliputi keanggotaan,

pelaksanaan, bentuk dan jumlah bantuan, kepercayaan antara penerima dan pemberi

ompangan, norma, serta jaringan masyarakat dalam tradisi ompangan.

Ompangan secara umum adalah tradisi masyarakat Madura khususnya daerah

pamekasan dan sumenep. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti membatasi

wilayah penelitian di Desa Dempo Barat dikarnakan tradisi Ompangan yang ada di

desa tersebut sangat kental dibandingkan daerah yang lain.


8

2. Perumusan Masalah

Dengan mengacu pada pernyataan masalah terkait tradisi ompangan sebagai

jaminan sosial berbasis komunitas lokal, berdasarkan pada pernyataan masalah dan

uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

a. Bagaimana praktek tradisi ompangan sebagai jaminan sosial berbasis komunitas

lokal di Madura?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana praktek ompangan

sebagai jaminan sosial berbasis komunitas lokal di Madura, terkait bentuk bantuan,

keanggotaan, pembukuan dan lainnya, serta seperti apa kepercayaan, norma, dan

jaringan masyarakat dalam tradisi ompangan tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan, penelitian ini diharapkan memliki nilai guna, baik

kegunaan akademis maupun kegunaan praktis.

a. Kegunaan Akademis

1) Sebagai bahan pembanding dan referensi bagi penelitian lain di masa yang akan

datang.
9

2) Memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan, khususnya untuk mahasiswa

kesejahteraan sosial.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau referensi

pihak-pihak terkait dalam rangka pengambilan kebijakan oleh pemerintah atau yang

lainnya.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan jaminan sosial berbasis komunitas

lokal di berbagai daerah sekarang ini tergolong sudah banyak dilakukan. Penelitian

terdahulu yang manjadi tinjauan penelitian ini diantaranya:

Pertama, penelitian terdahulu tentang pernikahan di Madura. Penelitian ini

dilakukan oleh Afridian Anggo Pratama (2013/2014) dengan judul Pesta Pernikahan

Keluarga Miskin (Studi Deskriptif Tindakan Keluarga Miskin Suku Madura untuk

Memenuhi Kebutuhan Pesta Pernikahan Anak-anaknya). Dalam penelitian tersebut

secara umum mengungkap sebuah tindakan yang dilakukkan oleh orang tua untuk

mencukupi kebutuhan pernikahan anaknya. Tindakan yang dilakukan di antaranya

meminta bantuan kepada sanak saudaranya, seperti meminta bantuan berupa

makanan, sewa Sound System, bantuan masak-masak (ibu-ibu). Penelitian tersebut

menjelaskan bagaimana usaha atau tindakan orang tua dalam mencukupi keperluan

pernikahan. Tetapi, penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pegirian, Kecamatan


10

Semampir ini tidak menggambarkan bagaimana pola atau mikanisme dari bantuan-

bantuan tersebut, apakah bantuan semata atau harus mengembalikkan atau membayar

bantuan tersebut.

Kedua, penelitian dalam bentuk jurnal yang dilkukan oleh Eko Ariwidodo,

Mushollin Fatekhul Mujib, (Dosen STAIN Pamekasan, 2015). Tradisi Oto’-oto’;

Integrasi Sosial Masyarakat Urban Madura di Surabaya.). Penelitian tentang Oto’-

oto’ ini menggambarkan sebuah perkumpulan yang bertujuan saling membantu antara

anggota. Bantuan dalam Tradisi Oto’-oto’ cendrung berbentuk uang. Istilah mowang-

ngaot (membuang-mengumpulkan) menggambarkan apabila angota memberi uang

kepada angota kelompok, dia akan mendapatkan jumlah yang lebih banyak, karena

diwajibkan dalam pengembaliannya harus lebih besar dari yang diterima. Anggota

tradisi Oto’-oto’ adalah orang-orang yang punyai uang atau mempunyai pengahsilan.

Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian sebelumnya

tidak digambarkan dengan konsep jaminan sosial.

Ketiga, penelitian terdahulu yang menjadi tinjauan dari penelitian ini yaitu

sebuah penelitian dalam bentuk jurnal oleh Habibullah (2008), dengan judul Jaminan

Sosial Berbasis Komunitas Lokal (Studi Kasus Perkumpulan Kematian Al-Khoiro di

Desa Ulak Kerbau Lama, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra

Selatan). Perkumpulan kematian Al-Khoiro, adalah kelompok masyarakat untuk

saling membantu apabila anggota kelompok tersebut ada yang meninggal. Bentuk

jaminan sosial dari perkumpulan kematian Al-Khoiro adalah asuransi sosial. Dimana

setiap anggota baru dikenakan biaya dan apabila ada yang meninggal maka anggota
11

kelompok dikenakkan iuran wajib. Tidak hanya dalam bentuk sumbangan wajib,

anggota kelompok yang meninggal akan memperoleh manfaat dukungan moril,

peralatan penguburan, pengurusan jenazah, sumbangan sukarela berupa uang, beras,

dan lain-lain. Penelitian ini tentu juga berbeda dengan penelitian yang akan

dilakukan. Perbedaan tersebut terletak pada keanggotaan redistribusi pendapatan, dan

bentuk bantuan. Perkumpulan kematian Al-Khoiro lebih terstruktur dibandingkan

Ompangan.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Suparjan (2010), dengan judul

Jaminan Sosial Berbasis Komunitas: Respon atas Kegagalan Negara dalam

Menyediakan Jaminan Kesejahteraan, Penelitian ini memaparkan sebuah bentuk

jaminan sosial berbasis komunitas di Sleman Yogyakarta, yang didasari nilai agama

yakni “zakat”, kemudian dikembangkan menjadi sebuah institusi jaminan sosial

berbasis masyarakat, yang mampu membantu memenuhi kebutuhan warga yang

berada dibawah garis kemiskinan yang ada di wilayah tersebut.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan

peneliti lakukan jelas terdapat perbedaan. Artinya penelitian yang akan peneliti

lakukan masih belum pernah dilakukan dan masih tergolong baru seperti halnya studi

kasus. Untuk itu penelitian dengan judul Jaminan sosial Berbasis Komunitas Lokal di

Madura layak untuk dilakukan.


12

E. Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Peneliatian

Tempat penelitian dilakukakan yaitu di Desa Dempo Barat, Kecamatan

Pasean, Kabupaten Pamekasan, Propinsi Jawa Timur.

b. Waktu Peneliatian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2017- November 2017,

dengan catatan penelitian berhenti apabila data yang diinginkan sudah peneliti

dapatkan.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat

diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari

pengukuran.16 Metode ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami

masalah-masalah sosial dan kemanusiaan.17 Sedangkan menurut Taylor dalam Laxy

Maleong, metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa fakta-fakta tertulis atau lisan dari perilaku orang-orang yang dapat

16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), cet-23, h. 11.
17
Johan W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Mixed
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012), h. 4
13

diamati.18 Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,

kepercayaan, persepsi dan pemikiran orang secara individu maupun secara

kelompok.19 hasil dari penelitian kualitatif, dilaporkan dalam bentuk tulisan.

Pengetahuan, pemikiran, dan pandangan peneliti sangat mempengaruhi hasil dari

penelitian kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut bisa berasal dari

naskah wawancara, catatan laporan, foto, video tape, dokumen pribadi, catata, memo,

dan kokumen resmi lainnya.20

3. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Dalam hal ini, laporan

penelitian berisi kutipan-kutipan dari masyarakat Desa Dempo Barat, dan beberapa

dokumen yang berkaitan denga kegiatan tradisi Ompangan.

Mengenai metode deskriptif, Moh. Nazir berpendapat bahwa metode

deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu

kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.21

18
Lexy Maleong, Metode Penelitian Kualitatif , h. 4
19
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), cet. 1, h. 25.
20
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 11.
21
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
h. 201
14

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam, yaitu

data-data primer dan sekunder. Sumber data adalah subjek dari mana data dalam

suatu penelitian diperoleh.22

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Data

primer dari penelitian ini adalah anggota masyarakat Desa Dempo Barat, Kecamatan

Pasean, Kabupaaten Pamekasan, Propinsi Jawa Timur.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber-sumber

informasi baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa dokumen, arsip-

arsip, memo atau catatan tertulis lainnya maupun gambar atau benda yang berkaitan

dengan penelitian.

5. Teknik Pemilihan Informan

Dalam penelitian ini teknik pemilihan informan menggunakan purposive

sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling

mengetahui tentang apa yang peneliti harapkan. Dalam hal ini pertimbangan yang

22
Suhaimi Arkanto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), cet. 13, h. 129.
15

peneliti gunakan yaitu usia informan, pelaku atau pernah meminta dan memberikan

ompangan.

Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada

awalnya jumlahnya sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap,

maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data.23

Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti

mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya yaitu seorang

peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang

diperlukan, selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel

sebelumnya, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan

memberikan data lebih lengkap.24 Peneliti menetapakan Joko Pranoto sebagai

informen awal penelitian. Dia adalah Kepala Desa Dempo Barat, Kecamatan Pasean,

Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.

Table 1.1

Jumlah Informan

No Informan Informasi Data Jumlah

1 Kades/sekdes Data Profil Desa 1 orang

2 Pelaku Ompangan Praktek Ompangan 4 orang

3 Budayawan Sejarah Ompangan 1 orang

JUMLAH 6 orang

23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), h.
300.
24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h. 301.
16

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

a. Observasi

Secara luas, observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk

melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan disini diartikan lebih

sempit, yaitu pengamatan dengan mengunakan indera penglihatan yang berarti tidak

mengajukan pertanyaan-pertanyaan.25 Seperti kata dari observasi, yaitu berarti

“melihat” dan “memperhatikan”.26

Dalam menggunakan teknik observasi dalam penelitian, seorang penelit perlu

memperhatikan beberapa hal yaitu ruang dan tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda

atau alat-alat, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan.27

b. Wawancara

Wawancara dilakukan melalui cara bertemu langsung (tatap muka) dengan

informan, sehingga dapat memperoleh data secara langsung. Wawancara dapat

diartikan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

25
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
h.69.
26
Imam Gunawan S .pd.,M.Pd., Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), cet. 1, h. 143.
27
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif. h. 165.
17

sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.28 Wawancara

dilakukan dengan tanya jawab secara lisan antara peneliti dengan objek penelitian

secara langsung.29 Secara garis besar, wawancara dibagi menjadi dua, yaitu

wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur sering

juga disebut wawancara baku, dimana susunan pertanyaanya sudah ditetapkan

sebelumnya, dengan pilahan-pilihan jawaban yang juga suda disediakan. Sementara

wawacara tidak terstruktur disebut juga dengan wawancara mendalam, wawancara

intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka, dan wawancara etnografis.

Wawancara tidak terstruktur mirip dengan percakapan informal, bersifat luwes dan

susunan pertanyaan, serta kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat

wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.30

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur atau

wawancara mendalam, dimana peneliti berusaha menggali data sedalam mungkin tapi

tetap mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ingin ketahui.

c. Studi Dokumentasi

Agar mendapatkan data yang maksimal, maka peneliti juga melakukan

pengumpulan data melalui dokumentasi. Pengumpulan data dapat diperoleh melalui

tulisan, gambar, dan sebagainya.31

28
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 316.
29
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, h. 326
30
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), cet. 8, h. 180-181
31
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, h. 326
18

Dalam menggunakan metode dokumentasi ini, penulis memegang check-list untuk

mencari vareabel yang sudah ditentukan. Dalam studi dokumentasi, dokumen dalam

bentuk foto lebih banyak digunakan sebagai alat penelitian kualitatif karena dapat

digunakan untuk berbagai keperluan. Foto menghasilkan data yang deskriptif yang

cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi subjektif dan hasilnya

sering dianalisis secara induktif. Terdapat kategori foto yang dihasilkan oleh orang

dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.32

7. Teknis Analisis Data

Analisis data adalah proses pengumpulan data dan mengurutkannya kedalam

pola serta mengelompokkan data. Dapat mengemukakan analisis data merupakan

bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut

dapat diberi arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.33 Analisis

data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematis hasil wawancara,

catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan

pemahaman kepada semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan menyanjikan

apa yang ditemukan.34

32
Bogdan dan Biklen, Metodologi Penelitian Kualitatif, (1992), h. 102.
33
Moh.Nasir D, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405.
34
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kualitatif & kuantitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), h. 210.
19

Proses analisa dapat dilakukan sebelum dilapangan dan selama dilapangan

dalam melakukan penelitian. Cara menganalisa data dapat dilakuakan dengan langkah

sebagai berikut:35

a. Reduksi data, peneliti mencoba memilah data yang relevan dengan judul serta

tujuan dari penelitian terkait praktek tradisi ompangan .

b. Setelah peneliti memperoleh beberapa data tentang ompangan, maka

selanjutnya peneliti menyusun data-data tersebut dan disajikan dalam bentuk

narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel, dan lain-lain sebagainya.

c. Penyimpulan data, selanjutka peneliti menyipulkan dari data-data yang peneliti

peroleh, dihubungkan dengan tema penelitian.

8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi, dengan cara

membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan kenyataan yang ada

pada saat penelitian. Adapun ketentuan pengamatan, yaitu mencari secara konsisten

interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis yang

konstan atau tentative. Teknik ini sengaja dipilih penulis karena sesuai dengan

pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan penelitian kualitatif.

35
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000)
cet. 13, h. 103.
20

9. Teknik Penulisan

Adapun dalam penelitian skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, desertasi). Diterbitkan oleh

CeQDA (Center For Qualiti Develovment an Assuranca) Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press Tahun 2007.36

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan, serta agar lebih mudah untuk

dipahami, maka penulis membagi sistematika penulisan kedalam lima bab yang mana

rinciannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan

pustaka serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini dibahas tentang Jaminan sosial yang meliputi pengertian

jaminan sosial, prinsip jaminan sosial, pengertian tradisi ompangan, ompangan

sebagai jaminan sosial berbasis komunitas lokal, sejarah modal sosial, pengertian

modal sosial, parameter modal sosial.

36
Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi UIN, (Jakarta: UIN Jakarta Press: 2007)
21

BAB III : PROFIL DESA DEMPO BARAT

Dalam bab ini digambarkan tentang sejarah desa, geografis, struktur, visi dan

misi, demografi, potensi sarana dan prasarana, serta permasalahan yang ada di Desa

Dempo Barat.

BAB IV : TRADISI OMPANGAN

Dalam bab empat, dijelaskan tentang sejarah dan tujuan tradisi Ompangan,

praktek pelaksanaan yang mencakup keanggotaan, waktu pelaksanaan, bentuk dan

julah ompangan.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab terahir, adalah kesimpulan, yaitu menjawab tentang rumusan

masalah, mekanisme dan vareabelnya, serta berisikan tentang saran rekomendasi

tema penelitian selanjutnya, berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.


BAB II

KERANGKA TEORI

A. Jaminan Sosial

1. Pengertian Jaminan Sosial

Jaminan sosial adalah wujud dari tanggung jawab pemerintah dan masyarakat

untuk melindungi warganya dari resiko-resiko tidak diharapkan yang mungkin

terjadi. Hal ini seperti apa yang tertuang dalam undang-undang nomor 6 tahun 1974

tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 4 sebagai

berikut:

Jaminan sosial sebagai perwujudan sekuritas sosial adalah seluruh sistem


perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan bagi warga negara yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat guna memelihara taraf
kesejahteraan.1

Jaminan sosial (social security) merupakan sistem atau skema pemberian

tunjangan menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenence). Di AS dan

beberapa Negara Eropa, seperti Perancis, jaminan sosial umumnya menyangkut

asuransi sosial (social insurance), yaitu tunjangan yang diberikan kepada seseorang

sesuai kontribusinya, yang biasanya berupa pembayaran premi, asuransi kesehatan,

pensiun, kecelakaan kerja, dan kematian adalah contoh asuransi sosial.

Di negara lainnya, jaminan sosial mencakup bantuan sosial (social

assistance), yakni bantuan uang atau barang, yang biasanya diberikan kepada
1
Ayat 4, Pasal. 2. UU RI No. 6, Tahun 1974

22
23

kelompok miskin tanpa mempertimbangkan kontribusinya. Sasaran utama bantuan

sosial di antaranya adalah anak-anak terlantar, jompo terlantar, dan penyandang cacat

yang tidak mampu bekerja.

Selain kebijakan publik yang bersifat formal, definisi jaminan sosial juga

mencakup praktek-praktek informal. Seperti arisan, sistem gotong-royong dalam

masyarakat, dukungan keluarga atau teman-teman, serta skema-skema jaring

pengaman sosial yang berbasis masyarakat (community-based safety nets) lainnya.2

Dalam perspektif komunitas, jaminan sosial dapat juga dipahami sebagai tindakan

publik, termasuk yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi kaum miskin dan

lemah dari perubahan yang merugikan dalam standar hidup, sehingga mereka

memiliki standar hidup yang dapat diterima.3 Dalam hal ini, dengan tegas Dekker

juga mengatakan bahwa secara umum jaminan sosial terbagi menjadi dua, yakni

jaminan sosial formal dan informal.4

Pengertian jaminan sosial formal dan informal bukan merupakan sebuah

pembeda antara jaminan sosial “formal” sebagai jaminan sosial moderen dan

“informal” sebagai jaminan sosial tradisional. Pembedaan konteks formal dan

informal terdapat pada tiga aspek yaitu distribusi pelayanan, peraturan (sistem) dan

cara mengumpulkan dana serta bagaimana mendistribusikan keuntungan.

2
Fauzik Lendriyono (ed), Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial,
(Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2007), h. 20-1.
3
Suparjan, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas: Respon atas Kegagalan Negara dalam
Menyediakan Jaminan Kesejahteraan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 13, No. 3, Maret 2010,
h. 8-9.
4
Nita Angraini, Keterbatasan Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat dalam Pembiayaan
Kesehatan Korban Lumpur Lapindo di Desa Besuki Timur (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
2013), h.12.
24

Jaminan sosial formal diatur oleh pemerintah melalui peraturan undang-

undang, sedangkan keterlibatan pemerintah dalam penyediaan dan tata aturan

jaminan sosial informal sangat minim bahkan tidak ada keterlibatan pemerintah sama

sekali dalam jaminan sosial informal.5

Masyarakat khususnya di Indonesia sejak dulu mempunyai sistem yang saat

ini dikenal dengan sistem jaminan sosial. Jaminan sosial yang tumbuh di masyarakat

itu kemudian disebut jaminan sosial berbasis masyarakat. Didalamnya terdapat

makna eksklusivitas, tapi sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dan membantu mereka ketika dihadapkan pada kondisi kerentanan.6

Istilah jaminan sosial yang lahir dari masyarakat sangat beragam, di antaranya

disebut jaminan sosial tradisional, jaminan sosial informal, dan jaminan sosial

bermasis masyarakat. Dalam hal ini, jaminan sosial tersebut menggunakan istilah

jaminan sosial berbasis komunitas. Istilah komunitas berasal dari bahasa ingris

community, yaitu suatu unit atau satu kesatuan sosial yang terorganisasikan kedalam

kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama. Apabila dilihat dari segi tempat,

komunitas menunjuk pada warga dari sebuah dusun (dukuh atau kampung), desa,

kota, suku atau bangsa. Apabila dilihat dari kepentingannya, maka komunitas

mempunyai kepentingan hidup bersama yang saling membutuhkan dan saling

memenuhi kebutuhan anggota.7

5
Nita Angraini, Keterbatasan Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat dalam Pembiayaan
Kesehatan Korban Lumpur Lapindo di Desa Besuki Timur, h.12.
6
Suparjan, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas: Respon atas Kegagalan Negara dalam
Menyediakan Jaminan Kesejahteraan, h. 8-9.
7
Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2014), h. 1.
25

Mikanisme jaminan yang ada di masyarakat, berakar atau dapat dikatakan

sebuah tradiasi kebudayaan, yang mana sebuah tradisi ataupun kebudayaan antar satu

kelompok dengan kelompok yang lain dan antar masyarakat dengan masyarakat yang

lain berbeda, karna terbentuknya sistem jaminan sosial tersebut disesuaikan dengan

kebutuhan dan tujuan masyarakat. Maka dari itu perlu dikatakan bahwa jaminan

informal adalah jaminan sosial berbasis komunitas lokal. Dengan menyandarkan kata

lokal pada komunitas, maka hal itu menjadi pembatas antara satu kelompok dengan

kelompok yang lain di tempat atau wilayah yang lain.

2. Prinsip Jaminan Sosial

Prinsip jaminan sosial adalah redistribusi pendapatan dan solidaritas sosial.

Dua prinsip tersebut yang kemudian menjadi pilar utama bagaimana mekanisme

jaminan sosial bekerja. Misalnya, bagaimana peredaran uang berputar di antara

anggota atau peserta jaminan sosial, sehingga terjadi mekanisme saling melindungi

diantara mereka, yang pada gilirannya menjadi sebuah investasi sosial yang memberi

kontribusi dalam menjaga dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara

berkelanjutan.8

1. Redistribusi pendapatan dapat berbentuk vertikal dan horizontal.

a. Redistribusi vertikal menunjuk pada transfer uang dari orang kaya ke orang

miskin. Disini jaminan sosial merupakan bentuk dukungan warga masyarakat

yang kuat kepada warga masyarakat yang lemah secara ekonomi.

8
Habibullah, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal: Studi Kasus Perkumpulan Kematian
Al-Khoiro di Desa Ulak Kerbau Lama Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan, Vol. 13, No. 3, 2008, h. 3-4
26

b. Redistribusi horizontal adalah transfer uang “antar kelompok” yaitu dari satu

kelompok ke kelompok yang lain. Misalnya, dari laki-laki ke perempuan, dari

orang dewasa kepada anak-anak, yakni dari satu siklus kehidupan seseorang ke

siklus lainnya yang oleh spickker disebut sebagai income smoothing. Dalam

konteks ini spicker menjelaskan bahwa jaminan sosial pada hakekatnya adalah

dukungan pinansial yang diberikan kepada anak-anak yang kelak membayar

manakala sehat atau yang diberikan kepada para pensiunan yang telah

membayar pada saat mereka masih bekerja.

2. Solidaritas sosial dapat berbentuk dukungan yang saling menguntungkan atau

gotong-royong (mutual aid) dan aksi kolektif:

a. Dukungan yang saling menguntungkan menunjuk pada ide diversification of

risks dimana setiap anggota masyarakat atau organisasi setuju untuk berbagi

resiko dan tanggung jawab menghadapi ketidakpastian yang mungkin dialami

dimasa depan.

b. Aksi kolektif menunjuk pada ide “fraterneti” yang melihat bahwa usaha

kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab bersama seluruh anggota

masyarakat. Jaminan sosial merupakan bentuk solidaritas sosial kepada anggot

masyarakat, terutama kelompok lemah atau rentan (vulnerable groups). Negara

adalah representasi masyarakat yang bertanggungjawab membantu kelompok

ini, yang karena hambatan fisiknya (orang cacat). Kulturalnya (suku terasing)

maupun strukturalnya (pengangguran), tidak mampu merespon secepat

perubahan sosial disekitarnya, terpelanting kepinggir dalam proses

pembangunan yang tidak adil.


27

Jenis jaminan sosial ada tiga berdasarkan bentuk dan target sasarannya, yaitu

bantuan sosial, asuransi sosial, dan jaminan kesejahteraan sosial berbasi masyarakat.9

1. Bantuan sosial (social assistance)

Bantuan sosial merupakan salah satu bentuk program jaminan sosial (social

security) yang berupa tunjangan uang, barang atau pelayanan kesejahteraan yang

umumnya diberikan kepada populasi paling rentan yang tidak memiliki penghasilan

yang layak bagi kemanusiaan. Dalam skema bantuan sosial, walaupun tidak

membayar premi, seseorang tetap mendapatkan bantuan. keluarga miskin, orang cacat

adalah contoh target kelompok sasaran.

2. Asuransi sosial (Social insurance)

Dalam skema asuransi, seseorang yang mendapatkan bantuan adalah orang

yang membayar premi. Bantuan yang akan diperoleh sesuai dengan jumlah premi

yang dibayar. Asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, dan asuransi hari tua

adalah contoh dalam skema jaminan sosial ini.

3. Jaminan kesejahtaraan sosial berbasis masyarakat (community based social

welfare security),

Jaminan ini dikenal dengan istilah skema mikro dan berbasis wilayah (micro

and area-based schemes) atau jaringan pengaman sosial berbasis masyarakat lokal,

jamkesos berbasis masyarakat diarahkan untuk mengatasi kerentanan pada tingkat

komunitas. Di Indonesia, misalnya, sejak berabad-abad lalu, masyarakatnya sudah

kaya dengan budaya dan inisiatif lokal dalam merspon masalah dan kebutuhan rakyat

9
Fauzik Lendriyono (ed), Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial,
h. 22-3.
28

kecil. Di pedesaan dan perkotaan, terdapat kelompok arisan, raksa desa, beas perelek,

siskamling, kelompok pengajian, kelompok pendanaan kematian yang secara

swadaya, partisifatif, egaliter, menyelenggarakan pelayanan sosial.

Daerah Madura mempunyai bemacam tradisi kebudayaan yang sejak dahulu

telah menjadi suatu jalan alternatif untuk meringankan beban, dan dapatmemenuhi

kebutuhan masyarakat. Diantara tradisi masyarakat madura adalah to’-oto’, rukun

tetangga, rukun kematian, ompangan, dan lain-lain.

B. Modal Sosial

1. Sejarah Modal Sosial

Pada abad ke 20 konsep modal sosial diperkenalkan pertama kali oleh seorang

pendidik di Amerika Serikat, yaitu Lyda Junson Hanifan dalam tulisannya yang

berjudul “The Rural School Community Center”. Menurut Hanifan masyarakat tidak

mungkin dapat secara individu mengatasi maslaah yang dihadapi. Untuk itu

diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota

masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut.10

Setelah Hanifan, sejak tahun 1216 konsep modal sosial tidak banyak

digunakan, baru setelah tahun 1960an Jane Jacob muncul dan modal sosial kembali

digunakan dalam membahas perencanaan perkotaan. Karya yang ditulis oleh Jane

10
Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume. 5, Nomor. 1, Tahun 2003, h. 2.
29

Jacob berjudul “The Dheath and Life of American Cities”. Dalam karyanya itu, dia

mengatakan bahwa jaringan sosial yang padat eksis dalam lingkungan kota yang lama

dengan menggunakan campuran memunculkan bentuk modal sosial yang mendorong

keamanan publik. Selanjutnya pada tahun 70an di Amerika Utara ditemukan tulisan

singkat tentang modal sosial yang ditulis oleh Glenb Loury. Dia mengkritik teori

neoklasikal tentang ketidaksamaan pendapat kelompok sosial.11

Perkembangan konsep modal sosial pada tahun 1980 berada di tangan Pierre

Bordieu, dia berhasil memperkenalkan modal sosial ke ranah akademis. Karya Pierre

Bourdieu berjudul “The Form of Capital”. Dalam tulisannya itu, Bourdieu

mengemukakan bahwa untuk memahami struktur dan cara berfungsinya dunia sosial,

perlu dibahas modal dalam segala bentuknya, dan tidak cukup hanya membahas

modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting juga diketahui bentuk-

bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap sebagai non-ekonomi karena

tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Padahal

sebenarnya dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai modal immaterial

berbentuk modal budaya dan modal sosial. Bourdieu menjelaskan perbedaan antara

modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial, dan menggambarkan bagaimana

ketiganya dapat dibedakan antara satu dengan yang lain dilihat dari tingkat

kemudahannya untuk dikonversikan.

Konsep modal sosial yang dipopulerkan oleh Bourdieu ini lebih menekan

kepada pemahaman teoritik, selain itu pemikiran tersebut disampaikan dengan

menggunakan bahasa Prancis dan lebih bersifat gagasan filosofis, karna itu hanya

11
Fauzik Lendriyono (ED), Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 80-81.
30

terbatas dikenal dikalangan akademis dan tidak mencangkau kalangan pembaca yang

lebih luas. Maka dari itu konsep modal sosial yang digagasnya hanya tinggal sebagai

bahan wacana di perguruan tinggi. Sementara itu, James Coleman menuangkan

gagasan pemikaran tentang modal sosial berdasarkan hasil-hasil penelitian (1988,

1990), setelah itu disusul kemudian oleh tulisan-tulisan Robert Putnam (1983, 1985)

dan Francis Fukuyama (1995).

Konsep modal sosial melalui tulisan-tulisan mereka mulai mendapat perhatian

besar dari berbagai kalangan. Baik sebagai sebuah pendekatan teoritik yang baru

untuk memahami dinamika suatu masyarakat maupun sebagai alat yang efektif untuk

membantu percepaian perbaikan kondisi ekonomi, terutama bagi masyarakat di

negera-negara berkembang.12

2. Pengertian Modal Sosial

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, konsep modal sosial diperkenalkan oleh

para ahli melalui tulisan-tulisannya yaitu Lyda Junson Hanifan, Fierre Bourdieu,

James Coleman, Robert Putnam, dan Francis Fukuyama. Sampai saat baru-baru ini,

konsep modal sosial terus dipopulerkan, seperti apa yang dilakukan oleh World Bank

sebagai institusi keuangan internasioal yang banyak menyalurkan bantuan ke negara

dunia ketiga, juga tertarik dengan kajian yang menginginkan konsep modal sosial.13

12
Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume. 5, Nomor. 1, Tahun 2003, h. 2-4.
13
Rais Rahmat, Modal Sosial Sebagai Pengembangan Madrasah (Studi Pengembangan
Madrasah Pada MAN 1 Surakarta), (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), h. 18.
31

Coleman, Putnam, dan Fukuyama adalah tiga tokoh yang sering digunakan

oleh orang untuk mengkonstruksikan pemikirannya tentang modal sosial.14 Akan

Robert Putnam merupakan yang paling berhasil mempopulerkan konsep modal sosial

keberbagai kalangan baik di kalangan akademis, praktisi, maupun kalangan pembaca

pada umumnya. Bahkan konsep pemikiran Putnam sangat populer di media masa.

Robert Putnam menganggap modal sosial sebagai seperangkat hubungan

horizontal antara orang-orang. Putnam dalam bukunya yang berjudul Making

Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy mendefinisikan modal sosial

adalah ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan

yang memudahkan koordinasi dan kerjasama untuk mendapatkan manfaat bersama.

Jadi konsep modal sosial yang ditawarkan oleh Putnam mengacu pada tiga aspek

tersebut.15 Dia juga mengatakan bahwa kerjasama mudah terjadi di dalam suatu

komunitas, yang apabila komunitas tersebut telah mewarisi sejumlah modal sosial

yang substansial dalam bentuk aturan-aturan, pertukaran timbal balik (riciprocity)

dan jaringan antar warga.

Putnam menggambarkan modal sosial dalam suatu komunitas petani, di mana

seorang petani mendapatkan rumput yang sudah diikat oleh orang lain dangan

memberikan pinjaman dan sewa alat-alat pertanian kepada orang tersebut. Jadi kapital

sosial memungkinkan petani dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan hanya sedikit

14
Robert M.Z Lawang, Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, (Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas indonesia: FISIP UI PRESS, 2004), h. 209
15
Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume. 5, Nomor. 1, Tahun 2003, h. 5-6
32

modal fisik dalam penyediaan alat dan perlengkapan.16 Contoh tersebut

menggambarkan hal yang sama mengenai modal sosial dalam Ompangan, di mana

orang yang mempunyai hajatan mendapatkan bantuan barang yang dibuthkan dari

orang lain.

Sedangkan Fukuyama mengatakan bahwa inti dari modal sosial adalah

kepercayaan, trust merupakan dimensi dari kehidupan untuk menunjang keberhasilan

usaha pembangunan ekonomi. Modal dalam bentuk sosial berbeda dengan modal

uang atau ekonomi yang mana modal uang apabila digunakan maka akan habis

sedangkan modal sosial sebaliknya, apabila digunakan dengan baik, modal modal

sosial akan semakin kuat dan utuh. Dengan kepercayaan, antara anggota kelompok

orang tidak akan mudah curiga yang akan jadi penghambat keberhasilan strategi

pengembangan. Selain kepercayaan (trust), jaringan (network) juga mempunyai peran

penting dalam mendukung peningkatan kesejahteraan dan pembangunan lokal.17

3. Parameter Modal Sosial

Dengan mengacu pada apa yang telah dikemukakan oleh sejumlah tokoh ahli,

maka dapat ditarik satu benang mirah bahwa konsep modal sosial terdiri dari

beberapa nilai. Hal ini juga tertuang dalam tulisan Edi Suharto, dia mengutip tulisan

Ridell (1997), bahwasanya ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust),

norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks).18 Sebagai konsep tambahan

16
Robert M.Z Lawang, Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, h. 212
17
Rahmat Rais, Modal Sosial Sebagai Pengembangan Madrasah (Studi Pengembangan
Madrasah Pada MAN 1 Surakarta), (Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), h. 18-19.
18
Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik, h. 4, 29 September 2017
www.policy.hu/suharto/..
33

yaitu resiprositas. Konsep ini merupakan konsep bagaimana dalam masyarakat baik

individu atau kelompok dapat saling membantu.

a. Kepercayaan (trust)

Trust mengandung arti proses mempercayai sesuatu. Kepercayaan sangat

penting dalam pemikiran tentang modal sosial dan bahkan dalam setiap jenis

transaksi sosial. Ada tidaknya kepercayaan bisa mempengaruhi pilihan untuk

melakukan sesuatu dalam kaitan dengan orang atau kelompok lain. Fukuyama (1959)

menjelaskan bahwa kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah

masyarakat yang ditunjukkan oleh perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan

norma-norma yang dianut bersama. Dalam hal ini catatan Cox bahwa dalam

kepercayaan masyarakat yang mempunyai tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan

sosial cendrung bersifat positif, hubunga-hubungan juga bersifat kerjasama.19

Robert Putnam mengatakan bahwa kepercayaan (Trust) memiliki implikasi

positif dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dibuktikan dengan suatu kenyataan

bagaimana keterkaitan orang-orang yang memiliki rasa saling percaya (mutual trust)

dalam suatu jaringan sosial memperkuat norma-norma mengenai keharusan untuk

saling membantu.20

Sementara itu, pendapat Lawang mengenai kepercayaan. Adalah hubungan

antar manusia, dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan

salah satu atau kedua belah pihak. Apabila terdapat seorang investor yang

mempercayakan uangnya untuk suatu perusahaan agar dikelola dengan harapan

19
Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik,h. 4
20
Rusydi Syahra, Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan Budaya, h. 6
34

memperoleh keuntungan dari hasil perusahaan maka hal itu dikatakan trust.

Kepercayaan investor mengandung harapan terhadap perusahaan yang dipilih sebagai

tempat berbisnis.21

b. Norma (norm)

Norma adalah ketentuan-ketentuan yang disepakati dan dijadikan dasar acuan

dalam setiap langkah masyarakat. Lawang mengatakan bahwa norma adalah sebuah

aturan-aturan yang dapat menjadi petunjuk serta berupa harapan-harapan yang

bersifat baik, benar dan penting. Jika norma tidak dilaksanakan maka akan merugikan

diri sendiri atau merugika orang lain. Robert M. Z Lawang juga mengatakan bahwa

Norma, jaringan, dan kepercayaan, ketiganya tidak dapat dipisahkan. Kalau struktur

struktur jarngan tersebut terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antra dua

orang atau lebih, sifat norma adalah sebagai berikut:22

1. Norma muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika

pertukaran tersebut hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran

sosial yang selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul

bukan sekali jadi melalui pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali

seperti pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus menjadi

sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara.

21
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik,(Jakarta, FISIP
UI Press, 2005), h. 46
22
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, h. 68
35

2. Norma menyangkut keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu.

Orang-orang yang melanggar norma ini yang berdapak pada berkurangnya

keuntungan dikedua belah pihak, akan diberi sangsi negatif yang keras.

3. Jaringan yang terbina menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata,

akan memunculkan norma keadilan dan jika melanggar prinsip keadilan akan

dikenakan sangsi.

c. Jaringan (network)

Jaringan yaitu hubungan kerja antara satu orang dengan orang lain yang diikat

dengan kepercayaan satu sama lain, dan keduanya berpegangan pada norma dalam

masyarakat. Putnam Infrastruktur dinamis dalam modal sosial berwujud jaringan-

jaringaan kerjasama antara manusia. Selain itu, Putnam berargumen bahwa jaringan-

jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta

manfaat-manfaat dari partisifasi itu. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya

komunikasi dan interaksi yang memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan

memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cendrung memiliki jaringan-jaringan

sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka

kemudian membangun inter-relasi yang kental baik yang bersifat formal maupun

informal.23

Jaringan menurut dikelompokkan menjadi tiga yaitu jaringan antar individu,

jaringan antar individu dengan institusi, dan jaringan antar institusi.24 Dalam hal ini

23
Suharto Edi, Modal Sosial dan Kebijakan Publik,h. 4
24
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, h. 63-68
36

hanya dijelaslan bentuk jaringan antar individu saja. Jaringan antar individu sendiri

dibagi menjadi tiga yaitu jaringan duaan tunggal, jaringan duaan ganda, dan jaringan

duaan ganda berlapis.25

1. Jaringan duaan tunggal merupakan jaringan yang terjadi antara dua orang saja.

Keduanya akan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah tanpa harus

ada orang lain.

2. Jaringan duaan ganda terbentuk lebih dari dua orang. Jaringan ini terjadi

antara A dengan B,C,D, dan F. Dalam jaringan duaan ganda ini juga antara

B,C,D, dan F tidak terjadi hubungan kerjasama apapun

3. Jaringan duaan ganda berlapis mirip dengan konsep multi-level marketing,

yang mana sangat mengandalkan hubungan jaringan antar satu level dengan

level lainnya. Hungan ini disebut berlapis dikarnakan A mempunyai

hubungan dengan B, C dan D. B, C, dan D juga mengembangakan

hubungannya sendiri.

C. Resiprositas

a. Pengertian resiprositas

Resiprositas dalam kajian teori pertukaran merupakan pertukaran antar invidu

atau kelompok. Menurut Dalton, resiprositas adalah pola pertukaran sosial ekonomi.

Dalam pertukaran tersebut individu memberikan dan menerima pemberian barang

atau jasa karena kewajiban sosial. Antara individu atau kelompok terdapat kewajiban
25
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, h. 63-66
37

untuk memberi, menerima dan mengembalikan kembali pemberian dalam bentuk

yang sama atau berbeda.26

b. Jenis resiprositas

Menurut Sahlin, jenis resiprositas ada tiga, yaitu resiprositas umum

(generalized reciprociti), resiorositas sebanding (balanced reciprocity), dan

resiprositas negatif (negative reciprocity).27

1. Resiprositas umum

Individu atau kelompak yang memberikan barang atau jasa kepada individu

atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu pengembalian. Dalam resiprositas

umum tidak ada aturan-aturan yang ketat dalam mengontrol seseorang untuk

memberi atau mengembalikan barang atau jasa. Dalam hal ini hanya moral saja yang

menjadi acuan dalam mengontrol dan mendorong individu atau kelompok untuk

menerima resiprositas umum sebagai kebenaran yang tidak boleh dilanggar.

2. Resiprositas sebanding

Resiprositas sebanding menghendaki barang atau jasa yang dipertukarkan

mempunyai nilai yang sebanding. Selain itu, berlangsungnya pertukaran itu lebih

jelas, kapan waktu memberikan, waktu menerima dan kapan waktu mengembalikan.

Dalam pertukaran ini masing-masing pihak membutuhkan barang atau jasa dari

patnernya, tapi tidak menghendaki untuk memberikan nilai yang lebih dibandingkan

dengan yang akan diterima. Kondisi ini menunjukkan para pelaku sebagai unit-unit

sosial yang otonom.

26
Sjafri Sairin dkk, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h.
42-43
27
Sjafri Sairin dkk, Pengantar Sosiologi Ekonomi, h. 48
38

3. Resiprositas negatif

Prinsip kekeluargaan dan kesetia kawanan merupakan bukti bahwa resiprositas

lebih manusiawi daripada pertukaran pasar. Wajah resiprositas yang manusiawi itu

dilain pihak sering dipakai oleh para politisi untuk memobilisasi sumberdaya dalam

masyarakat. Contoh adalah pemikiran tentang koperasi suatu usaha dan gotong-

royong di Indonesia, yang diilhami dari prinsip-prinsip resiprositas yang menekankan

kebersamaan daripada persaingan bebas dan individualisme.

c. Peran resiprositas

Resiprositas memberikan beban moral kepada pelakunya untuk memberikan

apa yang sudah diterima baik berupa barang atau jasa meskipun tidak ada perjajian

dan tidak ditentukan waktu dan jenis pengebaliannya. Resiprositas memberikan

ikatan kepada masyarakat melalui agama, organisasi sosial kemasyarakatan, rasa

senasib sepenanggungan, dan prestise untuk melanjutkan dan menjaga hubunga-

hubungan sosial.
BAB III

PROFIL DESA DEMPO BARAT

A. Sejarah Desa Dempo Barat

Asal terbentuknya Desa Dempo Barat bermula dari pertempuran antar dua

pangeran yakni pangeran Dempo Abang dan Joko Tole. Peperangan ini berlangsung

diatas udara, yang mana Dempo Agung sendiri menaiki perahu dan Joko Tole

menaiki Kuda Terbang. Pada akhirnya pertarungan ini dimenangkan oleh Joko Tole,

pangeran Dempo Abang tidak bisa menghindari pukulan Joko Tole yang mengenai

Perahu Dempo Abang, dan karena pukulan Joko Tole perahu yang dikendarai oleh

Dempo Abang hancur dan berserakan hingga di Dempo.

Pecahan perahu yang berserakan di desa tersebut masyarakat setempat

mengira itu adalah jasad dari Dempo Agung. Sehingga masyarakat setempat

memberikan nama desa tersebut dengan Dempo. Di Dempo sendiri terdapat terdapat

bukit yang berbentu seperti perahu, bukit berbentuk yang perahu itu sudah bisa

dijadikan bukti bahwa zaman dulu telah terjadi pertarungan antara Dempo Abang dan

Joko Tole.

Dahulu Dempo hanya terdiri satu wilayah saja, wilayah daerah Dempo pada

waktu itu sangat luas. karena Dempo memiliki wilayah yang sangat luas untuk

ukuran satu desa, kemudian wilayah desa Dempo dibagi menjadi dua wilayah yaitu

Desa Dempo Basrat dan Desa Dempo Timur.

39
40

Dempo Barat merupakan sebuah desa/kelurahan yang merupakan wilayah

pasean, kabupaten pamekasan. Desa ini memiliki sejumlah dusun di dalamnya, yaitu

Dusun Karang tenga, Dusun Toroi, Dusun Pandian, Dusun Kembeng, Dusun

Patemon, Dusun Potreh, Dusun Pajenten, Dusun Bence’, Dusun Jurang Dalam,

Dusun Duwe’ Pote.

Sejak terbentuknya Desa Dempo Barat sampai saat ini desa tersebut sudah

berganti tujuh kali kepala desa. Orang pertama yang menjadi kepala desa Dempo

Barat yaitu H Ibrahim. Kemudia setelah itu diganti oleh H. Said, dan digantikan

kembali oleh H. Mutaram. Setelah H. Mutaram, kepala Desa Dempo Barat kemudian

di pegang oleh H. Ach Hairuddin. H. Ach Hairuddin meminpin Desa Dempo Barat

selama 42 tahun. Setalah itu, kepala Desa Dempo Barat yaitu H. Cipto Prayitno

selama 16 tahun. Setelah H. Cipto Prayitno, kepala desa selanjutnya yaitu Sukandar,

dia menjabat selama 6 tahun, kemudia digantikan oleh Joko Pranoto sampai sekarang

ini.1

1
http://dempobarat.blogdesa.net/2017/02/sejarah-desa-dempo-barat.html diakses pada tanggal

22 April 2018, jam 01:39


41

B. Kondisi Geografi Desa Dempo Barat

Gambar 3.1

Peta Desa Dempo Barat

Letak Desa Dempo Barat, Kecamatan Pasean, berada di antara enam desa di

sekekitarnya. Enam desa tersebut yaitu, Desa Batukerbuy, Bindang, Sana Tengah,

Sana Daja, Dempo Timur, dan Tolontoraja. Desa Batukerbuy dan Bindang menjadi

batas di sebelah utara Desa Dempo Barat, di sebelah selatan dibatasi dengan wilayah

Desa Sana Tengah dan Sana Daja, di sebelah timur dibatasi oleh Desa Dempo Timur,

sedangkan di bagian barat dibatasi oleh Desa Tolontoraja.

Seperti yang telah disebutkan diatas, Desa Dempo Barat terdiri dari 10 dusun

yaitu:

1. Dusun Kembang

2. Dusun Duwek Pote


42

3. Dusun Pandien

4. Dusun Patemon

5. Dusun Toroi

6. Dusun Bance’

7. Dusun Karangtengah.

8. Dusun Jurang Dalam

9. Dusun Potreh

10. Dusun Pajenten

Topografi Desa Dempo Barat terbagi menjadi beberapa bagian yaitu dataran

rendah, dataran tinggi, kawasan rawa, kawasan gambut, dan aliran sungai. Agar lebih

jelas data Topografi Desa Dempo Barat dapat dilihat jelas dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Table 3.1

Topografi Desa Dempo Barat

No Topografi Desa/kelurahan Luas Wilayah


1 Dataran tinggi 772,01 ha
2 Dataran rendah 27,00 ha
3 Kawasan rawa 19,00 ha
4 Kawasan gambut 14,00 ha
5 Aliran sungai 21,00 ha
(sumber: Potensi Desa dan Kelurahan dempo Barat 2016 )
43

Luas wilayah Desa Dempo Barat adalah 772,010 ha. Dilihat dari

penggunaannya, luas desa dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Luas tanah sawah : 68,00 ha.

2. Luas tanah kering : 356,00 ha.

3. Luas tanah basah : 62,00 ha.

4. Luas tanah perkebunan : 280,00 ha.

5. Luas fasilitas umum : 4,00 ha.

6. Luas tanah hutan : 2,01 ha.

Dari 68,00 ha, total luas tanah sawah, terdiri dari beberapa bagian yaitu sawah

irigasi teknis sebesar 26,00 ha, sementara sawah irigasi setengah teknis sebesar 21,00

ha, sawah tadah hujan yaitu 7,00 ha, dan sawah pasang surut yaitu 2,01 ha. Dari

356,00 ha, total luas tanah kering terdiri dari luas tegal/ladang yaitu seluas 246, tanah

kering pemukiman seluas 65,00 ha, sedangkan pekarangan sebesar 45,00 ha. Luas

tanah basah terdiri dari tanah rawa seluas 19,00 ha, pasang surut seluas 27,00 ha,

lahan gambut seluas 14,00 ha, dan situ/waduk/danau seluas 2,00 ha. Sementara

wilayah tanah perkebunan terdiri dari perkebunan rakyat dengan luas 115,00 ha, dan

tanah perkebunan swasta seluas 164,00 ha. Tanah fasiltas umum denga luas 4,00 ha,

terdiri dari lapangan olahraga seluas 0,90 ha, perkantoran pemerintah seluas 0,20 ha,

tempat pemakaman desa/umum yaitu seluas 0,40 ha, bangunan sekolah/perguruan

tinggi seluas 30 ha, pertokoan 0,10 hal, fasilitas pasar seluas 0,10 ha, dan jalan seluas

2,00an ha. Dari luas tanah hutan yaitu 2,01 ha, terdiri dari hutan 0,60 ha, hutan suaka

seluas 0,40 ha, dan hutan rakyat seluas 1,6 ha.


44

Berikut ini merupakan orbitasi Desa Dempo Barat:

a. Jarak ke ibu kota kecamatan :5,00 km

b. Lama jarak tempuh ke kecamatan dengank kendaraan bermotor : 00,15 jam

c. Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki : 1,15 Jam

d. Kendaraan umum ke ibu kota kecamatan tersedia :15,00 unit

e. Jarak ke ibu kota kabupaten/kota : 43,00 km

f. Lama jarak tempuh ke kabupaten dengan kendaraan bermotor : 1,00 Jam

g. Lama jarak tempuh ke kabupaten dengan berjalan kaki : 5,30 Jam

h. Kendaraan umum ke ibu kota kabupaten tersedia : 48,00 unit

i. Jarak ke ibu kota provinsi : 131,00 km

j. Lama jarak tempuh ke kota provinsi dengan kendaraan bermotor : 5,00 jam

k. Lama jarak tempuh ke ibukota provinsi dengan berjalan kaki : 45,00 jam

l. Kendaraan umum ke ibu kota provinsi tersedia : 69 unit.


45

C. Struktur dan Visi Misi Desa Dempo Barat

a. Struktur

Gambar 3.2

Struktur Pengurus Desa Dempo Barat

Kepala Desa

Sekdes Ketua BPD

Kasi Kasi Kasi Kaur Kaur Kaur


Kepemerintahan kesejahteraan pelayanan Tata Usaha Perencana Keuangan
an

Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus Kadus
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kepala Desa Dempo : Joko Pranoto, SE

Sekretaris Desa : Muhammad Hallimy

Kasi Pemerintahan : Syaiful Bahri

Kasi Kesejahteraan :Muhammad Sadali

Kasi Pelayanan : Lukman Hakim

Kaur Tata Usaha : Hairurrahman


46

Kaur Perencanaan : Moh. Hodai

Kaur Keuangan : Taufik Hidayat

Dusun Karang Tenga : Sasrito (kadus 1)

Dusun Toroy : Jamaluddin (kadus 2)

Dusun Pandian : Badrus Samak (kadus 3)

Dusun Kembang : Misnadiyanto (kadus 4)

Dusun Duwa’ Pote : Zaini (kadus 5)

Dusun Dusun Patemon : Ach. Sariyono (kadus 6)

Dusun Janten : ABD. Salim (kadus 7)

Dusun Bancek : Sulaiman (kadus 8)

Dusun Jurang Dalam : Imamuddin (kadus 9)

Dusun Potreh : Rofi’ih (kadus 10)

b. Visi misi

1. Visi

Terwujudnya masyarakat desa yang guyup dan berbudaya, dalam mencapai

kesejahteraan, keamanan, ketertiban, dan berkeadilan serta berketuhanan yang maha

Esa.

2. Misi

1. Melaksanakan layanan dangan cepat dan terarah.

2. Melaksanakan pembangunan disegala bidang baik fisik maupun spiritual.

3. Melaksanakan dan menjalin komunikasi dengan masyarakat melalui

kelompok-kelompok kecil di dalam masyarakat.


47

4. Melakukan pembinaan dan pengarahan dalam mengamalkan ajaran-ajaran

agama.

5. Menjembatani program-program pemerintah daerah maupun pusat dalam

pembinaan usaha kecil menengah.

D. Kondisi Demografi Desa Dempo Barat

Kepadatan penduduk Desa Dempo Barat yaitu 835.87 per km. Sedangkan

Jumlah penduduk adalah 6453 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga (KK) yaitu 2027.

Jumlah total kepala perempuan yaitu 83 KK, sedangkan total jumlah keluarga miskin

yaitu sebanyak 366 KK. Kalau dilihat dari jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki

dengan jumlah penduduk perempuan, tidak jauh berbeda. Jumlah penduduk laki-laki

yaitu 3164 jiwa. Sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah

3289 jiwa.

Jumlah angka usia produktif dari usia 15 tahun sampai usia 39 tahun berada

dalam angka tertinggi yaitu 2655 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

berdasarkan usia, dalam tabel dibawah ini:


48

Table 3.2

Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah
1 < 1 tahun 16 jiwa
2 1-4 tahun 346 jiwa
3 5-14 tahun 841 jiwa
4 15-39 tahun 2655 jiwa
5 40-64 tahun 2276 jiwa
6 65 tahun keatas 381 jiwa
(sumber: Data Indeks Desa Membangun Kemendes tahun 2016)

Table 3.3

Data Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dempo barat

No Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa


1 Buta aksara dan huruf latin 28
2 Usia 3-6 tahun yang masuk TK/sederajat 177
3 Sedang SD/sederajat 295
4 Tamat SD/sederajat 778
5 Tidak tamat SD/sederajat 38
6 Tidak tamat SLTP/sederajat 59
7 Sedang SLTP/sederajat 983
8 Tamat SLTP/sederajat 2284
9 Sedang SLTA/sederajat 783
10 Tamat SLTA/sederajat 783
11 D-2 94
12 D-3 62
13 S-1 295
14 S-2 21
15 S-3 22
(Smber:Perkembangan Desa dan Kelurahan Dempo Barat 2016)

Dari data tingkat pendidikan masyarakat Desa Dempo Barat, menunjukkan

bahwa secara umum sedang dan pernah berada dalam pendidikan. Angka buta huruf
49

yaitu 28 jiwa, sedangkan angka tertinggi berada pada tamatan tingkat pendidikan

SLTP/sederajat, yaitu 2284. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

masyarakat Desa Dempo Barat masih tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat

yang lulus pendidikan SLTA/sederajat dan perguruan tinggi.

Masyarakat Desa Dempo Barat memperoleh penghasilan dari berbagai macam

bidang sektor atau pekerjaan, di antaranya yaitu dari pertanian, perkebunan, sektor

perikanan, industri kecil dan kerajinan tangan keluarga, serta bekerja dalam bidang

jasa. Agar lebih jelas dapat dilihat dari gambaran tabel dibawa ini:

Table 3.4

Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Dempo Barat

Sektor pertanian
No Pekerjaan Jumlah jiwa
1 Petani 7 jiwa
2 Buruh tani 491 jiwa
3 Pemilik usaha tani 5955 jiwa
Sektor perkebunan
No Pekerjaan Jumlah jiwa
1 Karyawan perusahaan perkebunan 9 jiwa
2 Buruh perkebunan 8 jiwa
3 Pemilik usaha perkebunan 18 jiwa
Sektor Peternakan
No Pekerjaan Jumlah jiwa
1 Peternakan perorangan 50 jiwa
2 Buruh usaha peternakan 27 jiwa
3 Pemilik usaha peternakan
Sektor Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga
No Pekerjaan Jumlah jiwa
1 Montir 3 jiwa
2 Tukang batu 27 orang
3 Tukang kayu 7 jiwa
4 Tukang sumur 4 jiwa
50

5 Pemulung 5 jiwa
6 Tukang anyaman 13 jiwa
7 Tukang rias 3 jiwa
Sektor Jasa
No Pekerjaan Jumlah jiwa
1 PNS 10 jiwa
2 Bidan swasta 2 jiwa
3 Perawat swasta 28 jiwa
4 Guru swasta 196 jiwa
5 Pensiunan PNS 3 jiwa
6 Pembantu rumah tangga 8 jiwa
7 Sopir 53 jiwa
8 Buruh migran 8 jiwa
9 Wiraswasta lainnya 286 jiwa
10 Tidak mempunyai mata pencaharian tetap 130 jiwa
(Sumber: Perkembangan Desa dan Kelurahan Dempo Barat 2016)

Garis besar pekerjaan masyarakat Desa Dempo Barat berada dalam sektor

pertanian. Sementara sektor pekerjaan lainnya yaitu perkebunan, perikanan, sektor

jasa dan kerajinan secara garis besar adalah merupakan sampingan atau pekerjaan

sampingan dari pertanian. Artinya secara umum masyarakat tidak lepas dari sektor

pekerjaan pertanian.

Jumlah petani di Desa Dempo Barat yaitu sebesar 6453 jiwa, dengan

kepemilikan lahan pertanian sendiri yaitu 5955 jiwa atau 1.985 keluarga, dengan luas

lahan kerang dari 10 ha. Warga masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian

sendiri, hanya berjumlah 42 keluarga. Jadi total keluarga petani di Desa Dempo Barat

berjumlah 2027 keluarga.

Dalam pertanian, secara umum jenis pertanian masyarakat Desa Dempo Barat

yaitu Jagung, Padi, Tempakau dan lain-lain. Sementara tanaman pokok masyarakat

Desa Dempo Barat yaitu Jagung. Seperti daera-daerah yang lain di Madura, Jagung
51

merupakan makanan pokok masyarakat Dempo Barat. Waktu penanaman Jagung

dalam satu tahun ditanam dalam dua kali atau dua preode, yaitu pada saat musim

hujan (nimpere’) dan musim panas (nimor). Sementara pertanian dalam jenis padi,

secara umum ditanam di dataran yang rendah atau persawahan, tapi padi di dataran

yang lebih tinggi atau ladang sebagian masyarakat juga ada yang menanam padi

kalau air untuk menggarap tanah tersebut terpenuhi. Dalam pertanian tembakau,

waktu penanaman tembakau pada saat musim panas, yaitu setelah jagung musim

panas (cekung panimuran) selesai panen. Jadi penggarapan lahan atau tanah untuk

penanaman tembakau dikerjakan setelah panen jagung di musim panas.

Setelah panen, dalam sektor pertanian dan peternakan baik tanaman jagung,

padi, tembakau, pisang dan lain-lain, secara umum biasanya oleh petani dijual kepada

pedagang dan dijual kepada konsumen langsung baik secara ecer maupun dengan

jumlah yang banyak. Dalam sektor pertanian dari 1985 jumlah rumah tangga, dengan

jumlah total anggota rumah tangga 5955 orang dan dua orang anggota rumah tangga

buruh, jumlah pendapatan perkapita dari sektor tersebut untuk setiap rumah tangga

yaitu Rp 10.580.000,00. Sedangkan dalam sektor perkebunan, dengan jumlah 8

keluarga dan jumlah total anggota rumah tangga yaitu 32 orang, dan terdapat 9 orang

amggota rumah tangga buruh, jumlah pendapatan perkapita dari sektor perkebunan

untuk setiap rumah tangga adalah Rp 12.780.000,00.

Sementara dalam sektor peternakan, total jumlah rumah tangga yaitu 981

keluarga, dengan jumlah total anggota rumah tangga 2943 orang, jumlah pendapatan

perkapita dalam sektor tersebut untuk setiap rumah tangga yaitu sebesar Rp
52

14.270.000,00. Jenis peternakan dalam masyarakat Desa Dempo Barat diantarnya

adalah sapi, ayam kampung dan kambing. Jumlah orang yang memiliki peternakan

ayam kampung yaitu 1283 orang. Perkiraan jumlah populasi ayam kampung yaitu

3287 ekor. Jumlah orang di Dempo Barat yang memiliki atau berternak sapi, 1478

orang dengan perkiraan populasi yaitu 2169 ekor. Semetara orang yang memiliki

kambing ada 183 orang, dan perkiraan populasi yaitu 579 ekor.

Dalam sektor kerajinan tangan, dengan jumlah total rumah tangga yaitu 18

keluarga, dan jumlah total anggota rumah tangga yaitu 18 orang, pendapatan

perkapita dari sektor tersebut untuk setiap rumah tangga yaitu 5.72.000,00. Sementara

pendapatan ril keluarga perkapita masyarakat Dempo Barat yaitu, dari jumlah total

kepala keluarga 2027 KK dimana dalam setiap keluarga terdiri dari tiga orang, jumlah

pendapatan kepala keluarga sebesar Rp 480.000,00, dan jumlah pendapatan.

1. Penguasaan Aset Ekonomi Masyarakat

Dalam kondisi perumahan, secara umum kondisi tempat tinggal atau rumah

masyarakat Desa Dempo Barat dapat dikatakan layak huni. Saat ini tidak ada rumah

yang menggunakan bilik atau dari anyaman bambu. Kondisi lantai rumah penduduk

lebih banya rumah penduduk yang menggunakan kramik.

Kondisi rumah masyarakat Desa Dempo Barat, dari 2025 rumah,

menggunakan dinding tembok. Sementara penutup atap rumah ada yang

menggunakan penutup dari genteng dan ada yang dari asbes. Rumah yang

menggunakan penutup dari genteng yaitu 1892 rumah, sedangkan yang munggunakan
53

penutup dari asbes yaitu 80 rumah. Dari 2025 rumah, rumah yang menggunakan

lantai dari keramik yaitu 1892 rumah. Sementara yang menggunakan lantai dari

semen yaitu ada 133 rumah.

Aset dari segi tanah, hampir semua keluarga dalam masyarakat Desa Dempo

Barat mempunyai atau memiliki tanah. Dari 6453 orang Dempo Barat, yang tidak

memiliki tanah hanya terdapat 14 orang. Sedangkan 6439 orang lainnya memiliki

atau mempunyai aset tanah. untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah

ini:

Table 3.5

Data Aset Tanah

No Ukuran Tanah Pemilik Tanah


1 tidak memiliki tanah 14 orang
2 Memiliki tanah antara 0,1-0,2 ha 18 orang
3 Memiliki tanah antara 0,21-0,3 ha 39 orang
4 Memliki tanah antara 0,31-0,4 ha 54 orang
5 Memiliki tanah antara 0,41-0,5 ha 167 orang
6 Memiliki tanah antara 0,51-0,6 ha 287 orang
7 Memiliki tanah antara 0,61-0,7 ha 276 orang
8 Memiliki tanah antara 0,71-0,8 ha 390 orang
9 Memiliki tanah antara 0,81-0,9 ha 678 orang
10 Memiiki tanah antara 0,91-1,0 ha 758 orang
11 Memiliki tanah antara 1,0-5,0 ha 886 orang
12 Memiliki tanah antra 5,0-10 ha 1320 orang
13 Memiliki tanah lebih dari 10 ha 1566 orang
(Sumber: Perkembangan Desa dan Kelurahan Dempo Barat 2016)

Adapun masyarakat Dempo Barat yang memiliki kendaraan untuk angkutan

umum, sebagai aset ekonomi masyarakat dalam memperoleh penghasilan yaitu ,


54

terdapat 19 orang yang mempunyai motor untuk transportasi ojek. Sedangkan yang

mempunyai bus sebagai aset sarana transportasi umum yaitu 6 orang, yaitu 6 unit bus.

Sarana transportasi umum lainnya yang dimiliki masyarakat Dempo Batar yaitu Mini

Bus. Orang yang mempunyai aset ini yaitu 23 orang, yaitu 23 unit Mini Bus. Artinya

dari 23 orang satu orang mempunyai satu unit aset Mini Bus.

E. Potensi Sarana dan Prasarana

1. Transportasi

Sarana transportasi darat dari segi jalan baik jalan beraspal maupun jalan

makadam, di beberapa bagian Desa Dempo Barat dalam kondisi baik atau bagus.

sementara di beberapa bagian yang lain dalam kondisi rusak. Jumlah total panjang

jalan aspal di Desa Dempo Barat ada 29 unit. 15 unit dalam kondisi baik atau bagus,

sedangkan dalam 14 unit panjang jalan aspal dalam kondisi rusak.

Dalam kegiatan sehari-hari, Masyarakat Desa Dempo Barat, menggunakan

transportasi motor. Motor merupakan transportasi satu satunya, tidak ada trasportasi

umum seperti angkot maupun taksi yang menghubungkan antara desa dengan

kecamatan.

2. Energi dan Penerangan

Perkembangan energi dan penerangan di Desa Dempo Barat, saat ini

penerangan masyarakat telah menggunakan listrik PLN yaitu terdapat 2027 unit.

Sumber energi dan penerangan lain yang digunakan masyarakat yaitu Genset ,
55

dimana ada 17 orang yang menngunakan alat tersebut, dengan kepemilikan pribadi.

Sementara sarana untuk keperluan memasak, secara umum masyarakat menggunakan

kayu bakar dan gas LPG/kompor gas. Kelaurga yang menggunakan bahan bakar

dengan menggunakan bahanbakar kayu yaitu sekitar 452 keluarga.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu syarat penting dalam menunjang

perkembangan masyarakat. Tersedia dan tidaknya sarana prasarana pendidikan adalah

dasar penentu pendidikan yang maksimal dalam suatu masyarakaat. Sarana prasarana

pendidikan di Desa Dempo Barat dapat tergolong baik, karena dalam hal ini terdapat

30 buah sarana pendidikan, yaitu terdiri dari 4 buah gedung SMA/sederajat, sembilan

bangunan gedung SMP/sederajat, SD terdapat delapan buah gedung, TK yaitu enam

buah gedung, dan jumlah pendidikan agama yaitu 3 buah.

4. Sarana kesehatan

Kondisi kesehatan seseorang atau masyarakat, berdampak terhadap

kesejahteraan. Apabila seseorang atau masyarakat dalam kondisi tidak sehat atau

sakit, maka akan berdapak terhadap keadaan ekonomi dan pendidikan, serta

hubungan sosial yang tidak baik. Sarana prasarana kesehatan di Desa Dempo Barat

terdiri dari Puskesmas Pembantu, Posyandu, Toko obat, rumah bersalin, dan balai

kesehatan ibu dan anak. Jumlah puskesmas Pembantu yaitu satu unit. Jumlah

posyandu di Desa Dempo Barat yaitu enam unit, toko obat satu unit, rumah bersalin

dua unit, dan balai kesehatan ibu dan anak berjumlah dua unit.
56

F. Permasalahan

1. Masalah Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif

Pada umumnya masyarakat Desa Dempo Barat mendapatkan penghasilan dari

usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. Selain itu, untuk meningkatkatkan

ekonomi atau penghasian, sebagian masyarakat mempunyai penghasilan dari usaha

ekonomi produktif (UEP) yaitu berupa usaha rumahan seperti pertokoan, usaha

produksi kripik singkong, warung kopi, bengkel, mebel, tukang rias, tukang anyaman,

tukang jahit dan lain-lain. Dari 6453 jumlah penduduk atau 2027 kepala keluarga

Desa Dempo Barat yang mempunyai penghasilan dari UEP berjumlah 40 keluarga.

Sedikitnya presentase angka tersebut membutuhkan suatu upaya pengembangan UEP

oleh pemerintah dan swata untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan,

meningkatkan kreatifitas, serta meningkatkan ekonomi atau penghasilan masyarakat

Desa Dempo Barat. Sementara saat ini program kegiatan dalam meningkatkan atau

mengembangkan usaha ekonomi produktif baik oleh pemerintah maupun swasta

masih minim.

2. Permasalahan Kesejahetraan

Masalah kesejahteraan dapat dilihat dari kelompok sejahtera dari jumlah total

kepala keluarga. Total jumlah keluarga Desa dempo Barat yaitu 2027 keluarga. Dari

jumlah total tersebut, jumlah kelompok prasejahtera yaitu 1809 keluarga. Sedangkan

keluarga yang tergolong kedalam kelompok sejahtera, 218 keluarga. Agar lebih jelas,

dapat dilihat dari gambaran tabel di bawah ini.


57

Table 3.6

Data kesejahteraan keluarga

No Kelompok kesejahteraan Jumlah Keluarga


1 Keluarga prasejatera 1809 keluarga
2 Keluarga sejahtera 218 keluarga
3 Total kepala keluarga 2027 keluarga
(Sumber: Perkembangan Desa dan Kelurahan Dempo Barat 2016)

Data kesejahteraan sosial juga dapat dilihat dari tinggi rendahnya masalah

sosial yang ada di Desa Dempo Barat, di antaranya adalah permasalahan anak yatim,

janda, duda, kenakalan remaja, pengangguran, putus sekolah, dan juga dapat dilahat

dari segi jummlah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga atau kepala

keluarga. Data anak yatim piatu yang berusia dari 0-18 tahun berjumlah 38 orang.

Jumlah janda di Desa Dempo Barat yaitu 27 orang.

Faktor banyaknya jandan di Desa Dempo Barat dikarnakan berbagai hal,

diantaranya yaitu cerai mati dengan suami maupun cerai hidup dikarnakan suami

menikah lagi dan lain sebagainya. Sementara data tentang duda berjumlah 15 orang.

Masalah sosial dalam kalangan remaja, dapat dilihat dari jumlah pengangguran dan

remaja yang menjadi preman atau berandalan. Jumlah angkanya yaitu 57 orang.

Permasalahan kesejahteraan yang lain, tentang masalah pendidikan anak.

Jumlah anak dengan usia 13-15 tahun yang tidak sekolah di SLTP/sederajat yaitu 22

orang, dan jumlah anak dengan usia 15-18 tahun yang tidak sekolah SLTA/sederajat

berjumlah 34 orang. Sementara jumlah perempuan yang menjadi kepala atau tulang

punggung rumah tangga mencapai 34 orang.


58

Selain itu, masalah sosial yang ada di Deda Dempo Barat adalah menegenai

masalah cacat mental dan fisik yaitu tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, lumpuh,

cacat fisik/tuna daksa lainnya, dan stres. Jumlah total penyandang masalah cacat

mental dan fisik yaitu 31 orang, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Agar data

tersebut dapat diperhatikan dengan jelas, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Table 3.7

Penyandang Masalah Fisik dan Mental

No Jenis masalah/cacat Laki-laki Perempuan


1 Tuna rungu 5 orang 3 orang
2 Tuna wicara 2 orang 1 orang
3 Tuna netra 2 orang 1 orang
4 Lumpuh 2orang 1 orang
5 Cacat fisik/tuna daksa lainnya 8 orang 5 orang
6 Stres 1 orang 0 orang
7 Jumlah 20 orang 11 orang
(sumber: Potensi Desa dan Kelurahan Dempo Barat 2016 )
BAB IV

TRADISI OMPANGAN

A. Sejarah dan Tujuan Ompangan

Sebelum membahas lebih jauh praktek ompangan, agar lebih lengkap

perlu dijelaskan terlebih dulu bagaimana sejarah atau perkembangan tradisi

tersebut secara umum. Selain itu, perlu dijelaskan juga apa tujuan ompangan baik

dalam hajatan pernikahan maupun pembangunan rumah.

1. Sejarah Perkembangan Ompangan

Tradisi ompangan diperkirakan sudah ada sejak sebelum tahun 1960.

Akan tetapi, sampai sekarang ini belum diketahui dengan jelas di mana dan siapa

yang pertama kali mengadakan ompangan.1 Hal ini juga disampaikan oleh

budayawan asal Madura yaitu Zawawi Imro. Dia mengatakan belum pernah

menemukan tulisan yang menjelaskan tentang sejarah asal mula ompangan

tersebut.2

Selain itu, Zawawi Imron juga mengatkan munculnya tradisi ompangan

atau tompangan, berasal dari daerah Madura bagian barat, yaitu daerah sampang

dan bangkalan. Di dua daerah tersebut terdapat kebudayaan atau tradisi yang tidak

1
Wawancara pribadi dengan Suhri sebagai pelaku Ompangan di Dusun Kembang Desa
Dempo Barat pada tanggal tanggal 24 November 2017
2
Wawancara pribadi dengan Zawawi Imron selaku budayawan di rumahnya daerah
batang-batang Sumenep pada tanggal 3 Desember 2017

59
60

jauh berbeda dengan ompangan maupun tompangan. Tradisi tersebut adalah

tradisi to’-oto’ dan remo.

“Saya tidak tau kapan pertama kali tradisi tersebut ada, karna mimang
tidak ada tulisan, penelitian ataupun penjelasan lain yang membahas
tentang sejarah munculnya tradisi tompangan”.3

“Munculnya tradisi tompangan, dari daerah bagian barat, yaitu bangkalan


dan sampang. Di sampang dan bangkalan dikenal dengan remo dan
to’oto’”.4

Dari tahun sebelum 1960 sampai sekarang, perkembangan ompangan

semakin bermacam-macam, hal itu disebabkan mengikuti perkembangan

kebutuhan hajatan dalam masyarakat itu sendiri. Walaupun seperti itu, tradisi

tersebut sampai sekarang masih kokoh dan tetap dapat menjadi jalan solusi untuk

menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Perkembangan ompangan dapat

dilihat dari sebelum dan sesudah tahun 1970.

Pada tahun 1960 bentuk ompangan masih sangat sederhana dibandingkan

dengan saat ini. Dari tahun 1960 sampai tahun 1970 bentuk ompangan di

antaranya berupa beras, jagung, gula dan kopi. Sebelum tahun 1970-an praktek

ompangan hanya dilakukan dalam kepentingan atau kebutuhan pernikahan saja.

Sementara dalam pembangunan rumah pada tahun tersebut di Desa Dempo Barat

belum ada tradisi ompangan.5 Dari penjelasa Suhri, dia juga mengatakan hal yang

sama. Pada tahun 1960-an bentuk barang yang menjadi ompangan dalam

masyarakat Dempo Barat kebanyakan berupa makanan jadi, seperti dodol, kue,

tettel, dan cucur.

3
Wawancara dengan Zawawi Imron pada tanggal 3 Desember 2017
4
Wawancara dengan Zawawi Imron pada tanggal 3 Desember 2017
5
Wawancara pribadi dengan Morsaman sebagai pelaku Ompangan di Dusun Kembang
Desa Dempo Barat pada tanggal 28 November 2017
61

“Kalau dulu minta kue, tettel, dodol, kalau bunyi-bunyian masih belum
ada, cucur misalkan 100 atau 200 masih jamannya masih tahun 1960.
Karna saya yang sering nganterin ompangan. Dulu yang jadi ompangan itu
kebanyakan dari makanan jadi. Sekarang sudah macam-macam tergantung
apa yang dibutuhkan. Dan dulu itu hanya untuk pernikahan kalau orang
membuat rumah belum ada ompangan. Kalau sekarang walaupun ke
rumah boleh saja”.6

Sebelum tahun 1970 masyarakat Desa Dempo Barat dalam mebangun

rumah masih ditanggung sendiri dan membutuhkan waktu lama untuk mencukupi

kebutuhan-kebutuhan pembangunan. Seseorang yang mempunyai keinginan

membangun rumah pada tahun tersebut, mengumpulkan sedikit demi sedikit

mulai dari pasir, batu, genteng dan lain sebagainya, sampai cukup untuk

membangun satu rumah. Setelah tahun 1970 ompangan sudah masuk dalam

kebutuhan pembangunan rumah.7 Kebutuhan dalam pembangunan rumah dari

tahun tersebut tidak ditanggung sendiri. Seseorang yang ingin membangun rumah

dapat meminta dan memperoleh bantuan orang lain dengan meminta ompangan,

sehingga kebutuhan pembangunan lebih cepat terpenuhi dan pembangunan rumah

bisa lebih cepat dimulai.

2. Tujuan Ompangan

Pesta pernikahan dan rumah yang layak, merupakan keinginan yang sangat

penting bagi masyarakat. Pernikahan diharapkan terjadi satu kali seumur hidup.

Umumnya bagi orang tua, tujuan membuat pernikahan yang meriah, adalah untuk

membuat anak bahagia. Selain itu, adanya kesadaran orang tua atau keluarga

terhadap nilai prestise dari sebuah pesta resepsi pernikahan. Itulah yang menjadi

motivasi yang besar sehingga harus terpenuhi. Melalui pernikahan tersebut,

6
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
7
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
62

keluarga secara tidak langsung mendapatkan pengakuan dari masyarakat sekitar

maupun kerabat.8 Begitu juga dengan pembangunan rumah. Rumah merupakan

tempat berlindung dan berkumpulnya keluarga. Rumah adalah kebutuhan dasar

manusia yang harus terpenuhi.

Mengadakan pesta pernikahan dan membangun rumah bagi sebagian

orang bukan merupakan hal yang mudah. Membuat pernikahan yang meriah

membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jumlahmya puluhan bahkan ratusan juta.

Bagi masyarakat atau keluarga menengah keatas, kebutuhan dan biaya pernikahan

tersebut, bisa lebih mudah terpenuhi. Sebaliknya bagi keluarga menengah

kebawah hal itu akan dirasakan lebih berat. Demikian dalam pembangunan

rumah. Untuk membangun sebuah rumah dalam memenuhi kebutuhan material

memerulukan biaya yang tidak sedikit.

Sebagai suatu hal yang menjadi keinginan dan kebutuhan yang harus

terpenuhi, dalam mewujudkan kebutuhan tersebut masyarakat melakukan

berbagai cara. Seperti halnya merantau, pinjaman berbunga, menggadaikan dan

menjual aset yang dimiliki. Apabila meminjam dengan pinjaman berbunga dan

menjeual apa yang dimiliki seperti menjual sapi, tanah dan lainnya. Hal itu akan

membuat masyaraakat kehilangan aset yang mereka miliki dan cendrung

berdampak terhadap berkurangnya pengahasilan masyarakat yang ahirnya

beresiko terhadap terjadinya kemiskinan.

8
Afdiyan Anggo Pratama, Pesta Pernikahan Kleuarga Miskin (Studi Deskriptif Tentang
Tindakan Keluarga Miskin Suku Madura Untuk Memenuhi Kebutuhan Pesta Pernikahan Anak-
anaknya), Jurnal Universitas Airlangga, Vol. 3 No 3 September 2014, h. 5.
63

Untuk itu masyarakat memerlukan adanya aksi kolektif dalam memenuhi

kebutuhan pembangunan tersebut, agar pernikahan dan pembangunan rumah bisa

lebih cepat terlaksana tanpa menjual apa yang dimiliki. Maka dari itu adanya

ompangan secara umum yaitu untuk meringankan beban masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan pernikahan dan pembangunan rumah atau tempat tinggal

sehingga resiko yang tidak diharapkan ditas tidak terjadi. Hal itu sejalan dengan

tujuan sistem jaminan sosial dilakukan yang telah dikemukakan sebelumnya.9

Secara lebih khusus tujuan ompangan dapat dibagi menjadi dua yaitu

untuk membantu orang lain dan sebagai wadah simpanan.

a. Membantu Orang Lain

Pernikahan maupun pembangunan rumah, apabila semua kebutuhan

tersebut ditanggung sendiri oleh orang yang ingin mengadakan hajatan, akan

terasa lebih berat dan bahkan tidak mampu. Oleh karna itu, dengan adanya tradisi

ompangan masyarakat dapat saling membantu untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.10 Seperti apa yang dijelaskan oleh Morsaman, tujuan ompangan adalah

untuk membantu orang.

“Tujuan ompangan itu untuk membantu orang disaat mempunyai hajatan


pernikahan atau ingin membangun rumah”.11

9
Ayat 4, Pasal. 2. UU RI No. 6, Tahun 1974
10
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
11
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
64

b. Sebagai Simpanan

Jaminan sosial bukan merupakan pengeluaran publik yang sia-sia.12

Seperti dalam sistem Ompangan, pada gilirannya menjadi mikanisme yang saling

melindungi antara komunitas atau masyarakat Desa Dempo Barat. Seperti yang

disampaikan oleh Muarif, tujuan ompangan agar pada waktu mempunyai hajatan

nantinya tidak terlalu repot, karna sudah mempunyai simpanan atau ompangan

yang permah diberika kepada seseorang. Selain itu dia juga mengatakan bagi

orang yang mempunyai hajatan, tujuan meminta ompangan agar beban kebutuhan

hajatan tersebut tidak ditanggung sendiri.

“Ya tujuan orang memberikan ompangan itu agar ketika nanti mempunyai
keperluan, itu tidak terlalu repot, karna sudah punya simpanan yang berupa
ompangan yang ditaro di orang. Ya kalau untuk yang punya keperluan atau
hajat meminta ompangan tujuannya agar tidak ditanggung sendiri karna
kalau ditanggung sendirian takutnya terlalu berat”.13

Jadi dalam ompangan bantuan yang diberikan seseorang kepada orang

yang mempunyai hajat atau tuan rumah, bukan merupakan bantuan cuma-cuma.

Ompangan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain merupakan investasi

sosial yang dapat menguntungkan dalam jangka panjang. Ompangan yang

diterima pada saatnya harus dikembalikan kepada orang yang pernah

memberikan, apabila orang tersebut sudah mempunyai hajat. Barang ompangan

yang diberikan merupakan sebuah simpanan.

12
Wawancara pribadi dengan Pusanah sebagai pelaku ompangan di Dusun Kembang
Demo Barat pada tanggal 28 November 2017
13
Wawancara pribadi dengan Muarif sebagai pelaku ompangan di Dusun Kembang
Dempo Barat pada tanggal 29 November 2017
65

Dari tujuan tujuan ompangan yang diberikan seseorang kepada orang lain

dapat diambil sebuah manfaat. Manfaat yang pertama, sesuai dengan tujuannya,

orang yang dibantu atau diberi ompangan, kebutuhan yang sebelumnya tidak

dapat terpenuhi menjadi terpenuhi. Yang kedua yaitu, di samping meringankan

beban orang lain, manfaat yang akan didapat adalah pada waktu mempunyai

kebutuhan hajatan, akan mendapat bantuan yang sama dari orang lain. Dalam hal

ini hal yang sama juga dikatan oleh bapak Morsaman:

“Ya sangat bermanfaat karna membantu kepada masyarakat. Orang yang


asalnya tidak cukup untuk keperluan hajatan, karna ada ompangan maka
jadi cukup. Ketika ingin mengembalikan tidak memberatkan. Dan juga
karna saya memberikan ompangan ke orang, maka nanti itu saya
mendapatkan ompangan juga dari orang ketika ingin punya hajatan”.14

B. Praktek Pelaksanaan Ompangan

1. Keanggotaan dan Bentuk Ompangan

a. Keangotaan

Tradisi ompangan adalah tradisi kemasyarakatan dalam membantu

sesama. Tradisi tersebut tidak berbentuk sebuah kelompok formal seperti sistem

jaminan sosial formal dari pemerintah dan swasta atau jaminan sosial berbasis

komunitas lokal lain, yang mana penyelengara, pengurus dan pesertanya

terstruktur dengan jelas. Tradisi ompangan sebagai jaminan sosial berbasis

komunitas lokal dijalankan oleh masing-masing individu yang mepunyai

kepentingan.

14
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
66

Dalam pelaksanaannya, ompangan tidak terintegrasi kedalam sebuah

kelompok. Pelaksana tradisi tersebut adalah orang yang memberi dan yang

menerima ompangan itu sendiri.15 Dalam hal ini Pusanah menjelaskan hal yang

sama bahwa dalam ompangan tidak ada anggota atau kelompok melainkan

menjadi tanggung jawab masing-masing orang yang mempunyai hajat dan orang

yang memberi ompangan (ngompangin).16 Jadi otomatis skema pelaksanaan

ompangan diatur oleh kedua belah pihak (pihak pertama pemberi ompangan,

pihak kedua penerima ompangan), seperti kebutuhan hajatan, barang ompangan,

waktu pengembalian ompangan dan lain sebagainya.

Secara umum, masyarakat Desa Dempo Barat dalam membuat hajatan

pernikahan maupun pembangunan rumah, dapat memperoleh ompangan dari

siapa saja yang dikenal, baik dalam satu daerah yang sama, maupun dalam dua

daerah yang berbeda.17 Secara khusus seseorang yang ingin membuat pernikahan

atau membangun rumah, dapat meminta atau memperoleh ompangan dari tiga

kelompok masyarakat. Hal ini juga disampaikan oleh Pusanah. Dalam cerita

pengalamannya dia mengatakan, waktu menikahkan Yasir (saudara dari istri

pusanah) dengan Motmainnah pada tahun 1998. Dia meminta dan mendapatkan

ompangan dari sanak saudara, tetangga, dan juga dari teman dekat.18

Melihat darimana dan bagaimana bantuan ompangan diperoleh, hal itu

menunjukkan bahwa sistem jaringan di sini sangat penting. Peran jaringan dalam

tradisi ompangan adalah, semakin banyak jaringan atau kenalan tuan rumah, maka

15
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
16
Wawancara pribadi dengan Pusanah tanggal 28 November 2017
17
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
18
Wawancara pribadi dengan Pusanah tanggal 28 November 2017
67

akan semakin mudah untuk mendapatkan ompangan. Seperti penjelasan

terdahulu, ompangan dilakukan antara sesama saudara, tetangga dan teman dekat.

Meminta ompangan atau memberi ompangan kepada orang lain tidak terbatas

hanya dalam satu daerah atau kelompok tertentu. Dengan bermodal saling kenal

dan saling mempercayai seseorang dalam satu daerah dapat memperoleh dan

meminta ompangan ke daerah yang berbeda. Selain itu, ompangan tidak hanya

terjadi atau dilakukan hanya dalam satu kelompok saja seperti satu saudara,

melainkan dapat dilakukan antara tetangga dan teman dekat.

Jaringan yang ada dalam ompangan lebih mirip dengan bentuk jaringan

duaan ganda. Seperti yang telah dijelaskan dalam kerangka teori bahwa jaringan

duaan ganda merupakan hubungan antara A dengan B, C,D, dan F. seseorang

yang ingin mengadakan ompangan (A) meminta ompangan kepada saudara,

tetangga dan teman dekat (B,C,D dan F).19 Jaringan duaan ganda mirip seperti apa

yang dilakukan oleh bapak Pukari dalam memperoleh ompangan untuk kebutuhan

pernikahan anaknya, dan cerita pengalaman yang disampaikan oleh Pusanah di

atas. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pernikahan, Pukari bekerjasama

dengan orang lain dengan meminta ompangan kepada Pusanah berupa, kue

kepada Sahrima. Kerja sama yang dilakukan tentunya merupakan kerja sama yang

saling menguntungkan satu sama lain. Pada waktu tertentu Pusanah dan Sahrima

juga mendapatkan bantuan serupa oleh Pukari.

19
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, h. 64
68

b. Bentuk ompangan

Bentuk atau barang yang menjadi ompangan dalam masyarakat Desa

Dempo Barat bermacam-macam, tergantung kebutuhan pernikahan maupun

pembangunan rumah. Adapun kebutuhan pembangunan rumah seperti pada

umumnya yaitu kebutuhan pasir, batu bata, kayu, semen genteng dan lain-lain.

Sedangkan kebutuhan dalam pernikahan di Desa Dempo Barat umumnya yaitu

kebutuhan dapur seperti beras, daging, kue, roti, kebutuhan dekorasi seperti tenda,

publikasi atau bunyi-bunyian seperti soud system. Seperti penjelasan Suhri dan

Morsaman,

“Kadang uang, rokok, beras,kue, gula, sound system, tenda, ya macam-


macam kebutuhan yang mau punya hajatan dah”.20

“Ini tergantung kebutuhan orang yang punya pengantin atau membuat


rumah. Bisa uang, beras gula, kopi, tenda, sonsistem, semen, pasir, batu,
kayu, genteng dan semacamnya. Tepi ompangan lebih berupa barang,
walaupun orang memberi uang tetap dibarangkan”.21

Gambar 4.1
Penyerahan Ompangan

(Sumber: foto pribadi)

20
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
21
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
69

Dalam gambar diatas menunjukkan dua orang pelaku ompangan yaitu

pemberi dan penerima. Mereka sedang menghitung jumlah kue sebelum

diserahkan kepada penerima atau yang punya hajat. Terkadang orang yang

mempunyai hajat tidak meminta ompangan dalam bentuk barang melainkan

dalam bentuk uang. Tujuannya, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, agar

tidak terlalu merepotkan orang yang diminta ompangan, dan juga agar uang

tersebut dapat digunakan untuk keperluan lainnya.

Jumlah permintaan atau pemberian barang ompangan tidak terbatas. Hal

itu juga tergantung kebutuhan dan kemampuan orang yang diminta atau pemberi

ompangan.22 Dalam meminta ompangan, orang yang mempunyai hajat akan

mengatakan berapa jumlah yang dibutuhkan dan yang ingin diminta kepada

seseorang. Dalam hal ini Suhri mengatakan, Apabila yang diminta tidak sanggup

memberikan ompangan dengan jumah yang diminta, atau orang yang punya hajat

tidak sanggup menerima ompangan karna terlalu banyak sehingga takut tidak

mampu membayar. Maka tidak akan terjadi ompangan atau terjadi dengan jumlah

lebih sedikit.

“Banyaknya ompangan tidak ada batasnya. Tergantung kemampuan orang


yang mau memberi, dan kebutuhan orang yang punya hajat. Misalkan ada
orang mau memberi ompangan tenda 5 set ke saya, karna saya takut tidak
sanggup membayar karna disatukan, maka saya minta 3 set saja dan
sisanya minta ke orang lain. Atau saya yang minta tenda 5 set ke orang.
Karna orang yang diminta lagi kerepotan maka sengkok bias minta
separonya atau tidak terjadi ompangan”.23

Terkait barang-barang yang dapat diberikan untuk ompangan, Pusanah

dalam pengalamannya mengatakan pernah meminta dan menerima ompangan

22
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
23
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
70

diantaranya berupa rokok, beras dan lainnya. Sedangkan ompangan yang pernah

diberikan kepada orang lain, Pusanah pernah memberikan satu ekor kambing,

Beras sebanyak 50kg, dan roti.

“Pengalaman saya dulu waktu pernikahan saudara saya Yasir. Waktu itu
saya minta dan mendapatkan ompangan dari tetangga, saudara, dan
tetaman-teman dekat. Orang yang memberi ompangan ke saya bermacam-
macam. Ada yang memberi rokok, roti ada juga yang beras.tapi itu sudah
saya kembalikan semua. barang yang ada di orang yang pernah saya
berikan, ada kambing satu ekor di bapak puya, roti di Admo, beras 100kg
di bi pukari dan 4 setel tenda di bapak Sa’e”.24

Gambar 4.2

Catatan Ompangan Pusanah

(Sumber: Foto Pribadi)

Berbeda dengan sistem jaminan sosial nasional atau formal. Skema

jaminan sosial dalam ompangan berdasarkan norma yang pleksibel.25 Pola praktek

ompangan bisa saja berubah tergantung kesepakatan bersama antara penerima dan

pemberi ompangan.

24
Wawancara pribadi dengan Pusanah tanggal 28 November 2017
25
Wawancara pribadi dengan Muarif tanggal 29 November 2017
71

Secara terperinci pelaksanaan ompangan dapat dijelaskan melalui dua

cara, yaitu melalui permintaan, dan tanpa melalui permintaan.

a. Melalui permintaan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk mencukupi atau

memenuhi kebutuhan pernikahan maupun kebutuhan dalam pembangunan rumah,

masyarakat Desa Dempo Barat dapat meminta ompangan kepada orang lain, baik

kepada saudara, tetangga, maupun teman dekat.

Sebelum hajatan, seseorang yang akan akan mengadakan hajat pernikahan

atau pembangunan rumah, mendatangi orang yang ingin diminta ompangan.

Dalam pertemuan keduanya, terjadi pembicaraan mengenai hajatan, apakah itu

pernikahan atau pembangunan rumah, kebutuhan dalam hajatan tersebut, bentuk

barang ompangan yang ingin diminta, dan waktu pengembalian. Seperti apa yang

dilakukan oleh bapak Pukari dalam gambar di bawah ini.

Gambar 4.3

Waktu Pukari Meminta ompangan kerumah Pusanah dan prosesi suap


menyuap kedua mempelai

(Sumber: Foto pribadi)


72

Foto di atas menjelaskan bahwa seminggu sebelum pernikahan anaknya,

Pukari mendatangi rumah Pusanah untuk meminta ompangan. Dalam pertemuan

keduanya tersebut mereka membicarakan mengenai barang yang dibutuhkan,

jumlah dan pengembalian.

Hal itu seperti apa yang dikatakan oleh Suhri. Dia juga mengatakan, dalam

pembicaraan antara orang yang memberi dengan orang yang menerima, ada istilah

yang disebut akad. Akad adalah ucapan non formal mengenai waktu

pengembalian dan juga ompangan yang dalam bentuk uang. Ompangan yang

diberikan dalam bentuk uang dibarangkan atau diakad menjadi barang tertentu.

“Misalkan ada hajat pernikahan atau membuat rumah, yang mau punya
hajat itu, dari jauh-jauh hari datang ke orang misalkan saudara, tetangga
atau teman untuk diminta ompangan. Terkadang, saudara, tetangga, atau
teman bertanya kepada yang punya hajat apa yang dibutuhkan, lalu
ngompangin. Setelah itu, ada yang disebut akad. Jadi barang yang akan
diberi kan itu dikasih tau kapan akan di minta entah ketika punya hajat
pernikahan atau yang lainnya. Dan juga kalau barang tersebut berupa
uang, maka uang tersebut dibarangkan entah ke beras dan banyaknya
berapa, gula atau apa”.26

Dalam permintaan ompangan, tidak semua orang yang diminta, memberi

ompangan sesuai dengan apa yang diharapkan orang yang meminta. Orang yang

diminta ompangan, bisa memberikan ompangan dengan jumlah yang tidak sesuai

harapan orang yang meminta, atau bahkan tidak dapat memberikan bantuan

ompangan sama sekali, dikarnakan orang tersebut tidak punya uang dan lain

sebagainya. Kalau orang yang diminta tidak sanggup memberikan ompangan,

sesuai dengan yang diharapkan, atau tidak dapat memberikan sama sekali, orang

26
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
73

tersebut akan mengatakan apa adanya dan meminta maaf karna tidak dapat

membantu seperti apa yang diharapakan.27

Terkait barang ompangan, orang yang meminta bantuan kepada seseorang,

dapat diminta dalam bentuk barang, dan juga dalam bentuk uang. Seseorang yang

meminta bantuan atau ompangan beras sebanyak 100 kg, biasanya selain diminta

dalam bentuk barang, ada juga yang memintanya dalam bentuk uang senilai harga

beras 100 kg pada waktu itu. Tujuannya agar uang tersebut dapat digunakan untuk

keperluan lainnya. Jadi ucapan pertmintaan beras tersebut hanya sebagai akad.

Selain itu, beras tersebut digunakan sebagai patokan dalam proses

pengembalian.28

b. Tanpa permintaan

Pola yang kedua, yaitu tanpa melalui permintaan dari tuan rumah, maupun

penawaran dari orang yang memberi ompangan. Dalam proses yang kedua ini,

tidak terjadi pembicaraan antara orang yang mempunyai hajatan, dengan orang

yang memberi ompangan. Ompangan yang diberikan seseorang dalam hal ini

merupakan inisiatif sendiri, dengan dorongan ingin membantu dan harapan nanti

pada waktunya, orang tersebut akan mendapatkan bantuan yang sama.

Dalam proses yang pertama ompangan dilakukan pada waktu sebelum

hajatan. Sedangkan dalam proses yang kedua, ompangan dilakukan pada waktu

hajatan berlangsung. Dalam budaya masyarakat Madura umumnya, khusunya

masyarakat Dempo Barat, seseorang yang diundang untuk menghadiri pernikahan,

27
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
28
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
74

bagi kaum perempuan membawa beras sebanyak 3kg. Kalau beras yang dibawa

lebih dari 3kg, atau membawa barang yang lain seperti gula kue, roti pada saat

menghadiri undangan, maka orang dan barang yang dibawa tersebut, dicatat oleh

panitia atau orang yang dipercaya oleh tuan rumah. Barang tersebut termasuk

barang ompangan yang harus di kembalikan di kemudian hari.29 Berikut adalah

gambar seseorang yang membawa beras dan ompangan serta seseorang waktu

mencatat apabila ada orang yang membawa ompangan.

Gambar 4.4

Undangan membawa beras dan Pencatatan Ompangan Tanpa


Permintaan

(Sumber: Dokumen pribadi)

Kepercayaan antara pemberi dan penerima sangat berperan penting. Tanpa

rasa percaya, seseorang tidak akan memberikan ompangan. Semakin tinggi rasa

saling mempercayai antara seseorang yang bekerjasama, maka semakin kurang

29
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
75

risiko yang ditanggung dan semakin kurang juga beban biaya (uang atau sosial)

yang dikeluarkan.30

Kepercayaan dalam memberikan ompangan baik dalam proses permintaan

maupun tanpa permintaan, mengandung harapan yang saling menguntungkan satu

sama lain. Seperti yang dikatakan diatas dorongan dalam memberikan ompangan

adalah harapan bahwa pada waktunya orang tersebut dapat memberikan bantuan

yang sama. Konsep kepercayaan tersebut seperti yang dikatan Mollering. Dia

mengatakan kepercayaan menunjuk pada suatu keadaan yang mengharapkan

orang lain bertindak dan bermaksud baik terhadap kita.

Rasa saling percaya antara penerima dan pemberi ompangan dikarnakan

mereka saling mengenal satu sama lain. Baik dalam proses permintaan maupun

tenpa permintaan, ompangan terjadi antara orang-orang yang mimang sudah

saling mengenal. Seperti yang telah dikatan sebelumnya, ompangan terjadi antar

saudara, tetangga dan teman. Hal ini seperti yang dikatakat Morsama. Dia juga

mengatakan kepercayaan antara pemberi dan penerima ompangan diperkuat oleh

perasaan bahagia atau senang ketika seseorang dibantu pada waktu yang sangat

membutuhkan. Kalau sesorang merasa senang karna dibantu orang lain, maka

tidak mungkin orang tersebut tidak ingin membalas kebaikan tersebut.

“Ya bagaimana tidak mau saling percaya, orang sudah saling kenal. Dan
juga kalau ingat waktu repot terus ada orang yang membantu, kan seneng,
maka itu yang tidak bisa dilupakan. Misalkan saya dating ke kamu
meminta ompangan, kamu sanggup ata ubilang ada maka saya itu
senang”.31

30
Robert M. Z Lawang, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, h. 47
31
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
76

Kepercayaan antara pemberi dan penerima ompangan dapat timbul

dikarnakan ekspresi masing-masing keduanya terpenuhi. Kepercayaan yang

diberikan oleh pemberi ompangan dikarnakan adanya sebuah harapan timbal balik

nanti di kemudian hari. Dalam memberikan ompangan, seseorang berharap pada

waktu membutuhkan, orang tersebut dapat dibantu dengan hal yang sama.

Selain itu dalam kepercayaan seseorang dalam memberikan ompangan

diperkuat oleh norma masyarakat. Peran norma dalam ompangan adalah untuk

menjamin terlaksananya timbal balik antar orang yang menerima dan yang

memberi ompangan. Seseorang yang melanggar sehingga merugikan salah satu

pihak akan diberikan sanksi. Seperti yang dikatakan oleh Muarif, apabila terjadi

pelanggaran, ada orang yang tidak mau mengembalikan ompangan, orang tersebut

mendapatkan hukuman berupa sangsi sosial. Orang yang tidak menjalankan

kewajibannya tersebut akan menjadi bahan pembicaan orang lain.32

Selain itu orang Madura terkenal sebagai orang yang dapat dipegang

perkataan dan umumnya tangguh dalam memegang janjinya. 33 Dalam ompangan

apabila sudah sampai waktunya untuk mengembalikan ompangan, bagai manapun

caranya, orang tersebut akan membayar sesuai dengan aturan ompangan yang

telah di sepakati bersama dalam masyarakat.

c. Pengembalian ompangan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ompangan yang diberikan

seseorang bukan merupakan bantuan cuma-cuma. Bantuan yang diberikan

32
Wawancara pribadi dengan Muarif tanggal 29 November 2017
33
Ahmad Mien Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,
dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Pribahasanya.
77

seseorang untuk kepentingan pernikahan atau pembangunan rumah merupakan

inpestasi jangka panjang. Ompangan yang talah diberikan seseorang, pada

waktunya harus dibayar atau dikembalikan. Dalam bab sebelumnya resiprositas

dapat menjadi bahan analisis pada pengembalian ompangan. Peran resiprositas

adalah memberikan beban moral kepada orang yang sebelumnya menerima

bantuan ompangan untuk mengembaliakan bantuan tersebut. Proses pengembalian

ompangan, dalam hal ini penulis membagi kedalam dua bagian, yaitu pola umum

dan pola khusus.

1. Pola umum

Pola umum adalah proses pengembalian ompangan sesuai dengan norma

yang berlaku dalam masyarakat atau cara-cara pengembalian yang sudah diakui

bersama. Dalam pola umum, waktu pengembalian barang ompangan sesuai

dengan perjanjian antara orang yang menerima dan orang memberi pada waktu

proses permintaan.

Pada umumnya, ompangan yang diterima, dikembalikan pada waktu orang

yang memberi mempunyai hajat yang sama, seperti pada waktu orang tersebut

memberikan ompangan. Orang yang memberi ompangan untuk hajatan

pernikahan akan dikembalikan pada waktu orang tersebut juga mempunyai

hajatan pernikahan. Begitu juga orang yang memberi ompangan untuk

pembangunan rumah, dikembalikan apabila orang tersebut ingin membangun

rumah. Dalam hal ini seperti yang dikatakan Pusanah:


78

“Sesuai permintaan. Misalkan ompangan itu bilang di peruntukkan untuk


pernikahan anaknya atau ketika mau membangun rumah, ya bayar ketika
pernikahan atau pembangunan rumah”.34

Kalau sudah sampai pada waktunya, maka orang yang pernah menerima

ompangan walaupun tanpa ditagih akan mengembalikan dengan sendirinya. Pola

ini juga berlaku untuk pengembalian ompangan yang tidak melalui proses

permintaan, atau ompangan yang datang pada saat waktu hajatan. Kalau

ompangan tersebut untuk pernikahan, maka dikembalikan pada waktu pernikahan

juga, begitu juga ompangan dalam pembangunan rumah.

2. Pola khusus

Pola khusus merupakan pola pengembalian yang tidak sesuai dengan

perjanjian pada saat permintaan. Selain dikembalikan sesuai dengan perjajian

antara penerima dan pemberi ompangan, waktu pengembalian ompangan bisa

terjadi kapan saja, dengan catatan dikarnakan suatu kebutuhan yang mendesak,

sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus meminta ompangan

walaupun belum saatnnya dikembalikan.

Dalam pola khusus ini, antara orang yang harus mengembalikan

ompangan, dengan orang yang pernah memberi ompangan, terjadi proses

pembicaraan. Untuk meminta mengembalikan ompangan yang tidak sesuai

dengan perjajian tersebut, orang yang pernah memberi ompangan mendatangi

orang yang harus mengembalikan ompangan, mengatakan tujuannya dan meminta

maaf karna meminta pengembalian tidak sesuai dengan perjajian.

34
Wawancara pribadi dengan Pusanah tanggal 28 November 2017
79

Catatan bagi orang dalam meminta pengembalian ompangan, dengan

waktu yang tidak sesuai dengan perjanjian, orang tersebut tidak boleh memaksa

atau menekan orang yang harus mengembalikan ompangan tersebut. Kalau orang

yang diminta mengembalikan ompangan tidak sanggup waktu itu juga, maka hal

itu harus sama-sama dimaklumi, baik bagi orang yang butuh maupun orang yang

harus mengembalikan ompangan. Dalam hal ini Morsaman mengatakan, orang

yang meminta kembalian ompangan tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya,

jangan terlalu berharap. Kalau dikembalikan waktu itu juga, syukur, kalau tidak,

maka orang tersebut tidak boleh marah.

“...Kadang ada walaupun waktunya belum sampai, ompangan tersebut


diminta, maka kalau seperti itu mintanya sambil minta maaf dan kecil
pengharapan. Artinya, iya kalau dikembalikan waktu itu juga sukur, kalau
di kembalikan sesuai perjajian tidak boleh marah”.35

Jika melihat pola pengembalian ompangan kemudian dihubungkan dengan

jenis resiprositas, lebih mirip dengan jenis resiprositas umum (generalized

resiprocity).36 Pola pengembalian ompangan tidak terlalu ketat, tidak ada aturan-

aturan formal tertulis. Pelaku ompangan hanya mengacu kepada pola-pola yang

telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Namun apabila ada suatu pelanggaran

dalam pengembalian tersebut akan mendapatkan hukuman berupa sangsi sosial.

d. Bentuk barang dalam pengembalian

Pada perinsipnya pengembalian barang sesuai dengan bentuk dan jumlah

yang diterima. Kalau barang yang diterima berupa beras 100 kg, maka waktu

pengembalian juga sebanyak beras 100 kg, walupun harga beras tersebut sudah

35
Wawancara pribadi dengan Morsaman tanggal 28 November 2017
36
Sjafri Sairin dkk, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),
h. 48
80

berbeda antara waktu menerima dengan waktu pengembalin.37 Jadi pengembalian

ompangan berbentuk barang yang sama, jumlah yang sama, dan harga yang

mungkin berbeda. Prinsip ini sejalan dengan apa yang disebut resiprositas

sebanding (balanced reciprocity). Barang yang dipertukarkan dalam ompangan

mempunyai nilai yang sebanding. Tetapi secara waktu pemberian dan

pengembalian ompangan tidak ditentukan dengan pasti.38

Selain itu, orang yang pernah menerima ompangan dari seseorang, dapat

mengembalikan dalam bentuk barang yang berbeda. Hal itu dikarnakan ada

permintaan tuan rumah atau orang yang mempunyai hajatan. Ompangan dalam

bentuk beras 10 kg dapat diminta dan dikembalikan dengan bentuk daging. Kalau

harga daging lebih tinggi dari harga beras tersebut, maka kekurangannya

ditambahkan oleh tuan rumah. Kalau harga daging lebih rendah dari harga beras,

maka sisa dari uang beras tersebut diberikan kepada tuan rumah.39

Selain berbentuk barang, pengembalian ompangan juga dapat diminta dan

dikembalikan dalam bentuk uang. Pengembalian ompangan dalam bentuk uang,

harus memperhatikan barang di pasaran, apakah harga barang naik atau turun.

Seperti apa yang dikatan oleh Suhri, seseorang dalam mengadakan hajatan,

misalkan meminta uang seharaga daging 10 kg yaitu Rp.100.000, maka pada

waktu mengembalikan harus 10 kg, walapun daging 10 kg, sudah seharga

Rp.1000.000.

“Ya misalkan kamu mau mengadakan hajatan, terus kamu minta uang
sama saya Rp.100.000. Terus saya memberi untuk daging. Harga daging

37
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
38
Sjafri Sairin dkk, Pengantar Sosiologi Ekonomi, h. 48
39
Wawancara pribadi dengan Mursaman tanggal 28 November 2017
81

misalkan 1 kg, Rp.10.000. terus kamu mengatakan “iya”. Nanti setelah


bertahun-tahun saya mau mengadakan hajatan. Uang yang Rp.100.000 itu
sama saya diminta, sekarang waktu saya mau mengadakan hajatan, harga
daging 1 kg sudah Rp.100.000. caranya, kalau harganya sudah
Rp.100.000, dulu yang harganya daging Rp.100.000 dapat 10 kg, yakamu
harus memberi uang kesaya seharga 10 kg, walaupun sekarang 1 kg-nya
harganya Rp.100.000. ya kamu memberi sama saya harus Rp.
1.000.000”.40

Melihat dari praktek serta tujuan ompangan di Desa Dempo Barat, hal itu

sejalan dengan prinsip jaminan sosial. Pada bahasan terdahulu dikatakan bahwa

ada dua macam prinsip jaminan sosial. Prinsip yang pertama yaitu redistribusi

pendapatan, sedangkan prinsip yang kedua yaitu solidaritas sosial yang dapat

berbentuk dukungan yang saling menguntungkan atau gotong-royong dan aksi

kolektif.

Tradisi ompangan sejalan dengan prinsip jaminan sosial yang kedua, yaitu

prinsip solidaritas sosial, di mana masyarakat Desa Dempo Barat saling

membantu dan saling menutupi kebutuhan yang mungkin tidak dapat terpenuhi

apabila dikerjakan sendiri. Tradisi ompangan menjadi dukungan saling

menguntungkan antara masyarakat, yang kalau tanpa dukungan tersebut

dihawatirkan seseorang akan mendapatkan resiko yang tidak diharapkan. Tradisi

ompangan merupakan bentuk solidaritas sosial masyarakat Desa Dempo Barat

sebagai usaha kesejahtraan.

Norma dalam ompangan berupa peraturan non formal. Peraturan dalam

skema pelaksanaan ompangan berawal dari kebiasaan masyarakat. Kemudian

kebiasaan tersebut disepakati bersama secara tidak langsung. Peraturan tersebut

jauh dari campur tangan orang lain. Apabila terjadi pelanggaran terhadap norma

40
Wawancara pribadi dengan Suhri tanggal 24 November 2017
82

tersebut, sangsi yang akan diterima berupa sangsi sosial. Seseorang akan menjadi

bahan pembicaraan masyarakat apabila tidak sesuai peraturan.

Tradisi ompangan dikatakan oleh Muarif, sudah ada sejak dulu dan tidak

ada campur tangan pemerintah atau siapapun baik dalam segi pelaksanaan, aturan,

kepentingan ompangan maupun bentuk barang.41 Tradisi tersebut berjalan begitu

saja, mengikuti kebiasaan sebelumnya serta mengikuti perkembangan kebutuhan

masyarakat terkait kepentingan pernikahan dan pembangunan rumah. Norma

dalam tradisi tersebut mimang tidak tertulis. walaupun seperti itu, norma-norma

tersebut telah menjadi panduan praktek jaminan sosial yang saling

menguntungkan satu sama lain.

41
Wawancara pribadi dengan Muarif tanggal 29 November 2017
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ompangan adalah tradisi tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan

hajatan pernikahan dan pembangunan rumah. Tujuan ompangan ada dua, yaitu

untuk membantu kebutuhan orang lain dan sebagai simpanan jangka panjang.

Selain mimang bertujuan saling membantu masyarakat. Bantuan yang diberikan

seseorang bersifat simpanan yang dpat diminta kembali pada waktu mempunyai

hajat pernikahan atau pembangun rumah.

Sebagai konsep jaminan sosial informal, ompangan yang ada di Desa

Dempo Barat Pamekasan Madura berdasarkan nilai-nilai modal sosial yaitu

kepercayaan (Trust), norma (norm), Jaringan (network), dan timbal balik

(resiprositas). Nilai-nilai tersebut yang menjadi acuan masyarakat sehingga

praktek ompangan tetap bertahan.

Dalam praktek pelaksanaannya, seseorang dalam memperoleh ompangan

yaitu melalui dua proses, yang pertama melalui permintaan di mana orang yang

punya hajatan mendatangi pihak yang ingin dimintai bantuan, kedua tanpa

permintaan. Dalam hal ini pihak saudara, tetangga dan teman memberikan

ompangan kepada orang mempunyai hajatan tanpa ada permintaan sebelumnya.

Sementara pola pengembalian ompangan juga dilakukan melalui dua cara yaitu

pola umum dan pola khusus. Pola umum adalah pengembalian pada waktu orang

83
84

yang pernah memberi mempunyai hajatan, atau sesuai dengan perjanjian.

Sedangkan pola khusus yaitu pengembalian yang tidak sesuai dengan perjanjian.

Bentuk barang yang dapat diminta dan diberikan seseorang, sesuai dengan

kebutuhan hajatan. Hal itu dapat berupa kebutuhan dapur seperti beras, gula, kopi

kue, roti dam lain sebagainya. Kebutuhan dekorasi seperti tenda. Kursi, meja, son

sistem daan lain sebagainya.

B. Saran-saran

Ompangan dalah sebuah konsep tolong-menolong dalam menyelesaikan

masalah atau memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya tradisi tersebut

kebutuhan-kebutuhan dalam hajatan pernikahan dan pembangunan rumah dapat

dipenuhi bersama. Maka dari itu tradisi tersebut perlu dilestarikan dan

dikembangkan baik oleh masyarakat maupun aktifis dan pemerintah. Saran yang

dapat diberikan oleh peneliti terkait ompangan adalah:

1. Pemerintah daerah, aktifis dan masyarakat dapat mengambil peran dalam

mengembangkan dan menyebarluaskan praktek ompangan ke daerah lain

khususnya daerah Madura.

2. Pemerintah maupun aktifis dan masyarakat itu sendiri dapat mendorong

masyarakat agar mengembangkan praktek ompangan ke bidang

kebutuhan yang lain, seperti halnya kebuthan untuk menciptakan usaha-

usaha mikro. Dalam hal ini mayarakat dapat menggunakan sistem

ompangan untuk memenuhi kiebutuhan modal. Tujuannya agar

masyarkat dapat lebih mandiri dalam bidang ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Angraini, Nita. Keterbatasan Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat Dalam


Pembiayaan Kesehatan Korban Lumpur Lapindo Di Desa Besuki Timur.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2013.

Arkanto, Suhaimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta, 2006.

Bogdan dan Biklen. Metodologi Penelitian Kualitatif. 1992.

Creswell, Johan W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Mixed.


Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012

Ghony, M. Djunaidi dan Almansyur, Fauzan. Metodelogi Penelitian Kualitatif.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Gunawan, Imam S .pd.,M.Pd. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek.


Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Lawang, Robert M. Z. Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik. Jakarta, FISIP


UI Press, 2005.

Lendriyono, Fauzik (ed). Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan


Kesejahteraan Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2007.

Mien Rifai, Ahmad. Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja,


Penampilan, dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Pribahasanya.

Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2007.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2013. Cet. 8.

85
86

Nasdian, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka


Obor Indonesia, 2014.

Nasir, Moh D. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993.

Soetomo. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2008

Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi UIN Jakarta: UIN Jakarta Press,
2007

Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media, 2011.

Rahmat, Rais. Modal Sosial Sebagai Pengembangan Madrasah (Studi


Pengembangan Madrasah Pada MAN 1 Surakarta). Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI, 2009.

Ritzer, George. Teori Sosiologi Moderen. Jakarta: Prenada Media Goup, 2007.

Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kualitatif & kuantitatif. Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2006.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2011.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,


2008.

Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2011.

JURNAL

Anggo Pratama, Afdiyan. Pesta Pernikahan Kleuarga Miskin (Studi Deskriptif


Tentang Tindakan Keluarga Miskin Suku Madura Untuk Memenuhi
Kebutuhan Pesta Pernikahan Anak-anaknya), Jurnal Universitas
Airlangga, Vol. 3 No 3 September 2014.
87

Fatekhul Mujib, Eko Ariwidodo, Mushollin. Tradisi Oto’-Oto; Integrasi Sosial


Masyarakkat Urban Madura di Surabaya, Nuansa, Volume.12, Nomor.1,
Januari-Juni 2015.

Habibullah, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Lokal Studi Kasus Perkumpulan


Kematian Al-Khoiro Di Desa Ulak Kerbau Lama Kecamatan Tanjung
Raja Kecamatan Ogan Ilir Sumatera Selatan, Vol. 13, No. 3, 2008.

Mudiyono. Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnal


Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume. 6, Nomor.1, Juli 2002.

Suparjan. Jaminan Sosial Berbasis Komunitas: Respon Atas Kegagalan Negara


Dalam Menyediakan Jaminan Kesejahteraan, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Vol. 13 No. 3 Maret 2010.

Syahra, Rusydi. Modal Sosial: Konsep dan Aplikasi, Jurnal Masyarakat dan
Budaya, Volume. 5, Nomor. 1, Tahun 2003.

MEDIA ONLEN

Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2017, Berita Resmi
Statistik No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017.

Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik, h. 4, 29 September 2017


www.policy.hu/suharto/..

Mengenal Tradisi Ompangan di Madura”, [artikel Onlen] tersedia di


http://www.emadura.com/2015/04/mengenal-tradisi-ompangan-di-
madura.html Diakses pada 09 Agustus 2017.

Pasal 28 ayat 3 UUD RI Tahun 1945

Suharto, Edi. Kebijakan Sosial, disampaikan pada Diklat Jabatan Fungsional


Pekerja Sosial Tingkat Ahli, Jenjang Madya, BBPPKS, lembang 14
November 2006.
TRASKRIP WAWANCARA

Nama : Zawawi Imron

Jenis Informan : Budayawan

Hari/Tanggal : Minggu 3 Desember 2017

Tempat : Batang-batang Sumenep

Topik wawancara : Sejarah Tradisi Ompangan

Interviwer : Apa yang disebut ompangan?

Informan : Ompangan adalah tradisi orang Madura dalam sebuah pernikahan. Kalau disini

disebut tompangan. Nompangin barang kepada orang yang mempunyai hajatan

pernikahan.
Interviwer : kapan tradisi ompangan pertama kali ada?

Informan : saya tidak tau kapan pertamakali tradisi tersebut ada, karna mimang tidak ada

tulisan, penelitian ataupun penjelasan lainnya yang membahas tentang sejarah

munculnya tradisi tompangan?

Interviwer : Darimana asal mula munculnya tradisi ompangan atau tompangan?

Informan : munculnya tradisi tompangan, dari daerah bagian barat, yaitu bangkalan dan

sampan. Di sampang dan bangkalan dikenal dengan remo dan to’oto’.

Interviwer : Apa perbedaan antara tompangan, ompangan, to’oto’ dan remo?

Informan : mungin secara umum sama, sama-sama untuk saling membantu dan sebagai

wadah simpanan jangka panjang. Tetapi secara praktek pasti berbeda.

Interviwer : bagaimana praktek ompangan ditempat bapak tinggal?

Informan : Kalau disini topangan dalam prakteknya, orang yang punya parloh atau hajatan

menyabar rokok kepada tetangga atau kerabat kemudian orang yang diberi rokok

datang ke hajatan tersebut. Selain menghadiri acara pernikahan juga menyerahkan

uang kepada tuan rumah. Kalau orang yang menyerahkan uang tersebut

dikemudian hari juga mengadakan hajatan, maka uang yang diserahkan tadi akan

kembali. Tapi bagi orang yang tidak sanggup mengadakan parloh atau hajatan

maka uang tadi dianggap hilang.

Interviwer : apa bentuk dari tompangan tersebut?

Informan : bentuk tompangan itu berupa uang, jadi menyerakan uang.


TRANSKRI P WAWANCARA

Nama : Bapak Morsaman

Usia : 75 tahun

Jenis Informan : Pelaku Ompangan

Hari/Tanggal : selasa 28 November 2017

Tempat : Dsn. Kembang Ds. Dempo Barat

Topik wawancara : Ompangan

Interviewer :kapan tradisi ompangan pertama kali dilakukan oleh masyarakat Madura, dan

bagaimana sejarah perkembangan tradisi tersebut sampai saat ini?


Informan :Kalo sejarah pertama kali ompangan ada saya tidak tau. Saya tidak tau kapan,

dimana dan siapa yang pertama kali mengadakan ompangan. Tapi pada tahun

1955, omapangan sudah ada, berupa gula dan kopi. Perkembangan ompangan

dari dulu sampai sekarang sangat banyak. Kedepan dari tahun 1970, ompangan

hanya berupa beras, jagung, gula kopi, dan masih belum ada ompangan untuk

pembangunan rumah. Dari tahun 1970 ke belakang maka sudah ada ompangan

untuk orang membuat rumah, maka ada yang berupa kayu, genteng, batu, dan

semacammnya. Yang disebut rumah termasuk juga langgar/surau dapur atau

kamar mandi.

Mon pertamanah sengko’ ta’ taoh ce’ bileh ben sapah semabedeh ta’ taoh

keah. Tape taon 1955, ompangan reah cet la bedeh aropaaki kuleh kopi.

Bennya’ perkembangan ompangan deri lambe’ ka sateah. Ka ade’ deri taon

1970 ompangan karo aropaaki perres, cekung, kuleh kopi. Ben ki’ tade’

sekaangkui oreng akebeyeh roma. Deri taon 1970 kabudih areah pas bede

ompangan se kaangkui oreng akebeyeh roma. Iye pas bedeh searopah kajuh

kenteng betoh ben samacemmah. Seekoca’ roma termaso’ langker, depor

otabeh jedding.

Interviewer : Apakah tradisi ompangan dibutukan oleh masyarakat?

Informan : giaman tidak dibutuhkan, kalau tidak dibutuhkan, yang disebut ompangan ini

tidak bertahan sampai sekarang.

Mata’ ekaputoah, mon ta’ puto se ekoca’ ompangan reah ta’ke sekken

sampe’ sateah.

Interviewer :Apa tujuan adanya ompangan?


Informan : Tujuan ompangan itu untuk membantu orang ketika mempunyai hajatan

pernikahan atau ingin membangun rumah.

Toccuennah ompangan roah kaangkui apentoh oreng bileh andi’ hacet

pakabinan otabeh aniat akebeyeh roma.

Interviewer :apa manfaat yang dirasakan baik oleh penerima ompangan maupun pemberi

ompangan?

Informan : Ya sangat bermanfaat karna membantu kepada masyarakat. Orang yang asalnya

tidak cukup untuk keperluan hajatan, karna ada ompangan maka jadi cukup.

Ketika ingin mengembalikan tidak memberatkan.

Iyeh ce’ amanfaataki karna apentoh ka masyarakat. Oreng se asalah ta’ mendeng

se ekaparloah, karna bedeh ompangan, pas tettih mendengah. Parloh reah baik

pakabinan otabeh reng akebeyeh roma mon ekatibiih bennya’ ta’ koat. Bileh

mabelieh otabeh nyerraah roah tak ekaberrek.

Interviever : Apakah tradisi ompangan berbentuk suatu kelompok?

Informan :Ompangan ini tidak terbentuk kelompok. ompangan ini masing-masing. Orang

kalau ngompangin langsung nuju atau datang langsung ke orang yang ingin

diminta ompangan atau orang yang ditaro ompangan.

Ompangan reah ta’ ebentu’ kalompo’. Ompangan reah beng-sebeng. Oreng

mon ngompangnah areah pas nuccuh otabenah entar langsung ka oreng se

epentaennah ompangan otabeh se esabeennah ompangan.

Interviewer : Siapa yang biasanya mendapatkan ompangan dan yang memberikan ompangan?

Informan :siapa saja bisa memberi ompangan atau minta omapangaan, baik peleh, tatangkeh

otabeh kancah akrap. Dan misalkan orang kembang minta atau memberi

ompangan ke orang pamekasan, asalakan teman akrab, seperti itu tidak apa-apa.
Sapaah peih bisa nyabe’ ompangan otabeh mintah ompangan, baik peleh,

tatangkeh otabeh kancah akrab. Ben misalkan oreng Kempeng mintah

otabeh nyabe’ ompangan ka oreng pamekasan, asalkan kancah akrab, ke’

jeriah ta’ arapah.

Interviewer :Kapan praktek ompangan dalam masyarakat dapat terlaksana?

Informan : Tergantung keperluannya, misalkan pernikahan otabeh orang ingin membuat

rumah. Misalnya orang kalau mau punya hajat, dari jauh-jauh hari sudah datang

ke orang yang ingin diminta ompangan. Misalkan saya ingin mengadakan

pernikahan, masih kurang sebulan saya sudah ke kamu untuk minta ompangan.

Selain itu, terkadang ketika hari pernikahan, ada orang yang tau-tau membawa

ompangan, nah itu dicatet nama dan barang yang dibawa.

Terkentong kaparloan, misalakan pakabinan otabeh reng kebey roma.

Biasanah oreng mon andieh parloh ki’ ceu areh la entar ka oreng se

emintaennah ompangan misalakan sengko’ akebeyeh pangantan, roah ki’

rekareh sabulen ko’ entaar ka been kaangkui minta ompangan, salaen jeriah

torkadeng bileh la depa’ ka parlonah bedeh oreng se pas etemmuh ngibeh

ompangan le roah ecatet nyamanah ben apah se ekibeh.

Interviewer : Bagaimana proses terlaksananya ompangan?

Informan : Yah seperti yang saya katakana tadi, misalkan ada hajat pernikahan atau

membuat rumah, yang mau punya hajat itu, dari jauh-jauh hari datang ke orang

misalkan saudara, tetangga atau teman untuk diminta ompangan. Terkadang,

saudara, tetangga, atau teman bertanya kepada yang punya hajat apa yang

dibutuhkan, lalu ngompangin. Setelah itu, ada yang disebut akad. Jadi barang
yang akan diberikan itu dikasih tau kapan akan di minta entah ketika punya hajat

pernikahan atau yang lainnya. Dan juga kalau barang tersebut berupa uang, maka

uang tersebut dibarangkan entah ke beras dan banyaknya berapa, gula atau apa.

Setelah itu, nanti ketika mengembalikan ompangan orang tadi, ketika punya hajat

sesuai perjanjian. Kadang ada walaupun waktunya belum sampai, ompangan

tersebut diminta, maka kalau seperti itu mintanya sambil minta maaf dan kecil

pengharapan. Artinya, iya kalau dikembalikan waktu itu juga sukur, kalau di

kembalikan sesuai perjajian tidak boleh marah.

Iyeh mareh se caen sengko’ kelle’, misalakan bedeh parloh pangantan

otabeh kebeyeh roma, se andieh parloh roah ki’ ceu oreh entar ka oreng

misalakn ka peleh, tatangkeh otabeh kancah kaangkui minta ompangan. Tor

kadeng peleh, tatangkeh, otabeh kancah roah atanya ka seandieh parloh ce’

puto apah pas mataber ompangan. Samarenah jeriah pas bedeh seekocak

akad. Tettih bereng se eompangakinah roah ekabele ce’ epentaah bileh ce’

ting la andi’ pangantan otabeh selaen. Ben pole se eompangki roah aropaaki

pesse makah eakadaki ka pereng, ce’ ka peres berempah, kuleh otabeh apah.

Marenah jeriah iye ku’ lakku’ pas mabelih ting oreng se ngompangi kelle’

aparloh sasoai cencih. Bedeh kadeng make ta’ depa’ ka cencih ompangan

roah epentah, maka mon ke’jiah , mintah kalaben mintah saporah ben keni’

pangarepan. Artenah iyeh mon eserraeh bekto jiah keah ontong iyeh

eserraeh sasoai cenci kelle’, ta’ olle pekkel.

Interviewer : tradisi ompangan dalam hal ini disebut sebagai jaminan sosial yang berbasis

komunitas lokal, seperti apa perputaran bantuan dalam dalam ompangan?


Informan : Iya ompangan itu hampir sama dengan simpanan, artinya barang ompangan di

taro dipersiapakan untuk ketika mempunyai hajat. Misalkan orang memberi uang

maka dibarangkan. Jadi ketika mau membayar, membayar sesuai barang tersebut.

Iye ompangan roah para’ padeeh ben sempenan. Artenah pereng se

eompangaki roah esabe’ ecakeraki kaangkui bileh ting andi’ parloh.

Misalkan oreng aperri’ pesse maka eperengaki, tettih bileh majereh, majer

sesuai bereng kelle’.

Interviewer : Kapan seseorang yang telah mendapatkan ompangan harus mengembalikan atau

membayar ompangan?

Informan :Kalau belum mengadakan pernikahan, atau tidak mau membangun rumah, ya

tidak usah mengembalikan, tergantung akad atau perjanjian sebelum ompangan.

Misalkan saya ingin naro ompangan ke kamu, tapi mau di minta ketika amel ingin

menikah. Kecuali saya sedang dalam keadaan repot, terus ompangan yang ada

sama kamu ingin saya minta, nah itu saya tidak boleh nekan, karna tidak sesuai

perjanjian kalau ada ya syukur, kalau tidak ada tidak boleh marah.

Mon ki’ ta’ akebeyeh pangantan ota’beh ta’ ce’ mecceah roma iyeh ta’

mabelih, terkentong akad atobeh percencien sabellunah ompangan. Misalkan

sengko’ nyabeeh ompangan ka been, tapeh epentaah bileh amel alakeah.

Kacepenah sengko’ pareppaen ce’ repotah teros epentaah ompangan se

bedeh ebeen, le roah sengko’ ta’ olle nekkan, karna lopot deri percencien.

Iyeh mon been ontong, mon tade’ ta’ olle angok ngoan.

Interviewer : Seperti apa pengalaman anda dalam ompangan?


Informan : Saya pernah uang, beras, semen, genten, batu. Pernah saya punya pohon kelapa

yang sudah di belah. Ada tetangga sangat repot tempatnya mau roboh, dia lalu

datang ke saya lalu bilang ayo ke nga

Sengko’ pernah pesse, perres, semen, kenteng, bentoh. Pernah sengko’ andi’

pungkanah nyior selamareh esebe’. Bedeh tatangkeh cekrepotah,

kennengnah ake’ kujureh, roah pas entar kasengko’, ngocak “toreh ke nga

kan nyiorah anoh ka kauleh. Parkarah pe’ bileh samppean mon puto, atotor

ka kauleh”. Kajuh ce’ kik tak eangkuyeh di sengkok, iye ebeki, kebei

ompangan. Ie ku’ lakku’ nyerra kan nyior keah ka sengko’.

Interviewer : Apa saja bentuk bantuan yang dapat diterima dan diberikan oleh masyarakat

dalam tradisi ompangan?

Informan : Ini tergantung kebutuhan orang yang punya pernikhan atau membuat rumah.

Bisa uang, beras kuleh, kopi, tenda, sonsis tem, semen, pasir, batu, kayu, genteng

dan semacamnya. Tepi ompangan lebih berupa barang, walaupun orang memberi

uang tetap dibarangkan.

Areah terkentong kaputoan oreng se andieh pangantan otabeh akebeyeh

roma. Bisa pesse, perres kuleh, kopi, terop, son, semen beddih, betoh kajuh

kenteng kajuh ben samacemmah. Tape ompangan lebbi kapereng make

oreng aperri’ pesse tetep eperengaki.

Interviewer : Bagaimana misalkan orang yang memberi ompangan uang tidak mengatakan

untuk barang apa atau tidak dibarangkan?

Informan : Ya walaupun tidak di barang kan, ketika mau membayar, itu tetep melihat naik

turunnya barang. Misalkan ompangan 100 ribu, yang menerima uang tersebut
melihat, kira-kira uang 100 ribu tersebut kalau dibelikan barang dapat barang apa.

Nah ketika mau membayar tinggal melihat harga barang tadi, kalo naik uang yang

100 ditambah, kalu turun uang 100 ribu tersebut tidak dikurangi.

Iye make ta’ eperengaki, kapan ting majereh roah tetep ngabes ongke

toronah pereng. Misalkan ompangan 100, senaremah roah ngarena, pesse se

100 reah mon ekabellih bereng olle apah. Le ting majereh nyaman ngabes

arkenah pereng roah. Iye mon ongke pesse etambeih mon toron ta’

ekorangih.

Interviewer : Apakah ada batasan jumlah dalam menerima dan memberi ompangan?

Informan :Tidak ada batas dalam naro ompangan atau minta ompangan. Tapi kalau ada

orang minta ompangan, yang diminta tidak sanggup karna terlalu banyak, maka

naro sekuatnya.

Ade’ betes delem nyabe’ ompangan otabeh minta ompangan, coma mon

bedeh oreng mintah ompangan, pas seepentaeh ta’ sangkup karnah bennya’

kelluh, makah pas ngalak ken sakoatah.

Interviewer : Apakah dalam ompangan terdapat sistem pencatatan atau pembukuan,?

Informan : Ada yang dicatat ada yang tidak. Kalau punya saya tidak dicatet.

Bedeh se ecatet bedeh se enje’. Mon tang endi’ enje’ ta’ ecatet.

Interviewer : Kenapa anda tidak mencatat ompangan?

Informan : Ya karna saya sendiri masih ingat. Dan juga saya dan istri masih hidup. Nanti

kalau sudah tinggal sendirian lalu bilang ke anak cucu lalu dicatet. Dan juga

walaupun sama saya tidak di catat, nanti pasti di ingatkan oleh orang ketika sudah

dibutuhkan.
Ye karna sengkok tibi’ ki’ engak. Ben pole sengko’ ben binih ki’ odi’. Dekki’

mon la kareh katibi’ pas atotor ka na’ potoh pas ecatet. Ben pole make ben

sengko’ ta’ ecatet teros pas loppah, dekki’ pakkun epaenga’ di oreng bileh la

ekaparloh.

Interviewer :Kalau ada orang yang mencatat, siapa yang mencatat pembukuan ompangan?

Informan : Dicatat sendiri, kalau tidak dicatat sendiri, nyuruh orang yang dipercaya.

Ecatet tibi’, mon ta’ ecatet tibi’, nyoro ana’ otabeh oreng se eparcajeh.

Interviewer : Antara penerima dan pemberi bantuan ompangan, bagaimana keduanya dapat

bisa saling mempercayai?

Informan :Ya bagaimana tidak mau saling percaya, orang sudah saling kenal. Dan juga

kalau ingat waktu repot terus ada orang yang membantu, kan seneng, maka itu

yang tidak bias dilupakan. Misalkan saya dating ke kamu meminta ompangan,

kamu sanggup atau bilang ada maka saya itu senang.

Iye ma’ ta’ saleng parcajeeh ce’ la saleng kenal. Ben pole mon engak

bektonah repot pas bede oreng apentoh kan punga, maka jeriah se ta’ ke bisa

ekaloppaeh. Misalan sengko’ entar ka been mintaah ompangan, be’en reah

mon sangkup otabenah ngoca’ bede maka sengkok roah punga.

Interviewer : Seperti apa bentuk norma atau peraturan dalam tradisi ompangan sehingga bisa

bertahan hingga saat ini?

Informan : Tidak ada aturan tertulis hanya berpedoman kepada malu atau kebiasaan dari

dulu.

Tade’ atoran tertulis karo apedeman ka todus katodus otabeh kabiasaan

molaeh lambe’.
Interviewer : Bagaima aturan-aturan dalam praktek atau mekanisme tradisi ompangan.?

Informan : Sebenarnya tidak ada aturan apa-apa. Cuma masyarakat itu berbatokan pada

kebiasan dari dulu. Bagaimana cara meminta ompangan, cara memberi atau naro

ompangan, bagaimana cara menegmbalikan dan semacamnya itu tidak ada aturan

tertulis. Hanya melihat dari kebiasaan, malu dan menjaga omongan orang.

Saongkunah tade’ pratoran pa apah. Kun coma masyarakat roah

apantuman ka kabiasaan se deri lambe’. Dekremmah caranah minta

ompangan, caranah aperri’ otabeh nyabe’ ompangan, dekremmah caranah

mabelih ben samacemmah itu tidak ada praturan se tertulis. Karo kun

melihat kebiasaan, todus ben ajegeh pentanah oreng.

Interviewer : Terkait dengan tradisi ompangan, bangaimna peran jaringan dalam masyarakat

sehingga seseorang mendapatkan bantuan ompangan?

Informan :Ya seperti yang sudah say katakana, orang meminta ompangan tidak hanya

kepada tetangga dan bias ke teman akrab bias. Bias orang sini minta sama orang

waru ataupun sama orang pamekasan, kalau punya teman akrab disana.

Iyeh mareh se caen sengko’, oreng mintah ompangan ta’ karo ka

sataretanan, bisa ka tatangkeh ben bisa ka kancah akrab, bisa reng dinnah

mintah ka reng peruh otabeh ka reng mekkasan, mon andi’ kancah akrab

neng dissa’.
TRASKRIP WAWANCARA

Nama : Bapak Muarif

Jenis Informan : Pelaku Ompangan

Hari/Tanggal : Rabu 29 November 2017

Tempat : Dsn. Kembang Ds. Dempo Barat

Topik wawancara : Ompangan

Interviewer : kapan tradisi ompangan pertama kali dilakukan oleh masyarakat Madura, dan

bagaimana sejarah perkembangan tradisi tersebut sampai saat ini?

Informan : Saya tidak tau kalau pertama kalinya yang mengadakan pertama siapa. Seingat

saya pada taun 1960 itu mimang sudah ada di Dempo Timur, disini masih belum
begitu umum. Soalnya yang mengadakan cara ompangan itu lebih dulu Dempo

Timur setelah itu Dempo Barat ikut-ikutan. Jadi lebih dulu Dempo Timur.

Sengkok tak taoh mon lukellunah se mabedeh cek sapah. Satang paengak etaon

1960 reah cet labedeh edempo etemor edinna kik tak pateh umum. Cekreng

semabedek cara ompangan reah kelluen dempo temor marenah dempo berek

pas denindeh. Tettih lebbi ngadek dempo temor.

Interviewer : Apa tujuan adanya ompangan?

Informan : Ya tujuan orang naro ompangan itu agar ketika nanti mempunyai keperluan, itu

tidak terlalu repot, karna sudah punya simpanan yang berupa ompangan yang

ditaro di orang. Ya kalau untuk yang punya keperluan atau hajat meminta

ompangan tujuannya agar tidak ditanggung sendiri karna kalau ditanggung

sendirian takutnya terlalu berat.

Ya toccuennah oreng nyabek ompangan roah makle kapan kuk lakkuk andik

parloh roah tak pateh repot, karna la andik sempenan se aropaaki ompangan se

esabek ka oreng. Iye mon ka se andik parloh roah mintah ompangan

toccuennah makle tak ekatibiih karna mon ekatibiih mik cek berreen.

Interviewer : Apa manfaat yang dirasakan baik oleh penerima ompangan maupun pemberi

ompangan?

Informan : Oiya kalau manfaat sangat bermanfaat, karna sangat membantu ke orang, dapat

diandalkan.

Oiyeh mon manfaat cek manfaatah, karnah cek apentonah ka oreng ekenning

kaparloh ongku.

Interviewer : Apakah tradisi ompangan berbentuk suatu kelompok?


Informan : Tidak ada. Orang minta atau naro omangan itu nuju ke rumahnya masing-

masing. Misalkan kamu punya hajat mengadakan pernikahan, terus kamu butuh

tenda 5 set misalkan, mau minta sama saya, ya kamu datang langsung ke saya,

dan bilang sendiri.

Tadek, oreng mintah otabeh nyabek ompangan reah nuccuh karomanah beng

sebeng. Misalan been andik parloh akebeyeh pangantan teros been puto lajer 5

set misalkan terro mintaah ka sengkok, iye been roah entar langsung ka

sengkok, ben ngocak langsung.

Interviewer : Siapa yang biasanya mendapatkan ompangan dan yang memberikan ompangan?

Informan : Kalau seperti itu tidak ada. Siapapun dan minta ke siapa aja kalau minta

ompangan pasti dikasih. Ya tentunya kalu sanggup atau ada. Yang berat hanya

misalkan ada ompangan sampai lima orang hajatannya berbarengan hanya itu

yang agak berat kalau ompangan.

Mon se cara jeriah tadek sapaah peih ben mintaah kasapaah peih mon minta

ompangan pakkun eperrik iye tantonah mon sangkup otabeh bedeh. Se berrek

karo misalkan bedeh ompangan taker reng kalemah pas parlonah ting

lamajereh pas apereng jeriah karo se bek roet mon ompangan.

Interviewer : Apa saja macam-macam ompangan?

Informan : Ompangan digunakan untuk pernikahan dan orang ingin membuat rumah. Tapi

mimang kebanyakan itu untuk pernikahan kalau orang membuat rumah jarang.

Ompangan eangkui ka pakabinan ben ka reng akebeyeh roma. Tape lakar

kabennyaan roah ka pakabinan monk a reng akebeyeh roma rang-rang.

Interviewer : Kapan praktek ompangan dalam masyarakat dapat terlaksana?


Informan : tentunya ketika ada hajatan dan kebutuhan dari masyarakat. Orang yang

meminta ompangan itu karna ada kebutuhan entah mengadakan pernikahan atau

mau membangun rumah.

tantonah bileh bedeh parloh ben kaputoan dari masyarakat. Orang se minta

ompangan roah keng karna bedeh kaputoan pek akebeyeh pangantan otabeh

abangunah roma.

Interviewer :Bagaimana proses terlaksananya ompangan?

Informan :

Interviewer : tradisi ompangan dalam hal ini disebut sebagai jaminan sosial yang berbasis

komunitas lokal, seperti apa perputaran bantuan dalam dalam ompangan?

Informan :

Interviewer :Kapan seseorang yang telah mendapatkan ompangan harus mengembalikan atau

membayar ompangan?

Informan : Iya ketika punya hajat. Ya kalau sangat kepepet dan ompangan yang ada di

orang mau diminta ya pasti dikasih. Disini orang naro ompangan ke pernikahan

rahma dulu sekarang saya baru bayar karna tidak di minta, walaupun mau bayar

tidak diterima soalnya belum butuh.

Iye ken andien parloh pas. Ie mon cek tapepetah pas ompangan sebedeh eoreng

roah epentah, iyeh pakkun aperrik. Edinnah oreng nyabek ka parlonah

rahmah bilen cek yak kok kik puruh majer cekreng tak epentah, make majereh

etolok karmnah kik tak puto.

Interviewer : Seperti apa pengalaman anda dalam ompangan?


Informan : Waktu pernikahan cucu saya kemaren. Asis itu walaupun membuat pernikahan,

sedikit habisnya. Karna banyak orang narokelapa dan sebagainya.

Bektoh makabin pakabinnah kompoi reah kok rik berieen. Esis rooah make

akebei pangantan enjek sakakoni abien mon se din tibik. Cekreng bennyak

oreng nyabek. Nyior ben sakappiennah.

Interviewer : Apa saja bentuk bantuan yang dapat diterima dan diberikan oleh masyarakat

dalam tradisi ompangan?

Informan : Apa saja dapat menjadi ompangan tergantung kebutuhan orang yang punya

keperluan pernikahan atau membangun rumah. Bisa kebutuhan dapur, kue, roti

tenda son sistem, kayu, pasir, uang dan segala macam.

Apaah peih bisah tettih ompangan. Terkentong kaputoennah oreng se andik cet

haceten. Bisah kaputoan depor, cecen, roti lajer, son sitem, kajuhbeddih, pesse

ben samacemmah.

Interviewer : Apakah ada batasan jumlah dalam menerima dan memberi ompangan?

Informan : Tidak. Tidak adabatasnya. Hanya saja sampai mana kebutuhan yang punya

hajat dan sampai mana sanggupnya orang yang memberi atau yang diminta

ompangan.

Adek dek betesah. Karo kun kendimmah ka putoennah se aparloah ben ken

dimmah sangkupeh oreng se nyabeeh otabeh se epentaeh ompangan.

Interviewer : Apakah dalam ompangan terdapat sistem pencatatan atau pembukuan,?

Informan : Ya semuanya. Orang punya ompangan itu punya catetan sendiri sendiri.

Iyeh sakapinah oreng andik oompangan roah andik catetan beng-sebeng.

Interviewer : Siapa yang mencatat pembukuan ompangan?


Informan : Dicatat sendiri oleh saya. Kalau ompangan yang dating saat hajatan, ada

tukang catatnya dari panitia.

ecatet tibik ben sengkok, moon ompangan se deteng pareppaen parloh bedeh

toking catetah ced deri panitia.

Interviewer : Antara penerima dan pemberi bantuan ompangan, bagaimana keduanya dapat

bisa saling mempercayai?

Informan : Gimana tidak mau percaya, soalnya orang malu kalau tidak bayar. Jadi di

bicarakan sama orang dan juga ompangan belum ada yang gagal, makanya

percaya.

Matak parcajeeh cekreng ekatodus mon tak majer jeriah. Tettih ekapenta di

oreng ben pole cekreng ompngan kik tadek se gegel tettih kan pas parcajeh.

Interviewer : Seperti apa bentuk norma atau peraturan dalam tradisi ompangan sehingga bisa

bertahan hingga saat ini?

Informan : tidak ada peraturan apa-apa apa. Artinya tidak ada aturan yang buat secara

formal. Hanya saja

Interviewer : Terkait dengan tradisi ompangan, bangaimna peran jaringan dalam masyarakat

sehingga seseorang mendapatkan bantuan ompangan?


TRASKRIP WAWANCARA

Nama : Bapak Pusanah

Jenis Informan : Pelaku Ompangan

Hari/Tanggal : Minggu 26 November 2017

Tempat : Dsn.kembang Ds.Dempo Barat

Topik wawancara : Ompangan

Interviewer : kapan tradisi ompangan pertama kali dilakukan oleh masyarakat Madura, dan

bagaimana sejarah perkembangan tradisi tersebut sampai saat ini?

Informan : Sejarah tentang ompangan tidak ketahuan kapan pertama kali ada.

Sejarah tentang ompangan ta’ etemmuh bileh pertama kali bedeh.

Interviewer : Apa tujuan dari ompngan?


Informan :Intinya untuk meringankan orang dan diri sendiri. Disebut meringankan orang

lain karna sewaktu orang punya hajatan, saya itu membantu dengan memberi atau

naro ompangan. Setelah itu, ompangan yang di taro itu merupakan simpanan

yang bisa digunakan ketika saya butuh atau punya hajat.

Intinah kaangkui maringan ka oreng ben ka abe’ tibi’. Ekoca’ maringan ka

oreng laen karna ebektonah oreng andi’ acet, sengkok roah apentoh kalaben

aperri’ otabenah nyabe’ omponagan. Marenah jeriah ompangan se esabe’

roah aropaaki sempenan se bisa angkui ebektonah sengkok puto otabenah

andieh parloh.

Interviewer : Apa manfaat adanya tradisi ompangan?

Informan : Dengan adanya ompangan, yang awalnya orang tidak mampu membuat

pernikahan yang mengundang orang banyak, dengan adanya ompangan maka jadi

mampu. Sama dengan orang membuat rumah, yang awalnya bahan banguna itu

kurang dengan adanya ompangan orang bias minta bantuan ke orang lain untuk

memcukupi keperluan.

Kalaben bedenah ompangan se asalah oreng ta’ mampu akebei pangantan se

aceng onceng oreng bennya’, kalaben bedenah ompangan maka pas kellar.

Padeh ben reng akebeyeh roma, se asalah bahan bangunan roah korang,

kalaben bedenah ompangan oreng bisa montah pentoan kareng laen

kaangkui nyokopeh kaputoennah.

Interviewer : Apakah tradisi ompangan berbentuk suatu kelompok?

Informan :Kalau ompangan tidak ada anggota. Artinya tanggung jawab sendiri-senduiri,

tanggung jawab orang yang punya hajat dan yang ngompangin.


Mon ompangan ade’ anggota. Artena tangkung jeweb beng sebeng,

tangkung jeweb oreng se andi parloh ben se ngompangin.

Interviewer : Siapa yang biasanya mendapatkan ompangan dan yang memberikan ompangan?

Informan : Siapa saja. Tapi biasanya itu orang yang setuju dengan ompangan. Misalkan

saya minta ompangan ke daerah yang tidak kaprah ya bias jadi itu tidak memberi.

Sapaah peih. Tape biasanah roah oreng se setuju ka ompangan. Misalkan

sengko’ mintah ka daerah seta’ kabra ompangan iye bisah jadi roah ta’

aperrik.

Interviewer : Kapan praktek ompangan dalam masyarakat dapat terlaksana?

Informan : Ini tergantung keperluan, secara umum masyarakat disini kalau manta atau

pembangunan rumah menggunakan atau mengadakan ompangan, apa lagi ingin

mengadakan pernikahan, mimang ompangan ini yang banya orang mengadakan

pernikahan.

Reah terkentong parloh, secara umum masyarakat dinnak roah mon mantan

otabeh reng akebeyeh roma ngangkui otabeh mabedeh ompangan, apa pole

reng akebeyeh pangantan, lakar ompanagan reah sebennya reng akebeyeh

pangantan.

Interviewer : Bagaimana proses terlaksananya ompangan?

Informan : petama ompangan ini kana diminta dan yang nomor dua karna kemauan orang

sendiri, walaupun tidak diminta itu bawa atau naro ompangan. Kalau ompangan

yang diminta itu, orang yang punya hajat datang ke yang mau diminta ompangan.

Entah apa yang dibutuhkan itu dikasih tau. Iya yang dimintain itu kalau ada pasti

memberi, ya kalau tidak ada minta maaf. Setelah itu ada ucapan. Orang yang
memberi itu bilang kapan mau dipakek. Iya setelah itu, setelah waktunya tiba ya

mengembalikan.

petama ompangan reah karnah epentah ben se nomer dua karna kencengah

oreng tibi’, make ta’ epentah roah ngibeh otabeh nyabe’ ompangan. Mon

ompangan se epentaan roah, oreng se aparloah entar ka se epentaennah

ompangan. Cek apah se ekaputo roah pas ekabele. Iye se epentai roah mon

bedeh pakkun aperrik iye mon tade’ mintah saporah. Marnah jeriah pas

bede oca’. Oreng se aperri’ roah pas ngoca’ ce’ eangkuyeh bileh. Iye mare

jeriah, bile depak ka bektonah ye mabelih.

Interviewer : Tradisi ompangan dalam hal ini disebut sebagai jaminan sosial yang berbasis

komunitas lokal, seperti apa perputaran bantuan dalam dalam ompangan?

Informan : kalau sudah sampai waktunya untuk membayar atau mengemablikan ompangan

misalkan, ya harus membayar. Tetapi peratuan itu tidak resmi, peraturan dalam

ompangan itu hanya berpedoman pada kebiasaan sebelumnya.

Mon la depa’ ka bektonah majer otabeh mabelih ompangan misalkan, yeh

kotuh majer. Tape peratoran roah ta’ resmi, peratoran roah karo apedoman

ka kabiasaan sabellunah.

Interviewer :Kapan seseorang yang telah mendapatkan ompangan harus mengembalikan atau

membayar ompangan?

Informan : Sesuai permintaan. Misalkan ompangan itu bilang di peruntukkan untuk

pernikahan anaknya atau ketika mau membangun rumah, ya bayar ketika

pernikahan atau pembangunan rumah. Tapi bisa juga diminta kalau punya

keperluan yang sangat mepet, bagaimana cara minta kalau seperti itu, iya harus
minta maaf dulu karna sudahtidak sesuai perjanjian awal. Yang diminta itu bisa

bilang iya, bisa bilang tidak kalau tidak punya.

Sesuai mintanah, misalakan ompangan roah ngocak ecakerakinah ka

pangantan otabeh bileh abeyeh roma, iyeh oreng majer ting akeeyeh roma

tabeh mantan, tape bedeh otabeh bisa keah epentah mon andik kaparloan se

cek repotah, dekremmah caranah mintah mon angak jeriah, iyeh kotoh

mintah saporah kadek karnah la ta’ sesuai bi’ percencien awal, ben se

epentaeh roah bisa ngoca’ iyeh, bisah ngoca’ enje’ mon ta’ andik’.

Interviewer : Apa pengalaman anda dalam ompangan?

Informan : pengalaman saya dulu waktu pernikahan saudara saya Yasir. Waktu itu saya

minta dan mendapatkan ompangan dari tetangga, saudara, dan tetaman-teman

dekat. Orang yang memberi ompangan ke saya bermacam-macam. Ada yang

memberi rokok, roti ada juga yang beras.tapi itu sudah saya kembalikan semua.

barang yang ada di orang yang pernah saya berikan, ada kambing satu ekor di

bapak puya, roti di bapak Admo, beras 50 kg di bapak Sa’e.

Pangalaman sengko’ lambek bektonah pangantanah jesir, taon. Bektoh roah

sengko’ minta ompangan, olle ompangan deri tatangkeh, taretan ben

kancah-kancah se semma’. Oreng se aperri’ ompangan ka sengkok acem-

macem. Bede se aperri’ roko’, bede keah se aperri’ perres. Tapeh roah la

mareh epabelih kappi. Pereng se bede eoreng se pernah sengkok sabek, bede

embi’ settong e bapak puye, roti di bapak Admo, ben perres 50 kg e bapak

sa’e.
Interviewer : Apa saja bentuk bantuan yang dapat diterima dan diberikan oleh masyarakat

dalam tradisi ompangan?

Informan :Kalau ompangan ini lebih ke barang. Maksudnya walupun waktu menerima atau

memberi itu berupa uang, itu diakadkan ke barang, jadi nanti ketika membayar itu

pantumannya barang bukan uang, walaupun yang diterima berupa uang.

Mon ompangan reah lebbi ka pereng. Maksotah lebbi kapereng roah make

bektonah naremah otabeh se aperri’ roah aropaaki pesse, roah eakad aki ka

pereng, tettih dekkik bile majer roah pantumnah pereng benni pesse,

walaupun seetaremah aropaaki pesse

Interviewer : Apakah ada batasan jumlah dalam menerima dan memberi ompangan?

Informan : Ya batasnya itu sampai semampunya orang, baik yang diminta maupun yang

mau di ompangin. Walaupun minta satu juta kalau tidak ada ya tidak jadi. Dan

walaupun orang mau naro daging satu, kalau merima keberatan ya gak jadi juga.

Iye betesah roah ken samampunah oreng baik se epentaeh otabeh oreng se

eompangennah. Make minta sajuta misalkan moncet tade’ iye ta’ tettih. Ben

make oreng terro nyabeeh cuko’ sape settong mon senaremaah kaberreen iye

pade tak tettih.

Interviewer : Apakah dalam ompangan terdapat sistem pencatatan atau pembukuan,?

Informan : Ya ada yang dicatat ada yang tidak. Kalau punya saya yang dicatat hanya orang

yang ngompangin sama saya.kalaupunya saya yang ada sama orang tidak dicatat,

arna orang itu pasti sudah mencatat dan saya juga masih ingat.
Iye bedeh se ecatet bede se enje’. Mon tangdi’ se ecatet roah karo oreng se

ngompangih ka sengko’. Mon tang endi’ se bedeh eoreng ade’ cet tak ecatet,

polanah oreng roah pakkun la nyatet ben make sengkok ki’ enga’.

Interviewer : Siapa yang mencatat pembukuan ompangan?

Informan : Dicatat sendiri

Ecatet tibi’

Interviewer : Antara penerima dan pemberi bantuan ompangan, bagaimana keduanya dapat

bisa saling mempercayai?

Informan : Ya karna sudah sama-sama tau dan sudah sama-sama kenal. Selain itu saling

membantu. orang kalau sudah dibantu orang, tentu pasti ingat sewaktu

senangkarna dibantu, maka tidak ada jalan untuk berbohong, kalau pikirannya

masih normal.

Iye karna la padeh taoh ben la pade kenal. Salaen jeriah pade saleng pentoh

oreng mon la pernah epentoh oreng tantoh pakkun enga’ ebektonah punga

karna epentoh, maka de’ celenah congocah mon takkeng la ta’ kenna’

pekkerah.

Interviewer :Seperti apa bentuk norma atau peraturan dalam tradisi ompangan sehingga bisa

bertahan hingga saat ini?

Informan : sebenarnya dalam ompangan ini tidak ada aturan yang saklek. Orang itu hanya

mengikuti cara-cara yang sudah dijalankan dari dulu oleh masyarakat. Dan

terkadang itu bias berubah tergantung situasi dan keduanya.


sanyatanah delem ompangan reah tade’ atoran se pas sakle’. Oreng roah kun

karo norok cara-cara se la ecelenih molaeh lambek di masyarakat. ben

torkadeng roah b isa aobe terkentong se situasi ben sekadueh.

Interviewer : Terkait dengan tradisi ompangan, bangaimna peran jaringan dalam masyarakat

sehingga seseorang mendapatkan bantuan ompangan?

Informan : Iya kalau yang disebut jaringan itu orang yang bisa membantu mencukupi

kebutuhan, semakin banyak jaringan atau kenalan atau hubungan baik dengan

saudara tetangga dan teman, semakin gampang untuk mendapatkan ompangan

dari orang.

Iye mon se ekocak jaringan reah oreng se bisah apentoh nyokopeh kaputoan,

semakin bennya’ jaringan otabeh kenalan otabeh hubungan baik ben peleh,

tatangkeh dan teman, semakin kempanga olle ompangan deri oreng.


TRASKRIP WAWANCARA

Nama : Bapak Suhri

Jenis Informan : Pelaku Ompangan

Hari/Tanggal :Jumat, 24 November 2017

Tempat : Dempo Barat

Topik wawancara : Ompangan

Interviewer :kapan tradisi ompangan dilakukan oleh masyrakat Madura, dan bagaimana

sejarah perkembangan tradisi tersebut?-

Informan :Siapa yang mengadakan pertama kali dan pada tahun berapa saya tidak tau. Tapi

sekitar tahun 1960 kebelakang mimang sudah ada. Karna sejak saya anak-anak

yang ada ompangan. Karna ayah itu jadi ketua kampong, walaupun dari sini ke
timur gunung dipikul kalau sudah mau ngompangin. Kalau dulu minta kue, tettel,

dodol, kalau bunyi-bunyian masih belum ada, cucur misalkan 100 atau 200 masih

jamannya masih tahun 1960. Karna saya yang sering nganterin ompangan. Dulu

yang jadi ompangan itu kebanyakan dari makanan jadi. Sekarang sudah macam-

macam tergantung apa yang dibutuhkan. Dan dulu itu hanya untuk pernikahan

kalau orang membuat rumah belum ada ompangan. Kalau sekarang walaupun ke

rumah boleh saja.

Sapah semabedeh pertama kalinah ben etaon berempah sengkok tak taoh.

Keng kisaran taon 1960 kabudih cet la bedeh. Cekreng ken kanaen sengkok

sebedeh ompangan, polanah eppak reah tettih katoanah kampong make deri

dinnak ka morkunang epekol mon la ngompangnah. Mon kik lambek mintah

cecen, tettel tutul, mon nyimunyian kik tadek, kocor misalkan 100 otabeh 200

kik cemanah oppak kik taon sabitek. Cekreng sengkok selakoh ater

ompangan. Lambek se tettih ompangan reah kabennyaan deri kakanan

massak. Sekarang sudah bermacam2 terkentong apah se ekaputo. Ben

lambek reah karo kun ka pakabinan mon oreng akebeyeh roma kik tadek

ompangan mon sateah make karoma pade paih. Karna mon lambek reah

oreng akebeyeh roma reah long mapolong tibik. Tettih misalkan andik pesse

berempah terro tak ceddoah ekabellih betoh kelluh, dekkik andik pesse pole

ekabellih beddih, andik pole ekabellih kenteng, teros sampek cokop macekeh

roma settong.

Interviewer : Apa tujuan adanya ompangan?


Informan :Ya tujuan adanya ompangan untuk saling membantu dalam keperluan pernikahan

atau pembuatan rumah, karna kalau tidak ada ompangan orang orang punya

sangat kerepotan.

Iye toccuen bedenah ompangan kaangkui saleng pentoh delem kaparloan

pakabinan otabeh akebei roma. Karna mon tadek ompangan oreng aparloh

pas cek repotah ongku.

Interviewer : Apa manfaat yang dirasakan baik oleh penerima ompangan maupun pemberi

ompangan?

Informan : Sangat bermanfaat karna saling membantu, saling meringankan keperluan orang,

dan juga, karna di waktu kamu ingin punya hajata, kan tidak ada cita-cinta untuk

ngasilin

Cek amanfaatah karna saleng apentoh saleng maringan parlonah oreng, ben

pole soalah ebektonah been aparloah tayeh kan tak andik cita2 mahaselah.

Setak manfaat mon mahasel. Tapeh delem ompangan tadek se mahaselah..

Interviewer : Apakah tradisi ompangan berbentuk suatu kelompok?

Informan : Kalau ompangan itu tidak ada kelompok, Cuma ketika siapa yang perlu, mau

minta ompangan kesiapa, langsung keorangnya.

Mon ompangan reah adek kelompok, karo bile sapah separloh cek mintaah

ompangan ka sapah pas langsung ka orengah.

Interviewer : Siapa yang biasanya mendapatkan ompangan dan yang memberikan ompangan?
Informan :Itu tergantung permintaan. Asalkan teman yang bisa diminta bantuan. Itu

walaupun dari sini ke sekitar tempat kamu,kalau sudah berteman boleh saja. “ ini

saya pengen hajatan tanggal sekian saya minta bantuan kamu sebanyak beras 1

kg”. itu keperlluan kamu apakah mau ditaro waktu menikahkan anaknya atau

ketika mau membangun rumah. Ya kalau mimang ada pasti dikasih.apapole

sekarang sudah dibuat bisnis misalkan orang punya keturunah pasti disiapkan ke

anak.

Jeriah can permintaan. Asalkan padeh sakancaan sebisah ekenning kaparloh

jeriah bias make deri dinnak ka sakitar din been monla akancah pade peih,

kok yak aparloah tangkel sakian kok mintaah pentoennah been rajenah

perres sakintal iya jeriah kaparloennah been cek esabeeh ka apah cek

esabeeh ka bin makabin anaen otabeh bileh akebeyeh roma.ie mon cet bedeh

pakkun aperrik, apapole sateah la ekabisnis misalkan oreng andik

katurunah, pakkun esiap aki ka potoh.

Interviewer : Apakah orang menengah keatas juga ikut tradisi ompangan?

Informan : Ya kalo orang sudah berkecukupan, tidak akan ikut atau minta ompangan, karna

sudah tidah butuh. Jadi hanya ngambil dari kemampuan sendiri.

Iyeh mon reng la cokop take ano ompangan otabeh take tamintah soalah la

tak puto tettih karo ngalak bedenah non tobik.

Interviewer : Apa macam-macam ompangan, apakah hanya untuk pernikahan saja?


Informan : Ada ompangan untuk pernikahan,ada ompangan untuk orang membangun

rumah. Yang banyak mimang untuk pernikahan.

Bede ompangan kaangkui pakabinan bedeh ompangan kangkui oreng

abangun roma. Sebennyak laka rpernikahan.

Interviewer : Kapan praktek ompangan dalam masyarakat dapat terlaksana?

Informan : Adanya ompangan dikarnakan adanya hajatan misalkan pernikahan atau

pembangunan rumah. Jadi tergantung kebutuhan orang. Kalau dalam membuat

pernikahan atau membangun rumah butuh ompangan, maka orang tersebut akan

meinta bantuan kepada orang lain.kadang tampa diminta kalo melihat tetangga,

saudara atau teman mau punya hajat, orang ada yang menawarkan ompangan, dan

menanyakan apa yang dibutuhkan.

Bedenah ompangan karna bedenah parloh misalkan pangantan otabeh

akebeyeh roma. Tettih terkentong kaputoennah oreng. Mon delem akebei

pangantan otabeh abangunah roma puto ompangan, maka oreng kellek

pekal minta pentoan ka oreng laen. Kadeng make tak epentah, mon ningaleh

tatangkeh otabeh peleh otabeh kancah andieh parloh, oreng bedeh se

mataber ompangan, ben etanyaaki apah seekaputo.

Interviewer : Bagaimana proses pelaksanaan ompangan?

Interviewer : tradisi ompangan dalam hal ini disebut sebagai jaminan sosial yang berbasis

komunitas lokal, seperti apa perputaran bantuan dalam dalam ompangan?

Interviewer : Kapan seseorang yang telah mendapatkan ompangan harus mengembalikan atau

membayar ompangan?
Informan : Itu tergantung perjanjian sewaktu naro atau minta ompangan, dan tergantung

kebutuhan. Kadang ada orang yang minta sebelum sampai ke perjanjian karna

sudah kepepet. Tapi kalau sudah tidak sesuai dengan perjajian, orang yang

meminta tidak boleh memaksa. Misalkan tidak sesuai dengan perjajian, ya saya itu

tidak boleh terlalu usaha. Sebab perjajiannya itu ingin diminta ketika mau

menikahkan anak. Malah diminta diwaktu anaknya belum mau menikah. Saya itu

ke kamu minta maaf dulu tidak apa-apa, karna sudah tidak sesuai dengan

perjajian. Ya saya ke kamu bilang mau diusahakan dulu siapa tau ada. Kalau tidak

ada ya gak papa. Kalau diminta sesuai dengan perjajian saya pasti nyari sapai

dapat, walaupun kepala jadi kaki.

Jeriah trgantung percencien bektonah nyabeeh otabeh mintah ompangan,

ben terkentong kaputoan, kadeng bedeh oreng se minta sabelunah depak ka

percecien karna sudah kepepet. Tapeh monla tak sesuai ben perjanjin oreng

se minta tak olle maksah. Misalka tidak sesuai dengan perjanjian iyeh

engkok roah olleh tak pateh usaha. Sabeb percenciennah roah epentaah

kapan makabinah anak. Mangka pas epentah ebektoh anaen tak akabinah,

engkok roah ka been asaporah kelluh tak rapah cekreng cet la tak sasoai ben

percencien. Iye engkok roah ngocak kik usahaah ka been mik nemmuh

cekreng la tak sesuai, iye mon keng cet ladepak ka percencien engkok roah

pakkun nyareh sampek olle tak taoh cek cedak tettih sokoh.

Interviewer : Bagamana proses pengembalian ompangan?

Informan : Ya misalkan kamu mau mengadakan hajatan, terus kamu minta uang sama saya

Rp.100.000. Terus saya memberi untuk daging. Harga daging misalkan 1 kg,
Rp.10.000. terus kamu mengatakan “iya”. Nanti setelah bertahun-tahun saya mau

mengadakan hajatan. Uang yang Rp.100.000 itu sama saya diminta, sekarang

waktu saya mau mengadakan hajatan, harga daging 1 kg sudah Rp.100.000.

caranya, kalau harganya sudah Rp.100.000, dulu yang harganya daging

Rp.100.000 dapat 10 kg, yakamu harus memberi uang kesaya seharga 10 kg,

walaupun sekarang 1 kg-nya harganya Rp.100.000. ya kamu memberi sama saya

harus Rp. 1.000.000.

Ye misalkan been andieh parloh, teros been minta pesse ka sengkok Rp.

100.000, teros sengkok aperrik kangkui teking. Arkenah teking misalkan 1

kg Rp. 10.000, teros been ngocak iyeh. Dekkik kapan ting ataonan sengkok

aparloah. Pesse se Rp. 100.000roah ben sengkok epentah, sateah bektonah

sengkok aparloah, arkenah teking 1 kg la Rp.100.000. caranah, mon arkenah

la Rp. 100.000, sappen se arkenah teking Rp. 100.000 olleh 10 kg. ye been

kotuh aperrik pesse ka sengkok saarkenah 10 kg, make sateah 1 kg-nah,

arkenah Rp. 100.000, ye been aperrik ka sengkok Rp.1.000.000.

Intervewer : Seperti apa pengalaman anda dalam ompangan?

Informan : Sewaktu sahra menikah, punya saya beras yang ada di orang sudah hamper sartu

ton. Gula sudah gintal,itu ompangan saya yang ada di orang, jadi hanya tinggal

mengingatkan. Pas mau haatan saya hanya repot dari daging. Sewaktu hajatan,

saya hanya ngundang orang. Saudara, sepupu ketika hajatan ada yang bawa beras

ada yang bawa gula. Beras atau gula kalau sudah lebih dari 5 kg ditulis ke buku.

Pokoknya kalau sudah lebih dari bawaan undanga, itu ditat ke ompangan baik

peras, kopi telor atau kue.


Ebektonah sahra se abiniah, tang endik perres se bedeh eoreng la parak

saetton, kuleh cet la 2 kintal, jeriah tang ompangan se bedeh eoreng, tettih

karo kun maengak. Ting la aparloah sengkok coma repot deri cukok.

Marenah aparloh, perres kik kare 8 kintal. Cekreng sengkok tak ngalak

pesse karo kun aceng onceng maloloh, oreng sataretanan, sapopoan bile

bektonah parloh bedeh se ngibeh perres bedeh sengibeh kuleh, peres otabeh

kuleh bileh se lebbi deri 5 kilu etoles pas kabuku. Pokoen mon la lebbi deri

ben kibenah oncengan roah ecatet ka ompngan baik perres, kopi tellor

otabenah cecen.

Interviewer : Apa saja bentuk bantuan yang dapat diterima dan diberikan oleh masyarakat

dalam tradisi ompangan?

Informan : Kadang uang, rokok, beras,kue, gula, sonsistem, tenda, ya macam-macam

kebutuhan yang mau punya hajatan dah.

Kadang pesse, rokok, peres, cecen kuleh son, lajer, iye samacemmah

kaputoenah se andieh parloh pas.

Interviewer : Bagaimana cara pengembalian ompangan yang dalam bentuk uang?

Informan : Itu ada juga misalakan kamu memberi Rp.1.000.000 ke saya, kamu bilang mau

digunakan waktu menikahkan anak nanti. Ya uang yang Rp.1.000.000 itu sama

saya diambil, nanti misalkan uang yang Rp.1.000.000 itu diwaktu mau

menikahkan anakmu sudah tidak seberapa nilainya, saya itu tetep bagaimana

caranya agar tetep menyenangkan ke kamu. Bagaimana?, ya saya itu tetep melihat

harga barang. Dulu yang Rp.1.000.000 itu kalau dibelikan barang dapat apa, dan
sekarang harga barang tersebut berapa. Ya kalau harganya turun, uang tersebut

tidak dikurangi, kalau barang naik saya memberi uang senilai harga barang

tersebut. Jadi saya itu ngira-ngira berapa yang pas.

Jeriah bede keah. Misalkan been aperrik Rp. 1.000.000 ka sengkok, been

ngocak eangkuyeh kapan ting makabinah anak. Ye pesse se Rp.1.000.000 itu

ekalak di sengkok , dekkik misalkan pesse se Rp. 1.000.000 roah bileh

makabinah anaen been la tak saberempah arkenah, sengkok roah pakkun

dek remmah caranah makle pakkun mapunga ka been. Dekremmah? Ye

sengkok roah pakkun ngabes arkenah pereng. Dulu yang Rp. 1.000.000 itu

mon ekabellih pereng olle apah ben pereng roah sateah arkenah berempah.

Ye mon arkenah toron, pesse roah tak ekorangih, mon pereng ongke,

sengkok aperrik pesse sarkenah pereng roah. Tettih sengkok roah rangirah

berempah se pas.

Interviewer : Apakah ada batasan jumlah dalam menerima dan memberi ompangan?

Informan : Banyaknya ompangan tidak ada batasnya. Tergantung kemampuan orang yang

mau memberi, dan kebutuhan orang yang punya hajat. Misalkan ada orang mau

memberi ompangan tenda 5 set ke saya, karna saya takut tidak sanggup membayar

kaena disatukan,maka saya minta 3 set saja dan sisanya minta ke orang lain. Atau

saya yang minta tenda 5 set ke orang. Karna orang yang diminta lagi kerepotan

maka sengkok bisa minta separonya atau tidak tedak terjadi ompangan.

Bennyaen oampangan tedek betessah. Terkentong kamampuennah oreng se

aperrieh, ben kaputoennah oreng se andik hacet. Misalkan bede oreng

aperrieh ompangan tenda 5 set ka sengkok, karna sengkok, karna sengkok


takok tak sangkup majer karna pas masettong, maka sengkok minta 3 set

peih ben karenah mintah ka oreng laen. Otabeh sengkok se minta tenda 5 set

ka oreng, karna oreng se epentah pareppaen repot makah sengkiok bias

minta saparonah otabeh ompangan tak tettih

Interviewer : Apakah dalam ompangan terdapat sistem pencatatan atau pembukuan,?

Informan : Iya dibukukan. Orang itu punya buku masing-masing. Misalkan saya, pulan naro

beras 1 gintal ke saya itu dicatet.

Iyeh ebukuin, oreng roah andik buku beng sebeng. Misalakan kok se pulan

nyabek persses sakintal ka sengkok roah ecatet.

Interviewer : Siapa yang mencatat pembukuan ompangan?

Informan : Ya dicatat sendiri. Cuma karna ompangan itu tidak hanya yang diminta saja, ada

juga yang mimang mau naro. Nah orang yang mau naro itu ada yang memberi

sebelum hajatan, ada yang pada sat hajatan. Kalau yang naro sebelum hajatan

dicatet sendiri, karna ketemu dan berbicara langsung sama saya. Kalau yang

sewaktu hajatan ini mimang langsung bawa entah beras, kue atau yang lainnya, itu

yang mencatat yang nerima tapi sma tuan rumah mimang sudah disediakan buku

cateta.

iye ecatet tebik . karo cekreng ompangan reah tak karo se epentah, bede

keah keng nyabeeh, le oreng se keng nyabeeh reah bede se aperrik

esabellunah parloh, bede se pareppaen parloh. Mon senyabek sabellunah

parlo ecatet tibik karna atemmuh ben apenta langsung ben sengkok. Mon

sebektonah parloh reah keng cet pas ngibeh cek perres, cecen otabeh selaen,
aroah pas senyatet se naremah tape ben toan rumah cet la esadieih buku

catetan.

Interviewer : antara penerima dan pemberi ompangan bagaiamana keduanya dapat saling

percaya?

Informan : Bagaimana tidak mau percaya. Soalnya saya ingin punya keringanan juga

diwaktu saya punya hajat,

Iyeh mak tak parcajeeh cekreng abek terro andieh karinganan keah

bektonah abek aparloh.

Interviewer : seperti apa norma atau peraturan dalam tradisi ompangan sehingga bias bertahan

sampai saat ini?

Informan : Kalau secara aturan tidak ada aturan tertulis. Hanya berpatokan malu sama malu

dan kebiasaan dari dulu.

Mon secara atoran, tadek atoran-atoran se tertulis.coma apantuman ka

todus ka todus, ben kabiasaan molaeh lambek.

Interviewer : bangaimna peran jaringan dalam masyarakat sehingga seseorang

mendapatkan bantuan ompangan?

Informan : Ompangan reah sapeleen, satatangkeen ben sakancaan, tettih mon bennya peleh

ben kancah, ben pekus ben tatangkeh pakkun jen bennyak ompangnah.

Ompangan itu se saudara, se tetangga, dan teman. Jadi kalau banyak

saudaradan teman, dan baik sama tetangga pasti lebihbanyak ompangannya.

Anda mungkin juga menyukai