Anda di halaman 1dari 7

ISRAILIYAT

RESUME
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an

Yang Diampu Oleh Bapak Faqih Ali Syari’ati

Oleh:

Fara Nadifah : 21383042016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2021- 2022
A. Pengertian Israiliyat

Ditinjau dari segi bahasa, kata israiliyyat adalah bentuk jamak dari kata
israiliyah, bentuk kata yang dinisbahkan pada kata Israil yang berasal dari
bahasa Ibrani yang berarti hamba Tuhan.

Dalam deskriptif historis, Israil berkaitan erat dengan Nabi Ya'kub bin
Ishaq bin Ibrahim as, dimana keturunan beliau yang berjumlah dua belas
disebut Bani Israil. Terkadang Israiliyyat identik dengan Yahudi, Bani Israil
merujuk kepada garis keturunan bangsa sedangkan Yahudi merujuk kepada
pola pikir termasuk di dalamnya agama dan doqma.

Dari segi terminologi, kata Israiliyyat walaupun mulanya hanyalah


menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada
akhirnya ulama tafsir dan ahli hadis menggunakan istilah tersebut dalam arti
yang lebih luas lagi.

Israiliyyat adalah seluruh riwayat yang bersumber dari orang-orang


Yahudi dan Nasrani serta selain dari keduanya yang masuk dalam tafsir
maupun hadis. Ada pula ulama tafsir dan hadis yang memberi makna
Israiliyyat sebagai cerita yang bersumber dari musuh-musuh Islam, baik
Yahudi, Nasrani, ataupun yang lainnya.

Meskipun israiliyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum


Nasrani juga turut ambil bagian dalam konstelasi penafsiran versi israiliyat
ini. Hanya saja dalam hal ini kaum Yahudi lebih populer dan dominan.
Karena kaum Yahudi lebih diidentikkan lantaran banyak di antara mereka
yang akhirnya masuk Islam. Di samping karena kaum Yahudi lebih lama
berinteraksi dengan umat Islam.

B. Masuknya Israiliyat Dalam Tafsir

Dalam konteks penafsiran, persentuhannya dengan dunia Israil- iyat


bisa kita lacak dari migrasinya orang Yahudi ke beberapa negeri di sekitar
Syam. Mereka bermaksud melindungi diri dari tirani penguasa Dinasti
Thitus. Dalam kurun abad yang cukup lama, terjadilah Mixing Culture,
culture exchange dan sebagainya. Pada saat yang sama, komunitas Arab
melalui aktivitas bisnisnya telah melintasi sejumlah wilayah yang memang
disitu terdapat mayoritas Ahlul Kitab seperti Yaman dan Syam.

Komunitas Yahudi ini telah mengembang secara pesat di daerah Arab


hingga terbagi-bagi menjadi beberapa suku, sementara di luar Madinah
seperti khaibar, tima’, fada’ dan lain sebagainya. Mereka yang sudah masuk
Islam sedikit tidak keterpengaruhan ajaran lama masih melekat dalam
keyakinan dan pola berfikirnya.

Al-quran itu masih memerlukan informasi-informasi luar untuk


menvaliditasi argumen interpretasi terutama menyangkut kesejarahan dan
ketokohan seorang tokoh. Dan pada umumnya akses informasi mengenai
hal tersebut masih kurang, untuk itulah para sahabat butuh informasi
tersebut demi memperjelas informasi umum yang ada dalam Al-quran.

Inilah situasi yang menyebabkan terjadinya percampuran peradaban dan


budaya saat itu. Kendati demikian, para sahabat dan umat muslim tidak serta
merta menerima begitu saja informasi tersebut karena disadari banyak
informasi yang masih ambigu dan meragukan. Untuk itulah umat Islam atau
sahabat besar merumuskan satuan mekanisme filtrasi sehingga keterangan
israiliyat tersebut benar-benar relevan dengan ajaran Islam. Semisal
persoalan- persoalan teologis dan tauhid, umumnya para sahabat tidak
menerima, namun yang menyangkut historisitas umumnya diterima.

C. Hukum Meriwayatkan Israiliyat

Tradisi pengambilan keputusan suatu hukum menggunakan israiliyat ini


berkembang cukup signifikan di masa-masa itu, melihat beragamnya
israiliyat ini, Abu Syahbah dalam israiliyyat wa al- madaniat fi kutub al-
tafsir menyebut tiga model yang paling dominan, yaitu:
1. Israiliyat Qur’ani dan hadisi atau bisa kita sebut dengan israiliyat
cerita atau sejumlah keterangan yang relevan dengan prinsip-
prinsip Alquran dan Sunnah.

2. Informasi historis atau lainnya yang sudah jelas diketahui ketidak-


benarannya serta bertolak- belakang dengan Alquran hadis.

3. Israiliyat yang ambigu. Kebenaran cerita tidak termasuk dalam


kategori abu syahbah, dalam konteks ini menekankan untuk tidak
mempercayai juga tidak mendustakannya.

Sementara Az- Zhabi dalam israiliyat fi at-tafsir wa Al-haditst


membaginya menjadi tiga bagian:

1. Israiliyat dari sudut legalitas periwayatannya. Periwayatan ini ada


yang sahih dan ada yang dhaif ke maudhu’.

2. Israiliyat dilihat dari sudut kesesuaiannya atau tidak dengan syariat,


yakni kesesuaian dengan syariat.

3. Israiliyat tematik. Cerita- cerita ini mengandung beberapa tema


sentral yang menjadi pesan Allah dalam ajaran Islam. Secara
tematik ini bisa dibagi dalam tiga kategori yakni; Tema aqidah,
Tema hukum dan Tema yang mengandung nasehat serta mawaizah.

Konteks serupa juga diklarifikasikan oleh penulis kitab Al israiliyat wa


Asaruha fi Kutub at-Tafsir oleh Dr. Ramzi Na’naat , yaitu:

 Pertama, israiliyat dari sudut sanad, model pertama ini terdiri dari
tiga macam yakni sanad atau matan yang sahih, dhaif dan maudhu’.

 Kedua, israiliyat dari sudut tema dari sebuah cerita. Tema yang
menyangkut persoalan akidah, tema yang menyangkut persoalan
hukum dan tema yang menyangkut persoalan etika dan keteladanan
serta nasehat petuah.
 Ketiga, israiliyat bisa dilihat dari sudut kesesuaian dan
ketidaksesuaian dengan syari’at. Bahwa ada sejumlah cerita yang
memang relevan dengan aturan syari’at, ada yang sama sekali
tidak bahkan kontradiksi dan ada juga yang mengandung dua
kemungkinan, bisa relevan dan bisa tidak.

Sebagai kesimpulannya bahwa ada beberapa ragam kisah yang


mengandung israiliyat sebagaimana disebutkan abu syahbah, diantaranya:

 Cerita israiliyat dalam narasi harut dan Marut.

 Israiliyat pada narasi terhapusnya ciptaan.

 Israiliyat pada narasi pembangunan ka'bah Baitul haram dan Hajar


Aswad.

 Israiliyat pada narasi Tabut.

 Israiliyat pada narasi terbunuhnya Jalut oleh Dawud.

 Israiliyat pada narasi para nabi dan umat-umat sebelumnya.

 Israiliyat pada narasi nabi Adam as, yang saling bunuh membunuh
antara Qabil dan Habil serta ungkapan-ungkapan syair menyangkut
Adam.

 Israiliyat pada narasi keagungan penciptaan jabarin.

 Israiliyat pada narasi makanan yang diminta oleh kaum


Hawariyyun.

 Israiliyat pada narasi mengenai persoalan nabi Musa melihat Allah.

 Israiliyat pada narasi lembaran taurat.

 Israiliyat pada narasi dongeng fiktif Bani Israil.

 Israiliyat pada narasi.


 Israiliyat pada narasi kapal Nabi Nuh, kisah Yusuf, pohon tuba,
kefasadan bani israil, cerita asbabul kahfi, zulkarnain, kisah ya’juj
dan ma’juj, kisah ratu Bilqis dengan kerajaan saba’nya.

Beberapa tema di atas mesti mengandung kebenaran, namun kerap kali


dalam pencitraannya terdapat muatan- muatan israiliyat sebagaimana
disebutkan abu syahbah. Israiliyat menjadi perhatian yang cukup serius di
kalangan ulama bahkan saking seriusnya umumnya sumber-sumber riwayat
ini dibatasi pada empat tokoh sentral yakni Abdullah bin salam, Ka’bul
ahbar, Wahab bin munabbih dan Abdul Malik bin Abdul Azis.

D. Pandangan Ulama’ Terhadap Israiliyat

Berikut pendapat beberapa Ulama terhadap cerita-cerita Israiliyyat:

1. Ibnu Al- Arabi

Ibnu Al-Arabi memandang perlu membedakan antara Israiliyyat


yang berkenaan dengan Ahli Kitab dan yang tidak berkenaan
dengannya. Jenis pertama dapat diterima karena dianggap sebagai
pengakuan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang tentu saja lebih
mengetahui dirinya sendiri. Adapun jenis kedua dapat diterima dengan
syarat pembawa berita (rawi) dan materinya diteliti terlebih dahulu.

2. Muhammad Syaltut

Israiliyyat menurutnya hanya menghalangi umat Islam untuk


menemukan petunjuk Alquran. Kesibukan mereka dalam
mempelajarinya pada akhirnya telah memalingkan mereka dari intan dan
mutiara yang terkandung dalam Alquran itu sendiri.

3. Abu zahrah dan Abdul Aziz Jawasy

Menurut Abu Zuhrah, seluruh Israiliyyat harus dibuang karena


tidak berguna dalam memahami Al-Quran. Pendapat senada
diungkapkan oleh Abdul Aziz Jawasy, ia berpendapat bahwa Israiliyyat
pada dasarnya telah menyesatkan akal dan menjauhkan umat Islam dari
makna Al-Quran.

4. Ibnu Taimiyah

Dalam memandang Israiliyyat, Ibnu Taimiyah bertolak kepada tiga


bagian yaitu:

 Israiliyyat yang masuk ke dalam bagian yang sejalan dengan


Islam perlu dibenarkan dan boleh diriwayatkan,

 Israiliyyat yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan


dengan syari’at, harus ditolak,

 Israiliyyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya,


harus didiamkan dalam artian tidak didustakan dan tidak juga
dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula
mendustakannya.

Anda mungkin juga menyukai