Anda di halaman 1dari 5

RESUME

EPISTEMOLOGI KEILMUAN ISLAM : ‘IRFANI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Study Islam

Yang diampu oleh: Ibu Rizkiyatul Hasanah, M.E

Oleh :

Kelompok 3

Rofiatus Zahrah 21383042041

Endah Dwi Nuriesta 21383042078

Martini 21383042090

Nor Azizah 21383042094

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2021 – 2022
A. Epistemologi

Epistemologi terambil dari bahasa Yunanikuo, epistemeyang berarti pengetahuann dan


Logos yang berarti Ilmu. Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata tersebut di artikan sebagai
satu bagian dari bahasa filsafat yang membahas dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Dalam
bahasa inggris,ia di terjemahkan dengan theory of knowledge. Pakar-pakar agama islam berbahasa
arab menerjemahkan dengan Nazhariyah al-ma’rifah mereka tidak menamainya Nazhariyah al-ilm
karna al-ilm(Ilmu) berbeda dengan ma’rifah. Ilmu dalam penggunaan bahasa itu adalah sesuatu yang
jelas, tidak mengalami kekaburan, sedangkan kata ma’rifa boleh jadi di sertai kekaburan. Pendapat
lain merupakan bentukan dari dua kata dalam bahasa Yunani, episteme yang berarti pengetahuan
dan logos yang juga berarti pengetahuan atau informasi.

Dari segi terminologi, the liang Gie dalam bukunya pengantar filsafat ilmu mendefinidsika
bahwa; Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membahas berbagi segi pengetahuan seperti
kemungkinan, asal mula sifatalami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan realibilitas
sampai soal kebenaran.

Hal tersebut terjadi karena isam dalam kajian pemikirannya paling tdak menggunakan
beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada
tiga model sistem berfikir dalam islam,yakni bayani, irfani, dan burhani yang masing-masing
mempunyai pandangan yan berbeda tentang pengetahuan.

B. Epistmologi ‘Irfani

‘Irfani merupakan bahasa arab yang terdiri dari huruf (irfan) yang memiliki 2 makna asli,
yakni sesuatu yang berurutan yang sambung satu sama lain dan bermaka diam dan datang. Namun
secara harfiah al-irfani lebih khusus dari pada al-‘ilm.

Secara terminologi, ‘irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang di peroleh lewat
penyinaran hakikat oleh tuhan kepaa hambanya (al-kasyf) setelah melalui riyadhah. Pengalaman
athin Rasulullah SAW, dalam penerima wahyu alqur’an maerupakan contoh konkrit dari
pengetahuan ‘irfani.

Dapat di katakan, meski pengetauan irfani bersifat subyektif, namun semua orang dapat
merasakan kebenarannya. Artinya, setiap orang dapat melakukan dengan tingkatan dan kadarnya
sendiri-sendiri, maka validitas kebenarannya bersifat intersubyektif dan peran akal bersifat
partisipatif. Implikasi dari pengetahuan ‘irfani dalam konteks pemikiran keislaman, adalah
menghampiri agama-agam pada tataran substantive dan esensi spiritualitasnya,dan
mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagaman orag lain yang
berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.

Validitas kebenaran epistemologi irfani hanya dapat di rasakan dan dihayati secara
langsung,intuisi. Sekat-skat formalits lahiriyyah yang diciptkan oleh tradisi epistemologi bayani
maupun burhani baik dalam bentuk bahasa, agama, ras, golongan, kultur yang ikut andil
merenggangkan dan mengambil jarak hubungan interpersonal antar umat manusia, ingin ditepikan
oleh tradisi berfikir orisinal ‘irfani.

Untuk itulah prinsip memahami keberadaan orang,kelompok, dan penganut agalama lain
dengan cara menumbuhsuburkan sikap empati,simpati,social skill serta berpegang teguh pada
prisip-prinsip universal reciprocity(bila meraa sakit dicubit,maka janganlah mencubit orang lain) akan
mengantarkan tradisinya tuntutan-tuntutan untuk lebih melihat dan mencermati kembali dimensi
spiritualitas dalam islam.

Jika sumber terpokok ilmu pengetahuan dalam tradisi bayani adalah “teks” (wahyu),maka
sumber terpokok ilmu pengetahuan dalam tradisi berfikir ‘irfani adalah ”experimer” (pengalaman).
Pengalamn hidup sehari-hari yang otentik, sesungguhnya, merupakan pelajaran yang tak ternilai
harganya. Ketika manusia menghadapi alam semesta yang cukup mengagumkan dalam lubuk
hatinya yang terdalam telah dapat mengetahui adanya dzat yang maha suci dan maha segalanya.

Di antara keunggulan irfani adalah bahwa segala pengetahuan yang bersumber dari
Intuisi-intuisi, musyahadah, dan mukasyafah lebih dekat dengan kebenaran dari pada Ilmu-
ilmu yang digali dari argumentasi-argumentasi rasional dan akal. Bahkan kalangan Sufi
menyatakan bahwa indra-indra manusia dan fakultas akalnya hanya menyentuh Wilayah
lahiriyah alam dan manifestasi-manifestasinya, namun manusia dapat Berhubungan secara
langsung (immediate) yang bersifat intuitif dengan hakikat tunggal Alam (Allah) melalui
dimensi-dimensi batiniyah sendiri dan hal ini akan sangat Berpengaruh ketika manusia telah
suci, lepas, dan jauh dari segala bentuk ikatan-ikatan Dan ketergantungan-ketergantungan
lahiriah. Namun kendala atau keterbatasan irfani antara lain bahwa ia hanya dapat
dinikmati Oleh segelintir manusia yang mampu sampai pada taraf pensucian diri yang tinggi.
Di Samping itu, irfani sangat subjective menilai sesuatu karena ia berdasar pada pengalaman
Individu manusia.
Sementara keunggulan irfani adalah bahwa segala Pengetahuan yang bersumber
dari intuisi-intuisi, musyahadah dan mukasyafah lebih Dekat dengan kebenaran dari pada
ilmu-ilmu yang digali dari argumentasi-argumentasi Rasional dan akal. Tetapi
keterbatasannya, ia hanya dapat dinikmati oleh segelintir Manusia yang mampu sampai
pada taraf pensucian diri yang tinggi dan sangat subjektif Menilai sesuatu karena ia berdasar
pada pengalaman individu manusia.
DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, M. Amin. 2006. Pendekatan Integritas Interkenektif. Yogyakarta: PUSTAKA


PELAJAR.

Anda mungkin juga menyukai