Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teks Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah oleh campur tangan manusia, tapi
pemahaman terhadap Al-Qur’an tidak tetap, selalu berubah sesuai dengan kemampuan orang
yang memahami isi kandungan Al-Qur’an itu dalam rangka mengaktualkannya dalam bentuk
konsep yang bisa dilaksanakan. Dan ini akan terus berkembang sejalan tuntutan dan
permasalahan hidup yang dihadapi manusia, maka di sinilah celah-celah bagi orang-orang yang
ingin menghancurkan agama Islam berperan.

Sebagai petunjuk, tentunya Al-Qur’an harus dipahami, dihayati dan diamalkan oleh manusia
yang beriman kepada petunjuk itu, namun dalam kenyataannya tidak semua orang bisa dengan
mudah memahami Al-Qur’an, bahkan sahabat-sahabat Nabi sekalipun yang secara umum
menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya, serta memahami secara alamiah struktur
bahasa dan kosa katanya. Tidak jarang mereka berbeda pendapat atau bahkan keliru memahami
maksud firman Allah dengan yang mereka baca.

Kehadiran israiliyyat dalam penafsiran Al-Qur’an juga menjadi ajang polemic dikalangan para
ahli tafsir Al-Qur’an. Karenanya, makalah ini akan membahas tema israiliyat dari sudut apa
pengertian israiliyyat, bagaimana proses masuk dan berkembangnya israiliyyat dalam tafsir dan
bagaimana pengaruh israiliyyat dalam penafsiran Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan isra’iliyyat?

2 Bagaimanakah asal-usul munculnya isra’iliyyat?

3 Apakah macam-macam isra’iliyyat?

4 Bagaimanakah pendapat ulama tentang isra’iliyyat?

1
C. Tujuan Permasalahan

1. Untuk mengetahui israiliyyat

2. Untuk mengetahui asal-usul munculnya isra’iliyyat

3. Untuk mengetahui macam-macam isra’iliyyat

4. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang isra’iliyyat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Israiliyyat

Secara etimologis istilah “israiliyyat” adalah bentuk jamak dari kata “israiliyah”, yakni
bentuk kata yang dinisbahkan pada bangsa israil (Israel) yang cikal bahasanya adalah Ibrani.
Kata “israil” tersusun dari dua kata, yaitu “isra” yang berarti hamba dan “il” yang berarti Tuhan.
Jadi, Israil adalah hamba tuhan. Secara historis, Israil berkaitan erat dengan Nabi Yaqub bin
Ishaq bin Ibrahim as, bahwa keturunan beliau yang berjumlah dua belas orang disebut Bani Israil
(keturunan Israil). Di dalam Al-Quran banyak disebutkan bani Israil yang di nisbahkan kepada
Yahudi. Misalnya pada firman Allah, yang artinya :

Telah di laknati orang-orang kafir dari bani israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang
demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.(Al-Maidah [5:78])

Dan telah kami tetapkan terhadap bani israil dalam kitab itu, sesungguhnya kamu akan membuat
kerusakan dimuka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar. (Al-isra[17:4])

Sesungguhnya Al-Quran ini menjelaskan kepada bani israil sebagaian besar dari (perkara-
perkara) yang mereka berselisih tentangNya (An-naml[27:78])

Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan israiliyyat.


Menurut Al dzahabi, israiliyyat mengandung dua pengertian, pertama: Kisah dan dongen yang di
susupkan dalam tafsir Al-Quran dan hadist yang asal periwayatannya kembali pada sumbernya,
yaitu Yahudi, Nasrani, dan yang lainnya. Kedua: yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh
islam kedalam tafsir islam Al-Quran dan Hadist yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam
sumber-sumber lama.

Definisi lain dari Al-Syarbasi adalah kisah-kisah dan berita yang berhasil diselundupkan
oleh orang-orang Yahudi dalam islam. Kisah-kisah dan kebohongan mereka kemudian di serap
oleh umat islam, selain dari Yahudi merekapun menyerapnya dari yang lain.

3
Satu definisi lagi yang hamper sama, Israiliyyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari
ahli kitab, baik yang berhubungan dengan agama mereka dan mereka maupun yang tidak ada
hubungannya sama sekali. Penisbahan riwayat israiliyyat kepada orang-orang Yahudi karena

para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah masuk Islam. (Ahmad Khalil,
Dirasah fi Al-Quran, 1961:113)

Dari tiga definisi tersebut diatas tampaknya ulama-ulama sepakat bahwa yang menjadi
sumber israiliyyat adalah Yahudi dan Nasrani dengan penekanan Yahudi yang menjadi sumber
utamanya sebagai tercermin dari istilah israiliyyat itu. Abu Syu’bah mengatakan pengaruh
Nasrani dalam tafsir sangat kecil. Lagi pula pengaruhnya tidak begitu membahayakan akidah
umat islam karena umum nya hanya menyangkut urusan akhlak, nasihat daln pembersihan jiwa.

Formulasi tentang israiliyyat tersebut terus berkembang dikalangan para pakar tafsir Al-
Quran dan hadist sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia bahkan dikalangan mereka
ada yang berpendapat bahwa israiliyyat mencakup informasi-informasi yang ada dasarnya sama
sekali dalam manuskrip kuno dan hanya sekedar sebuah manipulasi yang dilancarkan oleh
musuh-musuh islam yang diselundupkan pada tafsir Al-Quran dan Hadist untuk merusak akidah
umat islam dari dalam.

Meskipun israiliyyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum Nasrani juga turut
ambil bagian dalam konstalasi versi israiliyyat ini. Hanya saja dalam hal ini, kaum Yahudi lebih
popular dan dominan. Karenanya kata Yahudi lebih dimenangkan antara selain Yahudi lebih
lama berinteraksi dengan umat islam, dikalangan mereka juga banyak yang masuk islam.

Dalam buku Ensiklopedi Islam, Isra’iliyyat dibagi dalam 3 pengertian, yaitu:

Merupakan cerita yang dianggap sebagai catatan sejarah yang digunakan untuk
melengkapi ringkasan informasi yang tersedia dalam buku wahyu untuk menghormati para tokoh
dalam Bible (Taurat dan Injil) terutama para nabi (qishosul anbiya).

Salinan-salinan cerita yang ditempatkan dalam kronologi kerangka kerja dari zaman Israil
kuno. Dongeng-dongeng rakyat, yang menurut dugaan orang diambil dari sumber-sumber
Yahudi. Dari pengertian-pengertian diatas, dapat dipahami bahwa Isra’iliyyat merupakan cerita

4
atau dongeng yang bersumber dari cerita-cerita Yahudi yang dibawa oleh para pendeta Yahudi
atau para Mu’allaf yang berasal dari Yahudi.

B. Asal-usul Isra’iliyyat

Dari pengertian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka berusaha memahami Al-
Qur’an yang mereka anggap sebagai kelanjutan kitab-kitab mereka sebelumnya ( Taurat dan
Injil) dan didalamnya (Al-Qur’an) berisi kisah-kisah yang sebagian sudah tertulis dalam kitab
mereka. Terkadang mereka belum bisa melepaskan pengaruh cerita-cerita yang ada dalam Taurat
dan Injil. Sehingga ketika mereka menemukan cerita umat terdahulu atau cerita nabi-nabi yang
ada dalam Al-Qur’an hanya secara garis besar. Dan mereka berusaha memperinci kisah-kisah
dalam Al-Qur’an menggunakan Injil dan Taurat. Orang Yahudi menyambungkannya dengan
Taurat sedangkan orang Nasrani menyambungkannya dengan Injil.

Meski mereka sudah masuk Islam mereka tetap membawa pengetahuan keagamaan
mereka (Yahudi dan Nasrani) yang berupa cerita dan kisah keagamaan. Menurut Hasbi al-
Shiddiqi menjelaskan bahwa Isra’iliyyat sudah masuk ke dalam tafsir ketika para sahabat ingin
beragumentasi dengan sumber atau keterangan yang berasal dari Yahudi dan Nasrani mengenai
risalah nabi SAW.

Selain itu, adanya keinginan untuk mengetahui kelengkapan jalannya cerita yang terdapat
dalam Al-Qur’an secara global, maka mereka menanyakan kepada Ahli Kitab untuk menjelaskan
kisah tersebut selama tidak menyimpang dari syariat islam. Sumber Ahli Kitab itulah kemudian
dijadikan rujukan dari penafsiran ayat-ayat alquran terutama berkenaan dengan kisah-kisah para
nabi dan umat terdahulu dengan maksud agar jalannya cerita lebih jelas dan detail.

Keterangan di atas menunjukan bahwa Isra’iliyyat telah dipakai dalam penafsiran sejak
masa sahabat namun para sahabat tidak mengambil cerita Isra’iliyyat begitu saja, namun mereka
meneliti terlebih dahulu apakah sesuai dengan syarat islam atau tidak. Selain itu mereka tidak
menanyakan hal-hal yang tidak penting seperti warna kulit anjing ashabul kahfi atau besar kapal
Nabi Nuh. Para sahabat yang terkenal meriwayatkan Isra’iliyyat adalah Abu Hurairah, Ibnu
Abbas, Abdullah bin Amr bin Ash. Akan tetapi seiring berjalannya waktu sikap yang dilkukan
para sahabat terhadap cerita-cerita Isra’iliyyat tidak dilakukan oleh sebagian ulama pada masa

5
tabi’in. Fungsi yang semula sebagai pelengkap dari penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berubah
sebagai dasar takwil dan tafsir maksud dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.

Penyebabnya adalah banyak ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang masuk Islam dan para
tabi’in menukil cerita-cerita Isra’iliyyat dari mereka yang kemudian dimasukkan dalam tafsir.
Para mufasir tidak mengoreksi terlebih dahulu cerita Isra’iliyyat yang mereka ambil, padahal
terdapat cerita yang tidak benar dan tidak sesuai dengan hadits nabi.

C. Proses Masuk dan Berkembangnya Israiliyyat dalam Tafsir Al-Qur,an

Infiltrasi kisah israiliyyat dalam tafsir Al-Quran tidak lepas dari kondisi sosiokultural
masyaerakat arab pada zaman jahiliyyah. Pengetahuan mereka tentang israiliyyat telah lama
masuk ke dalam benak keseharian mereka sehingga tidak dapat dihindari adanya interaksi
kebudayaan Yahudi dan Nasrani dengan kebudayaan Arab yang kemudian menjadi Jazirah Islam
itu.

Sejak tahun 70 M terjadi imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Jazirah Arab karena
adanya ancaman dan siksaan dari penguasa romawi yang bernama Titus. Mereka pindah bersama
dengan kebudayaan yang mereka ambil dari Nabi dan ulama mereka. Mereka mempunyai tempat
yang bernama Midras sebagai pusat pengajian kebudayaan warisan yang telah mereka terima.
Mereka juga menemukan tempat tertentu sebagai tempat beribadah dan penyebaran agama
mereka.

Selain itu, bangsa Arab sering berpindah-pindah baik kea rah timur maupun barat.
Mereka memiliki dua tujuan dalam bepergian. Bila musim panas pergi ke Syam dan bila musim
dingin pergi ke Yaman. Pada waktu itu di Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang
sebagian besar adalah bangsa Yahudi. Karena itu, tidaklah mengherankan bila antara Arab
dengan Yahudi terjalin hubungan.

Kontak ini memungkinkan merembesnya kebudayaan Yahudi kepada bangsa Arab. Di


saat yang demikian Islam hadair dengan kitabnya yang bernilai tinggi dan mempunyai dan
memiliki ajaran yang bernilai tinggi juga. Dakwah Islam disebarkan dan Madinah sebagai tempat
tujuan Nabi hijrah, yang tinggal disana beberapa bangsa Yahudi yaitu Qurayqa, Bani Quraidah,
Bani Nadzir, Yahudi Haibar, Tayma dan Fadak. Karena orang Yahudi bertetangga dengan kaum

6
muslimin, lama kelamaan terjadi pertemuan yang intensif antara keduanya, yang akhirnya terjadi
pertukaran ilmu pengetahuan. Rasulullah menemui orang Yahudi, dan ahli kitab lainnya untuk
mendakwahkan Islam. Orang Yahudi sendiri sering dating kepada Rasulullah SAW untuk
menyelesaikan suatu problem yang ada pada mereka, atau sekedar untuk mengajukan suatu
pertanyaan.

Pada era Rasulullah SAW, informasi dari kaum Yahudi di kenal sebagai israiliyyat tidak
berkembang dalam penafsiran Al-Quran, sebab hanya beliau satu-satunya penjelas (mubayyin)
berbagai masalah dan pengertian yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran, misalnya saja
apabila para sahabat mengalami kesulitan mengenai pengertian yang berkaitan dengan sebuah
ayat Al-Quran baik makna atau kandungannya, merekapun langsung bertanya kepada Rasulullah
SAW.

Kendatipun demikian, Rasulullah SAW juga telah memberikan semacam green light
kepada umat Islam untuk menerima informasi yang menyebarkan informasi dan Bani Israil. ]hal
ini tampak dalam hadist beliau:

”Sampaikanlah yang dating dariku walupun satu ayat, dan ceritakan (apa yang kamu dengar)
dari Bani Israil dan hal itu tidak ada salahnya. Barangsiapa yang berdusta ayatku, maka siap-
siaplah untuk menempati tempatnya di neraka.” (H.R Ahmad dan Bukhari)

Demikian pula dalam hadis lain Beliau bersabda:

“Janganlah kamu benarkan orang-orang ahli kitab dan jangan pula kamu dustakan mereka.
Berkatalah kamu sekalian, kami beriman kepada Allah dan kepada yang diturunkan kepada
Kami dan kepada apa yang diturukan kepada kalian. Tuhan kami dan Tuhan kalian satu, kami
berserah diri kepadanya.” (H.R Bukhari)

Dua hadist diatas sebenarnya memberikan peluang atau kebebasan kepada umat islam
untuk mengambil atau menerima riwayat-riwayat dari ahli kitab. Dua hadist diatas juga
memberikan semacam warning akan perlunya sikap selektif dan hati-hati terhadap riwayat ahli
kitab.

Dari uraian tersebut diatas terdapat ditarik kesimpulan bahwa israiliyyat sebenarnya
sudah lama muncul dan berkembang dikalangan bangsa Arab jauh sebelum Rasulullah SAW,

7
yang kemudian terus bertahan pada era Rasulullah SAW. Hanya saja ia belum menjadi
khazannah yang merembes dalam penafsiran Al-Qur’an.

Setelah Rasulullah wafat, tidak seolahpun yang tidak berhak menjadi penjelas wahyu
Allah SWt. Dalam kondisi ini para sahabat mencari sumber dari hadist. Apabila mereka tidak
menjumpai, mereka berijtihad. Riwayat dari ahli kitab menjadi salah satu rujukan. Hal ini terjadi
karena adanya persamaan antara Al-Quran, Taurat, Dan Injil dalam hal-hal tertentu. Hanya saja
Al-Quran berbicara seara singkat dan padat, sementara Taurat dan Injil berbicara panjang lebar.

Pada era sahabat inilah israiliyyat mulai berkembang dan tumbuh subur. Hanya saja
dalam menerima riwayat dari kaum Yahudi dan Nasrani pada umumnya mereka amat ketat.
Mereka hanya membatasi kisah-kisah dalam Al-Quran secara global dan nabi sendiri tidak
menerangkan kepada mereka kisah-kisah tersebut. Disamping itu mereka terkenal sebagai orang-
orang yang konsekuen dan konsisten pada ajaran yang diterima dari Rasulullah SAW. Sehingga
jika mereka menjumpai kisah-kisah israiliyyat yang bertentangan dengan syariat islam, mereka
menentang nya sedangkan apabila diperselihsihkan, mereka menangguhkannya.

Melihat begitu selektifnya para sahabat, maka keterlibatan mereka dalam meriwayatkan
israiliyyat tidak berlebihan dan dengan batas kewajaran.

Pada era Tabi’in, penukilan dari Ahli Kitab semakin meluas dan cerita-cerita israiliyyat
dalam tafsir semakin berkembang. Sumber cerita ini adalah orang-orang yang masuk islam dari
kalangan ahli kitab yang jumlah nya cukup banyak dan ditunjang oleh keinginan yang kuat dari
orang-orang untuk mendengar kisah-kisah yang ajaib dalam kitab mereka.

Oleh karena itu, pada masa tersebut muncul sekelompok mufasir yang ingin mengisi
kekosongan tafsir dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang yahudi dan
nasrani. Akibatnya, tafsir-tafsir tersebut menjadi simpang siur dan kadang-kadang mendekati
takhayul dan khurafat. Diantara mereka adalah Muqatil bin sulaiman.

Pada perkembangan selanjutnya sikap selektif dalam periwayatan menjadi hilang.


Banyak periwayatan yang tidak melalui jalur “kode etik metodologi penelitian” ilmu hadis
dengan tidak menuliskan sanadnya secara lengkap. Setelah era tabi’in tumbuh kecintaan yang
luar biasa terhadap cerita israiliyyat dan diambil secara tidak teliti, setiap cerita tersebut tidak

8
lagi ada yang ditolak. Mereka tidak mengambil cerita tersebut dalam Al-Quran walaupun tidak
dimengerti oleh akal. Mereka menganggap tidak perlu membuang cerita-cerita dan kisah-kisah
yang tidak dibenarkan untuk menafsirkan Al-Quran.

Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’I menjelaskan beberapa factor yang menyebabkan
masuknya israiliyyat dalam tafsir yaitu : pertama, perbedaan cara antara Al-Quran, Taurat, dan
Injil dalam menerangkan suatu persoalan. Jika Al-Quran menerangkannya dengan global dan
ringkas, karena titik tekanannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia.

Kedua, adapula pendapat yang mengatakan rendahnya kebudayaan masyarakat Arab


karena dalam kehidupan mereka banyak yang kurang pandai dalam hal tulis menulis (ummi).

Ketiga, ada justifikasi dari dalil-dalil naqlillah yang dipahami masyarakat dalam
masyrakat arab sebagai pembenaran bagi mereka untuk bertanya pada ahli kitab. Keempat,
Adalah heterogenitas penduduk. Menjelang masa kenabian Muhammad SAW. Jazirah Arab
dihuni juga oleh kelompok Yahudi dan Nasrani. Kelima, Adanya rute perjalanan niaga
masyarakat Arab, rute selatan adalah Yaman yang dihuni oleh karangan Nasrani sedangkan rute
utara adalah Syam yang dihuni oleh kalangan Yahudi.

D. Macam-macam Isra’iliyyat

Menurut Dr. Muhammad Husein Al-Dzahabi Isra’iliyyat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
Kategori kesesuaiannya dengan syari’at islam, contohnya:

Diriwayatkan oleh bukhori dari jabir ra, beliau mengatakan,”seorang wanita yahudi mengatakan
bila digauli dari belakangnya niscaya akan mendapatkan anak yang juling matanya. “lalu
turunlah ayat,

‫شئتم اني حرثكم فاْتوا لكم حرث نساؤكم‬

Artinya: istrimu adalah ladang bagimu,maka datangilah ladangmu sesukamu

Kategori benar dan tidaknya, contohnya:

9
Kisah yang benar ( shahih ) seperti apa yang dikemukakan oleh ibnu katsir dalam tafsirannya
dari ibnu jarir tentang sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai keterangan dari surat al ahzab ayat 45-
46

‫نذيرا و مبشرا و شاهدا أرسلناك إنا ياآيهالنبي‬, ‫منيرا سراجا و بإذنه هللا إلى داعيا و‬

Artinya: Wahai nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan.

Kisah yang palsu ( dhaif ) seperti apa yang dinukil oleh ibnu katsir dalam tafsirannya dari
Abu Hatim ar-Razi tentang legenda gunung Qof yang mengitari langit dan bumi yang dalam Al-
Qur’an terurai dalam surat Qof.

Kategori temanya, contohnya:

Isra’iliyyat yang berhubungan dengan nasehat, hikmah, dan sejarah. Seperti kisah Raja Thalut,
pembuatan kapal Nabi Nuh, kisah anjing ashabul kahfi.

E. Pendapat Para Ulama tentang Isra’iliyyat

Terdapat dua pendapat yang saling berseberangan. Pendapat pertama, tidak


membolehkan seorang untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan kisah-kisah Isra’iliyyat.
Pendapat kedua, membolehkan penggunaan kisah-kisah Isra’iliyyat secara mutlak. Pendapat
kedua ini, terbagi dalam 4 kelompok yang masing-masing mempunyai sikap terhadap kisah
Isra’iliyyat, yaitu:

 Kelompok yang sengaja memanfaatkan berita Isra’iliyyat dengan menyebutkan sanadnya,


seperti Ibnu Jarir Al-Thobari.
 Kelompok yang sengaja memperbanyak tetapi tanpa menyertakan sanad-sanadnya,
seperti Al-Baghawi.
 Kelompok yang menyantumkan kisah-kisah Isra’iliyyat dengan memberikan penilaian-
penilaiannya, seperti Ibnu Katsir.
 Kelompok yang tidak menerima sama sekali kisah Isra’iliyyat, bahkan tidak
menganggapnya sebagai bagian dari tafsiran Al-Qur’an, seperti Muhammad Rasyid Ridlo

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologis istilah “israiliyyat” adalah bentuk jamak dari kata “israiliyah”, yakni
bentuk kata yang dinisbahkan pada bangsa israil (Israel) yang cikal bahasanya adalah Ibrani.
Kata “israil” tersusun dari dua kata, yaitu “isra” yang berarti hamba dan “il” yang berarti Tuhan.
Jadi, Israil adalah hamba tuhan. Secara historis, Israil berkaitan erat dengan Nabi Yaqub bin
Ishaq bin Ibrahim as, bahwa keturunan beliau yang berjumlah dua belas orang disebut Bani Israil
(keturunan Israil).

Terdapat dua pendapat yang saling berseberangan. Pendapat pertama, tidak


membolehkan seorang untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan kisah-kisah Isra’iliyyat.
Pendapat kedua, membolehkan penggunaan kisah-kisah Isra’iliyyat secara mutlak. Menurut
Dr. Muhammad Husein Al-Dzahabi Isra’iliyyat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: Kategori
kesesuaiannya dengan syari’at islam, Kisah yang benar ( shahih ) seperti apa yang dikemukakan
oleh ibnu katsir dalam tafsirannya dari ibnu jarir tentang sifat-sifat Rasulullah SAW sebagai
keterangan dari surat al ahzab ayat 45-46. Kisah yang palsu ( dhaif ) seperti apa yang dinukil
oleh ibnu katsir dalam tafsirannya dari Abu Hatim ar-Razi tentang legenda gunung Qof yang
mengitari langit dan bumi yang dalam Al-Qur’an terurai dalam surat Qof

11
B. Daftar Pustaka

1.Ulumul Quran karya Dr. Acep Hermawan

2.Muhammad Husain al-Zahabi, Isra’iliyyat fi at-tafsir wa al-Hadist

3.Muhammad bin Shalih al-Usaimin, Dasar-dasar penafsiran Al-Quran

4.Didin Hafiuddin, Isra’iliyyat dalam tafsir dan hadist

5.Mana’ul Quthan, Pembahasan ilmu al-Quran

6.M. Quraisy Syihab, Study kritis Tafsir Al Manar

12
13

Anda mungkin juga menyukai