KASIMAERUK
SKRIPSI
OLEH:
NAMA: Ayu Puspita Sari
NIM: 17058057
ii
KATA PENGANTAR
iii
7. Kepada teman teman sepebimbing yang selalu support dalam
menyelesaikan tugas ahkir ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
memyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, dukungan dan motivasi, dan do’a tesebut
menjadi amal jariyah dan diberikan imbalan yang setimpal dari Allah. Aamiin.
Dalam penulisan skripsi ini tentu tedapat banyak kekurangan karena sebagai
manusia tidak ada yang sempurna. Maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………….....ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………..... iii
DAFTAR ISI………………………………………….…………………….. v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… vii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………… 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………………………. 7
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………... 8
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis…………………………………………..………… 9
B. Penjelasan Konsep……………………………………………………. 10
1. Bui Ibara Laggat Batta Samba Musra Lek Sita Kasimaeruk…..… 10
2. Integrasi Sosial……………………………………………………. 10
3. Agama……………………………………………………………. 11
C. Kerangka Berfikir………………………………………………….…. 12
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………………………………… 14
B. Lokasi Penelitian………………………………..…………………….115
C. Informan Penelitian ………………………………………………….. 15
v
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..18
E. Tiangulasi Data………………………………………………………. 23
F. Analisis Data………………………………………………………….. 24
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
1. Sejarah Desa Mongan Poula………………………………………….. 27
2. Keadaan Geografis……………………………………………………. 28
3. Penduduk……………………………………………………………… 29
4. Agama………………………………………………………………… 30
5. Pendidikan……………………………………………………………. 30
6. Mata Pencarian……………………………………………………….. 31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Adat Istiadat ……………………………………………………….. 27
1. Nilai Sitanggiangalau………………………………………………. 37
2. Nilai Pagettasabbau………………………………………………… 38
a. Simakerek Bagatta………………………………………………. 40
b. Kapuaranan Simaeruk…………………………………………… 43
c. Bui Ibara Lagat Bagatta samba Musara Sita Kasimaeruk………. 44
B. Persaudaraan ……………………………………………………… 47
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 54
B. Saran………………………………………………………………. 56
DAFTAR57
PUSTAKA………………………………………………………..
LAMPIRAN………………………………………………………60
…….
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar:
1. Kerangka Berfikir…………………………………………..………… 12
2. Mesjid, Gereja Kristen, Katolik, IFGF, dan Baha”I………………. 57
3. Informan Asrul Sani S, S. Ag…………………………………………
vii
DAFTARTABEL
Tabel:
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
1. Pedoman Wawancara………………………………………….………52
2. Pedoman Observasi…………………………………………………… 54
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Integrasi sosial adalah adalah sebagai penyatuan dari kelompok
kelompok yang tadinya terpisah satu sama lain dengan melenyapkan
perbedan sosial dan kebudayaan yang ada sebelumnya. Integrasi sosial
juga diartikan sebagai diterimanya seorang individu oleh anggota lain dari
suatu kelompok (Muslich 2013). Kelompok kelompok sosial dapat
terwujud atas dasar agama atau kepercayaan suku, ras, dan kelas. Dalam
konteks ini integrasi tidak selamnya menghilangkan diferensiasi tetapi
yang terpenting adalah memelihara kesadaran untuk menjaga
keseimbangan hubungan.
Integrasi sosial juga merupakan proses penyesuaian diantara
unsur unsur yang saling berbeda dalam kehidupan sosial, sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi bagi masyarakat tersebut.
Dimana integrasi sosial dapat terbentuk apabila para anggota masyarakat
bersepakat mengenai struktur kemasyarakatan, nilai nilai dan norma serta
pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut dan diperlukan agar
masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan fisik
maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya (Syaifuddin 1986)
Di dalam suatu negara yang terdapat beragam keyakinan dan
dominasi agama tidak dengan mudah dapat mempersatukan seluruh
masyarakat (Harton 1984). Berdasarkan ketentuan yang berlaku di
Indonesia, terdapat beberapa agama yang diakui dan dijamin
keberadaannya oleh pemerintah yaitu agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Perbedaan agama disatu sisi memang
rawan karena menjadi benih perpecahan. Akan tetapi selama masing
masing umat mau bersikap toleransi dan saling menghormati, maka
persatuan dan kerukunan antar umat beragama bisa terjadi (Narwoko
2005).
1
Keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat dan agama tersebut
merupakan suatu kenyataan yang harus disyukuri sebagai kekayaan
bangsa. Keanekaragaman seperti ini terkadang disebut pluralisme, dan
pluralisme tidak dapat dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat
majemuk, beranekaragam terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru
menggambarkan fragmentasi (Rachman 2004). Disamping itu
kemajemukan atau keanekaragaman juga dapat menimbulkan konflik
kepentingan antar kelompok yang berbeda-beda.
Dalam masyarakat majemuk ini cenderung terjadi konflik antar
masyarakat karena adanya perbedaan, dan terjadi karena satu tujuan di
antara mereka tidak bisa tercapai. Masalah konflik dalam masyarakat
plural tidak jarang menyangkut nilai-nilai dasar yang melandasi hubungan
antara masyarakat yang mengedepankan prinsip kesetaraan antara budaya
yang beragam. Secara sosiologis konflik diartikan sebagai proses sosial
antara dua orang atau lebih serta kelompok, yang salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya (Abidin 2014)
Perbedaan ras, suku dan agama memang benar-benar bisa
menjadi penyebab terjadinya perbedaan pendapat dan dapat mengarah
pada terjadinya konflik. Oleh sebab itu, sedapat mungkin keadaan ras,
suku, dan agama yang berbeda-beda dapat diintegrasikan untuk mengarah
pada kepentingan nasional walaupun nilai-nilainya tidak bisa dipadukan.
Apabila hal ini dapat dilakukan, maka konflik akan ditekan dan dikurangi
untuk masa-masa yang akan datang. Sebagaimana telah disinggung bahwa
Indonesia terdapat banyak ras, suku, dan agama maka untuk menyikapi hal
ini diperlikan suatu kearifan, yaitu mengedepankan keutuhan bangsa di
atas kepentingan golongan dan kepentingan pribadi.
Banyak kita ketahui di Indonesia banyak sekali menimbulkan
konflik, disebabkan karena ketidak rukunan antar umat beragama. Salah
satu contoh terjadinya konflik antar umat beragama dikelurahan
Paccinongang Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowo Provinsi
2
Sulawesi Selatan, bahwa ada beberapa contoh menunjukkan tidak
harmonisnya antar penganut beragama baik muslim maupun non-muslim.
Contoh tersebut adalah ketika ada umat Kristen yang baru berdomisili di
kelurahan Paccinongang mengadakan hari raya keagamaan di rumahnya,
sebagian umat Islam tidak menginginkan dengan adanya hari raya
keagamaan non-muslim tersebut. Menurut umat Islam bahwa hari
kebaktian seperti hari jumat, karena harus ada izin dari pemerintah untuk
mengadakan hal tersebut. Sedangkan sebagian umat Islam ketika berada di
tengah-tengah non-muslim selalu memiliki rasa egoisme tinggi karena
umatnya lebih banyak dibandingkan umat yang lain, ego yang selalu
ditampilkan berbau rasisme terhadap penganut agama lain (Ardiansyah
2013)
Penelitian ini difokuskan kepada masyarakat Desa Mongan Poula
Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai masyarakat
dipilih sebagai subjek penelitian karena faktor budaya masyarakat Desa
Mongan Poula mampu hidup rukun, dan selain itu masyarakat Desa
Mongan Poula menjalin silahturahmi dengan baik sedangkan mereka
tinggal di satu Desa dengan berbagai macam agama. Alasan peneliti
memilih Desa Mongan Poula sebagai lokasi penelitian sebab di desa
tersebut kerukunan antar umat beragama sudah kebiasaan dari nenek
moyang mereka terdahulu dan sampai sekarang masih diterapkan. Adapun
konflik-konflik kecil tetapi itu tidak terkait dengan agama masih bisa
diselesaikan secarah damai disebut dengan Pabalai.
Desa Mongan Poula masyarakatnya memiliki integrasi yang kuat
walaupun beda agama mereka saling menghargai antar sesama walaupun
dalam satu keluarga menganut berbagai macam agama. Konflik di Desa
Mongan Poula pernah terjadi tetapi itu tidak konflik besar dan tidak
tentang agama, masih bisa diselesaikan secara individu ataupun dibantu
dengan kepala suku. Contoh pada tanggal 21 maret 2021 salah satu
masyarakat Desa Mongan Poula si A dan si B, si B menuduh si A mencuri
kopranya atau kelapa jualannya terus si A tidak terima karena sudah
3
menuduh tampa bukti karena si A ini tidak terkendali emosinya langsung
main tangan dan langsung memukul si B tetapi itu tidak sampai babak
belur. Dua hari mereka tidak sapaan si A dan si B dan sampainya kepala
suku tau permasalahnnya, kepala suku sebagai penyelesaian masalah
tersebut si A dan si B ahkirnya kepala suku menduduk kan mereka berdua
dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi setelah mereka berbicara
ahkirnya permasalahan si A dan si B selesai juga.
Beberapa penelitian sebelumnya mengkaji dan meneliti hal serupa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiyanto, Retno ( Universitas
Negeri Semarang UNES 2019) dalam skripsinya yang berjudul
“Kerukunan Antarumat Beragama di Desa Gebangsari Kecamatan
Klirong Kabupaten Kebumen” Fakultas ilmu sosial”. Hasil penelitiannya
adalah: interaksi antarumat beragama yakni dialog dan kerjasama,
membalas kejahatan dengan kebaikan, peningkatan pendekatan wilayah,
kerjasama sosial dan layanan kesehatan, kesenian, percaya pada agama
sendiri dan menghargai agama orang lain, doa bersama, sikap pluralisme,
budaya, dan pendidikan. Faktor yang melatarbelakanginya yakni
pemahaman negara Indonesia sebagai negara plural, pemahaman pada
ajaran agama masing-masing, dan pandangan hidup rukun. Sementara cara
untuk menjaga kerukunan ditempuh dengan kesadaran bahwa manusia
adalah makhluk sosial, saling menghormati dan menghargai satu sama
lain, dan sosialisasi pemerintah Desa (Retno Wiyanto 2019)
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Vita Sri Dwi Saputri
(Institut Agama Islam Negeri Purwokerto (IAIN) 2019) dengan skrpsinya
yang berjudul “interaksi sosial umat Islam dan umat Kriseten Pantekosta
di Desa Suro Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas”. Fakultas
Ushuluddin Adab dan Humaniora Jurusan Studi Agama”. Hasil penelitian
ini adalah bahwa bentuk interaksi sosial atar umat Islam dengan umat
Kristen Pantekosta di Desa Suro membentuk interaksi sosial yang sosial
yang mengarah pada kerja sama, Akomodasi dan Asimilasi antara umat
4
Islam dan Kristen Pantekosta yang dilakukan dalam kehidupan sehari hari
(Vita Sri Dwi Saputri 2019)
Berdasarkan studi relevan di atas persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah memiliki subjek
penelitian yang sama, yaitu dalam hal membahas kerukunan umat
beragama, namun yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan,
membahas integrasi sosial beda agama dan faktor penyebab masyarakat
Desa Mongan Poula mampu hidup rukun dengan adanya nilai adat istiadat
yang sejak dulu diajarkan oleh nenek moyang masyarakat Mentawai.
Wilayah Kepulauan Mentawai terletak sekitar 100 km di sebelah
barat pantai Pulau Sumatera yang terdiri dari 40 pulau besar dan kecil.
Diantara 40 pulau tersebut, hanya ada empat pulau besar yang memiliki
penghuni, yaitu, Pulau Siberut yang merupakan pulau terbesar, terletak
paling utara diantara kepulauan Mentawai, kemudian Pulau Sipora terletak
dibagian tengah, Pulau Pagai dibagian Utara, dan Pulau Pagai Selatan
(William 2008). Sejak dulu masyarakat Mentawai telah mengenal
kepercayaan Arat Sabulunggan . Ketika kedatangan Misionaris ke
Mentawai dalam rangka untuk menyebarkan agama Kristen ternyata
mendapat respon negatif dari masyarakat Mentawai dikarenakan tidak
sejalan dengan kepercayaan mereka. Perlu diketahui bahwa masyarakat
Mentawai terkenal sangat memegang teguh kepercayaan tradisional
(Stefano 1986: 1)
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari wilayah
Indonesia yang terdapat di Propinsi Sumatera Barat khususnya, di Desa
Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai
memiliki masyarakat multikultural yang terdiri dari tujuh Desa yaitu: 1)
Desa Muara Sikabaluan, 2) Desa Sirilanggai, 3) Desa Mongan Poula, 4)
Desa Sotboyak, 5) Desa Bojakan, 6) Desa Malancan, 7) Desa Sirilogui, 8)
Desa Labuan Bajau, 9) Desa Bose. Jika ditinjau dari setiap pemukiman
penduduk, pemukiman penduduk tiap-tiap Desa sangat bercampur antar
masyarakat. Setiap Desa memiliki anggota masyarakat beraneka ragam
5
etnis, bahasa, agama, dan kebudayaan. Etnis yang terdapat di Desa
Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Desa Mongan Poula merupakan salah satu contoh wilayah yang
memiliki keberagaman. Keberagaman yang ada didesa ini adalah
keberagaman agama. Walaupun seperti itu tetapi mereka saling menjaga
integrasi antar mereka walaupun ada konflik tetapi itu tidak berkaitan
tentang agama dan itu masih bisa diselesaikan secara baik dan dibantu oleh
kepala suku atau adat. Desa Mongan Poula terdiri dari tiga Dusun yaitu
Dusun Selatan, Dusun Timur, dan Dusun Barat. Masyarakat Desa Mongan
Poula terdiri dari masyarakat yang memiliki agama yang berbeda yakni
agama Islam, agama Khatolik, agama Kristen Protestan, agama IFGF dan
agama Baha’I.
6
mampu untuk menghormati satu sama lain, saling menghargai dan
menyayangi, bekerjasama dalam membangun kerukunan di di Desa Mongan
Poula. Satu hal yang menarik dalam kerukunan umat beragama di Desa
Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai
yaitu semua rumah ibadah berdekatan dan masyarakat yang berada di sekitar
rumah ibadah tersebut tidak merasa terganggu pada saat umat agama lain
melaksanakan ibadahnya, masyarakat di daerah tersebut tidak pernah merasa
terganggu adanya perbedaan.
7
integrasi sosial beda agama pada masyarakat Desa Mongan Poula Kecamatan
Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai?
C. Tujuan Penelitian
Merujuk dari rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan adat istiadat
masyarakat Mentawai yang menjadi faktor berintegrasi sosial beda agama
pada masyarakat Desa Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
D. Manfaat penelitian
a. Akademis
b. Terapan
Terapan : dapat bermanfaat bagi Desa Mongan Poula pada khususnya
terhadap pengetahuan akan adat istiadat dan budaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
A. Kerangka Teori
9
Kepulauan Mentawai ), maka peneliti menganalisis dengan menggunakan
teori Gluckman ( 1973-1977 ) meneliti kaitan antara konflik, moral,
kepercayaan, agama dan ritualdan menyatakan aspek aspek kebudayaan
inilah yang saling terjalin sehingga konflik yang terjadi dalam masyarakat
tidak sampai menghancurkan sistem sosial. Tema sentral Gluckman adalah
menjawab pertanyaan bagaimana manusia saling bertentangan dalam konteks
sosial tertentu, tetapi pada saat yang sama kerusakan sistem sosial dapat
dicegah oleh adat. Sebagai salah satu contoh menjelaskan dan
mendeskripsikan masyarakat Mentawai selalu hidup rukun itu disebabkan
karena dengan adanya nilai adat yang sudah tertanam sejak dulu didiri
mereka supaya bisa menghargai antar sesama dapat berintegrasi antar mereka
walaupun beda agama.
B. Penjelasan Konsep
2. Integrasi Sosial
10
selamnya menghilangkan diferensiasi tetapi yang terpenting adalah
memelihara kesadaran untuk menjaga keseimbangan hubungan
(Syaifuddin 1986).
3. Agama
Menurut kamus besar kata umat adalah para penganut atau pengikut
satu agama atau makhluk manusia. Bisa juga dikatakan umat adalah
Masyarakat. Umat beragama di Indonesia akan selalu melakukan interaksi
sosial, baik ke sesama umat beragama, ke umat beragama lain, maupun saat
mereka berinteraksi dengan pemerintah. Dalam kehidupan sosial tersebut,
benih-benih konflik akan selalu ada. Beragam penyebabnya, misalnya dipicu
oleh prasangka antar penganut satu agama dengan penganut agama yang lain.
Prasangka ini kemudian berkembang menjadi isu-isu yang bermuatan emosi.
Bila hal ini tidak di kelola dengan baik, maka dapat memunculkan konflik
(Abdul Munir Mulkan 2001).
11
sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, alam tumbuh-tumbuhan,
hewan, hingga benda mati (Abdul Munir Mulkan 2001). Agama Besar
adalah agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia diantaranya adalah,
Islam, Katolik, Kristen,Hindhu dan Budha, serta tidak ketingalan agama
Konghuchu (Yulianto 2019)
C. Kerangka Berfikir
Gambar 1 : Kerangka Berfikir
Integrasi
Sosial Beda
agama
Faktor
masyarakat
Mantawai
Mampu hidup
Teori Konflik
Gluckman
Bui Ibara Langgat Bagatta Samba Musara Lek Sita Kasimaeruk dalam hal
ini, masyarakat Desa Mongan poula bisa menjaga keharmonisan, saling
menghargai, bekerja sama antar berbeda agama walaupun adanya konflik tetapi
12
dengan adanya konflik masyarakat tetap menjaga hubungan baik, ketika terjadi
konflik mereka selalu bisa menyelesaikannya dengan baik dan dibantu dengan
tokoh adat (Pabalai). Masyarakat di sana integrasi sosialnya sagat kuat antar beda
agama. Peneliti tertarik mengetahui penyebab masyarakat Desa Mongan Poula
mampu hidup rukun. Untuk menganalisis Bui Ibara Langgat Bagatta Samba
Musara Lek Sita Kasimaeruk ( Studi Etnografi Integrasi Sosial Beda Agama Pada
Masyrakat Desa Mongan Poula masyarakatnya mampu hidup rukun peneliti
mengunakan teori konflik Gluckman.
BAB III
METODE PENELITIAN
13
A. Pendekatan dan Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menekankan pada pendekatan
kualitatif (Nasution 1992). Penelitian kualitatif adalah membuka peluang
bagi peneliti mendapatkan informasi yang yang lebih mendalam ungkapan
dan penunturan langsung dari masyarakat Desa Mongan Poula yang
mengetahui selak beluk tentang nilai nilai adat yang menyebabkan
masyarakat desa Mongan Poula mampu hidup rukun. Tipe penelitian yang
digunakan adalah Etnografi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan Etnografi untuk mencari dan menemukan pengertian atau
pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar, yang berupaya meneliti
tentang sebuah subjek secara mendalam. Pendekatan metode penelitian ini
menggunakan pendekatan etnografi. Secara harafiah etnografi merupakan
tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang merupakan hasil
penelitian lapangan selama beberapa waktu. Penelitian ini studi Etnografi
sebagai peneliti kualitatif dalam perspektif pendekatan penelitian
memungkinkan dalam bentuk eksplorasi fenomena dalam konteks
penggunaan berbagai sumber data.
Pemilihan studi etnografi sebagai desain peneliti didasarkan bahwa
metode ini akan mengantarkan peneliti akan lebih mudah untuk
menerawang kajian sosial serta kesatuan, kelompok, kekerabatan dan
keluarga, dan sejumlah satuan sosial lainnya. Asumsi ini sejalan dengan
latar belakang sosial yang akan menjadi kajian penelitian, terutama terhadap
unit-unit sosial komplek. Dengan studi etnografi maka dapat melihat secara
detail sebuah konteks budaya .
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Mongan Poula. Lokasi ini dipilih karena
Alasan peneliti memilih Desa Mongan Poula sebagai lokasi penelitian sebab
di Desa tersebut integrasi sosial beda agama sudah dari nenek moyang
14
mereka terdahulu dan sampai sekarang masih diterapkan. Adapun konflik-
konflik kecil tetapi itu tidak terkait dengan agama masih bisa diselesaikan
secarah damai ataupun dengan kepala suku dan juga terdapat peraturan dari
Desa yang mengharuskan seluruh Masyarakat Desa Mongan Poula harus
menjaga silahturahmi dengan baik sesama masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis meneliti masyarakat yang beragama
Islam, Kristen Protestan, Katolik, IFGF, dan Baha”I. Karena sebagian besar
berdomisili di Desa Mongan Poula. Hal ini mempermudah peneliti untuk
mengamati keseharian mereka bagaimana menjalin integrasi sosial beda
agama dengan baik antar umat yang berbeda agama. Sehingga
mempermudah peneliti memperoleh data sesuai dengan tujuan penelitian
yang telah ditetapkan.
C. Informan Penelitian
Informan adalah orang-orang yang memberikan informasi dan kondisi
yang berkaitan dengan masalah penelitian, baik tentang dirinya maupun
orang lain atau suatu kejadian.(Afrizal, 2016). Informan penelitian ini
menjadi kunci penting dalam berhasil atau tidaknya penelitian, Karena data
dalam penelitian kualitatif ini didapatkan dari kemampuan menggali
informasi secara mendalam dari informan. Data yang mendalam akan bisa
didapatkan oleh seorang peneliti apabila seorang informan tekun dalam
mencari data.
15
2. Pengurus gereja, Pengurus Mesjid, Ustadz,
3. Tokoh adat, Pemerintah Desa
Daftar Informan
( Selatan )
Sapatandekan
( Barat )
Protestan
( Barat)
Protestan
( Timur )
16
( Timur )
Protestan ( Barat
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi (Prasanti 2018).
1. Observasi atau Pengamatan
Observasi yaitu mengamati secara langsung gejala dan objek yang akan
diteliti oleh penulis. Objek yang penulis teliti terdiri dari aktor atau pelaku,
peristia dan juga setting (waktu dan tempat) yang diteliti. Observasi ini
dilakukan untuk mengetahui penyebab masyarakat Desa Mongan Poula mempu
hidup rukun.
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena dan gejala
yang ada pada objek penelitian (Silalahi, 2009). Observasi yang peneliti
lakukan untuk melihat mengamati prilaku masyarakat Desa Mongan Poula
dalam menjaga kerukunan antar sesama walaupun beda agama. Prilaku yang di
amati adalah “bagaimana mereka menjaga integrasi sosial beda agama,
menjaga hubungan baik antar masyrakat di Desa Mongan Poula,
17
Padahal adapun permasalahan permasalah tetapi mereka tetap
menjaga hubungan baik dan permasalaahn itu bisa diselesaikan. Penulis
mengamati informan dilapangan bagaimana mereka mejaga keharmonisan
antar sesama, bagaimana mereka saling menghormati antar berbeda agama
dalam acara pernikahan, acara acara besar yang diadakan masing masing
agama, bagaimana mereka berinteraksi dengan baik dan juga faktor-faktor
penyebab masyrakat Desa Mongan Poula mampu hidup rukun walaupun
berbeda agama.
observasi peneliti lakukan yaitu pada tanggal 3 April 2021 yaitu
gotong royong membersihkan halaman Mesjid untuk menyambut bulan puasa
dan yang beragama Katolik sebagian ikut juga dalam partisipasi padahal itu
bukan agama mereka dan terlihat disana mereka saling bekerja sama dalam hal
apapun.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada informan atau masyarakat yang diteliti.
Wawancara ini dilakukan secara mendalam (indepth interview), yaitu untuk
mendapatkan dan menggali informasi secara lengkap dan akurat. Wawancara
mendalam untuk keperluan penelitian berbeda dengan percakapan sehari-hari
seperti maota-ota dalam bahasa Minangkabau. Wawancara biasanya
18
dimaksudkan untuk memperoleh, keterangan, pendirian, pendapat secara lisan
dari seseorang dengan berbicara langsung (face to face) dengan orang tersebut,
dengan demikian wawancara berbeda dengan ngobrol, bercakap-cakap, dan
beramah tamah (Afrizal, 2016). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara
bebas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian kepada informan.
Peneliti menggunakan pedoman wawancara berupa format pertanyaan yang
mengacu pada pokok permasalahan.
Disini penulis mewawancari informan tersebut yaitu khususnya
masyarakat Desa Mongan Poula salah satunya kepala suku, Ustadz, Ketua
Gereja atau bajak Gereja, Kepala Desa masyarkat Islam, Masyarakat agama
Katolik, masyarakat agama Kristen Protestan, masyarakat agama Baha’I,
masyarakat beragama IFGF, Masyarakat dalam satu keluarga beda agama ada
3 keluarga yang diwawancarai, orang tua dan anak yang berbeda agama dengan
menggunakan pedoman wawancara yang nantinya ditanyakan kepada informan
dan kemudian informan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai
dengan pertanyaan penulis dan data yang diinginkan.
Salah satu caranya adalah dengan membuat janji kepada masyarakat
bersangkutan terlebih dahulu untuk di wawancarai karena beberapa informan
yang tidak bisa di wawancarai di hari penulis ingin mewawancarainya
dikarenakan informan-informan tersebut karena adanya kesibukan lain seperti
pergi keladang dan peneliti biasnya sering mewawancarai di sore hari dan di
hari libur seperti minggu. Ketika melakukan wawancara penulis mendapat
tantangan baru karena harus berpandai-pandai dalam penggunaan bahasa.
Karena ada beberapa informan yang kurang mengerti yang kurang pandai
menggunakan bahasa indonesia dan peneliti berusaha memakai bahasa
Mentawai kadang ada informan yang mengerti bahasa Indonesia dan saya
mengunakan bahasa Indonesia. Selama saya wawanacara lebih banyak
menggunakan bahasa Mentawai. Dalam pertanyaan yang peneliti tanyakan
terkait tentang kerukunan informan bisa menjawab sesuai dengan jawaban dari
pertanyaan peneliti cuma kendala dalam wawancara di Desa Mongan Poula
dalam penyampaian bahasa.
19
Salah satu contoh peneliti wawancara salah satu informan Bapak kepala
Desa tanggal 26 maret 2021 yaitu :
“ Kemaren bapak merayakan pesta atau punen dirumah saya sendiri,
dan tata dalam pelaksanaannya bapak mengundang yang beragama Islam dan
Kristen, dalam pelaksanaan penyambutan dipisahkan agama islam dan
kristen. Maksudnya tamu agama Islam itu makananya ayam dan rungan juga
tersediah khusus Islam begitu pun sebaliknya yang tamu agama Kristen.
c. Bagaimana peran bapak ibu menciptakan kerja sama antar masyarakat desa
Mongan Poula
20
d. Bagaimana menjaga kondisi harmonis kehidupan sosial beragama
f. Bagaiamana tanggapan bapak ibu ketika dalam satu keluarga menganut berbeda
agama
g. Bagaimana perasaan bapak ibu ketika dalam satu keluarga suami istri berbeda
agama
3. Studi Dokumen
Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seorang studi dokumen merupakan pelengkap dari pengguna metode observasi
dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Metode dokumentasi adalah salah
satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek penelitian (Creswell, 2016). Dokumentasi penelitian ini merupakan
pengambilan gambar oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian.
Dalam penelitian ini, studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti
adalah dengan mengumpulkan data mengenai faktor masyarakat mampu hidup
berintegrasi sosial beda agama di Desa Mongan Poula Kecamatan Siberut
Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai seperti data jumlah penduduk Desa
Mongan Poula, jumlah penduduk berdasarkan agama, mata pencarian, sejarah
Desa serta gambaran geografis tempat penelitian yang diperoleh Kepala Desa
Mongan Poula. Selain itu ada juga dokumentasi gambar dari wawancara
dengan informan. Salah satu contoh dokumen yang diambil peneliti ketika
observasi dan wawancara :
21
Wawancara Bapak Albiah Sakoan Dokumentasi kantor Desa
( 23 Maret 2021 ) ( 23 Maret 2021 )
E. Triangulasi Data
Untuk menguji keabsahan data, dapat dilakukan salah satunya
dengan triangulasi data. Triangulasi adalah cara yang paling umum digunakan
dalam penjaminan validitas data dalam penelitian kualitatif. Triangulasi data
merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data untuk mendapatkan
temuan dan interpretasi data yang lebih akurat dan kredibel (Afrizal, 2016).
Triangulasi data dilakukan dengan membandingkan data hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi. Apabila data ke tiga teknik pengumpulan data
tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada informan yang bersangkutan untuk memperoleh
data yang dianggap benar. Data dianggap valid, jika dalam pengumpulan data
sudah tidak ada lagi ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi
mencari informan baru, dan proses pengumpulan data pun dianggap selesai,
oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan
22
data, maka data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas dan pasti. Selain itu,
dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data.
F. Analisis Data
1. Redukasi data
2. Penyajian Data
3. Penarikan Kesimpulan
23
mengenai kerukunan umat beragama dengan nilai yang diajarkan oleh nenek
moyang terdahulu dan sampai saat ini masih diterapkan. Ketiga proses tersebut
reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan, mulai dilakukan sejak
pengurnpulan data di lapangan. Dengan langkah-langkah di atas dapat
membantu dalam penulisan laporan penelitian. Reduksi data, penyajian data
membantu terhadap kekurangan data, sehingga dalam penulisan hasil penelitian
ini dilakukan beberapa kali perbaikan sampai nantinya menghasilkan sebuah
laporan penelitian yang baik.
24
Gambar 1.1. Penelitian maju bertahap menurut Spradley (1997. Hlm.181)
25
BAB IV
Secara historis Desa Mongan Poula berasal dari kata” Mongan Sopak
Poula” yang berarti muara anau, sekitar 7 Km arah Utara dari pusat Kecamatan.
Kata ini diambil dari nama sebuah sungai kecil yaitu Sopak Poula yang
mengintari kawasan hutan yang sangat luas dan ditumbuhi pohon pohon enau dan
tumbuh tumbuhan pakis. Tumbuhan yang menghijau dan semak yang masih lebat
serta mempunyai hutan tropis, oleh masyarakat sekitarnya dijadikan tempat untuk
hidup, karena di daerah ini masyarakat melakukan berbagai aktifitas seperti,
bertani, berkebun, berburu, mencari ikan disungai enau, dan aktivitas lainnya.
Sekitar tahun 1971-an masauklah peradaban baru yaitu oleh wali kesek
Sapotuk, menarik masyarakat yang ada dibojakan Sinapeladitempatkan di
Sibatek pada waktu itu kepala kampungnya ( Dusun) bernama Kaoi Sakarigi.
Waktu terus berjalan masyarakat yang berada di Sikalabu ditempatkan di
Mongan Poula Barat kepala kampungnya bernama Sangkala Sabutek Iba. Pada
tahun 1975-1977 masyarakat yang berwilayah Bekemen dipindahkan lagi ke
Mongan Poula. Pada saat itu kepala kampungnya An Loiga.
Dari hari ke hari jorong Mongan Poula semakin ramai dan semakin
dikenal dikalayak ramai sehingga banyak juga yang datang dari tanah tepi
(Suku Batak, Minang, Nias, dan Jawa) untuk tinggal dan menetap di Jorong
Mongan Poula. Oleh karena itu pada tahun 1983 seluruh Jorong diubah menjadi
26
nama Desa. Sehingga pada tahun 1985 nama Jorong Mongan Poula berubah
nama menjadi Desa Mongan Poula.
Tabel.3
Sejarah Pemerintah Desa dan Nama-nama Kepala Desa Mongan Poula Sebelum
dan sesudah berdirinya Desa
27
Wilayah Desa Mongan Poula memiliki batas sebagai berikut,Sebelah utara
berbatasan Desa Malancan ( Sirilanggai), Sebelah timur Berbatasan dengan
Desa Sikabaluan, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sirilogui, Sebelah
barat berbatasan dengan Desa Sotboyak. Luas wilayah secara keseluruhan
luas Desa Mongan Poula antara 30,575 km2, Desa Mongan Poula merupakan
salah satu Desa yang rawan bencana banjir yang terletak dikecamatan Siberut
Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Desa Mongan Poula terdiri dari tiga
dusun, yaitu: Dusun Mongan Poula Barat, Dusun Mongan Poula Timur, dan
Dusun Mongan Poula Selatan.
3. Kependudukan
4. Agama
Agama di Desa Mongan ada lima, yaitu agama Islam, Kristen Protestan,
Katolik, Baha”I dan IFGF atau Giji. Masing masing dusun menganut
28
berbagai macama agama, masyarakat Desa Mongan Poula menganut
mayoritas agama Katolik paling banyak.
Tabel lI. 2
Agama di Desa Mongan Poula
No Agama Dusun Dusun Dusun Jumlah
Selatan Barat Timur
1 Islam 172 114 97 383
2 Kristen 14 72 115 316
3 Katolik 90 229 82 401
4 IFGF 11 16 44 71
5 Baha”i 103 4 - 107
5. Pendidikan
6. Mata Pencarian
29
Pekerjaan penduduk Desa Mongan Poula pada umunya adalah peladan.
Ladang merupakan sumber mata pencarian dan pangan bagi masyrakat.
Mereka menanam sagu, pisang, pinang, manau, coklat, keladi dan buah
buahan. Hasil lahan sebagian besar untuk konsumsi sendiri dan ada juga
sebagain mereka jual seperti pinang, coklat, manau dan sagu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebagian dari penduduk ada yang bekerja pedagang 18,
sebagai PNS 10 orang.
BAB V
30
persaudaraan atau kekeluargaan sangat kuat di dalam persaudaraan terdapat kerja
sama antar mereka di Desa Mongan Poula. Berikut akan dijabarkan secara
teperinci:
31
Integrasi sosial beda agama pada masyarakat Desa Mongan Poula
diperoleh adanya adat istiadat yang sangat kuat dengan itu masayarakt desa
mongan Poula sampai sekarang masih menerapkan kerukunan dengan baik
terhadap masyarakat di Desa Mongan Poula. Hal ini berdasarkan hasil
wawanacara yang peneliti lakukan dengan beberapa informan tentang pendapat
mereka mampu hidup rukun antar umat agama yang berbeda”, yang disampaikan
oleh informan bapak Dajul Sakoan (55 tahun) 15 maret 2021
“…… oto kakai nek marukun lek kai kajek ka langgai ta atak
sipagogoluk, anek kakai marukun sampai sinek oto en dulu zaman pusirauken
mai atak kakai pagoluk ma aman lek hidup mai karena emat adat mai siburuk
siken sampai sikenek masalah arat atak kupermasalah aken kai iya lek en
sambek.
Bahasa Indonesia:
32
Gambar: acara punen kecil
( 15 Maret 2021)
“...Kakai kajek kalnggai mai ma kuat adat mai sejak dulu ma tentram lek
kai walaupun kajek kalanggai mai tak siniai agama tetap ma rukun kai
beberen mai, indak sia kasia me mumenggui jen kasia rae ranau aken lonceng
atak tugalik loi moi karena ku agai kai emang siken kasia arat ra keleu dulu
kaki pusirauken mai siken leu sampai sinek atak kugalak aken kai abe tapun
na incak tak an iyagai galak aken en.
Bahasa Indonesia
“….. Kami di Desa Mongan Poula tetap menjalin kerukunan dengan baik
mejalin persaudaraaan yang baik dan tidak da konflik” besar yang
menyebabkan permasalahan permasalahan agama kami menyadari apa pun
agamanya kami tetap menjalin persaudaraan yang baik karena waktu dulu
sebelum maju ini Desa Mongan Poula dan belum ada banyak orang dan
desanya belum sebagus ini kami dulu menjalin hubungan baik baik saja
33
sesama kami malahan ada saudara tetangga, kami memasak makanan dirumah
terus kami panggil mereka makan bersama walaupun tetangga itu masak juga
tetapi makan bersama disitu terlihat kami silahturahmi dengan baik padahal
agama mereka berbeda dengan agama kami. Sampai sekarang masih
diterapkan dengan hal seperti itu.
( 15 Maret 2021 )
“.…..taleu sinek en ma rukun kain sejak dulu leu marukun leu kai waktu
aku SD sampai sinek atak sia pagoluk gara gara agama kaku nek agama ku
Islam sinek indak kaku sibapak ku agama na Katolik sana uma te kai en ma
aman leu kai palingan en mu menggui iya ku ingat aken terus oto kaku
tukalipeu aku mu sholat ituru aku, mapernah leu kaku kutanya na ka si gaek ,
kukua sinek pak oto nek kalanggaita tak kulek pagoluk sia nek tentang agama
oto ikua si gaek kaku abe en rapagoluk ken agama leu en atak kakaya nek
agama tak maeruk keleu dulu kaku nek ogom si mamak ku kaku siburuk atak
34
agama na agama na dulu agama siburuk en arat sabulungan atak kakai nek
dulu bara nek menggui mapercaya lek kai kakay dulu arat main sabulungan
sikerei kakay dulu tapi ma aman leu kay atak pen en pagoluk oto sinek indak
an terbagi agama nta abe incak en ta pagoluk memang adat mai kakay en.
Bahasa Indonesia
Dari apa yang disampaikan oleh informan diatas sesuai dengan Teori
Gluckman tentang keterkaitan antara konflik, moral, kepercayaan agama dan
ritual. Melihat adanya keterkaiatan aspek aspek dalam kebudayaan yang ada
dalam masyrakat, menjadikan konflik tidak sampai menghancurkan sistem sosial,
dan justru menunju kepada penegakkan kembali kohesi sosial dalam tatanan
masyarakat yang lebih luas. Kita lihat bawasannya di Desa Mongan Poula
walaupun ada konflik tetapi tidak selamanya tertanam konflik didiri mereka
mereka bisa menyelesaikan dengan baik melalui kepala suku. Masyarakat selalu
berintegrasi sosial sesama mereka walaupun beda agama. Pengetahuan yang
dimiliki oleh informan tentang nilai adat yang diajarkan nenek moyang dulu
sangat mempengaruhi tindakan atau prilaku masyarakat sampai sekarang yang
menyebabkan mereka masih tetap hidup rukun dan masih menjalankan ajaran
nilai budaya sejak dulu.
35
Adat istiadat yang menjadi penyatu masyarakat Mentawai di Mongan
Poula walaupun hidup berbeda agama yaitu adat Sittaggigailau dan
Pagetsabbau, yang akan dijelaskan di bawah ini.
1. Nilai Sittaggigailau
‘.…… Kegiatan pelaksanaan punen atau pesta ketika salah satu dari
masyarakat Desa Mongan Poula ada yang melaksanakan pesta baralek maka
seluruh masyarakat Desa Mongan Poula ikut partisipasi dalam persiapan acara
pesta tersebut mereka ikut gotong royong bersama seperti kalau ibu ibu masak
masak kalau laki laki itu mengambil kayu api dll, dan kalau untuk remaja ikut
mendekorasi tempat tempat pesta. Masih banyak contoh contoh lain di Desa
Mongan Poula mereka selalu hidup rukun.
36
Gambar : Punen Rumah atau Pesta Rumah
( 23 Maret 2021 )
2. Nilai Pagetassabbau
37
hasil wawanacara teteu tersebut bawasannya orang Mentawai selalu
mengadakan punen (Upacara untuk setiap kegiatannya seperti, perkawinan,
pembangunan, peresmian rumah, persemian penurunan perahu. (Stefano 1986)
sejak dulu sudah dilakukan oleh nenek moyang dulu dan sampai sekarang masih
diadakan. Ini juga dijelaskan oleh informan bapak Redwan Spatandekan (50
Tahun ) 19 Maret 2021
“.….. kakakai kajek pasibetei abak moi sia rarob aken kai dari pas pasibetei
sampai alepakan ra rop aken kai kajek atak kasia raagai en tak abak mai tetapi moi
leu sia, kakai sebagai tua rumah jen moi kusediakaen kai lok rak kan ra tak te
rasuru kai tetapi sadar diri kai emang siken kanak pasibetei sainak, pasiseu manuk
pokok na simanam pasisaki ubek ra.
Bahasa Indonesia
( 6 April 2021 )
38
Dari kesimpulan nilai budaya yang tentang agama yang diajarkan sejak
dulu yaitu ada beberapa makna, nilai kepatuhan Mentawai terhadap roh dan jiwa
melalui persembahan disebut punen, kepercayaan orang Mentawai terhadap roh
yang melindungi sikerei yang dianggap sebagai bapak sikerei. Roh sikerei
dianggap mempunyai kemampuan melihat berkomunikasi denagn roh roh alam
gaib, konsep harmonis menurut orang Mentawai adalah ketika mereka menjaga
keseimbangan dan keselarasan antara dunia nyata dan dunia supranatural (Spina
1981)
Hal ini dianalisis dengan teori Gluckman yang menyakan bahwa antara
konflik, moral, kepercayaan, agama dan ritual dan mengatakan bahwa apek aspek
kebudayaan inilah yang saling terjalin sehingga konflik yang terjadi dalam
masyarakat tidak menghancurkan sistem sosial. Bawasannya masyarakat Metawai
sejak dulu sudah ditanamkan nilai nilai adat terdahulu supaya bisa menghargai
agama lain dan menjalin integrasi antar sesama walaupun beda agama sejak dulu
sebelum mengenal agama masih mengenal kepercayaan, masyarakat Mentawai
sudah ditanmakan dalam diri mereka tetang nilai nilai kebersamaan agar tidak bisa
hilang dan diterapkan sampai sekarang. Ada tiga aturan adat Pagetassabbau atau
pepatah yang mengharuskan masyarakat Mentawai selalu hidup rukun:
a. Simakerek Bagatta
39
(…Bapak selaku bajak Gereja atau yang menjadi pemimpin Gereja Katolik
bapak sudah menanamkan di umat agama Katolik sejak dulu sampai sekarang
karena sudah dituakan sebagai pemimipin agama bapak atau dikatakan kalau
dalam Islam Ustazh. Ketika ada acara punen atau pesta baik pesta kecil atau
pun besar selalu diterapkan integrasi sosial dalam hal apa pun termasuk dalam
pelayanan tamu, memasak, penyedian makanan itu harus dipisahkan yang
mana Islam dan yang mana Kristen biar terlihat adil dan terlihat saling
menghargai antar sesama.
( 10 April 2021 )
Dari informan bapak Andariah Sakoan (65 Tahun), Senin 22 Maret 2021
“……tateu teu dulu te ma kuat sia musaraina anen siken dulu kasia paneu sia
rasogai sia moi mukum en mukom bersama beberenda moi mukom satu
kampung oto en dulu tak peu maigi sia tapi jen ma aman lek sia, terus indak
sia ma berburu sainak abe en bara lepak rakau alak raparubei en daging
sainak supaya rata sia bara sia kabeberenda jadi atak sipungukunguk eken
kakay en siburuk indak peu aku pusirauken sampai sinek te siken leu bara
korok raseu en sainak elek manu poko na ben saraina samaniu ra tetangga
ndra rabagi aken elek rasogai sia mukom ka uma. Oto tak rakau siken
40
mapantang en nanti rabalagi sia karena en sudah menjadi kebiasaan mai
kajek.
“……Bahasa Idonesia
( 22 Maret 2021 )
41
b. Kapuaranan Simaeruk
Bahasa Indonesia
42
Gambar : wawancara Bapak Albiah Sakoan
( 23 Maret 2021 )
43
Hal yang sama juga dilontarkan Informan Bapak Martin ( Umur 65
tahun) tanggal 24 maret 2021
(“..Pada masyarakat sini hubungan tetap berjalan dengan baik dari dulu
tidak ada pergesekkan dikarenakan di Desa ini meskipun bermacam macam
agama ada lima agama tetapi hubungannya baik baik saja. Bapak ini kan
agama Kristen Protestan tetapi bapak tidak pernah diganggu oleh agama lain
karena pesaudaraan kami sangat kuat menggap bawasannya semua
masayarakat yang ada di Desa Mongan Poula itu keluarga walaupun ada
permasalahan permasalahan kecil itu tidak dibawah diluar bisa diselesaikan
dengan baik)
( “…. Bapak sebagai selaku kepala Desa Mongan Poula hubungan agama
yang terjadi di Mongan Poula sangat baik walaupun berbeda agama sebelum
bapak menjabat sebagai kepala desa bapak sudah menerapkan kepada
masayarakat Desa Mongan Poula harus menjalin hubungan dengan baik antar
sesama karena kita disini semuanya bersaudara. Bapak kan beragama Islam
ketika kita merayakan hari besar kita yaitu Idul Fitri mereka ikut juga
merayakan karena mereka menggaggap walaupun berbeda agama itu saudara
kita kita tetap ikut partisipasi sebaliknya ketika agama Kristen Protestan,
Katolik, IFGF dan Baha”I kita tetap juga ikut merayakan karena adanya
persaudaraan yang kuat di Desa Mongan Poula )
44
Gambar : Goro Bersama Islam dan Kristen
( 3 April 2021 )
Dari apa yang disampaikan oleh informan integrasi sosial beda agama
yang baik yang terjadi antar umat beragama itu memang sudah kebudayaan
ataupun adat istiadat yang tidak bisa ditinggalkan karena kita tau bawasannya
kerukuann itu sangat penting bagi masyarakat. Kita dapat ketahui bawasannya di
Desa Mongan Poula sangat rukun bukan saat ini saja mereka rukun tetapi dulunya
masyarakat Mentawai selalu berpatokan pada pepatah yaitu “Bui Ibara Lagat
Bagatta Samba Musara Lek Sita Kasimaeruk” artinya jangan ada konflik antar
sesama marilah kita sama sama membina dalam kerukunan atau sebab kita
adalah satu dan kita adalah keluarga. Pepatah ini merupakan ajaran dulu atau
kebiasaan teteu teu siburuk ( nenek kakek zaman dulu) mereka selalu
menanamkan kerja sama atau hidup berdampingan dengan sesama mereka
walaupun berbeda keyakinan atau agama. Karena dulunya masyarakat Desa
Mongan Poula agamanya adalah arat sabulungan sebelum mempunyai agama.
45
Kaitan dari teori Gluckman adalah membahas bagaimana masyarakat Desa
Mongan Poula terjadinya integrasi sosial antar mereka walaupun beda agama
karena disebabkan nilai adat istiadat yang mengarkan mereka saling berhubungan
baik dengan sesama walaupun beda agama, walaupun ada konflik tetapi konflik
disini tidak sampai menghancurkan mereka.
B. Persaudaran Kuat
Bahasa Indonesia
46
Gambar : Makan Bersama setelah pembuatan sampan
( 11 April 2021 )
Bahasa Indonesia
“….. Bapak selaku pengurus Agama Baha”I selama bapak tinggal di Desa
Mongan Poula tidak ada permasalahan permasalahan besar yang menyangkut
tentang agama disini masyarakatnya memang sangat damai dan sudah terbiasa
disini saling menjaga kerukunan dengan baik sejak dulu sampai sekarang juga ada
pun itu konflik kecil masih bisa diselesaikan oleh kepala suku atau toko adat.
Bapak dalam satu keluarga ada juga anak bapak yang beragama Islam tetapi
dalam keluarga aman aman saja tidak ada saya melarang anak saya ketika dia
mengaerjakan ibadah Islam itu sudah kewajibabnya. Di dalam ajaran Bahaullah
sebagai tuhan kami ada aturan kalau anak sudah berusia 15 tahun mereka bebas
menganut agama yang mereka mau tetapi kami tidak boleh melarangnya apa pun
agama mu kami tetap saudara dan keluarga.
47
sudah bersusia 15 tahun mereka bebas memilih agama tidak ada permasalahan itu
terserah saja yang penting saling menghargai satu sama lain “agama mu agama ku
juga”.
( 31 Maret 2021 )
48
Selanjutnya oleh informan Bapak Mansyuri (Umur 55 tahun ) Kamis , 1 April
2021
“….Saya ambil contoh di daerah Sikabaluan yang ada ada dua Dusun, Dusun
Muara dan Dusun Nagnang yang di Dusun Muara itu kebanyakan Islam kalau
yang di Dusun Nagnang itu kebanyakan Katolik, Kristen tetapi ketika saya
tinggal di salah satu rumah yang beragama Kristen ketika mereka masak babi
mereka tidak masak dirumah tersebut karena ada saya yang beragama Islam
mereka segan dan tau kalau menurut Islam babi itu haram tetapi bagi mereka itu
makanan yang wajar saja, dan saya tau kalau mereka masak babi di rumah
tetangga dan makan disitu. Saling menghormatinya saya juga tidak jijik dengan
kedaan seperti itu karena saya tau itu makanan mereka mereka pun begitu dan
mereka Ijin juga klau mau makan ditempat tetangga. Terlihat disitu kita sama
sama mengahargai antar sesama.
“….. kaku menurut ku nek ma rukun lek ita nek kalanggaita anen siken kukua
na karena ta iyak kajek kalanggai ma eruk lek hubungan ta satu sama lain reu ku
jek murimanua atak ku arep spagogoluk nek kajek karena dulu tak sipagogoluk
nek tentang agama intihna kajek marukun lek sia karena adanya persaudaraan
kerja sama sesama masyarakat Desa Mongan Poula karena indak na dulu kaku
nek lahir indak puaranan masing iyaen patokan na kajek saling menghargai
antar sesama.
Bahasa Indonesai
49
“……Informan mengatakan bawasannya mereka hidup rukun karena adanya
persaudaraan yang kuat, mereka selalu menanamkan dalam diri mereka
bawasannya mereka harus saling kerja sama antar mereka tidak ada perselisihan
besar atau konflik yang menyangkut tentang agama karena agama mengajarkan
bawasannya kita harus hidup dimasyarakat saling menghargai antar sesama
walaupun berbeda keyakinan.
50
kerukunan beragama oleh masyakat Desa Mongan Poula. Tanpa adanya interaksi
dalam suatu masyarakat maka tidak akan terjadi yang namanya kerukunan karena
interaksi sosial paling fundamental dalam memulai untuk bermasyarakat. Selain
itu bentuk kerukunan umat beragama, maka salah satu cara lain untuk membina
kerukunan adalah adanya kerjasama setiap pemeluk beragama seperti yang akan
dibahas selanjutnya.
Di Desa Mongan Poula sangat menjalin kerja sama yang baik antar
sesama walaupun berbeda agama mereka tetap selalu hidup rukun, seperti apa
kerja sama masyrakat Desa Mongan Poula dalam menjalin kerukunan, salah satu
contoh informan Bapak Supriyadi (umur 47 tahun ) Kamis 11 April 2021
51
masyarakat Desa Mongan poula ikut kerja sama atau ikut gotong royong
walaupun itu bukan hari besar mereka.
52
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan observasi yang peneliti lakukan di Desa Mongan
Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten kepulauan Mentawai melakukan
wawancara dengan peneliti, diperoleh data mengenai faktor penyebab mampu
hidup rukun di Desa Mongan Poula , yaitu sebagai berikut:
A. Nilai Adat Istiadat
Prilaku budaya dan aturan yang telah berusaha diterapkan dalam
lingkungan masyarakat. Ada 2 macam nilai adat yang diajarkan nenek
moyang masyarakat Mentawai sejak dulu.
1. Nilai Sitanggigailau
Nilai pemersatu antara roh dan jasad terlihat bawasannya
hubungan manusia dengan langit yang menimbulkan keduanya itu disatukan
dan setelah disatukan akan berpengaruh ke yang lain yang mereka lakukan
dalam dunia mereka tersendiri seperti dapat menyembukan orang sakit(Nur
et al. 2019). Maksud dari nilai budaya Sittaggigailau hubungan manusia
dengan dengan dunia langit dan dunia hutan yang disebut tai ka manua ( Roh
langit ) dan tai ka leleu ( roh hutan ) untuk melakukan persembahan yang
biasa dilakukan yaitu punen atau pesta inilah membuat orang Mentawai tidak
bisa meninggalkan nilai nilai yang sudag diajarkan oleh nenek moyang
terdahulu.
2. Nilai Pagetsabbau
Nilai yang dianggap sangat penting karena disini dulunya
masayrakat Mentawai sangat berpengaruh kepada hal-hal yang gaib seperti
roh atau pun apada hal-hal gaib yang menggap mereka sangat percaya
dengan hal sedemikianseperti bisa meramal nasib, , selamat dan bangun
dari kematian, menghidupan kembali binatang yang sudah mati,
menumbuhkan kembali pohon yang sudah ditebang, dan mengubah
53
seorang yang jelek menjadi tampanMenujukkan bahwa dia dianggap
sebagai roh yang melindungi dirinya dan orang lain. Ketika mereka sudah
bedamai dengan roh atau dunia lain maka mereka akan bisa berdamai
dengan orang disekelilingnya. Dari kedua nilai tersebut mengandung
makna , nilai kepatuhan terhadap orang Mentawai roh dan jiwa yang
melalui persembahan melalui punen, kepercayaan orang Mentawai kepada
roh yang melindungi sikerei, konsep harmonis yang membuat orang
Mentawai adalah ketika mereka menjaga keseimbangan dan keselarasan
antara dunia nyata dan dunia supranatural.
Ada beberapa Nilai yang mengandung dari nilai Pagetassabbau
atau pepetah yang mengahruskan masyarakat Mentawai selalu hidup rukun
ada 3 macam:
a. Simakerek Bagatta
b. Kapuaranan Simaeruk
54
c. Bui Ibara Lagat Bagatta Samba Musara Lek Sita Kasimaeruk
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkan. 2001. Ilema Manusia Dengan Diri Dan Tuhan” Kata
Pengantar Dalam Th. Sumartana (Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abidin, Zainal Yusuf dan Beni. 2014 Pengantar Sistem Sosial Budaya di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka Seni
Vita Sari Dwi Saputri. 2019. " Intekrasi Sosial Umat Islam Dan Umat Kristen
Pantekosta Di Desa Suro Kecamatan Kalibagor Kabupaten Bayumas."
Retno Wiyanto. 2019. " Kerukunan Antar Umat Beragama Di Desa Gebangsari
Kecamatan Klirong Kabupaten Kebumen."
56
Dalam Pencarian Informasi Kesehatan.” LONTAR: Jurnal Ilmu Komunikasi
6(1):13–21. doi: 10.30656/lontar.v6i1.645.
Muslich, Ahmad. 2013. “Konflik Dan Integrasi Sosial.” Konflik Dan Integrasi
Sosial 03(01):1–12.
Narwoko, J. Dwi Dan Bagong Suyanto. 2005. “Sosiologi Teks Pengantar Dan
Terapan.” jakarta: Prenada Media Group.
Nur, Mahmudah, Balai Litbang, Agama Jakarta, and Kementrian Agama. 2019.
“Penelusuran Identitas Budaya Mentawai Sikerei In The Story :” 21(1):89–
102.
Rachman, Budhy Munawar. 2004. Islam Pluralisme. jakarta: PT. Raja Grafindo
Persad.
Rusydi, Ibnu, and Siti Zolehah. 2018. “Makna Kerukunan Antar Umat Beragama
Dalam Konteks Keislaman Dan Keindonesian.” Journal for Islamic Studies
1(1):170–81. doi: 10.5281/zenodo.1161580.
57
Sai Agil Husin Al- Munawar. 2005. "Fiqih Hubungan Antar Agama. Jakarta:
Ciputra Pres
Spina, Bruno. 1981." Mitos dan Legenda Suku Mentawai."Jakarta: Balai Pustaka.
58
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
( Studi Etnografi Integrasi Sosial Beda Agama Pada Masyarakat Desa Mongan
1. Identitas Informan
a. Nama
b. Umur
c. Status
d. dusun
2. Pedoman Wawancara
59
E. Bagaimana peran bapak ibu menciptakan kerja sama antar masyarakat Desa
Mongan Poula
berbeda agama
I. Bagaimana perasaan bapak ibu ketika dalam satu keluarga suami istri berbeda
agama
L. Kegiatan apa saja yang dilakukan untuk menjaga kerukunan umat beragama
M. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Desa Mongan Poula
agama
Poula
60
P. Apakah kerukunan yang terjadi di Desa Mongan Poula sudah tertanam sejak
kecil
rukun
T. Apakah ada nilai buadya sejak dulu yang mengajarkan masyarakat Desa
V. Apakah anda sering mangahadiri acara keagamaan ketika ada agama yang
PEDOMAN OBSERVASI
( Studi Etnografi Integrasi Sosial Beda Agama Pada Masyarakat Desa Mongan
Lokasi :
Tanggal :
Waktu:
Aspek Indikator Hasil Observasi
Aktivitas Mengamati
61
Aktor
Daftar Informan
( Selatan )
Sapatandekan
( Barat )
Protestan
( Barat)
Protestan
62
( Timur )
( Timur )
Protestan ( Barat
63
Surat Balasan Dari Kepala Desa Mongan Poula
64
DOKUMENTASI PENELITIAN
65
Perayaan hari raya redwan Baha”i Informan Toko adar Bapak Abiah Sakoan
66
Informan Bapak Oskar Sakoan Informan Ibu nantutubaga Saulu
67
Gereja Khatolik Gereja Kristen Protestan
68
Musholla Al- Iklas Desa Mongan Kantor Desa Mongan Poula
69
Beribadah Islam Informan Teteu Umba Uban
70