Anda di halaman 1dari 211

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/330751958

BUKU-POKOK-POKOK ADAT ISTIADAT PERKAWINAN - Final

Book · January 2019

CITATIONS READS
0 3,681

1 author:

Muhammad Takari
University of Sumatera Utara
72 PUBLICATIONS   56 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

My current project is research about senam Melayu in Serdang culture area. View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Takari on 31 January 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i
POKOK-POKOK ADAT ISTIADAT
PERKAWINAN SUKU MELAYU
SUMATERA TIMUR

Oleh:
O.K. GUSTI BIN O.K. ZAKARIA

Editor:

MUHAMMAD TAKARI BIN JILIN SYAHRIAL


FADLIN BIN MUHAMMAD DJA’FAR

2018

i
USU Press
Art Design, Publishing, and Printing
Gedung F
Jln. Universitas No. 9, Kampus USU
Medan Indonesia

Telp. 061-8213737; Fax 061-82113737

Kunjungi kami di:


http://usupress.usu.ac.id

Terbitan Pertama 2018

 USU Press 2018

Hak cipta dilindungi oleh undang-udang; dilarang


memperbanyak, menyalin, merekam sebagian atau seluruh
bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa
izin tertulis dari penerbit.

ISBN: 978-602-465-100-8

Perpustakaan Nasional; Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu


Sumatera Timur / O.K. Gusti bin O.K. Zakaria / ed.
Takari dan Fadlin; Medan: USU Press, 2018

xix, 188 p.; ilus.; 24 cm


Bibliografi

ISBN: 978-602-465-100-8

Dicetak di Medan, Indonesia

ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1982 Tentang Hak Cipta sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyebarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).

iii
 
    

         

         

       

        

        

      

     

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia


Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak me-
ngantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-
Nya apa-apa yang di langit dan di
bumi. Siapakah yang dapat memberi
syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?
Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui
apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa-apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan
Allah tidak merasa berat memelihara
kedua-duanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar (Al-Baqarah: 255).

iv
Pembuka Kata Dari Penulis

   

Bismillahirrahmanirrahim,

Kalau ada upacara pinang-meminang di dalam upacara


perkawinan mengikut adat suku Melayu Pesisir Sumatera
Timur (kini pesisir Timur Provinsi Sumatera Utara dan
sekitarnya), pembuka katanya didahului dengan
menyembahkan setepak sirih yang dinamakan tepak
pembuka kata. Oleh sebab itu, maka sebelum saya
mencecahkan setitik dawat ke atas semua carik kertas ini,
dalam rangka menyusun sebuah kitab yang bertajuk Pokok-
pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera
Timur ini, saya mulai dengan mengucapkan, “Bismillah-
hirrahmanirrahim, Dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Hal tersebut dilakukan mengikuti kata-kata bijak dari
guru-guru Melayu, yakni apabila hendak memulai sesuatu
pekerjaan yang baik, elok dimulai dengan kata
”Bismillahirrahmanirrahim” supaya ada berkatnya.
Demikian pula dalam berbagai puisi Melayu diajarkan
tentang awal kata dengan bismillah. Pada genre hadrah
Melayu juga disenandungkan mengenai keutamaan Islam.
“Bismillah mula-mula; Di dalam alam amat muliqa; Empat
belas bulan purnama; Kami bermain bersama-sama.”
Kalau suku-suku daerah yang ada di Tanah Air
Indonesia ini masing-masing mempunyai adat istiadat
perkawinan, maka puak Melayu Pesisir Sumatera Timur
pun mempunyai adat istiadat perkawinan tersendiri. Adat

v
istiadat perkawinan suku Melayu Sumatera Timur ini selain
memiliki ciri khasnya, juga memiliki nilai-nilai kearifan
lokal dan universal yang spesifik pula.
Dalam menanggapi adat istiadat perkawinan suku
Melayu Pesisir Sumatera Timur ini, janganlah diartikan
adat istiadat perkawinan yang berlaku bagi segolongan
kaum bangsawan, tetapi adat istiadat perkawinan yang
berlaku sebagai hukum adat bagi seluruh masyarakat
Melayu Pesisir Sumatera Timur, baik golongan bangsawan
maupun rakyat kebanyakan. Demikian pula baik untuk
kaum kaya maupun kaum yang memiliki kemampuan
ekonomi biasa-biasa saja. Artinya adat perkawinan ini
menjadi asas dari semua masyarakat pendukung adat
Melayu, terutama di Sumatera Timur.
Bagi golongan raja-raja dan kaum bangsawan yang
berkuasa pada zamannya, maka “kepala adat” mempunyai
hak-hak istimewa yang khusus berlaku bagi golongannya
saja, yang tidak boleh dipakai oleh golongan masyarakat
yang bukan golongan bangsawan. Dalam golongan kaum
bangsawan sendiri pun, hak-hak istimewa ini terbagi dalam
berbagai tingkatan, menurut tingkatan martabatnya di
dalam masyarakat.
Jadi jelas, bahwa hukum adat perkawinan yang saya
maksud ialah hukum adat perkawinan umum bagi
masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur, bukan
khusus. Hukum adat perkawinan adalah untuk umum.
Adapun yang mendorong saya untuk menyusun
tulisan ini antara lain ialah, bahwa pada masa sekarang ini
banyak pemuda-pemudi Melayu Sumatera Timur yang
kurang mengerti (apalagi menghayati) seluk-beluk adat
istiadat perkawinan Melayu. Bahkan banyak pula yang
tidak tahu sama sekali tentang adat istiadat ini. Mereka
agaknya berpendirian bahwa megenai soal nikah kawin
adalah menjadi urusan orang-orang tua saja, bukan
urusan anak-anak muda. Pendapat demikian memang
benar, tetapi jika tidak dipelajari sewaktu muda, apakah

vi
sudah tua nanti otomatis dapat mengetahuinya begitu saja,
tanpa dipelajari?
Sewaktu saya muda dulu, saya pun berpendirian
seperti itu juga, tetapi setelah meningkat menjadi dewasa
terpaksa harus bertanya dan berlajar kepada orang-orang
tua. Dalam persepsi saya di kala itu, tidak begitu
pentingnya mempelajari adat istiadat perkawinan ini adalah
karena yang memegang peranan dalam upacara
perkawinan menurut adat istiadat perkawinan suku Melayu
Pesisir Sumatera Timur ialah anak beru (boru) laki-laki dan
perempuan. Jadi tak perlulah mempelajarinya. Namun
seiring dengan waktu, pihak keluarga kita juga pasti akan
menjadi pihak anak beru tersebut, yang mesti memahami
pelaksanaan adat perkawinan ini. Selanjutnya di dalam
adat perkawinan ini, ternyata terdapat berbagai makna,
nlai, dan kearifan lokalnya. Itulah salah satu faktor yang
mendorong penulis menuliskan buku ini.
Selain itu, seperti diketahui, bahwa pelaksanaan
perkawinan menurut adat Melayu, adalah salah satu unsur
dari realisasi mempertinggi derajat kaum wanita, sesuai
dengan tuntutan hukum yang berlaku di dalam agama
Islam. Dengan demikian, kalau semua orang memahami
adat perkawinan Melayu, tentu saja memahami dan
menerapkan nilai-nilai menghormati dan menghargai
derajat wanita seperti yang diajarkan agama Islam, dalam
rangka kemitraan gender, yakni kerjasama yang sinerji
antara laki-laki dan wanita dalam membentuk rumah
tangga yang sakinah, mawadah, warahmah (lazim
diakronimkan dengan samara atau samawa).
Menurut hemat saya, salah satu faktor yang membuat
pemuda-pemudi kita tidak ada berminat untuk mempelajari
adat istiadat perkawinan ini, mungkin karena kurang atau
tidak adanya tulisan-tulisan yang lengkap tentang adat
istiadat perkawinan ini. Selain itu, mereka agak sungkan
mendatangi para orang tua yang memahami adat
perkawinan yang selama ini diturunkan melalui tradisi
lisan.

vii
Jika orang-orang tua kita yang masih menguasai adat
istiadat perkawinan ini sudah tidak ada lagi, sedangkan
tulisan-tulisan mengenai adat istiadat ini tidak ada, maka
besar kemungkinan generasi yang akan datang menjadi
buta sama sekali tentang adat istiadatnya sendiri. Akhirnya
akan pupuslah budaya Melayu yang amat kaya dengan
nilai-nilai ini.
Tulisan ini saya tulis berdasarkan kutipan-kutipan
dari keterangan-keterangan lisan, yang diperoleh dari
wawancara terhadap orang-orang tua kita yang saya
pandang cukup paham dalam seluk-beluk adat istiadat
perkawinan suku Melayu Pesisir Sumatera Timur. Selain
itu, ditambah pula dengan pengalaman-pengalaman saya
serba sedikit, karena tulisan-tulisan mengenai adat istiadat
ini, yang dapat dipakai menjadi dasar, sewaktu menyusun
tulisan ini belum saya jumpai.
Tidaklah salah rasanya kalau tulisan ini disesuaikan
pula dengan kondisi dan situasi pada masa sekarang ini,
dengan tidak menyimpang dari pokok adat istiadat. Sesuai
dengan ajaran adat Melayu, bahwa kebudayaan harus
mengikuti perkembangan zaman, seperti ungkapan, sekali
air bah, sekali tepian berubah.
Sudah barang tentu tulisan saya ini jauh dari pada
lengkap, kurang sempurna, karena maklum sajalah, bahwa
saya:

Baru berlajar menyusun teratak,


Letih menyusun pun tak tentu letak,
Bagaikan reba salah tetak,
Tak gading yang tak retak.

Apa lagi, alat yang ada pada saya tak lebih, hanya:

Sebuah biduk tiris,


Sekerat pengayuh puntung,
Disuruh berdayung,
Konon menyongsong punting beliung.

viii
Namun demikian, ada petuah orang-orang tua kita dahulu
kala, katanya:

Kalau engkau sudah terdesak mudik malam,


Walau biduk tiris, pengayuh puntung,
Songsong arus walau kelam,
Tapi jangan lupa bertawakal kepada Tuhan,
Insya Allah, dapat kau jangkau pantai
dan daratan.

Mengingat petuah ini, saya beranikan jugalah diri


merengkuh dayung dengan mohon lindungan Tuhan.
Semoga dapat kiranya ku lampaui teluk tercapaiku tepian.
Oleh sebab itu kepada para cerdik pandai tentang
peradaban Melayu Pesisir Sumatera Timur dan para
pembaca yang arif lagi bijaksana, saya mohon kiranya
supaya tulisan ini ditukuktambahi dan diperbaiki
sedemikian rupa hingga lengkap dan sempurna, untuk
diwariskan kepada anak-cucu kita di belakang hari.
Bagaimanapun, tulisan ini masih jauh daripada sempurna,
oleh karena itu adalah tugas kita semua, terutama para
pakar adat istiadat Melayu untuk terus menggali kearifan
yang terdapat di sebalik adat nikah kawin Melayu.
Di ujung ucapan ini, kepada tuan-tuan, puan-puan,
bapak-bapak, dan ibu-ibu yang telah membantu saya
menyusun tulisan ini, saya ucapkan banyak terima kasih.
Semoga Allah memberikan berkah-Nya kepada kita semua,
amin.

Walillahi hamdu wasysyukru.

Medan, 1 Muharram 1391 Hijriah


27 Februari 1971 Miladiah

O.K. Gusti bin O.K. Zakaria

ix
Sekapur Sirih Dari Pinisepuh Melayu

Menurut hemat saya, patutlah kita sambut dengan


gembira terbitnya buku upacara adat istiadat perkawinan
masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur. Apalagi isi
buku ini pernah disusun oleh seorang yang pantas disebut
pakar adat Melayu, yakni Allahyarham O.K. Gusti.
Saya mengenal baik Almarhum ini, terutama dalam
ingatan saya ketika beliau bertindak sebagai pembicara
dalam dialog sesuatu adat peminangan, sehingga yang
hadir terpukau, karena kepiawaiannya dalam betutur kata,
sesuai dengan resam Melayu. Beliau dalam berbahasa
menggunakan tatacara perbincangan dalam adat Melayu,
yakni mengunakan berbagai peribahasa, ibarat, pantun,
syair, perbidalan, dan lainnya yang secara spontan keluar
dari ucapan beliau.
Saya hanya mengenal dua orang yang boleh dikatakan
sebagai pakar dalam adat istiadat Melayu Sumatera Timur
(khususnya Deli dan Serdang), yakni Almarhum O.K. Gusti
dan Almarhum Tengku H. Muhammad Lah Husni. Kedua-
duanya adalah para ahli budaya Melayu yang sudah
banyak menulis mengenai adat istiadat Melayu.
Situasi negara kita yang tidak menentu sekarang ini,
menurut hemat saya disebabkan banyak orang sudah
kurang memperhatikan adat istiadat, sopan santun, dan
moral. Oleh sebab itu, kita perlu menambah pengetahuan
kita dalam hal ini.
Saya menganjurkan dengan sangat, agar generasi
penerus, para pemuda dan pemudi kita perlu membaca
buku ini, agar khasanah pengetahuan kita bertambah
mengenai adat istiadat masyarakat Melayu, khususnya
mengenai peminangan. Bagaimanapun, pada generasi

x
muda inilah kelak kita titipkan warisan nini moyang kita,
agar budaya kita berkekalan.
Sebagaimana kita maklum bahwa kawasan Sumatera
Utara ini, dihuni oleh belasan etnik (suku bangsa) yang
masing-masingnya mempunyai adat istiadatnya sendiri-
sendiri. Semua adat istiadat yang kita miliki tidak ada satu
pun yang menganjurkan perbuatan-perbuatan yang tidak
baik. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan pengetahuan
kita di dalam soal ini.
Sekali lagi mari kita perluas dan perdalami pengetahuan
kita dalam adat istiadat kita masing-masing dengan
berpegang teguh pada semboyan “di mana bumi dipijak, di
situ langit dijunjung.” Dengan demikian, insya Allah
persatuan dan kesatuan bangsa akan dapat terwujud.

Medan, 17 Februari 2007


Wasalam,

Tengku Nurdin
Pinisepuh Melayu

xi
Dari Editor

   

Kami para penyunting (editor) mengucapkan syukur


alhamdulillah, atas karunia Allah Subhanahu Wata’ala
yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, terutama
dalam konteks mengedit buku ini. Walaupun oleh pihak
ahli waris keturunan O.K. Gusti telah lama yakni sejak
2016 yang lalu memberi amanah kepada kami untuk
mengedit bukunya, namun dalam masa satu tahun
belakangan ini saja, di tengah kesibukan sosial yang padat,
kami diberi Allah kekuatan, kesehatan, dan ilmu untuk
dapat menyelesaikan penulisan buku karya Allayarham ini.
Dalam rangka penulisan buku ini kami mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada segenap
keluarga O.K. Gusti (baik keluarga inti maupun keluarga
luasnya), atas segala informasinya mengenai seorang tokoh
yang identik dengan adat Melayu (khususnya Serdang).
Salah satu utusan keluarga, yang dengan keikhlasan
meminta kepada kami adalah kakanda Anita Daryatmo,
untuk menyunting dan menerbitkan buku ini. Maka
dengan segala kerendahan hati kami pun bersedia untuk
tujuan mulia tersebut, dan akhirnya wujudlah penulisan
dan penerbitan buku ini. Insya Allah akan menjadi amal
jariah bagi segenap keluarga, terutama Allahyarham O.K.
Gusti bin O.K. Zakaria.
Demikian pula terima kasih kami kepada para telangkai
dan tokoh adat Melayu yang telah memberikan data-data
keilmuan kepada kami, yang tidak disebutkan satu per
satu. Berkat ilmu yang diberikan mereka, maka buku ini
dapat disempurnakan dan diselesaikan sesuai dengan
waktu yang direncanakan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada
rekan-rekan di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

xii
Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya dalam
rangka mendiskusikan materi keilmuan di dalam buku ini.
Terima kasih pula kepada semua organisasi Melayu dan
masyarakat Melayu pada umumnya, yang telah sudi
memberikan dukungannya dalam konteks penelitian,
penulisan, dan pengeditan buku ini.
Terima kasih kepada segenap Pengurus Besar Majelis
Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) atas dukungan
motivasinya. Majelis ini mendukung para penulis Melayu
untuk meneliti dan menerbitkan buku-buku terutama yang
bertemakan adat dan kebudayaan Melayu.
Tidak ketinggalan pula diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pemangku adat, pemimpin
adat, budayawan, dan seniman di Sumatera Utara, serta
seluruh umat Melayu dan para insan yang perduli Melayu,
atas dukungan terhadap eksistensi peradaban kita yang
begitu eksotik ini, dan semoga Allah selalu bersama kita.
Seterusnya, terima kasih diucapkan kepada ayahanda
kami Tengku Nurdin, sebagai pinisepuh Melayu, yang telah
memberikan ucapannya dalam kerangka penulisan dan
penerbitan buku ini. Juga kepada keluarga besar Tengku
Nurdin, semoga terus melanjutkan cita-cita yang ayahanda
arahkan, terutama mengekalkan budaya Melayu dalam
semua konteks sosiobudayanya.
Terima kasih diucapkan kepada Allahyarham Ibrahim
Ahmad (Wak Im), atas peranannya semasa hidup
memberikan beberapa masukan terhadap materi pada
buku ini. Termasuk selalu mengingatkan sampai mana
tulisan yang sedang kami kerjakan. Semoga amal baik
Allahyarham diterima Allah, dan doa kami semoga Wak Im
ditempatkan Allah di sisi-Nya, diampunkan segala dosanya,
amin.
Demikian pula ucapan terima kasih kami tujukan
kepada pihak Universitas Sumatera Utara Press (USU
Press) yang telah sudi menerbitkan buku ini. Di antaranya
adalah ketua USU Press, staf saudari Friska, ahli layout
dan setting buku ini yaitu saudara Muchsin, Ikhsan, dan
lain-lainnya yang tidak disebutkan satu per satu.

xiii
Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada semua
penulis yang dikutip di dalam buku ini, atau yang menjadi
bahan bacaan, kami ucapan terima kasih atas ilmu yang
telah disumbangkan dalam konteks pengkajian,
pengembangan, dan enkulturasi budaya Melayu secara
umum.
Secara teknis, buku ini kami klasifikasikan ke dalam
sebelas bab, yang setiap babnya dipandang sebagai satu
kesatuan yang integral dari sisi subtemanya. Kemudian
kesemua bab ini membangun tema utama yakni deskripsi
mengenai adat perkawinan Melayu (khususnya Sumatera
Timur). Bahan awal yang ditulis O.K. Gusti merupakan
karya beliau dalam bentuk ketikan dengan mesin ketik
lama, dan diketik di atas lembaran-lembaran kertas ketik.
Naskah buku ini diketik dan diselesaikan beliau pada
tahun 1971, dan kemudian ada beberapa revisi pada tahun
1974. Buku draft awal ini kemudian diserahkan pihak
keluarga besar O.K. Gusti (Allahyarham), kepada kami
untuk disunting dan diterbitkan. Amanah tersebut kami
terima dan sanggupi, semoga amal jariah mengalir kepada
kami semua, terutama Almarhum O.K. Gusti.
Selanjutnya, draft buku tersebut kami mintakan tolong
diketik ke dalam format microsoft word oleh salah seorang
pegawai pada Program Studi Magister Penciptaan dan
Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara, Drs. Ponisan. Hasil ketikan ini kemudian
kami edit, dengan cara melakukan tokok dan tambah di
sana-sini sesuai dengan perkembangan peradaban zaman.
Dalam hal ini kami mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada Mas Ponisan atas hasil ketikan
beliau.
Foto-foto yang dimasukkan ke dalam buku ini,
sebahagian besar adalah foto koleksi Keluarga Besar O.K.
Gusti bin O.K. Zakaria, yang sangat memberikan inspirasi
kepada semua pembaca buku ini. Foto-foto tersebut adalah
hasil produksi teknologi foto pada dasawarsa 1960 sampai
1980-an. Foto-foto lainnya kami unduh dari google.com dan
disertai sumber laman webnya. Terima kasih kepada
penyumbang foto melalui web ini.

xiv
Buku ini diketik dengan menggunakan font jenis
bookman old style, dengan ukuran secara umum 11, dalam
spasi 1,2 dan ukuran halaman tulisan 16 kali 24 cm.
Tujuannya adalah supaya pembaca selesa dalam
menikmati karya tentang budaya Melayu ini, dan tak lupa
dengan perkembangan teknologi terkini. Selain huruf Latin,
dalam buku ini rujukan-rujukan dari Al-Qur’an digunakan
juga huruf Arab, dengan menggunakan aplikasi add-ins Al-
Qur’an microsoft word office 2007, dengan tujuan agar
tidak terjadi distorsi makna, ketika kemudian dikaji melalui
bahasa Indonesia. Puji syukur ke hadirat Allah atas
kemajuan teknologi yang dikehendaki-Nya, sehingga
memudahkan kami dalam menyebarkan ajaran-ajaran
Allah melalui buku ini. Akhir kalimah, kami lantunkan
bait-bait pantun berikut ini.

Anak nelayan ke pancang jermal,


Membawa air pelepas dahaga,
Ilmu kami hanya sejengkal,
Dalamnya laut tak kan terduga.

Bertiup segar alunan bayu,


Menuju arah sebelah utara,
Adat dan nikah kawin Melayu,
Menjadi asas berumah tangga.

Petik-petik buah kuini,


Lalu diperam di dalam peti,
Setelah masak makan di taman,
Kitab nikah dan kawin ini,
Karya tulisan Tuan O.K. Gusti,
Moga bermanfaat zaman berzaman.

Medan, 28 Oktober 2018


wasalam kami editor,

Takari dan Fadlin

xv
Daftar Isi

Pembuka Kata dari Penulis .................................................................... v


Sekapur Sirih dari Pinisepuh Melayu .....................................................x
Dari Editor ........................................................................................... xii
Daftar Isi ............................................................................................ xvi
Daftar Gambar ................................................................................. xviii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Pengantar ...................................................................................... 1
1.2 Dalam Kebudayaan Melayu Sumatera Timur ................................. 2
1.3 Pentingnya Penulisan Terhadap Adat Perkawinan Melayu .............. 3

BAB II. PERKAWINAN DALAM AJARAN ISLAM DAN ADAT MELAYU .. 7


2.1 Ajaran Islam Mengenai Perkawinan ............................................... 7
2.2 Perkawinan dalam Pandangan Adat Melayu ................................. 14
2.3 Tentang Pemilihan Jodoh.............................................................. 19
2.4 Beberapa Kegiatan Sosial sebagai Sarana Pemilihan Jodoh........... 20
2.5 Perubahan-perubahan yang Terjadi ............................................. 24

BAB III. JATIDIRI DAN SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT


MELAYU .............................................................................. 28
3.1 Pengenalan .................................................................................. 28
3.2 Dunia Melayu atau Alam Melayu ................................................. 29
3.3 Konsep tentang Melayu ................................................................ 34
3.3.1 Melayu Terbentuk dari Proses Campuran dalam Satu
Integrasi Kebudayaan ......................................................... 41
3.3.2 Sifat-sifat ........................................................................... 42
3.4 Berbagai Peringkat Kebangsawanan Melayu Sumatera Timur ...... 44
3.5 Sistem Kekerabatan ..................................................................... 47

BAB IV. TAHAPAN-TAHAPAN UPACARA ADAT PERKAWINAN .......... 52


4.1 Pengantar .................................................................................... 52
4.2 Tahapan-tahapan Istiadat Perkawinan ......................................... 53
4.3 Penjelasan Setiap Tahap ............................................................... 54

BAB V. UPACARA MERISIK DAN MEMINANG ................................. 60


5.1 Merintis ....................................................................................... 60
5.2 Jamu Sukut ................................................................................ 61
5.3 Risik Kecil ................................................................................... 61
5.4 Risik Besar .................................................................................. 64
5.5 Meminang .................................................................................... 67
5.6 Naik Emas ................................................................................... 69

BAB VI. RANGKAIAN UPACARA NIKAH KAWIN ............................... 79


6.1 Akad Nikah .................................................................................. 79
6.2 Ikat Janji ..................................................................................... 82
6.3 Malam Berhinai Curi ................................................................... 83

xvi
6.4 Malam Berhinai Kecil ................................................................... 84
6.5 Malam Berhinai Besar ................................................................. 84
6.6 Mengantar Pengantin ................................................................... 87
6.7 Hempang Pintu ............................................................................ 91
6.8 Buka Kipas .................................................................................. 92
6.9 Bersanding .................................................................................. 93
6.10 Tepung Tawar ........................................................................... 94
6.11 Cemetuk .................................................................................. 95
6.12 Makan Nasi Ulam ....................................................................... 96
6.13 Serah Terima Pengantin Laki-laki ............................................... 97
6.14 Mandi Berdimbar ....................................................................... 98
6.15 Naik Sembahan ........................................................................102
6.16 Malam Bersatu .........................................................................102
6.17 Naik Halangan .........................................................................103
6.18 Meminjamkan Pengantin ..........................................................103

BAB VII. UPACARA SELEPAS NIKAH KAWIN .................................. 129


7.1 Memulangkan Pengantin ............................................................129
7.2 Mebat .........................................................................................129
7.3 Membawa Pindah Pengantin Perempuan .....................................129

BAB VIII. CARA MEMINANG DAN MENERIMA PINANGAN ............... 131


8.1 Pengantar ...................................................................................131
8.2 Substansi Acara Meminang ........................................................131
8.3 Contoh Proses Acara Meminang ..................................................133

BAB IX. CONTOH ACARA MENYERAHKAN PENGANTIN


LAKI-LAKI KEPADA ORANG TUA PENGANTIN
PEREMPUAN ..................................................................... 144
9.1 Pengantar ...................................................................................144
9.2 Contoh Kata Penyerahan dari Pihak Pengantin Laki-laki ..............144
9.3 Contoh Menerima Penyerahan Pengantin Laki-laki .....................153
9.4 Contoh Menerima Penyerahan Pengantin Lelaki oleh
Pihak Pengantin Perempuan dalam Langgam Melayu Baru .........156

BAB X. TEPUNG TAWAR .................................................................. 161


10.1 Makna, Maksud, dan Tujuan ....................................................161
10.2 Arti Ramuan Rinjisan ...............................................................163
10.3 Arti Pulut Balai ........................................................................165

BAB XI. PENUTUP ............................................................................. 168


11.1 Kesimpulan ..............................................................................168
11.2 Saran .......................................................................................169

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 172


Seputar Penulis ............................................................................... 175
Dua Editor ....................................................................................... 177
Glosari ............................................................................................. 179
Indeks ................................................................................................186

xvii
Daftar Gambar

Gambar 1.1 O.K. Gusti dan Istri Tercinta Hj. Rohani binti
O.K. Maksum ................................................................... 6
Gambar 5.1 Alat-alat Pinang-Meminang (Tepak dan Tepung
Tawar) ......................................................................... 70
Gambar 5.2 Bunga Sirih .................................................................. 70
Gambar 5.3 Tepak Beserta Bunga Sirih ............................................ 71
Gambar 5.4 Tepak ............................................................................ 71
Gambar 5.5 Uang Dirangkai Berbentuk Bunga ................................. 72
Gambar 5.6 Kerabat Lelaki Menepungtawari Tepak .......................... 73
Gambar 5.7 Kerabat Perempuan Menepungtawari Tepak .................. 73
Gambar 5.8 Menepungtawari Tepak ................................................. 74
Gambar 5.9 Suasana Komunikasi Verbal Saat Merisik dan
Meminang yang Diwakili Telangkai Pihak Calon
Mempelai Perempuan dan Lelaki ................................... 74
Gambar 5.10 Salah Satu Antaran ...................................................... 75
Gambar 5.11 Telangkai Memeriksa Isi Salah Satu Antaran ................ 75
Gambar 5.12 Satu Per Satu Antaran Diperiksa .................................. 76
Gambar 5.13 Keseluruhan Antaran yang Telah Diperiksa .................. 76
Gambar 5.14 Jabat Tangan antara Dua Telangkai sebagai Indeks
dari Selesainya Acara Peminangan dan Serah
Terima Antaran ............................................................. 77
Gambar 5.15 Memasang Cincin ......................................................... 77
Gambar 5.16 Aneka Antaran .............................................................. 78
Gambar 6.1 Ucapan Penyerahan Anandanya dalam Akad Nikah
oleh Ayah Calon Mempelai Wanita ...............................104
Gambar 6.2 Sambutan Akad Nikah oleh Mempelai Lelaki ................105
Gambar 6.3 Mempelai Lelaki Mencicipi Berbagai Rasa Makanan
yang Dihidangkan ........................................................105
Gambar 6.4 Ucapan Sighat Taklik oleh Mempelai Pria .....................106
Gambar 6.5 Suasana Pembacaan Sighat Taklik ...............................106
Gambar 6.6 Penandatanganan Pernyataan untuk Surat Nikah
oleh Mempelai Laki-laki ...............................................107
Gambar 6.7 Mempelai Lelaki Menyalami Ibu Mintua .......................107
Gambar 6.8 Mempelai Lelaki Sembah Salam Mintua Lelaki .............108
Gambar 6.9 Suasana Selepas Ijab Kabul .........................................108
Gambar 6.10 Mempelai Wanita Menandatangani Pernyataan
untuk Surat Nikah .......................................................109
Gambar 6.11 Sembah Hormat Mempelai Lelaki .................................109
Gambar 6.12 Prosesi Mengantar Pengantin Lelaki Bersanding ..........110
Gambar 6.13 Pengantin Lelaki Dijulang ............................................110
Gambar 6.14 Hempang Pintu ............................................................111
Gambar 6.15 Tepak ...........................................................................111
Gambar 6.16 Persiapan Acara Pernikahan di Rumah Mempelai
Wanita ........................................................................112
Gambar 6.17 Kedatangan Keluarga Mempelai Lelaki ........................112

xviii
Gambar 6.18 Prosesi Keluarga Mempelai Lelaki Menjelang Masuk
ke Kediaman Mempelai Wanita ....................................113
Gambar 6.19 Silat oleh Dua Pendekar ...............................................113
Gambar 6.20 Silat oleh Empat Pendekar ...........................................114
Gambar 6.21 Tukar Tepak Tengah Laman .........................................114
Gambar 6.22 Tabur Bertih ................................................................115
Gambar 6.23 Pelaminan Gaya Lama .................................................115
Gambar 6.24 Pelaminan Gaya Baru ..................................................116
Gambar 6.25 Hempang Kipas ............................................................116
Gambar 6.26 Kepala Pengantin Lelaki Memakai Detar Khas
Sumatera Timur ...........................................................117
Gambar 6.27 Pengantin Lelaki Memegang Sirih Genggam .................118
Gambar 6.28 Pengantin Wanita dengan Gaya Busananya dan
Sanggul Tegang ............................................................119
Gambar 6.29 Kedua Pengantin Diapit oleh Kerabat Dekat .................120
Gambar 6.30 Kedua Pengantin Duduk di Pelaminan ..........................121
Gambar 6.31 Kedua Pengantin Diapit Kedua Orang Tua Mempelai
Wanita .........................................................................122
Gambar 6.32 Kedua Pengantin Diapit oleh Para Lelaki Berbusana
Adat Jawa sebagai Cerminan Akulturasi Budaya .........122
Gambar 6.33 Foto Pengantin yang Direka di Studio ..........................123
Gambar 6.34 Pengantin Diapit oleh Kerabat dalam Tiga Generasi .....123
Gambar 6.35 Kedua Pengantin Diberi Dua Sirih Genggam .................124
Gambar 6.36 Pulut Balai ...................................................................124
Gambar 6.37 Perlengkapan Mandi Bedimbar dan Doa
Keselamatan ................................................................125
Gambar 6.38 Tepung Tawar Perlengkapan Mandi Bedimbar ..............125
Gambar 6.39 Peralatan Mandi Bedimbar ...........................................126
Gambar 6.40 Mak Andam Memandikan Kedua Mempelai ..................126
Gambar 6.41 Benang dalam Acara Mandi Bedimbar ..........................127
Gambar 6.42 Dua Buah Kelambir dalam Acara Mandi Bedimbar .......127
Gambar 6.43 Kedua Pengantin Saling Menyemburkan Air
Mengenai Pasangannya ................................................128
Gambar 10.1 Tepung Tawar ..............................................................162
Gambar 10.2 Daun Sedingin .............................................................164
Gambar 10.3 Daun Gandarusa .........................................................165
Gambar 10.4 Pulut Balai ...................................................................166

xix
Bab I: Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Lembaga perkawinan terdapat dalam semua kebudayaan


manusia di seluruh dunia. Perkawinan merupakan fitrah
dasar manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, jin, dan
berbagai makhluk Allah lainnya. Perkawinan dalam
kebudayaan manusia ini adalah kehendak Allah, yang
gunanya adalah untuk meneruskan keturunannya, dan
diikuti dengan berbagai fungsi sosial budaya lainnya. Oleh
karena itu, tentu saja perkawinan dilakukan menurut
hukum alam yang telah digariskan oleh Tuhan.
Dalam kerangka ini, perkawinan yang benar adalah
yang berdasarkan kepada perkawinan antara laki-laki dan
perempuan (heteroseksual), bukan sejenis. Dalam hal ini,
dalam ajaran Islam, tidak diperbolehkan perkawinan antara
sesama jenis. Perkawinan seperti itu, merupakan
penyimpangan dalam konteks ajaran Ilahi.
Perkawinan memiliki berbagai tujuan dan fungsi, baik
dilihat secara sosial, budaya, maupun agama. Tujuan
perkawinan adalah menjaga struktur sosial, terutama
kekerabatan dalam kelompok etnik (suku) atau yang lebih
besar adalah seluruh kelompok manusia di dunia. Dengan
dilangsungkannya perkawinan, maka akan terjaga
hubungan kekerabatan yang berakar dari hubungan
kekerabatan yang berakar dari hubungan darah (melalui
perkawinan) ini. Lembaga perkawinan akan menjaga
keberadaan dan istilah kekerabatan seperti ayah, ibu, nini,
moyang, anak, cucu, cicit, piut, dan seterusnya. Begitu juga
dengan hubungan kekerabatan seperti: mak cik, pak cik,
uak, biras, bisan, dan seterusnya.

1
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

1.2 Dalam Kebudayaan Melayu Sumatera Timur

Dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Timur, sebagai


contoh, hubungan kekerabatan karena faktor perkawinan
ini menjadi dirinya menjadi Melayu. Contohnya ia seorang
laki-laki dari suku Simalungun, karena ia kawin dengan
seorang perempuan Melayu, maka ia dapat dikatakan
masuk menjadi Melayu semenda, yaitu masuk orang
Melayu karena faktor perkawinan. Demikian pentingnya
lembaga perkawinan ini dalam kebudayaan Melayu,
sehingga ia diatur oleh adat Melayu, secara terperinci,
berlapis-lapis, namun menjadi jatidiri yang khusus.
Walau demikian, sesuai dengan konsep adat yang
dipakai dalam kebudayaan Melayu yaitu adat bersendikan
syarak, syarak bersendikan kitabullah, maka adat
perkawinan Melayu juga mengacu kepada ajaran Islam
mengenai perkawinan. Penerapannya dalam kebudayaan
Melayu, selain menggunakan konsep perkawinan dalam
Islam, juga diselaraskan dengan budaya Melayu, yang
membedakan upacara perkawinan ini dengan negeri-negeri
Islam di seluruh dunia. Upacara perkawinan adat Melayu
tentu saja berbeda dengan upacara perkawinan masyarakat
Islam di Asia Selatan, Timur Tengah, China, Afrika, Eropa,
Amerika, Australia, dan lain-lainnya. Inilah yang menjadi
daya tarik tersendiri lembaga perkawinan dalam Dunia
Islam. Oleh sebab itu, mari kita pahami terlebih dahulu
ajaran Islam mengenai perkawinan.
Sumber agama Islam dan adat dalam hal perkawinan
ini digunakan secara bersama dalam hal perkawinan ini
digunakan secara bersama dalam kebudayaan Melayu.
Rujukan perkawinan Melayu menurut agama Islam adalah
Al-Qur’an dan Hadits. Di sisi lain adat Melayu mengacu
kepada kebudayaan masyarakatnya yang diwarisi dari era-
era sebelumnya, kemudian diselaraskan dengan ajaran
Islam.

2
Bab I: Pendahuluan

Menurut penelitian penulis ada empat kategori adat


Melayu, yang dijadikan dasar dalam perkawinan adat
Melayu. Yang pertama adalah adat yang sebenar adat,
yakni hukum alam yang telah ditetapkan oleh Allah. Yang
kedua adalah adat yang diadatkan, merupakan sistem
kepemimpinan atau penataan struktur sosial, baik dari
tingkat memimpin diri sendiri, keluarga inti, keluarga luas,
etnik (suku), bangsa, dan dunia. Yang ketiga adalah adat
yang teradat, merupakan kebiasaan-kebiasaan yang seiring
dengan berjalannya waktu menjadi adat. Contohnya peci
yang tadinya berupa kebiasaan kini telah menjadi bahagian
dari pakaian adat Melayu. Yang keempat adalah adat
istiadat, yang dimaknakan sebagai upacara-upacara dan
acara dalam kebudayaan Melayu sebagai penerapan dari
kebudayaan Melayu.
Kedua sumber tersebut menjadi dasaran dalam adat
perkawinan suku Melayu di Sumatera Timur ini. Dengan
demikian, maka perkawinan adat Melayu memberikan
sumbangan terhadap kekayaan peradaban Dunia Islam. Di
dalam perkawinan ini terkandung struktur, fungsi, dan
kearifan-kearifannya tersendiri.

1.3 Pentingnya Penulisan terhadap Adat Perkawinan


Melayu

Adat perkawinan Melayu adalah sebuah lembaga


tradisi yang tidak lapuk di hujan dan lekang di panas. Adat
ini mengandung berbagai sistem nilai yang diwariskan dari
zaman ke zaman dan dari generasi ke generasi. Adat ini
kekal dan berterusan dalam budaya Melayu karena ia
fungsional. Artinya selagi masih dijumpai institusi
perkawinan dalam konteks budaya Melayu. Pastilah adat
Melayu ini digunakan oleh orang-orang Melayu. Adat ini
juga pasti mengalami perubahan di sana-sini. Oleh karena
itu, dalam rangka melestarikan keberadannya disadari

3
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

perlunya dokumentasi baik secara gambar, rekaman


komunikasi telangkai, dan juga adalah dokumen tertulis,
terutama dalam bentuk seperti buku ini, dan buku-buku
mengenai perkawinan Melayu lainnya.
Adat perkawinan Melayu mengandung proses kreatif,
baik yang datangnya dari dalam kebudayaan Melayu
sendiri, yakni proses inovasi, maupun pengelolaan
peradaban dari luar kebudayaan Melayu yang kita sebut
dengan akulturasi. Proses kreativitas ini menjadi sebuah
jatidir tersendiri dalam kebudayaan Melayu. Kreativitas
budaya dalam adat perkawinan Melayu ini menjadi suatu
bidang telaah yang menarik dalam kerangka budaya
Melayu sebagai salah satu kebudayaan dunia, yang
mengandung unsur peradaban dunia, tidak tersekat secara
sempit dan kedaerahan saja, tetapi telah memperhitungkan
keberadaan budaya dunia.
Oleh karena adat perkawinan Melayu ini sangat luas
cakupannya, yaitu terdapat dalam semua kebudayaan
Melayu, baik di Asia Tenggara sebagai pusat peradabannya,
maupun juga diaspora Melayu, atau keserumpunan Melayu
Austronesia (Melayu-Polinesia), maka perlu dilakukan
kajian mengenai apa-apa saja persamaan gagasan,
aktivitas, dan artefak dalam upacara ini di seluruh
kawasan budaya Melayu, ini penting untuk mendapatkan
norma-norma adat yang menjadi landasan dari upacara
perkawinan Melayu tersebut.
Kemudian pentingnya kajian ini adalah untuk
melengkapi tulisan-tulisan terdahulu, dalam hal ini ilmu
yang penulis peroleh dari penelitian secara otodidak selama
ini, yakni perkawinan adat Melayu Sumatera Timur
umumnya, dan Serdang secara khusus.
Hal-hal ini, jika dituliskan dan dipublikasikan, tentu
saja akan menambah wawasan kepada semua orang yang
membacanya, terutama pelaku dan pendukung budaya
Melayu. Khususnya bagi pribadi-pribadi yang selalu

4
Bab I: Pendahuluan

bertungkus-lumus dalam adat Melayu dan adat perkawinan


Melayu, seperti telangkai, mak andam, peniaga catering,
ahli shooting video, ahli pembuat pelaminan, percetakan
undangan perkawinan, tokoh-tokoh adat, keluarga-
keluarga yang berkait dengan upacara adat perkawinan,
ilmuwan, peneliti, seniman musik, seniman sastrta, tokoh-
tokoh agama (tuan kadi, petugas P3NTR, ulama), dan
lainnya.
Selain itu, kajian ini dilakukan dalam rangka
menggalakkan setiap orang Melayu atau mereka yang
perduli kepada budaya Melayu, untuk dapat mendalami
tentang adat perkawinan Melayu, yang menjadi jatidirinya
dan sekaligus menyumbang kepada kebudayaan rumpun
Melayu yang lebih luas. Di dalamnya terkandung nilai-nilai
integrasi budaya, yang memang amat diperlukan bukan
saja masa kini tetapi ke masa depan, dan diwariskan
kepada segenap umat Melayu.
Seterusnya, kajian ini dilakukan dalam rangka
menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam adat
perkawinan Melayu. Dengan demikian kajian ini akan
memperlihatkan arah istiadat perkawinan Melayu dari
masa ke masa dan ruang yang dilaluinya.

5
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 1.1:
O.K Gusti dan Istri Tercinta
Hj. Rohani binti O.K. Maksum

6
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

BAB II
PERKAWINAN DALAM AJARAN ISLAM
DAN ADAT MELAYU

2.1 Ajaran Islam Mengenai Perkawinan

Islam bagi pengikutnya dipandang agama yang


sempurna dan paripurna. Islam mengajarkan semua hal,
termasuk perkawinan. Dalam Al-Qur’an, salah satu surat
yang banyak mendedahkan tentang perkawinan adalah
surat An-Nisaa’, yang terdiri dari 176 ayat, adalah surat
Madaniyyah yang terpanjang selepas surat Al-Baqarah.
Dinamakan An-Nisaa’ karena dalam surat ini banyak
dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta
merupakan surat yang paling luas membicarakan
perempuan, dibanding dengan surat-surat yang lain. Surat
yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal
wanita ialah surat Ath-Thalaq. Dalam hubungan ini biasa
disebut surat An-Nisaa’ dengan sebutan Surat An-Nisaa’ Al
Kubraa (surat An-Nisaa’ yang besar), sedang surat Ath-
Thalaq disebut dengan sebutan Surat An Nisaa Ash-
Shughraa (surat An-Nisaa yang kecil).
Pokok-pokok kandungan Surat An-Nisaa’ ialah: (1)
Keimanan: syirik (dosa yang paling besar) dan akibat
kekafiran di hari kemudian. (2) Hukum-hukum, kewajiban
para washi dan para wali; hukum poligami; mas kawin;
memakan harta anak yatim dan orang-orang yang tak
dapat mengurus hartanya; pokok-pokok hukum warisan;
perbuatan-perbuatan keji dan hukumannya, wanita-wanita
yang haram dikawini; hukum-hukum mengawini budak
wanita; larangan memakan harta secara bathil; hukum
syiqaq dan nusyuq; kesucian lahir dan batin dalam shalat;
hukum suaka; hukum membunuh seorang Islam; shalat
khauf; larangan melontarkan ucapan-ucapan buruk; dan

7
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

masalah pusaka kalalah. (3) Kisah-kisah tentang Nabi Musa


a.s. dan pengikut-pengikutnya. (4) Hal ihwal lain; asal
muasal manusia adalah satu; keharusan menjauhi adat-
adat zaman jahiliyah dalam perlakuan terhadap
perempuan; norma-norma bergaul dengan istri; hak
seseorang sesuai dengan kewajibannya; perlakuan ahli
kitab terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepadanya;
dasar-dasar pemerintahan; cara mengadili perkara;
keharusan siap siaga terhadap musuh; sikap-sikap orang
munafik dalam menghadapi peperangan; berperang di jalan
Allah adalah kewajiban tiap-tiap mukallaf, norma dan adab
dalam peperangan; cara menghadapi orang-orang munafik;
dan derajat orang-orang yang berjihad.
Di antara ajaran-ajaran perkawinan menurut Islam
adalah tercermin dalam ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini:

(a) Ar-Ruum 21

          

          

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-


Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir.

8
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

(b) Annisa 4

           

   

Artinya: Berikanlah emas kawin (mahar) kepada


wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh keralaan.1 Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebahagian dari
emas kawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

(c) Annur 32

        

          

Artinya: Dan kawinkanlah orang orang yang


sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan

1
Pemberian itu ialah emas kawin yang besar kecilnya
ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak, karena
pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas. Dalam konteks
sosial dan budaya, pemberian emas kawin ini adalah sebagai
simbol awal tanggung jawab seorang calon suami nantinya, akan
memberikan apapun untuk sang istri tercinta dan anak-anak
keturunan mereka. Bagaimanapun seorang istri adalah manejer
dalaman, yaitu pemimpin dan mengelola di dalam keluarga.

9
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha


Mengetahui.

(d) Al- Baqarah 221

          

          

           

         

 

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-


wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguh-
nya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-
Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.

10
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

(e) Annisa’ 23

     

      

     

        

        

       

          

Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini)


ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;2
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istri-
mu (mertua) anak-anak istrimu yang dalam

2
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke
atas. Seterusnya yang dimaksud dengan anak perempuan ialah
anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah,
demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan
anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut
jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam
pemeliharaannya.

11
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu


campuri, tetapi kalau kamu belum campur
dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(f) Annisa 24

          

           

         

            

  

Artinya: Dan (diharamkan juga kamu mengawini)


wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan
hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri
yang telah kamu nikmatinya maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu

12
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

yang kamu telah saling merelakannya, sesudah


menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dari firman-firman Allah seperti yang dikutip di atas,


maka dapat kita ambil beberapa pembelajaran dalam hal
perkawinan menurut perspektif agama Islam. Di antaranya
adalah sebagai berikut.

1. Bahwa Allah menciptakan setiap manusia


berpasang-pasang yaitu suami dan istri, yang
berasal jenisnya sendiri, agar tenteram, dan itu
adalah salah satu tanda kebesaran Allah sebagai
Sang Khalik.
2. Berilah emas kawin (mahar) kepada wanita yang
dinikahi.
3. Di depan Allah, secara hakiki bagi setiap manusia
dianjurkan untuk kawin, dan rezeki dalam rumah
tangga itu Allah yang mengaturnya.
4. Jangan menikahi wanita musyrik sebelum mereka
beriman, dan jangan menikahkan lelaki musyrik
kepada wanita muslim sebelum mereka beriman,
sebab kaum musyrik ini akan mengajak umat Islam
ke neraka.
5. Adanya larangan Allah untuk mengawini ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perem-
puan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-
ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak

13
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang


telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan isrtrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau, mengawini wanita yang
sudah bersuami. Allah memiliki tujuan atas
pelarangan ini, baik dari sudut keturunan, morali-
tas, menjaga struktur sosial manusia, dan hal-hal
lainnya.

Kesemua firman Allah tersebut mengarahkan


bagaimana seharusnya setiap individu Islam (termasuk
orang Melayu). Melakukan institusi yang disebut
perkawinan ini. Dalam ajaran agama Islam ini, perkawinan
mengandung nilai nilai luhur dalam konteks kontinuitas
generasi manusia dan sekaligus juga menjaga struktur
sosial yang telah wujud sejak adanya manusia.

2.2 Perkawinan dalam Pandangan Adat Melayu

Dikaji dari aspek bahasa, kawin (nikah) artinya adalah


berkumpul atau berhimpun. Selajutnya lebih mendalam
lagi jika dimaknai dari sudut istilahnya, maka kawin adalah
bermaksud menemukan dan menyatukan pasangan suami
dan istri berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Allah
SWT. Melalui upacara perkawinan atau nikah kawin, maka
sahihlah persatuan hidup antara sepasang suami dan istri
ini, dalam naungan akidah, syariah, dan akhlak seperti
yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits (Husin
Embi et.al, 2006:86).
Pengertian kawin dalam konteks budaya Melayu juga
memenuhi maksud ungkapan nikah gantung yang

14
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

digunakan oleh masyarakat Melayu. Ungkapan ini memiliki


makna bahwa terjadi perkawinan yang sah, tetapi belum
diresmikan dengan perayaan atau pesta adanya, suami dan
istrinya belum tinggal satu rumah. Nikah Gantung diterima
sebagai adat dengan tujuan untuk memenuhi kehendak
masyarakat. Misalnya adalah pihak lelaki atau perempuan
masih belum cukup dana untuk menyelenggarakan
upacara perkawinan (walimatul ursy dan lainnya). Boleh
juga dengan alasan karena suaminya masih bertugas di
tempat yang jauh, dan belum dapat meninggalkannya
untuk cuti.
Selain konsep yang seperti itu, perkawinan dalam
kebudayaan Melayu juga biasanya dipandang memiliki
berbagai hikmah tersendiri. Perkawinan merupakan sebuah
ibadah yang diridhai oleh Allah, yaitu menghalalkan
hubungan dalam konteks berumah tangga antara lelaki
dan perempuan. Hasil dari hubungan manusiawi ini akan
melahirkan generasi keturunan (zuriat). Anak-anak yang
mereka lahirkan akan mewarisi tugas untuk membangun
dan memajukan kehidupan manusia baik di dunia dan juga
akhirat. Melalui perkawinan maka akan tepelihara turai
atau sistem kekerabatan. Jika tidak maka akan kacaulah
struktur kekerabatan dan hubungan darah yang dibangun
oleh nenek moyang manusia ini.
Institusi perkawinan ini dapat membentuk sifat kasih,
sayang, dan tanggung jawab. Selain untuk memenuhi libido
seksualnya yang diabsahkan secara religi dan budaya,
maka melalui perkawinan ini juga terjalin kasih sayang
yang sifatnya universal, mendalam, dan memang
memenuhi sunatullah. Selanjutnya pasangan suami dan
istri tersebut akan bertanggung jawab dan berjuang untuk
kepentingan keluarga inti dan lebih jauh lagi keluarga
batihnya. Sifat-sifat ini kemudian akan diteruskan dan
dipupuk kepada anak-anak mereka. Dengan demikian,

15
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

maka akan tumbuh dan berkembanglah masyarakat yang


maju, harmonis, dan beretika (Husin Embi et al. 2004: 87).
Dalam perspektif adat Melayu, perkawinan merupakan
salah satu masa dalam siklus kehidupan setiap manusia
yang bernilai religius dan budaya. Apabila dibandingkan
dengan fase kehidupan yang lainnya, maka perkawinan
dapat dikatakan sangat khas dan dipandang sebagai
peristiwa yang sangat khusus. Perhatian kultural berbagai
pihak yang berkepentingan dengan acara (istiadat)
perkawinan ini, akan banyak tertumpu kepadanya. Di
antaranya adalah mulai dari memikirkan proses akan
menikah, persiapannya, upacara pada hari perkawinan,
hingga setelah upacara pada hari perkawinan.
Dalam konteks kekerabatan dan kepanitiaan, secara
sosial, yang ikut memikirkan dan mengerjakan, bukan saja
kedua calon pengantin, baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi juga melibatkan skala kuantitatif pelaku yang relatif
masif, termasuk orang tua (mempelai lelaki dan
perempuan), keluarganya, juga para panitia dan pelaku-
pelaku sosial yang lazim berurusan dengan perkawinan
seperti mak andam, telangkai, tuan kadi, penghulu,
penyedia jasa catering (makanan), penyewa pelaminan,
pencetak kartu undangan, ahli shooting video perkawinan,
penyedia gedung untuk upacara perkawinan, dan
seterusnya. Semua ini dilakukan dan diselenggarakan agar
upacara perkawinan memberikan kesan dan dampak
religius, kultural, dan sosial, baik kepada kedua pengantin,
kedua kerabat yang telah menjadi keluarga besar yang
baru, serta kenangan sepanjang hidup mereka yang terlibat
di dalamnya. Dengan demikian perkawinan adalah sebuah
lembaga yang sangat diagungkan di dalam kebudayaan
masyarakat Melayu di mana pun mereka berada.
Bagi orang awam, adat perkawinan dalam budaya
Melayu terkesan rumit, bertele-tele, memakan waktu yang
panjang,. Membutuhkan dana yang tidak sedikit, serta

16
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

banyak tahapan yang harus dilalui. Semua ini muncul


karena perkawinan dalam pandangan orang Melayu harus
mendapat restu dari kedua orang tua, dan keluarga
besarnya, serta harus mendapat pengabsahan yang resmi
dari tetangga dan masyarakat secara umum.
Secara mendasar, agama Islam juga mempolarisasikan
hal yang sama. Walaupun tidak masuk dalam rukun
perkawinan Islam, upacara-upacara (istiadat) yang
berkaitan dengan aspek sosial menjadi penting karena di
dalamnya juga terkandung makna-makna bagaimana
mengkomunikasikan berita perkawinan tersebut kepada
masyarakat secara umum, serta berbagai fungsi sosial dan
religius, serta kandungan nilai-nilai dan kearifan lokalnya
yang begitu dalam bagi masyarakat Melayu. Dalam adat
perkawinan Melayu, rangkaian upacara perkawinan,
umumnya dilakukan secara rinci dan tersusun rapi, yang
keselurhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan calon
mempelai beserta keluarganya. Secara umum, adat istiadat
perkawinan Melayu di manapn adalah sama, namun,
memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang
dipraktikkan secara berbeda-beda di sejumlah daerah
dalam wilayah geobudaya Melayu. Inilah yang berupa
varian dalam upacara, dan sekaligus memperkaya budaya
Melayu pada umumnya.
Jika merujuk kepada ajaran Islam yang syumul
(universal), tahapan upacara perkawinan cukup dilakukan
secara sederhana, ringkas, dan mudah. Dalam ajaran
agama Islam, perkawinan itu sudah dapat dikatakan sah
apabila telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-
rukunnya. Namun demikian, agama Islam juga sangat
adaptif, artinya selalu melibatkan jatidiri kebudayaan
setempat di mana Islam itu hidup dan berkembang. Selain
syarat dan rukun nikah dipenuhi, maka upacara-upacara
adat setempat yang telah diwarisi dari masa sebelum
datangnya Islam, tetap diperkenankan dan dipopulerkan

17
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

menurut ajaran Islam. Misalnya dalam kebudayaan Melayu


bisa saja menggunakan istiadat tepung tawar, nasi balai,
hempang pintu, hempang batang, hempang kipas, dan
seterusnya. Dalam adat Jawa, disertai dengan midodareni,
panggih pengantin, paesan, dan lain-lainnya. Dalam
kebudayaan Mandailing menyertakan gondang, tortor nauli
bulung, dan hal-hal sejenis.
Dalam perspektif adat Melayu secara umum, syariat
Islam ini perlu “dibumikan” dengan adat budaya
masyarakat setempat. Integrasi seperti ini kemudian
dikonsepkan dengan adat bersendi syarak, syarak bersendi
kitabullah, syarak mengata, adat memakai. Artinya apa
yang ditetapkan oleh syarak itulah yang harus digunakan
dalam adat.
Dalam perspektif peradaban Melayu, kehadiran
keluarga, saudara-mara, tetangga, dan masyarakat yang
diundang pada majelis (pesta) perkawinan tujuannya
adalah untuk mempererat hubungan sosial, sera
memberikan kesaksian dan doa restu atas perkawinan yang
dilangsungkan. Perkawinan yang dilakukan tidak
berdasarkan pada adat Melayu setempat akan menyebab-
kan masyarakat tidak merestuinya. Bahkan, perkawinan
yang dilakukan secara singkat akan menimbulkan desas-
desus tidak sedap di masyarakat, berupa dugaan-dugaan
sosial yang negatif.
Institusi perkawinan dalam pandangan orang Melayu
merupakan sejarah dalam kehidupan seseorang, Nilai-nilai,
kearifan, dan norma-norma dari kejujuran dan kasih
sayang yang teramat penting, yang terkandung dalam
istiadat perkawinan Melayu. Oleh karena itu, perkawinan
perlu dilakukan menurut adat yang berlaku dalam
masyarakat, agar perkawinan tersebut mendapat pengaku-
an dan restu dari seluruh pihak dan masyarakat. Jadi
dalam perkawinan ini terlibatlah dua individu yang
membentuk rumah tangga, kemudian meluas lagi

18
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

keterlibatan keluarga besar dari kedua mempelai, dan lebih


umum lagi adalah diketahuinya telah terjadi perkawinan
tersebut, secara sosial dan budaya oleh masyarakat luas,
dalam konteks tamadun Melayu.

2.3 Tentang Pemilihan Jodoh

Bagi orang Melayu, jodoh, rezeki (ekonomi), dan


kematian sepenuhnya adalah rahasia Ilahi. Ini adalah
bahagian dari rukun iman seorang muslim. Namun
demikian, sesuai dengan konsep dalam Islam, jodoh
mestilah dicari, tidak ditunggu, terutama yang aktif adalah
laki-laki. Pencarian jodoh ini adalah bahagian dari perintah
Allah. Karena jodoh merupakan qadha dan qadhar setiap
insan di dunia, dan itu rahasia Allah, maka manusia wajib
berikhtiar, tidak pasrah begitu saja.
Menurut Yuscan (2007:18) dalam budaya Melayu
zaman dahulu, anak dara tidak diperkenankan keluar
rumah, kecuali untuk bebearapa hal, seperti pergi mandi
dan mencuci pakaian, menghadiri undangan, mengaji di
mushala, ke sawah bekerja menanam, menuai, dan
mengemping. Walaupun begitu anak dara ini biasanya
didampingi oleh orang tua atau saudara-maranya.
Selanjutnya bagaimana anak dara ini mencari jodohnya ?
Pada masa lampau kegiatn sosial dan budaya tentang
perjodohan ini sebahagian besar ditentukan oleh kedua
orang tuanya, seperti yang terkandung dalam ungkapan
Melayu berikut ini (Yuscan, 2007).

Bukan kawin untuk mata,


Tetapi kawin untuk hati,
Walaupun rupa bulan purnama,
Menabur cinta ke mana-mana.

19
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Diletakkan bulan di tempat rendah,


Diperjualkan dengan harga yang murah,
Sukarlah orang dapat merasa,
Apakah bulan tergolong berbangsa.

Bagi para orang tua Melayu zaman dahulu ada


beberapa kriteria dalam menentukan jodoh bagi anak-
anaknya. Di antara kriteria itu adalah: agma, keturunan,
harta, dan rupa. Namun selaras dengan ajaran Islam, maka
kriteria yang pertamalah yang diutamakan dalam konteks
pemilihan jodoh ini, bukan kriteria-kriteria berikutnya.
Pada dasarnya adat dan budaya Melayu telah
mengajarkan kepada kita mengenai pembentukan generasi
yang unggul. Ungkapan Melayu mengatakan bahwa bibit
yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Adat dan
budaya Melayu telah memberikan tunjuk ajar berarti bagi
kita tentang bagaimana merencanakan dan membentuk
generasi Melayu ke depan.

2.4 Beberapa Kegiatan Sosial sebagai Sarana Pemilihan


Jodoh

Lebih jauh lagi menurut Yuscan (2007:19) meskipun


jodoh ditentukan kedua orang tua, tidaklah berarti
menghilangkan sepenuhnya hak anak dan jejaka Melayu
dalam mencari jodohnya masing-masing. Berbagai aktivitas
sosial seperti ketika keluar rumah mengaji, menanam,
mengetam, dan mengemping padi, anak bujang dan dara
Melayu mengambil kesempatan untuk saling berkenalan.
Cara perkenalannya adalah tidak sama dengan masa
sekarang ini. Umumnya komunikasi dilakukan dengan
menggunakan pantun-pantun dan sinandung yang berisi
kata sindiran dan pujian untuk menyatakan niat di
hatinya.

20
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

Berikut ini diuraikan tentang berbagai aktivitas sosial


sebagai sarana pemilihan jodoh para bujang dan dara
Melayu, terutama dalam kultur pertanian Melayu. Aktivitas
itu adalah: (a) acara turun ke sawah, (b) acara mengetam
padi, (c) malam mengemping, dan (d) menculuk.
Adat istiadat turun ke sawah selalunya dilakukan oleh
orang Melayu yang sumber utamanya adalah bercocok
tanam padi. Dalam istiadat ini pemilik tanah akan
memanggil seorang pawang untuk menentukan hari yang
baik untuk memulakan menanam padi di lahan tanah atau
sawahnya tersebut. Kemudian dilakukan upacara kenduri,
dengan cara mengundang dan memberikan makanan
kepada segenap masyarakat lingkungan di sekitarnya.
Seorang alim-ulama biasanya memimpin upacara
memulakan tanam padi ini, memohon kepada Allah agar
nantinya padi yang ditanam akan tumbuh subur dan
menghasilkan padi-padi yang baik, dan panen melimpah.
Selepas acara kenduri ini, maka acara selenjutnya
adalah penanaman benih padi. Sambil menunggu benih
padi siap untuk ditanam, maka para petani Melayu
menggarap lahan sawah atau tanah daratan, dengan cara
mencangkulnya.
Acara menanam padi baik di sawah atau di lahan darat
sangatlah ditunggu oleh para bujang dan dara Melayu.
Karena pada saat inilah mereka dapat saling berkenalan
dan sekaligus secara diam-diam memilih pujaan dan
tambatan hatinya.
Dalam siklus bertani padi tersebut, saat yang dinanti
berikutnya oleh para bujang dan dara Melayu adalah
upacara mengetam dan mengirik padi. Acara mengetam
padi adalah memotong tangkai-tangkai padi yang berisi
butir-butirnya dari pohon padi. Dahulu ketika padi masih
berusia enam bulan satu siklus panen, maka digunakan
pemotongan ani-ani. Kini seiring dengan perkembangan
zaman, padi langsung dipotong dengan batangnya, karena

21
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

bentuk padi yang pendek dan tidak mungkin diketam


seperti halnya padi zaman dahulu.
Pada saat mengetam padi ini pulalah dimeriahkan
dengan senda gurau dan canda tawa, serta saling
menyindir antara bujang dan dara Melayu. Aktivitas sosial
ini juga yang menjadi sarana pencarian jodoh dalam
kebudayaan Melayu yang agraris.
Setelah acara mengetam padi, maka acara berikutnya
dalam siklus menabur, menanam, memanen, dan mengolah
hasil panen padi, maka acara berikutnya adalah malam
mengemping atau berahoi. Malam mengemping ini adalah
acara mengirik padi, yaitu aktivitas melepaskan butir padi
dari tangkainya dengan cara dipijak-pijak. Biasanya acara
ini disertai dengan dendangan lagu Ahoi, yang berupa
pantun-pantun yang dinyanyikan secara responsorial, dan
kontekstual sifatnya.
Selain komunikasi verbal melalui pantun, dalam
konteks pemilihan jodoh ini sang teruna dan dara biasanya
juga menggunakan komunikasi nonverbal, seperti tatapan
mata, gerak tubuh, mimik muka, dan termasuk juga
menggunakan benda simbolis budaya yaitu sirih, yang
memiliki makna-makna semiosis yang begitu dalam pada
kebudayaan Melayu. Yang mengirim sirih awal adalah sang
jejaka kemudian diterima sang dara. Jika sirih tersebut
dibalas pula oleh kiriman sirih oleh sang dara, maka secara
simbolis cinta sang pemuda telah diterima gadis suntingan
hatinya. Artinya cinta telah terbalas dan cinta tidak
bertepuk sebelah tangan.
Selepas itu, maka acara informal berikutnya dalam
rangka pemilihan jodoh, untuk tujuan luhur membina
rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah,
diadakanlah acara menculuk.3 Acara menculuk atau

3
Di dalam kebudayaan etnik-etnik di Sumatera Timur
atau Sumatera Utara sekarang ini, tradisi komunikasi verbal
secara senyap-senyap seperti ini terdapat di dalam beberapa

22
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

menyuluk adalah kebiasaan kaum muda Melayu pada


zaman dahulu, untuk menemui tambatan hatinya dan
berkomunikasi mesra. Dalam acara ini pemuda dan pemudi
yang lagi kasmaran tersebut berbicara dengan cara
berbisik, yang dibatasi oleh lantai rumah (biasanya
panggung) dengan posisi si pemuda berada di luar rumah.
Zaman dahulu, “pacaran” langsung bertandang ke rumah
sang gadis dan bercengkrama langsung dengan si gadis
tidak diperkenankan. Namun demikian, jika pemuda
tersebut datang ke rumah sang pujaan hatinya, biasanya ia
akan diterima oleh kerabat si gadis. Demikian garisan adat
Melayu untuk masa itu.
Namun demikian, sesuai dengan lingkungan
masyarakat Melayu, ada pula mereka yang bermukim
dalam lingkungan pesisir pantai, yang biasanya
bermatapencaharian sebagai nelayan, atau lebih luas lagi
mereka ini berada dalam kebudayaan bahari (maritim),
maka mereka ini dalam konteks memilih jodohnya selalu
dilakukan pada berbagai aktivitas nelayan. Misalnya adalah
upacara jamu laut, panen hasil ikan dari laut yang
dilakukan di tangkahan, upacara-upacara siar mambang,
gubang, pertunjukan budaya sinandong, dan lain-lainnya.
Demikian pula dalam konteks masyarakat Melayu yang
berada di perkotaan, maka sarana dalam konteks
pemilihan jodoh ini, bisa saja di kampus, kantor, mall,
plaza, tempat-tempat hiburan, dan selanjutnya. Ini
merupakan konsekuensi dari perkembangan zaman.

kebudayaan etniknya. Di anrtaranya adalah pada etnik


Mandailing, yang disebut tradisi markusip. Dalam hail ini pemuda
mendatangi gadis pujannya, biasanya memainkan alat musik tiup
yang disebut tulila terbuat dari bambu. Kemudian mereka
berkomunikasi mesra dalam konteks “pacaran” secara berbisik-
bisik dengan dibatasi dinding rumah. Ini adalah salah satu
bentuk kearifan lokal berupa etika dalam pemilihan jodoh, yang
akan mendampingi dirinya seumur hidup.

23
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

2.5 Perubahan-perubahan yang Terjadi

Apa yang dideskripsikan di atas adalah fenomena adat


perkenalan dalam konteks memilih jodoh di masa lampau.
Artinya itu terjadi di masa-masa awal umat Melayu sampai
datangnya modernisasi di abad kedua puluh. Kemudian
terjadi modernisasi di sana sini di seluruh dunia. Kemudian
selepas itu muncul pula fenomena sosial dan budaya yang
disebut dengan globalisasi. Istilah globalisasi adalah
merepresentasikan proses penyatuan sosiobudaya di
seluruh dunia, karena faktor teknologi dan informasi.
Aertinya dunia ini dipandang sebagai satu kampung besar,
dan sangat cairlah bartas-batas kebudayaan, nasionalisme,
ekonomi, teknologi, dan lainnya. Setiap orang menjadi
warga di kampung global ini yang mendunia sifat dan
jangkauannya.
Globalisasi yang terjadi secara alamiah, masif, dan
sistemik tersebut memiliki berbagai dampak, baik yang
positif maupun negatif kepada setiap kebudayaan yang ada
di dunia ini. Misalnya, jika ada suatu bangsa yang
mengalami krisis ekonomi, maka dampaknya bangsa-
bangsa lain di seluruh dunia atau di beberapa negara
terkait dengannya akan mengalami krisis yang sama dan
selaras pula. Contohnya adalah krisis moneter tahun 1998
dan seterusnya.
Demikan pula berbagai nilaibudaya yang tidak sesuai
dengan kebudayaan etnik atau bangsa tertentu akan
membentur nilai-nilai budayanya. Misalnya ada sebuah
bangsa yang menyanjung tinggi nilai-nilai kegotongro-
yongan dan kebersamaan. Nilai ini akan berhadapan
dengan nilai budaya yang sangatmendukung hak-hak
individual dan kurang menempatkan hak-hak komunial.
Masih banyak fenomena sosiobudaya lain yang terjadi
dengan masih di seluruh dunia ini, tidak terkecuali bagi
masyarakat Melayu.

24
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

Selaras dengan perubahan zaman, maka nilai-nilai


perkawinan dan kebudayaan Melayu, dalam konteks adat
yang sebenar adat (hukum alam yang telah ditetapkan
Allah) tidaklah berubah. Misalnya tujuan perkawinan
untuk meneruskan generasi manusia, untuk menjalani
hidup sebagai manusia yang berpasang-pasang, untuk
ketentraman hati, dan seterusnya.
Namun demikian dalam konteks pemilihan jodoh,
upacara adatnya, konteks sosial dan budaya dalam
pemilihan jodoh, dan hal-hal sejenis adalah mengalami
perubahan. Di antara perubahan-perubahan tersebut
adalah seperti diuraikan berikut ini.
Kalau zaman dahulu orang tua sangat, dominan
menentukan jodoh anaknya, maka kini jodoh lebih
“dominan” ditentukan oleh anak itu sendiri, karena
perubahan pola-pola sosialisasi manusia, seperti pada
lingkup pendidikan formal dan nonformal, lingkungan
sosial, gaya hidup, dan juga perkembangan teknologi dan
media, dan faktor-faktor sejenis.
Kalau zaman dahulu para bujang dan dara Melayu
berkenalan dalam berbagai aktivitas sosial yang berkaitan
dengan siklus bercocok tanam padi, atau ke laut dan panen
hasil laut, maka kini mereka berkenalan di berbagai tempat
yang juga telah berkembang, seperti di mal-mal,
supermaket, tempat-tempat rekreasi, pusat kebudayaan,
menonton film, plaza-plaza dan seterusnya sebagai simbol
artefak dan gaya hidup di masa kini. Jadi perkenalan
tersebut tidak begitu terawasi oleh kedua orang tuanya.
Dalam perkembangan yang seperti ini, para bujang dan
dara ini dapat saja melakukan penyimpangan sosial yang
tidak terlalu ketat pengawasannya dan sanksinya secara
sosial dan budaya. Misalnya ia pagi hari permisi pergi ke
sekolah, namun karena lebih mementingkan “pacaran”
kedua insan yang masih sekolah ini “cabut” dari sekolah
dan berpacaran di suatu tempat. Kepada bapak dan ibu

25
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

guru, keduanya permisi tidak masuk sekolah karena sakit,


dan dapat dibuktikannya dengan surat sakit dari dokter.
Dengan demikian yang sangat mengetahui dirinya adalah
kedua insan ini dan Tuhan saja.
Perubahan lain yang terjadi adalah di kalangan
generasi muda Melayu ini terjadi polarisasi budaya, menuju
kepada budaya global. Bagi kalangan muda Melayu simbol-
simbol kemodernan adalah ia menggunakan dan
menerapkan kebudayaan global, terutama budaya Eropa. Ia
akan lebih bangga kepada gaya hidup Eropa, seperti yang
dilihatnya melalui media-media. Akibatnya ia dapat
tercerabut dari akar budayanya.
Dengan tercerabutnya akar budaya di kalangan anak-
anak muda Melayu, maka tentu saja adat resam Melayu
akan berangsur-angsur pupus ditelan zaman ini. Keadaan
ini akan berdampak terhadap ketahanan budaya Melayu,
dalam ungkapanya biar mati anak asal jangan mati adat.
Kini keadaanya telah mengalami perubahan.
Kelompok orang-orang tua pula harus kreatif
mempertahankan kebudayaan Melayu ini di tengah-tengah
globalisasi. Misalnya menyadarkan kepada kita semua
termasuk generasi muda, bahwa sejak awal umat Melayu
adalah umat yang terbuka terhadap perubahan dan
globalisasi. Semua budaya dunia diadun di dalam budaya
Melayu, yang semakin memperkuat jatidiri kemelayuan
bukan sebaliknya. Di dalam kebudayaan Melayu, yang
semakin memperkuat jatidiri kemelayuan, bukan
sebaliknya. Di dalam kebudayaan terkandung nilai-nilai
dari Timur Tengah, India, Eropa,dan semuanya, namun
tetap menjadi Melayu.
Selain aspek perubahan negatif, tentu saja globalisasi
mengandung dan membuat perubahan positif. Di
antaranya adalah dalam era global, semua manusia
dipaksa untuk mengetahui semua kebudayaan dengan
berbagai varian dan persamaan. Hal ini sesuai dengan

26
Bab II: Perkawinan dalam Ajaran Islam dan Adat Melayu

tunjuk ajar Melayu bahwa kita semua manusia adalah


seasal, dan perbedaan adalah menjadi hukum Tuhan, dan
kita harus saling kenal-mengenal, menghormati, dan
akhirnya toleransi terhadap semua perbedaan, dan jangan
memaksakan kehendak.
Demikian pula kalau di masa tradisi, orang-orang
Melayu itu selalu menekankan kepada budaya kebersama-
an dan gotong-royong, maka di era globalisasi ini individu
mendapatkan perhatiab utama. Maka sudah sepatutnya
orang-orang Melayu mensintesiskan kedua fokus
kepentingan ini secara bersama-sama, yaitu kepentingan
bersama dan individu harus ada, dan digunakan pada saat
apa, dengan landasan kebijakan adat bersendikan syarak
dan syarak bersendikan kitabullah.
Dalam adat Melayu pun perubahan juga dibenarkan,
bahkan menjadi salah satu ragam adat, yaitu pada adat
yang teradat. Dalam dimensi ini terdapat makna bahwa
adat itu mengalami perubahan, namun di samping
perubahan tentu saja harus ada unsur-unsur yang lestari
atau sinambung (berkekalan), agar kebudayaan Melayu
melintasi zaman secara alamiah, wajar, dan mengikut
kepada hukum-hukum Allah. Tujuan akhir setiap warga
Melayu dalam mengisi kebudayaannya adalah sesuai
dengan tunjuk ajar yang telah dirahkan oleh Sang Khhalik,
Allah Subhanahu Wata’ala. Demikian pula dalam konsep,
terapan, dan fungsi institusi yang disebut perkawinan
dalam adat Melayu.
Seterusnya, kajian ini dilakukan dalam rangka
menggali nilai-nilai dan berbagai kearifan, baik itu kearifan
lokal maupun universal, yang terkandung di dalam adat
perkawinan Melayu. Dengan demikian kajian ini akan
memperlihatkan arah istiadat perkawinan Melayu dari
masa ke masa dan ruang yang dilaluinya.

27
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

BAB III
JATIDIRI DAN SISTEM KEKERABATAN
MASYARAKAT MELAYU

3.1 Pengenalan

Menurut pengamatan lapangan, bahwa tujuan umum


perkawinan dalam kebudayaan Melayu, termasuk di
Sumatera Timur adalah menjalankan perintah agama
Islam—yaitu dalam konteks meneruskan generasi keturun-
an manusia. Di sisi lain, perkawinan juga dilakukan untuk
menjaga turai atau struktur sosial, yang mencakup
struktur kekerabatan dan struktur masyarakat secara luas.
Perkawinan diatur dan ditentukan oleh adat Melayu. Oleh
karena itu, sebelum menguraikan bagaimana proses
upacara perkawinan adat Melayu perlu diperikan struktur
kekerabatan dan derajat sosial dan keturunan dalam
kebudayaan Melayu. Ini sangat penting untuk melihat
hubungan lembaga perkawinan dengan struktur
masyarakat.
Pada masa sekarang ini, di Era Revolusi Industri 4.0,1
masyarakat Melayu mendiami kawasan Asia Tenggara yang

1Pada masa sekarang ini, masyarakat di seluruh dunia,

berdasarkan pemikiran secara bersama, secara aklamasi


menyatakan bahwa kita berada di dalam Era Revolusi Industri
Keempat. Dalam periodesasinya, Revolusi Industri Pertama terjadi
ketika ditemukannya mesin uap, yang kemudian tenaga manusia
digantikan oleh mesin uap ini. Seterusnya Revolusi Industri
Kedua adalah saat ditemukannya tenaga listrik, yang juga
ditemukannya mesin-mesin yang bekerja karena energi listrik,
yang terjadi di akhir abad ke-19. Kemudian Revolusi Industri
Ketiga adalah ketika ditemukannya teknologi digital yang
menggantikan teknologi manual. Setelahg itu muncul Revolusi
Industri Keempat yang memunculkan mesin-mesin digital yang
menggantikan tenaga manusia secara massif. Diperkirakan satu
setengah milyar dari 7,5 milyar manusia di dunia pekerjaan
mereka digantikan oleh mesin digital ini.

28
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

terdiri dari beberapa negara seperti: Thailand (terutama di


bahagian Selatan), Malaysia, Brunai Darussalam, Singapu-
ra, Filipina (bahagian Selatan), Indonesia, dan di beberapa
negeri lain. Berdasarkan geografi budaya, mereka disebut
dengan Melayu Polinesia atau Melayu Austronesia.
Pengertian Melayu Polinesia pula mencakup ras Melayu
gugusan kepulauan Mikronesia, Polinesia, dan Melanesia.
Kadangkala termasuk pula orang-orang ras Melayu di
Madagaskar. Sementara itu, diaspora Melayu juga merenta-
si berbagai kawasan, seperti Afrika Selatan, Suriname, Sri
Langka, Indochina, dan lain-lain. Aspek kemelayuan yang
universal, termasuk ras dan alur bahasa yang sama—serta
jatidiri lokal, menjadi bahagian jatidiri kebudayaan
kelompok-kelompok masyarakat Dunia Melayu ini.
Indonesia adalah sebuah negara bangsa yang mayoritas
penduduknya terdiri dari ras Melayu, baik Melayu Tua
(Proto Melayu) maupun Melayu Muda (Deutro Melayu).
Namun biasanya rasa kemelayuan sebagai ras mereka,
tidaklah begitu kuat, dibandingkan kesukuan kecil
(etnik)nya. Namun dalam konteks integrasi budaya,
biasanya mereka sama-sama sadar sebagai rumpun
Melayu, yang terdiri dari berbagai suku atau etnik seperti:
Gayo, Alas, Aceh Rayeuk, Simeulue, Karo, Dairi,
Simalungun, Toba, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda,
Bugis, Makasar, Sasak, Ambon, dan masih banyak lagi
yang lainnya. Namun ada juga yang langsung menyebut
kelompoknya dan diakui oleh kelompok lain sebagai
Melayu, seperti yang ada di Sumatera Utara, Tamiang Aceh,
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
Kalimantan, dan di berbagai tempat lainnya.

3.2 Dunia Melayu atau Alam Melayu

Sampai sekarang ini, pegertian dan pemahaman


mengenai Melayu itu berbeda-beda, baik yang

29
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

dikemukakan oleh para ilmuwan ataupun masyarakat


awam sendiri. Perbedaan itu menyebabkan makna Melayu
bisa meluas atau menyempit menurut definisi dan konsep
yang dipergunakan. Namun demikian, istilah Melayu
memang telah terwujud dan dipergunakan baik oleh
masyarakat atau etnik yang disebut Melayu atau oleh para
ilmuwan pengkaji kebudayaan Melayu. Dalam perkembang-
an terkahir, muncul pula istilah Dunia Melayu atau Alam
Melayu serta Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI), terutama
yang digagas para pakar kebudayaan dan ahli politik dari
Negeri Melaka, Malaysia.2
Menurut seorang ilmuwan budaya Melayu, Ismail
Hussein (1994) kata Melayu merupakan istilah yang meluas
dan biasanya berkonotasi agak kabur. Istilah ini maknanya
mencakup suku bangsa serumpun di Nusantara yang pada
zaman dahulu dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai
bahasa dan suku bangsa dalam perdagangan dan
perniagaan. Masyarakat Melayu adalah orang-orang yang
terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut terlibat
dalam kegiatan perdagangan dan pertukaran barang
perdagangan dan kesenian dari berbagai wilayah secara
meluas di dunia.
Istilah Melayu, maknanya selalu merujuk kepada
Kepulauan Melayu yang mercakup kepulauan di Asia
Tenggara. Perkataan ini juga bermakna sebagai etnik atau
orang Melayu Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu
dan tempat-tempat lain yang menggunakan bahasa Melayu.
Melayu juga selalu dikaitkan dengan kepulauan Melayu
yang mencakup kepulauan Asia Tenggara dan ditafsirkan
menurut tempat dan kawasan yang berbeda. Seperti di

2
Presiden Dunia Melayu Dunia Islam adalah Tan Sri Dr. Ali
Rustam, mantan Ketua Menteri (CM, Chief Minister) Negeri
Melaka, disertau dengan beberapa pengurus terasnya, yang
berkantor di Kota Melaka. Sampai kini organisasi ini aktif
menyatukan pemerintahan Melayu di berbagai negeri Melayu.
Termasuk ke Madagaskar, Afrika Selatan, bahkan di Tanah Arab.

30
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

Sumatera, istilah Melayu dikaitkan dengan masyarakat


yang tinggal di sekitar kawasan Palembang; dan di Borneo
(Kalimantan) pula perkataan Melayu dikaitkan dengan
masyarakat yang beragama Islam—sementara di
Semenanjung Malaysia arti Melayu dikaitkan dengan orang
yang berkulit coklat atau sawo matang (ciku masak). Istilah
Melayu berasal dari bahasa Sanskerta yang dikenal sebagai
Malaya, yaitu sebah kawasan yang dikenali sebagai daratan
yang dikelilingi lautan (Hall, 1994).
Kelompok ras3 Melayu dapat digolongkan kepada
kumpulan Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang
mendiami Gugusan Kepuluan Melayu, Polinesia dan
Madagaskar. Gathercole (1983) seorang ilmuwan ahli
antropologi Inggris telah melihat bukti-bukti arkeologi,
linguistik, dan etnologi, yang menunjukkan bahwa bangsa
Melayu-Polinesia ialah golongan pelaut yang pernah
menguasai kawasan Samudera Pasifik dan Hindia. Ia
menggambarkan bahwa ras Melayu-Polinesia sebagai
kelompok penjajah yang dominan pada suatu masa dahulu,
yang meliputi kawasan yang luas di sebelah barat hingga ke
Madagaskar, di sebelah timur hingga ke Kepulauan Easter,

3Istilah ras (dari bahasa Prancis race, yang mengacu dari


bahasa Latin radix, "akar") adalah suatu sistem klasifikasi yang
digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau
kelompok besar dan berbeda melalui ciri fenotipe, asal usul
geografis, tampang jasmani dan kesukuan yang terwarisi. Di awal
abad ke-20 istilah ini sering digunakan dalam arti biologis untuk
menunjuk populasi manusia yang beraneka ragam dari segi
genetik dengan anggota yang memiliki fenotipe (tampang luar)
yang sama. Arti "ras" ini masih digunakan dalam antropologi
forensik (dalam menganalisa sisa tulang), penelitian biomedis dan
kedokteran berdasarkan asal usul. Di samping itu, di Amerika
Serikat misalnya, penegak hukum menggunakan istilah "ras"
dalam menentukan profil tersangka dan penggambaran kembali
tampang sisa yang belum diidentifikasi. Di Indonesia, secara
umum penduduknya adalah ras Melayu, namun ada juga yang
rasnya Melanesia, serta para pendatang dengan ras Mongoloid,
Kaukasoid, dan lain-lain.

31
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

di sebelah utara hingga ke Hawaii dan di sebelah selatan


hingga ke Selandia Baru.
Di sisi lain, Wan Hasim (1991) mengemukakan bahwa
Melayu dikaitkan dengan beberapa perkara seperti sistem
ekonomi, politik, dan juga budaya. Dipaqndang dari sudut
ekonomi, Melayu-Polinesia adalah masyarakat yang
mengamalkan tradisi pertanian dan perikanan yang masih
kekal hingga ke masa sekarang ini. Dari sudut ekonomi,
orang Melayu adalah golongan pelaut dan pedagang yang
pernah menjadi penguasa dominan di Lautan Hindia dan
Pasifik sebelum kedatangan penguasa Eropa. Dari segi
politik pula, sistem kerajaan Melayu berdasarkan
pemerintahan beraja yang dimulai di Campa dan Funan,
yaitu di Kamboja dan Vietnam Selatan pada awal abad
Masehi. Dari kerajaan Melayu tua ini telah berkembang
pula kerajaan Melayu di Segenting Kra dan di sepanjang
pantai timur Tanah Melayu, termasuk Kelantan dan
Terengganu. Kerajaan Melayu Segenting Kra ini dikenal
dengan nama Kerajaan Langkasuka kemudian menjadi
Pattani (Wan Hashim, 1991).
Untuk menentukan kawasan kebudayaan Melayu, ada
dua perkara menjadi kriterianya, yaitu kawasan dan
bahasa. Dari segi kawasan, Dunia Melayu tidak terbatas
kepada Asia Tenggara saja, namun meliputi kawasan di
sebelah barat mencakup Lautan Hindia ke Malagasi dan
pantai timur benua Afrika; di sebelah timur merangkumi
Gugusan Kepulauan Melayu-Mikronesia dan Paskah di
Lautan Pasifik, kira-kira 103,6 kilometer dari Amerika
Selatan; di sebelah selatan meliputi Selandia Baru; dan di
sebelah utara melingkupi kepulauan Taiwan dan Hokkaido,
Jepang (Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu,
1994). Dari sudut bahasa pula, Melayu memiliki ciri-ciri
persamaan dengan rumpun keluarga bahasa Melayu-
Austronesia, menurut istilah arkeologi—atau keluarga

32
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

Melayu-Polinesia, menurut istilah linguistik (Haziyah


Husein, 2006:6).4
Demikian pula keberadaan masyarakat Melayu di
Sumatera Utara, mereka menyadari bahwa mereka adalah
berada di negara Indonesia, menjadi bahagian dari Dunia
Melayu, dan merasa saling memiliki kebudayaan Melayu.
Mereka merasa bersaudara secara etnisitas dengan
masyarakat Melayu di berbagai tempat seperti yang
disebutkan tadi. Secara budaya, baik bahasa atau
kawasan, memiliki alur budaya yang sama, namun tetap
memiliki varian-varian yang menjadi ciri khas atau jatidiri
setiap kawasan budaya Melayu.
Secara geopolitik, Dunia Melayu umumnya dihubung-
kan dengan negara-negara bangsa yang ada di kawasan
Asia Tenggara dengan alur utama budaya Melayu. Di

4Arkeologi, berasal dari bahasa Yunani, archaeo yang berarti

"kuno" dan logos, "ilmu." Nama alternatif arkeologi adalah ilmu


sejarah kebudayaan material. Arkeologi adalah ilmu yang
mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian
sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis
meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data
berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan
bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti batuan,
rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefaktual yang tidak
dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi). Teknik
penelitian yang khas adalah penggalian (ekskavasi) arkeologis,
meskipun survei juga mendapatkan porsi yang cukup besar.
Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang berarti
“bahasa.” Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Dalam bahasa
Perancis ada tiga istilah untuk menyebut bahasa yaitu: (a)
langue: suatu bahasa tertentu, (b) langage: bahasa secara umum,
dan (c) parole: bahasa dalam wujud yang nyata yaitu berupa
ujaran. Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum
(general linguistics). Artinya, ilmu linguistik tidak hanya mengkaji
sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa
pada umumnya, yang dalam peristilahan Perancis disebut
langage. Pakar linguistik disebut linguis. Bapak Linguistik
modern adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913). Bukunya
tentang bahasa berjudul Course de Linguistique Generale yang
diterbitkan pertama kali tahun 1916.

33
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

antaranya adalah: Malaysia, Singapura, Brunai Darussa-


lam, Selatan Thailand, Selatan Filipina, sebahagian etnik
Melayu di Kamboja, Vietnam, dan lain-lain tempat.

3.3 Konsep tentang Melayu

Tamadun atau peradaban Melayu adalah cerminan


dari jatidiri etnik (wangsa dan ras) Melayu. Seperti sudah
dikemukakan sebelumnya, di dalam budaya Melayu
terdapat unsur heterogenitas budaya, akulturasi,
pemungsiannya pada segenap strata sosial (awam dan
bangsawan), dan lain-lain. Keberadaan budaya Melayu ini
didasari oleh jatidiri etnik Melayu. Untuk dapat
memahami siapakah orang Melayu, yang menjadi
pendukung budaya Melayu, maka sebelumnya dijelaskan
pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll
memberikan pengertian kelompok etnik (suku bangsa)
sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu
berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai
budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan
dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan
komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri
kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain
dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Naroll,
1965:32).
Di samping itu, pendekatan untuk menentukan
sebuah kelompok etnik harus melibatkan beberapa faktor:
etnosains, yaitu pendapat yang berasal dari masyarakat-
nya; bantuan ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmuwan dari
beberapa disiplin; wilayah budaya; masalah-masalah
pembauran (integrasi), disintegrasi, kepribadian, perkawin-
an, kekerabatan, sistem galur keturunan, religi, dan
sejumlah faktor sosial lainnya.
Kelompok etnik (suku bangsa) merupakan golongan
sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial

34
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling mendasar


dan umum berkaitan dengan asal-usul, tempat, serta
budayanya. Kelompok etnik adalah segolongan manusia
yang terikat oleh kesadaran dan jatidirinya yang diperkuat
oleh kesamaan bahasa. Kesamaan dalam kesenian, adat-
istiadat, dan nenek moyang merupakan ciri-ciri sebuah
kelompok etnik. Jika ras lebih dilihat dari perbedaan
fisik, maka etnik lebih dilihat dari perbedaan
kebudayaan dalam arti yang luas. Satu ras bisa saja terdiri
dari berbagai macam kelompok etnik yang berbeda.
Di dalam sebuah kelompok etnik bisa saja terjadi
diferensiasi sosial. Sebuah kelompok etnik terbentuk dari
sejumlah orang yang menghendaki hidup bersama, dalam
waktu yang lama, dan di suatu tempat yang sama. Mereka
ini mengadakan interaksi yang tetap, memiliki sistem nilai,
norma, dan kebudayaan yang mengikat mereka menjadi
satu kesatuan. Dengan adanya berbagai kesamaan yang
mereka miliki, maka mereka menjadi satu kesatuan
dalam masyarakat. Namun, di dalam suatu masyarakat
ada pemisahan dan pembagian karena adanya perbedaan
tertentu, seperti: jenis kelamin, klen, pekerjaan, politik, dan
lainnya. Perbedaan-perbedaan sosial ini menyebabkan
masyarakat terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu,
namun tidak berarti terpisah dari masyarakatnya. Keadaan
ini disebut diferensiasi sosial, yang dapat diartikan
sebagai suatu proses setiap individu di dalam masyarakat
memperoleh hak-hak dan kewajiban yang berbeda dengan
orang lain di dalam masyarakat, atas dasar perbedaan-
perbedaan sosial. Demikian pula yang terjadi dalam
kebudayaan Melayu.
Melayu adalah sebuah bangsa (wangsa) yang agung
dan besar. Ia menyumbang peradaban kepada dunia ini,
baik secara gagasan atau artefak, yang dapat dibuktikan
dengan berbagai peninggalannya di masa kini. Istilah
Melayu biasanya dipergunakan untuk mengidentifikasi

35
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

semua orang dalam rumpun Austronesia yang meliputi


wilayah Semenanjung Malaya, kepulauan Nusantara,
kepulauan Filipina, dan Pulau-pulau di Lautan Pasifik
Selatan. Dalam pengertian umum, orang Melayu adalah
mereka yang dapat dikelompokkan pada ras Melayu.
Dengan demikian, istilah Melayu sebagai ras ini
mencakup orang-orang yang merupakan campuran dari
berbagai suku di kawasan Nusantara.
Ras (Race) Melayu yang sudah memeluk agama Islam
pada abad ke-13, jatidiri budanyanya selalu dipandang
berbeda dengan masyarakat ras Proto-Melayu pedalaman,
yang masih menganut kepercayaan mereka sendiri; baik
oleh mereka sendiri maupun orang luar. Namun demikian,
di sisi lain terjadi adaptasi dan asimilasi ras Melayu
pedalaman dengan orang Melayu jika masuk agama
Islam.
Ada perbedaan mengenai pengertian Melayu ini di
Indonesia, Malaysia, dan Singapura, seperti yang
dikemukakan oleh Vivienne Wee.

As we shall see further below, it is clear that


'Malayness' in Indonesia is indeed different from
'Malayness' in Singapore and Malaysia. This difference is
directly related to the perception of the respective
governments. The Singapore government regards 'Malay'
as a 'race', a genetically engendered category in the state-
imposed system of ethnicity. ... In Singapore, a Christian
English speaking 'Malay' is still legally considered
'Malays'. Indeed there is apparently a sufficient number
of Christian 'Malays', that they are considering setting up
a Malay Christian Association. ...
In Malaysia, however, 'Malayness' is constitutionally
tied to Islam, such that a 'Malay' convert to Christianity
would no longer the legally considered 'Malay'. This was
stated to me categorically by Anwar Ibrahim, a Minister
in the Malaysian Cabinet. But not all Malaysian Muslims
qualify as 'Malays': the constitutional category 'Malay'

36
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

includes only Muslims who speak Malay, conform to


Malay custom, and who were born in Malaysia or born of
Malaysia parents.
In contrast to the governments of Singapore and
Malaysia, the Indonesian government evidently has no
interest in giving a legal definition of 'Malayness'. In
Indonesia, 'Malay' or Melayu is just one label in the loose
array of regional identities that people may profess. In
other words, from the Indonesian governement's point of
view, anyone who wants to identify herself/himself as
Melayu may do so; conversely, if she/he does not want
to do so, then she/he may choose practically any other
regional identity. The Indonesian government's laissez-
faire attitude towards the ethnic labelling of the
population is evident in the identity cards issued to all
citizens.Whereas the identity cards issued by the
Singapore and Malaysia governments stipulate the
respective ethnic labels of their citizens, the Indonesian
identity card does not include any ethnic labelling. So in
Indonesia, 'Malayness' is a matter of subjective-
identification, rather than objective category belonging to
legally imposed set (Vivienne Wee, 1985:7-8).

Untuk menjangkau pengertian Melayu dalam wawasan


yang lebih luas, perlu juga diperhatikan pendapat dari
orang-orang dari luar Melayu. Dalam pandangan orang-
orang Eropa pada umumnya, yang dimaksud Melayu itu
selalu dikaitkan dengan istilah yang dipakai oleh I-Tsing.

Malayan; Malay; (occasionally) Moslem, e.g. masok


Melayu (to turn Mohammedan). In early times the word
did not cover the whole Malay word; and even Abdullah
draws a distinction between anak Melaka [Melaka native]
and Orang Melayu (Hikayat Abdullah 183). It would seem
from one passage (Hang Tuah 200) that the word
limited geographically to one area, became associated
with a standard of language and was extended to all who
spoke 'Malay'. The Malay Annals speak as a sungai

37
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Melayu [Melayu River]; I-tsing speaks of Sri Vijaya


conquering the 'Moloyu' country; Minangkabau has a
'Malayu' clan (suku); Rajendracola's conquests (A.D. 1012
to 1042) covered Melayu and Sri Vijaya as a separate
countries; the Siamese records claim Malacca and
Melayu as a separate entities. Rouffaer identifies Melayu
with Jambi (Wilkinson, 1959:755).

Di dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan


ditentukan berdasarkan pada garis keturunan bilateral,
yaitu garis keturunan dari pihak ayah ataupun ibu—
namun dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan
etnik Melayu yang dijadikan pandangan hidupnya, maka
garis keturunan cenderung ke arah garis keturunan
patriachart, yaitu berdasar kepada pihak ayah.
Menurut Zein, yang dimaksud dengan Melayu adalah
bangsa yang menduduki sebagian besar pulau Sumatera
serta pulau-pulau Riau-Lingga, Bangka, Belitung,
Semenanjung Melaka, dan Pantai Laut Kalimantan. Banyak
orang menyangka bahwa nama Melayu itu artinya lari,
yang berasal dari bahasa Jawa—yaitu lari dari bangsa
sendiri dan menganut agama Islam. Namun nyatanya
nama Melayu sudah lama terpakai sebelum agama Islam
datang ke Nusantara ini. Jadi menurut Zein pernyataan di
atas adalah salah. Menurutnya, istilah Melayu itu adalah
kependekan dari Malayapura, yang artinya adalah kota di
atas bukit Melayu, kemudian dipendekkan menjadi
Malaipur, kemudian menjadi Malaiur, dan akhirnya
menjadi Melayu (Zein, 1957:89).
Dalam konteks Sumatera Timur, menurut Tengku Lah
Husni, orang Melayu adalah kelompok yang menyatukan
diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya
memakai adat resam serta bahasa Melayu dalam
kehidupan sehari-hari (Lah Husni, 1975:7). Selanjutnya
Husny menyebutkan lagi, bahwa orang Melayu Pesisir
Sumatera Timur merupakan turunan campuran antara

38
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

orang Melayu yang memang sudah menetap di Pesisir


Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang,
seperti Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa,
Minangkabau, Karo, India, Bugis, dan Arab, yang selanjut-
nya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai
bahasa pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau
dengan orang dari daerah lain, serta yang terpenting adalah
beragama Islam. Suku Melayu itu berdasarkan filsafat
hidupnya, terdiri dari lima dasar: Islam, beradat,
berbudaya, berturai, dan berilmu (Lah Husni, 1975:100).
Berturai maksudnya adalah mempunyai susunan-susunan
sosial, dan berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan-
perbedaan di antara individu. Demikian pengertian siapa
orang Melayu itu.
Contoh lain adalah tentang jatidiri Melayu di
Kalimantan, khususnya masyarakat Melayu Ketapang.
Orang Melayu Ketapang adalah puak Melayu yang
mendiami wilayah pesisir pantai, pulau-pulau besar
maupun kecil, dan daerah pedalaman Kabupaten Ketapang,
serta beragama Islam, berbahasa Melayu, dan beradat-
istiadat Melayu. Jika dilihat dari aspek genealogis, maka
Melayu Ketapang itu terdiri dari beberapa keturunan, yaitu:
(a) Penduduk asli yang beragama Islam,
(b) Pendatang dari Jawa yang disebut Prabu Jaya,
(c) Pendatang dari Palembang yang disebut Sang Maniaka,
(d) Pendatang dari Bugis yang disebut Daeng Manambon,
(e) Pendatang dari Brunai Darussalam yang disebut Raja
Tengah,
(f) Pendatang dari Arab, dan
(g) Pendatang dari Siak yang disebut Tengku Akil.
Meskipun Melayu Ketapang berasal keturunan yang
berbeda-beda, itu tidak menyebabkan terpecah-pecahnya
Melayu Ketapang, melainkan ikut memperkaya Khasanah
budaya Tanah Kayung (Ketapang). Raja Kerajaan
Tanjungpura sebagai pemegang adat tertinggi memang adil.

39
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Raja telah memperhitungkan dengan masak-masak, bahwa


raja, kaum bangsawan dan rakyat jelata memiliki
kemampuan yang berbeda. Karena itu, maka dengan
mengadopsi syariat Islam, raja membagi adat menjadi tiga,
yaitu:
(a) Wajib, melaksanakan adat secara penuh merupakan
kewajiban bagi raja yang maksudnya adalah untuk
diketahui seluruh rakyat negeri, serta memberi contoh
teladan pelaksanaan adat-istiadat.
(b) Sunnat, bagi kerabat raja dan kaum bangsawan
pelaksanaan adat menjadi sunnat, artinya tidak perlu
sama dengan raja. Pelaksanaan-nya menurut
kemampuan kerabat tersebut. Berhubungan kaum
bangsawan juga merupakan panutan bagi rakyat jelata,
maka kaum bangsawan hendaknya berusaha
melaksanakan adat-istiadat secara penuh kalau
memang sanggup.
(c) Jaiz, bagi rakyat jelata pelaksanaan adat-istiadat
menjadi jaiz, artinya boleh dikerjakan boleh
ditinggalkan sebagian atau seluruhnya berdasarkan
kemampuannya.
Secara keseluruhan adat-istiadat Melayu Kayung itu
mengacu kepada syariat Islam, karena adat bersendi
syarak, syarak bersendikan kitabullah.
Kalau kita bekunjung ke seluruh kecamatan di
Kabupaten Ketapang dan berbicara dengan orang Melayu,
maka bahasa Melayu yang digunakan sehari-hari di kota
Ketapang dapat dimengerti oleh mereka dari tempat
terpencil seperti di Cali, di hulu sungai Law, dan lain-lain.
Yang berbeda hanyalah dialeknya. Kalau di Ketapang
menyebut kamu atau anda adalah kau, maka di pedalaman
menyebut mpuk, sementara masyarakat di Kendawangan
menyebutnya mika’, Melano Telok Batang dan PMK
menyebutnya ika’.

40
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

3.3.1 Melayu Terbentuk dari Proses Campuran dalam


Satu Integrasi Kebudayaan

Menurut Tengku Lah Husni, orang Melayu adalah


kelompok yang menyatukan diri dalam ikatan perkawinan
antar suku, dan selanjutnya memakai adat resam serta
bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni,
1975:7). Selanjutnya Husni menyebutkan lagi, bahwa orang
Melayu Pesisir Sumatera Timur merupakan turunan
campuran antara orang Melayu yang memang sudah
menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku
Melayu pendatang, seperti Johor, Melaka, Riau, Aceh,
Mandailing, Jawa, Minangkabau, Karo, India, Bugis, dan
Arab, yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa
Melayu sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan antara
sesamanya atau dengan orang dari daerah lain, serta yang
terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu itu
berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar:
Islam, beradat, berbudaya, berturai, dan berilmu (Lah
Husni,1975:100). Berturai maksudnya adalah mempunyai
susunan-susunan sosial, dan berusaha menjaga integrasi
dalam perbedaan-perbedaan di antara individu.
Ketika seorang pejabat pemerintah Inggris, yang
bernama John Anderson berkunjung ke Sumatera Timur
pada tahun 1823, dia menjelaskan bahwa pemukiman
orang Melayu merupakan jalur yang sempit terbentang di
sepanjang pantai. Penghuni-penghuni di Sumatera Timur
tersebut, diperkirakan sebagai keturunan para migran dari
berbagai daerah kebudayaan, seperti: Semenanjung
Malaya, Jambi, Palembang, Jawa, Minangkabau, dan
Bugis, yang telah menetap dan bercampur baur di
daerah setempat (Pelzer, 1985:18-19). Percampuran dan
adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok etnik
dengan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai

41
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan pesisir


Kalimantan.

3.3.2 Sifat-sifat

Sifat-sifat orang yang dikategorikan dalam Melayu


sering dibicarakan dalam berbagai kesempatan, yaitu
mereka yang tingkah dan lakunya lemah lembut, ramah-
tamah, mengutamakan sopan-santun, menghormati tamu-
tamu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika
dikaitkan dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar dan
sejumlah pendatang yang mengunjungi daerah pesisir yang
dihuni mereka. Kepentingan dagang menghendaki orang
Melayu menciptakan suasana penegakan orde dan hukum.
Mereka pemberani, perajin, dan mementingkan keharmo-
nisan dalam melaksanakan mata pencaharian mereka.
Kesemuanya tidak bertentangan malah diajurkan oleh
agama Islam yang mereka anut (Luckman Sinar, 1985:3).
Metzger yang mengkaji kekuatan dan kelemahan orang
Melayu berdasar sifat-sifat dan tingkah lakunya, secara
tegas menyatakan bahwa orang Melayu itu "unggul" dalam
bahasa, adat-istiadat, dan sistem pemerintahan. Kelema-
han orang Melayu [tertama di Malaysia] adalah suka
mencampurbaurkan bahasa, misalnya: "I telefon you
nanti." Selain itu, kelemahan orang Melayu adalah kurang
menghargai budaya lama, "pemalas," dan kurangnya sifat
ingin tahu. Apa yang dikemukakan Metzger ini mungkin
ada benarnya, namun kalau melihat asas kebudayaan
Melayu itu Islam, tentu sifat tersebut hanyalah distorsi dari
nilai-nilai positif Islam, dan sifatnya tidaklah umum.
Lebih lanjut, menurut Zainal Arifin AKA (2002:17-21)
terdapat lima sifat dan ciri-ciri orang Melayu [yang kuat
memegang teguh ajaran Islam], yaitu: (1) Orang Melayu
mengutamakan ilmu dan pendidikan. Artinya adalah orang
Melayu gemar belajar untuk menambah ilmu pengetahuan

42
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

terutama ilmu agama Islam, karena sebagai seorang


muslim orang Melayu wajib menuntut ilmu untuk
mendalami ajaran agamanya. (2) Orang Melayu
mementingkan budaya dan adat. Maknanya adalah bahwa
orang Melayu sangat patuh pada adat, senang berkesenian,
bersyair, bergurindam, berpantun, menghormati orang lain,
berbudi pekerti, sopan, dan santun dalam berbahasa. (3)
Orang Melayu ramah dan terbuka kepada tetamu. Artinya
tidak menyombongkan diri sopan bertutur, santun bersapa,
suka bergaul (bermasyarakat), dalam berkomunikasi tidak
egois, suka menolong sesama, senang bertutur sapa,
bersenda gurau, bergaul kepada siapapun baik internal
etnik atau di luar etniknya, orang Melayu sahabat semua
suku.5 (4) Orang Melayu melawan jika terdesak. Artinya
orang Melayu tidak suka mencari lawan, sabar dan
mengalah diutamakan. Namun demikian, kesabaran ada
batasnya, jika sudah hilang kesabaran dan terdesak, maka
orang Melayu pastilah melawan. (5) Orang Melayu bersifat
setia, tidak ingkar janji. Bagi orang Melayu kesetiaan
adalah di atas segala-galanya. Mereka ini sangat segan
pada orang alim, setia pada pemimpin, hormat pada orang
tua, menyayangi yang lebih muda, serta patuh kepada
ketentuan dan kaidah yang berlaku.
Hal mendasar yang dijadikan jatidir etnik Melayu
adalah adat resam, termasuk aplikasinya dalam sastra,
bahasa, dan kesenian. Dalam bahasa Arab adat berarti

5Dalam kehidupan sosiopolitis di Sumatera Utara, istilah

Melayu sahabat semua suku ini, dipopulerkan oleh Dato’ Seri


Syamsul Arifin. Di dalam kalimat ini terkandung nilai-nilai
multikulturalisme, yang sinerji dengan konsep kebangsaan
Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, biar berbeda-beda tetapi
tetap satu juga. Selain itu, istilah ini juga mengekspresikan
bahwa orang Melayu itu dalam memandang manusia serta
bergaul secara sosial dengan semua manusia, yang sesuai
dengan ajaran Islam, bahwa setiap muslim adalah rahmat kepada
seluruh alam. Lebih jauh lagi setiap orang Melayu adalah rahmat
kepada semua orang dan makhluk di dunia ini.

43
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

kebiasaan, lembaga, peraturan, atau hukum. Sedangkan


dalam bahasa Melayu dapat dipadankan dengan kata
resam. Resam adalah jenis tumbuhan pakis besar, tangkai
daunnya biasanya dipergunakan untuk kalam, alat tulis
untuk menulis huruf-huruf Arab. Arti lain kata resam
adalah adat. Jadi dalam bahasa Melayu yang sekarang
ini, adat dan resam sudah digabung menjadi satu yaitu
adat resam.

3.4 Berbagai Peringkat Kebangsawanan Melayu


Sumatera Timur

Sastra dan budaya Melayu bukan hanya didukung oleh


masyarakat kebanyakan (rakyat), tetapi juga oleh
golongan bangsawan. Dalam kebudayaan Melayu dikenal
beberapa tingkat kebangsawanan. Menurut Tengku
Luckman Sinar (wawancara pada 23 September 2006),
bangsawan dalam konsep budaya Melayu adalah
golongan yang dipercayakan secara turun-temurun
menguasai sautu kekuasaan tertentu. Namun demikian,
seorang bangsawan yang berbuat salah dalam ukuran
norma-norma yang berlaku dalam kebudayaan, dapat saja
dikritik bahkan diturunkan dari kekuasaannya, seperti
yang tercermin dalam konsep raja adil raja disembah,
raja lalim raja disanggah. Hirarki kekuasaan adalah dari
Allah, kemudian berturut-turut ke negara, raja, pimpinan,
rakyat, keluarga, dan keturunannya.
Dalam kebudayaan Melayu, tingkatan golongan
bangsawan itu adalah sebagai berikut.
(a) Tengku (di Riau disebut juga Tengku Syaid) adalah
pemimpin atau guru--baik dalam agama, akhlak,
maupun adat-istiadat. Menurut penjelasan Tengku Lah
Husni (wawancara 17 Maret 1988), istilah Tengku pada
budaya Melayu Sumatera Timur, secara resmi diambil
dari Kerajaan Siak pada tahun 1857. Dalam konteks

44
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

kebangsawanan, seseorang dapat memakai gelar Tengku


apabila ayahnya bergelar Tengku dan ibunya juga
bergelar Tengku. Atau ayahnya bergelar Tengku dan
ibunya bukan Tengku. Jadi gelar Tengku secara
genealogis diwariskan berdasarkan hubungan darah,
terutama secara patrilineal.
(b) Syaid, adalah golongan orang-orang keturunan Arab
dan dianggap sebagai zuriat dari Nabi Muhammad.
Gelar ini terdapat di Riau adalah Semenanjung
Malaysia.
(c) Raja, yaitu gelar kebangsawanan yang dibawa dari
Indragiri (Siak), ataupun anak bangsawan dari daerah
Labuhanbatu: Bilah, Panai, Kualuh, dan Kotapinang.
Pengertian raja di daerah Melayu tersebut adalah
sebagai gelar yang diturunkan secara genealogis, bukan
seperti yang diberikan oleh Belanda. Oleh pihak
penjajah Belanda, gelar raja itu diberikan baik mereka
yang mempunyai wilayah pemerintahan hukum yang
luas ataupun hanya mengepalai sebuah kampung kecil
saja. Pengertian raja yang diberikan Belanda ini adalah
kepala atau ketua. Menurut keterangan Sultan
Kesebelas Kesultanan Deli, Tengku Amaluddin II, seperti
yang termaktub dalam suratnya yang ditujukan kepada
Gubernur Sumatera Timur tahun 1933, jika seorang
wanita Melayu bergelar Tengku nikah dengan seorang
bangsawan yang bergelar Raden dari Tanah Jawa atau
seorang bangsawan yang bergelar Sutan dari
Minangkabau (Kerajaan Pagaruyung), maka anak-anak
yang diperoleh dari perkawinan ini berhak memakai
gelar Raja.
(d) Wan, jika seorang wanita Melayu bergelar Tengku kawin
dengan seorang yang bukan Tengku, dengan seseorang
dari golongan bangsawan lain atau masyara-kat awam,
maka anak-anaknya berhak memakai gelar wan. Anak
lelaki keturunan mereka seterusnya dapat memakai

45
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

gelar ini, sedangkan yang wanita tergantung dengan


siapa dia menikah. Jika martabat suaminya lebih
rendah dari wan, maka gelar ini berubah untuk
anaknya, mengikuti gelar suaminya—dan hilang jika
kawin dengan orang kebanyakan.
(e) Datuk, istilah kebangsawanan datuk ini, awalnya berasal
dari Kesultanan Aceh, baik langsung ataupun melalui
perantaraan Wakil Sultan Aceh di Deli. Gelar ini
diberikan kepada seseorang yang mempunyai
kekuasaan daerah pemerintahan otonomi yang dibatasi
oleh dua aliran sungai. Batas-batas ini disebut dengan
kedatukan atau kejeruan. Anak-anak lelaki dari datuk
dapat menyandang gelar datuk pula. Sultan atau raja
dapat pula memberikan gelar datuk kepada seseorang
yang dianggap berjasa untuk kerajaan dan bangsanya.
Di beberapa kesultanan Melayu di Malaysia, gelar datuk
diperoleh oleh orang-orang yang dianggap berjasa dalam
pengembangan budaya Malaysia. Kemudian tingkatan
datuk lainnya adalah datuk seri dan datuk wira.
(f) Kaja, gelar ini dipergunakan oleh anak-anak wanita
seorang datuk.
(g) O.K. singkatan dari Orang Kaya, merupakan gelar adat
yang diberi oleh Sultan kepada individu-individu yang
berjasa kepada negeri-negeri Melayu atas berbagai
kelebihan-kelebihan kekauatan sosialnya seperti
kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan, tekologi, dan
lain-lainnya. Dalam buku ini, O.K. Gusti memperoleh
gelarnya yang diturunkan dari ayahanda beliau yakni
O.K. Zakaria, yang berjasa dalam konteks
memakmurkan Kesultanan Serdang di Sumatera Timur
ini.
(g) Encik dan Tuan adalah sebuah terminologi untuk
memberikan penghormatan kepada seseorang, lelaki
atau wanita, yang mempunyai kelebihan-kelebihan
tertentu dalam berbagai bidang sosial dan budaya

46
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

seperti: kesenian, dagang, bahasa, agama, dan lainnya.


Panggilan itu bisa diucapkan oleh sultan, raja,
bangsawan, atau masyarakat kebanyakan.6

Sesuai dengan peralihan zaman, maka penggolongan


kebangsawan-an ini tidak lagi dominan dan memberi
pengaruh yang luas dalam konteks sosial dan budaya
etnik Melayu di Sumatera Utara, walaupun biasanya
golongan bangsawan tetap mempergunakan gelarnya. Kini
yang menjadi orientasi kehidupan sebagian besar etnik
Melayu adalah menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi,
dengan didasari oleh adat-istiadat Melayu.

3.5 Sistem Kekerabatan

Perkawinan dalam adat Melayu, sebenarnya adalah


untuk mengisi sistem kekerabatan (kinship system). Dalam
kebudayaan Melayu sistem kekerabatan berdasar baik
dari pihak ayah maupun ibu, dan masing-masing anak
wanita atau pria mendapat hak hukum adat yang sama.
Dengan demikian termasuk ke dalam sistem parental atau
bilateral.
Sistem kekerabatan etnik Melayu di Sumatera Utara,
berdasar kepada hirarki vertikal adalah dimulai dari
sebutan yang tertua sampai yang muda: (1) nini, (2) datu,
(3) oyang (moyang), (4) atok (datuk), (5) ayah (bapak,
entu), (6) anak, (7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dan (10) entah-
entah.
Hirarki horizontal adalah: (1) saudara satu emak dan
ayah, lelaki dan wanita; (2) saudara sekandung, yaitu
saudara seibu, laki-laki atau wanita, lain ayah (ayah tiri);

6Tingkatan-tingkatan bangsawan Melayu Sumatera Timur ini,


diolah dari penjelasan yang dikemukakan para narasumber, yang
diperoleh dari penelitian lapangan. Wilayah penelitian mencakup:
Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, Bilah, Pane, Kota-
pinang, dan Kualuh.

47
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

(3) saudara seayah, yaitu saudara laki-laki atau wanita


dari satu ayah lain ibu (emak tiri); (4) saudara sewali,
yaitu ayahnya saling bersaudara; (5) saudara berimpal,
yaitu anak dari makcik, saudara perempuan ayah; (6)
saudara dua kali wali, maksudnya atoknya saling
bersaudara; (7) saudara dua kali impal, maksudnya atok
lelaki dengan atok perempuan bersaudara, (8) saudara
tiga kali wali, maksudnya moyang laki-lakinya bersauda-
ra; (9) saudara tiga kali impal, maksudnya moyang laki-
laki sama moyang perempuan bersaudara. Demikian
seterusnya empat kali wali, lima kali wali, empat kali
impal, dan lima kali impal. Sampai tiga kali impal atau
tiga wali dihitung alur kerabat yang belum jauh
hubungannya.
Dalam sistem kekerabatan Melayu Sumatera Utara,
dikenal tiga jenis impal: (1) impal larangan, yaitu anak-anak
gadis dari makcik kandung, saudara perempuan ayah.
Anak gadis makcik ini tidak boleh kawin dengan pihak
lain tanpa persetujuan dari impal larangannya. Kalau
terjadi, dan impal larangan mengadu kepada raja, maka
orang tua si gadis didenda 10 tail atau 16 ringgit.
Sebaliknya jika si gadis itu cacat atau buruk sekali
rupanya, impal larangan wajib mengawininya untuk
menutup malu "si gadis yang tidak laku;" (2) impal biasa,
yaitu anak laki-laki dari makcik; (3) impal langgisan, yaitu
anak-anak dari emak-emak yang bersaudara.
Peristilahan kekerabatan lainnya untuk saling
menyapa adalah sebagai berikut: (1) ayah, (2) mak
(emak, asal katanya mbai); (3) abang (abah); (5) akak
(kakak); (6) uwak, dari kata tua, yaitu saudara ayah atau
mak yang lebih tua umurnya; (7) uda, dari kata muda,
yaitu saudara ayah atau mak yang lebih muda umurnya;
(8) uwak ulung, uwak sulung, saudara ayah atau mak
yang pertama baik laki-laki atau perempuan; (9) uwak
ngah, uwak tengah, saudara ayah atau emak yang kedua

48
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

baik laki-laki atau perempuan; (10) uwak alang atau uwak


galang (benteng), saudara ayah atau mak yang ketiga baik
laki-laki atau perempuan; (11) uwak utih, uwak putih,
saudara ayah atau mak yang keempat baik laki-laki atau
perempuan; (12) uwak andak, wak pandak, saudara ayah
atau mak yang kelima baik laki-laki atau perempuan;
(13) uwak uda, wak muda, saudara ayah atau mak yang
keenam baik laki-laki atau perempuan; (14) uwak ucu,
wak bungsu, saudara ayah atau mak yang ketujuh baik
laki-laki atau perempuan; (15) wak ulung cik, saudara
ayah atau mak yang kedelapan baik laki-laki atau
perempuan; dilanjutkan ke uwak ngah cik, uwak alang
cik, dan seterusnya. Jika anak yang dimaksud adalah
anak dari andak misalnya, maka panggilan pada nomor 8
sampai 11 tetap uwak, dan nomor 12 dan seterusnya ke
bawah disebut dengan: (1) ayah uda, (2) ayah ucu, (3) ayah
ulung cik, (4) ayah ngah cik, (5) ayah alang cik, dan
seterusnya.
Kosa kata kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut:
(1) mentua atau mertua, kedua orang tua istri; (2) bisan
(besan) sebutan antara orang tua istri terhadap orang tua
sendiri atau sebaliknya; (3) menantu, panggilan kepada
suami atau istrinya anak; (4) ipar, suami saudara
perempuan atau istri saudara laki-laki, demikian juga
panggilan pada saudara-saudara mereka; (5) biras, suami
atau istri saudara istri sendiri. Misalnya Ahmad berbiras
dengan Hamid, karena istri Ahmad adalah kakak
kandung istri Hamid. Kedua saudara itu dalam keadaan
bersaudara kandung. Dapat juga sebaliknya. (6) semerayan
(semberayan), yaitu menantu saudara perempuan dari
mertua perempuan; (7) kemun atau anak kemun, yaitu
anak laki-laki atau perempuan dari saudara-saudara
kita; (8) bundai, yaitu panggilan aluran ibu yang bukan
orang bangsawan; (9) bapak, kata asalnya pak, yang
berarti ayah atau entu (artinya suci), dapat juga dipanggil

49
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

abah; (10) emak, berasal dari kata mak, yang bererti ibu
atau bunda, yang melahirkan kita (embai); (11) abang,
yang berasal dari kata bak atau bah yang artinya
saudara tua laki-laki; (12) kakak, berasal dari kata kak,
yang berarsaudara tua perempuan; (13) adik, yang
berasal dari kata dik, artinya saudara lelaki atau
perempuan yang lebih muda; (14) empuan, artinya sama
dengan istri, tempat asal anak; (15) laki, yaitu suami.
Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Timur dikenal
pula istilah puang, yaitu saudara laki-laki atau wali dari
pihak ayah atau ibu. Seterusnya dikenal pula istilah
kekerabatan anak beru, yang terdiri dari anak beru kontan
dan anak beru condong. Yang dimaksud anak beru kontan
adalah suami atau istri dari anak kandung. Di sisi lain,
anak beru condong adalah aluran menantu dari pihak ayah
atau ibu.7

7Istilah puang, anak beru, serta impal ini, dalam konteks

kebudayaan Sumatera Utara, memperlihatkan adanya hubungan


antara kebudayaan Melayu dan Karo. Di dalam kebudayaan Karo,
dikenal tiga unsur kekerabatan utama, yang ditarik dari dua
faktor yaitu hubungan darah dan perkawinan, yaitu: (a) senina
(saudara satu klen yang ditarik dari garis keturunan ayah); (b)
kalimbubu, yaitu pihak yang memberikan istri; dan (c) anak beru,
yaitu pihak yang menerima istri. Secara umum, dalam
kebudayaan Karo ini, dikenal rakut sitelu (tiga kerabat utama),
merga silima (lima klen utama orang Karo: Karo-karo, Sembiring,
Perangin-angin, Tarigan, dan Ginting), dan tutur siwaluh
(pertuturan yang delapan). Ketiga aspek ini, yaitu rakut sitelu,
merga silima, dan tutur siwaluh.
Dalam sejarah kebudayaan di Sumatera Timur, suku Karo
dipandang memiliki kedekatan kultural dan emosional dengan
suku Melayu. Dalam sejarah, suku Karo dan Melayu adalah
sama-sama penduduk di masa Kerajaan Haru, yang eksis selama
abad 13-16 Masehi. Kerajaan ini bertipekan Islam, yang
rakyatnya sebahagian beragama Islam dan sebahagian lagi masih
mengikuti ajaran animisme. Kemudian kerajaan ini diteruskanb
menjadi Kesultanan Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Kotapinang,
Kualuh, Pane, Bilah, dan lain-lain yang penduduknya kemudian
disebut sebagai suku Melayu. Orang-orang Haru ini yang tinggal
di Dataran Tinggi kemudian menyebut diri mereka sendiri dengan

50
Bab III: Jatidri dan Sistem Kekerabatan Masyarakat Melayu

Dengan demikian, lembaga perkawinan adalah


berfungsi pula untuk menjaga turai kekerabatan ini, yang
menjamin keturunan menurut hukum Allah. Melalui
perkawinan, struktur kekerabatan dan juga hubungan
darah akan berlaku sebagaimana ketentuan adat dan
hukum Tuhan. Jika norma-norma ini dijalankan dan
dilestarikan, maka akan sinambunglah kebudayaan Melayu
tersebut. Salah satu ekspresinya adalah dalam upacara
atau istiadat perkawinan.

sebutan Karo. Namun demikian, orang Karo biasanya memiliki


hubungan budaya dan darah dengan orang-orang Melayu.
Termasuk istilah anak beru adalah memberi gambaran akan
adanya hubungan tersebut.

51
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

BAB IV
TAHAPAN-TAHAPAN UPACARA
ADAT PERKAWINAN

4.1 Pengantar

Sumatera Timur adalah salah satu kawasan suku


Melayu, yang pada masa penjajahan Belanda disebut
dengan Oostkust van Sumatra. Wilayah ini terbentang dari
Tamiang, Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan,
Labuhanbatu, dan Tapanuli.
Sumatera Timur dihuni oleh suku-suku bangsa:
Melayu, Simalungun (Timur Raya), dan Karo. Ditambah
juga dengan para pendatang seperti: Batak Toba, Aceh,
Minangkabau, Jawa, Banjar, Sunda, Makasar, Bugis, dan
lain-lainnya. Keberadaan suku-suku yang seperti ini
dilatarbelakangi oleh sejarah tumbuh dan berkembangnya
perkebunan-perkebunan tembakau Deli yang dikomandoi
oleh Jacobus Nienhuys di abad kesembilan belas.
Dalam pergaulan antara suku-suku ini, maka suku
Melayu dipandang sebagai suku “tuan rumah” Sumatera
Timur, bersama Karo dan Simalungun. Suku Melayu
memiliki kebudayaannya sendiri, dengan konsep adat yang
khas, yakni adat bersendikan syarak dan syarak
bersendikan kitabullah. Artinya adat Melayu berlandaskan
kepada ajaran Islam.
Dalam pelaksanaan adat ini terdapat berbagai upacara
yang dijalani suku Melayu, yang biasanya berkait erat
dengan pusingan hidup. Dimulai dari acara melenggang
perut, bersalin, menabalkan nama anak, akikah, turun
tanah, berkhitan, perkawinan (disebut juga nikah kawin),
kematian, dan lain-lainnya. Ada pula upacara-upacara lain
seperti: jamu laut, tepung tawar (tampung tawar), mulaka
ngerbah, mulaka nukal, dan lain-lain.

52
Bab IV: Tahapan-tahapan Upacara Adat Perkawinan

Tulisan ini mengurai tentang adat istiadat perkawinan


Melayu Sumatera Timur. Tujuannya adalah untuk berbagi
ilmu pengethuan dengan semua pembaca buku ini, agar
lestarilah kebudayaan Melayu, tak lapuk karena hujan, dan
tak lekang karena panas.

4.2 Tahapan-tahapan Istiadat Perkawinan

Sejauh penelitian yang penulis lakukan, maka pokok-


pokok acara adat istiadat perkawinan suku Melayu Pesisir
Sumatera Timur, terdiri dari 27 tahapan, sebagai berikut:

1. Merintis,
2. Jamu sukut,
3. Risik kecil,
4. Risik besar,
5. Meminang,
6. Naik omas,
7. Akad nikah,
8. Ikat janji,
9. Malam berinai curi,
10. Malam berinai kecil,
11. Malam berinai besar,
12. Mengantar pengantin laki-laki,
13. Hempang pintu,
14. Buka kipas,
15. Bersanding,
16. Tepung Tawar,
17. Cemetuk,
18. Makan nasi ulam,
19. Serah-terima pengantin laki-laki,
20. Mandi berdimbar,
21. Naik sembahan,
22. Malam bersatu,
23. Naik halangan,

53
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

24. Meminjam pengantin,


25. Memulangkan pengantin,
26. Mebat,
27. Membawa pindah pengantin perempuan.

4.3 Penjelasan Setiap Tahap

Dalam rangkaian upacara adat perkawinan Melayu


Sumatera Timur, yang dikonsepkan dengan merintis adalah
mengirim utusan dari pihak calon mempelai laki-laki
kepada calon mempelai wanita. Tugas utama utusan ini
adalah sebagai orang tengah atau penghubung komunikasi
antara kedua belah pihak.
Seterusnya konsep tentang jamu sukut adalah kegiatan
agama dan adat berupa kenduri sebelum tibanya merisik
kecil, yang diselenggarakan di rumah kediaman calon
mempelai wanita.
Istilah risik kecil adalah merujuk kepada pengertian
pihak calon mempelai laki-laki mengirim utusan sejumlah
anggota kerabatnya ke rumah kediaman orang tua calon
mempelai wanita untuk merisik (menyampaikan maksud
keluarga untuk meminang sang wanita pujaan teruna
kerabat mereka). Untuk merisik kecil ini cukup beberapa
orang saja, sekurang-kurangnya seorang laki-laki dan
seorang perempuan. Perlengkapan yang dibawa untuk
merisik kecil ini cukup sebuah tepak sirih, lengkap dengan
sirih, pinang yang sudah dikacip, kapur, gambir, dan
tembakau suntil.
Kemudian risik besar adalah mengandung pemahaman
dan pengertian sebuah kegiatan dalam konteks rangkaian
upacara perkawinan secara umum, berupa datangnya
utusan pihak calon mempelai pria ke pihak calon mempelai
wanita, dengan menggunakan perantara, dari kedua belah
pihak. Kegiatan ini dilakukan setelah risik kecil.
Rombongan calon mempelai pria ini sekurang-kurangnya

54
Bab IV: Tahapan-tahapan Upacara Adat Perkawinan

terdiri dari: puang-puang, anak-anak beru laki-laki, dan


anak-anak beru perempuannya.
Meminang adalah salah satu aktivitas dari rangkaian
perkawinan, berupa komunikasi yang inti utamanya adalah
pihak calon mempelai lelaki meminang (yakni menyatakan
secara resmi) tentang kesediaan calon mempelai
perempuan untuk disunting dan menjadi istri dari calon
mempelai laki-laki).
Kemudian yang dimaksud dengan naik omas (emas)
adalah selesai meminang, disembahkan pihak calon
mempelai lelaki tepak naik emas, yaitu tepak membayar
hutang: mahar, uang antaran dan kelangkahan, yang
disambut oleh pihak calon mempelai perempuan, lalu
menyerahkannya kepada ibu si calon mempelai wanita ini.
Konsep akad nikah adalah berpandu kepada syariat
Islam. Nikah adalah ikatan (akad) perkawinan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran
agama Islam. Hidup sebagai suami-isteri tanpa nikah
merupakan pelanggaran terhadap agama. Dalam ajaran
agama Islam ini terdapat beberapa jenis nikah ini. (a) Nikah
fasid adalah nikah yang tidak dapat dilangsungkan atau
disahkan karena perbedaan agama, calon istri dalam
keadaan idah, muhrim, dan lainnya yang melanggar aturan
perkawinan di dalam Islam. (b) Nikah gantung, yakni nikah
yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam (syarak), tetapi
belum diresmikan oleh petugas yang berwenang, suami istri
belum tinggal serumah. (c) Nikah sigar, yakni pernikahan
dengan cara tukar-menukar calon istri di antara para wali
untuk dinikahkan dengan calon suami yang telah
disepakati atau untuk dirinya masing-masing dengan satu
perjanjian tanpa mahar yang hukumnya haram. (d) Nikah
siri adalah pernikahan yaang hanya disaksikan oleh
seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan
Agama, dan menurut ajaren Islam adalah sah. (e) Nikah
tahlil, yakni pernikahan yang dilakukan oleh orang ketiga

55
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

untuk menghalalkan bekas suami yang telah menjatuhkan


talak tiga untuk kembali kepada bekas istrinya. Dalam
rangkaian perkawinan ini, akad nikah merujuk kepada
proses verbal antara yang menjadi wali calon mempelai
wanita dengan sang calon mempelai pria, berupa
penyerahan dan penerimaan.
Yang dimaksud dengan ikat janji adalah sesudah
selesai acara akad nikah, upacara dilanjutkan dengan
acara terakhir, yaitu ikat janji. Dalam hal ini oleh pihak
pengantin lelaki disembahkan tepak ikat janji sambil
bertanya bila kiranya dilangsungkan (diresmikan)
perkawinan mempelai pria dengan mempelai wanita. Ketika
telah tercapai kata sepakat tentang hari dan tempat
dilangsungkan, upacara pun selesailah. Kedua belah pihak
anak beru saling bersalam-salaman.
Malam berinai (berhinai) adalah malam-malam bagi
kedua mempelai melakukan proses mewarnai ujung jari
dan kuku-kuku tangan dengan menempelkan inai yang
telah dihaluskan. Malam-malam berinai ini terdiri dari tiga
peringkat, yakni inai curi, inai kecil, dan inai besar. Malam
berinai ini dalam konteks Dunia Islam dinyatakan sebagai
syariat para Nabi.
Pengertian mengantar pengantin lelaki bersanding
adalah pihak mempelai pria bersama kerabat dan
rombongan menuju ke rumah kediaman mempelai wanita
untuk dipersandingkan. Biasanya disebut juga peresmian
perkawinan atau walimatul ursy.
Hempang pintu adalah proses ketika rombongan
pengantin pria dihempang secara adat oleh pihak mempelai
wanita ketika berada di pintu rumah kediaman mempelai
wanita. Saat ini pihak mempelai pria harus menyerahkan
uncang yang berisi uang logam (atau hasil-hasil pertanian)
kepada yang menghempang pintu. Saat ini pihak pengantin
lelaki dan perempuan menyediakan juru bicaranya yang
disebut dengan telangkai.

56
Bab IV: Tahapan-tahapan Upacara Adat Perkawinan

Buka kipas adalah kegiatan berikutnya dari rangkaian


mengantar pengantin. Kegiatan ini adalah kegiatan
rombongan pengantin lelaki yang dihempang oleh kipas,
dan kemudian dibayar dengan uncang yang berisi uang-
uang logam ke pihak mempelai wanita.
Bersanding adalah kegiatan duduk bersama di sebuah
pelaminan. Mempelai lelaki dan perempuan duduk di atas
pelaminan menghadap kepada hadirin yang hadir.
Keduanya kemudian melakukan berbagai aktivitas berikut-
nya selepas saja bersanding di pelaminan.
Yang dimaksud dengan kegiatan tepung tawar adalah
aktivitas memercikkan ramuan-ramuan tepung tawar yang
telah disediakan kepada kedua mempelai, dengan tujuan
memberi doa agar selamat dan kekallah rumah tangga yang
mereka bangun. Biasanya yang memberikan tepung tawar
terlehih dahulu kedua orang tua mempelai, disusul
kerabat-kerabat dekat, dan kemudian para tokoh
masyarakat dan undangan yang hadir.
Dalam rangakaian upacara ini, yang disebut dengan
cemetuk adalah saat selesai ditepungtawari, kedua
pengantin diturunkan dari pelaminan, didudukkan
keduanya di muka pelaminan. Saat ini pengantin laki-laki
menyerahkan cemetuk (hadiah kawin)nya kepada
pengantin perempuan.
Makan nasi ulam adalah kegiatan bersama mempelai
laki-laki dan mempelai perempuan makan bersama sebagai
ungkapan kebersamaan dalam suka dan duka sebagai
sepasang suami istri yang baru. Kadangkala disebut juga
makan nasi hadap-hadapan. Makan nasi ulam ini biasanya
dipimpin oleh seorang perempuan yang telah ditunjuk
untuk tugas ini. Biasanya disaksikan oleh kelompok
perempuan pada kedua belah pihak mempelai.
Kemudian serah terima pengantin laki-laki adalah
kegiatan adat dalam rangkaian adat upacara perkawinan.
Kegiatan ini adalah berupa penyerahan secara verbal

57
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

mempelai lelaki ke pihak keluarga inti dan luas mempelai


wanita, untuk menjadi bahagian tidak terpisahkan dari
keluarga mempelai wanita ini.
Mandi bedimbar adalah kegiatan dalam rangakaian
adat perkawinan Melayu, berupa kedua mempelai
melakukan mandi secara adat. Mandi bedimbar ini
memakai air dan ramuan-ramuan yang penuh dengan
nilai-nilai.
Yang dimaksud dengan naik sembahan adalah proses
ketika pengantin dibawa ke suatu ruangan, yang telah
duduk menunggu kedua orang tua mempelai perempuan,
puang-puang, anak-anak beru serta karib kerabatnya. Baik
mempelai laki-laki maupun mempelai perempuan, masing-
masing menyembahkan tepak sirih kepada orang tua
pengantin perempuan, lalu menyembahnya.
Malam bersatu adalah malam pembuktian di zaman
dahulu, untuk mebuktikan gadis tidaknya pengantin
perempuan, dihamparkanlah oleh bidan pengantin laki-laki
sehelai kain putih diatas tilam tempat tidur pengantin. Kain
putih ini disediakan oleh orang tua pengantin perempuan.
Siap bersatu, pengantin disuruh mandi junub berdua.
Bidan mengambil kain putih tadi diperiksa apakah ada
tanda gadis pengantin perempuan. Kain putih diserahkan-
nya kepada ibunda mempelai perempuan untuk
disaksikan, dengan lebih dulu menyorongkan tepak sirih.
Kalau tepak kosong dan combukunya tertelungkup, tanda
pengantin perempuan tidak gadis lagi.
Naik halangan adalah selepas acara malam bersatu,
keesokan harinya bidan pengantin laki-laki pulang ke
rumah orang tua pengantin laki-laki untuk menyerahkan
tanda bukti kesucian pengantin perempuan itu. Setelah
orang tua pengantin laki-laki menerima tanda-bukti
tersebut, dikirimnya seperangkatan belanja dapur ke
rumah orang tua pengantin perempuan, yang dinamakan
naik halangan.

58
Bab IV: Tahapan-tahapan Upacara Adat Perkawinan

Berikutnya yang dimaksud dengan meminjam


pengantin adalah kegiatan membawa mempelai lelaki dan
wanita ke rumah keluarga mempelai lelaki. Setelahnya
kemudian dipersandingkan kembali dalam pelaminan,
namun di pihak kerabat laki-laki.
Aktivitas memulangkan pengantin adalah menghantar
kembali kedua mempelai setelah dilakukan meminjam
pengantin, ke rumah keluarga mempelai wanita. Keduanya
tinggal beberapa masa di rumah ini.
Mebat merupakan kegiatan mengunjungi penguasa
adat setempat, sebagai bukti bahwa kedua mempelai
adalah telah melaksanakan adat perkawinan. Kemudian
keduanya memohon doa restu kepada pengauasa adat
setempat ini.
Membawa pindah pengantin perempuan adalah
kegiatan sosial budaya kedua mempelai datanglah anak
beru dari pengantin laki-anak ke rumah orang tua
mempelai perempuan. Pada hari yang sudah ditentukan,
datanglah utusan dari orang tua pengantin laki-laki
menjemput kedua pengantin. Utusan menyembahkan tepak
sirih kepada orang tua pengantin perempuan sambil mohon
izin untuk membawa pindah kedua pengantin. Setelah
mendapat izin, maka dibawalah pindah kedua pengantin.
Dalam konsep budaya Melayu, mempelai tinggal di
rumah keluarga mempelai lelaki atau wanita, sampai
kemudian mandiri memiliki rumah sendiri dan membina
keluarga secara mandiri. Secara terperinci setiap kegiatan
dalam rangkaian upacara adat perkawinan Melayu
Sumatera Timur ini dideskripsikan pada bab-bab berikut
ini.

59
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

BAB V
UPACARA MERISIK DAN MEMINANG

Upacara prapernikahan dalam kebudayaan Melayu


Sumatera Timur ini, terdiri dari subupacara: merintis, jamu
sukut, risik kecil, dan risik besar. Semua ini berkait dengan
pendekatan-pendekatan untuk penyatuan kekerabatan dan
persiapan menuju upacara nikah kawin. Uraian upacara
prapernikahan itu adalah sebagai berikut.

5.1 Merintis

Kalau seorang pemuda hendak meminang seorang


gadis, lebih dulu diutuslah seorang telangkai ke rumah
orang tua si gadis. Yang menjadi telangkai ini ialah salah
seorang dari kerabat si pemuda atau orang lain yang
dipercaya, yang kenal baik dengan orang tua si gadis (calon
mempelai wanita).
Dahulu, di zaman raja-raja masih berkuasa di
Sumatera Timur ini, di tiap-tiap kampung sengaja diadakan
seorang penghulu telangkai. Tugas penghulu telangkai ini
ialah sebagai orang penghubung antara orang tua si
pemuda dengan orang tua si gadis dalam hal perkawinan,
dari awal sampai akhirnya perkawinan. Namun demikian di
masa sekarang, dengan hapusnya kekuasaan raja-raja di
Sumatera Timur ini penghulu telangkai ini sudah tidak ada
lagi.
Bila maksud kedatangan telangkai ini mendapat
sambutan baik dari orang tua si gadis (calon mempelai
wanita), maka ditetapkanlah suatu hari dan tanggal buat
menerima kedatangan utusan dari pihak orang tua si
pemuda untuk risik kecil. Ini adalah pertanda baik bagi
kedua belah pihak.

60
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

5.2 Jamu Sukut

Sebelum tiba hari risik kecil yang ditetapkan, kedua


belah pihak masing-masing mengumpul kerabatnya
terdekat untuk merundingkan perkawinan anaknya itu.
Tema rundingan biasanya mencakup bila dilakukan risik
kecil, siapa calonnya, persiapan-persiapan apa yang akan
dilakukan, dan hal-hal sejenis.
Biasanya dalam rangka persiapan risik kecil ini,
dilakukan terlebih dahulu kenduri keluarga. Kegiatan
berupa jamuan makan seperti ini, lazim yang dinamakan
jamu sukut. Selepas itu, berulah orang tua si anak
menyampaikan maksudnya kepada hadirin dengan
menyerahkan pelaksanaan perkawinan anaknya itu kepada
puang-puang1 dan anak-anak beru2nya.

5.3 Risik Kecil

Pada hari yang sudah ditetapkan itu, maka dikirimlah


oleh orang tua si pemuda beberapa orang dari kerabatnya
yang patut-patut ke rumah orang tua si gadis untuk
merisik. Untuk merisik kecil ini cukup beberapa orang saja,
sekurang-kurangnya seorang laki-laki dan seorang
perempuan.
Bahkan yang dibawa untuk merisik kecil ini cukup
sebuah tepak sirih, lengkap dengan sirih, pinang yang
sudah dikacip, kapur, gambir dan tembakau suntil. Semua
bahan-bahan tepak ini berada dalam combul, kecuali sirih,

1
Puang adalah saudara laki-laki atau wali dari pihak ayah atau
ibu.
2
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Melayu Sumatera
Timur, khususnya Langkat, Deli, dan Serdang terdapat
penyebutan anak beru yang terdiri dari dua golongan, yakni: 1.
anak beru kontan dan 2. anak beru condong. Anak beru kontan,
ialah suami atau istri dari anak kandung. Anak beru condong,
ialah aluran menantu dari pihak ayah dan ibu.

61
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

cukup disusun saja dengan rapi. Gagang-gagang sirih


dipotong pendek supaya rapi.
Kedatangan utusan dari orang tua si pemuda ini
sudah tentu dinanti oleh orang tua si gadis dengan bahan-
bahan perundingan yang dikemukakannya dalam
pertemuan itu. Kedatangan tersebut telah diberitahukan
melalui utusan dari pihak si pemuda sebelumnya.
Setelah kedua belah pihak hadir, dibukalah pertemuan
itu oleh utusan orang tua si pemuda dengan lebih dulu
menyembahkan tepak sirih yang dibawanya tadi kepada
orang tua si gadis, sambil mengemukakan hajat dan
maksud kedatangan mereka kepada orang tua si gadis. Bila
hajat dan maksud kedatangan utusan orang tua si pemuda
itu disetujui oleh orang tua si gadis, lalu dirundingkanlah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak si pemuda.
Yang menjadi bahan-pokok perundingan dalam
pertemuan ini, ialah sebagai berikut:
a. mahar atau emas-kawin,
b. uang antara atau uang hangus,
c. keperluan pengantin, dan
d. kelangkahan.

a. Mahar
Mahar atau emas-kawin ialah suatu pemberian
mutlak dari si pemuda kepada si gadis yang
hendak dinikahinya, suatu syarat yang
diwajibkan di dalam hukum agama Islam. Mahar
atau emas kawin ini terserah kepada kehendak
orang tua si gadis, apakah berupa emas murni
atau berupa uang, atau berupa benda (misalnya
sebuah Kitab Suci Al-Qur’an). Begitu juga
mengenai jumlahnya, kalau emas murni sekian
gram atau mayam dan juga kalau uang sekian
rupiah. Mahar adalah hak mutlak dari yang
dinikahkan, harus diserahkan kepadanya, tidak

62
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

boleh dipakai kepada yang lain tanpa izinnya.


Karena mahar ini suatu unsur dari syari’at Islam,
tidaklah selamanya mesti berpegang kepada
hukum adat. Sebagai contoh, sepanjang adat
Serdang dahulu, besarnya mahar adalah sebagai
berikut:
(i) Sultan dan anak sultan/anaknya 1000
ringgit (32 tadhil).3
(ii) Raja muda/anak-anaknya 555,55 ringgit (16
tadhil);
(iii) Tengku-tengku biasa 333,333 ringgit (4
tadhil);
(iv) Datuk-datuk/Wan-wan dan anak-anak
mereka 111,11 ringgit;
(v) Orang-orang (rakyat) biasa 33,33 ringgit.
b. Uang antaran
Uang antaranatau uang hangus, ialah uang
untuk biaya melangsungkan perkawinan si gadis.
Jumlahnya ditentukan oleh orang tua si gadis.
c. Keperluan pengantin
Salah satu perlengkapan yang diperlukan bagi
pengantin baru, ialah seperangkat tempat tidur.
Bagi yang berada, ditambah lagi dengan
perlengkapan2 yang lain, seperti almari pakaian,
kaca rias (toilet) dan lain sebagainya.
d. Kelangkahan
Di samping keperluan-keperluan pengantin,
kalau si gadis yang hendak dikawinkan itu masih
mempunyai kakak-kakak yang belum pernah
kawin, si pemuda harus membayar “kelang-

3
Satu (1) kati sdama dengan 16 Tadhil, sama dengan 1 1/3
pound (dikutip dari buku Sari Sejarah Serdang, Tengku Luckman
Sinar, hal 203).
4
Satu (1) kati sdama dengan 16 Tadhil, sama dengan 1 1/3
pound (dikutip dari buku Sari Sejarah Serdang, Tengku Luckman
Sinar, hal 203).

63
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

kahan” namanya, dengan sekurang-kurangnya


sesalinan pakaian (baju dan kain) bagi tiap-tiap
kakak yang dilangkahi si gadis itu.

Kalau syarat-syarat diminta oleh pihak orang tua si


gadis ini terlalu berat, utusan dari pihak orang tua si
pemuda boleh menyatakan keberatannya. Pendek kata
dalam pertemuan secara tidak resmi ini, kedua belah pihak
masih boleh tawar-menawar sampai mencapai titik
perrtemuan. Dalam menetapkan syarat-syarat ini, utusan
dari pihak orang tua si pemuda sudah tentu berpedoman
kepada amanah yang diterimanya.
Keputusan dan ketetapan yang sudah disetujui oleh
kedua belah pihak dalam “risik kecil” ini akan menjadi
dasar dan titik tolak bagi upacara selanjutnya. Keputusan
ini biasanya tak boleh diobah lagi dalam pertemuan “risik
besar” nanti.
Setelah tercapai persetujuan bersama mengenai
syarat-syarat pinangan, maka ditetapkanlah hari dan
tanggal untuk “risik besar.” Ketetapan hari dan tanggal
tersebut biasanya berasas pada bulan dan hari baik
menurut ilmu yang diwariskan dari nini moyang puak
Melayu.

5.4 Risik Besar

Risik besar ini sebenarnya cuma formaliteit saja.


Hakikatnya tak lain dari pada realisasi dari apa yang sudah
diputuskan dalam risik kecil yang lalu.
Pada hari yang sudah ditetapkan, datanglah
rombongan dari pihak orang tua si pemuda ke rumah orang
tua si gadis. Jumlah rombongan yang datang ini sudah
lebih dulu dipakatkan. Gunanya supaya pihak orang tua si
gadis tahu membuat persiapan pada hari menyambut
kedatangan rombongan dari pihak orang tua si pemuda.

64
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Rombongan ini sekurang-kurangnya terdiri dari:


puang-puang, anak-anak beru laki-laki, dan anak-anak beru
perempuannya. Rombongan dipimpin oleh anak beru laki-
laki yang tertua, yang akan menjadi juru bicara dalam
pertemuan dengan pihak orang tua si gadis. Puang, ialah
tempat anak beru bertanya atau meminta keputusan
bilamana kemungkinan tumbuh sesuatu kesulitan dalam
pertemuan, maupun selama berlangsungnya perhelatan
perkawinan. Baik-buruk dan hina malunya keluarga
pengantin, puang-puang dan anak-anak berulah yang
bertanggung jawab.
Acara meminang ini boleh dibuat bertahap atas
persetujuan kedua belah pihak umpamanya sebagai
berikut:
(1) Tahap pertama terdiri dari: risik besar,
meminang, naik emas, tukar tanda, dan ikat
janji.
(2) Tahap kedua, terdiri dari akad nikah dan
bersanding.
Pada tahap perama perlu dibawa:
(a) Satu tepak pembuka kata,
(b) Satu tepak risik besar,
(c) Satu tepak meminang,
(d) Satu tepak naik emas (uang antaran),
(e) Satu tepak tukar tanda,
(f) Satu tepak ikat janji, bila akan dinikahkan,
(g) Satu tempat uang antaran,
(h) Satu tepak tanda, dan
(i) Beberapa tepak pengiring.
Pada tahap kedua dibawa:
(a) Satu tepak pembuka kata,
(b) Satu tepak nikah,
(c) Satu tepak ikat janji, bila pengantin laki-laki
diantar ke rumah pengantin perempuan, dan
(d) Satu tempat mahar.

65
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Pihak si gadis menanti dengan menyediakan perangkat-


perangkat upacara berikut:

(1) Pada tahap pertama


(a) Satu tepak menanti,
(b) Satu tepak tukar tanda,
(c) Satu tepak ikat janji.
(2) Pada tahap kedua
(a) Satu tepak menanti,
(b) Satu tepak nikah,
(c) Satu tepak janji.
Selesai nikah, tanda dikembalikan. Namun demikian,
sekarang tiada dibuat orang, sebagai tanda telah
bertunangan, bertukar cincin belah rotan (cincin kawin).
Kalau ini, tidak perlu dikembalikan.
Mengenai tanda ini adak sanksinya. Menurut hukum
adat, kalau pihak laki-laki memutuskan pertunangan,
tanda yang sudah diberikan kepada pihak pertama tetap
menjadi milik pihak perempuan, tetapi kalau pihak
perempuan yang memutuskan, tanda harus dikembalikan
dua kali lipat.
Kalau kebetulan dalam bertunangan atau sesudah
akad nikah, tetapi belum diresmikan, tiba bulan puasa
(Ramadhan) dan Hari Raya Idilfitri, maka pada hari
megang/bantai puasa oleh pihak si pemuda diantarkanlah
daging bantai dicukupkan dengan rempah-rempahnya dan
kelapa ke rumah si gadis. Yang mengantarkan daging
bantai ini adalah seorang atau dua anak beru perempuan.
Daging dibawa dengan talam bertutup sangai (tudung saji)
dan sangai ditutup dengan sahap bersulam atau bertelepak
perak. Yang lain boleh dibawa dalam kating (keranjang).
Sebagai balasannya pada hari itu juga oleh pihak si gadis
diantarkannya ke rumah si pemuda sehidangan daging
yang sudah masak.

66
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Begitu juga pada hari bantai hari “Id” oleh pihak si


pemuda diantarkannya daging bantai cukup dengan
rempah-rempah dan lain sebagainya, ditambah dengan
bahan-bahan untuk membuat kueh hari raya. Sebagai
balasannya diantar pula ke rumah si pemuda sehidangan
daging yang sudah masak dengan beberapa macam kueh
hari raya dan air ukup. Oleh pihak si pemuda hidangan tadi
(hanya hidangan hari raya) diisinya dengan sekurang-
kurangnya sepasang pakaian untuk calon pengantin
perempuan sebagai hadiah lebaran.

5.5 Meminang

Untuk menghemat waktu dan belanja, biasa juga


dibuat orang pada hari risik besar itu. Sekaligus
dilangsungkan upacara-upacara berikut ini:
(1) Meminang,
(2) Naik emas,
(3) Akad nikah, dan
(4) Ikat janji.
Ini pun harus dilakukan atas persetujuan dari kedua belah
pihak.
Bahan-bahan yang harus dibawa oleh rombongan, jika
pada hari risik besar itu sekaligus dilangsungkan upacara-
upacara meminang, naik emas, akad nikah dan ikat janji,
adalah sebagai berikut.
(a) Satu tepak pembuka kata,
(b) Satu tepak risik besar,
(c) Satu tepak meminang,
(d) Satu tepak naik emas (mahar dan antaran),
(e) Satu tepak akad nikah,
(f) Satu tepak ikat janji, bila dilangsungkan,
(g) Satu tempat mahar dan uang antaran,
(h) Satu tepak kelangkahan (kalau ada kakak dari si
gadis yang dilangkahi,

67
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

(i) dan beberapa tepak pengiring.


Isi dari tepak-tepak tersebut, selain dari pada isi yang
biasa, yaitu sirih, pinang, gambir, kapur, dan tembakau
suntil, ditambah dengan bunga-bungaan, kecuali tepak
“pembuka kata” cukup seperti biasa saja. Kepala dari
tepak-tepak risik besar, meminang, naik emas, akad nikah,
dan ikat janji itu ditandai dengan sekuntum bunga,
umpamanya dengan bunga mawar, supaya mudah bagi
juru bicara menandainya mana kepala dari tepak, waktu
menyembahkannya nanti. Alasannya adalah karena
menurut adat harus kepala dari tepak dihadapkan kepada
yang disembah. Tetapi tepak “pembuka kata” cukup dengan
letak pinang sebagai kepalanya.
Semua tepak-tepak dihiasi serta dibalut dengan kain.
Dengan kain songket lebih manis dan lebih cantik
kelihatan. Begitu juga dengan tempat mahar, uang antaran
dan kelangkahan, hendahlah dihiasi dengan rapi.
Kalau rombongan dari pihak orang tua si pemuda
datang dengan membawa adat, sudah tentu pula pihak
orang tua si gadis dengan adat:
(a) satu tepak menanti,
(b) satu tepak nikah, dan
(c) satu tepak ikat janji.
Sesampainya rombongan si pemuda di rumah orang
tua si gadis, semua tepak, tempat mahar, tempat uang
antaran, dan tempat kelangkahan tadi diletakkan di atas
suatu hamparan yang sudah disediakan oleh pihak orang
tua si gadis, lalu ditepungtawari oleh kedua orang tua si
gadis.
Sesudah ditepungtawari, semua tepak dan perlengkap-
an lainnya tadi dikembalikan kepada rombongan yang
datang untuk memulai upacara. Upacara dilaksanakan di
atas suatu hamparan yang sudah disediakan oleh tuan
rumah.

68
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

5.6 Naik Emas

Dari pihak orang tua si gadis hadir puang-puang serta


anak-anak berunya. Setelah kedua belah pihak duduk
berhadapan, dibukalah pertemuan lebih dulu oleh tuan
rumah. Setelah tuan rumah membuka kata, mulailah anak
beru/juru bicara dari rombongan si pemuda menyembah-
kan:
a. Tepak “pembuka kata” sambil bicara, lalu disambut
oleh pihak si gadis.
b. Selesai membuka kata, disembahkan pihak si
pemuda tepak “merisik” lalu disambut oleh pihak si
gadis.
c. Selesai merisik, disembahkan pihak si pemuda
tepak “meminang,” sambil mengucapkan maksud-
nya, lalu disambut oleh si gadis.
d. Selesai meminang, disembahkan pihak si pemuda
tepak “naik emas,” yaitu tepak membayar hutang:
mahar, uang antaran dan kelangkahan—disambut
oleh pihak si gadis, lalu menyerahkannya kepada
Ibu si gadis. Oleh Ibu si gadis tempat uang beserta
isinya itu dijunjungkannya ke atas kepala anaknya
sambil menseduakannya: “Satu, dua, tiga, empat,
lima, enam, tumunjuh. Tegar-tegar semangatmu
ayah, selamat-selamat, panjang umur, rendah
rezeki.” Lalu digendongnya sebentar, ibarat meng-
gendong cucu, sebelum disimpan.
e. Selesai membayar hutang, disembahkan pihak si
pemuda tepak ”akad nikah,” mohon supaya si
pemuda yang hendak dinikahkan itu dengan si
gadis (dalam hal ini sudah tentu si pemuda yang
hendah dinikahkan itu turut hadir dalam majelis),
dan disambut oleh pihak si gadis.

69
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 5.1:
Alat-alat Pinang Meminang (Tepak dan Tepung Tawar)

Gambar 5.2:
Bunga Sirih

70
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Gambar 5.3:
Tepak Beserta Bunga Sirih

Gambar 5.4:
Tepak

71
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 5.5:
Uang Dirangkai Berbentuk Bunga

72
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Gambar 5.6:
Kerabat Lelaki Menepungtawari Tepak

Gambar 5.7:
Kerabat Perempuan Menepungtawari Tepak

73
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 5.8:
Menepungtawari Tepak

Gambar 5.9:
Suasana Komunikasi Verbal Saat Merisik dan Meminang
yang Diwakili Telangkai Pihak Calon
Mempelai Perempuan dan Lelaki

74
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Gambar 5.10:
Salah Satu Antaran

Gambar 5.11:
Telangkai Memeriksa Isi
Salah Satu Antaran

75
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 5.12:
Satu Per Satu Antaran Diperiksa

Gambar 5.13:
Keseluruhan Antaran yang Telah Diperiksa

76
Bab V: Upacara Merisik dan Meminang

Gambar 5.14:
Jabat Tangan Antara Dua Telangkai sebagai Indeks
dari Selesainya Acara Peminangan dan
Serah Terima Antaran

Gambar 5.15:
Memasang Cincin

77
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

5.16:
Aneka Antaran

78
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

BAB VI
RANGKAIAN UPACARA NIKAH KAWIN

6.1 Akad Nikah

Oleh anak beru pihak si gadis, si pemuda yang hendak


dinikahkan itu, didudukkan ke tempat duduk nikah yang
sudah tersedia; biasanya di atas tilam dilipat dua, supaya
agak tinggi dengan dua bantal kepala, satu di tepi kanan
dan satu di tepi kiri tempat duduk. Si pemuda pakai jubah
dan sorban togang. Sewaktu dinikahkan tidak boleh pakai
perhiasan emas. Di muka tempat duduk nikah sudah
diletakkan:
1. Tepak nikah si gadis di sebelah kanan menghadap
tempat duduk.
2. Satu labu gelas berisi air dengan gelasnya serta satu
ketur (tempat buang ludah dari kuningan atau
tembaga) di sebelah kiri menghadap tempat duduk.
3. Dua batang lilin putih dengan tempatnya, satu di
kanan dan satu di kiri tempat duduk.
4. Tepung tawar, sebelah kanan menghadap tempat
duduk.
5. Satu baki di atas pahar (schaal dari tembaga), berisi
gula dan manisan-manisan, garam, dan haliya ala
kadarnya, sebelah kanan menhadap tempat duduk.
6. Tepak nikah si pemuda, sebelah kiri menghadap
tempat duduk.

Kedua batang lilin dipasang ke atas bahu si pemuda


diselimutkan sehelai kain panjang atau kain songket lepas.
Sipemuda disuruh berkumur-kumur dengan air dari labu
gelas lalu meludahkannya ke dalam kotur, supaya bersih
dan hilang bau mulutnya, karena ia akan mengikrarkan
“akad nikah,” suatu kalimat suci, masuk salah satu dari
rukun nikah, yang diwajibkan di dalam syari’at Islam.

79
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Membersihkan mulut sunat hukumnya. Sudah itu upacara


akad nikah pun dimulailah oleh Tuan Naib.
Mula-mula Tuan Naib menerangkan kepada si pemuda
mengenai hukum nikah, yaitu:
Pertama : laki-laki
Kedua : perempuan
Ketiga : wali
Keempat : ijab-kabul
Kelima : dua orang saksi
Sudah itu Tuan Naib mengajari si pemuda mengucapkan
”kabul,” suatu kalimat yang akan diterangkan di bawah ini,
yang sedapat mungkin harus diucapkan dengan pasih lagi
lancar, tidak boleh dengan tertegun-tegun atau putus-
putus. Kemudian Tuan Naib membacakan khotbah nikah.
Selesai khotbah nikah, menggenggam tangan kanan si
pemuda lalu mengucapkan ijab:

“Aku nikahkan dan aku kawinkan akan dikau


............................ (nama si wanita yang akan
dinikahkan) binti ............................ (nama ayah si
wanita yang dinikahi), walinya berwakil kepada aku,
dengan maharnya .............................. rupiah tunai.”

Begitu siap mengucapkan ijab tersebut di atas, Tuan Naib


menggoncang tangan si pemuda, tanda menyuruh sambut
dengan serta-merta dengan ucapan:

“Aku terima nikah ............................. (nama siwanita


yang dinikahkan) binti .................................. (nama
ayah si wanita yang dinikahkan) dengan maharnya
.............................. rupiah tunai.”

Acara akad nikah tersebut diatas berlaku bila ayah/wali si


wanita berwakil kepada Tuan Naib.

80
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Kalau yang menikahkan ayah si wanita sendiri, cara


ijabnya begini.

“Aku nikahkan dan aku kawinkan akan dikau anakku


........................... dengan maharnya ..............................
rupiah tunai.”

Si pemuda menyambut:

“Aku terima nikah ........................................ dengan


maharnya ......................................... rupiah tunai.”

Siap akad nikah si pemuda disuruh mengucapkan sighat


taklid, mengikuti apa yang diucapkan oleh Tuan Naib.
Maka selesailah upacara akad nikah.
Mengenai akad nikah ini, ingin saya memberikan
sedikit pandangan kepada adik-adik atau anak-anak yang
akan menjalaninya. Menengok singkat dan sederhananya
kalimat kabul nikah yang harus diucapkan oleh si pemuda
yang dinikahkan, namun orang berpendapat tentu dapat
dengan mudah menghafalnya di luar kepala dan
mengucapkannya dengan fasih lagi lancar. Apakah satu
kalimat pendek lagi sederhana, sedangkan ilmu bumi atau
ilmu sejarah dapat dihapal di luar kepala dengan sempurna
sampai-sampai satu halaman.
Namun demikian, tidak semudah sangkaan itu.
Banyak pemuda-pemuda yang sebelumnya sudah hafal
diluar kepala dan fasih lagi lancar mengucapkannya, tetapi
tiba pada waktu upacara akad nikah, tidak dapat
mengucapkannya dengan pasih lagi lancar, harus diulangi
beberapa kali, bahkan bukan jarang kejadian sampai-
sampai sipemuda yang hendak dinikahkan itu diberi
minum supaya tenang perasaannya, baru dapat
mengucapkan sebagaimana mestinya.

81
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Banyak saya dengar cerita orang-orang tua, dulu


sampai ada yang dimandikan baru dapat mengucap
sebagaimana mestinya. Karena waktu kita duduk
berhadapan dengan Tuan Naib itu datang perobahan
perasaan. Kalau kita tidak dapat menguasai diri sewaktu
datangnya perobahan perasaan itu, timbulah darah
gemuruh, hati pun berdebar. Bila hati berdebar-debar jalan
napas pun jadi kusut. Bila jalan napas kusut, datanglah
gugup hingga lupa. Bila anda nanti mengalami perasaan
seperti tersebut di atas, saya anjurkan cobalah tenangkan
diri anda dengan cara di bawah ini.
Tarik nafas dalam-dalam dengan perlahan-lahan lalu
keluarkan dengan perlahan-lahan. Diulangi beberapa kali,
insya Allah perasaan anda akan tenang dan tenteram
kembali seperti biasa.
Selesai akad nikah, pengantin ditepungtawari.
Kemudian dibawa kehadapannya baki yang berisi gula-gula
dan sebagainya tadi; disuruh jemput kepadanya apa yang
disukainya. Konon, bahan-bahan yang ada dalam baki itu
masing-masing mengandung makna. Watak si pemuda
dapat dilihat dari apa yang dijemputnya. Sudah itu
pengantin diturukan dari tempat duduk nikah lalu disuruh
menyalami yang hadir, istimewa dua ibu-bapa dari isterinya
serta karib-kerabatnya.

6.2 Ikat Janji

Selesai acara akad nikah, upacara dilanjutkan dengan


acara terakhir, yaitu “ikat janji.” Oleh pihak si pemuda
disembahkan tepak “ikat janji” sambil bertanya bila kiranya
dilangsungkan (diresmikan) perkawinan si pemuda dengan
si gadis. Setelah tercapai kata sepakat tentang hari dan
tanggal dilangsungkan, upacara pun selesailah. Kedua
belah pihak anak beru pun bersalam-salaman.

82
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Sirih-sirih yang dibawa oleh rombongan tadi semuanya


tinggal untuk orang tua si gadis, untuk dibagi-bagikannya
kepada kerabatnya. Ibu-ibu yang mempunyai anak gadis
perlu menyuruh makan sirih pinangan kepada gadisnya,
konon supaya lekas pula dipinang orang.
Menjelang tibanya hari dilangsungkan perkawinan,
yaitu hari kedua pengantin akan disandingkan, masing-
masing pihak pengantin mengadakan persiapan. Apa-apa
yang harus dipersiapkan untuk menghadapi hari
bersanding itu, mari kita tinjau lebih dulu ke rumah
pengantin perempuan.
Untuk tempat pengantin bersanding, dibuatlah sebuah
pelaminan, yaitu tempat duduk yang bertingkat. Di zaman
raja-raja berkuasa dulu di Sumatera Timur ini, tingkatan
pelaminan ini tidak sama. Ada 3, 5, 7, dan 9 tingkat,
menurut tingkatan pelaminan dalam masyarakat.
Penjabarannya adalah sebagai berikut:

(a) Tingkat 9 untuk sultan,


(b) 7 untuk anak-anak sultan,
(c) 5 untuk tengku-tengku atau orang besar-besar,
(d) 3 untuk orang kebanyakan.

Tiga malam berturut-turut menjelang tibanya hari


bersanding, pengantin perempuan dihinaii tangan dan
kakinya. Malam pertama “malam berinai curi” namanya
malam kedua “malam berinai kecil” dan malam ketiga
“malam berinai besar.”

6.3 Malam Berhinai Curi

Pada malam berhinai curi ini, pengantin dihinai sedikit


pada tapak tangan atau sekuku jari manisnya. Bahan hinai
ini dibuat dari daun hinaii, digiling lumat lalu ditempelkan
ke tempat yang hendak diinai itu. Yang menghinai

83
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

pengantin ialah anak-anak dara sambil bersenda gurau


dengan pengantin.
Sebelum pengantin dihinaii lebih dahulu diletakkan
daun hinaii seperlunya ke atas batu gilingan. Batu gilingan
dililit sekelilingnya dengan kain panjang. Sudah itu diminta
tiga orang-orang tua (perempuan) untuk menepungtawari
daun hinaii tadi. Selesai ditepung-awari baru digiling.
Menggiling hinai ini juga dilakukan berganti-ganti oleh tiga
orang-orang tua (perempuan) sampai lumat. Kemudian
pengantin dimandikan di atas ujung daun pisang tiga lapis
yang dinamakan “mandi di ujung daun.” Siap mandi baru
dihinai. Inilah yang dikatakan “malam dihinai curi.” Pada
malam berhinaii curi, pengantin tidak dinaikkan ke
pelaminan dan tidak ada kenduri atau acara lainnya.

6.4 Malam Berhinai Kecil

Pada “malam berinai kecil” pengantin dihinai seluruh


kedua tapak tangannya, ujung-ujung jari tangannya,
keliling tepi kedua kaki dan ujung jari kakinya. Juga
malam ini tidak ada acara apa-apa.

6.5 Malam Berhinai Besar

Pada malam ketiga, pengantin dinaikkan ke atas


pelaminan untuk ditepungtawari oleh orang-orang yang
akan menepungtawari. Pengantin lebih dahulu dicolekkan-
nya sedikit hinai ke tapak tangan pengantin baru
ditepungtawari. Kepada yang menepungtawari diberikan
berkat, yaitu telor sebutir pulut seganggam.
Selesai acara tepung-tawar, diadakan kenduri arwah.
Pengantin belum boleh diturunkan sebelum selesai
kenduri.
Selesai kenduri, barulah pengantin diturunkan dari
pelaminan, dibawa ke kamar untuk dihinai kembali seperti

84
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

menghinai malam kedua. Malam berhinai besar ini biasa


dimeriahkan dengan “Tari Hinai” seperti tari piring; di
tengah-tengah piring ditempelkan sejemput hinai, sedang
pengantin duduk di atas pelaminan.
Pada esok harinya, sebelum pengantin laki-laki datang,
diletakkan sebuah balai di sebelah kanan muka
menghadap pelaminan dengan bahan-bahan tepung tawar
serta sebuah tepak sirih. Di halaman rumah dibuat satu
taman mandi untuk tempat mandi berdimbar. Sebuah
payung dicacakkan disamping kanan taman mandi untuk
menyambut pengantin laki-laki. Selesai persiapan di rumah
pengantin perempuan.
Di rumah pengantin laki-laki, kerabatnya juga
menyediakan sebuah pelaminan. Gunanya adalah untuk
menyediakan sebuah pelaminan. Gunanya adalah untuk
tempat pengantin bersanding pada waktu pengantin
dipinjam nanti.
Besok pengantin laki-laki hendak diantar kerumah
pengantin perempuan, pada malamnya pengantin
dinaikkan ke atas pelaminan untuk ditepungtawari seperti
menepungtawari pengantin perempuan yang diterangkan di
atas. Selesai tepung-tawar diadakan kenduri arwah.
Selesai kenduri pengantin dibawa ke kamar untuk dihinai,
serupa seperti menghinai pengantin perempuan. Yang
menghinainya pun anak-anak dara juga. Segala bahan-
bahan adat yang perlu dibawa besok mengantar pengantin
yaitu sebagai berikut:
(a) Sebuah balai,
(b) Sebuah hidangan nasi serta lauk-pauknya (nasi
besan),
(c) Dua tepak sirih penyongsong,
(d) Beberapa bunga sirih,
(e) Seluruh payung dihias,
(f) Sebaki tabur-raburan (beras putih, beras kuning,
beretih dan bunga rampai),

85
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

(g) Tujuh telur telor aluan (telur ayam mentah),


dipersiapkan sebelum mengantar.
Mengenai balai perlu rasanya diberikan sedikit
penjelasan sebagai berikut. Balai masuk salah satu dari
bahan adat yang pokok dari kebudayaan Melayu. Tiap-tiap
ada tepung-tawar, balai tidak pernah ketinggalan.
Kalaupun dalam upacara tepung-tawar kecil-kecilan balai
tidak ada, namun sepinggan pulut kuning dengan seekor
ayam panggang atau dengan beberapa butir telor rebus,
sebagai pelengkap balai, harus ada.
Yang dinamakan balai ialah satu kotak empat segi,
lantai papan, dinding papan setinggi 10 cm, berkaki empat.
Diisi dengan pulut kuning. Pada pulut ini dicacakkan
“merawal-merawal” (bendera-benderaan kecil berbentuk
segi tiga panjang yang ditebuk), terbuat dari kertas
berwarna atau kain sutera berwarna. Di antara merawal-
merawal dicacakkan bunga-bunga telor yang terbuat dari
kertas atau kain sutera berwarna. Pada bunga-bunga telor
diikatkan sebutir telor yang sudah direbus, yang dibungkus
dengan kertas atau kain sutera berwarna. Balai ini dibuat
bertingkat pada tingkat paling atas diletakkan di atas pulut
seekor ayam panggang atau sepotong daging yang sudah
masak sebagai kepala balai. Di atas kepala balai
dicacakkan bunga kemuncak (serangkai bunga besar yang
juga terbuat dari kertas atau kain sutera berwarna).
Di zaman sultan-sultan berkuasa di Sumatera Timur
ini, balai dibuat bertingkat menurut tingkatan martabatnya
dalam masyarakat. Sultan dan anak-anak sultan 7, orang-
orang bangsawan 5, dan rakyat biasa sebanyak-banyaknya
3 tingkat. Tingkat-tingkat balai ini merupakan suatu petak
tidak berlantai. Petak-petak tingkatan balai ini terlepas
satu dengan lainnya. Petak-petak balai ini tidak sama
besarnya. Semangkin tinggi tingkatnya, semangkin kecil
ruangan petaknya. Cara mengisi balai ini dengan pulut
kuning, adalah dengan langkah-langkah demikian.

86
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Mula-mula ruangan dasar dilapis dengan kertas


minyak lalu diisi dengan pulut kuning, sudah penuh maka
diletakkan petak untuk tingkat dua keatas pulut, lalu diisi
pula petak ini dengan pulut kuning hingga paras dengan
dinding petak. Begitulah seterusnya dengan petak-petak
tingkatan sebelah atasnya. Dinding-dinding petak tingkatan
inipun dibungkus dengan kertas minyak. Dinding petak
paling bawah dilingkung dengan renda kertas berwarna
atau sutera berwarna sampai tidak kelihatan kakinya.
Mengenai warna dari bunga balai ini terserah kepada
selera masing-masing. Cuma dahulu, di zaman raja-raja
berkuasa di Sumatera Timur ini, warna kuning khusus
untuk sultan dan orang-orang bangsawan, tidak boleh
dipakai oleh orang kebanyakan (rakyat biasa). Arti pulut
balai Insya Allah akan diterangkan di belakang.

6.6 Mengantar Pengantin

Esoknya pengantin laki-laki pun diantarlah ke rumah


pengantin perempuan dengan beramai-ramai. Sebelum
diantar, didudukkan dulu di muka pelaminan untuk
dipangkas. Kepada yang memangkas diberikan sepinggan
pulut kuning dengan telor rebus sebutir-dua daging yang
sudah masak. Pengantin lelaki berpakaian sepasang “telok
belanga.” yang terdiri dari: sluk, baju, celana, kain
samping, selempang, yang terbuat dari kain songket. Ikat
pinggangnya, “pending,” yaitu ikat pinggang besar yang
dibuat dari kain songket: kepalanya dari perak
atausepuhan, atau seluruhnya dari perak yang berkait-kait
satu dengan lainnya. Di pinggangnya sebelah kanan
disisipkan sebilah terapang (keris). Tangan kanannya
memegang “sirih genggam.”
Yang dinamakan sirih genggam, yaitu sebuah
kelongsong yang dibuat dari kaleng atau karton, dibalut
dengan kain beledru atau kain songket. Panjang kelongson

87
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

ini kira-kira segenggam lebih sedikit. Besarnyapun kira-kira


sesedap genggaman. Dalam kelongsong ini dicacakkan
beberapa tangkai “bunga goyang,” yang dibuat dari perak
atau sepuhan. Untuk tempat mencacakkan bunga goyang
ini, disusun daun sirih seperlunya dalam kelongsong.
Tetapi kelongsong sebelah dalam dihiasi dengan daun sirih
yang ditebuk.
Setelah dekat ke rumah pengantin perempuan, maka
dikirim utusan ke rumah pengantin perempuan. Utusan ini
memberitahukan, bahwa pengantin laki-laki sudah sampai.
Sekarang mari kita tinggalkan dulu rombongan
pengantin laki-laki. Kita meninjau ke rumah pengantin
perempuan.
Sebelum pengantin perempuan dihiasi dengan pakaian
pengantin, ia didudukkan di muka pelaminan untuk
dikundai. Yang mengundainya ialah bidannya. Sebagai
upah mengundai diberikan kepada bidan tersebut pulut
kuning sepinggang, dengan telor rebus sebutir dua, atau
daging masak.
Setelah utusan dari pengantin laki-laki datang
memberitahukan, bahwa pengantin laki-laki sudah sampai,
maka didudukkanlah pengantin perempuan ke atas
pelaminan di sebelah kanan menghadap pelaminan.
Pengantin berpakaian sepasang kebaya panjang (baju
panjang, kain sarong) dan selendang, semuanya terbuat
dari kain songket.
Memakai seprangkatan perhiasan, sanggulnya dihiasi
dengan “bunga goyang” atau pakai kroon (mahkota),
laksana seorang permaisuri raja laiknya. Sesungguhnya,
pengantin dinamakan “raja dan ratu sehari,” karena pada
hari pengantin itu, kedua pengantin dimuliakan dan
dibenarkan oleh kaum-kerabat dan handai-tolan. Kalau
pengantin laki-laki pakai detar, pasangannya, pengantin
perempuan pakai sanggul tegang.

88
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Detar ialah mahkota pengantin laki-laki. Rangkanya


terbuat dari rotan saga, dibalut dengan kain beledru,
berkuping kiri-kanan berlapis karton tebal; berbalut
beledru. Seluruh rangka dihiasi dengan bunga goyang,
unting-unting dari sepuhan dan rumbai-rumbai dari
benang telengkan. Memakainya melintang kepala. Ini
namanya detar lintang. Ada juga detar lonjong, memakainya
seperti letak kopiah. Ini pakaian raja-raja. Bagaimana
bentuk detar lintang itu, lihat gambar berikut ini.
Sanggul tegang, rangkanya juga dari rotan bulat,
dibalut dengan kain hitam berkaki. Keduanya dicacakkan
bergandengan di tengah-tengah kepala pengantin lalu
dibalut seluruhnya dengan rambut pengantin perempuan.
Bentuk dari rangka sanggul tegang ini sebagai yang
digambarkan di bawah ini.
Supaya kaki-kaki rangka sanggul tegang ini tidak
cecah dijangat kepala pengantin, dibuat tempat
mencacakkannya, yaitu dikecak lebih dulu pangkal rambut
pengantin lalu diikat kuat dengan kain hitam, baru
ditegang dan dibelitkan kepada seluruh rangka.
Keduanya tangannya menggemgam “sirih genggam.” Di
samping pengantin tegak seorang bidan sambil mengipas-
ngipas pengantin. Di atas tangga pelaminan berdiri 2 orang
anak beru perempuan dengan sehelai kain panjang untuk
menghempang kipas. Di pintu jalan masuk pengantin laki-
laki, berdiri 2 orang anak beru laki-laki dengan sehelai kain
panjang untuk menghempang pintu. Di halaman rumah
menunggu 2 orang anak beru, seorang laki-laki dan seorang
perempuan, masing-masing mengelek tepak sirih penyong-
song, berdiri di atas tikar yang sudah dibentangkan.
Beberapa anak beru perempuan dengan sebuah baki berisi
tabur-taburan sudah pula siap menunggu di halaman
untuk menyambut rombongan pengantin laki-laki. Sebuah
talam berisi sepotong kaki kambing atau kerbau, sebuah
anak batu gilingan cabai, sedikit beras putih dan sedikit

89
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

beras kuning, sedikit garam dan asam gelugur, sudah siap


diletakkan di pintu masuk pengantin laki-laki. Di dekat
pintu masuk pekarangan sudah menanti beberapa
pendekar silat dari pihak pengantin perempuan. Seorang
anak beru laki-laki dengan payung penyambut dan seorang
anak beru siap berdiri di halaman.
Setelah persiapan di rumah pengantin perempuan
sudah selesai, dikirmlah utusan kepada rombongan
pengantin laki-laki untuk mempersilakan datang. Maka
diaraklah pengantin laki-laki oleh rombongan yang
mengantarnya dengan tertib sambil menggemakan selawat
kepada Nabi Muhammad SAW. Di baris depan berjalan
berbaris pendekar-pendekar silat dari pihak pengantin laki-
laki. Baris kedua, balai, baris ketiga pengantin laki-laki,
dijulang oleh seorang anak beru laki-laki dan dipayungi
dari belakang serta diapit seorang anak beru laki-laki di
sebelah kanan dan seorang anak beru perempuan di
sebelah kiri, masing-masing mengelek tepak sirih
penyongsong. Baris keempat, wanita-wanita pembawa
bunga sirih, baris belakang pengantar laki-laki dengan
rombongan pemukul rebana.
Bila rombongan pengantin laki-laki sampai di muka
pintu masuk pekarangan rumah pengantin perempuan,
maka ditiuplah serunai dan gendang silatpun ditabuh
dengan gegap gempita. Sebaik serunai ditiup dan gendang
ditabuh, pendekar-pendekar silat dari pihak pengantin laki-
laki pun mulai membuka langkah, disambut oleh pendekar-
pedekar dari pihak pengantin perempuan. Maka bersilatlah
kedua belah pihak ala kadarnya. Pihak yang datang
menyerang hendak masuk, pihak yang menanti bertahan
tidak memberi masuk. Tetapi akhirnya pihak yang menanti
mundur setapak demi setapak, yang datang maju setapak
demi setapak, berarti pihak perempuan sudah kalah,
pengantin laki-laki serta rombongan boleh masuk.

90
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Mengenai silat ini kedua belah pihak harus ada


pengertian antara satu dengan lainnya. Maksudnya
bukanlah sungguh-sungguhan tetapi sekedar permainan
saja. Karena menurut cerita orang-orang tua, dulu selalu
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam acara silat ini
disebabkan keusilan tangan yang bermain, sehingga
membuat suasana menjadi tegang.
Sebaik rombongan pengantin laki-laki sampai di
pekarangan, kedua anak beru pengantin laki-laki yang
membawa tepak sirih penyongsong tadi lalu duduk
berhadapan dengan kedua anak beru pengantin perempuan
yang sudah menanti di atas hamparan tadi, lalu masing-
masing sembah-menyembahkan tepak sirihnya kepada
lawannya. Acara ini berjalan serba ringkas; yang datang
mengatakan, bahwa mereka sudah sampai dan mohon izin
masuk ke rumah dan menanti mengucapkan selamat
datang serta mempersilakan masuk.
Selesai acara ini, rombongan pengantin pun bergerak
maju menuju ke rumah. Wanita-wanita yang menyambut
tadi lalu menaburi (bukan melontari) pengantin serta
rombongannya dengan tabur-taburan sambil mengucapkan
selamat datang, dibalas pula oleh yang datang. Pengantin
lalu disambut julang dan disambut payung oleh kedua
anak beru pengantin perempuan, dijulang dan dipayungi
sampai kemuka pintu jalan masuk ke rumah.

6.7 Hempang Pintu

Sampai dipintu jalan masuk, pengantin laki-laki


diturunkan dari julangan untuk masuk kerumah, tetapi
pengantin tidak dibenarkan terus masuk, karena pintu
dihempang oleh anak beru yang menunggu di pintu masuk
tadi.
Ketua rombongan pura-pura tidak mengerti mengapa
pintu masuk dihempang dan pengantin serta rombongan

91
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

tidak dibenarkan masuk ke rumah. Anak-anak –beru yang


menghempang pintu itu menuntut supaya membayar dulu
“uang hempang pintu” bau pengantin dibolehkan masuk
kerumah; maka terjadilah soal-jawab antara kedua belah
pihak, tetapi hanya sekedar permainan saja untuk
memeriahkan suasana.
Akhirnya rombongan pengantin laki-ali membayar
uang hempang pintu lalu kain penghempang dilepaskan
dan pengantin serta rombongan dipersilakan masuk ke
rumah.
Zaman dulu, dikala sultan-sulhan masih berkuasa di
Sumatera Timur ini, “uang hempang pintu” ini ditetapkan
besarnya, yaitu ¼ dari mahar. Uang hempang pintu ini
dalah hak adat anak beru yang mesti dibayar.
Sebelum masuk kerumah, penganti laki-laki disuruh
dulu mencecahkan kaki kanannya ke atas anak batu
gilingan cabai yang ada dalam talam tadi pertanda akan
bertanggung jawab penuh atas hidup dan kehidupan
rumah-tangganya mulai dari sejak ia melangkahi bendul
rumah mertuanya, baru dipimpin oleh seorang anak beru
yang menghempang pintu tadi menuju pelaminan.

6.8 Buka Kipas

Sampai ditangga pelaminan pengantin laki-laki jug tidk


diperkenankan terus naik keatas pelaminan oleh anak-beru
yang menghempang ditangga pelaminan tadi, sebelum
dibayar “uang buka kipas.”
Sesudah dibayar “uang kipas” (1/8 dari mahar), kain
hempangan dilepaskan dan kias yang melindungi muka
pengantin perempuan diturunkan, lalu pengantin laki-laki
naik ke atas pelaminan untuk besanding.

92
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

6.9 Bersanding

Pengantin laki-laki didudukkan di sebelah kanan


pengantin perempuan. Telor aluan yang dibawa tadi
diserahkan oleh pengantin laki-laki langsung ketangan
pengantin perempuan, lalu menyerahkannya kepada
bidannya untuk diberikan kepada ibunya. Makna 7 telor
ini konon, semoga akan mendapat anak 7 orang paling
sedikit. Suatu kebanggaan bagi orang Melayu dengan
kaum-biak yang banyak. Kalau bertanya, bukan harta
kekayaan yang ditanyakan, melainkan: “Berapa orang
sudah anak/cucu?” Kedua pengantin bertukar sirih
genggam.
Balai, bunga-bunga sirih, dan hidangan yang dibawa
rombongan tadi pun diserahkan kepada pihak pengantin
perempuan. Jika tempat tidak mengizinkan, bunga-bunga
sirih dan hidangan itu boleh diletakkan ke samping, tetapi
balai diletakkan dimuka pelaminan di sebelah kanan
pengantin laki-laki .
Kemudian bidan pengantin laki-laki menjemput sedikit
pulut dari balainya lalu memberikannya kepada pengantin
laki-laki . Bidan pengantin perempuan pun menjemput pula
sedikit pulut dari balainya lalu memberikannya kepada
pengantin perempuan. Kedua pengantin lalu bersulang-
sulangan. Upacara ini namanya “nasi sulang-sulangan.”
Maksudnya agar mereka tolong-menolong membangun
rumah-tangga. Kemudian dinaikkan 2 orang gading-gading
(anak-anak perempuan kecil) ke atas pelaminan untuk
mengipas pengantin.
Sesudah pengantin duduk bersanding, anak laki beru
laki-laki kedua belah pihak duduklah berhadap-hadapan
untuk menyelesaikan hutang-piutang saat penyelenggaraan
pesta adat perkawinan ini.

93
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

6.10 Tepung Tawar

Selesai anak-anak beru dengan urusan hutang-


piutang, diadakanlah acara tepung-tawar. Jumlah orang-
orang yang menepung tawari hendaklah ganjil bilangannya.
Mula-mula sekali menepung tawari ialah orang tua dari
pengantin perempuan, kemudian kerabat-kerabat terdekat
dari kedua pengantin dan orang-orang yang dituakan lagi
dihormati. Kepada yang menepungtawari, kecuali orang tua
dan kerabat-kerabat pengantin perempuan, diberikan telor
sebutir dan pulut segenggam untuk dibawa pulang.
Mengenai upacara “tepung-tawar” ini ingin saya
menguraikannya serba ringkas, sebagai berikut. Tepung-
tawar adalah salah satu unsur pokok dari budaya Melayu.
Bukan saja dalam upacara adat istiadat perkawinan, tetapi
dalam setiap upacara adat lainnya, umpamanya orang yang
akan berjalan jauh, pulang selamat dari perjalanan jauh,
lepas dari marabahaya atau sembuh dari penyakit yang
mengkhawatirkan, sunat rasul sebelum memulai usaha
atau memasuki rumah baru, syukur atas nikmat dan lain-
lain harus ada tepung tawarnya.
Tidaklah lengkap dan sempurna upacara adat istiadat
ini, bila tidak ada tepung tawarnya, seperti kurang
sempurnanya upcara agama jika tidak dilengkapi dengan
doanya. Jadi boleh dikatakan, bahwa tepung tawar itu
merupakan suatu doa yang dituangkan dalam bentuk
tepung-tawar.
Ramuan taburan untuk tepung tawar adalah terdiri
dari:
1. Beras kuning,
2. Beras putih,
3. Bertih,
4. Bunga rampai.
Ramuan perenjis:
1. Daun sedingin,

94
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

2. Daun jejerun,
3. Gandarusa,
4. Daun sembau,
5. Daun lenjuhang,
6. Daun pulut,2
7. Daun sepenuh (pembalut daun 1 – 6),
8. Semankok air dengan irisan limau mungkur, dan
irisan daun pandan wangi dan bunga rampai.

Cara menepungtawari pengantin ialah sebagai berikut.


Kedua pengantin membentangkan serta merapatkan kedua
tapak tangannya. Oleh yang menepungtawari, mula-mula
diambilnya barang sejemput bahan-bahan taburan,
menurut urutannya, lalu ditaburkannya kepada kedua
pengantin tiga kali tabur dari kiri ke kanan. Sudah itu
diambilnya alat perenjis dari mangkok air tepung-tawar lalu
dicecahkannya ketapak tangan pengantin laki-laki tiga kali
berturut-turut. Alat erenjis dicelupkannya kembali ke
dalam mangkok lalu mencecahkannya pula ke tapak
tangan pengantin perempuan, juga tiga kali berturut-turut .
Selesai menepungtawari, yang menepungtawari mengang-
kat sembah, disambut oleh kedua pengantin tanda
berterima kasih atas penghormatannya itu. Kalau yang
menepung-tawari itu keluarga dimuliakan, pengantin
mencium tangan yang menepung-tawari. Apa maksud dan
artinya tepung-tawar, insya Allah akan diterangkan
dibelakang.

6.11 Cemetuk

Selesai ditepungtawari, kedua pengantin diturunkan


dari pelaminan, didudukkan keduanya di muka pelaminan,
karena pengantin laki-laki hendak menyerahkan cemetuk-
nya (hadiah kawin) kepada pengantin perempuan. Cara
menyerahkan cemetuk ini begini.

95
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Pengantin perempuan duduk menghadap pengantin


laki-laki sambil mengangkat sembah) lalu membukakan
tutup tapak. Pengantin laki-laki menyambut sembah lalu
memakan sirih sekapur. Siap makan sirih, pengantin
perempuan melakukan sembah sujud tiga kali keatas
kedua tapak tangan pengantin laki-laki yang
dihamparkannya di atas silanya.
Selesai menyembah oleh pengantin laki-laki diserah-
kannyalah cemetuknya kepada pengantin perempuan.
Kalau cemetuk ini berupa cincin permata,langsung
disorongkannya kejari manis pengantin perempuan, kalau
berupa rantai, langsung dikalungkan ke lehernya. Benda
cemetuk ini tidak ditentukan, tetapi hendaklah berupa
perhiasan wanita.
Selesai cemetuk acara pengantin berpindah kepada
makan “nasi ulam” atau biasa disebut “nasi hadap-
hadapan”. Maka dikatakan “nasi ulam”, karena yang
menonjol dalam hidangan pengantin ini, ialah ulamnya:
terdiri dari bermacam-macam jenis ulam yang ditebuk dan
diukir dalam berbagai-bagai bentuk rupa, ada seperti
bentuk unggas, bunga dan lain sebagainya, tergantung
kepada keahlian yan menebuknya.

6.12 Makan Nasi Ulam

Selesai cemetuk, pengantin dibawa ke satu ruangan


atau di muka pelaminan untuk makan nasi ulam. Nasi
ulam ini adalah suatu hidangan istimewa untuk pengantin,
terdiri dari berbagai ragam masakan, ulam-ulaman,
macam-macam kue dan buah-buahan. Yang boleh turut
dengan pengantin makan nasi ulam ini, hanya kaum ibu-
ibu dari pihak pengantin laki-laki dengan beberapa orang
kerabat terdekat dari pengantin perempuan serta beberapa
ibu-ibu undangan yang dituakan. Makan nasi ulam ini
didahului dengan suatu upacara sebagai berikut.

96
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Di hadapan kedua pengantin diletakkan satu basi


besar (pinggan lonjong) nasi minyak dengan ulamnya di
atas pahar (semacam sehaal buah-buahan, yang terbuat
dari tembaga atau kuningan). Di dalam nasi minyak ini
disembunyikan ayam bulat yang sudah masak. Pengantin
harus berlomba siapa yang lebih dulu dapat merebut ayam
ini. Yang memimpin acara ini, yaitu seorang anak beru
perempuan dari pengantin perempuan, memberi isyarat
supaya kedua pengantin meletakkan tangannya di tepi
pinggan. Sebaik ada komando tanda acara dimulai,
pengantin pun rebut-rebutanlah meraba ayam yang
disembunyikan di dalam nasi minyak tadi. Dalam
perlombaan ini konon, siapa yang kalah alamat akan jadi
tokohan yang menang.
Oleh sebab itu dalam perlombaan ini pengantin
perempuan lebih bersemangat karena malu kepada hadirin
kalau kalah. Dalam perlombaan ini pengantin laki-laki
selalu mengalah karena menenggang perasaan pengantin
perempuan. Sebaik pengantin menarik tangannya dari
bawah nasi sambil mmegang ayam, hadirin bersoraklah
dengan gembira.
Selesai upacara, makan bersama pengantinpun
dimulailah. Pengantin makan berdua dari satu pinggan,
tetapi biasanya pengantin perempuan, karena malu, tidak
ikut makan hanya meletakkan tangan kanannya di tepi
pinggan.

6.13 Serah Terima Pengantin Laki-laki

Selesai tamu-tamu makan, begitu juga pengantin


sudah siap makan nasi ulam, pengantin dinaikkan kembali
ke atas pelaminan, lalu diadakan serah terima pengantin
laki-laki oleh wakil orang tua pengantin laki-laki kepada
orang tua pengantin perempuan, sambil memberikan kata

97
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

nasihat kepada kedua pengantin baru. Penyerahan


disambut oleh wakil orang tua pengantin perempuan.
Selesai acara serah terima, pengantin ditegakkan
diatas anak tangga pelaminan untuk menerima upacara
selamat dari para tetamu. Dengan demikian, maka
perayaanpun selesailah (ini menurut kebiasaan yang dibuat
orang sekarang).
Menjelang pulang rombongan pengantin laki-laki,
maka berembuk menetapkan hari dan tanggal bila kedua
pengantin akan dipinjam oleh orang tua dari pengantin
laki-laki. Tujuannya untuk diresmikan pula di rumah
pengantin laki-laki.
Untuk dibawa pulang oleh rombongan pengantin laki-
laki, yaitu:
1. Balai pengantin laki-laki ditukar dengan balai
pengantin perempuan,
2. Isi hidangan yang dibawa pengantin laki-laki tadi,
ditukar dengan masakan dari pihak pengantin
perempuan (nasi besar),
3. Bunga-bungaan sirih, hanya keranjang atau
tempatnya saja yang dibawa pulang, isinya tinggal
semuanya untuk dibagi-bagikan oleh orang tua
pengantin perempuan kepada kerabatnya.
4. Selesailah upacara mengantar pengantin.

6.14 Mandi Berdimbar

Selesai tamu-tamu pulang, kedua pengantin, setelah


mengasoh sebentar, dibawa turun ke halaman ketaman
mandi yang sudah disediakan untuk mandi berdimbar atau
biasa juga disebut mandi bergumba, yakni mandi untuk
membersihkan diri zahir dan bathin dari segala macam
kerengalan atau kesialan serta menjauhkan segala macam
bala dengan mengharapkan keberuntungan dan
keselamatan berumah tangga.

98
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Di taman mandi itu sudah tersedia perangkat upacara


sebagai berikut:
a. Satu pasu atau satu gebuk “air ukup.” Gebuk ialah
tempat air bentuk bulat pendek berleher; mulutnya
besar sekira-kira lulus kal/mok (tempurung kelapa
kecil), terbuat dari tembikar. “Air ukup” ialah air
rebusan bunga rampai, irisan jeruk purut, mayang
pinang muda dan daun pandan wangi. Leher gebuk
atau tepi pasu dihasi dengan anyaman daun kelapa
muda (janur) umpamanya dengan “kaki lipan.”
b. Satu pasu atau gebuk “air tolak bala.”
“Air tolak bala” ialah air yang sudah dibacakan doa
tolak bala padanya.
c. Satu pasu atau gebuk “air doa selamat”.
“Air doa selamat” ialah air yang sudah dibacakan
do’a selamat padanya.
d. Sau pasu atau gebuk “air taman.”
“Air taman” ialah air bercampur bunga rampai.
e. Air mandi biasa seperlunya untuk kedua pengantin.
f. Empat buah kelapa muda (kelongkong) yang sudah
dikupas, tinggal tempurung saja.
g. Dua butir telor ayam mentah.
h. Dua batang lilin putih.
i. Sebuah cermin.
j. Benang gudang 3 untai untuk masing-masing
pengantin.
k. Tepung tawar.
l. Dua buah talam kuningan.
m. Dua pelepah mayang pinang masih kuning.
n. Satu pedupaan.
o. Satu tepak sirih.
Kedua pengantin didudukkan dalam taman mandi lalu
ditepung-tawari oleh beberapa orang-orang tua dari kerabat
pengantin perempuan.

99
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Sebelum acara mandi dimulai, pengantin dihibur


dengan pencak-silat.- Selesai penepung-tawaran, pakaian
pengantin disalin dengan basahan mandi, maka acara
mandi dimulai;
1. Kedua pengantin didudukkan lalu dilingkung di
atas bahunya dengan sehelai kain panjang.
2. Sebuah talam diletakkan di bawah telapak kaki
masing-masing pengantin.
3. Masing-masing bidan mengambil sepelepuh mayang
pinang lalu ditepunya.
Di hadapan pengantinnya dengan tapak tangan
kanannya hingga pecah. Siapa yang lebih dulu
dapat memecah mayang pinang itu, dialah yang
meang. Konon siapa yang kalah dalam perlombaan
ini alamat akan menjadi tokohan yang menang
dengan pengertian, kalau bidan pengantin
perempuan yang menang, alamat pengantin laki-
laki akan jadi tokohan pengantin perempuan.
Kemudian arai pinang tadi dikeluarkan dari
pelepahnya. Bidan bertukar arai lalu menyapukan-
nya 3 kali dari kepala sampai kaki pengantinnya
masing-masing. Sudah itu kedua arai pinang dilaga
lalu dicampakkan ke belakang pengantin keluar
taman mandi, membuang sial.
4. Sudah itu masing-masing bidan mengambil 2 buah
kelongkong lalu kelongkong itu dilaganya di atas
kepala pengantin hingga pecah. Siapa yang lebih
dulu dapat memecahnya, dialah yang menang.
5. Pengantin disuruh berdiri di atas talam, masing-
masing bidan meletakkan sebutir telor ayam di atas
talam pengantinnya. Pengantin harus berloma
memecah telor ayam ini dengan kakinya. Cara
memecah telor ini begini; pengantin laki-laki
menginjak telor yang dalam talam pengantin

100
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

perempuan, pengantin perempuan yang ditalam


pengantin laki-laki.
6. Memandikan pengantin, caranya:
a. Pengantin disuruh menghirup air biasa lalu
bersembur-semburan.
b. Sudah itu didirus dengan “air ukup” menyusul
“air taman,” “tolak bala,” penutup “air doa
selamat.”
7. Pengantin disuruh makan sirih sambil bercerman.
8. Masing-masing bidan menyalokkan benang 3 untai
kepinggang kedua pengantin, diikat menjadi satu,
lalu ujung benang disimpul mati.
9. Kedua bidan memasang lilin, lalu dengan sambut-
menyambut mengedarkan lilin tadi keliling kedua
pengantin.
10. Kedua bidan berlomba membakar simpulan benang
tadi dengan lilin sampai putus.
11. Siap memutuskan benang, lilin dihadapkan kemuka
pengantin, disuruh hembus sampai padam.
Maka selesailah mandi berdimbar.
Yang menjadi pimpinan dan komando dalam acara
mandi berdimbar ini ialah: (a) kalau di rumah pengantin
perempuan, bidan dari pengantin perempuan dan (b) kalau
dirumah pengantin laki-laki, bidan dari pengantin laki-laki.
Selesai acara, pengantin dibawa naik ke rumah.
Mandi berdimbar ini tidak terbatas bagi kedua
pengantin saja, tetapi dimeriahkan oleh anak-keluarga dari
pengantin, anak-anak pemuda-pemudi. Mandi ini bukan
mandi seperti biasa tetapi mandi cara siram-menyiram.
Siapa jumpa disiram dan siapa lewat kena siram. Yang
kena siram sekali-sekali tidak boleh marah. Jadi siapa yang
takut basah lebih baik bersembunyi, jangan coba menonton
atau lewat di sekitar taman mandi itu.

101
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Mandi ini baru selesai sesudah sama-sama letih kejar-


mengejar dan siram-menyiram sampai basah kuyup. Mandi
ini tidak terbatas hanya di halaman saja.

6.15 Naik Sembahan

Pengantin dibawa ke suatu ruangan, dalam saat yang


sama telah duduk menunggu kedua orang tua pengantin
perempuan, puang-puang, anak-anak beru serta karib-
kerabatnya. Baik pengantin laki-laki maupun pengantin
perempuan, masing-masing menyembahkan tepak sirih
kepada orang tua pengantin perempuan, lalu
menyembahinya. Cara naik sembahan ini begini.
Pengantin menyorongkan tepak sirih sambil angkat
sembah, disambut oleh yang disembah. Yang disembah
makan sirih sekapur, lalu menghamparkan kedua tapak
tangannya, dengan rapat. Pengantin lalu mengangkat
sembah sambil sujud meletakkan mukanya keatas tapak
tangan yang disembah, diulang-ulang sampai tiga kali.
Selesai ini barulah yang disembah menyerahkan kepada
pengantin cemetuknya (hadiah kawin). Cara duduk
pengantin laki-laki sewaktu menyembah ini: lutut kanan
ditegakkan dan telapak kaki kiri diduduki. Bagi pengantin
perempuan, karena sukar dan tidak bebas baginya
bergerak, cukup mengangkat sembah sambil sujud satu
kali saja dengan duduk di atas kedua telapak kakinya.
Demikianlah dilakukan bagi tiap orang yang turut dalam
upacara naik sembahan itu.

6.16 Malam Bersatu

Zaman dulu satu hal yang dianggap penting untuk


diketahui oleh kedua orang tua dari kedua pengantin,
apakah pengantin perempuan masing gadis atau tidak.
Untuk mebuktikan gadis tidaknya pengantin perempuan,

102
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

dihamparkanlah oleh bidan pengantin laki-laki sehelai kain


putih di atas tilam tempat tidur pengantin. Kain putih ini
disediakan oleh ornag-tua pengantin perempuan. Siap
bersatu, pengantin disuruh mandi junub berdua. Bidan
mengambil kain putih tadi diperiksa apakah ada tanda
gadis pengantin perempuan. Kain putih diserahkannya
kepada ibu pengantin perempuan untuk disaksikan,
dengan lebih dulu menyorongkan tepak sirih. Kalau tepak
kosong dan combukunya tertelungkup, tanda pengantin
perempuan tidak gadis lagi.
Bila pengantin perempuan ternyata masih gadis,
kedua pengantin dibawa oleh bidan menghadap kedua
orang tua pengantin perempuan lalu menyembahnya, juga
kerabat-kerabat terdekat yang ada hadir pada waktu itu.
Kedua pengantin ditepungtawari.

6.17 Naik Halangan

Esok harinya bidan pengantin laki-laki pulang ke


rumah orang tua pengantin laki-laki untuk menyerahkan
tanda-bukti kesucian pengantin perempuan itu. Setelah
orang tua pengantin laki-laki menerima tanda-bukti
tersebut, dikirimnya seperangkatan belanja dapur ke
rumah orang tua pengantin perempuan, yang dinamakan
naik halangan.
Oleh orang tua pengantin perempuan, sebahagian dari
halangan tadi dibagi-bagikannya kepada keluarganya yang
terdekat. Ini dilaksanakan sebagai bukti pentingnya jalinan
kekerabatan mereka.

6.18 Meminjamkan Pengantin

Sewaktu rombongan mengantar pengantin laki,


sebelum pulang sudah dibicarakan antara kedua belah
pihak, bila hari dan waktunya pengantin baru akan

103
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

dipinjam oleh keluarga dari pengantin laki-laki untuk


diresmikan pula di rumah orang tua pengantin laki-laki.
Pada hari yang sudah dijanjikan, datanglah beberapa anak-
beru laki-laki atau perempuan dari pihak pengantin laki-
laki kerumah orang tua pengantin perempuan.
Sesampainya di sana disembahkanlah oleh anak-beru laki-
laki dari pihak pengantin laki-laki setepak sirih kepada
orang tua laki-laki pengantin perempuan, sambil
menyatakan maksud kedatangan mereka untuk menjemput
kedua pengantin baru.
Setelah mendapat izin dari orang tua pengantin
perempuan, kedua pengantinpun dibawalah oleh utusan
tadi kerumah orang tua pengantin laki-laki, diiringkan oleh
beberapa orang sanak keluarga dari pengantin perempuan
dengan membawa sebuah hidangan.
Di rumah pengantin laki-laki pun didakan juga
upacara adat, serupa seperti di rumah pengantin
perempuan, yaitu: bersanding, tepung-tawar, makan nasi
ulam, mandi berdimbar dan naik sembah.

Gambar 6.1:
Ucapan Penyerahan Anandanya dalam Akad Nikah oleh
Ayah Calon Mempelai Wanita

104
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.2:
Sambutan Akad Nikah oleh Mempelai Lelaki

Gambar 6.3:
Mempelai Lelaki Mencicipi Berbagai Rasa
Makanan yang Dihidangkan

105
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.4:
Ucapan Sighat Taklik oleh Mempelai Pria

Gambar 6.5:
Suasana Pembacaan Sighat Taklik

106
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.6:
Penandatanganan Pernyataan untuk Surat Nikah oleh
Mempelai Laki-laki

Gambar 6.7:
Mempelai Lelaki Menyalami Ibu Mintua

107
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.8:
Mempelai Lelaki Sembah Salam Mintua Lelaki

Gambar 6.9:
Suasana Selepas Ijab Kabul

108
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.10:
Mempelai Wanita Menandatangani Pernyataan
untuk Surat Nikah

Gambar 6.11:
Sembah Hormat Mempelai Lelaki

109
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.12:
Prosesi Mengantar Pengantin Lelaki Bersanding

Gambar 6.13:
Pengantin Lelaki Dijulang

110
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.14:
Hempang Pintu

Gambar 6.15:
Tepak

111
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.16:
Persiapan Acara Pernikahan di Rumah Mempelai Wanita

Gambar 6.17:
Kedatangan Keluarga Mempelai Lelaki

112
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.18:
Prosesi Keluarga Mempelai Lelaki
Menjelang Masuk ke Kediaman Mempelai Wanita

Gambar 6.19:
Silat oleh Dua Pendekar

113
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.20:
Silat oleh Empat Pendekar

Gambar 6.21:
Tukar Tepak Tengah Laman

114
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.22:
Tabur Bertih

Gambar 6.23:
Pelaminan Gaya Lama

115
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.24:
Pelaminan Gaya Baru

Gambar 6.25:
Hempang Kipas

116
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.26:
Kepala Pengantin Lelaki Memakai Detar
Khas Sumatera Timur

117
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.27:
Pengantin Lelaki Memegang Sirih Genggam

118
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.28:
Pengantin Wanita dengan Gaya Busananya
dan Sanggul Tegang

119
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.29:
Kedua Pengantin Diapit oleh Kerabat Dekat

120
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.30:
Kedua Pengantin Duduk di Pelaminan

121
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.31:
Kedua Pengantin Diapit Kedua Orang Tua Mempelai Wanita

Gambar 6.32:
Kedua Pengantin Diapit oleh Para Lelaki Berbusana
Adat Jawa sebagai Cerminan Akulturasi Budaya

122
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.33:
Foto Pengantin yang Direka di Studio

Gambar 6.34:
Pengantin diapit oleh Kerabat dalam Tiga Generasi

123
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6:35:
Kedua Pengantin Diberi Dua Sirih Genggam

Gambar 6.36:
Pulut Balai

124
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.37:
Perlengkapan Mandi Bedimbar dan Doa Keselamatan

Gambar 6.38:
Tepung Tawar Perlengkapan Mandi Bedimbar

125
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.39:
Peralatan Mandi Bedimbar

Gambar 6.40:
Mak Andam Memandikan Kedua Mempelai

126
Bab VI: Rangkaian Upacara Nikah Kawin

Gambar 6.41:
Benang dalam Acara Mandi Bedimbar

Gambar 6.42:
Dua Buah Kelambir dalam Acara Mandi Bedimbar

127
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 6.43:
Kedua Pengantin Saling Menyemburkan Air
Mengenai Pasangannya

128
Bab VII: Upacara Selepas Nikah Kawin

BAB VII
UPACARA SELEPAS NIKAH KAWIN

7.1 Memulangkan Pengantin

Sampai pada hari yang sudah dijanjikan, kedua


pengantin diantar kembali kerumah orang tua pengantin
perempuan. Keduanya dibekali sebuah hidangan serta
beberapa buah perkakas dapur dan alat-alat makan dan
minum.
Sampai di rumah orang tua pengantin perempuan,
diserahkanlah kembali pengantin baru kepada orang tua
pengantin perempuan. Penyerahan ini dilakukan oleh anak-
anak beru yang mengantarkannya dengan penyembahan
setepak sirih.

7.2 Mebat

Beberapa hari kemudian, dibawalah kedua pengantin


mengunjungi kaum kerabat kedua belah pihak. Kedua
pengantin dan beberapa orang pengiring ini membawa
kueh-kueh atau pulut kuning ala kadarnya, untuk
diperkenalkan kepada kerabat-kerabatnya, sebagai ekspresi
membina silaturrahim dan telah menjadi anggota keluarga
besar kedua belah pihak.
Selanjutnya, sebagai balasan tersebut, oleh keluarga
yang dikunjungi, sesudah pengantin baru dijamu makan
dan minum ala kadarnya, dibekali pulang dengan hadiah.
Ini juga sebagai tanda keakraban dan kekerabatan yang
perlu terus dijaga dan dibina.

7.3 Membawa Pindah Pengantin Perempuan

Sesudah beberapa hari kemudian datanglah anak beru


dari pengantin laki-laki ke rumah orang tua pengantin

129
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

perempuan, sebagai utusan dari orang tua pengantin laki-


laki, untuk membicarakan maksud membawa pindah
pengantin perempuan. Ini dilakukan sesuai dengan adat
Melayu.
Tepat pada hari yang sudah ditentukan, datanglah
utusan dari orang tua pengantin laki-laki menjemput kedua
pengantin. Utusan menyembahkan tepak sirih kepada
orang tua pengantin perempuan sambil mohon izin untuk
membawa pindah kedua pengantin. Setelah mendapat izin,
maka dibawalah pindah kedua pengantin.
Demikianlah upacara adat istiadat perkawinan suku
Melayu Pesisir Sumatera Timur. Kalaupun antara satu
daerah dengan lain daerah ada kedapatan sedikit kelainan,
ini hanya mengenai cabang dan rantingnya, tetapi tentang
pokok tidak ada perobahannya.
Selesai sudah segenap rangkaian upacara adat
perkawinan Melayu Sumatera Timur yang penulis uraikan.
Kemudian bahtera rumah tangga dikayuh, dijalani, dan
diisi oleh kedua pengantin dalam menuju ridha Allah.

130
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

BAB VIII
CARA MEMINANG DAN MENERIMA
PINANGAN

8.1 Pengantar

Tata tertib yang sudah digariskan oleh adat dalam hal


pinang-meminang, dimulai dari membuka kata sampai
kepada ikat janji sudah diterangkan satu per satu pada bab
sebelumnya. Walau demikian, bagaimana cara mengungkap
hajat dan maksud dari yang meminang dan bagaimana
pula caranya menerima pinangan, sejauh pengamaran
penulis tidak ada digariskan oleh adat. Tiap-tiap pribadi
bebas membuat susunan kata dan gaya bahasanya sendiri,
asalkan tidak menyimpang dari saluran adat.

8.2 Substansi Acara Meminang

Perlu diketahui, bahwa pinang-meminang ini bukan


suatu gelanggang perdebatan untuk menang sendiri, bukan
suatu majelis untuk tempat singgung-menyinggung
perasaan atau memberi malu, tetapi adalah suatu
gelanggang permainan antara yang meminang dengan yang
dipinang. Sebab apa yang diperbincangkan dalam majelis
itu pada hakekatnya tak lain dari pada melaksanakan
(merculiseer) yang sudah disetujui dan diakui oleh kedua
belah pihak dalam pertemuan risik kecil sebelumnya.
Lagi pula bukankah maksud pinang-meminang itu
hendak mengikat tali silaturrahim apakah yang meminang
dengan yang dipinang, hendak bersemenda dan berkaum.
Patutkah kalau kita hendak bersemenda dan berkaum,
hendak menghubungkan silaturrahim, dibuhul dengan tali
benci-membenci, sakit-menyakiti hati masing-masing?
Tentu jawaban logis adalah sebaliknya, dibuhul dengan tali
saling menyayangi, memasukkan kasih dan cinta di dalam

131
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

hati, dalam rangka memperoleh semenda dan silaturahim


baru.
Saya kemukakan hal yang tersebut di atas ini kepada
pembaca, karena dari cerita-cerita orang-orang tua dan
yang saya pernah persaksikan sendiri, selalu terjadi hal-hal
yang tak wajar yang membawa akibat kepada perpecahan.
Kadang-kadang, disebabkan anak-anak yang tetek-bengek
dapat membuat gagalnya pinangan, bahkan memutus
hubungan, sekalipun sudah terikat dengan akad nikah.
Banyak saya dengar cerita dari orang-orang tua dahulu,
bahwa dulu sering terjadi, pengantin laki-laki sudah
diantar ke rumah pengantin perempuan, tetapi karena
sifat kaku yang mau menang sendiri, dan tak ada tenggang-
menenggang dari kedua belah pihak, satu hal yang kecil
dapat membuat pengantin laki-laki tidak jadi naik ke
rumah pengantin perempuan dan putusnya perhubungan
secara tidak baik. Misalnya, karena pengantin laki-laki
tidak berhinai, lewat jam yang sudah dijanjikan, pengantin
tidak dijulang dan soal-soal kecil lainnya. Sifat-sifat kaku
dan mau menang sendiri ini masih ada juga terdapat
dalam masyarakat dewasa ini. Oleh karena itu, dalam
menjunjung turai sosial yang lebih luas, semestinya kedua
belah pihak saling menjaga silaturahmi, saling bertenggang
rasa, memaafkan, dan mengalah demi tujuan yang lebih
besar dan mulia.
Oleh sebab itu pribadi-pribadi yang memegang peranan
dalam perkawinan, mulai dari risik-merisik sampai
akhirnya, harus tenggang-menenggang dan membatasi diri
dari emosi, satu hal saat penting diperhatikan waktu
mengantar pengantin, ialah menepati waktu yang
dijanjikan. Dengan tidak menepati waktu dapat merusak
rencana pihak pengantin perempuan dan menimbulkan
persilihan.
Memanglah, karena pinang-meminang itu suatu
gelanggang permainan kadang-kadang karena lihainya

132
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

telangkai, satu pihak dapat terdesak dan tersudut. Sifat-


sifat kaku kedua belah pihak dapat membuat suasana
menjadi tegang.
Tetapi kalau masing-masing tahu sifat-sifat permainan,
ketegangan tak kan terjadi. Bila lawan terdesak, buka jalan
baginya melepasi persoalan. Menselang-selingi acara
dengan senda gurau dan sedikit lelucon serta pantun dan
perbidalan membuat suasana lebih meriah. Bagi yang tak
biasa pidato, berbicara dengan pidato-pidatoan, terasa
kaku. Karena selain dari pada harus pandai memilih butir-
butir kata, harus pula memikirkan keindahan tata-
bahasanya, kalau tidak akan membosankan yang
mendengar. Memakai kata-kata seharian dengan mudah
dan sederhana, lagi dengan logat dan langgam Melayu,
sedap didengar.

8.3 Contoh Proses Acara Meminang

Bagi adik-adik dan anak-anak yang belum tahu dan


belum pernah menjalankan pinang-meminang, marilah
saya coba menunjukkan satu contoh bagaimana cara
meminang dan menerima pinangan yang sederhana:
A. Yang meminang
B. Yang menerima pinangan
A dan B duduk berhadapan, siap dengan tepak sirih
masing-masing. Masing-masing diapit oleh 2 orang “anak-
beru” laki-laki, seorang di kanan dan seorang di kiri,
sebagai pembantu. Pertemuan dibuka oleh B sebagai tuan
rumah.

B: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Bapak-bapak, Ibu-ibu dan saudara-saudara yang kami
hormati. Hari ini kita kedatangan tamu. Nampaknya
tamu kita ini:

133
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Bukan jamu sembarang jamu,


Jamu bercampur telor banda,
Bukan tamu sembarang tamu,
Macam tamu ‘ndak bersemenda.

Tetapi,

Susun kajang dua-tiga,


Mari letakkan dalam perahu,
Dalam lautan boleh diduga,
Dalam hati siapa tahu.

Oleh sebab itu,

Ambil rokok tembakau Cina,


Mari hisap sambil menari,
Minta maaf kami bertanya,
Apa kiranya hajat datang kemari.

A: Ahli bait yang kami muliakan,


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Ketika perang Datuk Laksemana,


Kura-kura dalam perahu,
Sudah gaharu cendana pula,
Memang begitu arif bijaksana,
Pura-pura tahu bertanya pula.

Memang begitu kayu tembaga,


Takkan sama kayu cendana,
Memang begitu adat lembaga,
Dulu sapa baru bertanya.

134
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

Tanam pauh tengah pematang,


Lomba-lomba timang gelombang ,
Hanyut serantau ke Indragiri,
Dari jauh kami datang,
Hendak mencoba menanam mumbang,
Kalau tumbuh sunting negeri.

Demikianlah bismillah kata dari kami.

B: Wahai Tuan, kalau kami nasihatkan,

Lomba-lomba timang gelombang,


Hanyut seekor ketepian mandi,
Usahlah coba menanam mumbang,
Tampang layu tumbuh tak jadi.

Walaupun,

Hanyut seekor ke tepian mandi,


Daun talas bungkus mengkudu,
Kalaupun layu tumbuh tak jadi,
Hati tak puas sebelum diuji emas ke batu.

A: Baiklah,

Kalau sudah kain di pintu,


Jangan letakkan dalam perahu,
Kalau tuan sudah bertekat begitu,
Tanamlah, kuasa Allah siapa tahu.

Pengapit kanan mengulurkan tepak “pembuka kata”


kepada A. A membuka tepak, memeriksa mana
kepalanya (kepala tepak harus menghadap B) lalu
menyorongkannya kehadapan B, sambil mengangkat
sembah lalu berpatun:

135
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Tepak ku sorong menjunjung sembah,


Mohon restu Allah Ta’ala,
Mohon disantap budiman bertuah,
Sekapur sirih pembuka kata.

B: Mengangkat sembah menyambut tepak; makan sirih


sekapur lalu mengedarkan tepak kepada pengapit
kanan dan kiri. Siap makan sirih B menyorongkan
pula tepak kepada A, sambil berpantun:

Tepak tuan kayu jati,


Tepak kami kayu meranti,
Tepak datang, tepak menanti,
Mohon santap pula sirih kami.

A: Makan sirih sekapur, diedarkan kepada pengapit


kanan dan kiri. Siap makan sirih disorongkannya
kembali kepada B sambil berpentun:

Sirih tuan bercembul lima,


Indah berukir kepala naga,
Sirih tuan kami terima,
Sudah disantap sanak-keluarga,

B: Karena sudah cocok gendang dengan tarinya,


seirama lagu dengan nyanyinya, apa hajat sampai-
kan ke kami, supaya tuan puas di hati.

A. Sebagai pembuka kata, ahli bait yang kami hormati,


kami datang dari Medan, diutus oleh orang tua kami
O.K. Haris, membawa suatu amanah yang hendak
kami sembahkan kepada ahli bait sekeluarga.
Amanah ini bukanlah amanah biasa, yang boleh
kami sampaikan begitu saja, tetapi suatu amanah

136
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

yang menghendaki saluran hukum, yaitu menurut


sepanjang adat yang berlaku bagi kita anak Melayu.
Oleh karena amanah yang hendak kami
sampaikan ini harus melalui saluran adat, maka
lebih dulu kami menyatakan, bahwa kedatangan
kami ini rasanya kurang sempurna sepanjang adat.
Apa lagi saya yang ditugaskan sebagai ketua dari
rombongan kami ini, adalah seumpama:

Sekerat akan bulu,


Tak ada rotan maka laku.

Lagi pula alat yang ada pada saya tak lebih hanya
sebuah biduk tiris, sekerat pengayuh puntung.
Tetapi oleh karena sudah terdesak mudik malam,
apa boleh buat, saya dayungkan jugalah. Oleh sebab
itu kalau kedatangan kami ini kurang sempurna
sepanjang adat, lebih dulu kami minta maaf.

B: Apa amanah yang saudara bawa itu? Sampaikanlah


supaya kami dengar.

A: (Pengapit kanan mengeluarkan tepak perisik. Setelah


A memeriksa mana kepalanya, lalu disorongkannya
kepala B dengan angkat sembah, sambil berkata):

“Begini saudara, Kami ada mempunyai seekor


kumbang bernama Darwin bin Haris. Kumbang kami
ini, sungguhpun sudah bersayap, tetapi baru
pandai-pandai terbang, bahkan belum pun tahu
membedakan mana kembang mana kiambang,
Rupanya pada suatu hari waktu ia belajar terbang
kesana kemari, melintaslah ia di muka rumah
bertuah ini. Tiba-tiba terpandang olehnya sekuntum
bunga dalam taman saudara yang bernama Nilawati

137
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

binti Harisan. Rupanya pandang pertama itu cukup


merasuk sukmanya.

Maklumlah, bak kata pepatah:

Kalau sudah kena panah asmara,


Makan tak sedap tidur tak lena,
Salah-salah obat, badan merana.

Menurut nujum Pak Belalang, kalau kena panah


asmara, bunga mana yang empunya panah, hanya
bunga itu jugalah yang dapat menawarinya. Kami
risau lalu mufakat antar keluarga. Bulat pakat putus
tekad, maka kami beranikanlah diri kami datang
menghadap saudara, hendak bertanya, sungguhkah
ada bunga yang bernama Nilawati itu dalam taman
saudara? Kalau ada, apakah sudah ada lawan
saudara berjanji yang akan memetiknya? Jika
belum, maklumlah sudah saudara maksud kami ini.
Sekianlah dulu.

B: Bunga yang saudara maksud itu ada dalam taman


kami. Sampai hari ini belum ada kumbang yang
hinggap padanya. Namun begitu, jangan pula tak
kami bagi tahu. Bunga kami ini baru mulai
kembang. Belum pun tahu membedakan mana
kumbang mana pianggang. Lagi pula bunga kami ini
bukan mawar bukan melati, hanya bunga labu.
Sungguh kembang, tapi tak berbau. Sekianlah yang
dapat saya jawab pertanyaan saudara tadi.

A: Alhamdullillah dan terima kasih. Lega hati kami


mendengar jawaban saudara tadi. Kalau tadi
saudara mengatakan, bahwa bunga saudara itu,
bunga labu, sungguh kembang, tapi tak berbau,

138
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

tidaklah membuat kami bimbang atau ragu, karena


memang itulah yang kami tuju. Karena, biarpun
semerbak wangi sibunga mawar, bunga pujaan,
kalau layu, gugur terbuang tak meninggalkan kesan.

Buruk-buruk si bunga labu,


Kembang tak berbau,
Jangan keliru,

Karena,

Kalau harimau mati meninggalkan belang,


Ia gugur meninggalkan tampang,
Panjang kenangan.

(Pengapit kanan mengulurkan tepak peminang


kepada A. Kemudian A menyorongkannya sambil
mengangkat sembah kepada B lalu berkata): “Karena
bunga yang kami maksud itu ada dan belum pula
ada kumbang yang hinggap padanya, maka
mohonlah kami izin memetiknya buat perhiasan
hidup kumbang kami yang bernama Darwin tadi.

B: Begini Saudara,

Kalau saudara hendak makan betik,


Kupas kulit buang biji,
Kalau bunga kami hendak dipetik,
Penuhi syarat, kita ikat janji.

A: Bagaimana kiranya syaratnya, cobalah saudara


terangkan supaya kami dengar.

B: Syaratnya ialah:
1. Mahar Rp. 1000,

139
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

2. Seperangkatan tempat tidur,


3. Satu lemari pakaian,
4. Satu toilet,
5. Uang antaran Rp. 300.000.

A: Mengenai syarat-syarat yang saudara. sebutkan tadi


semuanya dapat kami sanggupi, kecuali mengenai
uang antaran sebesar Rp. 300.000.1 Kami bukan
hendak menawar, tetapi kami mohon keputusan
saudara tentang uang antaran itu saudara tinjau
kembali, sebab tidak terpikul oleh kami.

B: Maaf Saudara. mengenai syarat-syarat yang saya


sebutkan tadi, itu bukan saya buat-buat, tetapi
sudah menjadi suatu ketentuan bagi siap saja yang
akan memetiknya. Sekali kami tetapkan 300.000
tetap 300.000.

A: Baiklah Saudara., jumlah 300.000 kami setujui,


tetapi sedikit permintaan kami.

B: Apa itu? Coba saudara terangkan.

A: Kami mohon kepada saudara. supaya rupiah


ditukar dengan ketip.

B: (Pura-pura tidak mengerti maksud si A. Kalau


sekedar itu permintan Saudara., maafkanlah kami
berunding dulu sebentar, sebab tak putus di saya
sendiri. B pura-pura berunding, dengan pengapit

1
Catatan, uang antaran yang sudah diputuskan dalam
risik kecil, cuma Rp. 30.000. Inilah salah misal permainan dalam
risik besar, yang harus ditangkis oleh yang meminang sampai
menjadi Rp. 30.000. Jumlah ini adalah sebagai gambaran
ditulisnya buku ini oleh penulis tahun 1971, yang tentunya pada
masa sekarang (2018) tentu nominalnya sudah berubah jauh.

140
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

kanan dan kirinya. (Karena 300.000 ketip sama


dengan Rp. 30.000, sesuai dengan janji dalam risik
kecil), permintaan A disetujui dengan mengucap):
“Baiklah permintaan Tuan kami setujui.”

A: Pengapit kanan mengulurkan tepak pembayar


hutang kepada A. Kemudian A menyorongkan
kepada B sambil mengangkat sembah, lalu berkata,
“Kami membayar hutang sebahagian, yaitu mahar
Rp. 1000 dan uang antaran Rp. 25.000. Kekurangan
uang antaran sebesar Rp. 5000 lagi, akan kami
lunaskan pada waktu kami mengantar pengantin
nanti. (Uang antaran pantang konon dibayar lunas,
tinggalkan sedikit). Kemudian mengenai syarat-
syarat yang lain akan kami antarkan sebelum
waktunya digunakan.

B: Permintaan saudara, kami setujui dan kami siap


sedia menerimanya.

A: (Pengapit kanan mengulurkan tempat mahar dan


tempat uang antaran, lalu disembahkan A kepada B).

B: Hari ini kami naikkan dulu uang mahar sebanyak


Rp. 1000 dan uang antaran sebanyak Rp. 25.000.
Pembayaran hutang mahar sebesar Rp. 1000 dan
sebahagian uang antaran sebesar Rp. 25.000 kami
terima. Permintaan Saudara. supaya sisa uang
antaran yang sebanyak Rp. 5000 lagi dibayar pada
waktu mengantar pengantin nanti, kami setujui.
(Pengapit kanan mengulurkan tepak akad nikah
kepada A).

A: (Menyorongkan tepak akad nikah tersebut kepada B


sambil berkata):

141
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

“Karena mahar adik kami Nilawati sudah kami


naikkan, begitu juga uang antaran sebahagian besar
sudah kami bayar, maka kami mohon supaya adik
kami Darwin dinikahkan dengan adik kami Nilawati.”

B: (Pura-pura berunding dengan pengapit kanan dan


kirinya. Setelah sepakat, B. menyorongkan “tepak
nikah” kepada A lalu berkata): “Permintaan Saudara.
kami kabulkan.”

Maka Darwin pun dinikahkanlah. Selesai acara akad nikah


A dan kawan-kawan dan B dan kawan-kawan duduk
kembali berhadapan unuk menyelesaikan acara terakhir.

A: (Pengapit kanan mengulurkan tepat “ikat janji”. A


menyorongkan tepak ini kepada B sambil
mengangkat sembah lalu berkata: “Akad nikah adik
kami Darwin dengan adik kami Nilawati sudah
selesai. Karena itu kami ingin mengikat janji, bila
kiranya perkawinan adik kita ini kita langsungkan.”

B: (Setelah menerima tepak A, B menyorongkan pula


tepak ikat janji sambil berkata: “Menurut rencana
kami, perkawinan adik kita ini akan dilangsungkan
lepas Hari Raya Haji yang akan datang ini. Hari dan
tanggalnya yang pasti akan kami beritahukan nanti
kepada saudara.
Rencana Saudara itu kami setuju dengan
permintaan, supaya seminggu sebelum dilangsung-
kan, kami mendapat kepastian tentang hari dan
tanggalnya serta waktunya kami datang mengantar
adik kami pengantin laki-laki.

Maka selesailah acara pinang-meminang. Kedua belah


pihak pun lalu berjabat tangan.

142
Bab VIII: Cara Meminang dan Menerima Pinangan

Bagi adik-adik yang belum pernah meminang dan


menerima pinangan, bolehlah contoh ini dijadikan
pedoman. Namun dengan segenap kerendahan hati, penulis
perlu menjelaskan bahwa sekalipun contoh ini belum
memenuhi syarat, tetapi seperti dalam talibun dikatakan
begini:

Dari pada cempedak, baiklah nangka,


Dari pada tidak, baiklah ada.

143
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

BAB IX
CONTOH ACARA MENYERAHKAN
PENGANTIN LAKI-LAKI KEPADA
ORANG TUA PENGANTIN PEREMPUAN

9.1 Pengantar

Biasanya, acara serah terima pengantin laki-laki


kepada orang tua pengantin perempuan, diadakan selesai
jamuan sebelum rombongan yang pengantar pengantin
laki-laki pulang. Pengantin duduk di pelaminan.
Salah seorang dari rombongan pengantin laki-laki,
bertindak sebagai mewakili orang tua pengantin laki-laki
menyampaikan kata penyerahan sambil memberikan kata
nasehat kepada pengantin baru. Contoh komunikasi verbal
antara pihak pengantin laki-laki dengan pihak pengantin
perempuan adalah sebagai berikut.

9.2 Contoh Kata Penyerahan dari Pihak Pengantin


Laki-Laki

Berikut ini adalah kata-kata penyerahan pengantin


lelaki kepada orang tua pengantin perempuan.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Segala puji dan puja hanya kepada Tuhan, atas
rahmat dan kurnia yang Kau limpahkan, dapat kami
pada hari ini berhimpun dengan sanak keluarga handai
tolan dalam rangka merayakan perkawinan anak kami
Darwin Haris dengan Nilawati Harisan.
Hasrat hati kami hendak memuji dan memuja-Mu
sepenuh jiwa-raga, tetapi Rabbi, tiada daya-upaya.

144
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

Semenda1 kami yang terhormat, patah kalam,


kering dawat, kelu lidah, tak dapat kami mengubah
serangkai kata, untuk menjadi imbalan budi baik
semenda, yang telah menyambut dan menerima
rombongan kami dengan penuh penghormatan. Selain
dari pada ucapan syukur pada-Mu wahai Tuhan, dan
terima kasih yang tiada hingganya padamu wahai
budiman.
Semenda kami yang terhormat, hutang wajib
dibayar, janji wajib ditepati. Maka pada hari ini kami
telah datang menepati janji, mengantarkan anak kami
pengantin laki-laki untuk disandingkan dengananak
kami Nilawati dirumah yang bertuah ini.
Sebagaimana kita persaksikan, anak kami
pengantin laki-laki telah bersimpuh di atas pelaminan.
Betapa leganya hati, bahagia perasaan menengok
pengantin duduk besanding di atas pelaminan.
Bendang berhias tenun bertekad pucuk betikam,
bertabut aneka-warna bunga-bungaan, bermandi
cahaya berkilauan, laksana pelangi di rembang petang,
sejuk mata memandang. Maka langsailah sudah hutang
kami.
Oleh sebab itu sekejap lagi kami akan mohon diri.
Tetapi, sebelum kami mengerak sela melangkah keluar
bendul rumah yang bertuah ini, inginlah kami lebih
dulu menyerahkan anak kami pengantin laki-laki.

1
Semenda dalam bahasa Melayu artinya adalah persuda-
raan karena hubungan perkawinan. Istilah ini juga memiliki
pengertian seseorang yang tadinya bukan suku Melayu,
kemudian kawin dengan seorang suku Melayu, maka secara
otomatis ia masuk Melayu, dan dikategirikan sebagai Melayu
semenda, melengkapi dua kategori lainnya, yakni Melayu asli dan
Melayu seresam. Melayu asli adalah apabila emak dan ayahnya
berketurunan darah Melayu, sedangkan semenda masuk Melayu
karena perkawinan, dan Melayu seresam dipandang sebagai
orang yang menganggap dan dipandang sebagai Melayu karena
secara sadar dan aktif mengikuti adat dan budaya Melayu.

145
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Sebagai kata penyerahan semenda kami yang


terhormat, pada saat ini kami menyerahkan anak kami
Darwin kepada semenda, karena mulai saat ini
resmilah sudah ia menjadi anak bagi keluarga
semenda. Dalam kata penyerahan ini ingin kami
menyatakan, bahwa anak kami Darwin, umurnya baru
setahun jagung, darah setampuk pinang, tegap tinggi,
bukan dengan ilmu terhitung, tetapi dek karena lemak,
daging, dan tulang.
Oleh sebab itu jangan heran kalau ia:

Belum paham resam-resi,


Belum mahir basa-basi,
Belum pasih tutur-sapa,
Usahkan beradat lembaga.

Dari itu kami pelimikan anak kami Darwin kepada


semenda, dengan menumpukan harapan, semoga sudi
kiranya menunjuk-mengajarinya. Moga-moga, dengan
berkat semenda orang yang bijaksana, jadilah ia anak
yang berguna, anak yang tahu beradab mertua tanya,
pandai berbahasa beripar bai.

Tuha, tempatnya menabur budi,


Muda, tempatnya menanam kasih,
Tak congkak kalau berjalan,
Tak sumbang dalam pergaulan.

Demikianlah penghargaan kami, semoga penyerahan


yang tumbuh dari lubuk jiwa kami, dapat semenda
terima dengan segala senang hati.
Semenda kami yang terhormat, sebagaimana
resam: kalau kita melepas anak dari rumah, meninggal-
kan tepian mandi, kampung halaman, teman
sepermainan. Oleh kaum kerabat handai tolan, dibekali

146
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

nasehat, dilengkapi pesan, untuk jadi pedoman, hidup


dan kehidupan masa depan.
Begitu jugalah, dalam kami melepas anak kami ini,
inginlah kami membekalinya nasihat dan kata pesan.
Dari pihak sanak keluarga kami, kepada saya
ditugaskan memberi nasihat dan kata pesan.
Sesungguhnya beban yang dipikulkan ke bahu saya ini
amat berat rasanya, karena untuk memberi nasihat
kepada orang, saya belum layak menjadi suri tauladan,
sebab belum sesuai kata dengan perbuatan. Oleh sebab
itu saya takut terkena kata pebidalan yang berbunyi:

Janganlah engkau seperti kandil-pelita,


Orang terang engkau gelap-gulita,
Orang senang engkau hangus binasa.

Atau sebagai kata pebidalan :

Janganlah engkau seperti jarum jahitan,


Orang kau buatkan pakaian supaya sopan,
Tetapi engkau sendiri bertelanjang bulat kedinginan.

Lagi pula alat yang ada pada saya tak lebih hanya
sebuah biduk tiris, sekarat pengayuh puntung, disuruh
berdayung, konon menyongsong. Tetapi ada petuah
orang-orang tua kita dahulu kala, katanya:

Kalau engkau terdesak mudik malam,


Walau biduk tiris pengayuh puntung,
Rengkuh dayung,
Songsong arus walau kelam,
Tapi, jangan lupa bertawakal kepada Tuhan,
Insya Allah dapat kau jangkau pantai dan daratan.

147
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Mengingat petuah ini saya beranikan diri merengkuh


dayung dengan mohon lindungan-Mu wahai Tuhan.
Semoga dapat kiranya ku lampaui teluk, tercapaiku
tepian. Tetapi, walau bagaimana, karena alat serba
kurang, sepandai-pandai tukang menyepuh, kilat
tembaga ’kan terbayang juga. Dari itu janganlah heran,
kalau dapat kata nasihat saya kelak. Banyak kedapatan
janggal dan kesalahan. Untuk ini lebih dulu saya
mohon dimaafkan anak kami Darwin. Sekejap lagi kami
akan kembali, tetapi engkau tinggal di sini, jangan
bimbang, jangan sangsi, karena engkau sudah menjadi
anak dari keluarga yang bertuah ini. Entah semusim
entah dua, baru kita akan berjumpa kembali. Oleh
sebab itu sepeninggal kami, pandai-pandai membawa
diri, supaya orang sudi. Jangan ceroboh, jangan
temberang dan jangan tinggi sebenang, niscaya orang
tak senang. Apa lagi berlagak ayam jantan, pasti kau
mendapat tantangan. Lagi pula janganlah engkau
seperti merak kayangan, hanya pandainya bersolek diri,
hilir mudik ekor dikembangkan, mencari puja, meminta
puji.

Karena,

Kain batik kain tulisan,


Takkan sama tenun Silungkang,
Rupa elok tak jadi pujian,
Budi pekerti jua nan disanjung orang.

Indah budi baik pekerti,


‘Kan kau tengok rumpun padi,
Kian berisi, kian runduk ke bumi,
Tak bosan berbakti kepada insani.

148
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

Mana tahu, entah esok entah nanti, nasibmu baik,


harta bertumpuk berpangkat tinggi. Jangan kau
membusung dada mentakabur diri. Tetapi ingatlah, itu
semuanya eahmat Ilahi. Bukankah kau tengok rumpun
bambu. Waktu tumbuh, tak berdaun tak bersembilu.
Tetapi semangkin tinggi menjulang kel angit,
semangkin rendah tunduk ke bumi, karena insyaf akan
asal semula jadi.
Jangan hendaknya engkau seperti kata pepatah:

Baru beringgit sekupang genap,


Udah ulat tak kenal daun,
Baru berkutu seekor di kepala,
Udah tangan menggaru tak kenal malu.

Apa nasihat orang-orang tuha kita dahulu kala,


katanya: “Wahai anak, setinggi-tinggi terbang bangau,
turunnya ke kubangan juga, sehabis puas mewah
dunia ini kau jangkau pulangmu ke lobang juga. Dunia
laksana mimpi di malam sepi. Walau bagaimana indah
dan nikmat yang kau rasai. Bila kau sudah jaga sedar
diri, hilang tak berbekas, hampa tak berisi. Bagaikan
hanyut tak bermuara, lenyap tak berimba, itulah dunia.
Tetapi jangan pula kau salah mengerti, tanpa dunia,
hidupmu tak berarti, karena, dunia titian hidup abadi.
Oleh sebab itu dunia jangan kau lupakan, tetapi harus
dikekang, jadikan ia kuda tunggangan, untuk dipacu
ke seberang.
Anakanda kedua pengantin baru, mulai hari ini
anakanda berdua telah membuhul tali perkawinan,
akan menempuh hidup baru, serba indah serba baru,
bulat tekad janji dipadu ‘kan membentuk rumah
tangga yang lemak-manis, bak susu campur madu.
Memang begitu pengantin baru, tetapi jangan keliru, di
balik madu, ada empedu. Karena hidup berumah

149
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

tangga, tidaklah selamanya tenang seperti air di


tempayan, tetapi bak lautan, terkadang tenang,
terkadang beriak bergelombang, bahkan membadai
ribut dan topan.
Tiap-tiap pengantin baru mempunyai cita-cita,
yakni membina mahligai di pantai bahagia. Sungguh
murni cita-citamu, tetapi jangan lupa, pantai bahagia
jauh letaknya. Nun, di balik pulau harapan di seberang
lautan, jalan ke sana, ombak menggulung, titipannya,
buih terapung, hendak pandai kau meniti buih, baru
selamat badan beruntung. Bukan sedikit biduk baru
temberang baru, menempuh gelombang biru, sakat di
beting, kandas di karang, berkeping-keping berantak-
an. Tak lain, tak bukan, karena tak tentu, entah mana
haluan entah mana buritan.
Oleh sebab itu, jika hendak berlayar ke pulau
harapan harus ada pedoman, kuat pegangan dan kokoh
pendirian. Jangan seperti kiambang, akarnya tak cecah
ke bumi, pucuknya tak menjulang tinggi. Air pasang ia
ke hulu, air surut ia ke hilir mengambang, karena tak
punya pendirian mudah diumbang, hilir mudik jual
tampang, akhirnya layu terbuang, sesal tak gampang.
Hendaknya seperti gunung batu, kakinya terpasak
ke bumi, puncaknya menjulang tinggi, kalaupun datang
topan menderu, pokok-pokokan bertumbangan satu
persatu, namun ia tetap tegak terpaku.
Kesimpulannya, kalau hendak berlayar ke pulau
harapan, ambillah pedoman, buat panduman, sebaik-
baik pedoman Sunnah Rasul dan Firman Tuhan, Insya
Allah sampai kau pada tujuan.
Anak kami Darwin, ku titipkan padamu satu
pesan, jangan engkau seperti sikumbang jalang, hanya
ingin pada bunga, waktu wangi lagi kembang, udah
layu tak berbau, sebelah mata pun kau tak pandang.

150
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

Terkulai bunga, gugur terbuang, bagaikan kata


pepatah, habis manis sepah dibuang.
Sebaliknya, ada konon pantun orang zaman
sekarang:

Layang-layang terbang melayang,


Jatuh dikongsi gambar wayang,
Kantong padat, abang manis deceh, adikpun sayang,
Kantong kosong, adik jijik, abang ku tendang,
Alamat pinggan mangkok terbang melayang,
Rumah tanggamu lintang-pukang.

Karena,

Terbang sekawan siburung enggang,


Hinggap di dahan pohon kenari,
Hidup berumah-tangga, bukan tegang-menegang,
Tapi tenggang-menenggang,
Sengketa jangan dicari.

Apa nasihat orang-orang tuha dahulu kala? Katanya:


“Wahai anak, kalau hendak manis berumah-tangga
tanam tebu.”

Kalau hendak pahit tanam peria,


Pulangkan ruas ke buku,
Takkan jadi silang-sengketa,
Anakanda pengantin baru.

Aku merasa nasihatku ini cukup kaku dan tegang. Oleh


sebab itu:

Kalau manis, jangan lekas ditelan,


Kalau pahit, jangan lekas muntahkan,

151
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Karena,

Sesal dahulu pendapatan,


Sesal kemudian tidak berguna,
Salahmu dulu, kesesatan,
Salah kudian, jangan terkena.

Anakanda pengantin baru, pada hari ini seluruh


kaum kerabat handai-tolan datang memberi restu,
membawa hadiah kenangan. Tapi aku, aku datang tak
berbuah tangan. Bukan ku tak ingin memberi
sumbangan. Tetapi sudah kukiasai gudang perbenda-
haraan, usahkan emas intan berlian, tembaga pun tak
ada dalam simpanan. Tapi wahai muda rupawan,
terima jugalah dariku satu bingkisan, tapi bukan emas
bertatah intan, hanya sebait pantun Melayu ku
nukilkan.

Cik Mamat Pekan Baru,


Sambil bertanak minum susu,
Selamat wahai pengantin baru,
Sampai ke anak turun ke cucu.

Demikianlah sekapur sirih bagimu pengantin baru.


Buah kenangan si biduk tiris pengayuh puntung. Moga-
moga hidupmu bahagia, selamat badan beruntung.
Semenda kami yang terhormat, pada diri kami
banyak cacat penuh cela, banyak sumbing tak kurang
retak. Maklum sajalah kami ini baru belajar menyusun
teratak, letih menyusun, pun tak tentu letak, bagaikan
reba salah tetak, tak gading, tak retak.
Harapan kami, kalaupun teratak beratap nipah,
jangan hendaknya berdinding bilah, kalau retak, retak
gading membawa tuah. Jangan retak, retak piring
menanti belah.

152
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

Akhirnya, padamu wahai jauhari ku susun


sepuluh jari. Jangan diupat, jangan dipuji. Maaf mohon
diberi, Wa billahi taufik wal hidayah, assalamu ‘alaikum
warahmatullah.

9.3 Contoh Menerima Penyerahan Pengantin Laki-Laki

Assalamu’alaikum warahmmatullahi wabarakatuh,


Bapak-bapak, Ibu-ibu hadirin yang kami muliakan.
Tadi kita telah sama-sama mengikuti kata penyerahan
pengantin laki-laki kepada kami. Maka tibalah giliran
kami untuk menyambt gayung dan menjawab kata
penyerahan tadi.
Sebagai kata sambutan, semenda kami yang
terhormat, penyerahan pengantin laki-laki, yaitu anak
kami Darwin Haris sudah kami terima dengan segala
senang hati.

Kecil dua tapak tangan,


Dulang kami tampungkan.

Demikianlah megahnya hati kami menrima


penyerahan ini. Dalam kata penyerahan tadi semenda
ada mengatakan, bahwa anakanda Darwin, umurnya
baru setahun jagung, darah setampuk pinang, tegap
tinggi bukan padat dengan ilmu terhitung, tetapi dek
karena lemak daging dan tulang.
Kami tidak heran, karena memang begitu bijak
bestari, tak sudi memuji diri, karena memakai ilmu
padi, kian berisi, kian runduk ke bumi. Kami maklum,
bahwa semenda, takkan melepas ayam ke gelanggang,
sebelum bertaji atau berbulang. Lagi pula, menurut
hemat kami, anakanda Darwin,

153
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Bukanlah cempedak masak diperam,


Tetapi ranum didahan,
Bukan anak tak berpaham,
Tapi sudah cukup asuhan.

Oleh sebab itu, kata jauhari, lebih pandai limau


berduri, usah pun ditunjukajari, sudah lebih tahu
menjaga diri. Tetapi, walaupun begitu, namanya
pengantin baru, baru mulai ‘ndak menempuh hidup
baru, mana kan sama tahu, dengan orang yang sudah
bertukuk takal beranak cucu. Oleh, sebab itu amanat
semenda akan kami junjung tinggi.
Sebaiknya, semenda kami yang terhormat, anak
kami Nilawati ini, ibarat bunga baru ‘ndak kembang,
belum pun tahu membedakan mana kumbang mana
pianggang, karena ilmu pun tidak pengetahuan kurang,
belumlah paham arti pantang makna sumbang.
Oleh sebab itu kami pelimikan pula anak kami
Nilawati kepada semenda sambil mohon doa restu serta
ditunjukajari. Moga berkat semenda orang yang
bertuah, jadilah ia kelak laksana lebah, menghidang-
kan madu yang berfaedah. Bukan seperti lalat,
menabur benih penyakit membawa melarat.
Berkat semenda orang jauhari, jadilah ia kelak
laksana kesturi, menabur harum semerbak wangi.
Bukan seperti cengganau, bau busuk sipat pun keji.
Demikian harapan kami, semoga penyerahan kami ini
dapat pula semenda terima dengan setulus hati.
Anananda pengantin baru, karena anakanda
sudah berani berumah di tepi pantai, tandanya
anakanda berdua sudah tahan dilembur pasang. Sebab
berumah tangga semata tanggung jawab. Jangan
seperti menggenggam bara, terasa panas dilepaskan,
dan jangan pula seperti, tebu, pangkalnya manis
pucuknya tawar. Hendaknya, hitam-hitam si tampuk

154
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

manggis, makin hitam, makin manis. Demikianlah


sepatah nasihat lagi bagimu pengantin baru.
Bapak-bapak, ibu-ibu hadirin yang kami muliakan,
segala hadiah maupun sumbangan-sumbangan yang
bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara berikan
kepada anak kami pengantin baru, kami ucapkan
banyak terima kasih. Kami tidak dapat membalasnya
karena budi tidak dapat digantang dengan emas dan
tak dapat dicupak dengan perak, karena amat tinggi
nilainya. Seperti kata pantun Melayu,

Pisang emas bawa berlayar,


Masak sebiji dalam peti,
Hutang emas dapat dibayar,
Hutang budi dibawa mati.

Dengan tidak kami sadari, tentu ada kesalahan


atau kesilapan kami dalam menyambut kedatangan
Bapak-bapak, ibu-ibu, dan saudara-saudara. Oleh
karena itu,

Kalau jarum yang patah,


Jangan disimpan dalam peti,
Kalau ada santunan kami yang salah,
Jangan disimpan dalam hati.

Walillahihamdu wasyakuru, assalamu’alaikum warah-


matuliahi wabarakatuh.

(Sekianllah sekelumit contoh yang dapat saya berikan).

155
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

9.4 Contoh Menerima Penyerahan Pengantin Lelaki


Oleh Pihak Pengantin Perempuan dalam Langgam
Melayu Baru

Berikut ini adalah contoh yang penulis karang untuk


acara menrima penyerahan pengantin laki-laki oleh pihak
pengantin perempuan dalam langgam dan gaya Melayu
baru.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Lemak sungguh si gulai labu,


Perencahnya semacam cencaru,
Lemak sungguh perbidalan Melayu,
Pukul anak sindir menantu.

Bapak-bapak, ibu-ibu, hadirin yang terhormat, tadi


kita telah mengikuti kata penyerahan pengantin laki-laki
kepada kami. Kini tibalah geleran kami untuk menyambut
penyerahan tadi.
Oleh ahli bait beserta kaum-kerabat ditugaskan
kepada saya untuk menerima penyerahan tadi. Ingin nian
saya hendak menyambut gayung dan menjawab kata
penyerahan tadi juga dalam langgam Melayu gaya baru,
tetapi sudah ku tilik sudah ku renung, beratnya bukan
kepalang tanggung, karena bidukku hanya bak kelopak
jantung, pengayuhnya batang menderung, konon
membelah ombak menggulung.
Sebab sudah ku selami lubuk hakikat, hendak mencari
mutiara makrifat, maka kudapat satu tamsil, ibarat:
“Kalau kailmu panjang sejengkal, usahlah lautan hendak
diduga.” Sekalipun ada petuah orang-orang tuha, yang
mengatakan, “Kalau engkau sudah terdesak mudik malam,
kalau bidukmu tiris, pengayuh puntung, rengkuh dayung,
songsong arus, walau kelam; tetapi jangan lupa berawakal
kepada Tuhan; insya Allah dapat kau jangkau pantai dan

156
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

daratan. Harap ada, tetapi yakinku tidak, karena lapuk


lantai tempatku berpijak, tetapi untuk tidak
menghampakan harapan.”
Kerabat dan handai, ku coba jugalah berdayung
menyusur pantai, dengan mohon kasihanmu wahai badai,
semoga laut teduh, tepian tercapai. Tetapi oleh karena
akupun bukan sesepuh, buta sastra hampa adat lembaga,
bagaimanapun ku sepuh, kilat tembaga, ‘kan terbayang
juga. Oleh sebab itu, kalau dalam kata sambutan saya
kelak, banyak cacat dan celanya, lebih dulu saya mohon
dimaafkan.
Semenda kami yang terhormat, penyerahan anak kami
Darwin kami terima dengan segala besar hati. Kecil dua
tapak tangan, dulang kami tampungkan. Demikian
megahnya hati kami menerima penyerahan anak kami tadi.
Kalau dalam kata penyerahan tadi semenda ada
mengatakan, bahwa anakanda Darwin umurnya baru
setahun jagung, darah setampuk pinang, tegap tinggi
bukan padat dengan ilmu terhitung, tetapi dek karena
lemak, daging, dan tulang, tidaklah kami heran. Karena
mawar tak pernah mengatakan dirinya harum, melainkan
jauhari jualah maka kenal akan mutu manikam. Begitu
juga kesturi, tak pernah mengatakan dirinya semerbak-
wangi, tak ubah sipat padi, kian berisi kian runduk ke
bumi.
Kami maklum, bahwa semenda, tak kan melepas ayam
ke gelanggang, sebelum bertaji atau berbulang. Lagi pula,
menurut hemat kami. Anakanda Darwin adalah, bukan
cempedak masak diperam, tetapi ranum pada dahan,
bukan anak kuranglah paham. Oleh sebab itu kata jauhari,
sudah lebih pandai limau berduri, usahpun kau tunjuk
ajari, sudah lebih tahu menjaga diri. Namun demikian,
namanyalah pengantin baru, baru mulai hendak
menempuh hidup baru, manalah ia sama tahu, dengan
orang sudah bertukuk takal, beranak cucu.

157
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Oleh sebab itu tidak salahnya, kalau semenda meminta


supaya ia ditunjukajari. Amanah semenda insya Allah akan
kami junjung tinggi. Supaya cocok gendang dengan tarinya,
seirama lagu dengan nyanyinya. Perkenankan pulalah kami
mempelimikan anak kami Nilawaty kepada semenda
sekeluarga.
Sebagai kata pelimian, semenda yang kami terhormat,
pada hari ini kami pelimikan pula anak kami Nilawaty
kepada semenda, karena mulai hari ini iapun telah menjadi
anak bagi semenda sekeluarga. Dalam pelimian ini ingin
kami menyatakan, bahwa Nilawaty masih muda mentah,
belum pun pandai memilih antah, ibarat bunga, baru mulai
‘ndak kembang, belum pun tahu membedakan, yang mana
kumbang mana pianggang. Karena ilmu tidak pengalaman
pun kurang, belumlah ia paham arti pantang makna
sumbang. Dia adalah sekeping tembaga, menanti jauhari
untuk ditempa. Moga-moga berkat semenda orang bertuah,
jadilah ia kelak laksana lebah, menghidangkan madu yang
berfaedah. Bukan seperti lalat, menabur benih penyakit,
membawa melarat. Berkat semenda orang jauhari, jadilah
ia kelak laksana kesturi, menabur harum semerbak wangi.
Bukan seperti cengganau, bau busuk sifat pun keji.
Demikianlah pengharapan kami.
Semenda kami yang terhormat, sesungguhnya nasihat-
nasihat yang semenda tuangkan sudah pun hingga tak ada
lobang lagi bagi angin ‘ndak lalu. Oleh sebab itu, kalau
saya tambahi lagi, bak kata pebidalan Melayu: macam
melukut di tepi gantang, masuk tak cukup, keluar pun tak
kurang. Macam gulai sudah masin ditambah garam, siapa
memakannya, muka manis menjadi masam. Tetapi
mengingat resam, ku titipkan jugalah pusaka usang.
bukanlah gelang, bukan subang, hanya kias pebidalan.
Wahai Nilawaty, karena engkau sudah berani berumah
di tepi pantai, tandanya tak takut lagi dilembur pasang.
Maka dalam sehari dua lagi, engkau akan kami lepas k

158
Bab IX: Contoh Acara Menyerahkan Pengantin Laki-laki kepada Orang Tua Pengantin Perempuan

egelanggang, meniti buih, membelah ombak memecah


gelombang, melayarkan bahteramu menuju ke tanah
seberang. Sekalipun engkau sudah bertaji, sudah
berbulang, terhadap nasihat yang baik jangan
membangkang. Walaupun datangnya dari adik, apalagi dari
abang. Karena setinggi-tinggi ilmu, baharu bersifat kurang.
Mencari yang hak, seperti mencari bendamu yang hilang.
Tidak berobah siapa yang menunjukkannya, baik anak
kecil atau yang berserban besar, berjubah panjang.
Sebagaimana nasihat yang kau dengar tadi, hidup
berumah tangga meminta tanggung jawab. Oleh sebab itu,
jangan seperti menggenggam bara, terasa panas dilepas-
kan. Jangan pula seperti tebu, pangkalnya manis,
pucuknya tawar. Hendaknya, hitam-hitam sitampuk
manggis, makin hitam, makin manis. Demikianlah sepatah
nasihat lagi bagimu Nilawaty.
Bapak-bapak, ibu-ibu, hadirin yang kami hormati,
atas kesudian bapak-bapak, ibu-ibu, sanak saudara datang
keteratak buruk kami sebagai memenuhi undangan kami
pada hari ini, kami ucapkan banyak terima kasih. Begitu
juga atas doa restu bapak-bapak, ibu-ibu dan sanak
saudara maupun bingkisan-bingkisan yang dihadiahkan
kepada pengantin baru, kami ucapkan syukur
Alhamdulillah dan terima kasih. Budi baik bapak-bapak,
ibu-ibu dan sanak saudara tak dapat kami membalasnya,
karena budi tak dapat digantang dengan emas, tak dapat
dicupak dengan perak, karena amat tinggi nilainya. Tak
salah kata pantun Melayu:

Pisang emas bawa berlayar,


Masak sebiji di dalam peti,
Hutang emas dapat dibayar,
Hutang budi dibawa mati.

159
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Bapak-bapak, ibu-ibu hadirin yang kami hormati,


dengan tidak kami sadari, tentu ada kesalahan atau
kesilapan kami dalam menyambut kedatangan Bapak-
bapak, ibu-ibu dan sanak saudara, bagitu juga layanan dan
sajian yang kami suguhkan kepada bapak-bapak, ibu-ibu,
dan sanak saudara. Besar nian hajat kami hendak
menyambut bapak-bapak, ibu-ibu, dan sanak saudara
dengan penuh kehormatan, tetapi,

Berlayar kapal Datu Temenggung,


Hanyut serantau ke Pulau Kampai,
Hajat hati hendak memeluk gunung,
Apa daya tangan tak sampai.

Oleh sebab itu,

Kalau ada jarum yang patah,


Jangan disimpan dalam peti,
Kalau ada santunan kami yang salah,
Jangan disimpan di dalam hati.

Melainkan maaf mohon diberi, demikianlah wa lillahil


hamdu wasysyukru.

Diperbaiki pada
25 Juli 1974

160
Bab X: Tepung Tawar

BAB X
TEPUNG TAWAR

10.1 Makna, Maksud, dan Tujuan

Apa itu tepung tawar1 dalam rangka kebudayaan


Melayu? Seperti terurai pada pantun berikut:

Tepung-tawar pulut berbalai,


Unsur adat Melayu dua serangkai,
Hikmahnya banyak tidak ternilai,
Sejak dahulu sudah dipakai.

Apa maksud dan tujuan tepung-tawar?

Tepung-tawar jadi isyarat,


Sebagai ganti doa selamat,
Mohon restu serta syafaat,
Selamat di dunia bahagia di akhirat.

Pada waktu-waktu mana dipakai?

Sebelum menempuh hidup baru,


Menepung tawar memohon restu,
Semoga selamat pengantin baru,
Sampai ke anak turun ke cucu.

Sebelum melangkah musyafir lalu,


Menepung tawar dibuat dulu,

1
Keterangan mengenai tepung tawar dan berbagai
perangkatnya ini, diperoleh dan atas ijin dari Kakanda
Admadzain, Jalan Halat 74 C Medan.
2
Keterangan mengenai tepung tawar dan berbagai
perangkatnya ini, diperoleh dan atas ijin dari Kakanda
Admadzain, Jalan Halat 74 C Medan.

161
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Mohon rahmat Tuhan Yang Satu,


Semoga selamat walafiat selalu.

Terlepas dari malapetaka,


Pedih derita amat sangat,
Niat dan nazar menolak bala,
Tepung-tawar jeput semangat.

Agar usaha beroleh berkat,


Hasil melimpah untung berlipat,
Padi berkepak penuh dan padat,
Menepung tawar biasa dibuat.

Tanda bersyukur atas nikmat,


Kepada Tuhan Yang Kaya Rahmat,
Menepungtawar sudah teradat,
Semoga bahagia tetap melekat.

Gambar 10.1:
Tepung Tawar
Sumber: https://www.flickr.com/photos/tombakgoyang/
3523473311

162
Bab X: Tepung Tawar

10.2 Arti Ramuan Rinjisan

Beras kuning dan beras putih,


Bartih rendang ditabur serak,
Minta ringankan untung yang jernih,
Penuh berlimpah emas dan perak.

Daun pandan dan limau mungkur,


Bunga rampai langir bercampur,
Ternak membiak tanaman subur,
Hidup rukun damai dan makmur.

Alat perenjis tujuh jenisnya,


masing-masing dengan artinya.

Daun sedingin daun jejerun,


Gandatusa, sambau, lenjuhang,
Pulut-pulut daun sepenuh,
Tujuh seikat sebagai lambang.

I. Sedingin minta sejukkan untuk,


II. Jejerun minta bahagia melindung,
III. Gandarusa tangkal penepis, dari godaan setan dan
iblis

IV. Daun sambau teguh akarnya,


Menahan angin sangkakala,
Mudah-mudahan begitu hendaknya,
Terjauh dari malapetaka.

V. Segala godaan batu jembalang,


Ditangkis oleh daun lenjuhang,
Jika datang hantu keparat,
Daun khasiat tetap menghambat.

163
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

VI. Daun pulut-pulut getah berjekat,


Minta bahagia tetap melekat,
Rukun damai hidup selamat,
Dari dunia sampai akhirat.

VII. Maka datanglah daun sepenuh,


Mencukupkan syarat daun ketujuh,
Rahmat bagi segala mukmin,
Amin-amin ya Rabbal’alamin.

Itulah yang tersirat ditepung-awar,


Renjis dipilis cara Melayu,
Semoga anda tahu dan kabar,
Dengan penjelasan singkat tapi padu.

Gambar 10.2:
Daun Sedingin
Sumber: https://mandasaripe.blogspot.com/2012/01/
sidingin-obat-bisul.html

164
Bab X: Tepung Tawar

Gambar 10.3:
Daun Gandarusa
Sumber: https://www.tokopedia.com/grosirbekasi80/
daun-gandarusa-segar-per-helai

Bila menepung tawari sudah selesai,


Diberi berkat sehabat dan handai,
Telur sebutir pulut segenggam,
Dibawa pulang sebagai kenangan.

10.3 Arti Pulut Balai

Pulut kuning membawa rahmat,


Ayam panggang mengantar nikmat,
Telor berbunga membawa bahagia,
Merawal bendera mengantar jaya.

165
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Gambar 10.4:
Pulut Balai
Sumber: http://www.flickr.com/houseoftmd

Demikian penjelasan mengenai tepung tawar dan


ramuan rinjisan, yang selalu menjadi suatu “kewajiban”
dalam setiap acara nikah kawin Melayu di seluruh dunia
ini, termasuk di Sumatera Timur. Tampaklah begitu

166
Bab X: Tepung Tawar

kuatnya tradisi tepung tawar ini sebagai salah satu


identitas suku Melayu. Namun demikian, nenek moyang
orang Melayu mengingatkan pentingnya niat ketika
bertepung tawar ini, agar tidak menjadi dosa, seperti
terungkap dalam bait pantun berikut:

Petik-petik si bunga mawar,


Salah petik kena durinya,
Hati-hati bertepung tawar,
Salah niat sirik jadinya.

Indah nian bunga yang mekar,


Mekar sekuntum di balik kayu,
Bukan sekedar bertepung tawar,
Sarat makna istiadat Melayu.

167
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

BAB XI
PENUTUP

11.1 Kesimpulan

Sesuai dengan uraian-uraian dari bab-bab sebelumnya


maka pada bab penutup ini, penulis menyimpulkan kajian
tentang pokok-pokok adat istiadat perkawinan suku Melayu
Sumatera Timur. Selepas itu penulis membuat saran-saran
terutama untuk melestarikan atau membuat adat ini kekal
di dalam kebudayaan Melayu.
Berdasarkan penelitian secara semula jadi terhadap
adat perkawinan Melayu Sumatera Timur, maka pokok-
pokok upacaranya mencakup 27 tahap. Perinciannya
adalah sebagai berikut.

1. Meritis,
2. Jamu sukut,
3. Risik kecil,
4. Risik besar,
5. Meminang,
6. Naik omas,
7. Akad nikah,
8. Ikat janji,
9. Malam berinai curi,
10. Malam berinai kecil,
11. Malam berinai besar,
12. Mengantar pengantin laki-laki,
13. Hempang pintu,
14. Buka kipas,
15. Bersanding,
16. Tepung-tawar,
17. Cemetuk,
18. Makan nasi ulam,
19. Serah-terima pengantin laki-laki,

168
Bab XI: Penutup

20. Mandi berdimbar,


21. Naik sembahan,
22. Malam bersatu,
23. Naik halangan,
24. Meminjam pengantin,
25. Memulangkan pengantin,
26. Mebat, dan
27. Membawa pindah pengantin.

Keseluruhan pokok-pokok upacara adat istiadat


perkawinan Melayu Sumatera Timur seperti direntang di
atas, adalah sebagai luahan adat bersendikan syarak dan
syarak bersendikan kitabullah. Artinya adat perkawinan
Melayu ini berdasar kepada ajaran Allah melalui agama
Islam, berupa wahyu-wahyu yang diturunkan melalui Nabi
Muhammad SAW. Dengan perantaraan Malaikat Jibril,
yang tentu saja menjadi bahagian dari kehendak Allah.
Adat yang luhur ini menjadi bingkai dalam konteks
membangun rumah tangga bagi semua warga Melayu,
bahkan seluruh manusia di dunia.
Selain itu, di dalam upacara adat ini terkandung nilai-
nilai dan kearifan suku Melayu, yang tak lapuk di hujan
dan tak lekang di panas, karena telah mempertimbangkan
ajaran dari Allah Subhanahu Wata’ala.

11.2 Saran

Seperti sudah pun saya kemukakan pada pengantar


buku ini, yang mendorong saya untuk menyusun tulisan
ini adalah bahwa pada masa-masa belakangan ini,
sebahagian besar pemuda-pemudi Melayu Pesisir Sumatera
Timur yang kurang mengerti (apalagi menghayati) seluk-
beluk adat istiadat perkawinan Melayu. Selain itu, banyak
pula yang tidak tahu sama sekali tentang adat istiadat ini.
Para generasi muda ini agaknya berpendirian, mengenai

169
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

soal nikah kawin adalah menjadi urusan orang-orang tua


saja, bukan urusan anak-anak muda. Pendapat demikian
memang benar, tetapi jika tidak dipelajari sewaktu-waktu,
apakah sudah tua nanti otomatis dapat mengetahui begitu
saja, tanpa dipelajari? Oleh karena itu, saran saya adalah
perlunya para generasi muda mempelajari adat istiadat
perkawinan Melayu Sumatera Timur ini, untuk
keberlanjutan kebudayaan.
Selain itu, seperti yang diketahui orang ramai, bahwa
pelaksanaan perkawinan menurut adat Melayu, adalah
salah satu unsur dari realisasi mempertinggi derajat kaum
wanita, sesuai dengan tuntutan hukum yang berlaku di
dalam agama Islam. Isla adalah agam yang mendudukkan
perempuan dalam posisi agama yang mengikut hukum
Allah. Islam mengkritisi zaman jahiliyah yang sangat
melecehkan wanita, bahkan ada tradsisi mengubur hidup-
hidup perempuan. Oleh karena itu, jikalau semua orang
Melayu memahami adat perkawinan Melayu, tentu saja
memahami dan menerapkan nilai-nilai yang diajarkan
agam Islam, dalam rangka kemitraan jenis kelamin, yakni
kerjasama yang sinerji antara laki-laki dan wanita dalam
membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah,
warahmah (diakronimkan dengan sawawa) Saran penulis
untuk hal ini, marilah kita pelajari adat istiadat perkawinan
Melayu, sambil menerapkan ajaran Islam mengenai
pemuliaan harkat dan martabat kaum wanita. Dampaknya
akan semakin terserlahnya kebudayaan Melayu melalui
peran serta kaum wanitanya dalam mengisi kehidupan.
Menurut pandangan penulis, salah satu faktor yang
membuat pemuda-pemudi kita tidak berminat untuk
mempelajari adat istiadat perkawinan ini, adalah karena
kurang atau tidak adanya tulisan-tulisan yang lengkap
tentang adat istiadat perkwainan ini. Pada sisi lain, mereka
agak sungkan mendatangi para orang-orang tua yang

170
Bab XI: Penutup

memahami adat perkawinan yang selama ini diturunkan


melalui tradisi lisan.
Apabila orang-orang tua Melayu yang masih menguasai
adat istiadat perkawinan ini sudah tidak ada lagi,
sedangkan tulisan-tulisan mengenai adat istiadat ini tidak
ada, maka besar kemungkinan generasi yang akan datang
menjadi buta sama sekali tentang adat istiadatnya sendiri.
Akhirnya akan musnahlah budaya Melayu yang sangat
kaya dengan nilai-nilai ini.
Seterusnya, tidaklah tulisan ini disesuaikan pula
dengan kondisi dan situasi pada masa sekarang ini,
dengan tidak menyimpang dari pokok adat istiadat. Sesuai
dengan ajaran tamadun Melayu yang kita cintai, bahwa
kebudayaan harus mengikuti perkembangan zaman, seperti
ungkapan, sekali air bah, sekali tepian berubah.
Saran penulis lainnya adalah marilah kita saling bahu-
mambahu dalam menegakkan tamadun Melayu, yang
sekaligus juga menegakkan ajaran Allah. Persatuan dan
kesatuan dalam menjalankan tamadun tersebut perlu
dibina untuk semua kalangan umat Melayu, baik itu alim
ulama, cerdik pandai, penguasa politik (umara), tua dan
muda, bangsawan atau rakyat awam, semuanya perlu
mengarahkan tamadun hebat Melayu ini menuju jalan yang
diridhai Allah. Semoga saja Allah beserta kita selalu dalam
ruang maupun waktu yang kita isi, insya Allah.

171
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

DAFTAR PUSTAKA

a. Kita Suci
Al-Qur’an.

b. Buku, Artikel, Skripsi, Tesis, Makalah, Kamus, dan


Sejenisnya.

Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Husain (ed), 2004.


Kepemimpinan Adat Perkawinan Melayu Malaka.
Melaka : Institut Seni Malaysia Melaka.
Ahmad Rais B.N., 1983, Peranan Nelayan, dan Perkawinan
dalam Tata Cara Adat Istiadat Melayu Deli Serdang
Lubuk Pakam: (Tanpa Penerbit).
Amran Kasimin, 2022, Perkawinan Melayu. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ediruslan Amanriza, t.t. Adat Perkawinan Melayu Riau:
Unri Press.
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu
Pembicaraan Genre dan Fungsi.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hasbullah Ma’ruf, 1977. Naskah Cara-cara Nikah Kawin
Adat Melayu Sumatera Timur, Medan.
Husin Embi (et. al). 2004. “Adat Perkawinan di Melaka.” di
dalam, Abdul Latiff Abu dan Hanipah Hussin (ed),
2004. Kepemimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka.
Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.
Muhammad Ali Zainuddin dan O.K. Gusti, 1995. Intisari
Adat Dalam Hal Pinang-Meminang dan Perkawinan
Menurut Adat Resam Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Medan: Grup Tepak Melayu Telangkai Pelestari Adat
Kebudayaan Melayu.

172
Daftar Pustaka

Muhammad Takari dan Fadlin, 2008. Sastra Melayu


Sumatera Utara, Medan: Bartong Jaya.
Muhammad Takari dan Fadlin, 2014. Ronggeng dan
Serampang Dua Belas dalam Kajian Ilmu-Ilmu Seni,
Medan. Universitas Sumatera Utara Press.
O.K. Gusti bin O.K. Zakaria, 2005. Upacara Adat Istiadat
Perkawinan Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Medan: (Tanpa Penerbit)
O.K. Moehad Sjah, 2012. Adat Perkawinan Masyarakat
Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: Universitas
Sumatera Utara Press.
Ramlan Damanik, 2002. Fungsi dan Peranan Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Melayu Deli. Medan:
Univesitas Sumatera Utara.
Syarifah Aini, 2013. Tari Inai dalam Konteks Upacara Adat
Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak,
Musik Iringan, dan Fungsi. Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universits
Sumatera Utara (Skripsi Sarjana Seni).
Sutan Muhammad Zein, 1957. Kamus Bahasa Indonesia
Modern. Jakarta: Balai Pustaka.
Tenas Effendy, 2004. Pemakaian Ungkapan dalam Upacara
Perkawinan Orang Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian
dan Pengembangan Budaya Melayu.
Tenas Effendy, 2014. “Pentingnya Amalan Adat dalam
Masyarakat Melayu.” dalam Abdul Latiff Abu Bakar
dan Hanipah Hussin (ed.) 2004. Kepimpinan Adat
Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni
Malaysia Melaka.
Tengku Admansyah, 1987. Peranan Budaya Melayu Sebagai
Sub Kultur Kebudayaan. Rantauprapat.
Tengku Luckman Sinar, 1985. Sejarah Deli Serdang. Lubuk
Pakam: Badan Penerbit Pemerintah Daerah Tingkat II
Deli Serdang.

173
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Tengku Luckman Sinar, 1986. Sari Sejarah Serdang.


Medan.
Tengku Luckman Sinar, 1994. Adat Perkawinan dan Tata
Rias Pengantin Melayu. Medan: Lembaga Pembinaan
dan Pengembangan Seni Budaya Melayu.
Tengku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan
Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1950.
Medan: B.P. Lah Husni.
Tengku Muhammad Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial
dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.”
Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat
Majemuk di Perkotaan, di Medan.
Tengku Muhammad Lah Husni, 1986. Butir-Butir Adat
Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wan Hashim Wan Teh, 1997, Tamadun Melayu dan
Pembinaan Tamadun Abad Kedua Puluh Satu, Bangi:
Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Wee, Vivienne, 1985. Melayu: Heirarchies of Being in Riau.
Disertasi doktor falsafah. Canberra: The Australian
National University.
Wilkinson, R.J., 1959. A Malay-English Dictionary
(Romanised). London: Mcmillan Co. Ltd.
Yuscan, 2007. Falsafah Luhur Adat Istiadat Perkawinan
Melayu Sumatera Timur. Medan: Pengurus Besar
Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia.
Zainal Arifin AKA, 2002. Cinta Tergadai, Kasih Tak Sampai:
Riwayat Tengku Amir Hamzah. Langkat: Dewan
Kesenian Langkat.
Zainal Arifin AKA, 2005. Langkat dalam Sejarah dan
Perjuangan Kemerdekaan. Medan: Penerbit Mitra.

174
Seputar Penulis

Seputar Penulis

Nama lengkap dari O.K. Gusti yang


menjadi penulis utama buku ini
adalah O.K. Gusti bin O.K.
Zakaria bin H. O.K. Muhammad
Saad bin Datuk Muda Thaib.
Dalam peradab-an Melayu susur
galur secara patrilineal seperti di
atas adalah ditari dalam empat
generasi, dalam tutur kekerabatan
onyang, yakni: ego, ayah (entu),
datuk, dan onyang. Lahir di era Revolusi menuju Indonesia
merdeka, tepatnya pada tanggal 4 Juli 1915 di
Pantacermin, wilayah Kesultanan Serdang, yang kemudian
di era kemerdekaan menjadi salah satu desa di Kabupaten
Deliserdang dan kini setelah mekar masuk ke dalam
Kabupaten Serdangbedagai, Provinsi Sumatera Utara.
Beliau menikah pada tanggal 7 Juli 1936 dengan Hj.
Rohani binti H. O.K. Maksum, di Kampung Jaharun,
Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang, Provinsi
Sumatera Utara. Dari hasil perkawinan beliau ini, lahirlah
enam anak, dengan rincian tiga lelaki dan tiga perempuan.
Dari yang sulung (terbesar( sampai yang keenam, berturut-
turut adalah sebagai berikut: (1) H. O.K. Adhan Gusti, S.H.;
(2) Hj. Elvi Sahara Gusti; (3) Hj. Anita Chairunnisa Gusti;
(4) O.K. Azhar Gusti; (5) O.K. Izhar Gusti; dan (6) Hj.
Chairani Gusti Nasri Sebayang. Selama masa hidupnya
beliau bekerja sebagai: (a) Karyawan pada Perkebunan
R.C.M.A. di Seikarang, Kecamatan Galang; (b) Kepala Desa
Galang; (c) Kantor Inspeksi Land Use Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia.

175
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Salah satu buku karya beliau yang banyak dijadikan


sebagai sumber acuan bagi masyarakat luas adalah buku
yang bertemakan perkawinan adat Melayu, yang judulnya
adalah Upacara Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu
Pesisir Sumatera Timur. Medan: (Tanpa Penerbit), yang
dicetak tahun 2005. Buku ini kemudian oleh ahli waris
beliau disempurnakan lagi dan diberi tokoktambah di sana-
sini menjadi buku yang kita baca ini, yakni bertajuk Pokok-
Pokok Adat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur.
Diterbitkan oleh Universitas Sumatera Utara Press, tahun
2018, dan disunting bersama oleh Muhammad Takari dan
Fadlin, dua orang ilmuwan dari Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara Medan.

176
Dua Editor

Dua Editor

Buku ini diedit (disunting) bersama oleh dua ilmuwan


dari Fakultas Ilmu Budaya, Universtas Sumatera Utara,
Medan. Keduanya adalah Drs. Muhammad Takari,
M.Hum., Ph.D. dan Drs. Fadlin, M.A.

Muhammad Takari bin Jilin Syahrial, adalah dosen


Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, lahir pada tanggal 21
Desember 1965 di Labuhanbatu. Menamatkan Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah
Atas di Labuhanbatu. Tahun 1990 menamatkan studi
sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya tahun 1998
menamatkan studi magister humaniora pada Program
Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Tahun 2009 menyelesaikan studi
S-3 Pengajian Media (Komunikasi) di Universiti Malaya,
Malaysia. Aktif sebagai dosen, peneliti, penulis di berbagai
media dan jurnal dalam dan luar negeri. Juga sebagai
seniman khususnya musik Sumatera Utara, dalam rangka
kunjungan budaya dan seni ke luar negeri. Tahun 2010
sampai 2017 menjabat Ketua Program Studi Etnomusikolo-
gi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara,
Medan. Kemudian periode 2017 sampai 2022 menjabat
Ketua Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan
Pengkajian Seni FIB USU. Muhammad Takari juga dalam
periode 2015-2020 menjadi Sekretaris Umum, Pengurus
Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI).
Kantor: Jalan Universitas No. 19 Medan, 20155,
telefon/fax.: (061)8215956. Rumah: Jalan Amal Luhur, No.
4, Helvetia, Medan, surat-el: mtakari@yahoo.com.

177
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Fadlin atau nama lengkap adatnya Fadlin bin Muhammad


Dja’far adalah seorang dosen di Departemen Etnomusikolo-
gi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Dilahirkan di Medan tanggal 20 Februari 1961.
Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
dan Sekolah Menengah Atas di Kota Tebingtinggi. Tahun
1980 masuk menjadi mahasiswa Etnomusikologi Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara dan menamatkannya
tahun 1988. Setelah itu ia diangkat menjadi dosen di
Jurusan Etnomusikologi FS USU, dan kemudian menjabat
sekretaris Jurusan tahun 1990 sampai 1999. Ia juga
menjadi ketua Lembaga Kesenian USU, dan aktif
melakukan kajian dan pertunjukan kesenian. Tahun 2009
menyelesaikan pendidikan master di Akademi Pengajian
Melayu Jabatan Sosiobudaya Melayu, yang menulis tesis
dengan tema songket Batubara. Beliau juga dikenal luas
sebagai pengusaha kuliner Melayu, yang menakhodai
usahanya yang bernama Nazwa. Kantor: Jalan Universitas
No. 19 Medan, 20155, telefon: (061)6618947, handphone:
08126026137. Rumah: Kapten Muchtar Basri No. 110,
Medan. E-mail: fadlindjafar@ yahoo.com.

178
Glosari

GLOSARI

Akad nikah adalah berpandu kepada syariat Islam. Nikah


adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama
Islam. Dalam budaya Melayu, hidup sebagai suami-
isteri tanpa nikah merupakan pelanggaran terhadap
agama.

Anak beru, dalam sistem kekerabatan masyarakat Melayu


Sumatera Timur, khususnya Langkat, Deli, dan
Serdang, terdapat penyebutan anak beru yang terdiri
dari dua golongan, yakni: 1. anak beru kontan dan 2.
anak beru condong. Anak beru kontan, ialah suami
atau istri dari anak kandung. Anak beru condong,
ialah aluran menantu dari pihak ayah dan ibu.

Bersanding adalah kegiatan duduk bersama di sebuah


pelaminan. Mempelai lelaki dan perempuan duduk di
atas pelaminan menghadap kepada hadirin yang
hadir. Keduanya kemudian melakukan berbagai
aktivitas berikutnya selepas aja bersanding di
pelaminan.

Buka kipas adalah kegiatan berikutnya dari rangkaian


mengantar pengantin. Kegiatan ini adalah kegiatan
rombongan pengantin lelaki yang dihempang oleh
kipas, dan kemudian dibayar dengan uncang yang
berisi uang-uang logam ke pihak mempelai wanita.

Cemetuk, adalah hadiah kawin mempelai lelaki kepada


pengantin perempuan di luar hantaran dan pinangan.

Hempang pintu adalah proses ketika rombongan pengantin


pria dihempang secara adat oleh pihak mempelai

179
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

wanita ketika berada di pintu rumah kediaman


mempelai wanita. Saat ini pihak mempelai pria harus
menyerahkan uncang yang berisi uang logam (atau
hasil-hasil pertanian) kepada yang menghempang
pintu. Saat ini pihak pengantin lelaki dan perempuan
menyediakan juru bicaranya yang disebut dengan
telangkai.

Ikat janji adalah sesudah selesai acara akad nikah, upacara


dilanjutkan dengan acara terakhir, yaitu ikat janji.
Dalam hal ini oleh pihak pengantin lelaki
disembahkan tepak ikat janji sambil bertanya bila
kiranya dilangsungkan (diresmikan) perkawinan
mempelai pria dengan mempelai wanita. Ketika telah
tercapai kata sepakat tentang hari dan tempat
dilangsungkan, upacara pun selesailah. Kedua belah
pihak anak beru saling bersalam-salaman.

Jamu sukut adalah kegiatan agama dan adat berupa


kenduri sebelum tibanya merisik kecil, yang
diselenggarakan di rumah kediaman calon mempelai
wanita.

Makan nasi ulam adalah kegiatan bersama mempelai laki-


laki dan mempelai perempuan makan bersama
sebagai ungkapan kebersamaan dalam suka dan duka
sebagai sepasang suami istri yang baru. Kadangkala
disebut juga makan nasi hadap-hadapan. Makan nasi
ulam ini biasanya dipimpin oleh seorang perempuan
yang telah ditunjuk untuk tugas ini. Biasanya
disaksikan oleh kelompok perempuan pada kedua
belah pihak mempelai.

Malam berinai (berhinai) adalah malam-malam bagi kedua


mempelai melakukan proses mewarnai ujung jari dan

180
Glosari

kuku-kuku tangan dengan menempelkan inai yang


telah dihaluskan. Malam-malam berinai ini terdiri dari
tiga peringkat, yakni inai curi, inai kecil, dan inai
besar. Malam berinai ini dalam konteks Dunia Islam
dinyatakan sebagai syariat para Nabi.

Malam bersatu adalah malam pembuktian di zaman


dahulu, untuk mebuktikan gadis tidaknya pengantin
perempuan, dihamparkanlah oleh bidan pengantin
laki-laki sehelai kain putih di atas tilam tempat tidur
pengantin. Kain putih ini disediakan oleh orang tua
pengantin perempuan. Siap bersatu, pengantin
disuruh mandi junub berdua. Bidan mengambil kain
putih tadi diperiksa apakah ada tanda gadis pengantin
perempuan. Kain putih diserahkannya kepada ibunda
mempelai perempuan untuk disaksikan, dengan lebih
dulu menyorongkan tepak sirih. Kalau tepak kosong
dan combukunya tertelungkup, tanda pengantin
perempuan tidak gadis lagi.

Mandi bedimbar adalah kegiatan dalam rangakaian adat


perkawinan Melayu, berupa kedua mempelai
melakukan mandi secara adat. Mandi bedimbar ini
memakai air dan ramuan-ramuan yang penuh dengan
nilai-nilai.

Mebat merupakan kegiatan mengunjungi penguasa adat


setempat, sebagai bukti bahwa kedua mempelai
adalah telah melaksanakan adat perkawinan. Kemudi-
an keduanya memohon doa restu kepada pengauasa
adat setempat ini.

Melayu asli adalah apabila emak dan ayahnya


berketurunan darah Melayu.

181
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Melayu seresam dipandang sebagai orang yang menganggap


dan dipandang sebagai Melayu karena secara sadar
dan aktif mengikuti adat dan budaya Melayu.

Membawa pindah pengantin perempuan adalah kegiatan


sosial budaya kedua mempelai datanglah anak beru
dari pengantin laki-anak ke rumah orang tua
mempelai perempuan. Pada hari yang sudah
ditentukan, datanglah utusan dari orang tua
pengantin laki-laki menjemput kedua pengantin.
Utusan menyembahkan tepak sirih kepada orang tua
pengantin perempuan sambil mohon izin untuk
membawa pindah kedua pengantin. Setelah mendapat
izin, maka dibawalah pindah kedua pengantin.

Meminang adalah salah satu aktivitas dari rangkaian


perkawinan, berupa komunikasi yang inti utsamanya
adalah pihak calon mempelai lelaki meminang (yakni
menyatakan secara resmi) tentang kesediaan calon
mempelai perewmpuan untuk disunting dan menjadi
istri dari calon mepelai laki-laki).

Meminjam pengantin adalah kegiatan membawa mempelai


lelaki dan wanita ke rumah keluarga mempelai lelaki
untuk kemudian dipersandingkan kembali dalam
pelaminan, namun di pihak kerabat laki-laki.

Memulangkan pengantin adalah menghantar kembali kedua


mempelai setelah dilakukan meminjam pengantin, ke
rumah keluarga mempelai wanita. Keduanya tinggal
beberapa masa di rumah ini.

Menculuk atau menyuluk adalah kebiasaan kaum muda


Melayu pada zaman dahulu, untuk menemui
tambatan hatinya dan berkomunikasi mesra. Dalam
acara ini pemuda dan pemudi yang lagi kasmaran
tersebut berbicara dengan cara berbisik, yang dibatasi

182
Glosari

oleh lantai rumah (biasanya panggung) dengan posisi


si pemuda berada di luar rumah.

Mengantar pengantin lelaki bersanding adalah pihak


mempelai pria bersama kerabat dan rombongan
menuju ke rumah kediaman mempelai wanita untuk
dipersandingkan. Biasanya disebut juga peresmian
perkawinan atau walimatul ursy.

Merintis adalah mengirim utusan dari pihak calon mempelai


laki-laki kepada calon mempelai wanita. Tugas utama
utusan ini adalah sebagai orang tengah atau
peghubung komunikasi antara kedua belah pihak.

Naik halangan adalah selepas acara malam bersatu,


keesokan harinya bidan pengantin laki-laki pulang ke
rumah orang tua pengantin laki-laki untuk
menyerahkan tanda bukti kesucian pengantin
perempuan itu. Setelah orang tua pengantin laki-laki
menerima tanda-bukti tersebut., dikirimnya
seperangkatan belanja dapur ke rumah orang tua
pengantin perempuan, yang dinamakan naik
halangan.

Naik omas (emas) adalah selesai meminang, disembahkan


pihak calon mempelai lelaki tepak naik emas, yaitu
tepak membayar hutang: mahar, uang antaran dan
kelangkahan, yang disambut oleh pihak calon
mempelai perempuan, lalu menyerahkannya kepada
ibu si calon mempelai wanita ini.

Naik sembahan adalah proses ketika pengantin dibawa ke


suatu ruangan, yang telah duduk menunggu kedua
orang tua mempelai perempuan, puang-puang, anak-
anak beru serta karib kerabatnya. Baik mempelai laki-
laki maupun mempelai perempuan, masing-masing

183
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

menyembahkan tepak sirih kepada orang tua


pengantin perempuan, lalu menyembahnya.

Puang adalah saudara laki-laki atau wali dari pihak ayah


atau ibu.

Risik besar adalah mengandung pemahaman dan


pengertian sebuah kegiatan dalam konteks rangkaian
upacara perkawinan secara umum, berupa datangnya
utusan pihak calon mempelai pria ke pihak calon
mempelai wanita, dengan menggunakan perantara,
dari kedua belah pihak. Kegiatan ini dilakukan setelah
risik kecil. Rombongan calon mempelai pria ini
sekurang-kurangnya terdiri dari: puang-puang, anak-
anak beru laki-laki, dan anak-anak beru
perempuannya.

Risik kecil adalah merujuk kepada pengertian pihak calon


mempelai laki-laki mengirim utusan sejumlah
anggota kerabatnya ke rumah kediaman orang tua
calon mempelai wanita untuk merisik (menyampaikan
maksud keluarga untuk meminang sang wanita
pujaan teruna kerabat mereka). Untuk merisik kecil
ini cukup beberapa orang saja, sekurang-kurangnya
seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Perlengkapan yang dibawa untuk merisik kecil ini
cukup sebuah tepak sirih, lengkap dengan sirih,
pinang yang sudah dikacip, kapur, gambir, dan
tembakau suntil.

Semenda dalam bahasa Melayu artinya adalah persudaraan


karena hubungan perkawinan. Istilah ini juga
memiliki pengertian seseorang yang tadinya bukan
suku Melayu, kemudian kawin dengan seorang suku
Melayu, maka secara otomatis ia masuk Melayu, dan
dikategirikan sebagai Melayu semenda.

184
Glosari

Serah terima pengantin laki-laki adalah kegiatan adat dalam


rangkaian adat upacara perkawinan. Kegiatan ini
adalah berupa penyerahan secara verbal mempelai
lelaki ke pihak keluarga inti dan luas mempelai
wanita, untuk menjadi bahagian tidak terpisahkan
dari keluarga mempelai wanita ini.

Tepung tawar adalah aktivitas memercikkan ramuan-


ramuan tepung tawar yang telah disediakan kepada
kedua mempelai, dengan tujuan memberi doa agar
selamat dan kekallah rumah tangga yang mereka
bangun. Biasanya yang memberikan tepung tawar
terlehih dahulu kedua orang tua mempelai, disusul
kerabat-kerabat dekat, dan kemudian para tokoh
masyarakat dan undangan yang hadir.

185
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

Indeks

adat, v, vi, vii, viii, ix, x, xi, xii, xiii, xiv, xv, xvi, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 17,
18, 19, 20, 21, 23, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 39, 43, 45, 46, 47,
48, 49, 50, 52, 53, 57, 58, 59, 60, 63, 65, 66, 67, 71, 74, 76,
77, 95, 102, 104, 105, 115, 142, 144, 148, 150, 158, 170,
175, 182, 183, 184, 185, 191, 196, 198, 202
Allah, iv, v, ix, x, xiii, xiv, xv, xvii, 1, 3, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
17, 22, 24, 28, 31, 50, 57, 91, 97, 106, 142, 148, 149, 161,
164, 170, 171, 183, 184, 185
Al-Qur’an, xvii, 3, 8, 9, 16, 71, 187
anak, vii, x, 2, 8, 10, 12, 13, 15, 17, 18, 22, 23, 28, 29, 42, 50,
51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 61, 63, 65, 66, 69, 71, 73, 75,
77, 88, 90, 92, 93, 95, 96, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 107,
108, 112, 113, 115, 141, 142, 145, 146, 150, 157, 158, 159,
160, 161, 162, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172,
175, 184, 191, 195, 196, 198, 201
anak beru, vii, 56, 57, 61, 63, 65, 66, 69, 73, 75, 77, 88, 92, 99,
100, 101, 102, 104, 107, 113, 141, 142, 195, 196, 198, 201
bersanding, xix, xxi, 60, 64, 103, 121, 182, 195
hempang, 20, 102
impal, 54, 56
Islam, v, viii, xviii, 1, 2, 3, 4, 8, 9, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 32,
34, 35, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 57, 58, 62, 63, 71, 89,
183, 184, 195, 197
jodoh, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28
kawin, vii, xvii, Error! Not a valid bookmark in entry on page xx,
2, 8, 10, 15, 16, 22, 51, 54, 59, 64, 68, 70, 71, 72, 74, 106,
113, 158, 184, 196, 202
kebudayaan, ix, xv, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 17, 19, 20, 25, 26, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 40, 43, 47, 48, 49, 50, 53, 56, 57,
59, 68, 95, 175, 182, 184, 185
kekerabatan
kerabat, 1, 2, 17, 18, 32, 39, 53, 54, 55, 56, 57, 68, 69, 115, 141,
190, 195
keluarga, vii, xiv, xv, xvi, 3, 5, 10, 18, 19, 20, 21, 37, 50, 61, 65,
66, 67, 69, 73, 106, 112, 115, 141, 149, 151, 157, 159, 160,
161, 199, 201, 202
komunikasi, 4, 23, 25, 26, 39, 60, 61, 157, 199, 200
masyarakat, vi, xi, xii, xiv, 3, 16, 18, 19, 20, 21, 24, 26, 27, 28,
32, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 44, 46, 49, 52, 64, 69, 92, 96,
145, 191, 195, 202

186
Indeks

Melayu, ii, v, vi, vii, viii, ix, x, xi, xii, xiii, xiv, xv, xvi, xvii, xviii, xix,
2, 3, 4, 5, 6, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44,
45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 56, 57, 58,띸 59, 60,
65, 67, 68, 69, 73, 95, 103, 104, 142, 146, 150, 158, 165,
168, 169, 170, 172, 173, 175, 178, 182, 183, 184, 185, 187,
188, 189, 190, 191, 193, 194, 195, 198, 199, 202
mempelai, 18, 19, 21, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 196, 197,
198, 199, 200, 201, 202
merisik, 60, 61, 70, 77, 145, 196, 201
musyrik, 11, 15
Naik omas, 59, 182, 200
nikah, vii, x, xvii, 16, 20, 51, 59, 62, 68, 73, 74, 75, 76, 77, 78,
88, 89, 90, 91, 92, 145, 155, 182, 184, 195, 196
pantun, xii, xvii, 23, 25, 146, 164, 165, 168, 173, 175
pengantin, 18, 20, 59, 60, 62, 63, 64, 65, 66, 70, 72, 73, 74, 75,
91, 92, 93, 94, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105,
106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 141, 142,
145, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 163, 165, 166, 167, 168,
169, 171, 173, 175, 182, 183, 195, 196, 197, 198, 199, 200,
202
peradaban, x, xv, xvi, 4, 20, 38, 40
perempuan, vii, 1, 2, 8, 9, 11, 13, 15, 17, 18, 54, 55, 60, 61, 62,
63, 64, 65, 66, 70, 74, 75, 89, 92, 93, 94, 97, 98, 99, 100,
101, 103, 104, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114,
115, 141, 142, 145, 146, 157, 169, 184, 191, 195, 196, 197,
198, 200, 201
perkawinan, ii, v, xviii, 1, 4, 8, 16, 17, 21, 32, 53, 59, 187, 188,
189, 191
puang, 69, 73, 201
semenda, 158, 160, 166, 170, 172, 202
sosial, xiv, 1, 3, 16, 18, 19, 21, 22, 23, 25, 27, 28, 29, 32, 39, 40,
44, 46, 48, 52, 53, 66, 145, 198
suami, 10, 14, 16, 17, 55, 56, 62, 64, 69, 195, 197
Sumatera Timur, ii, v, vi, vii, viii, x, xi, xii, xvi, xviii, xxi, 2, 4, 5,
26, 32, 43, 46, 49, 50, 51, 52, 56, 57, 58, 59, 60, 67, 68, 69,
92, 96, 102, 129, 142, 182, 183, 184, 187, 188, 189, 191,
195
syarak, 2, 20, 31, 45, 58, 62, 183
tepak sirih, 61, 65, 66, 70, 94, 95, 99, 100, 101, 110, 113, 114,
142, 146, 198, 201
upacara, v, vii, xi, 2, 3, 5, 16, 17, 18, 19, 20, 24, 27, 28, 32, 57,
58, 60, 61, 62, 64, 65, 67, 68, 72, 74, 75, 76, 77, 89, 90, 91,
92, 95, 104, 105, 107, 108, 109, 113, 115, 142, 183, 196,
201, 202

187
Pokok-pokok Adat Istiadat Perkawinan Suku Melayu Sumatera Timur

wanita, viii, 8, 10, 11, 14, 15, 16, 51, 52, 53, 60, 61, 62, 63, 64,
65, 66, 67, 68, 89, 90, 100, 101, 106, 184, 196, 197, 199,
200, 201, 202
zaman, ix, xvi, xvii, 4, 9, 22, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 53, 65,
68, 92, 96, 164, 184, 185, 197, 199

188

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai