Anda di halaman 1dari 2

Penerapan Hukum di Indonesia

Ketika berbicara tentang hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia,
masyarakat hukum Indonesia dikritik karena negaranya berdasarkan hukum (the rule of law),
berbentuk republik, dan sifatnya sistem pemerintahan yang demokratis mulai terbentuk. Lili
Rasyidi dan I.B. Wiyasa Putra (1993:132) berpendapat bahwa masyarakat hukum Indonesia
merupakan masyarakat hukum yang besar yang tersusun dari masyarakat hukum yang lebih
kecil yang dikenal dengan masyarakat hukum umum. Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
yang lebih kecil ini merupakan bentuk masyarakat tradisional yang tradisi hukumnya sendiri
dianggap otonom. Sebagai sistem sosial hukum, kesatuan-kesatuan masyarakat hukum ini
juga memiliki komponen sistemnya sendiri, baik struktur sosial, sistem filosofis, sistem
budaya, sistem pendidikan, sistem konseptual hukum, dan sistem pembentukan dan
penerapan sistem. Ini juga merupakan hukum yang benar-benar unik. Masyarakat hukum ini
memiliki nilai-nilai sosial budaya sebagai tradisi yang sudah dimiliki dan dilindungi oleh
bangsa Indonesia.

Pada mulanya, budaya masyarakat hukum Indonesia adalah budaya hukum tidak tertulis
(unwritten law), atau budaya hukum yang hidup, tumbuh, dan berkembang di dalam
masyarakat (living law). Nilai-nilai sosial dan budaya hukum ini hidup dalam setiap kesatuan
kecil masyarakat hukum Indonesia, sehingga secara keseluruhan budaya hukum masyarakat
Indonesia adalah nilai-nilai dan budaya hukum living law. Akan tetapi dalam
perkembangannya kemudian, masyarakat hukum Indonesia juga terbiasa dengan nilai-nilai
dan budaya hukum tertulis yang diakibatkan oleh proses kolonialisme di Indonesia yang
dibawa oleh penjajah, terutama Belanda yang menganut budaya hukum Eropa Kontinental
yang mengutamakan kodifikasi hukum. Di dalam proses pembangunan hukum, kedua budaya
hukum ini memberi pengaruh terhadap konsep hukum Indonesia. Para penganut ajaran
Sosiological jurisprudence sebagaimana dikutip Lili Rasjidi (2001 : 133) menyatakan bahwa
kelemahan-kelemahan hukum tertulis dapat diatasi dengan mempertimbangkan secara cermat
hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang hidup di masyarakat, dan bahkan para penganut
ajaran ini mengemukakan bahwa kodifikasi hukum itu harus selaras dan mengembangkan
hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang hidup di masyarakat yang bersangkutan. Dalam
kerangka sistem hukum di Indonesia, kesulitan tersebut menggali pandangan, sikap dan
sentimen hukum untuk lebih mengutamakan pembentukan undang-undang, sistem
perwakilan atau komunikasi antara rakyat dengan wakilnya atau yang lainnya. rasionalisasi.
Kebutuhan hukum dan rasa keadilan tentang hak membentuk masyarakat. Saat ini negara
kita sedang dalam tahap berkembang, dan negara kita termasuk negara berkembang. Menurut
Satjipto Rahardjo (1980: 133), sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia harus
melampaui tahap pembangunan yang dialami oleh negara berkembang. Mengutip pendapat
Thomas M. Frank, Sajipto mengatakan negara-negara tersebut telah melalui tiga tahap
pembangunan. (2) tahap industri; (3) Tingkat Bantuan Sosial. Peran hukum, profesi hukum,
dan lembaga hukum yang sangat penting dalam pembangunan ini adalah transisi dan integrasi
norma dan nilai nasional ke dalam sistem baru. Peran hukum dalam hal ini adalah
menjustifikasi perubahan agar peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan perpecahan atau
reformasi revolusioner berlangsung dengan tertib dan damai. Perubahan sistem
ketatanegaraan Indonesia karena adanya tuntutan dari mayoritas rakyat Indonesia, dan ini
dikenal dengan reformasi, suatu tatanan reformasi yang juga membutuhkan peran hukum
yang kuat mengingat nilai-nilai sosial budaya. Kehadiran dalam masyarakat Indonesia
membawa kita ke negara-negara berkembang dalam tahap pembangunan di atas. Kalaupun
negara kita belum sampai pada tahap persatuan yang sesuai dengan harapan kita, diharapkan
perangkat hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat mampu mengatasi
tahap-tahap pembangunan tersebut secara memadai. kita ingin mencapai tahap pembangunan
yang tertinggi yaitu tahap penyatuan, industrialisasi dan kesejahteraan masyarakat,
diharapkan negara kita segera melaksanakan tahap-tahap pembangunan tersebut. Indonesia.
Sebagaimana diketahui, tahap-tahap pembangunan tersebut sangat sulit untuk dilaksanakan,
bahkan untuk mencapai tahap pembangunan nasional yang paling rendah, yaitu tahap
penyatuan, sangat sulit, tidak tercapai. macet, dan masalah-masalah kebangsaan lainnya yang
jika tidak ditangani dengan baik akan mengganggu kehidupan ketatanegaraan kita. Hal ini
harus segera kita selesaikan agar dapat mengejar ketertinggalan tahapan pembangunan negara
lain dan tidak menghambat tahapan pembangunan industrialisasi dan kesejahteraan
masyarakat lainnya. Pergantian rezim yang terjadi di Indonesia seringkali membawa akibat
yang merugikan bagi kehidupan negara kita, baik dari segi politik ekonomi maupun berbagai
persoalan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa demonstrasi mahasiswa pada
pertengahan tahun 1997 ketika Presiden Soeharto hendak turun dari pucuk pimpinan
pemerintahan Orde Baru. Setelah runtuhnya pemerintahan Orde Baru dan perubahan dalam
administrasi nasional negara kita, selama pemerintahan Orde Baru dengan pemerintahan
terpusat, karena tuntutan sebagian besar rakyat kita, terutama yang berada di daerah dengan
alam yang melimpah, Mereka merasa sangat dirugikan. Pastikan untuk mengeruk sumber
daya dan sumber daya alam dari daerah yang kaya akan sumber daya dan sumber daya alam.
Situasi ini telah menyebabkan panggilan untuk otonomi lengkap dan benar. Hal ini menuntut
adanya sistem pemerintahan yang kuat yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia sendiri dan berdasarkan nilai-nilai hukum yang dapat menjamin terlaksananya hak
asasi manusia rakyat. Soerjono Soekanto (1988:22) menyatakan bahwa hukum yang baik
adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini sesuai
dengan pendapat penganut mazhab sosiologi yang menyatakan bahwa hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selama beberapa
dekade, hukum dan nilai sosial budaya negara kita telah terpinggirkan oleh pemusatan
kekuasaan pemerintah pusat. Dengan demikian, hukum dan nilai-nilai sosial budaya banyak
masyarakat tertinggal oleh kodifikasi dan harmonisasi hukum oleh pemerintah pusat.
Misalnya, pengelolaan hutan secara historis mengabaikan hukum dan nilai masyarakat adat
setempat dengan memberikan kepemilikan hutan kepada individu tertentu yang bukan berasal
dari masyarakat setempat. Situasi ini menimbulkan seruan untuk menerapkan hukum adat
setempat, bersamaan dengan seruan untuk memperkenalkan otonomi daerah, yang belum
dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru. Seperti dikatakan Lili Rasjidi, pendidikan hukum
di Indonesia harus memperhatikan kebutuhan akan hukum dan rasa keadilan, pandangan,
sikap dan rasa keadilan masyarakat, yang ditemukan melalui kegiatan penelitian. ,
sistematisasi hukum tidak boleh meninggalkan hukum dan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat setempat.

Anda mungkin juga menyukai